Sekitar 13,5 miliar tahun lalu, zat, energi, waktu, dan ruang
tercipta setelah peristiwa yang dikenal sebagai Ledakan Besar
(Big Bang). Kisah tentang fitur-fitur fundamental alam raya kita
ini dinamai fisika.
Sekitar 300.000 tahun setelah kemunculannya, zat dan energi
mulai menyatu menjadi struktur-struktur rumit yang dinamai
atom-atom; yang kemudian bergabung menjadi molekul-molekul.
Kisah tentang atom-atom, molekul-molekul, dan interaksinya
disebut kimia.
Sekitar 3,8 miliar tahun lalu, di sebuah planet bernama
Bumi, molekul-molekul tertentu bergabung membentuk struktur-
struktur yang cukup besar dan rumit yang disebut organisme.
Kisah tentang organisme ini dinamai biologi.
Sekitar 70.000 tahun lalu, organisme dari spesies Homo
sapiens mulai membentuk struktur-struktur yang lebih rumit
lagi yang dinamakan budaya. Perkembangan selanjutnya dari
budaya-budaya manusia ini disebut sejarah.
Tiga revolusi penting membentuk jalannya sejarah: Revolusi
Kognitif mengawali sejarah sekitar 70.000 tahun lalu. Revolusi
Agrikultur mempercepatnya sekitar 12.000 tahun lalu. Revolusi
Saintifik, yang baru mulai berjalan 500 tahun lalu, kemungkinan
akan mengakhiri sejarah dan memulai sesuatu yang benar-benar
berbeda. Artikel ini menceritakan sejarah tentang bagaimana
ketiga revolusi ini telah memengaruhi manusia dan rekan-rekan
organismenya.
Manusia sudah ada jauh sebelum ada sejarah. Binatang-
binatang yang sangat mirip manusia modern ada sekitar 2,5 juta
tahun lalu. Namun, sepanjang banyak generasi yang tak terhitung
jumlahnya, mereka tidak mampu mengungguli kedigdayaan
organisme-organisme lain yang berbagi habitat dengan mereka.
Di atas ketinggian di Afrika Timur, 2 juta tahun lalu,
Anda kemungkinan bisa menjumpai sekumpulan sosok-sosok
lazimnya manusia: ibu-ibu yang gelisah tengah membuai bayi-
bayi mereka dan kecipak riang anak-anak bermain di lumpur;
pemuda-pemuda temperamental yang dongkol menentang aturan
warga dan para tetua yang lelah minta ditinggalkan dalam
suasana tenang; kaum jagoan dengan dada berdebar-debar yang
berusaha memikat gadis-gadis cantik lokal dan para nyonya
rumah yang sudah menyaksikan semua itu. Manusia-manusia
kuno ini bercinta, bermain, membentuk pertemanan akrab, dan
bersaing untuk status dan kekuasaan—namun begitu juga simpanse,
babon, dan gajah. Tak ada yang istimewa tentang itu. Tak ada
satu pun, sekurang-kurangnya manusia-manusia itu sendiri,
yang punya firasat keturunan mereka suatu hari kelak akan
berjalan di Bulan, membelah atom, menyibak kode genetik, dan
menulis Artikel -Artikel sejarah. Hal paling penting untuk diketahui
tentang manusia prasejarah yaitu bahwa mereka makhluk yang
tidak signifikan, tidak memiliki pengaruh lebih besar terhadap
lingkungan dibandingkan gorila, kunang-kunang, atau ubur-ubur.
Para ahli biologi mengklasifikasi organisme menjadi spesies-
spesies. Binatang-binatang tertentu dikatakan masuk spesies yang
sama jika cenderung cocok satu dengan yang lainnya, melahirkan
untuk beranak-pinak. Kuda dan keledai memiliki kesamaan
leluhur dekat dan punya banyak kesamaan sifat bawaan fisik.
Namun, kedua spesies itu menunjukkan sedikit ketertarikan
seksual satu sama lain. Keduanya akan berpasangan jika dipaksa
melakukannya—namun keturunannya, yang disebut bagal, mandul.
Oleh sebab itu, mutasi-mutasi dalam DNA keledai tidak pernah
bisa menyeberang ke kuda atau sebaliknya. Dengan demikian,
kedua jenis spesies binatang itu dianggap sebagai dua spesies
yang terpisah, melintasi jalur-jalur evolusi yang terpisah. Sama
halnya buldog dan spaniel, mungkin tampak sangat berbeda, namun
keduanya yaitu anggota spesies yang sama, punya kesamaan
sifat-sifat bawaan DNA. Mereka bisa berpasangan bahagia dan
anak-anaknya akan tumbuh untuk berpasangan dengan anjing-
anjing lain dan menghasilkan anak-anak anjing.
Spesies-spesies yang berevolusi dari satu lelulur yang sama
dikelompokkan di bawah nama “genus” (jamak: genera).
Singa, harimau, macan tutul, dan jaguar yaitu spesies-spesies
yang berbeda dalam genus Panthera. Para ahli biologi melabeli
organisme-organisme dengan nama Latin yang terdiri dari dua
kata, genus diikuti spesies. Singa, misalnya, disebut Panthera leo,
spesies Leo dari genus Panthera. Bisa diasumsikan, setiap orang
yang membaca Artikel ini yaitu Homo sapiens—spesies sapiens
(bijaksana) dari genus Homo (bijaksana).
Selanjutnya genera dikelompokkan dalam famili, seperti
famili kucing (singa, cheetah, kucing piaraan); famili anjing
(anjing, serigala, rubah, anjing hutan) dan famili gajah (gajah,
mamut, mastodon). Semua anggota satu famili memiliki garis
keturunan dari satu nenek moyang atau kakek moyang. Semua
kucing, misalnya, dari kucing rumahan paling kecil sampai ke
singa yang paling ganas, punya kesamaan nenek moyang kucing
yang hidup sekiar 25 juta tahun lalu.
Homo sapiens juga anggota sebuah famili. Fakta yang terang
benderang ini biasanya menjadi salah satu rahasia sejarah yang
paling ketat disimpan. Homo sapiens sejak lama memilih untuk
memandang diri terpisah dari binatang, yatim yang kehilangan
famili, tak punya saudara atau sepupu, dan paling penting,
tanpa orangtua. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Suka
atau tidak suka, kita yaitu anggota dari satu famili besar dan
sangat berisik yang disebut kera besar. Kerabat terdekat kita
yang masih hidup antara lain simpanse, gorila, dan orangutan.
Simpanse yaitu yang terdekat. Hanya enam juta tahun lalu, satu
kera betina tunggal punya dua anak perempuan. Satu menjadi
leluhur simpanse, dan satu lagi yaitu nenek buyut kita.
Tulang Belulang dalam Kloset
Homo sapiens menyembunyikan sebuah rahasia yang bahkan
lebih mengusik. Kita tidak hanya memiliki berjibun sepupu tanpa
peradaban, pada satu masa kita malah punya saudara (perempuan
dan laki-laki) seperti itu. Kita dulu berpikir hanya kitalah yang
manusia sebab selama 10.000 tahun terakhir, spesies kita
memang benar-benar satu-satunya spesies manusia yang masih
ada. Namun, makna sejati dari kata manusia yaitu ‘binatang
yang masuk dalam genus Homo’. Lebih dari itu, seperti yang
akan kita lihat pada bab terakhir Artikel ini, dalam waktu yang tak
begitu lama, pada masa depan kita, kemungkinan akan bersaing
dengan manusia-manusia non-sapiens. Untuk memperjelas poin
ini, saya akan sering memakai istilah “Sapiens” untuk
merujuk ke anggota-anggota spesies Homo sapiens, sedang
istilah “manusia” dipertahankan merujuk ke semua anggota genus
Homo yang masih ada.
Manusia pertama kali berevolusi di Afrika Timur sekitar 2,5
juta tahun lalu dari satu genus kera lebih awal yang dinamakan
2. Saudara kita, menurut
rekonstruksi spekulatif (kiri
ke kanan): Homo rudolfensis
(Afrika Timur), Homo erectus
(Asia Timur), dan Homo
neanderthalensis (Eropa dan
Asia Barat). Semua yaitu
manusia.
Australopithecus, yang berarti ‘Kera Selatan’. Sekitar dua juta
tahun lalu, sebagian dari manusia kuno laki-laki dan perempuan
ini meninggalkan tanah air mereka dalam perjalanan melintasi
dan menetap di area luas Afrika Utara, Eropa, dan Asia. sebab
untuk bertahan dalam hutan-hutan bersalju di Eropa utara
memerlukan kemampuan-kemampuan yang berbeda dari yang
diperlukan untuk tinggal di belantara Indonesia yang hangat,
populasi manusia berevolusi ke arah yang berbeda-beda pula.
Hasilnya yaitu beberapa spesies berbeda, yang masing-masing
oleh para ilmuwan ditandai dengan nama Latin yang mentereng.
Manusia-manusia di Eropa dan Asia Barat berevolusi menjadi
Homo neanderthalensis (‘Manusia dari Lembah Neander’),
yang secara populer dirujuk begitu saja sebagai “Neanderthal”.
Neanderthal, yang lebih gempal dan lebih berotot daripada kita,
Sapiens, beradaptasi baik dengan iklim dingin Eurasia Barat pada
Zaman Es. Semakin ke timur, wilayah Asia dihuni oleh Homo
erectus, ‘Manusia Tegak’, yang bertahan mendekati dua juta
tahun, menjadikannya spesies manusia paling awet. Rekor ini
agaknya tak akan terpecahkan, bahkan oleh spesies kita sendiri.
Namun, patut diragukan apakah Homo sapiens masih akan ada
dalam kisaran seribu tahun dari sekarang, jadi 2 juta tahun jelas
bukan tandingan kita.
Di Pulau Jawa, Indonesia, hidup Homo soloensis, ‘Manusia
dari Lembah Solo’, yang cocok dengan kehidupan di wilayah
tropis. Di pulau lain Indonesia—pulau kecil Flores—manusia
kuno menjalani proses pengerdilan. Manusia pertama mencapai
Flores saat permukaan air laut sangat surut dan pulau itu
dengan mudah bisa diakses dari daratan utama. saat laut
pasang, sebagian orang terperangkap di pulau, yang miskin
sumber daya. Orang-orang besar, yang membutuhkan banyak
makanan, mati lebih dahulu. sedang orang-orang yang lebih
kecil bisa lebih lama bertahan. Selama beberapa generasi, orang-
orang Flores menjadi kerdil. Spesies unik ini, yang dikenal para
ilmuwan sebagai Homo floresiensis, mencapai tinggi maksimum
hanya satu meter dengan berat tak lebih dari 25 kilogram.
Meski demikian, mereka mampu menghasilkan peralatan dari
batu, dan bahkan terkadang berhasil memburu gajah-gajah pulau
ini —walaupun, biar adil, gajah-gajah itu juga dari spesies
kerdil.
Pada 2010, satu lagi saudara yang hilang diselamatkan
dari pelupaan, saat para ilmuwan yang mengekskavasi Gua
Denisova di Siberia menemukan satu fosil tulang jari. Analisis
genetik membuktikan bahwa jari itu milik spesies manusia yang
sudah dikenal sebelumnya, yang dinamai Homo denisova. Siapa
yang tahu berapa banyak kerabat kita yang hilang sesungguhnya
sedang menunggu untuk ditemukan di gua-gua lain, di pulau-
pulau lain, dan daerah-daerah lain. saat manusia-manusia ini
berevolusi di Eropa dan Asia, evolusi di Afrika Timur juga tidak
berhenti. Buaian kemanusiaan terus memelihara spesies-spesies
baru, seperti Homo rudolfensi (‘Manusia dari Danau Rudolf ’),
Homo ergaster (‘Manusia Pekerja’), dan akhirnya spesies kita, yang
dengan lancang kita namai Homo sapiens (‘Manusia Bijaksana’).
Para anggota dari sebagian spesies ini berbadan besar dan yang
lainnya kerdil. Sebagian yaitu para pemburu yang menakutkan
dan yang lain penjelajah tumbuh-tumbuhan yang lemah lembut.
Sebagian hanya tinggal di sebuah pulau, sedang banyak yang
lain berkelana melintasi batas-batas benua. Namun, semua itu
tetap anggota genus Homo. Mereka semua manusia.
Ada pandangan yang salah kaprah bahwa spesies-spesies ini
diatur dalam garis keturunan lurus, yakni ergaster menurunkan
erectus, erectus menurunkan Neanderthal, dan Neanderthal
berevolusi menjadi kita. Model linear ini memberi kesan keliru
bahwa dalam satu kurun waktu tertentu hanya satu tipe manusia
yang menghuni Bumi, dan seluruh spesies sebelumnya semata-
mata model-model yang lebih lama daripada kita. Yang benar
yaitu bahwa dari sekitar 2 juta tahun lalu sampai 10 ribu tahun
lalu, dunia menjadi tempat hunian pada waktu yang sama bagi
beberapa spesies manusia. Dan, mengapa tidak? Kini ada banyak
spesies rubah, beruang, dan babi. Bumi seratus milenium lalu
dihuni oleh paling sedikit enam spesies manusia. Eksklusivitas
kita saat inilah, bukan masa lalu multi-spesies, yang istimewa—
dan mungkin memberatkan. Sebagaimana akan kita lihat segera,
kita Sapiens memiliki alasan yang baik untuk menindas memori
tentang saudara-saudara kita.
Harga dari Berpikir
Terlepas dari banyak perbedaannya, semua spesies manusia
memiliki beberapa kesamaan sifat yang mencirikannya.
Yang paling utama, manusia memiliki otak yang sangat besar
dibandingkan binatang-binatang lain. Mamalia dengan berat 60
kilogram rata-rata memiliki ukuran otak 200 sentimeter kubik.
Manusia laki-laki dan perempuan paling awal, 2,5 juta tahun
lalu, memiliki otak berukuran sekitar 600 sentimeter kubik.
Sapiens modern mengusung otak rata-rata 1.200 sampai 1.400
sentimeter kubik. Otak Neanderthal bahkan lebih besar.
Bahwa evolusi harus memilih otak-otak yang lebih besar bagi
kita mungkin seperti, yah, tak punya otak. Kita begitu keranjingan
dengan tingginya kecerdasan kita sehingga berasumsi bahwa
dalam hal kekuatan serebral, yang lebih besar pasti lebih baik.
Namun, jika demikian, famili kucing juga tentu menghasilkan
kucing-kucing yang bisa mengerjakan kalkulus. Mengapa genus
Homo menjadi satu-satunya dalam kerajaan binatang yang
memiliki mesin berpikir begitu besar?
Faktanya yaitu bahwa otak jumbo yaitu saluran jumbo
dalam tubuh. Tidak mudah untuk membawa-bawa, terutama
saat terbungkus dalam tengkorak yang besar. Bahkan, lebih
sulit untuk memberinya energi. Dalam Homo sapiens, otak
menyumbang 2 sampai 3 persen total berat tubuh, namun
mengonsumsi 25 persen energi tubuh saat tubuh beristirahat.
Bandingannya, otak kera hanya butuh 8 persen energi saat
istirahat. Manusia-manusia kuno harus menanggung besarnya
otak itu untuk dua hal. Pertama, mereka menghabiskan waktu
lebih banyak untuk mencari makanan. Kedua, otot-otot mereka
mengalami penyusutan. Layaknya sebuah pemerintahan yang
mengalihkan dana dari pertahanan untuk pendidikan, manusia
mengalihkan energi dari otot ke otak. Nyaris tak terelakkan
untuk menyimpulkan bahwa ini merupakan strategi bagus untuk
bertahan di savana. Seekor simpanse tak bisa menang berdebat
dengan Homo sapiens, namun kera bisa mencabik-cabik manusia
seperti boneka butut.
Hari ini besarnya otak berbuah manis sebab kita bisa
memproduksi mobil dan senjata yang memungkinkan kita
bergerak lebih cepat dari simpanse, dan menembak mereka dari
jarak aman, ketimbang bergulat. Namun, mobil dan senjata yaitu
fenomena baru. Selama lebih dari 2 juta tahun, jaringan otak
manusia tumbuh dan terus tumbuh, namun di luar pisau batu dan
tombak, manusia tak punya banyak hal yang bisa diandalkan.
Lalu, apa yang mendorong maju evolusi otak besar manusia
dalam waktu 2 juta tahun itu? Sejujurnya, kita tidak tahu.
Satu sifat bawaan tunggal lain yang dimiliki manusia yaitu
bahwa kita berjalan tegak di atas dua kaki. Dengan berdiri,
lebih mudah menjelajahi savana untuk bermain atau menghadapi
musuh, dan tangan yang tak diperlukan untuk menggerakkan
tubuh bebas untuk keperluan lain, seperti melontar batu atau
memberi isyarat. Semakin banyak hal yang bisa dilakukan
tangan, semakin sukses pemiliknya sehingga tekanan evolusi
mendatangkan peningkatan konsentrasi pada otak dan otot-otot
motorik halus di telapak tangan dan jemari. Hasilnya, manusia
bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sangat rumit dengan
tangan mereka. Lebih khusus, mereka bisa menghasilkan dan
memakai alat-alat yang lebih canggih. Bukti pertama produksi
peralatan menunjukkan periode sekitar 2,5 juta tahun lalu, dan
pembuatan serta penggunaan alat-alat itu menjadi kriteria yang
dipakai para arkeolog untuk mengenali manusia-manusia kuno.
Meskipun demikian, berjalan tegak memiliki sisi lemah.
Tulang belulang leluhur primata kita berkembang selama beberapa
juta tahun untuk mendukung sebuah makhluk yang berjalan
dengan kaki empat dan memiliki kepala yang relatif kecil. Untuk
menyesuaikan dengan posisi tegak yaitu tantangan, terutama
jika pijakan harus menopang tengkorak ekstra besar. Manusia
harus membayar untuk penglihatannya yang bagus dan tangannya
yang terampil dengan sakit punggung dan leher kaku. Perempuan
bahkan lebih berat. Berdiri tegak mengharuskan panggul yang
lebih sempit sehingga mempersempit saluran kelahiran—dan
semakin berat saat kepala bayi tumbuh menjadi semakin besar.
Kematian saat melahirkan menjadi bahaya utama bagi manusia
perempuan. Manusia perempuan yang lebih dahulu melahirkan,
saat otak dan kepala bayi relatif lebih kecil dan luwes, bernasib
lebih baik dan punya lebih banyak anak. Seleksi alamiah dengan
sendirinya menguntungkan kelahiran-kelahiran yang lebih dahulu.
Dan sungguh, dibandingkan binatang-binatang lain, manusia
dilahirkan prematur, saat banyak dari sistem vital mereka
masih belum berkembang. Bayi kuda jantan langsung bisa berjalan
begitu lahir; anak kucing langsung meninggalkan ibunya untuk
mencari makan saat usianya baru beberapa pekan. Bayi manusia
tak berdaya, bergantung selama bertahun-tahun kepada orangtua
untuk ketahanan, perlindungan, dan pendidikan.
Fakta ini memberi kontribusi besar bagi kemampuan sosial
manusia yang luar biasa dan problem-problem sosialnya yang
unik. Ibu-ibu yang kesepian hampir tak bisa mencari makan
untuknya dan anak mereka dengan keberadaan anak di buaian.
Membesarkan anak membutuhkan bantuan terus-menerus dari
anggota keluarga lain dan tetangga. Dibutuhkan satu suku
untuk membesarkan seorang manusia. Dengan demikian, evolusi
menguntungkan mereka yang mampu membentuk ikatan-ikatan
sosial yang kokoh. Selain itu, sebab manusia dilahirkan dalam
keadaan belum berkembang, mereka bisa dididik dan disosialisasi
pada tingkat yang lebih besar ketimbang binatang mana pun.
Sebagian besar mamalia muncul dari rahim seperti gerabah
mengilap yang muncul dari tempat pembakaran—setiap upaya
untuk mencetak kembali akan menggores atau memecahkannya.
Manusia keluar dari rahim seperti gelas yang dicairkan di tungku
pembakaran. Bisa dipilin, ditarik, dan dibentuk dengan derajat
keleluasaan yang mencengangkan. Itulah mengapa kita mendidik
anak-anak kita menjadi Kristen atau Buddha, kapitalis atau
sosialis, penggemar perang atau pencinta perdamaian.
Kita berasumsi bahwa otak besar, penggunaan alat, kemampuan
belajar yang superior, serta struktur sosial yang kompleks yaitu
keunggulan besar. Sepertinya sudah terbukti dengan sendirinya
bahwa itu semua menjadikan manusia menjadi binatang paling kuat
di muka Bumi. Namun, manusia menikmati semua keunggulan
itu selama 2 juta tahun penuh, saat mereka tetap menjadi
makhluk yang lemah dan marginal. Jadi, manusia yang hidup
satu juta tahun lalu, terlepas dari besarnya otak mereka dan
tajamnya alat-alat batu mereka, selalu diliputi ketakutan akan
predator, jarang berburu binatang besar, dan bertahan terutama
dengan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan, menangkap serangga,
memburu hewan-hewan kecil, dan makan sisa-sisa makanan yang
ditinggalkan karnivora lain yang lebih kuat.
Salah satu penggunaan paling umum alat dari batu yaitu
untuk membuka tulang agar bisa mendapatkan sumsum. Sebagian
peneliti percaya bahwa ini merupakan keunggulan orisinal kita.
Sebagaimana burung pelatuk ahli dalam menyesap serangga dari
rongga pohon, manusia-manusia awal ahli dalam menyesap
sumsum dari tulang. Mengapa sumsum? Baik, jika Anda
mengamati kawanan singa yang dengan bangga melumpuhkan
serta melahap seekor jerapah. Tunggulah dengan sabar sampai
mereka selesai. Namun, giliran Anda belum tiba sebab pertama-
tama ada hyena dan anjing hutan—dan Anda tak akan berani
mengusik mereka—mengais sisa-sisanya. Baru setelah Anda dan
rombongan berani mendekati tulang belulang, tengok hati-hati
kanan dan kiri, lalu cari lapisan yang masih tersisa.
Ini yaitu salah satu kunci untuk memahami sejarah kita
dan psikologi: Posisi genus Homo dalam rantai makanan, sampai
masa yang cukup baru, kokoh berada di tengah. Selama jutaan
tahun, manusia berburu hewan-hewan yang lebih kecil dan
mengumpulkan apa yang bisa mereka kumpulkan, dan pada
saat yang sama diburu oleh predator-predator yang lebih besar.
Baru 400.000 tahun lalu beberapa spesies manusia mulai berburu
hewan besar secara berkala, dan baru dalam 100.000 tahun
terakhir—dengan bangkitnya Homo sapiens—manusia melompat
ke puncak rantai makanan.
Lompatan spektakuler dari tengah ke puncak membawa
konsekuensi-konsekuensi besar. Binatang-binatang lain di
puncak piramida, seperti singa dan hiu, berevolusi ke posisi itu
berangsur-angsur, selama beberapa juta tahun. Ini memungkinkan
ekosistem berkembang dengan pola keseimbangan yang mencegah
singa dan hiu menimbulkan terlalu banyak kehancuran. sebab
singa menjadi semakin mematikan, maka rusa berlari semakin
cepat, hyena bekerja sama lebih baik, dan badak menjadi
berperilaku lebih buruk. Secara kontras, manusia yang naik ke
puncak begitu cepat dalam ekosistem tidak diberi waktu untuk
menyesuaikan diri. Lebih dari itu, manusia sendiri memang
gagal untuk menyesuaikan diri. Sebagian besar predator teratas
di planet yaitu makhluk-makhluk gagah perkasa. Jutaan tahun
kekuasaan memberi mereka kepercayaan diri. Sapiens, sebaliknya,
lebih seperti sebuah diktator republik pisang (kerajaan yang
ringkih). Dalam posisi kalah di savana, kita diliputi ketakutan
dan kecemasan, yang memicu berlipatnya kekejaman
dan bahaya kita. Banyak bencana historis, dari perang-perang
mematikan sampai ke bencana ekologis, bersumber dari lompatan
yang terlalu gegabah ini.
Ras Juru Masak
Satu langkah signifikan dalam jalur menuju puncak itu yaitu
domestikasi api. Sebagian spesies manusia sudah memakai
api sejak 800.000 tahun lalu. Sampai dengan masa 300.000 tahun
lalu, Homo erectus, Neanderthal dan beberapa pendahulu Homo
sapiens, memakai api untuk keperluan sehari-hari. Manusia
kali ini punya satu sumber cahaya dan kehangatan yang bisa
diandalkan, dan senjata mematikan melawan singa-singa yang
berkeliaran. Tak lama sesudah itu, manusia mungkin bahkan mulai
dengan sengaja membakar perkampungan mereka. Pembakaran
yang dikelola dengan hati-hati bisa mengubah belukar rimbun
menjadi lahan rumput yang baik untuk bermain. Selain itu, setelah
api padam, para wiraswasta Zaman Batu bisa berjalan-jalan di
bekas-bekas asap dan memanen binatang-binatang, kacang, dan
umbi-umbian yang sudah matang.
namun manfaat terbaik dari api yaitu untuk memasak.
Makanan-makanan yang tidak bisa dimakan manusia dalam
bentuk alaminya—seperti gandum, padi, dan kentang—menjadi
unsur pokok dalam makanan kita berkat pemasakan. Api bukan
hanya mengubah sifat kimiwai makanan, melainkan juga sifat-
sifat biologisnya. Pemasakan bisa membunuh kuman dan parasit
yang menempel di makanan. Manusia juga menjadi jauh lebih
mudah untuk mengunyah dan menyantap makanan-makanan
favorit sebelumnya seperti buah-buahan, kacang, serangga, dan
daging jika dimasak terlebih dulu. Kalau simpanse butuh waktu
lima jam sehari untuk mengunyah makanan mentah, satu jam
saja sudah cukup bagi manusia untuk makan masakan yang
sudah dimasak.
Kebangkitan memasak memungkinkan manusia makan lebih
banyak jenis makanan, dan membutuhkan waktu lebih sedikit
untuk makan, dan itu cocok dengan gigi-giginya yang lebih kecil
dan usus-ususnya yang lebih pendek. Sebagian sarjana percaya
ada kaitan langsung antara kemunculan memasak, pemendekan
usus manusia, dan pertumbuhan otak manusia. sebab usus
yang panjang dan otak yang besar mengonsumsi lebih banyak
energi, sulit untuk memenuhi kebutuhan keduanya. Dengan
pemendekan usus dan berkurangnya konsumsi energi, secara tak
sengaja memasak membuka jalan menuju otak jumbo Neanderthal
dan Sapiens.1
Api juga membuka jarak signifikan pertama antara manusia
dan binatang-binatang lain. Kekuatan hampir semua binatang
bergantung pada tubuh mereka: kekuatan otot, ukuran gigi,
dan lebarnya sayap. Meskipun bisa memanfaatkan angin dan
arus, mereka tak bisa mengendalikan kekuatan alam, dan
selalu terhambat oleh desain fisik mereka. Elang, misalnya,
mengidentifikasi kolom-kolom panas yang naik dari tanah,
merentangkan sayap raksasanya dan membiarkan udara panas
mendorong tubuhnya ke depan. Namun, elang tidak bisa
mengendalikan lokasi kolom-kolom, dan kapasitas dorongnya
pas secara proporsional dengan rentang sayap.
saat manusia mendomestikasi api, mereka mendapatkan
kendali atas kekuatan yang potensinya terbatas dan apa adanya.
Tak seperti elang, manusia bisa memilih kapan dan di mana
menyalakan api, dan mereka bisa mengeksploitasi api untuk
banyak keperluan. Yang paling penting, kekuatan api tidak
terbatas pada bentuk, struktur, atau kekuatan tubuh manusia.
Seorang perempuan dengan batu api atau batang api bisa
membakar habis satu hutan dalam hitungan jam. Domestikasi
api yaitu sebuah penanda datangnya beberapa hal.
Para Penjaga Saudara-Saudara Kita
Meskipun sudah mendapatkan manfaat api, 150.000 tahun lalu
manusia masih menjadi makhluk marginal. Mereka memang bisa
menakut-nakuti singa, menghangatkan diri pada malam-malam
yang dingin, dan sesekali membakar hutan. Namun, kalau semua
spesies dihitung, mungkin tak lebih dari satu juta manusia yang
hidup antara Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Iberia,
hanya satu titik dalam radar ekologis.
Spesies kita sendiri, Homo sapiens, sudah ada di panggung
dunia, namun sejauh ini baru sibuk dengan urusannya sendiri di
sebuah sudut Afrika. Kita tidak tahu pasti di mana dan kapan
binatang-binatang yang bisa diklasifikasi Homo sapiens pertama
kali berevolusi dari jenis manusia sebelumnya, namun kebanyakan
ilmuwan sepakat bahwa hingga 150.000 tahun lalu, Afrika Timur
dihuni oleh Sapiens yang tampak seperti kita. Jika salah satu
dari mereka muncul di rumah mayat modern, ahli patologi lokal
tentu mendapati tak ada yang istimewa padanya. Berkat manfaat
api, mereka punya gigi dan rahang yang lebih kecil dibandingkan
leluhur mereka, namun memiliki otak besar, seukuran otak kita.
Para ilmuwan juga sepakat bahwa sekitar 70.000 tahun lalu,
Sapiens dari Afrika Timur menyebar ke Semenanjung Arabia, dan
dari sana mereka dengan cepat menjelajah ke segenap penjuru
Eurasia.
saat Homo sapiens mendarat di Arabia, sebagian besar
Eurasia sudah dihuni oleh manusia lain. Apa yang terjadi
pada mereka? Ada dua teori yang saling bertentangan. “Teori
Perkawinan Silang” menjelaskan cerita tentang daya tarik, seks,
dan pembauran. saat imigran-imigran Afrika menyebar ke
seluruh dunia, mereka berkembang biak bersama populasi-
populasi manusia lain, dan orang-orang masa kini yaitu hasil
dari perkawinan silang ini.
Misalnya, saat Sapiens mencapai Timur Tengah dan Eropa,
mereka mendapati Neanderthal. Manusia-manusia ini lebih
berotot ketimbang Sapiens, memiliki otak yang lebih besar,
dan lebih pandai beradaptasi dengan iklim dingin. Mereka
memakai alat dan api, pemburu yang baik, dan merawat
sesamanya yang sakit dan lemah. (Para arkeolog menemukan
tulang-tulang Neanderthal yang hidup beberapa tahun dengan
cacat fisik parah, bukti bahwa mereka dirawat oleh kerabatnya.)
Neanderthal sering digambarkan dalam karikatur sebagai “orang-
orang gua” kuno yang brutal dan bodoh, namun bukti mutakhir
mengubah citra mereka.
Menurut Teori Perkawinan Silang, saat Sapiens menyebar
ke tanah Neanderthal, Sapiens berkembang biak bersama
Neanderthal sampai dua populasi muncul. Jika benar demikian,
maka orang-orang Eurasia sekarang tidak murni Sapiens. Mereka
yaitu gabungan dari Sapiens dan Neanderthal. Begitu pula,
saat Sapiens mencapai Asia Timur, mereka berkawin silang
dengan Erectus lokal, jadi orang China dan Korea yaitu
gabungan dari Sapiens dan Erectus.
Pandangan yang berseberang, yang disebut “Teori Penggantian”
menjelaskan cerita yang sangat berbeda—ketidakcocokan,
perubahan, dan mungkin bahkan genosida. Menurut teori
ini, Sapiens dan manusia-manusia lain punya anatomi yang
berbeda, dan sangat mungkin punya gaya berpasangan yang
berbeda, bahkan aroma tubuh yang berbeda. Mereka tak
mungkin saling tertarik secara seksual. Dan, andaipun seorang
Romeo Neanderthal dan seorang Juliet Sapiens jatuh cinta,
mereka tidak bisa menghasilkan anak sebab jarak genetika
kedua populasi itu sudah tak bisa dijembatani. Kedua populasi
tetap berbeda sepenuhnya, dan saat Neanderthal mati atau
dibunuh, gen mereka mati bersama mereka. Menurut pandangan
ini, Sapiens menggantikan semua populasi manusia sebelumnya
tanpa percampuran dengan mereka. Jika benar demikian, maka
garis keturunan semua manusia kontemporer bisa dilacak secara
eksklusif ke Afria Timur, 70.000 tahun lalu. Kita semua yaitu
“Sapiens murni”.
Banyak sendi dalam perdebatan ini. Dari perspektif evolusi,
70.000 tahun yaitu masa yang relatif singkat. Jika Teori
Penggantian yang benar, semua manusia yang masih hidup secara
kasar memiliki kesamaan bawaan genetik, dan perbedaan rasial
di antara mereka bisa diabaikan. Namun, jika Teori Perkawinan
Peta 1. Homo sapiens menaklukkan dunia
Silang yang benar, mungkin ada perbedaan-perbedaan genetik
antara orang Afrika, Eropa, dan Asia yang bersumber dari ratusan
ribu tahun lalu. Ini yaitu dinamit politik yang bisa menyediakan
bahan untuk teori ras yang eksplosif.
Dalam beberapa dekade terakhir ini Teori Penggantian
menjadi kearifan bersama di bidang ini. Teori ini memiliki
dukungan arkeologis yang lebih kokoh, dan secara politik lebih
benar (para ilmuwan tak punya hasrat untuk membuka kotak
Pandora rasisme dengan mengklaim adanya keragaman genetik
yang signifikan di antara populasi manusia modern). Namun,
itu berakhir pada 2010, saat hasil-hasil dari empat tahun
upaya untuk memetakan genom Neanderthal diterbitkan. Para
ahli genetika mampu mengumpulkan cukup DNA Neanderthal
utuh dari fosil-fosil untuk membuat perbandingan luas dengan
DNA dari manusia kontemporer. Hasilnya mencengangkan
komunitas sains.
Ternyata, 1 sampai 4 persen DNA unik manusia dari populasi
modern di Timur Tengah dan Eropa yaitu DNA Neanderthal.
Itu bukan jumlah yang besar, namun signifikan. Kejutan kedua
datang beberapa bulan kemudian, saat DNA yang diekstrak
dari fosil tulang jari Denisova dipetakan. Hasilnya membuktikan
bahwa sampai dengan 6 persen DNA unik manusia Melanesia
dan Aborigin Australia yaitu DNA Denisova.
Jika hasil itu valid—dan penting untuk dipahami bahwa
riset lebih jauh sedang berjalan dan mungkin memperkuat atau
mengubah kesimpulan-kesimpulan ini—Teori Perkawinan Silang
mendapatkan bukti ada kebenaran di dalamnya. Namun, itu
tidak berarti bahwa Teori Penggantian salah sepenuhnya. sebab
Neanderthal dan Denisova berkontribusi DNA hanya dalam
jumlah kecil ke genom kita hari ini, maka mustahil untuk bicara
tentang “percampuran” antara Sapiens dan spesies-spesies manusia
lainnya. Meskipun perbedaan-perbedaan di antara mereka tidak
cukup besar untuk mencegah sepenuhnya perkawinan, itu cukup
untuk membuat kontak semacam itu menjadi langka.
Lalu, bagaimana kita harus memahami keterhubungan biologis
antara Sapiens, Neanderthal, dan Denisova? Jelas, mereka bukan
spesies-spesies yang berbeda sama sekali seperti kuda dan keledai.
Di sisi lain, mereka bukan sekadar populasi yang berbeda dari
spesies yang sama, seperti buldog dan spaniel. Realitas biologis
tidaklah hitam dan putih. Ada juga area abu-abu. Setiap dua
spesies yang berevolusi dari satu leluhur yang sama, seperti kuda
dan keledai, pada satu masa menjadi dua populasi dari spesies
yang sama, seperti buldog dan spaniel. Pasti ada satu titik saat
kedua populasi sudah pada keadaan yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, namun sesekali masih bisa berhubungan seks
dan menghasilkan keturunan yang bisa berbiak (tidak mandul).
Kemudian, mutasi lain yang terjadi menghapus garis penghubung
terakhir itu, dan menempuh jalan evolusi terpisah.
Tampaknya, sekitar 500.000 tahun lalu, Sapiens, Neanderthal,
dan Denisova berada di titik garis perbatasan itu. Mereka hampir,
namun belum sampai, menjadi spesies yang terpisah sepenuhnya.
Seperti yang akan kita lihat pada bab berikutnya, Sapiens sudah
sangat berbeda dari Neanderthal dan Denisova, tidak hanya
dalam kode genetika dan sifat-sifat bawaan fisiknya, namun juga
dalam kemampuan kognitif dan sosialnya. Meskipun demikian,
masih dimungkinkan juga, walau sangat jarang, satu Sapiens dan
satu Neanderthal menghasilkan keturunan yang bisa berbiak.
Jadi, populasi tidak bercampur, namun beberapa gen Neanderthal
beruntung bisa menumpang di Kereta Sapiens. Tentu tidak
enak—dan mungkin mengguncang hati—membayangkan kita,
3. Sebuah rekonstruksi spekulatif
anak Neanderthal. Bukti genetik
menunjukkan bahwa sekurang-
kurangnya sebagian Neanderthal
punya kulit dan rambut terang.
Sapiens, pada suatu masa berhubungan seks dengan binatang
dari spesies lain dan menghasilkan anak.
namun kalaupun Neanderthal, Denisova, dan spesies-
spesies manusia lain tidak bercampur dengan Sapiens, mengapa
mereka punah? Salah satu kemungkinannya yaitu Homo sapiens
memunahkan mereka. Bayangkan satu kawanan Sapiens mencapai
sebuah lembah di Balkan tempat Neanderthal sudah hidup selama
ratusan ribu tahun. Pendatang baru itu mulai memburu rusa dan
mengumpulkan kacang serta buah beri yang menjadi persediaan
makanan tradisional Neanderthal. Sapiens yaitu pemburu dan
penjelajah makanan yang lebih cakap—berkat teknologi dan
keterampilan sosial yang lebih superior—sehingga jumlah mereka
menjadi berlipat ganda dan menyebar. Neanderthal yang sumber
dayanya lebih sedikit semakin kesulitan menghidupi diri. Populasi
mereka menyusut dan pelan-pelan mati, kecuali mungkin satu
atau dua anggota yang bergabung dengan tetangganya, Sapiens.
Kemungkinan lainnya yaitu bahwa kompetisi memperebutkan
sumber daya menyala menjadi kerusuhan dan genosida. Toleransi
bukanlah ciri Sapiens. Dalam abad modern, perbedaan kecil soal
warna kulit, dialek, atau agama sudah cukup untuk memicu
sekelompok Sapiens untuk mengenyahkan kelompok lain. Apa
mungkin Sapiens kuno lebih toleran terhadap spesies manusia
yang berbeda sama sekali? Maka, sangat mungkin terjadi saat
Sapiens bertemu Neanderthal, akibatnya yaitu kampanye
pembersihan etnis pertama dan paling signifikan dalam sejarah.
Yang mana pun yang terjadi, Neanderthal (dan spesies-spesies
manusia lainnya) menyodorkan salah satu warisan besar sejarah
dalam bentuk pertanyaan “bagaimana jika”. Bayangkan apa yang
terjadi kalau Neanderthal atau Denisova bertahan bersama Homo
sapiens. Jenis budaya, warga , dan struktur politik seperti
apa yang akan muncul di dunia, tempat beberapa spesies manusia
yang berbeda hidup bersama? Bagaimana, misalnya, keyakinan
religius bermula? Akankah Kitab Kejadian mendeklarasikan
bahwa Neanderthal yaitu keturunan Adam dan Hawa, akankah
Yesus meninggal sebab dosa-dosa Denisova, dan akankah al-
Quran sudah mengamankan kursi-kursi di surga untuk semua
manusia yang saleh, apa pun spesiesnya? Akankah Neanderthal
mampu melayani legiun-legiun Romawi, atau birokrasi semrawut
imperium China? Akankah Deklarasi Kemerdekaan Amerika
memilik kebenaran yang terbukti dengan sendirinya bahwa
seluruh genus Homo diciptakan setara? Akankah Karl Marx
mendesak para buruh dari semua spesies untuk bersatu?
Dalam 10.000 tahun terakhir, Homo sapiens semakin
terbiasa menjadi satu-satunya spesies manusia sehingga sulit
bagi kita untuk membayangkan kemungkinan lain. Ketiadaan
saudara memicu lebih mudah untuk membayangkan bahwa
kita yaitu intisari dari penciptaan, dan bahwa satu jurang
memisahkan kita dari anggota lain kerajaan binatang. saat
Charles Darwin menunjukkan bahwa Homo sapiens hanya satu
jenis binatang, orang marah. Bahkan, hari ini banyak orang
menolak untuk memercayainya. Kalaupun Neanderthal bertahan,
mungkinkah kita masih membayangkan diri kita menjadi makhluk
yang terpisah? Mungkin inilah jawaban persisnya mengapa leluhur
kita membersihkan Neanderthal. Mereka terlalu nyata untuk
diabaikan, namun terlalu berbeda untuk ditoleransi.
Apakah Sapiens harus disalahkan atau tidak, tak lama setelah
kedatangan mereka di satu lokasi baru, populasi asli punah.
Sisa-sisa terakhir Homo soloensis berasal dari masa sekitar
50.000 tahun lalu. Homo denisova musnah tak lama sesudahnya.
Neanderthal hadir kira-kira 30.000 tahun lalu. Manusia cebol
terakhir punah dari Pulau Flores sekitar 12.000 tahun lalu.
Mereka meninggalkan sejumlah tulang belulang, alat-alat batu,
beberapa gen DNA, dan banyak pertanyaan tak terjawab. Mereka
juga meninggalkan kita, Homo sapiens, spesies manusia terakhir.
Apa rahasia kesuksesan Sapiens? Bagaimana kita berhasil
menetap begitu pesat di banyak habitat yang jauh dan berbeda
secara ekologis? Bagaimana kita mendorong spesies-spesies
manusia lain ke ruang pelupaan? Mengapa Neanderthal yang
bahkan kuat, berotak, dan tahan cuaca tidak bisa bertahan
melawan serangan kita? Perdebatannya masih terus berkecamuk.
Jawaban yang paling mungkin yaitu sesuatu yang memungkinkan
adanya perdebatan itu: Homo sapiens menaklukkan dunia berkat
bahasanya yang unik.
Dalam bab sebelumnya kita melihat bahwa meskipun Sapiens
sudah menghuni Afrika Timur 150.000 tahun lalu, mereka mulai
menjelajah wilayah lain di Planet Bumi dan mendorong spesies
manusia lain punah baru sekitar 70.000 tahun lalu. Selama
beberapa milenium penghubung, sekalipun Sapiens kuno ini
tampak seperti kita dan otak mereka sebesar otak kita, mereka
tidak menikmati keunggulan yang menonjol atas spesies-spesies
manusia lainnya, tidak menghasilkan alat-alat yang sangat
canggih, dan tidak bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain
yang istimewa.
Faktanya, dalam pertemuan pertama yang tercatat antara
Sapiens dan Neanderthal, Neanderthal-lah yang menang. Sekitar
100.000 tahun lalu, sekelompok Sapiens bermigrasi ke utara
menuju Levant, yang merupakan teritori Neanderthal, namun
gagal menancapkan pijakannya. Mungkin itu disebabkan oleh
penghuni pribumi, iklim yang buruk, atau tak terbiasa dengan
parasit-parasit lokal. Apa pun penyebabnya, Sapiens pada
akhirnya mundur, meninggalkan Neanderthal sebagai penguasa
Timur Tengah.
Prestasi buruk ini membuat para ahli berspekulasi bahwa
struktur internal otak Sapiens ini mungkin berbeda dari
kita. Mereka tampak seperti kita, namun kemampuan kognitif
mereka—belajar, mengingat, berkomunikasi—jauh lebih terbatas.
Mengajari Sapiens kuno seperti itu berbahasa Inggris, mengajarkan
kebenaran dogma Kristen, memahamkan mereka teori evolusi
mungkin menjadi pekerjaan yang sia-sia. Sebaliknya, kita mungkin
akan sangat kesulitan mempelajari bahasanya dan memahami
cara berpikirnya.
namun kemudian, diawali sekitar 70.000 tahun lalu,
Homo sapiens mulai melakukan hal-hal yang sangat khusus. Pada
sekitar masa itu beberapa rombongan Sapiens meninggalkan
Afrika untuk kali kedua. Kali ini mereka mengusir Neanderthal
dan semua spesies manusia lainnya tidak hanya dari Timur
Tengah, namun juga dari permukaan Bumi. Dalam periode
yang sangat singkat, Sapiens mencapai Eropa dan Asia Timur.
Sekitar 45.000 tahun lalu, mereka menyeberangi laut terbuka
dan mendarat di Australia—sebuah benua yang belum pernah
terjangkau oleh manusia. Dalam periode dari sekitar 70.000
tahun lalu sampai sekiar 30.000 tahun lalu muncullah penemuan
perahu, lampu minyak, busur dan panah, serta jarum (yang
diperlukan untuk menjahit baju hangat). Benda-benda pertama
yang pantas disebut sebagai seni dan perhiasan muncul dari era ini,
sebagaimana bukti tak terbantahkan untuk agama, perdagangan,
dan stratifikasi sosial.
Sebagian besar peneliti percaya bahwa pencapaian yang
belum pernah ada sebelumnya itu merupakan produk dari sebuah
revolusi kemampuan kognitif Sapiens. Mereka mengemukakan
bahwa orang-orang yang memunahkan Neanderthal, yang
berdiam di Australia, dan memahat patung Manusia Singa (Stadel
lion-man) yaitu orang-orang yang pintar, kreatif, dan sensitif
seperti kita. Andai saja kita bisa bertemu dengan para seniman
Gua Stadel, kita tentu bisa belajar bahasa mereka dan mereka
belajar bahasa kita. Kita akan bisa menjelaskan kepada mereka
segala hal yang kita tahu—dari petualangan Alice in Wonderland
sampai ke paradoks fisika kuantum—dan mereka bisa mengajari
kita bagaimana pandangan orang-orang mereka tentang dunia.
Munculnya dua cara baru dalam berpikir dan berkomunikasi,
antara 70.000 tahun dan 30.000 tahun lalu, merupakan
Revolusi Kognitif. Apa penyebabnya? Kita tidak tahu. Teori yang
paling banyak dipercaya mengemukakan bahwa mutasi genetik
tanpa sengaja mengubah penyambungan sel-sel otak Sapiens,
memungkinkan mereka berpikir dalam cara yang belum pernah
ada sebelumnya dan berkomunikasi dengan satu jenis bahasa
yang sama sekali baru. Kita bisa menyebutnya mutasi Pohon
Pengetahuan. Mengapa itu lebih mungkin terjadi pada DNA
Sapiens ketimbang Neanderthal? Sejauh yang bisa kita pahami,
itu semata-mata masalah kesempatan saja. Namun, yang lebih
penting untuk dipahami yaitu konsekuensi dari mutasi Pohon
Pengetahuan ketimbang penyebabnya. Apa keistimewaan bahasa
baru Sapiens yang memungkinkan kita menaklukkan dunia?*
Itu bukan bahasa yang pertama. Setiap binatang punya
sebentuk bahasa. Bahkan serangga, seperti lebah dan semut,
tahu bagaimana berkomunikasi dengan cara yang canggih,
menginformasikan ke rekannya tentang keberadaan makanan. Itu
juga bukan bahasa vokal pertama. Banyak binatang, termasuk
semua spesies kera dan monyet, memiliki bahasa vokal. Misalnya,
kera hijau memakai seruan-seruan yang bermacam-
macam jenisnya untuk berkomunikasi. Para ahli binatang telah
mengidentifikasi salah satu seruan itu berarti, ‘Hati-hati! Ada
elang!’ Seruan yang agak berbeda bermakna peringatan, ‘Awas!
Ada singa!’ saat peneliti memutar rekaman seruan pertama ke
sekelompok monyet, monyet-monyet itu berhenti dari apa yang
sedang mereka lakukan dan mendongak ke atas dalam ketakutan.
saat kepada kelompok yang sama diperdengarkan seruan kedua,
peringatan adanya singa, mereka cepat-cepat memanjat pohon.
Sapiens bisa menghasilkan lebih banyak suara berbeda ketimbang
monyet hijau, namun lumba-lumba dan gajah punya kemampuan
yang sama mengesankannya. Seekor beo bisa mengatakan apa
pun yang dikatakan Albert Einstein, selain menirukan suara-
suara dering telepon, bantingan pintu, dan raungan sirene. Apa
pun keunggulan Einstein atas beo, jelas itu bukan vokal. Kalau
begitu, apa sesungguhnya yang istimewa dari bahasa?
Jawaban yang paling umum yaitu bahwa bahasa kita
luar biasa luwes. Kita bisa menghubungkan sejumlah terbatas
bunyi dan tanda untuk menghasilkan kalimat dalam jumlah tak
terbatas, masing-masing dengan makna yang berbeda. Dengan
* Di sini dan pada halaman-halaman selanjutnya, saat kita membicarakan bahasa
Sapiens, saya merujuk ke kemampuan linguistik dasar spesies kita dan bukan
dialek tertentu. Bahasa Inggris, Hindi, dan China semuanya yaitu varian dari
bahasa Sapiens. Jelas, bahkan pada masa Revolusi Kognitif, kelompok-kelompok
Sapiens yang berbeda memiliki dialek-dialek yang berbeda.
itu kita bisa mencerna, menyimpan, dan mengomunikasikan
informasi dalam jumlah yang luar biasa besar tentang dunia
sekeliling. Seekor monyet hijau bisa berteriak ke rekan-rekannya,
‘Hati-hati! Ada singa!’ Namun, seorang manusia modern bisa
memberi tahu teman-temannya bahwa pagi ini, dekat tikungan
sungai, dia melihat seekor singa mengikuti kawanan bison. Dia
kemudian bisa menjelaskan lokasi pastinya, termasuk jalan-jalan
yang berbeda menuju ke arah sana. Dengan informasi ini, para
anggota rombongannya bisa berkumpul bersama dan membahas
apakah mereka akan mendekati sungai itu untuk menghindari
singa dan memburu bison.
Teori kedua menyetujui bahwa bahasa kita yang unik
berevolusi sebagai sarana berbagi informasi tentang dunia.
Namun, informasi paling penting yang harus disampaikan yaitu
tentang manusia, bukan tentang singa dan bison. Bahasa kita
berevolusi menjadi cara bergosip. Menurut teori ini Homo sapiens
pada dasarnya yaitu binatang sosial. Kerja sama sosial yaitu
kunci bertahan dan reproduksi kita. Tidak cukup bagi laki-laki
dan perempuan untuk tahu keberadaan singa dan bison. Yang
jauh lebih penting bagi mereka yaitu tahu siapa dalam kalangan
mereka membenci siapa, siapa tidur dengan siapa, siapa yang
jujur, dan siapa penipu.
Jumlah informasi yang harus didapat dan disimpan oleh
seseorang untuk melacak hubungan-hubungan yang berubah-
ubah di antara beberapa puluh individu sungguh mengejutkan.
(Dalam satu kawanan lima puluh individu, ada 1.225 hubungan
satu-satu, dan kombinasi sosial rumit yang tak terhitung.) Semua
kera menunjukkan minat tinggi pada informasi sosial seperti itu,
namun mereka kesulitan bergosip secara efektif. Neanderthal dan
Homo sapiens kuno juga kesulitan berbicara sembunyi-sembunyi
di belakang temannya—kemampuan yang kebanyakan berisi
untuk menjelek-jelekkan orang lain nyatanya penting untuk
kerja sama dalam kawanan dengan jumlah besar. Keterampilan
linguistik yang didapat Sapiens modern sekitar tujuh puluh
milenium lalu memungkinkan mereka bergosip selama berjam-
jam. Informasi tepercaya tentang siapa yang bisa dipercaya
4. Patung gading “manusia-
singa” (atau “perempuan singa”)
dari Gua Stadel di Jerman
(32.000 tahun lalu). Tubuhnya
manusia, namun kepalanya
singa. Ini yaitu salah satu
contoh tak terbantahkan dari
seni, dan mungkin agama, dan
kemampuan pikiran manusia
untuk membayangkan sesuatu
yang tidak ada.
berarti bahwa kawanan-kawanan kecil bisa membesar menjadi
kelompok-kelompok besar, dan Sapiens bisa mengembangkan
jenis kerja sama yang lebih ketat dan lebih canggih.1
Teori gosip mungkin terdengar seperti lelucon, namun sejumlah
studi mendukungnya. Bahkan, kini mayoritas besar komunikasi
manusia—entah itu dalam bentuk surel, percakapan telepon,
atau kolom surat kabar—yaitu gosip. Gosip muncul pada
kita begitu alamiah sehingga tampak seakan-akan bahasa kita
berevolusi untuk tujuan ini. Apakah Anda mengira para profesor
sejarah berbincang tentang alasan Perang Dunia Pertama saat
bertemu untuk makan siang, atau bahwa para ahli fisika nuklir
menghabiskan waktu rehat minum kopi mereka dalam konferensi
saintifik untuk membicarakan tentang partikel-partikel atom?
Terkadang ya. Namun, lebih sering, mereka bergosip tentang
profesor yang memergoki suaminya berselingkuh, pertengkaran
antara ketua jurusan dan dekan, atau rumor-rumor bahwa seorang
kolega memakai dana riset untuk membeli Lexus. Gosip
biasanya fokus pada kesalahan. Para pencinta rumor yaitu pilar
keempat asli, yakni para jurnalis yang menginformasikan kepada
warga tentang—dan sebab itu melindungi warga
dari—penipuan dan para pembonceng.
Sangat mungkin, teori gosip dan teori ada-singa-dekat-sungai
keduanya valid. Namun, ciri unik sejati dari bahasa kita bukanlah
kemampuanya meneruskan informasi tentang manusia dan singa,
melainkan kemampuannya meneruskan informasi tentang hal-hal
yang tidak tampak sama sekali. Sejauh yang kita tahu, hanya
Sapiens yang bisa berbicara tentang segala jenis entitas yang
belum mereka lihat, sentuh, atau endus.
Legenda, mitos, Tuhan, dan agama muncul kali pertama
dengan kehadiran Revolusi Kognitif. Banyak binantang dan
spesies manusia sebelumnya bisa mengatakan, “Hati-hati! Ada
singa!” Berkat Revolusi Kognitif, Homo sapiens memperoleh
kamampuan untuk mengatakan, “Singa yaitu penjaga arwah
suku kita”. Kemampuan untuk berbicara tentang fiksi ini yaitu
ciri yang paling unik dari bahasa Sapiens.
Relatif mudah untuk menyepakati bahwa hanya Homo
sapiens yang bisa berbicara tentang hal-hal yang benar-benar
tidak nyata, dan meyakini enam hal mustahil sebelum sarapan.
Anda tidak bisa meyakinkan seekor monyet untuk memberimu
sebuah pisang dengan menjanjikan pisang dalam jumlah tak
terbatas setelah kematian di surga monyet. Namun, mengapa
itu penting? Bagaimanapun, fiksi bisa menjadi penyesatan dan
pengasingan yang berbahaya. Orang yang pergi ke hutan untuk
mencari peri dan kuda terbang tampaknya akan punya peluang
lebih kecil untuk bertahan ketimbang orang-orang yang pergi
untuk mencari jamur dan rusa. Dan, jika Anda menghabiskan
waktu selama berjam-jam untuk berdoa pada arwah penjaga yang
tidak nyata, apakah Anda membuang-buang waktu percuma,
waktu yang lebih baik dipakai untuk mencari makan, berkelahi,
dan berzina?
namun fiksi memungkinkan kita bukan hanya
membayangkan sesuatu, melainkan juga melakukannya secara
kolektif. Kita bisa mengabaikan mitos umum seperti kisah
penciptaan dalam kitab suci, mitos Masa Impian penduduk
Aborigin Australia, dan mitos nasionalis tentang negara-negara
modern. Mitos semacam itu memberi Sapiens kemampuan
yang belum ada sebelumnya untuk bekerja sama secara fleksibel
dalam jumlah yang besar. Semut dan lebah juga mampu bekerja
sama dalam jumlah besar, namun mereka melakukannya dalam
cara yang sangat kaku dan hanya dengan kerabat terdekatnya.
Serigala dan simpanse bekerja sama jauh lebih fleksibel ketimbang
semut, namun mereka melakukannya hanya dengan individu
dalam jumlah kecil yang mereka kenal sangat akrab. Sapiens
bisa bekerja sama dalam cara yang jauh lebih fleksibel secara
ekstrem dengan orang asing dalam jumlah tak terbatas. Itulah
mengapa Sapiens menguasai dunia, sementara semut makan
sisa-sisa kita, dan simpanse terkunci di kebun-kebun binatang
dan laboratorium riset.
Legenda Peugeot
Sepupu kita simpanse biasanya hidup dalam kawanan-kawanan
kecil berisi beberapa puluh individu. Mereka membentuk
pertemanan dekat, berburu bersama, dan berjuang bahu-membahu
melawan babon, cheetah, dan simpanse-simpanse musuh. Struktur
sosial mereka cenderung hierarkis. Anggota dominan, yang hampir
selalu jantan, biasa disebut “jantan alfa”. Pejantan-pejantan lain
dan para betinanya tunduk kepada jantan alfa dengan merunduk
di hadapannya sambil mengeluarkan suara-suara dengkur, tak
ubahnya manusia yang membungkuk di hadapan seorang raja.
Jantan alfa berjuang keras untuk mempertahankan harmoni
sosial dalam kawanannya. saat dua individu berkelahi, ia
akan mengintervensi dan menghentikan tindak kekerasan. Tanpa
ampun, ia mungkin memonopoli secara istimewa makanan idaman
dan mencegah pejantan kelas bawah mengencani betina.
saat dua pejantan berkelahi untuk posisi alfa, mereka
biasanya melakukannya dengan membentuk koalisi pendukung
yang besar, baik jantan maupun betina, dari dalam kelompoknya.
Ikatan di antara anggota-anggota koalisi didasarkan pada kontak
kesehariannya—pelukan, sentuhan ciuman, pembersihan tubuh,
dan dukungan timbal balik. Sebagaimana manusia, politisi
dalam kampanye pemilihan umum berkeliling untuk berjabat
tangan dan mencium bayi, begitu pula simpanse yang berminat
menduduki posisi puncak menghabiskan banyak waktu untuk
memeluk, menepuk punggung, dan mencium bayi simpanse.
Jantan alfa yang menang biasanya bukan sebab kuat secara fisik,
melainkan sebab ia memimpin koalisi yang besar dan stabil.
Koalisi memainkan peran penting tidak hanya selama perebutan
posisi alfa, namun juga dalam hampir seluruh aktivitas sehari-hari.
Para anggota koalisi menghabiskan lebih banyak waktu bersama,
berbagi makanan, dan membantu temannya yang kesulitan.
Ada batas yang tegas ukuran kelompok yang bisa dibentuk
dan bertahan dengan cara itu. Agar berfungsi, semua anggota
kelompok harus saling mengenal secara intim. Dua simpanse
yang tidak pernah bertemu, tidak pernah berkelahi, dan tidak
pernah terlibat dalam saling membersihkan badan tidak akan tahu
apakah mereka bisa saling percaya, dan mana di antara mereka
yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam kondisi alamiah, satu
kawanan simpanse biasanya beranggotakan sekitar dua puluh
sampai lima puluh individu. saat jumlah simpanse dalam
satu kelompok meningkat, keteraturan sosial goyah, akhirnya
mengarah ke perpecahan dan pembentukan kawanan baru oleh
sebagian anggota dalam kelompok itu. Hanya dalam kasus yang
sangat sedikit, para ahli binatang mengamati kelompok-kelompok
yang lebih besar dari seratus simpanse. Kelompok-kelompok
simpanse jarang yang bekerja sama, dan cenderung bersaing untuk
teritori dan makanan. Para periset telah mendokumentasikan
perang panjang antarkelompok, dan bahkan dalam satu kasus
aktivitas “genosida” terjadi, yang di dalamnya satu kawanan
secara sistematis membantai sebagian besar anggota kawanan lain.2
Pola-pola serupa mungkin mendominasi kehidupan sosial
manusia awal, termasuk Homo sapiens kuno. Manusia, seperti
simpanse, memiliki naluri sosial yang memungkinkan para
leluhur kita membentuk pertemanan dan hierarki, dan memburu
atau berkelahi bersama-sama. Namun, sebagaimana naluri sosial
simpanse, manusia-manusia itu teradaptasi hanya untuk kelompok
intim kecil. saat kelompok tumbuh terlalu besar, keteraturan
sosialnya goyah dan kelompok terpecah. Andaipun satu lembah
subur bisa menghidupi 500 Sapiens kuno, tidak mungkin begitu
banyak orang asing bisa hidup bersama-sama. Bagaimana mereka
menyepakati siapa yang menjadi pemimpin, siapa yang harus
memburu di mana, atau siapa yang berpasangan dengan siapa?
Dengan munculnya Revolusi Kognitif, gosip membantu Homo
sapiens membentuk kawanan yang lebih besar dan lebih stabil.
Namun, bahkan gosip pun punya keterbatasan. Riset dalam
bidang sosiologi telah menunjukkan bahwa maksimum ukuran
“alamiah” yang diikat oleh gosip yaitu sekitar 150 individu.
Sebagian besar anggota tidak mungkin bisa mengenal secara intim,
atau menggosip secara efektif tentang lebih dari 150 anggota.
Bahkan, pada masa kini, ambang batas kritis organisasi
manusia jatuh pada kisaran angka ajaib ini. Di bawah ambang
batas ini, komunitas, bisnis, jaringan sosial, dan kesatuan militer
bisa mempertahankan diri yang didasarkan terutama pada
perkenalan intim dan kegandrungan rumor. Tak dibutuhkan
pangkat formal, jabatan, dan Artikel aturan untuk menjaga
ketertiban.3 Satu peleton yang berisi tiga puluh tentara atau
bahkan satu kompi berisi seratus tentara bisa berfungsi baik
atas dasar hubungan akrab, dengan disiplin formal yang minim.
Seorang sersan yang sangat dihormati bisa menjadi “raja kompi”
dan menegakkan otoritasnya, bahkan kepada seorang opsir yang
bertugas. Satu bisnis keluarga bisa bertahan dan berkembang tanpa
dewan direktur, seorang CEO atau satu departemen akunting.
Namun, begitu ambang batas 150 orang terlampaui, keadaannya
tidak bisa begitu lagi. Anda tidak bisa menjalankan satu divisi
dengan ribuan tentara seperti Anda memimpin satu peleton.
Bisnis keluarga yang sukses biasanya menghadapi krisis saat
tumbuh lebih besar dan mempekerjakan lebih banyak personel.
Jika tak bisa memperbarui diri, perusahaan itu akan pecah.
Bagaimana bisa Homo sapiens berhasil melampaui ambang
batas kritis ini, yang pada akhirnya mendirikan kota-kota
berpenduduk puluhan ribu penghuni dan imperium yang
menguasai ratusan juta orang? Rahasianya mungkin yaitu
munculnya fiksi tadi. Orang asing dalam jumlah besar bisa
bekerja sama dengan sukses dengan meyakini mitos bersama.
Setiap kerja sama manusia dalam skala besar—entah itu
negara modern, gereja abad pertengahan, kota kuno, atau
suku kuno—berakar pada mitos bersama yang muncul hanya
pada imajinasi kolektif orang-orang. Gereja berakar pada mitos
religius bersama. Dua orang Katolik yang tidak pernah saling
bertemu bisa bersama-sama dalam Perang Salib atau menggalang
dana untuk membangun rumah sakit sebab mereka sama-sama
yakin bahwa Tuhan berinkarnasi dalam daging manusia dan
memungkinkan Dirinya disalib untuk menebus dosa-dosa kita.
Negara berakar dari mitos kebangsaan bersama. Dua orang Serbia
yang tidak saling bertemu mempertaruhkan nyawa untuk saling
menyelamatkan sebab keduanya yakin akan keberadaan negara
Serbia, tanah air Serbia, dan bandara Serbia. Sistem pengadilan
berakar dari mitos hukum bersama. Dua pengacara yang tidak
pernah saling bertemu bisa menyatukan upaya membela orang
yang benar-benar asing sebab mereka percaya pada eksistensi
hukum, keadilan, hak-hak asasi manusia—dan uang yang
dibayarkan sebagai upah.
Meskipun demikian, hal-hal ini muncul di luar cerita-cerita
yang ditemukan dan diceritakan orang ke orang lain. Tak ada
Tuhan di alam semesta, tak ada negara, tak ada uang, tak ada
hak asasi manusia, tak ada hukum, tak ada keadilan di luar
imajinasi umum makhluk manusia.
Orang dengan mudah memahami bahwa manusia “primitif ”
merekatkan keteraturan sosial dengan meyakini adanya hantu
dan arwah, dan berkumpul setiap bulan purnama untuk menari
bersama di sekitar api unggun. Apa yang tak bisa mereka apresiasi
yaitu bahwa institusi-institusi modern kita berfungsi benar-benar
atas dasar yang sama. Ambil contoh, dunia korporasi bisnis.
Orang-orang bisnis modern dan para pengacara sesungguhnya
yaitu dukun-dukun hebat. Perbedaan prinsip antara mereka dan
suku pedalaman terasing yaitu bahwa para pengacara modern
menceritakan kisah yang jauh lebih aneh. Legenda Peugeot
memberi kita contoh yang bagus.
Sebuah ikon yang agak mirip manusia singa Stadel muncul
pada masa kini di mobil, truk, dan sepeda motor dari Paris
sampai Sydney. Itulah hiasan kap yang menghiasi kendaraan
buatan Peugeot, salah satu pabrikan mobil tertua dan terbesar
di Eropa. Peugeot bermula dari sebuah bisnis keluarga kecil
di Desa Valentigney, hanya sekitar 300 kilometer dari Stadel.
Kini perusahaan itu mempekerjakan sekitar 200 ribu orang di
seluruh dunia, sebagian besar yaitu orang-orang yang asing
satu sama lain. Orang-orang asing itu bekerja sama begitu efektif
sehingga pada 2008 Peugeot bisa memproduksi lebih dari 1,5
juta kendaraan, menghasilkan pendapatan sekitar 55 miliar euro.
5. Singa Peugeot
Dengan cara bagaimana kita bisa mengatakan bahwa
Peugeot SA (nama resmi perusahaan itu) mampu eksis? Ada
banyak kendaraan Peugeot, memang, namun itu semua bukanlah
perusahaannya. Sekalipun jika setiap kendaraan Peugeot di
dunia secara bersamaan dirongsokkan dan dijual sebagai besi
tua, Peugeot SA tidak akan hilang. Ia akan terus memproduksi
mobil baru dan menerbitkan laporan tahunan. Perusahaan itu
memiliki pabrik-pabrik, mesin-mesin, dan rumah-rumah pamer,
serta mempekerjakan pegawai-pegawai mekanik, akuntan, dan
sekretaris, namun semua itu bersama-sama bukan pembentuk
Peugeot. Sebuah bencana mungkin membunuh setiap pegawai
Peugeot, dan kemudian menghancurkan semua jalur perakitan
dan kantor-kantor eksekutifnya. Sekalipun dalam keadaan
seperti itu, perusahaan bisa meminjam uang, mempekerjakan
pegawai-pegawai baru, membangun pabrik-pabrik baru, namun
tetap itu bukan merupakan perusahaannya. Semua manajer bisa
saja dipecat dan seluruh sahamnya dijual, namun perusahaan itu
tetap akan utuh.
Ini tidak berarti bahwa Peugeot SA kebal atau tak bisa
mati. Jika seorang hakim memutuskan pembubaran perusahaan,
pabrik-pabriknya akan tetap berdiri dan para pekerja, akuntan-
akuntan, para manajer, dan para pemegang sahamnya akan tetap
hidup—namun Peugeot SA akan lenyap sesaat . Singkatnya,
Peugeot SA tampaknya tidak memiliki koneksi esensial dengan
dunia fisik. Apakah ia benar-benar ada?
Peugeot yaitu isapan jempol dari imajinasi kolektif kita.
Para pengacara menyebut ini sebagai “fiksi legal”. Ia tidak bisa
ditunjuk bukan barang fisik. Namun, ia ada sebagai entitas legal.
Seperti halnya Anda dan saya, ia diikat oleh hukum negara-
negara tempat ia beroperasi. Ia bisa membuka rekening bank
dan memiliki properti. Ia membayar pajak, dan ia bisa dituntut
dan bahkan diadili terpisah dari orang mana pun yang memiliki
atau bekerja untuknya.
Peugeot milik sebuah genre fiksi legal khusus yang disebut
“perusahaan liabilitas terbatas”. Ide di balik perusahaan-perusahaan
seperti itu merupakan sebagian dari penemuan paling asli manusia.
Homo sapiens hidup selama beribu-ribu tahun tanpa itu. Sepanjang
sebagian besar sejarah yang tercatat, properti hanya bisa dimiliki
oleh daging-dan-darah manusia, jenis yang berdiri di atas dua
kaki dan punya otak besar. Jika pada abad ke-13 France Jean
mendirikan bengkel pembuat kereta, dia sendirilah bisnisnya. Jika
sebuah kereta yang dia buat rusak sepekan setelah pembuatan,
pembeli yang sewot akan menuntut Jean secara pribadi. Jika Jean
sudah meminjam 1.000 koin emas untuk mendirikan bengkelnya
dan bisnis itu gagal, dia harus membayar kembali utangnya dengan
menjual properti pribadinya—rumah, sapi, tanah. Dia mungkin
bahkan harus menjual anak-anaknya sebagai tebusan. Jika dia
tidak bisa membayar utang, dia bisa dijebloskan ke penjara oleh
negara atau diperbudak oleh pemberi kredit. Dia sepenuhnya bisa
dimintai pertanggungjawaban, tanpa batas, atas seluruh kewajiban
yang ditimbulkan oleh bengkelnya.
Jika hidup pada masa itu, Anda m