• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label Sapiens 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sapiens 1. Tampilkan semua postingan

Sapiens 1




Sekitar 13,5 miliar tahun lalu, zat, energi, waktu, dan ruang 

tercipta setelah peristiwa yang dikenal sebagai Ledakan Besar 

(Big Bang). Kisah tentang fitur-fitur fundamental alam raya kita 

ini dinamai fisika.

Sekitar 300.000 tahun setelah kemunculannya, zat dan energi 

mulai menyatu menjadi struktur-struktur rumit yang dinamai 

atom-atom; yang kemudian bergabung menjadi molekul-molekul. 

Kisah tentang atom-atom, molekul-molekul, dan interaksinya 

disebut kimia.

Sekitar 3,8 miliar tahun lalu, di sebuah planet bernama 

Bumi, molekul-molekul tertentu bergabung membentuk struktur-

struktur yang cukup besar dan rumit yang disebut organisme. 

Kisah tentang organisme ini dinamai biologi.

Sekitar 70.000 tahun lalu, organisme dari spesies Homo 

sapiens mulai membentuk struktur-struktur yang lebih rumit 

lagi yang dinamakan budaya. Perkembangan selanjutnya dari 

budaya-budaya manusia ini disebut sejarah.

Tiga revolusi penting membentuk jalannya sejarah: Revolusi 

Kognitif mengawali sejarah sekitar 70.000 tahun lalu. Revolusi 

Agrikultur mempercepatnya sekitar 12.000 tahun lalu. Revolusi 

Saintifik, yang baru mulai berjalan 500 tahun lalu, kemungkinan 

akan mengakhiri sejarah dan memulai sesuatu yang benar-benar 

berbeda. Artikel  ini menceritakan sejarah tentang bagaimana 

ketiga revolusi ini telah memengaruhi manusia dan rekan-rekan 

organismenya.


Manusia sudah ada jauh sebelum ada sejarah. Binatang-

binatang yang sangat mirip manusia modern ada sekitar 2,5 juta 

tahun lalu. Namun, sepanjang banyak generasi yang tak terhitung 

jumlahnya, mereka tidak mampu mengungguli kedigdayaan 

organisme-organisme lain yang berbagi habitat dengan mereka.

Di atas ketinggian di Afrika Timur, 2 juta tahun lalu, 

Anda kemungkinan bisa menjumpai sekumpulan sosok-sosok 

lazimnya manusia: ibu-ibu yang gelisah tengah membuai bayi-

bayi mereka dan kecipak riang anak-anak bermain di lumpur; 

pemuda-pemuda temperamental yang dongkol menentang aturan 

warga  dan para tetua yang lelah minta ditinggalkan dalam 

suasana tenang; kaum jagoan dengan dada berdebar-debar yang 

berusaha memikat gadis-gadis cantik lokal dan para nyonya 

rumah yang sudah menyaksikan semua itu. Manusia-manusia 

kuno ini bercinta, bermain, membentuk pertemanan akrab, dan 

bersaing untuk status dan kekuasaan—namun  begitu juga simpanse, 

babon, dan gajah. Tak ada yang istimewa tentang itu. Tak ada 

satu pun, sekurang-kurangnya manusia-manusia itu sendiri, 

yang punya firasat keturunan mereka suatu hari kelak akan 

berjalan di Bulan, membelah atom, menyibak kode genetik, dan 

menulis Artikel -Artikel  sejarah. Hal paling penting untuk diketahui 

tentang manusia prasejarah yaitu  bahwa mereka makhluk yang 

tidak signifikan, tidak memiliki pengaruh lebih besar terhadap 

lingkungan dibandingkan gorila, kunang-kunang, atau ubur-ubur.

Para ahli biologi mengklasifikasi organisme menjadi spesies-

spesies. Binatang-binatang tertentu dikatakan masuk spesies yang 

sama jika cenderung cocok satu dengan yang lainnya, melahirkan 

untuk beranak-pinak. Kuda dan keledai memiliki kesamaan 

leluhur dekat dan punya banyak kesamaan sifat bawaan fisik. 

Namun, kedua spesies itu menunjukkan sedikit ketertarikan 

seksual satu sama lain. Keduanya akan berpasangan jika dipaksa 

melakukannya—namun  keturunannya, yang disebut bagal, mandul. 

Oleh sebab  itu, mutasi-mutasi dalam DNA keledai tidak pernah 

bisa menyeberang ke kuda atau sebaliknya. Dengan demikian, 

kedua jenis spesies binatang itu dianggap sebagai dua spesies 

yang terpisah, melintasi jalur-jalur evolusi yang terpisah. Sama 

halnya buldog dan spaniel, mungkin tampak sangat berbeda, namun  

keduanya yaitu  anggota spesies yang sama, punya kesamaan 

sifat-sifat bawaan DNA. Mereka bisa berpasangan bahagia dan 

anak-anaknya akan tumbuh untuk berpasangan dengan anjing-

anjing lain dan menghasilkan anak-anak anjing.

Spesies-spesies yang berevolusi dari satu lelulur yang sama 

dikelompokkan di bawah nama “genus” (jamak: genera). 

Singa, harimau, macan tutul, dan jaguar yaitu  spesies-spesies 

yang berbeda dalam genus Panthera. Para ahli biologi melabeli 

organisme-organisme dengan nama Latin yang terdiri dari dua 

kata, genus diikuti spesies. Singa, misalnya, disebut Panthera leo, 

spesies Leo dari genus Panthera. Bisa diasumsikan, setiap orang 

yang membaca Artikel  ini yaitu  Homo sapiens—spesies sapiens 

(bijaksana) dari genus Homo (bijaksana). 

Selanjutnya genera dikelompokkan dalam famili, seperti 

famili kucing (singa, cheetah, kucing piaraan); famili anjing 

(anjing, serigala, rubah, anjing hutan) dan famili gajah (gajah, 

mamut, mastodon). Semua anggota satu famili memiliki garis 

keturunan dari satu nenek moyang atau kakek moyang. Semua 

kucing, misalnya, dari kucing rumahan paling kecil sampai ke 

singa yang paling ganas, punya kesamaan nenek moyang kucing 

yang hidup sekiar 25 juta tahun lalu.

Homo sapiens juga anggota sebuah famili. Fakta yang terang 

benderang ini biasanya menjadi salah satu rahasia sejarah yang 

paling ketat disimpan. Homo sapiens sejak lama memilih untuk 

memandang diri terpisah dari binatang, yatim yang kehilangan 

famili, tak punya saudara atau sepupu, dan paling penting, 

tanpa orangtua. Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Suka 

atau tidak suka, kita yaitu  anggota dari satu famili besar dan 

sangat berisik yang disebut kera besar. Kerabat terdekat kita 

yang masih hidup antara lain simpanse, gorila, dan orangutan. 

Simpanse yaitu  yang terdekat. Hanya enam juta tahun lalu, satu 

kera betina tunggal punya dua anak perempuan. Satu menjadi 

leluhur simpanse, dan satu lagi yaitu  nenek buyut kita.


Tulang Belulang dalam Kloset

Homo sapiens menyembunyikan sebuah rahasia yang bahkan 

lebih mengusik. Kita tidak hanya memiliki berjibun sepupu tanpa 

peradaban, pada satu masa kita malah punya saudara (perempuan 

dan laki-laki) seperti itu. Kita dulu berpikir hanya kitalah yang 

manusia sebab  selama 10.000 tahun terakhir, spesies kita 

memang benar-benar satu-satunya spesies manusia yang masih 

ada. Namun, makna sejati dari kata manusia yaitu  ‘binatang 

yang masuk dalam genus Homo’. Lebih dari itu, seperti yang 

akan kita lihat pada bab terakhir Artikel  ini, dalam waktu yang tak 

begitu lama, pada masa depan kita, kemungkinan akan bersaing 

dengan manusia-manusia non-sapiens. Untuk memperjelas poin 

ini, saya akan sering memakai  istilah “Sapiens” untuk 

merujuk ke anggota-anggota spesies Homo sapiens, sedang  

istilah “manusia” dipertahankan merujuk ke semua anggota genus 

Homo yang masih ada. 

Manusia pertama kali berevolusi di Afrika Timur sekitar 2,5 

juta tahun lalu dari satu genus kera lebih awal yang dinamakan 

2. Saudara kita, menurut 

rekonstruksi spekulatif (kiri 

ke kanan): Homo rudolfensis 

(Afrika Timur), Homo erectus 

(Asia Timur), dan Homo 

neanderthalensis (Eropa dan 

Asia Barat). Semua yaitu  

manusia.


Australopithecus, yang berarti ‘Kera Selatan’. Sekitar dua juta 

tahun lalu, sebagian dari manusia kuno laki-laki dan perempuan 

ini meninggalkan tanah air mereka dalam perjalanan melintasi 

dan menetap di area luas Afrika Utara, Eropa, dan Asia. sebab  

untuk bertahan dalam hutan-hutan bersalju di Eropa utara 

memerlukan kemampuan-kemampuan yang berbeda dari yang 

diperlukan untuk tinggal di belantara Indonesia yang hangat, 

populasi manusia berevolusi ke arah yang berbeda-beda pula. 

Hasilnya yaitu  beberapa spesies berbeda, yang masing-masing 

oleh para ilmuwan ditandai dengan nama Latin yang mentereng. 

Manusia-manusia di Eropa dan Asia Barat berevolusi menjadi 

Homo neanderthalensis (‘Manusia dari Lembah Neander’), 

yang secara populer dirujuk begitu saja sebagai “Neanderthal”. 

Neanderthal, yang lebih gempal dan lebih berotot daripada kita, 

Sapiens, beradaptasi baik dengan iklim dingin Eurasia Barat pada 

Zaman Es. Semakin ke timur, wilayah Asia dihuni oleh Homo 

erectus, ‘Manusia Tegak’, yang bertahan mendekati dua juta 

tahun, menjadikannya spesies manusia paling awet. Rekor ini 

agaknya tak akan terpecahkan, bahkan oleh spesies kita sendiri. 

Namun, patut diragukan apakah Homo sapiens masih akan ada 

dalam kisaran seribu tahun dari sekarang, jadi 2 juta tahun jelas 

bukan tandingan kita.

Di Pulau Jawa, Indonesia, hidup Homo soloensis, ‘Manusia 

dari Lembah Solo’, yang cocok dengan kehidupan di wilayah 

tropis. Di pulau lain Indonesia—pulau kecil Flores—manusia 

kuno menjalani proses pengerdilan. Manusia pertama mencapai 

Flores saat  permukaan air laut sangat surut dan pulau itu 

dengan mudah bisa diakses dari daratan utama. saat  laut 

pasang, sebagian orang terperangkap di pulau, yang miskin 

sumber daya. Orang-orang besar, yang membutuhkan banyak 

makanan, mati lebih dahulu. sedang  orang-orang yang lebih 

kecil bisa lebih lama bertahan. Selama beberapa generasi, orang-

orang Flores menjadi kerdil. Spesies unik ini, yang dikenal para 

ilmuwan sebagai Homo floresiensis, mencapai tinggi maksimum 

hanya satu meter dengan berat tak lebih dari 25 kilogram. 

Meski demikian, mereka mampu menghasilkan peralatan dari 

batu, dan bahkan terkadang berhasil memburu gajah-gajah pulau 

ini —walaupun, biar adil, gajah-gajah itu juga dari spesies 

kerdil.

Pada 2010, satu lagi saudara yang hilang diselamatkan 

dari pelupaan, saat  para ilmuwan yang mengekskavasi Gua 

Denisova di Siberia menemukan satu fosil tulang jari. Analisis 

genetik membuktikan bahwa jari itu milik spesies manusia yang 

sudah dikenal sebelumnya, yang dinamai Homo denisova. Siapa 

yang tahu berapa banyak kerabat kita yang hilang sesungguhnya 

sedang menunggu untuk ditemukan di gua-gua lain, di pulau-

pulau lain, dan daerah-daerah lain. saat  manusia-manusia ini 

berevolusi di Eropa dan Asia, evolusi di Afrika Timur juga tidak 

berhenti. Buaian kemanusiaan terus memelihara spesies-spesies 

baru, seperti Homo rudolfensi (‘Manusia dari Danau Rudolf ’), 

Homo ergaster (‘Manusia Pekerja’), dan akhirnya spesies kita, yang 

dengan lancang kita namai Homo sapiens (‘Manusia Bijaksana’).

Para anggota dari sebagian spesies ini berbadan besar dan yang 

lainnya kerdil. Sebagian yaitu  para pemburu yang menakutkan 

dan yang lain penjelajah tumbuh-tumbuhan yang lemah lembut. 

Sebagian hanya tinggal di sebuah pulau, sedang  banyak yang

lain berkelana melintasi batas-batas benua. Namun, semua itu 

tetap anggota genus Homo. Mereka semua manusia.

Ada pandangan yang salah kaprah bahwa spesies-spesies ini 

diatur dalam garis keturunan lurus, yakni ergaster menurunkan 

erectus, erectus menurunkan Neanderthal, dan Neanderthal 

berevolusi menjadi kita. Model linear ini memberi kesan keliru 

bahwa dalam satu kurun waktu tertentu hanya satu tipe manusia 

yang menghuni Bumi, dan seluruh spesies sebelumnya semata-

mata model-model yang lebih lama daripada kita. Yang benar 

yaitu  bahwa dari sekitar 2 juta tahun lalu sampai 10 ribu tahun 

lalu, dunia menjadi tempat hunian pada waktu yang sama bagi 

beberapa spesies manusia. Dan, mengapa tidak? Kini ada banyak 

spesies rubah, beruang, dan babi. Bumi seratus milenium lalu 

dihuni oleh paling sedikit enam spesies manusia. Eksklusivitas 

kita saat inilah, bukan masa lalu multi-spesies, yang istimewa—

dan mungkin memberatkan. Sebagaimana akan kita lihat segera, 

kita Sapiens memiliki alasan yang baik untuk menindas memori 

tentang saudara-saudara kita.

Harga dari Berpikir

Terlepas dari banyak perbedaannya, semua spesies manusia 

memiliki beberapa kesamaan sifat  yang mencirikannya. 

Yang paling utama, manusia memiliki otak yang sangat besar 

dibandingkan binatang-binatang lain. Mamalia dengan berat 60 

kilogram rata-rata memiliki ukuran otak 200 sentimeter kubik. 

Manusia laki-laki dan perempuan paling awal, 2,5 juta tahun 

lalu, memiliki otak berukuran sekitar 600 sentimeter kubik. 

Sapiens modern mengusung otak rata-rata 1.200 sampai 1.400 

sentimeter kubik. Otak Neanderthal bahkan lebih besar.

Bahwa evolusi harus memilih otak-otak yang lebih besar bagi 

kita mungkin seperti, yah, tak punya otak. Kita begitu keranjingan 

dengan tingginya kecerdasan kita sehingga berasumsi bahwa 

dalam hal kekuatan serebral, yang lebih besar pasti lebih baik. 

Namun, jika demikian, famili kucing juga tentu menghasilkan 

kucing-kucing yang bisa mengerjakan kalkulus. Mengapa genus 

Homo menjadi satu-satunya dalam kerajaan binatang yang 

memiliki mesin berpikir begitu besar?

Faktanya yaitu  bahwa otak jumbo yaitu  saluran jumbo 

dalam tubuh. Tidak mudah untuk membawa-bawa, terutama 

saat  terbungkus dalam tengkorak yang besar. Bahkan, lebih 

sulit untuk memberinya energi. Dalam Homo sapiens, otak 

menyumbang 2 sampai 3 persen total berat tubuh, namun  

mengonsumsi 25 persen energi tubuh saat  tubuh beristirahat. 

Bandingannya, otak kera hanya butuh 8 persen energi saat 

istirahat. Manusia-manusia kuno harus menanggung besarnya 

otak itu untuk dua hal. Pertama, mereka menghabiskan waktu 

lebih banyak untuk mencari makanan. Kedua, otot-otot mereka 

mengalami penyusutan. Layaknya sebuah pemerintahan yang 

mengalihkan dana dari pertahanan untuk pendidikan, manusia 

mengalihkan energi dari otot ke otak. Nyaris tak terelakkan 

untuk menyimpulkan bahwa ini merupakan strategi bagus untuk 

bertahan di savana. Seekor simpanse tak bisa menang berdebat 

dengan Homo sapiens, namun  kera bisa mencabik-cabik manusia 

seperti boneka butut.

Hari ini besarnya otak berbuah manis sebab  kita bisa 

memproduksi mobil dan senjata yang memungkinkan kita 

bergerak lebih cepat dari simpanse, dan menembak mereka dari 

jarak aman, ketimbang bergulat. Namun, mobil dan senjata yaitu  

fenomena baru. Selama lebih dari 2 juta tahun, jaringan otak 

manusia tumbuh dan terus tumbuh, namun  di luar pisau batu dan 

tombak, manusia tak punya banyak hal yang bisa diandalkan. 

Lalu, apa yang mendorong maju evolusi otak besar manusia 

dalam waktu 2 juta tahun itu? Sejujurnya, kita tidak tahu.

Satu sifat bawaan tunggal lain yang dimiliki manusia yaitu  

bahwa kita berjalan tegak di atas dua kaki. Dengan berdiri, 

lebih mudah menjelajahi savana untuk bermain atau menghadapi 

musuh, dan tangan yang tak diperlukan untuk menggerakkan 

tubuh bebas untuk keperluan lain, seperti melontar batu atau 

memberi isyarat. Semakin banyak hal yang bisa dilakukan 

tangan, semakin sukses pemiliknya sehingga tekanan evolusi 

mendatangkan peningkatan konsentrasi pada otak dan otot-otot 

motorik halus di telapak tangan dan jemari. Hasilnya, manusia 

bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang sangat rumit dengan 

tangan mereka. Lebih khusus, mereka bisa menghasilkan dan 

memakai  alat-alat yang lebih canggih. Bukti pertama produksi 

peralatan menunjukkan periode sekitar 2,5 juta tahun lalu, dan 

pembuatan serta penggunaan alat-alat itu menjadi kriteria yang 

dipakai para arkeolog untuk mengenali manusia-manusia kuno.

Meskipun demikian, berjalan tegak memiliki sisi lemah. 

Tulang belulang leluhur primata kita berkembang selama beberapa 

juta tahun untuk mendukung sebuah makhluk yang berjalan 

dengan kaki empat dan memiliki kepala yang relatif kecil. Untuk 

menyesuaikan dengan posisi tegak yaitu  tantangan, terutama 

jika pijakan harus menopang tengkorak ekstra besar. Manusia 

harus membayar untuk penglihatannya yang bagus dan tangannya 

yang terampil dengan sakit punggung dan leher kaku. Perempuan 

bahkan lebih berat. Berdiri tegak mengharuskan panggul yang 

lebih sempit sehingga mempersempit saluran kelahiran—dan 

semakin berat saat kepala bayi tumbuh menjadi semakin besar. 

Kematian saat melahirkan menjadi bahaya utama bagi manusia 

perempuan. Manusia perempuan yang lebih dahulu melahirkan, 

saat  otak dan kepala bayi relatif lebih kecil dan luwes, bernasib 

lebih baik dan punya lebih banyak anak. Seleksi alamiah dengan 

sendirinya menguntungkan kelahiran-kelahiran yang lebih dahulu. 

Dan sungguh, dibandingkan binatang-binatang lain, manusia 

dilahirkan prematur, saat  banyak dari sistem vital mereka 

masih belum berkembang. Bayi kuda jantan langsung bisa berjalan 

begitu lahir; anak kucing langsung meninggalkan ibunya untuk 

mencari makan saat usianya baru beberapa pekan. Bayi manusia 

tak berdaya, bergantung selama bertahun-tahun kepada orangtua 

untuk ketahanan, perlindungan, dan pendidikan.

Fakta ini memberi kontribusi besar bagi kemampuan sosial 

manusia yang luar biasa dan problem-problem sosialnya yang 

unik. Ibu-ibu yang kesepian hampir tak bisa mencari makan 

untuknya dan anak mereka dengan keberadaan anak di buaian. 

Membesarkan anak membutuhkan bantuan terus-menerus dari 

anggota keluarga lain dan tetangga. Dibutuhkan satu suku 

untuk membesarkan seorang manusia. Dengan demikian, evolusi 

menguntungkan mereka yang mampu membentuk ikatan-ikatan 

sosial yang kokoh. Selain itu, sebab  manusia dilahirkan dalam 

keadaan belum berkembang, mereka bisa dididik dan disosialisasi 

pada tingkat yang lebih besar ketimbang binatang mana pun. 

Sebagian besar mamalia muncul dari rahim seperti gerabah 

mengilap yang muncul dari tempat pembakaran—setiap upaya 

untuk mencetak kembali akan menggores atau memecahkannya. 

Manusia keluar dari rahim seperti gelas yang dicairkan di tungku 

pembakaran. Bisa dipilin, ditarik, dan dibentuk dengan derajat 

keleluasaan yang mencengangkan. Itulah mengapa kita mendidik 

anak-anak kita menjadi Kristen atau Buddha, kapitalis atau 

sosialis, penggemar perang atau pencinta perdamaian.

Kita berasumsi bahwa otak besar, penggunaan alat, kemampuan 

belajar yang superior, serta struktur sosial yang kompleks yaitu  

keunggulan besar. Sepertinya sudah terbukti dengan sendirinya 

bahwa itu semua menjadikan manusia menjadi binatang paling kuat 

di muka Bumi. Namun, manusia menikmati semua keunggulan 

itu selama 2 juta tahun penuh, saat  mereka tetap menjadi 

makhluk yang lemah dan marginal. Jadi, manusia yang hidup 

satu juta tahun lalu, terlepas dari besarnya otak mereka dan 

tajamnya alat-alat batu mereka, selalu diliputi ketakutan akan 

predator, jarang berburu binatang besar, dan bertahan terutama 

dengan mengumpulkan tumbuh-tumbuhan, menangkap serangga, 

memburu hewan-hewan kecil, dan makan sisa-sisa makanan yang 

ditinggalkan karnivora lain yang lebih kuat.

Salah satu penggunaan paling umum alat dari batu yaitu  

untuk membuka tulang agar bisa mendapatkan sumsum. Sebagian 

peneliti percaya bahwa ini merupakan keunggulan orisinal kita. 

Sebagaimana burung pelatuk ahli dalam menyesap serangga dari 

rongga pohon, manusia-manusia awal ahli dalam menyesap 

sumsum dari tulang. Mengapa sumsum? Baik, jika Anda 

mengamati kawanan singa yang dengan bangga melumpuhkan 

serta melahap seekor jerapah. Tunggulah dengan sabar sampai 

mereka selesai. Namun, giliran Anda belum tiba sebab  pertama-

tama ada hyena dan anjing hutan—dan Anda tak akan berani 

mengusik mereka—mengais sisa-sisanya. Baru setelah Anda dan 

rombongan berani mendekati tulang belulang, tengok hati-hati 

kanan dan kiri, lalu cari lapisan yang masih tersisa.

Ini yaitu  salah satu kunci untuk memahami sejarah kita 

dan psikologi: Posisi genus Homo dalam rantai makanan, sampai 

masa yang cukup baru, kokoh berada di tengah. Selama jutaan 

tahun, manusia berburu hewan-hewan yang lebih kecil dan 

mengumpulkan apa yang bisa mereka kumpulkan, dan pada 

saat yang sama diburu oleh predator-predator yang lebih besar. 

Baru 400.000 tahun lalu beberapa spesies manusia mulai berburu 

hewan besar secara berkala, dan baru dalam 100.000 tahun 

terakhir—dengan bangkitnya Homo sapiens—manusia melompat 

ke puncak rantai makanan.

Lompatan spektakuler dari tengah ke puncak membawa 

konsekuensi-konsekuensi besar. Binatang-binatang lain di 

puncak piramida, seperti singa dan hiu, berevolusi ke posisi itu 

berangsur-angsur, selama beberapa juta tahun. Ini memungkinkan 

ekosistem berkembang dengan pola keseimbangan yang mencegah 

singa dan hiu menimbulkan terlalu banyak kehancuran. sebab  

singa menjadi semakin mematikan, maka rusa berlari semakin 

cepat, hyena bekerja sama lebih baik, dan badak menjadi 

berperilaku lebih buruk. Secara kontras, manusia yang naik ke 

puncak begitu cepat dalam ekosistem tidak diberi waktu untuk 

menyesuaikan diri. Lebih dari itu, manusia sendiri memang 

gagal untuk menyesuaikan diri. Sebagian besar predator teratas 

di planet yaitu  makhluk-makhluk gagah perkasa. Jutaan tahun 

kekuasaan memberi mereka kepercayaan diri. Sapiens, sebaliknya, 

lebih seperti sebuah diktator republik pisang (kerajaan yang 

ringkih). Dalam posisi kalah di savana, kita diliputi ketakutan 

dan kecemasan, yang memicu  berlipatnya kekejaman 

dan bahaya kita. Banyak bencana historis, dari perang-perang 

mematikan sampai ke bencana ekologis, bersumber dari lompatan 

yang terlalu gegabah ini.

Ras Juru Masak

Satu langkah signifikan dalam jalur menuju puncak itu yaitu  

domestikasi api. Sebagian spesies manusia sudah memakai  

api sejak 800.000 tahun lalu. Sampai dengan masa 300.000 tahun 

lalu, Homo erectus, Neanderthal dan beberapa pendahulu Homo 

sapiens, memakai  api untuk keperluan sehari-hari. Manusia 

kali ini punya satu sumber cahaya dan kehangatan yang bisa 

diandalkan, dan senjata mematikan melawan singa-singa yang 

berkeliaran. Tak lama sesudah itu, manusia mungkin bahkan mulai 

dengan sengaja membakar perkampungan mereka. Pembakaran 

yang dikelola dengan hati-hati bisa mengubah belukar rimbun 

menjadi lahan rumput yang baik untuk bermain. Selain itu, setelah 

api padam, para wiraswasta Zaman Batu bisa berjalan-jalan di 

bekas-bekas asap dan memanen binatang-binatang, kacang, dan 

umbi-umbian yang sudah matang.

namun  manfaat terbaik dari api yaitu  untuk memasak. 

Makanan-makanan yang tidak bisa dimakan manusia dalam 

bentuk alaminya—seperti gandum, padi, dan kentang—menjadi 

unsur pokok dalam makanan kita berkat pemasakan. Api bukan 

hanya mengubah sifat kimiwai makanan, melainkan juga sifat-

sifat biologisnya. Pemasakan bisa membunuh kuman dan parasit 

yang menempel di makanan. Manusia juga menjadi jauh lebih 

mudah untuk mengunyah dan menyantap makanan-makanan 

favorit sebelumnya seperti buah-buahan, kacang, serangga, dan 

daging jika dimasak terlebih dulu. Kalau simpanse butuh waktu 

lima jam sehari untuk mengunyah makanan mentah, satu jam 

saja sudah cukup bagi manusia untuk makan masakan yang 

sudah dimasak.

Kebangkitan memasak memungkinkan manusia makan lebih 

banyak jenis makanan, dan membutuhkan waktu lebih sedikit 

untuk makan, dan itu cocok dengan gigi-giginya yang lebih kecil 

dan usus-ususnya yang lebih pendek. Sebagian sarjana percaya 

ada kaitan langsung antara kemunculan memasak, pemendekan 

usus manusia, dan pertumbuhan otak manusia. sebab  usus 

yang panjang dan otak yang besar mengonsumsi lebih banyak 

energi, sulit untuk memenuhi kebutuhan keduanya. Dengan 

pemendekan usus dan berkurangnya konsumsi energi, secara tak 

sengaja memasak membuka jalan menuju otak jumbo Neanderthal 

dan Sapiens.1

Api juga membuka jarak signifikan pertama antara manusia 

dan binatang-binatang lain. Kekuatan hampir semua binatang 

bergantung pada tubuh mereka: kekuatan otot, ukuran gigi, 

dan lebarnya sayap. Meskipun bisa memanfaatkan angin dan 

arus, mereka tak bisa mengendalikan kekuatan alam, dan 

selalu terhambat oleh desain fisik mereka. Elang, misalnya, 

mengidentifikasi kolom-kolom panas yang naik dari tanah, 

merentangkan sayap raksasanya dan membiarkan udara panas 

mendorong tubuhnya ke depan. Namun, elang tidak bisa 

mengendalikan lokasi kolom-kolom, dan kapasitas dorongnya 

pas secara proporsional dengan rentang sayap.

saat  manusia mendomestikasi api, mereka mendapatkan 

kendali atas kekuatan yang potensinya terbatas dan apa adanya. 

Tak seperti elang, manusia bisa memilih kapan dan di mana 

menyalakan api, dan mereka bisa mengeksploitasi api untuk 

banyak keperluan. Yang paling penting, kekuatan api tidak 

terbatas pada bentuk, struktur, atau kekuatan tubuh manusia. 

Seorang perempuan dengan batu api atau batang api bisa 

membakar habis satu hutan dalam hitungan jam. Domestikasi 

api yaitu  sebuah penanda datangnya beberapa hal.

Para Penjaga Saudara-Saudara Kita

Meskipun sudah mendapatkan manfaat api, 150.000 tahun lalu 

manusia masih menjadi makhluk marginal. Mereka memang bisa 

menakut-nakuti singa, menghangatkan diri pada malam-malam 

yang dingin, dan sesekali membakar hutan. Namun, kalau semua 

spesies dihitung, mungkin tak lebih dari satu juta manusia yang 

hidup antara Kepulauan Indonesia dan Semenanjung Iberia, 

hanya satu titik dalam radar ekologis.

Spesies kita sendiri, Homo sapiens, sudah ada di panggung 

dunia, namun  sejauh ini baru sibuk dengan urusannya sendiri di 

sebuah sudut Afrika. Kita tidak tahu pasti di mana dan kapan 

binatang-binatang yang bisa diklasifikasi Homo sapiens pertama 

kali berevolusi dari jenis manusia sebelumnya, namun  kebanyakan 

ilmuwan sepakat bahwa hingga 150.000 tahun lalu, Afrika Timur 

dihuni oleh Sapiens yang tampak seperti kita. Jika salah satu 

dari mereka muncul di rumah mayat modern, ahli patologi lokal 

tentu mendapati tak ada yang istimewa padanya. Berkat manfaat 

api, mereka punya gigi dan rahang yang lebih kecil dibandingkan 

leluhur mereka, namun  memiliki otak besar, seukuran otak kita.

Para ilmuwan juga sepakat bahwa sekitar 70.000 tahun lalu, 

Sapiens dari Afrika Timur menyebar ke Semenanjung Arabia, dan 

dari sana mereka dengan cepat menjelajah ke segenap penjuru 

Eurasia.

saat  Homo sapiens mendarat di Arabia, sebagian besar 

Eurasia sudah dihuni oleh manusia lain. Apa yang terjadi 

pada mereka? Ada dua teori yang saling bertentangan. “Teori 

Perkawinan Silang” menjelaskan cerita tentang daya tarik, seks, 

dan pembauran. saat  imigran-imigran Afrika menyebar ke 

seluruh dunia, mereka berkembang biak bersama populasi-

populasi manusia lain, dan orang-orang masa kini yaitu  hasil 

dari perkawinan silang ini.

Misalnya, saat  Sapiens mencapai Timur Tengah dan Eropa, 

mereka mendapati Neanderthal. Manusia-manusia ini lebih 

berotot ketimbang Sapiens, memiliki otak yang lebih besar, 

dan lebih pandai beradaptasi dengan iklim dingin. Mereka 

memakai  alat dan api, pemburu yang baik, dan merawat 

sesamanya yang sakit dan lemah. (Para arkeolog menemukan 

tulang-tulang Neanderthal yang hidup beberapa tahun dengan 

cacat fisik parah, bukti bahwa mereka dirawat oleh kerabatnya.) 

Neanderthal sering digambarkan dalam karikatur sebagai “orang-

orang gua” kuno yang brutal dan bodoh, namun  bukti mutakhir 

mengubah citra mereka.

Menurut Teori Perkawinan Silang, saat  Sapiens menyebar 

ke tanah Neanderthal, Sapiens berkembang biak bersama 

Neanderthal sampai dua populasi muncul. Jika benar demikian, 

maka orang-orang Eurasia sekarang tidak murni Sapiens. Mereka 

yaitu  gabungan dari Sapiens dan Neanderthal. Begitu pula, 

saat  Sapiens mencapai Asia Timur, mereka berkawin silang 

dengan Erectus lokal, jadi orang China dan Korea yaitu  

gabungan dari Sapiens dan Erectus.

Pandangan yang berseberang, yang disebut “Teori Penggantian” 

menjelaskan cerita yang sangat berbeda—ketidakcocokan, 

perubahan, dan mungkin bahkan genosida. Menurut teori 

ini, Sapiens dan manusia-manusia lain punya anatomi yang 

berbeda, dan sangat mungkin punya gaya berpasangan yang 

berbeda, bahkan aroma tubuh yang berbeda. Mereka tak 

mungkin saling tertarik secara seksual. Dan, andaipun seorang 

Romeo Neanderthal dan seorang Juliet Sapiens jatuh cinta, 

mereka tidak bisa menghasilkan anak sebab  jarak genetika 

kedua populasi itu sudah tak bisa dijembatani. Kedua populasi 

tetap berbeda sepenuhnya, dan saat  Neanderthal mati atau 

dibunuh, gen mereka mati bersama mereka. Menurut pandangan 

ini, Sapiens menggantikan semua populasi manusia sebelumnya 

tanpa percampuran dengan mereka. Jika benar demikian, maka 

garis keturunan semua manusia kontemporer bisa dilacak secara 

eksklusif ke Afria Timur, 70.000 tahun lalu. Kita semua yaitu  

“Sapiens murni”.

Banyak sendi dalam perdebatan ini. Dari perspektif evolusi, 

70.000 tahun yaitu  masa yang relatif singkat. Jika Teori 

Penggantian yang benar, semua manusia yang masih hidup secara 

kasar memiliki kesamaan bawaan genetik, dan perbedaan rasial 

di antara mereka bisa diabaikan. Namun, jika Teori Perkawinan 

Peta 1. Homo sapiens menaklukkan dunia

Silang yang benar, mungkin ada perbedaan-perbedaan genetik 

antara orang Afrika, Eropa, dan Asia yang bersumber dari ratusan 

ribu tahun lalu. Ini yaitu  dinamit politik yang bisa menyediakan 

bahan untuk teori ras yang eksplosif.

Dalam beberapa dekade terakhir ini Teori Penggantian 

menjadi kearifan bersama di bidang ini. Teori ini memiliki 

dukungan arkeologis yang lebih kokoh, dan secara politik lebih 

benar (para ilmuwan tak punya hasrat untuk membuka kotak 

Pandora rasisme dengan mengklaim adanya keragaman genetik 

yang signifikan di antara populasi manusia modern). Namun, 

itu berakhir pada 2010, saat  hasil-hasil dari empat tahun 

upaya untuk memetakan genom Neanderthal diterbitkan. Para 

ahli genetika mampu mengumpulkan cukup DNA Neanderthal 

utuh dari fosil-fosil untuk membuat perbandingan luas dengan 

DNA dari manusia kontemporer. Hasilnya mencengangkan 

komunitas sains.

Ternyata, 1 sampai 4 persen DNA unik manusia dari populasi 

modern di Timur Tengah dan Eropa yaitu  DNA Neanderthal. 

Itu bukan jumlah yang besar, namun  signifikan. Kejutan kedua 

datang beberapa bulan kemudian, saat  DNA yang diekstrak 

dari fosil tulang jari Denisova dipetakan. Hasilnya membuktikan 

bahwa sampai dengan 6 persen DNA unik manusia Melanesia 

dan Aborigin Australia yaitu  DNA Denisova.

Jika hasil itu valid—dan penting untuk dipahami bahwa 

riset lebih jauh sedang berjalan dan mungkin memperkuat atau 

mengubah kesimpulan-kesimpulan ini—Teori Perkawinan Silang 

mendapatkan bukti ada kebenaran di dalamnya. Namun, itu 

tidak berarti bahwa Teori Penggantian salah sepenuhnya. sebab  

Neanderthal dan Denisova berkontribusi DNA hanya dalam 

jumlah kecil ke genom kita hari ini, maka mustahil untuk bicara 

tentang “percampuran” antara Sapiens dan spesies-spesies manusia 

lainnya. Meskipun perbedaan-perbedaan di antara mereka tidak 

cukup besar untuk mencegah sepenuhnya perkawinan, itu cukup 

untuk membuat kontak semacam itu menjadi langka. 

Lalu, bagaimana kita harus memahami keterhubungan biologis 

antara Sapiens, Neanderthal, dan Denisova? Jelas, mereka bukan 

spesies-spesies yang berbeda sama sekali seperti kuda dan keledai. 

Di sisi lain, mereka bukan sekadar populasi yang berbeda dari 

spesies yang sama, seperti buldog dan spaniel. Realitas biologis 

tidaklah hitam dan putih. Ada juga area abu-abu. Setiap dua 

spesies yang berevolusi dari satu leluhur yang sama, seperti kuda 

dan keledai, pada satu masa menjadi dua populasi dari spesies 

yang sama, seperti buldog dan spaniel. Pasti ada satu titik saat  

kedua populasi sudah pada keadaan yang berbeda antara satu 

dengan yang lainnya, namun  sesekali masih bisa berhubungan seks 

dan menghasilkan keturunan yang bisa berbiak (tidak mandul). 

Kemudian, mutasi lain yang terjadi menghapus garis penghubung 

terakhir itu, dan menempuh jalan evolusi terpisah.

Tampaknya, sekitar 500.000 tahun lalu, Sapiens, Neanderthal, 

dan Denisova berada di titik garis perbatasan itu. Mereka hampir, 

namun  belum sampai, menjadi spesies yang terpisah sepenuhnya. 

Seperti yang akan kita lihat pada bab berikutnya, Sapiens sudah 

sangat berbeda dari Neanderthal dan Denisova, tidak hanya 

dalam kode genetika dan sifat-sifat bawaan fisiknya, namun  juga 

dalam kemampuan kognitif dan sosialnya. Meskipun demikian, 

masih dimungkinkan juga, walau sangat jarang, satu Sapiens dan 

satu Neanderthal menghasilkan keturunan yang bisa berbiak. 

Jadi, populasi tidak bercampur, namun  beberapa gen Neanderthal 

beruntung bisa menumpang di Kereta Sapiens. Tentu tidak 

enak—dan mungkin mengguncang hati—membayangkan kita, 

3. Sebuah rekonstruksi spekulatif 

anak Neanderthal. Bukti genetik 

menunjukkan bahwa sekurang-

kurangnya sebagian Neanderthal 

punya kulit dan rambut terang.

Sapiens, pada suatu masa berhubungan seks dengan binatang 

dari spesies lain dan menghasilkan anak.

namun  kalaupun Neanderthal, Denisova, dan spesies-

spesies manusia lain tidak bercampur dengan Sapiens, mengapa 

mereka punah? Salah satu kemungkinannya yaitu  Homo sapiens 

memunahkan mereka. Bayangkan satu kawanan Sapiens mencapai 

sebuah lembah di Balkan tempat Neanderthal sudah hidup selama 

ratusan ribu tahun. Pendatang baru itu mulai memburu rusa dan 

mengumpulkan kacang serta buah beri yang menjadi persediaan 

makanan tradisional Neanderthal. Sapiens yaitu  pemburu dan 

penjelajah makanan yang lebih cakap—berkat teknologi dan 

keterampilan sosial yang lebih superior—sehingga jumlah mereka 

menjadi berlipat ganda dan menyebar. Neanderthal yang sumber 

dayanya lebih sedikit semakin kesulitan menghidupi diri. Populasi 

mereka menyusut dan pelan-pelan mati, kecuali mungkin satu 

atau dua anggota yang bergabung dengan tetangganya, Sapiens.

Kemungkinan lainnya yaitu  bahwa kompetisi memperebutkan 

sumber daya menyala menjadi kerusuhan dan genosida. Toleransi 

bukanlah ciri Sapiens. Dalam abad modern, perbedaan kecil soal 

warna kulit, dialek, atau agama sudah cukup untuk memicu 

sekelompok Sapiens untuk mengenyahkan kelompok lain. Apa 

mungkin Sapiens kuno lebih toleran terhadap spesies manusia 

yang berbeda sama sekali? Maka, sangat mungkin terjadi saat  

Sapiens bertemu Neanderthal, akibatnya yaitu  kampanye 

pembersihan etnis pertama dan paling signifikan dalam sejarah.

Yang mana pun yang terjadi, Neanderthal (dan spesies-spesies 

manusia lainnya) menyodorkan salah satu warisan besar sejarah 

dalam bentuk pertanyaan “bagaimana jika”. Bayangkan apa yang 

terjadi kalau Neanderthal atau Denisova bertahan bersama Homo 

sapiens. Jenis budaya, warga , dan struktur politik seperti 

apa yang akan muncul di dunia, tempat beberapa spesies manusia 

yang berbeda hidup bersama? Bagaimana, misalnya, keyakinan 

religius bermula? Akankah Kitab Kejadian mendeklarasikan 

bahwa Neanderthal yaitu  keturunan Adam dan Hawa, akankah 

Yesus meninggal sebab  dosa-dosa Denisova, dan akankah al-

Quran sudah mengamankan kursi-kursi di surga untuk semua 

manusia yang saleh, apa pun spesiesnya? Akankah Neanderthal 

mampu melayani legiun-legiun Romawi, atau birokrasi semrawut 

imperium China? Akankah Deklarasi Kemerdekaan Amerika 

memilik kebenaran yang terbukti dengan sendirinya bahwa 

seluruh genus Homo diciptakan setara? Akankah Karl Marx 

mendesak para buruh dari semua spesies untuk bersatu? 

Dalam 10.000 tahun terakhir, Homo sapiens semakin 

terbiasa menjadi satu-satunya spesies manusia sehingga sulit 

bagi kita untuk membayangkan kemungkinan lain. Ketiadaan 

saudara memicu  lebih mudah untuk membayangkan bahwa 

kita yaitu  intisari dari penciptaan, dan bahwa satu jurang 

memisahkan kita dari anggota lain kerajaan binatang. saat  

Charles Darwin menunjukkan bahwa Homo sapiens hanya satu 

jenis binatang, orang marah. Bahkan, hari ini banyak orang 

menolak untuk memercayainya. Kalaupun Neanderthal bertahan, 

mungkinkah kita masih membayangkan diri kita menjadi makhluk 

yang terpisah? Mungkin inilah jawaban persisnya mengapa leluhur 

kita membersihkan Neanderthal. Mereka terlalu nyata untuk 

diabaikan, namun  terlalu berbeda untuk ditoleransi.

Apakah Sapiens harus disalahkan atau tidak, tak lama setelah 

kedatangan mereka di satu lokasi baru, populasi asli punah. 

Sisa-sisa terakhir Homo soloensis berasal dari masa sekitar 

50.000 tahun lalu. Homo denisova musnah tak lama sesudahnya. 

Neanderthal hadir kira-kira 30.000 tahun lalu. Manusia cebol 

terakhir punah dari Pulau Flores sekitar 12.000 tahun lalu. 

Mereka meninggalkan sejumlah tulang belulang, alat-alat batu, 

beberapa gen DNA, dan banyak pertanyaan tak terjawab. Mereka 

juga meninggalkan kita, Homo sapiens, spesies manusia terakhir. 

Apa rahasia kesuksesan Sapiens? Bagaimana kita berhasil 

menetap begitu pesat di banyak habitat yang jauh dan berbeda 

secara ekologis? Bagaimana kita mendorong spesies-spesies 

manusia lain ke ruang pelupaan? Mengapa Neanderthal yang 

bahkan kuat, berotak, dan tahan cuaca tidak bisa bertahan 

melawan serangan kita? Perdebatannya masih terus berkecamuk. 

Jawaban yang paling mungkin yaitu  sesuatu yang memungkinkan 

adanya perdebatan itu: Homo sapiens menaklukkan dunia berkat 

bahasanya yang unik. 

 

Dalam bab sebelumnya kita melihat bahwa meskipun Sapiens 

sudah menghuni Afrika Timur 150.000 tahun lalu, mereka mulai 

menjelajah wilayah lain di Planet Bumi dan mendorong spesies 

manusia lain punah baru sekitar 70.000 tahun lalu. Selama 

beberapa milenium penghubung, sekalipun Sapiens kuno ini 

tampak seperti kita dan otak mereka sebesar otak kita, mereka 

tidak menikmati keunggulan yang menonjol atas spesies-spesies 

manusia lainnya, tidak menghasilkan alat-alat yang sangat 

canggih, dan tidak bisa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain 

yang istimewa.

Faktanya, dalam pertemuan pertama yang tercatat antara 

Sapiens dan Neanderthal, Neanderthal-lah yang menang. Sekitar 

100.000 tahun lalu, sekelompok Sapiens bermigrasi ke utara 

menuju Levant, yang merupakan teritori Neanderthal, namun  

gagal menancapkan pijakannya. Mungkin itu disebabkan oleh 

penghuni pribumi, iklim yang buruk, atau tak terbiasa dengan 

parasit-parasit lokal. Apa pun penyebabnya, Sapiens pada 

akhirnya mundur, meninggalkan Neanderthal sebagai penguasa 

Timur Tengah.

Prestasi buruk ini membuat para ahli berspekulasi bahwa 

struktur internal otak Sapiens ini mungkin berbeda dari 

kita. Mereka tampak seperti kita, namun  kemampuan kognitif 

mereka—belajar, mengingat, berkomunikasi—jauh lebih terbatas. 

Mengajari Sapiens kuno seperti itu berbahasa Inggris, mengajarkan 

kebenaran dogma Kristen, memahamkan mereka teori evolusi 

mungkin menjadi pekerjaan yang sia-sia. Sebaliknya, kita mungkin 

akan sangat kesulitan mempelajari bahasanya dan memahami 

cara berpikirnya.


namun  kemudian, diawali sekitar 70.000 tahun lalu, 

Homo sapiens mulai melakukan hal-hal yang sangat khusus. Pada 

sekitar masa itu beberapa rombongan Sapiens meninggalkan 

Afrika untuk kali kedua. Kali ini mereka mengusir Neanderthal 

dan semua spesies manusia lainnya tidak hanya dari Timur 

Tengah, namun  juga dari permukaan Bumi. Dalam periode 

yang sangat singkat, Sapiens mencapai Eropa dan Asia Timur. 

Sekitar 45.000 tahun lalu, mereka menyeberangi laut terbuka 

dan mendarat di Australia—sebuah benua yang belum pernah 

terjangkau oleh manusia. Dalam periode dari sekitar 70.000 

tahun lalu sampai sekiar 30.000 tahun lalu muncullah penemuan 

perahu, lampu minyak, busur dan panah, serta jarum (yang 

diperlukan untuk menjahit baju hangat). Benda-benda pertama 

yang pantas disebut sebagai seni dan perhiasan muncul dari era ini, 

sebagaimana bukti tak terbantahkan untuk agama, perdagangan, 

dan stratifikasi sosial.

Sebagian besar peneliti percaya bahwa pencapaian yang 

belum pernah ada sebelumnya itu merupakan produk dari sebuah 

revolusi kemampuan kognitif Sapiens. Mereka mengemukakan 

bahwa orang-orang yang memunahkan Neanderthal, yang 

berdiam di Australia, dan memahat patung Manusia Singa (Stadel 

lion-man) yaitu  orang-orang yang pintar, kreatif, dan sensitif 

seperti kita. Andai saja kita bisa bertemu dengan para seniman 

Gua Stadel, kita tentu bisa belajar bahasa mereka dan mereka 

belajar bahasa kita. Kita akan bisa menjelaskan kepada mereka 

segala hal yang kita tahu—dari petualangan Alice in Wonderland 

sampai ke paradoks fisika kuantum—dan mereka bisa mengajari 

kita bagaimana pandangan orang-orang mereka tentang dunia.

Munculnya dua cara baru dalam berpikir dan berkomunikasi, 

antara 70.000 tahun dan 30.000 tahun lalu, merupakan 

Revolusi Kognitif. Apa penyebabnya? Kita tidak tahu. Teori yang 

paling banyak dipercaya mengemukakan bahwa mutasi genetik 

tanpa sengaja mengubah penyambungan sel-sel otak Sapiens, 

memungkinkan mereka berpikir dalam cara yang belum pernah 

ada sebelumnya dan berkomunikasi dengan satu jenis bahasa 

yang sama sekali baru. Kita bisa menyebutnya mutasi Pohon 

Pengetahuan. Mengapa itu lebih mungkin terjadi pada DNA 

Sapiens ketimbang Neanderthal? Sejauh yang bisa kita pahami, 

itu semata-mata masalah kesempatan saja. Namun, yang lebih 

penting untuk dipahami yaitu  konsekuensi dari mutasi Pohon 

Pengetahuan ketimbang penyebabnya. Apa keistimewaan bahasa 

baru Sapiens yang memungkinkan kita menaklukkan dunia?*

Itu bukan bahasa yang pertama. Setiap binatang punya 

sebentuk bahasa. Bahkan serangga, seperti lebah dan semut, 

tahu bagaimana berkomunikasi dengan cara yang canggih, 

menginformasikan ke rekannya tentang keberadaan makanan. Itu 

juga bukan bahasa vokal pertama. Banyak binatang, termasuk 

semua spesies kera dan monyet, memiliki bahasa vokal. Misalnya, 

kera hijau memakai  seruan-seruan yang bermacam-

macam jenisnya untuk berkomunikasi. Para ahli binatang telah 

mengidentifikasi salah satu seruan itu berarti, ‘Hati-hati! Ada 

elang!’ Seruan yang agak berbeda bermakna peringatan, ‘Awas! 

Ada singa!’ saat  peneliti memutar rekaman seruan pertama ke 

sekelompok monyet, monyet-monyet itu berhenti dari apa yang 

sedang mereka lakukan dan mendongak ke atas dalam ketakutan. 

saat  kepada kelompok yang sama diperdengarkan seruan kedua, 

peringatan adanya singa, mereka cepat-cepat memanjat pohon. 

Sapiens bisa menghasilkan lebih banyak suara berbeda ketimbang 

monyet hijau, namun  lumba-lumba dan gajah punya kemampuan 

yang sama mengesankannya. Seekor beo bisa mengatakan apa 

pun yang dikatakan Albert Einstein, selain menirukan suara-

suara dering telepon, bantingan pintu, dan raungan sirene. Apa 

pun keunggulan Einstein atas beo, jelas itu bukan vokal. Kalau 

begitu, apa sesungguhnya yang istimewa dari bahasa?

Jawaban yang paling umum yaitu  bahwa bahasa kita 

luar biasa luwes. Kita bisa menghubungkan sejumlah terbatas 

bunyi dan tanda untuk menghasilkan kalimat dalam jumlah tak 

terbatas, masing-masing dengan makna yang berbeda. Dengan 

*  Di sini dan pada halaman-halaman selanjutnya, saat kita membicarakan bahasa 

Sapiens, saya merujuk ke kemampuan linguistik dasar spesies kita dan bukan 

dialek tertentu. Bahasa Inggris, Hindi, dan China semuanya yaitu  varian dari 

bahasa Sapiens. Jelas, bahkan pada masa Revolusi Kognitif, kelompok-kelompok 

Sapiens yang berbeda memiliki dialek-dialek yang berbeda.

itu kita bisa mencerna, menyimpan, dan mengomunikasikan 

informasi dalam jumlah yang luar biasa besar tentang dunia 

sekeliling. Seekor monyet hijau bisa berteriak ke rekan-rekannya, 

‘Hati-hati! Ada singa!’ Namun, seorang manusia modern bisa 

memberi tahu teman-temannya bahwa pagi ini, dekat tikungan 

sungai, dia melihat seekor singa mengikuti kawanan bison. Dia 

kemudian bisa menjelaskan lokasi pastinya, termasuk jalan-jalan 

yang berbeda menuju ke arah sana. Dengan informasi ini, para 

anggota rombongannya bisa berkumpul bersama dan membahas 

apakah mereka akan mendekati sungai itu untuk menghindari 

singa dan memburu bison. 

Teori kedua menyetujui bahwa bahasa kita yang unik 

berevolusi sebagai sarana berbagi informasi tentang dunia. 

Namun, informasi paling penting yang harus disampaikan yaitu  

tentang manusia, bukan tentang singa dan bison. Bahasa kita 

berevolusi menjadi cara bergosip. Menurut teori ini Homo sapiens 

pada dasarnya yaitu  binatang sosial. Kerja sama sosial yaitu  

kunci bertahan dan reproduksi kita. Tidak cukup bagi laki-laki 

dan perempuan untuk tahu keberadaan singa dan bison. Yang 

jauh lebih penting bagi mereka yaitu  tahu siapa dalam kalangan 

mereka membenci siapa, siapa tidur dengan siapa, siapa yang 

jujur, dan siapa penipu.

Jumlah informasi yang harus didapat dan disimpan oleh 

seseorang untuk melacak hubungan-hubungan yang berubah-

ubah di antara beberapa puluh individu sungguh mengejutkan. 

(Dalam satu kawanan lima puluh individu, ada 1.225 hubungan 

satu-satu, dan kombinasi sosial rumit yang tak terhitung.) Semua 

kera menunjukkan minat tinggi pada informasi sosial seperti itu, 

namun  mereka kesulitan bergosip secara efektif. Neanderthal dan 

Homo sapiens kuno juga kesulitan berbicara sembunyi-sembunyi 

di belakang temannya—kemampuan yang kebanyakan berisi 

untuk menjelek-jelekkan orang lain nyatanya penting untuk 

kerja sama dalam kawanan dengan jumlah besar. Keterampilan 

linguistik yang didapat Sapiens modern sekitar tujuh puluh 

milenium lalu memungkinkan mereka bergosip selama berjam-

jam. Informasi tepercaya tentang siapa yang bisa dipercaya 



4. Patung gading “manusia-

singa” (atau “perempuan singa”) 

dari Gua Stadel di Jerman 

(32.000 tahun lalu). Tubuhnya 

manusia, namun  kepalanya 

singa. Ini yaitu  salah satu 

contoh tak terbantahkan dari 

seni, dan mungkin agama, dan 

kemampuan pikiran manusia 

untuk membayangkan sesuatu 

yang tidak ada.


 

berarti bahwa kawanan-kawanan kecil bisa membesar menjadi 

kelompok-kelompok besar, dan Sapiens bisa mengembangkan 

jenis kerja sama yang lebih ketat dan lebih canggih.1

Teori gosip mungkin terdengar seperti lelucon, namun  sejumlah 

studi mendukungnya. Bahkan, kini mayoritas besar komunikasi 

manusia—entah itu dalam bentuk surel, percakapan telepon, 

atau kolom surat kabar—yaitu  gosip. Gosip muncul pada 

kita begitu alamiah sehingga tampak seakan-akan bahasa kita 

berevolusi untuk tujuan ini. Apakah Anda mengira para profesor 

sejarah berbincang tentang alasan Perang Dunia Pertama saat  

bertemu untuk makan siang, atau bahwa para ahli fisika nuklir 

menghabiskan waktu rehat minum kopi mereka dalam konferensi 

saintifik untuk membicarakan tentang partikel-partikel atom? 

Terkadang ya. Namun, lebih sering, mereka bergosip tentang 

profesor yang memergoki suaminya berselingkuh, pertengkaran 

antara ketua jurusan dan dekan, atau rumor-rumor bahwa seorang 

kolega memakai  dana riset untuk membeli Lexus. Gosip 

biasanya fokus pada kesalahan. Para pencinta rumor yaitu  pilar 

keempat asli, yakni para jurnalis yang menginformasikan kepada 

warga  tentang—dan sebab  itu melindungi warga  

dari—penipuan dan para pembonceng.

Sangat mungkin, teori gosip dan teori ada-singa-dekat-sungai 

keduanya valid. Namun, ciri unik sejati dari bahasa kita bukanlah 

kemampuanya meneruskan informasi tentang manusia dan singa, 

melainkan kemampuannya meneruskan informasi tentang hal-hal 

yang tidak tampak sama sekali. Sejauh yang kita tahu, hanya 

Sapiens yang bisa berbicara tentang segala jenis entitas yang 

belum mereka lihat, sentuh, atau endus.

Legenda, mitos, Tuhan, dan agama muncul kali pertama 

dengan kehadiran Revolusi Kognitif. Banyak binantang dan 

spesies manusia sebelumnya bisa mengatakan, “Hati-hati! Ada 

singa!” Berkat Revolusi Kognitif, Homo sapiens memperoleh 

kamampuan untuk mengatakan, “Singa yaitu  penjaga arwah 

suku kita”. Kemampuan untuk berbicara tentang fiksi ini yaitu  

ciri yang paling unik dari bahasa Sapiens.

Relatif mudah untuk menyepakati bahwa hanya Homo 

sapiens yang bisa berbicara tentang hal-hal yang benar-benar 

tidak nyata, dan meyakini enam hal mustahil sebelum sarapan. 

Anda tidak bisa meyakinkan seekor monyet untuk memberimu 

sebuah pisang dengan menjanjikan pisang dalam jumlah tak 

terbatas setelah kematian di surga monyet. Namun, mengapa 

itu penting? Bagaimanapun, fiksi bisa menjadi penyesatan dan 

pengasingan yang berbahaya. Orang yang pergi ke hutan untuk 

mencari peri dan kuda terbang tampaknya akan punya peluang 

lebih kecil untuk bertahan ketimbang orang-orang yang pergi 

untuk mencari jamur dan rusa. Dan, jika Anda menghabiskan 

waktu selama berjam-jam untuk berdoa pada arwah penjaga yang 

tidak nyata, apakah Anda membuang-buang waktu percuma, 

waktu yang lebih baik dipakai  untuk mencari makan, berkelahi, 

dan berzina? 

namun  fiksi memungkinkan kita bukan hanya 

membayangkan sesuatu, melainkan juga melakukannya secara 

kolektif. Kita bisa mengabaikan mitos umum seperti kisah 

penciptaan dalam kitab suci, mitos Masa Impian penduduk 

Aborigin Australia, dan mitos nasionalis tentang negara-negara 

modern. Mitos semacam itu memberi Sapiens kemampuan 

yang belum ada sebelumnya untuk bekerja sama secara fleksibel 

dalam jumlah yang besar. Semut dan lebah juga mampu bekerja 

sama dalam jumlah besar, namun  mereka melakukannya dalam 

cara yang sangat kaku dan hanya dengan kerabat terdekatnya. 

Serigala dan simpanse bekerja sama jauh lebih fleksibel ketimbang 

semut, namun  mereka melakukannya hanya dengan individu 

dalam jumlah kecil yang mereka kenal sangat akrab. Sapiens 

bisa bekerja sama dalam cara yang jauh lebih fleksibel secara 

ekstrem dengan orang asing dalam jumlah tak terbatas. Itulah 

mengapa Sapiens menguasai dunia, sementara semut makan 

sisa-sisa kita, dan simpanse terkunci di kebun-kebun binatang 

dan laboratorium riset.

Legenda Peugeot

Sepupu kita simpanse biasanya hidup dalam kawanan-kawanan 

kecil berisi beberapa puluh individu. Mereka membentuk 

pertemanan dekat, berburu bersama, dan berjuang bahu-membahu 

melawan babon, cheetah, dan simpanse-simpanse musuh. Struktur 

sosial mereka cenderung hierarkis. Anggota dominan, yang hampir 

selalu jantan, biasa disebut “jantan alfa”. Pejantan-pejantan lain 

dan para betinanya tunduk kepada jantan alfa dengan merunduk 

di hadapannya sambil mengeluarkan suara-suara dengkur, tak 

ubahnya manusia yang membungkuk di hadapan seorang raja. 

Jantan alfa berjuang keras untuk mempertahankan harmoni 

sosial dalam kawanannya. saat  dua individu berkelahi, ia 

akan mengintervensi dan menghentikan tindak kekerasan. Tanpa 

ampun, ia mungkin memonopoli secara istimewa makanan idaman 

dan mencegah pejantan kelas bawah mengencani betina.

saat  dua pejantan berkelahi untuk posisi alfa, mereka 

biasanya melakukannya dengan membentuk koalisi pendukung 

yang besar, baik jantan maupun betina, dari dalam kelompoknya. 

Ikatan di antara anggota-anggota koalisi didasarkan pada kontak 

kesehariannya—pelukan, sentuhan ciuman, pembersihan tubuh, 

dan dukungan timbal balik. Sebagaimana manusia, politisi 

dalam kampanye pemilihan umum berkeliling untuk berjabat 

tangan dan mencium bayi, begitu pula simpanse yang berminat 

menduduki posisi puncak menghabiskan banyak waktu untuk 

memeluk, menepuk punggung, dan mencium bayi simpanse. 

Jantan alfa yang menang biasanya bukan sebab  kuat secara fisik, 

melainkan sebab  ia memimpin koalisi yang besar dan stabil. 

Koalisi memainkan peran penting tidak hanya selama perebutan 

posisi alfa, namun  juga dalam hampir seluruh aktivitas sehari-hari. 

Para anggota koalisi menghabiskan lebih banyak waktu bersama, 

berbagi makanan, dan membantu temannya yang kesulitan.

Ada batas yang tegas ukuran kelompok yang bisa dibentuk 

dan bertahan dengan cara itu. Agar berfungsi, semua anggota 

kelompok harus saling mengenal secara intim. Dua simpanse 

yang tidak pernah bertemu, tidak pernah berkelahi, dan tidak 

pernah terlibat dalam saling membersihkan badan tidak akan tahu 

apakah mereka bisa saling percaya, dan mana di antara mereka 

yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam kondisi alamiah, satu 

kawanan simpanse biasanya beranggotakan sekitar dua puluh 

sampai lima puluh individu. saat  jumlah simpanse dalam 

satu kelompok meningkat, keteraturan sosial goyah, akhirnya 

mengarah ke perpecahan dan pembentukan kawanan baru oleh 

sebagian anggota dalam kelompok itu. Hanya dalam kasus yang 

sangat sedikit, para ahli binatang mengamati kelompok-kelompok 

yang lebih besar dari seratus simpanse. Kelompok-kelompok 

simpanse jarang yang bekerja sama, dan cenderung bersaing untuk 

teritori dan makanan. Para periset telah mendokumentasikan 

perang panjang antarkelompok, dan bahkan dalam satu kasus 

aktivitas “genosida” terjadi, yang di dalamnya satu kawanan 

secara sistematis membantai sebagian besar anggota kawanan lain.2

Pola-pola serupa mungkin mendominasi kehidupan sosial 

manusia awal, termasuk Homo sapiens kuno. Manusia, seperti 

simpanse, memiliki naluri sosial yang memungkinkan para 

leluhur kita membentuk pertemanan dan hierarki, dan memburu 

atau berkelahi bersama-sama. Namun, sebagaimana naluri sosial 

simpanse, manusia-manusia itu teradaptasi hanya untuk kelompok 

intim kecil. saat  kelompok tumbuh terlalu besar, keteraturan 

sosialnya goyah dan kelompok terpecah. Andaipun satu lembah 

subur bisa menghidupi 500 Sapiens kuno, tidak mungkin begitu 

banyak orang asing bisa hidup bersama-sama. Bagaimana mereka 

menyepakati siapa yang menjadi pemimpin, siapa yang harus 

memburu di mana, atau siapa yang berpasangan dengan siapa? 

Dengan munculnya Revolusi Kognitif, gosip membantu Homo 

sapiens membentuk kawanan yang lebih besar dan lebih stabil. 

Namun, bahkan gosip pun punya keterbatasan. Riset dalam 

bidang sosiologi telah menunjukkan bahwa maksimum ukuran 

“alamiah” yang diikat oleh gosip yaitu  sekitar 150 individu. 

Sebagian besar anggota tidak mungkin bisa mengenal secara intim, 

atau menggosip secara efektif tentang lebih dari 150 anggota.

Bahkan, pada masa kini, ambang batas kritis organisasi 

manusia jatuh pada kisaran angka ajaib ini. Di bawah ambang 

batas ini, komunitas, bisnis, jaringan sosial, dan kesatuan militer 

bisa mempertahankan diri yang didasarkan terutama pada 

perkenalan intim dan kegandrungan rumor. Tak dibutuhkan 

pangkat formal, jabatan, dan Artikel  aturan untuk menjaga 

ketertiban.3 Satu peleton yang berisi tiga puluh tentara atau 

bahkan satu kompi berisi seratus tentara bisa berfungsi baik 

atas dasar hubungan akrab, dengan disiplin formal yang minim. 

Seorang sersan yang sangat dihormati bisa menjadi “raja kompi” 

dan menegakkan otoritasnya, bahkan kepada seorang opsir yang 

bertugas. Satu bisnis keluarga bisa bertahan dan berkembang tanpa 

dewan direktur, seorang CEO atau satu departemen akunting. 

Namun, begitu ambang batas 150 orang terlampaui, keadaannya 

tidak bisa begitu lagi. Anda tidak bisa menjalankan satu divisi 

dengan ribuan tentara seperti Anda memimpin satu peleton. 

Bisnis keluarga yang sukses biasanya menghadapi krisis saat  

tumbuh lebih besar dan mempekerjakan lebih banyak personel. 

Jika tak bisa memperbarui diri, perusahaan itu akan pecah.

Bagaimana bisa Homo sapiens berhasil melampaui ambang 

batas kritis ini, yang pada akhirnya mendirikan kota-kota 

berpenduduk puluhan ribu penghuni dan imperium yang 

menguasai ratusan juta orang? Rahasianya mungkin yaitu  

munculnya fiksi tadi. Orang asing dalam jumlah besar bisa 

bekerja sama dengan sukses dengan meyakini mitos bersama.

Setiap kerja sama manusia dalam skala besar—entah itu 

negara modern, gereja abad pertengahan, kota kuno, atau 

suku kuno—berakar pada mitos bersama yang muncul hanya 

pada imajinasi kolektif orang-orang. Gereja berakar pada mitos 

religius bersama. Dua orang Katolik yang tidak pernah saling 

bertemu bisa bersama-sama dalam Perang Salib atau menggalang 

dana untuk membangun rumah sakit sebab  mereka sama-sama 

yakin bahwa Tuhan berinkarnasi dalam daging manusia dan 

memungkinkan Dirinya disalib untuk menebus dosa-dosa kita. 

Negara berakar dari mitos kebangsaan bersama. Dua orang Serbia 

yang tidak saling bertemu mempertaruhkan nyawa untuk saling 

menyelamatkan sebab  keduanya yakin akan keberadaan negara 

Serbia, tanah air Serbia, dan bandara Serbia. Sistem pengadilan 

berakar dari mitos hukum bersama. Dua pengacara yang tidak 

pernah saling bertemu bisa menyatukan upaya membela orang 

yang benar-benar asing sebab  mereka percaya pada eksistensi 

hukum, keadilan, hak-hak asasi manusia—dan uang yang 

dibayarkan sebagai upah.

Meskipun demikian, hal-hal ini muncul di luar cerita-cerita 

yang ditemukan dan diceritakan orang ke orang lain. Tak ada 

Tuhan di alam semesta, tak ada negara, tak ada uang, tak ada 

hak asasi manusia, tak ada hukum, tak ada keadilan di luar 

imajinasi umum makhluk manusia.

Orang dengan mudah memahami bahwa manusia “primitif ” 

merekatkan keteraturan sosial dengan meyakini adanya hantu 

dan arwah, dan berkumpul setiap bulan purnama untuk menari 

bersama di sekitar api unggun. Apa yang tak bisa mereka apresiasi 

yaitu  bahwa institusi-institusi modern kita berfungsi benar-benar 

atas dasar yang sama. Ambil contoh, dunia korporasi bisnis. 

Orang-orang bisnis modern dan para pengacara sesungguhnya 

yaitu  dukun-dukun hebat. Perbedaan prinsip antara mereka dan 

suku pedalaman terasing yaitu  bahwa para pengacara modern 

menceritakan kisah yang jauh lebih aneh. Legenda Peugeot 

memberi kita contoh yang bagus.

Sebuah ikon yang agak mirip manusia singa Stadel muncul 

pada masa kini di mobil, truk, dan sepeda motor dari Paris 

sampai Sydney. Itulah hiasan kap yang menghiasi kendaraan 

buatan Peugeot, salah satu pabrikan mobil tertua dan terbesar 

di Eropa. Peugeot bermula dari sebuah bisnis keluarga kecil 

di Desa Valentigney, hanya sekitar 300 kilometer dari Stadel. 

Kini perusahaan itu mempekerjakan sekitar 200 ribu orang di 

seluruh dunia, sebagian besar yaitu  orang-orang yang asing 

satu sama lain. Orang-orang asing itu bekerja sama begitu efektif 

sehingga pada 2008 Peugeot bisa memproduksi lebih dari 1,5 

juta kendaraan, menghasilkan pendapatan sekitar 55 miliar euro.

5. Singa Peugeot

Dengan cara bagaimana kita bisa mengatakan bahwa 

Peugeot SA (nama resmi perusahaan itu) mampu eksis? Ada 

banyak kendaraan Peugeot, memang, namun  itu semua bukanlah 

perusahaannya. Sekalipun jika setiap kendaraan Peugeot di 

dunia secara bersamaan dirongsokkan dan dijual sebagai besi 

tua, Peugeot SA tidak akan hilang. Ia akan terus memproduksi 

mobil baru dan menerbitkan laporan tahunan. Perusahaan itu 

memiliki pabrik-pabrik, mesin-mesin, dan rumah-rumah pamer, 

serta mempekerjakan pegawai-pegawai mekanik, akuntan, dan 

sekretaris, namun  semua itu bersama-sama bukan pembentuk 

Peugeot. Sebuah bencana mungkin membunuh setiap pegawai 

Peugeot, dan kemudian menghancurkan semua jalur perakitan 

dan kantor-kantor eksekutifnya. Sekalipun dalam keadaan 

seperti itu, perusahaan bisa meminjam uang, mempekerjakan 

pegawai-pegawai baru, membangun pabrik-pabrik baru, namun  

tetap itu bukan merupakan perusahaannya. Semua manajer bisa 

saja dipecat dan seluruh sahamnya dijual, namun  perusahaan itu 

tetap akan utuh.

Ini tidak berarti bahwa Peugeot SA kebal atau tak bisa 

mati. Jika seorang hakim memutuskan pembubaran perusahaan, 

pabrik-pabriknya akan tetap berdiri dan para pekerja, akuntan-

akuntan, para manajer, dan para pemegang sahamnya akan tetap 

hidup—namun  Peugeot SA akan lenyap sesaat . Singkatnya, 

Peugeot SA tampaknya tidak memiliki koneksi esensial dengan 

dunia fisik. Apakah ia benar-benar ada?

Peugeot yaitu  isapan jempol dari imajinasi kolektif kita. 

Para pengacara menyebut ini sebagai “fiksi legal”. Ia tidak bisa 

ditunjuk bukan barang fisik. Namun, ia ada sebagai entitas legal. 

Seperti halnya Anda dan saya, ia diikat oleh hukum negara-

negara tempat ia beroperasi. Ia bisa membuka rekening bank 

dan memiliki properti. Ia membayar pajak, dan ia bisa dituntut 

dan bahkan diadili terpisah dari orang mana pun yang memiliki 

atau bekerja untuknya.

Peugeot milik sebuah genre fiksi legal khusus yang disebut 

“perusahaan liabilitas terbatas”. Ide di balik perusahaan-perusahaan 

seperti itu merupakan sebagian dari penemuan paling asli manusia. 

Homo sapiens hidup selama beribu-ribu tahun tanpa itu. Sepanjang 

sebagian besar sejarah yang tercatat, properti hanya bisa dimiliki 

oleh daging-dan-darah manusia, jenis yang berdiri di atas dua 

kaki dan punya otak besar. Jika pada abad ke-13 France Jean 

mendirikan bengkel pembuat kereta, dia sendirilah bisnisnya. Jika 

sebuah kereta yang dia buat rusak sepekan setelah pembuatan, 

pembeli yang sewot akan menuntut Jean secara pribadi. Jika Jean 

sudah meminjam 1.000 koin emas untuk mendirikan bengkelnya 

dan bisnis itu gagal, dia harus membayar kembali utangnya dengan 

menjual properti pribadinya—rumah, sapi, tanah. Dia mungkin 

bahkan harus menjual anak-anaknya sebagai tebusan. Jika dia 

tidak bisa membayar utang, dia bisa dijebloskan ke penjara oleh 

negara atau diperbudak oleh pemberi kredit. Dia sepenuhnya bisa 

dimintai pertanggungjawaban, tanpa batas, atas seluruh kewajiban 

yang ditimbulkan oleh bengkelnya.

Jika hidup pada masa itu, Anda m