an kepustakaan historiografi Seriwidjaja
selama 82 tahun dizaman t era chi r ini dapat kita bagi dalam empat
zaman, jang tiap-tiap zaman menandakan watak penjelidikan jang
berwarna chusus. Zaman itu jalali:
I. Zaman-perintisan menjusun ilmu pengetahuan negara Seriwidja
ja sedjak 1876 sampai 1918 dengan memadjukan balian jang
hampir tak ada perhubungannja satu dengan lain.
II. Zanuin-persatuan sedjak 1918 sampai 1928 jang dimulai dengan
terbitnja karangan G. Coedes, jang memberi kerangka persatuan
bagi kekuasaan Seriwidjaja-Sjailendera.
III. Zaman-perpetjahan sedjak 1929 sampai 1945 jang mengenal
beberapa karangan-karangan dizaman kolonial Belanda dengan
mendjadikan kerangka-persatuan pada zaman kedua djadi
susunan perpetjahan atas beberapa kekuasaan negara.
IV. Zaman-kemerdekaan sedjak 1945 sampai kini tahun 1962 jang
dalam penjelidikan sedjarah Indonesia memperhitungkan penin-
djauan balian lama dan baru serta hasil penjelidikan ilmiali
jang lama dan baru dengan mempergunakan pula ilmu-ketata-
negaraan Indonesia dalam rangka sedjarah-nasional serta dengan
mengutamakan faktor kemerdekaan nasional dalam pembentuk-
an negara-negara Indonesia.
I. Zaman-perintisan
1876 — 1918
Adapun perkembangan negara Seriwidjaja jang begitu pesatnja
dalam zaman kedua 1918— 1928 adalah dimungkinkan oleh
penjelidikan pendahuluan oleh sardjana Beal, jang dengan tegas
menjatakan bahwa negara Che-li Fo-Che jang paling tua terletak
173
disisi Sungai Musi dekat kota Pelembang; oleh sardjana Groeneveldt
(Notes on the Malay Archipelago and Malacca compiled from
Chinese Sources dalam VBG, 1876; djilid 39); oleh Dr Brandes-
Bhandarkar tentang pertulisan Kalasan bertardch 700 Sjaka: Een
Nagari-opschrift gevonden tusschen Kalasan en Prambanan; 1886;
dan dengan berkepala ”A Sanskrit Inscription from Central Java” .
Pengalaman dan pendapat ulama I-tsing jang datang berkundjung
pada penghabisan Abad VII ketanah Seriwidjaja disalin oleh
Chavannes (Les religeux eminents qui allerent chercher la loi dans
les pays d? Occident, Memoires compose a Vepoque de la grande
dynastie T’ang par I-tsing) dan oleh sardjana Djepang J. Takakusu
kedalam bahasa Inggeris (A record of the Buddhist religion as prac
tised in India and the Malay Archipelago; A.D. 671 — 695, by I-
tsing, Oxford, 1896).
Dalam Abad XX sebelum Coedes menjiarkan hasil penjelidikan-
nja, maka adalah empat orang sardjana menulis karangan jang
berharga: Paul Pelliot (Deux itineraires de Chine en Inde a la fin
du VHIe siecle) G. Ferrand (Relations de voyages et textes geo-
graphiques arabes, persans et truks relatifs a l ’Extrcme Orient
(1913 — 1914).
Pada tahun 1913 disiarkan oleh orientalis besar Prof. H. Kern
salinan pertulisan Kota Kapur jang menjebutkan negara kedatuan
Seriwidjaja dengan bertarich Masehi 686 dan tertulis dalam bahasa
Indonesia-lama, jang pada waktu itu belum diketahui benar hubung-
annja dengan bahasa Indonesia-baru. Dan tiga tahun sesudah itu
pada 1916 Dr. N.J. Krom menjiarkan salinan pertulisan Melaju
dengan bertarich 1286 dengan berkepala „Een Sumatraansche
Inscriptie van Koning Kertanegara” . Dengan demikian maka
Sumatera-Selatan dan Sumatera-Tengah lalu masuk penjelidikan
sedjarah seluruh Indonesia.
II. Zaman-persatuan
1918 — 1928
Di dahulu i oleh beberapa karangan pada zaman pertama sedjak
penghabisan Abad X IX dan sampai kepermulaan abad X X jang
lerpisah-pisah tanpa hubungan antara satu dengan jang lain, maka
dalam zaman kedua antara 1918 dan 1928 penjelidikan sedjarah
Seriwidjaja berturut-turut menerbitkan karangan jang serentak
menjatakan berkuasanja negara Seriwidjaja diwilajah Asia Tenggara
dengan menjebutkan nama bangsa Sjailendera sebagai dinasti jang
mendjalankan putjuk pemerintahan.
Sardjana jang menjumbangkan hasil penjelidikan dalam zaman
kedua jang kadang-kadang berupa ilham semangat Latin jang ber
harga adalah dipelopori oleh dua orang 6ardjana Perantjis.
174
I
George Coedes, penemu kedatuan Seriwidjaja, dan penulis pada
tahun 1918 karangan ” Le royaume de Qrivijaya” jang kini telah
mendjadi masjhur dan klassik. Kemudian N.J. Krom, penulis naskah
„Hindoe-Javaansche Geschiedenis” jang terkenal dan mengutjapkan
pidato lantikan ketika akan mendjadi guru-besar di Universitas
Leiden „D e Sumatraansche periode der Javaansche geschiedenis” ;
lagi pula karangan Gabriel Ferrand untuk menjambut ilham Coedes
1918; dan pada 1919 itu djuga sardjana J. Ph. Vogel menulis „Het
Koninkrijk Qrivijaya” jang membahas karangan G. Coedes tersebut
diatas dengan mempergunakan Piagam-raja Seriwidjaja dikota
Leiden.
Setahun sesudah itu, maka sardjana Inggeris C.O. Blagden me
nulis ’ ’The Empire of the Maharadja, King of the Mountains and
Lord of the Isles” ; tiga tahun sesudah penjiaran karangan Coedes
diatas, maka pada tahun 1922 sardjana Gabriel Ferrand, ahli bahasa
Malagasi dan seorang diplomat bertingkat Ministre Plenipotentiaire,
mengumpulkan segala bahan sedjarah Seriwidjaja dalam suatu naskah
”L’Empire Sumatranais de Qrivijaya” , jang dibaktikamija sebagai
kenang-kenangan kepada mahaguru H. Kem jang pemah menjalin
pertulisan Kota Kapur pada tahun 1913, walaupun dengan tidak
mengenai bahasa Indonesia-lama jang dipergimakan dalam tulisan
itu.
Zaman kedua ditutup dengan terbitnja naskah sedjarah Hindoe-
Javaansche Geschiedenis (1926), karangan guru besar N.J. Krom,
jang membentangkan turun-naiknja kekuasaan Seriwidjaja dalam
naskah sedjarah Djawa-Hindoe jang berisi Bab V tentang „De Qai-
lendra-tijd” .
Djika selama zaman kedua beberapa karangan penting diterbit-
kan, terutama berhubungan dengan penggalian mahabiara di
Nalanda dan penemuan artja-artja Indonesia dan sebuah pertulisan
berbahasa Sangsekerta dengan menjebutkan nama Maharadja
Balaputera-dewa, kepala negara Seriwidjaja dipulau Sumatera dan
turunan Sjailendera dipulau Djawa. Karangan itu ditulis oleh
Hirananda Sastri berkepala ’ ’The Nalanda copperplate of Devapala-
deva (1924). Dari karangan itu Dr. F.D.K. Bosch mengambil bahan
untuk karangannja „jEen Oorkonde van het Groote Klooster te
Nalanda” ; sardjana itu djua menjalin pertulisan Kelurak.
Penjelidikan sedjarah dalam zaman kedua, 1919 — 1928, menim-
bulkan hasil jang meluaskan bidang pemeriksaan, djauh lebih luas
dari pada sebelum tahun 1918 jang hanja mengenai setjara ilmiah
sedjarah negara Singasari-Madjapahit berkat pembahasan dan
salinan Pararaton oleh Dr. Brandes dan Negarakertagama karangan
pudjangga Prapantja oleh Dr. H. Kern.
175
Penulis sedjarah Indonesia sebelum tahun. 1918 seolah-olah ter-
paksa bersifat Djawa-centris, dan berkat karangan Coedes-Krom-
Ferrand dapatlah aliran itu dalam zaman kedua diarahkan dan
dikerahkan mendjadi bersifat Indonesia-centris. Dalam melakukan
penjelidikan itu tidaklah dipergunakan ihnu pengetahuan geografi-
ekonomi dan hukum-adat ketatanegaraan Indonesia.
III. Zaman-perpetjahan
1929 — 1945
Sesudah suasana musim barat dalam zaman kedua maka datang-
lah musim pantjaroba penjelidikan sedjarah, jang bermula sedjak
tahun 1929 tetapi karena petjahnja perang dunia II mendjadi ber-
larut-larut sampai kehari Proklamasi 1945.
Reaksi pertama dalam musim kemarau berupa tan tangan murid
kepada guru. Pada tahun 1929 Dr W.F. Stutterheim, direktur sekolah
A.M.S. dikota Solo, menulis naskah ” A Javanese period in Sumatran
H i s t o r y Nama dan isi naskah itu dengan djelas menghantam guru
besar Krom jang berpidato sepuluh tahun jang lampau berkepala
„De Sumatraansche periode der Javaansche Geschiedenis,^
Berketjamuklah para sardjana Seriwidjaja dibidang penulisan
sedjarah Indonesia. Krom berdiam diri. Tetapi dalam tahun. 1929
itu djua Dr. F.D.K. Bosch membitjarakan naskah Dr. Stutterheim
tersebut dengan tenant.
Bosch menolak pendapat Stutterheim, bahwa Ratu Sendjaja jalah
Rakai Panangkaran menurut penulisan Kalasan dan Kedu, sedang
kan Sendjaja menurut pertulisan Tjanggal tak mungkin pula, sama
dengan orang Sjailendera bernama Wirawairimatliana menurut 'per
tulisan Nalanda. Angka-angka tarich tak mungkin memberi kesama-
an jang dimadjukan Dr. Stutterheim. Dr. Bosch berkata: dat Sch.
er niet is geslaagd den titel van zijn geschrift waar te maken.
Pertjobaan Dr. Stutterheim hendak menjamakan kekuasaan radja-
kula Sjailendera dengan kekuasaan keradjaan. Mataram dengan
memutuskan hubungannja dengan. negara Seriwidjaja dianggap
gagal, karena tak beralasan jang dapat diterima atau masuk akal
kata Bosch. Pendapat atau tafsiran Dr. Stutterheim bahwa istilah
Qrnvijayecwarabhupati dan Criwijayendraraja menurut pertulisan
Vieng Sâ (Ligor) tidaklah berarti kepala-negara Seriwidjaja melain
kan radja Mataram dengan berkuasa atas Seriwidjaja, dianggap
sangatlah ditjari-tjari sekedar untuk membatja apa jang dikandung
hati, karena hendak menjesuaikan tafsiran dengan kepala karangan,
jang mendjadi pertandaan zaman bahwa angin Djawa-centris dalam
penjelidikan sedjarah Indonesia telah bertiup kembali dengan
menghantam pendapat Coedes-Krom-Ferrand pada permulaan
176
zaman kedua, 1918 — 1919. Dr. Bosch menghubungkan kedua istilah
Yieng Sa QrTivijayantpati itu dengan istilah Suwarnadwipadhimaha-
raja dalam pertulisan Nalanda, jang setjara biasa tanpa ditjari-tjari
berarti: Maharadja Seriwidjaja atas Pulau Emas (Sumatera).
Berkatalali Bosch: Maar belialve dat St.’s interpretatie vastloopt op
taalkundige klippen, moet zijn bovendien schipreuk lijden op de
politieke verhoudingen. Tetapi diakui oleh sardjana Bosch, bahwa
karangan Dr. Stutterlieim sekali lagi membulatkan dan menadjam-
kan perhatian dunia kesardjanaan terhadap soal Seriwidjaja-
Sjailendera, dan „dat de algemeen aanvaarde verklaringen ten slotte
niet nicer dan gissingen zijn waartegenover met succes ook andere
gissingen verdedigd kunnen worden” .
Dalam zaman pantjaroba 1929 — 1945 maka keruntuhan susunan
negara Seriwidjaja diatas kertas, seperti dibina dan dibela oleh
Coedes-Krom-Bosch-Ferraud dan dihantam oleh Sutterheim, men-
tjapai puntjaknja pada tahun 1937 ketika Ir. J.L. Moens menjiarkan
karangannja „CrTvijaya, Yava en Kataha” . Dengan mempergunakan
ilmu geografi lama dan baru, maka Moens membedakan dalam
karangannja kekuasaan-kekuasaan Seriwidjaja, Yawa, Sjailendera
dan Kataha.
Seriwidjaja, katanja tidak pern ah berpusat dikota Pelembang
melainkan mula-mulanja dalam abad YII berpusat di Kelantan
(Semandjung Melaju sebelali timur) dengan bernama Cheli-fo-che,
jang kemudian berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus.
Usianja kekuasaan Seriwidjaja II (het Sumatraansclie Crlvijaya,
kata Moens) hanjalah dua abad, jaitu dari abad YII sampai abad
IX. Menurut pendapat Moens maka Sjailendera jalah nama negara
(het ^ailendera-rijk Sanfo T ’si, katanja), dan radjakula Sjailendera
dibentuk di Djawa Tengah oleh dinasti dari kota Pelembang sebagai
tanah Melaju, jang diserang oleh Seriwidjaja II pada tahun 683.
Disanalah Sjailendera mendirikan tjandi Barabudur dan Kalasan.
Antara tahun 871—'890 Sjailendera dari Suwarnadwipa (jaitu
Kataha-Kedaru) menjerang Seriwidjaja di Muara Takus, jang oleh
sebab itu lalu berpindah kepulau Djawa dan bersatu dengan kekua
saan Sendjaja menentang Kataha-Kedaru.
Selandjutnja Balaputera jalah radja Sjailendera dari Suwarna
dwipa (Kataha-Kedaru) jang membentuk keradjaan San-fot’si-
Zabaj dan jang mendirikan biara di Nalanda. Sesudah taliun 860
dan dekat pada tahun 890 — kata Moens — kekuasaan Sjailendera
ditangan Balaputera berpindah dari Kedu ketanah Djohor, jaitu
diudjung Semandjung Melaju jang sekarang. Dari sanalah San-
fot’si atau Kataha II berkembang sampai kepenghabisan Abad XII
dengan berulang-ulang mengirimkan utusan. ketanah Tiongkok. Pada
tahun 1178 negara Kataha II diserang oleli Melaju dari Sumatera
Tengah.
177
150/B (12)
Tentang istilah Yava, Yavadvlpa, Jahadiou dan Chopo dikatakan
oleh Moens, bahwa pada mulanja nama-nama itu dilekatkan kepada
Semandjimg Melajn, jang pusatnja terletak di Malaka (Yavadvipa),
Ligor (Yavakoti) dan Kedah (Chci-po), sedangkan Ligor djuga ber
nama Navadharmarajanagara (Na-founu). Penting bagi pengetahuan
sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera jalah pendapat Moens, bahwa
Sendjaja nenek-mojangnja berasal dari tanah Keling selatan (Kun-
djarakundja) dan berpindah ke-Kedah (C ho-po); pada tahun 724/8
Sendjaja clidesak berpindah oleh Seriwidjaja dari tempat itu dan
berpindah ketanah Djawa.
Disanalah Sendjaja pada tahun 732 mendirikan tjandi Mendut
dan tanda lingga di Gunung Wukir. Sedjak radja Belitung (898 —
910), maka barulah timbul nama Djawa, jang dipakai oleh turunan
dan ahli-waris Sendjaja dengan memperingati tanah-asal Yava
dvipa (Cho-po) ditanah Semandjung Melaju. Faktor geografi jang
dipergunakan oleh Moens merombak pembangunan Seriwidjaja
oleh arsitek-sedjarah Coedes-Krom-Ferrand pada zaman kedua.
Pada permulaan zaman ketiga itu dipersoalkan pula asal-usul
Sjailendera, diantaranja oleh Majumdar dalam karangannja „Les
rois Qailendera de Suwarnadvipa” dan oleh Briggs jang menulis
’ ’The origin of the Qailendera dynasti. Present status of the ques
tion” . Sebelum perang dunia II, pada tahun 1941, Bosch menulis
„De inscriptie van Ligor” dan dengan karangan itu masuklali kita
kedalam malapetaka dunia jang menglientikan penjelidikan sedjarah
Seriwidjaja, jang pada ketika itu sudah berupa katjau-balau men-
dekati keanarchian ilmu pengetahuan jang sungguli-sungguh tak
teratur lagi.
Djuga dalam zaman ketiga, jaitu sebelum perang dunia, diterbit-
kan tiga karangan jang berisi sumbangan berliarga bagi penjelidikan
Seriwidjaja. Dr. Bosch menulis karangan tentang pertulisan Kelurak,
Dr. B. Ch. Chaabra tentang ’ ’Expansion of Indo-Arvan Culture during
Pallava Rule, as evidenced bv inscriptions” dalam dan Dr. A.J.
Bemet Kempers tentang Bronzes of Nalanda and Hindu-Javane.-e art.
TV. Zaman-kemerdekaan
1945 __ 1962
Penjelidikan sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera pada zanian ke
empat bermula sedjak Proklarnasi 1945 dan berdjalan terus sainpai
kini dalam suasana kemerdekaan nasional. Berlakukah pembatjaan-
kembali seluruh hasil penjelidikan Seriwidjaja-Sjailendera pada
wa 'tu jang ^lampau sedjak tahun 1876 dengan melalui zanian
P®™tls (1876 1918), zaman pembentukan-persatuan (1918
1928), zaman-perpetjahan (1928— 1945) dan achirnja zaman-
178
kemerdekaan atau zaman-penjusunan kembali (reconstruction)
sedjak 1945 sampai kini, 1962. Maka dal am zaman keempat ini
kemerdekaan-nasional jang telah tertjapai mempengarulii penje
lidikan sedjarah, jang sekarang dapat berlaku dengan memperguna
kan bahan-baru dan hukum-adat tatanegara Indonesia. Terbukalah
kini sedjak 1945 kemungkinan mentjari pendapat baru tentang
riwajat Seriwidjaja-Sjailendera dalam rangka-kesatuan tatanegara
Indonesia jang bersifat Indonesia-centris.
Antara tahun 1945 dengan 1950 diterbitkan empat karangan jang
berhubungan dengan soal jang bersangkutan. Djago lama Prof. G.
Coedes menerbitkan naskah nja „Les Etats hindouises d’lndochinr el
d’Indonesie, 1943” jang menempatkau Seriwidjaja dalam raugka
sedjarah Asia Tenggara: dan sebuah karangan lagi tentang L<* Cai-
lendra „Trueur des heros ennemis” dalam naskah Bingkisaii Budi
untuk memuliakan Prof. Dr. van Rongkel. Karangan ini mendjelas-
kan, bahwa dalam pertulisan Ligor tersebut tidak seorang, melainkan
tiga orang radja jang berlainan: radja Sariiarimadav i m a than a
(Ligor) mengandung arti jang sama dengan Wairivaraviramardana
(Klurak) dan Viravairimathana iNalanda) jang ketiga-tigania di-
njatakan dengan tegas jalah anggota radjakula Sjailendera. Nama
radja jang lain, jaitu: JVisjnu dan seorang radja Seriwidjaja lagi.
Sebelum Coedes menjiarkan karangan diatas, maka Dr. "\ an Naers-
sen menulis ” The Cailendra Interregnum” dalam madjalah India
Antiqua jang mendjelaskan bahwa dalam pertulisan Kalasau (778)
tersebut tidaklah satu melainkan dua radjakula, jakni: Qailendra-
vansa, termasuk kedalamnja Radjasinga jang dengan para-guru Siai-
lendera, dan Sanjayavansa dengan beranggota Seri Maliaradja Rakai
Panangkaran, jang berkedudukan politik dan budaja dibawah
anggota radjakula pertama. Pemandangan van Naerssen, jang dahulu
telah pernah diandjurkan oleh Prof. Vogel memhuka pintu menud ju
kedjurusan penjelesaian masalah Seriwidjaja-Sjailendera. Menunggu
sadja lagi balian baru.
Dan balian baru itu datang dengan terbitnja karangan Prof. Dr.
J.G. de Casparis, pernah mendjadi guru besar dalam bahasa Sang-
sekerta dan sedjarah Indonesia lama pada P.T.P.G.-F.K.I.P. Malang,
fakultas pada Universitas Airlangga. Berturut-turut diterbitkan
Prasasti Indonesia I (1950) dan II (1956) sebagai terbitan Dinas
Purbakala Republik Indonesia. Dalam Prasasti Indonesia I, jang
berisi „Inscripties uit de Cailendra-tijd” , disalin dan dibahas per
tulisan Plumpungan, Ratu Baka, Karang Tengah, Gandasuli, Seri
Kehuluan I dan II, pertulisan ringkas pada tjandi B a r a b u d u r ,
Mendut, Sewu, Plaosan Lor dan Sadjiwan. Dalam naskah itu djuga
dibahas chronologi radja-radja Sjailendera dengan menindjau
salinan pertulisan diatas serta ditambahkan pertulisan Ligor B.
Kalasan, Kelurak, Plaosan dan Nalanda.
179
Prof. de Casparis dapat menemni tjandi Barabudur dalam pertu
lisan Indonesia, jaitu dalam prasasti Karang Tengah 824 (baris 8)
dengan nama Bhumi dagavidha (Bertingkataii sepuluh) dan dalam
prasasti Seri Kehuluan 842 dengan nama Kamulan Bhumisambhara
(baris 2 dan 3), jang disetudjui oleh Prof. Bosch.
JNjatalah sekarang, bahwa jang mendirikan tjandi Barabudur jaitu
radja Samaratungga anggota radjakula Sjailendera, jaitu ajahanda
Balaputeradewa jang mendjadi kepala-negara Seriwidjaja pada
penghabisan abad IX. Dalam Prasasti Indonesia II berisi ” Selected
Inscriptions from the 7th to the 9th century A . D jang menjalin
dan membahas bahan baru berupa pertulisan Telaga Batu, beberapa
pertulisan jang lain berasal dari Seriwidjaja di Sumatera Selatan,
pertulisan Bukatedja, dan sebuah pertulisan dari Ratu Baka dengan
bertarich 856 Masehi jang menjebutkan nama Balaputera dan Rakai
Pikatan. Sesudah karangan Coedes-Ferrand-Ivrom dalam zaman ke
dua, maka Prasasti Indonesia I dan II karangan de Casparis adalah
sumbangan jang paling berharga bagi penjelidikan sedjarah Indo
nesia bagian Seriwidjaja-Sjailendera dalain abad XX.
Pada tahun 1952 Prof. Dr. Poerbatjaraka menerbitkan naskah nja
Riwajat Indonesia djilid I (66 lialaman) jang berisi salinan perLulis-
an berbahasa Indonesia-lama: Kedukan Bukit 683, Talang Tua
684 dan Kota Kapur 686 kedalam bahasa Indonesia-baru dalam
Bab III tentang Sumatera (Melaju dan Seriwidjaja).
Perhubungan Seriwidjaja dengan Sjailendera tidaklah didapat
dalam naskah Prof. Dr. Poerbatjaraka itu, karena kitab Riwajat
Indonesia I berachir dengan kalimat: Dalam djilid jang menjusul
kita hendak kembali membitjarakan keradjaan QrTwidjaya dibawah
kekuasaan kula-warga Sjailendera. Sampai tahun 1962 maka djilid
kedua itu belum djuga lahir atau terbit.
Dalam tahun 1962 kita siarkan karangan ini, jan g m em u at hasil
pem batjaan kem bali tentang m enjatukan Seriw idjaja dan S ja ilen
dera dalam satu-kesatuan tatanegara Indonesia, ja itu jang satu ja lah
nama INegara sedangkan Sjailendera jalah nam a radjakula jan g
m enguasai Seriwidjaja.
Apabila kita turutkan perkembangan penjelidikan Seriwidjaja
dalam 86 tahun jang lampau, maka musim-seniinja terletak pada
tahun 1918 dan 1962 ketika Seriwidjaja terbina dalam suatu kesa
tuan hukum jang bernama negara kedatuan. Sesudah 1928 sampai
ketahun 194o berkuasa suasana anarchi dalam penjusun kembali
negara kedatuan Seriwidjaja. Persatuan kerangka jang telah tersusun
dalam penjusunan kemliali sampai kehari Proklamasi 1945 lalu
runtuli berpetjah-belah. Dibeda-bedakanlah bahwa Che-li-fo-che dan
San-fo-tsi adalah dua negara, sedangkan Seriwidjaja dan Sjailendera
180
adalah pula dua kekuasaan politik. Kesatuan-tatanegara jang tidak
diletakkan dalam rangka sedjarah nasional tidaklah sadja mendjadi
retak, melainkan sudah mendjadi rengkah.
Keadaan jang demikian itulali jang kita tindjau kembali, dengan
mempergunakan penemuan bahan bam sesudah perang dunia II,
dan penindjauan-kembali itu berlangsung dalam suasana baru dan
dengan tantangan zaman baru, jang mengenal faktor penting bagi
penjusunan sedjarah nasional, jaitu kemerdekaan bangsa jang hidup
liersatu dalam suatu negara berdaulat penuh.
181
BAGIAN II.
Penjusunan-kembali negara Seriwidjaja dibawah kekuasaan radjakula
Sjailendera dalam kerangka-kesatuan ketata- negara an Indonesia.
II.
PENJUSUNAN-KEMBALI NEGARA SERIWIDJAJA DIBAWAH
KEKUASAAN RADJAKULA SJAILENDERA DALAM
KERANGKA-KESATUAN KETATANEGARAAN INDONESIA
Isinja.
PASAL I
1. Penjelidikan Seriwidjaja sebagai satuan-hukum bernama negara.
2. Penjelidikan Sjailendera sebagai radjakula jang mengendalikan
pemerintahan Seriwidjaja dalam tatanegara Indonesia.
3. Empat dewasa dalam zaman Seriwidjaja (392 — 1406).
185
1. Penjelidikan Seriwidjaja sebagai satuan-hukum bernama negara.
226. Sekarang marilali kita tindjau Seriwidjaja sebagai susunan
tata-liukum jang kini dalam ilmu-pengetahuan bernama negara atau
the state dengan unsur-unsur hukum jang djelas dan mutlak.
Tindjauan dari sudut liukum-negara barulah mendjadi mungkin
setelah prasasti Telaga Batu, nama sebuah kampung disebelah hilir
kota Pelembang dipinggir laut Musi, dapat dibatja oleh ketadjaman
mata pembatja epigraaf, de Casparis, walaupun batu itu sebelum
perang dunia ke II dianggap telah litjin sama sekali, sedangkan
aksara pahatan rupa-rupanja telah liilang mendjadi kabur. Berkat
pembatjaan pertulisan Telaga Batu jang disebelah atas dilindungi
oleh ular sapta-sarpantaka jaitu naga berkepala tudjuh, maka dapat-
lah diketaliui susunan ketatanegaraan Seriwidjaja, karena pertulisan
Telaga Batu jang berbaliasa dan beraksara sama tuanja dengan
pertulisan Kedukan Bukit dan Kota Kapur masing-masing berta
rich 683 dan 686 Masehi, ternjata bahwa pertulisan itu memuat
konstitusi Seriwidjaja jang diabadikan diatas batu. Didalamnja dapat
dibatja tidaklah sadja istilah kedatuan melainkan djuga lebih
kurang 40 patali kata istilah hukum kebiasaan Indonesia, jang terta-
bur didalam 28 baris pertulisan konstitusi kedatuan Seriwidjaja.
Berlakunja konstitusi itu dikuatkan dengan sumpah sakti, baik
berupa antjaman hukuman ataupun berupa kutuk-sapata dalam hal
pelanggaran. Batu Konstitusi Seriwidjaja diatas dan batu Kedukan
Bukit jang memuat Proklarnasi pembentukan negara Seriwidjaja
bersama-sama dengan pertulisan Nalanda dari aliran sungai Gangga
dan pertulisan Karang Tengah dari tanah Kedu memberi bahan dan
pegangan teguh untuk menindjau kembali dan menjusun kembali
negara Seriwidjaja.
Demikian pula pertulisan Karang Tengah bertarich 824 Masehi,
pertulisan Gandasuli, pertulisan Ratu Baka berbaliasa Djawa-lama
jang bertarich Masehi 856, dengan langsung semuanja dapat dihu-
bungkan dengan pertulisan Nalanda, Ligor, Kelurak, Kalasan, Kota
Kapur, Kedukan Bukit dan Telaga Batu dan serentak memberi dasar
jang kuat bagi penjusunan kembali negara Seriwidjaja jang dikuasai
oleli radjakula Sjailendera dalam kerangka sedjarah Asia Tenggara
dibidang kekuasaan geopolitik, agama, ekonomi, lalu-lintas dan
kebudajaan. Apabila diperhatikan tjara menjelidiki sedjarah Seri
widjaja jang putjuk Pemerintahnja dikendalikan oleh anggota
turunan dinasti Sjailendera, maka hasil penjelidikan itu pada mula-
mulanja (1918-1928) memang dipandang dalam kerangka sedjarah
antara-nusa Indonesia, walaupun tidak dengan kesedaran dan dalam
hubungan antara negara Seriwidjaja dengan radjakula Sjailendera,
187
tetapi pada achirnja (1929-1945) menemui perpetjahan dengan ber-
tendens kembali kepada tindjauan sedjarah jang nusa-centris, sehing
ga terpisahlah negara Seriwidjaja dari radjakula Sjailendera dengan
berakibat seolah-olah berkuasanja dua negara jang bertentangan
satu dengan lain. Keadaan jang sedemikian ternjata berlawanan
dengan keadaan jang sebenamja.
Adalah tiga kekurangan penjelidikan Seriwidjaja dalam zaman
1918-1945: tidak mempergunakan ilmu pengetahuan geografi eko-
nomi, ilmu pengetahuan hukum-adat tatanegara Indonesia serta
tidak memperhitungkan faktor kemerdekaan nasional, tanpa bersan-
dar kepada tindjauan sedjarah nasional jang Indonesia-centris, dan
terlampau banjak berteori tanpa menindjau bahan baru. Setelali
bahan baru ditemui dan disiarkan pada ketika Republik Indonesia
telah hidup dalam suasana merdeka-berdaulat didalam liubungan
internasional, jang banjak sekali pengaruhnja kepada pembatjaan
kembali sedjarah Indonesia dan kepada pengartian terhadap sedja
rah bangsa-bangsa lain, maka mata sardjana sedjarah djuga men-
djadi lebih terbuka dan tampaklah bagaimana negara Tiongkok
dalam beribu tahun tetap merdeka-berdaulat, sedangkan kekuasaan
pemerintahan putjuk dikendalikan oleh rentengan dinasti seperti
Han, Liang, T ’ang, Sung, Yuen, Ming dan Ching, dan adanja negara
„Het Koninkrijk der Nederlanden” dibawah kekuasaan radjakula
Oranjehuis, dan lain-lain. Kelima-lima sjarat itu (bahan-baru;
geografi-ekonomi; hukum tatanegara; tindjauan antara nusa; dan
faktor kemerdekaan nasional) kami pergunakan dalam menindjau
kembali sedjarah Indonesia, dalam hal ini masuk zaman Seriwidjaja
dalam babakan kebangsaan. Hasil penjelidikan memberi kepuasan.
Tersusunlah kembali sedjarah Seriwidjaja, jang berbentuk
monarchi kedatuan dengan dimulai naskah Shilv-’rhking bertarich
Masehi 392 jang menjebutkan negara W idjaja = hho-ye dan berachir
dengan naskah Ming bertarich 1406 ketika kepala Seriwidjaja dengan
puteranja berangkat ketanah Tiongkok. Monarchi kedatuan Seriwi;
djaja bernama demikian, karena kepala negaranja jalah seorang
datu, dan itulah sebabnja maka negara kedatuan, sesuai dengan
peraturan djalan bahasa Austronesia, disalin kedalam bahasa lain
dengan pelbagai istilah Seri Maharadja; le royaume (Coedes);
Vempire (Ferrand); the empire (Blagden); het koninkrijk (Vogel)
dan keradjaan (Poerbatjaraka). Wilajah negara Seriwidjaja
dinamai djuga kedatuan (Bhumi, watak) jang terbagi atas daerah-
bagian (Mandala), jang dikepalai oleh seorang datu-mandala.
Susunan pemerintahan pusat dan pemerintahan mandala Seriwidjaja
disekeliling seorang datu-maharadja atau datu-mandala dapat
dibangun kembali dengan mempergunakan berpuluh-puluh istilah
hukum negara, jang dapat dibatja dalam pertulisan Kebun Kopi,
Telaga Batu, Nalanda, Kota Kapur, Karang Tengah, Ligor, Kalasan
188
dan Kelurak, seperti kata: tiga matjam radja-muda ( Yuvaraja,
pratiyuvaraja, rajakumara); nienteri negara (kumaramatya, catha-
bhata, adliikarana); panglima perang (Senapali); liakim ( dandana-
yaka); penguasa daerah (bhupati, rajaputra); pengurus buruh jang
hekerdja didarat atau dilaut (kayastha, sthapaka, vaniyaga, pratisara,
marsi haji, hulun haji).
Kepala negara Seriwidjaja disebut menurut istilah: datu, Seri
Maharadja, jang disalin kedalam bahasa Sangsekerta: criwijayan-
rpati; criwijayacwarabhupati, griivijayendraraja (Ligor) atau Su-
warnadwipadhimaharaja (Nalanda). Dengan demikian tjukuplah
empat sjarat negara: tudjuan kedjajaan. seperti tersimpul dalam
nama Seriwidjaja dan pada pertulisan Kedukan Bukit: Qrlvijaya-
jaya; daerah (kedatuan; bliumi, watak, mandala); Rakjat (Bangsa,
praja) dan pemerintahan pusat dan daerah. Djadi Seriwidjaja jalah
suatu negara jang berbentuk monarchi kedatuan.
Negara Seriwidjaja berdiri dibawah kekuasaan radjakula Sjailen
dera.
Dengan demikian berhasillah penjelidikan menetapkan dengan
mempergunakan hukum negara sebagai ilmu-pembantu, bahwa
Seriwidjaja mcntjukupi sjarat-sjarat negara sebagai satuan-hukum.
Sesudah menindjau Seriwidjaja sebagai negara, marilah kini kita
tindjau Sjailendera sebagai dinasti jang memegang kekuasaan.
2. Penjelidikan Sjailendera sebagai radjakula jang inengendalikan pe-
inerintahan Seriwidjaja dalam kerangka-kesatuan hukum-kebiasa
an tatanegara Indonesia.
Tidaklah dalam prasaran ini kita memadjukan perkembangan
Seriwidjaja dari abad IV sampai tahun 683 dan tentang asal-usul
dinasti Sjailendera sebelum abad VIII. Hal itu memerlukan penje
lidikan chusus, dengan menindjau kembali karangan-karangan
Majumdar, Briggs, Coedes dan lain-lainnja.
Radjakula jang mendjalankan pemerintahan bernama Sjailendera
( Qailendera-vansa) dan anggotanja Qailendera-vansatilaka. Istilah
ini tersebut dalam pertulisan Kalasan, Ligor, Nalanda, Kelurak dan
lain-lain. Maka asal usul bangsa Sjailendera telah diperiksa oleh
Majumdar, Coedes, Bosch dan de Casparis, jang mengirakan tempat
aslinja jaitu di India Selatan atau di Funan.
Kita tidak mcntjari tempat asalnja itu keluar Indonesia, melain
kan hanja meminta perhatian, bahwa dalam pemudjaan nenek-
mojang orang Indonesia melakukan pemudjaan „barang jang men-
djulang kelangit” (gimung, bukit, pohon, lingga, tiang, tunggak) dan
kepertjajaan ini adalah asli dan sesuai dengan kepertjajaan kesak
tian. Dalam istilah Sjailendera dan Malayu tersimpul pemudjaan
gunung atau bukit: sjaila, malai, gunung, giri dan prawata. Nama
189
Siguntang adalah ringkasan dari Si-gunung dapun-ta-hiang, seperti
sebagian tersebut dalam nama Dapunta-hiang, kepala negara ..ernvi-
djaja pada penghabisan abad VII. Radjakula Sjailendera jala 1
radjakula Indonesia asli, jang berurat kepada kepertjajaan Indone
sia sendiri.
Selandjutnja penjelidikan sedjarah mendapat kesimpulan bahwa
pemerintahan Seriwidjaja, baik dipusat ataupun diprovinsi diken-
dalikan oleh radjakula Sjailendera, sehingga ternjata hubungan
antara negara dengan pemerintahan, jang tak dapat dipisali-pisa 1-
kan. Kita memadjukan hanja beberapa alasan jang memperkuat
pendirian itu.
Pertama: Balaputera, jang berpindah dari Djawa ke-Sumatera
pada tahun 856, tetap mendjadi anggota radjakula Sjailendera, iai
ketika di Djawa Tengah sebelum tahun 856 ataupun sesudah tahun
itu ketika sudah mendjadi kepala negara Seriwidjaja dipulau VP'**
tera. Kesimpulan jalah: Sjailendera nama dinasti dan S ern w c ja ja
nama negara jang dikuasai oleh dinasti tersebut.
Kedua: Kepala Negara Seriwidjaja dinamai menurut pertulisan
Vieng Sa Qriwijayagivarabhupati, Qriwijayandraraja dan menurut
pertulisan Nalanda Suwarnadwipadhipamaharaja, dan dengan teeas
ternjata bahwa segala kepala negara ini j a l a h anggota c inas i
Sjailendera, sehingga menimbulkan kesimpulan jang sama pa a
angka perlama: Seriwidjaja jalah nama negara dan Sjai < nc era
nama dinasti jang memerintah Seriwidjaja.
Ketiga: Menurut Piagam Raja dikota Leiden maka anggota
radjakula Sjailendera bernama Marawidjaja-uttunggaivarman putera
Tjuda-maniivarman, mendjadi radja menguasai ICatalia an eri
widjaja, sehingga disini ternjata lagi hubungan antara negara c an
dinasti dalam kerangka-kesatuan tatanegara.
Keempat: Istilah Qailendra-vansu, Qailendraraja sama isi _̂a.n
maksudnja dengan istilah Radja-radja Melaju atau Ra< j a
Siguntang, karena dalamnja tersimpan pengartian Sjaila-malai-gu-
nung jang membawa hubungan jang sangat rapi antara naluri sec jâ
rah dengan kepertjajaan dan kesatuan tatanegara, itu pun lepas ar|
djawaban pertanjaan dimanakah letaknja dan apa jang dimaksuc
dengan Melayu atau Bukit Siguntang.
190
BAGIAN III.
SEDJARAH ZAMAN SERIWIDJAJA DALAM EMPAT DfiWASA
(392-1406 MASEHI).
BAGIAN in.
EMPAT DEWASA ZAMAN SERIWIDJAJA
(392-1406)
ISINJA:
A. Soal pembabakan zaman Seriwidjaja.
B. Empat dewasa (period) dalam zaman Seriwidjaja:
1. Dewasa terbit : 392-683
2. Dewasa tumbuli : 683-1180
3. Dewasa turun : 1180-1286
4. Dewasa tenggelam : 1286-1406.
A. Soal pembabakan zaman Seriwidjaja.
227. Kebulatan ketatanegaraan Seriwidjaja dan Sjailendera jang
dihasilkan penjelidikan sedjarah diatas, menimbulkan akibat bagi
penulisan sedjarah berupa ruangan waktu selama seribu tahun jang
diisi oleh sedjarah negara Seriwidjaja. Ruangan waktu itu ada awal
dan ada pula bagian achimja. Bagian awalnja terletak dalam
babakan kedua proto-sedjarah Indonesia, dan bagian achimja ter
letak dalam babakan ketiga bagian zaman Singasari-Madjapahit,
jaitu babakan-kebangsaan jang berachir pada tahun 1525.
Permulaan zaman Seriwidjaja dapat kita ambil abad IV pada
penghabisan proto-sedjarah Indonesia; naskah Tionghoa Sliih-’rh-yiu*
king jang ditardjamahkan dari bahasa Sangsekerta pada tahun 392
Masehi sudah menjebutkan keradjaan Widjaja ditengah lautan, jang
dinamai Cho’ye dan pada waktu itu diartikan kemenangan =
widjaja. Apabila nama jang lebih tua Cho’po atau Tu-po bagi salinan
Jaivaka = Sumatera-Djawa dari Abad III dari sumber Tionghoa
djuga kita singkirkan, maka dapatlah kita menetapkan adanja per
mulaan kekuasaan Seriwidjaja dalam abad IV, dan ini adalah
pemberita tentang Seriwidjaja jang paling tua.
Taricli jang paling muda bagi achirnja zaman Seriwidjaja, maka
kepustakaan masih dalam kebimbangan. Menurut Prof. Krom,
maka angka ± 1280 adalah tahun runtuhnja Seriwidjaja, jang
dinamainja „De ondergang van de groote mogendheid QrTwijaya”
atau „La Chute veritable de Qrlwijaya” . Angka itu menurut Coedes
adalah sebenarnja seratus tahun terlebih dahulu, karena menurut
pendapatnja segera sesudah tahun 1178 sudah berlangsung „la chute
du royaume de (^rlwijaya” . Djadi tahun runtuh atau djatuhnja
negara Indonesia jang pertama kurang pasti.
193
150/B (13)
Kemusjkilan itu bertambah sukar lagi, apabila kita petik peka-
baran dari babad Ming, jang menjatakan bahwa nama baru bagi
Seriwidjaja jalah Kieu-kiang, jang dibiasakan dipakai, setelah
Seriwidjaja pada perduaan pertama dalam abad X IV diduduki oleh
kekuasaan Madjapahit.
Kesukaran itu menurut pendapat kami bersumber kepada arti-
ketatanegaraan kota Pelembang, sebagai ibu-kota negara kedatuan
Seriwidjaja atau lianja sebagai pelabuhan belaka, jang sampai ke-
abad Proklamasi dalam hal sedemikian berperanan penting diluar
pulau Djawa. Pada tahun 1406 nama Seriwidjaja (San Fo-t’si) masili
terdengar dan dipakai, tetapi sesudah tahun 1406 nama itu hilang
tenggelam dari ingatan sedjarah tidak tersebut-sebut lagi. Sebab
itulah tahun penutup bagi zaman Seriwidjaja kita ambil tahun 1406.
Djadi sedjarah Seriwidjaja mengisi ruangan waktu Indonesia selama
1000 tahun lebih, sedjak sebelum 392 sampai 1406. Tahun awal dan
tahun achir itu ditentukan dengan memakai bahan kesusasteraan
Tiongkok. I
Menurut tindjauan Prof. A. Toynbee, maka naik-turunnja atau
timbul-tenggelamnja negara Seriwidjaja selama seribu tahun itu
dapat kita bagi atas empat dewasa: genesis, growth, breakdown dan
disintegration, atau dewasa, timbul-dan-tumbuh serta dewasa turun-
dan-tenggelam. Perwatasan masing-masing dewasa adalah sebagai
berikut: Dewasa timbul dari tahun sebelum 392 sampai 683, jaitu
tarich Proklamasi pembentukan kedatuan Seriwidjaja menurut dua
pertulisan jang sama, jaitu pertulisan Kedukan Bukit bertarich 605
Sjaka.
Dewasa tumbuh dari tahun 683 sampai beberapa tahun sesudah
tahun 1178, jaitu menurut tarich jang disebutkan dalam naskah
Lingwai-tai-ta susunan penulis Chou-K’ii-fei, jang •dipetik oleh
pengarang Chau-Ju-Kua, dengan masih menjebutkan nama negara
jang utama jaitu Seriwidjaja, sesudah menjebutkan keradjaan
Abassidiah dan Djawa. Lima tahun sesudah 1178 waktu Seriwidjaja
besar, maka kita mendapat tarich 1183, tarich pertulisan
Djaija di Semandjung Melaju jang menjebutkan perintah radja
Melaju bernama Maulibusana-warmadewa dan maha&enapati Tun
Talanai jang masjhur dalam tjeritera Melaju menjuruli membuat
patung Buda. Dewasa turun (breakdown) djadi bermula kira-kira
pada tahun 1180 dan berachir kira-kira tahun 1250, sedangkan me
nurut Krom pada tahun itu Seriwidjaja masih berkuasa besar,
sedangkan fadjar Melaju-Minangkabau dan Singasari-Madjapahit
sudah menjingsing. Dewasa-tenggelam jang mengalami keruntuhan
atau disintegration sampai hilang-tenggelamnja kekuasaan Seriwi
djaja sedjak tahun 1250 sampai 1406; sesudah tahun. penutup ini
tidaklah Seriwidjaja terdengar-dengar lagi atau tertulis dalain bahan
sedjarah Indonesia. Sic transit gloria mundi. Pembagian sedjarah
194
Seriwidjaja dalam empat dewasa itu adalali penting bagi kerangka
jang menundjukkan naik-turunnja kekuasaan politik Seriwidjaja,
terutama mengenai penjiaran agama Buda-Mahajana, tentang per
kembangan kebudajaan, kesenian, perdagangan, kesusasteraan dan
lalu-lintas didaratan dan diperairan Indonesia.
Pembatjaan-kembali sedjarah Seriwidjaja djadi memberi pedoman
jang lebih sempurna bagi penuliean-kembali (re-writing) sedjarah-
nasional Indonesia. Dapatlah kini dalam suatu naskah -sedjarah
Indonesia jang menuliskan zaman Seriwidjaja dan zaman Madja
pahit sebagai dua negara Indonesia jang pertama dan kedua
dimandala Asia Tenggara jang mengisi ruangan-waktu sedjak abad
IV sampai 1525, didjelaskan pula disebelahnja sedjarah perkem
bangan negara-negara Indonesia jang berkuasa dipulau-pulau kita
nusa demi nusa, seperti Melaju, Mataram, Medang, Airlangga,
Padjadjaran dan lain-lainnja, sampai ke Republik Indonesia, negara
Indonesia jang ketiga dalam Abad Proklamasi.
B. Empat dewasa dalam zaman Seriwidjaja:. (392-1406).
228. Negara Seriwidjaja jalah susunan masjarakat jang melalui
perlawatan sedjarah Indonesia. Adalah empat dewasa jang diliwati
susunan masjarakat itu, jang dapat kita namai dengan istilah: terbit,
tumbuh, turun dan tenggelam. Keempat-empat dewasa 4 T ini
adalah sama dengan maksud empat dewasa menurut analisa sedjarah
dari sardjana Inggeris Prof. Arnold Toynbee: genesis, growth, break
down dan disintegration. Seriwidjaja memulai sedjarahnja sebagai
Kampung (kota) jang kemudian mendjadi negara, dan kesudahan-
nja liilang lenjap sebagai negara dan kota. Djika kita beri bertarich
keempat dewasa itu, maka dapatlah kita pembatasan masing-masing
dewasa seperti berikut:
I. Dewasa p.ertama: terbit (genesis). 392-683.
Dalam kitab agama Buda berbahasa Tionghoa Shih’rh-yiu-king
jang disalin pada tahun 392 sudah tersebut nama keradjaan Widjaja,
satu dari pada beberapa keradjaan diseberang lautan.
Dalam bahasa Tionghoanja bernama Cho-ye dan kata itu diartikan
pada kamus Tionghoa dengan makna kemenangan, jaitu salinan
dari pada Widjaja. Inilah tjatatan negara Seriwidjaja jang paling
tua. Baru pada tahun 683 dipahat permakluman proklamasi pem-
bentukan kedatuan Seriwidjaja dengan rasmi diatas batu bertulis
Kedukan Bukit dikota Pelembang. Djadi dewasa terbit (genesis)
meliputi ruangan waktu 3 abad 6edjak dari sebelum tahun 392
sampai 683, jaitu perkembangan Seriwidjaja dari kampung (kota)
dipulau Sumatera mendjadi negara Indonesia berbentuk kedatuan.
195
II. Dewasa kedua: tumbuh (growth). 683-1180.
Sesudah proklarnasi pada tahun 683 negara Seriwidjaja madju
bertumbuh dengan pesat, kian-hari kian besar dan megah. Puntjak
kekuasaannja terletak pada tahun 1178, karena sesudah itu kekuasa
an Seriwidjaja mulai turun. Pada tahun 1178 itu ada pula berlaku
suatu kedjadian penting, jaitu Melaju-Minangkabau melepaskan diri
dari kekuasaan Seriwidjaja dan membentuk negara sendiri. Sedjak
683 sampai 1178 daerah Melaju-Minangkabau jalah daerah Seriwi
djaja. Tarich 1178 itu terguris pada pertulisan Djaiya di Semandjung
Melaju. Dewasa jang kedua ini jalah sedjak 683 sampai 1180, djadi
meliputi ruangan-waktu selama lima abad.
III. Dewasa ketiga: turun (breakdown). 1180-1286.
Sedjak 1180 sampai 1286 negara Seriwidjaja mengalami keturunan
atau keruntuhan dengan derasnja. Tahun 1180 memang jalah puntjak
kekuasaan, karena sesudah itu tanah Melaju sedjak tahun 1178 telah
melepaskan diri. Dan pada tahun 1286 angkatan Pemalaju telah
sampai kepulau Emas (Suwama-bumi) dari Singasari, dikirimkan
oleh perabu Kertanegara. Tahun 1286 jalah tarich pertulisan Padang
Artja dekat Sungai Langsat didaerah Batang Hari (Minangkabau),
jang menjebutkan kepala negara Teribuana Mauliwarmadewa jang
menguasai Melaju di Sumatera Tengah. Sedjak tahun 1286 kota
Pelembang masih ada, tetapi tidak lagi sebagai ibu-negara Seriwi
djaja jang pemah gagali-gemilang, melainkan sebagai negara jang
kian-tahun kian laju. Dewasa ketiga meliputi ruangan waktu selama
seratus tahun jang berisi keruntuhan Seriwidjaja dengan derasnja.
IV. Dewasa keempat: tenggelam (disintegration). 1286-1406.
̂ Pada tahun 1365 kota Pelembang masuk daftar nama-nama tempat
jang dikuasai Madjapahit, seperti dituliskan oleli Prapantja dalam
naskah nja Negarakertagama. Djikalau pada tahun 1415 Ma Huan pe-
meluk agama Islam, berlajar ketanah Indonesia mengiringkan duta-
esar Cheng-Ho, maka dikatakannja dalam naskah peringatannja
ahwa Kieu-Kang jaitu Pelembang, jalah Seriwidjaja dizaman jang
lampau. Djadi dewasa keempat ini adalah sedjak 1286 sampai 1406,
an nama Seriwidjaja hilang-lenjap dari pangkuan sedjarah Indo
nesia sedjak tahun 1406 itu. Ruangan-waktu selama 120 tahun meli
puti dewasa bagaimana hilang-tenggelamnja Seriwidjaja sebagai
negara dan kota.
196
BAGIAN IV.
NEGARA SERIWIDJAJA DAN RADJAKULA SJAHJ6NDERA
DALAM RANGKA KESATUAN KETATANEGARAAN
INDONESIA
BAGIAN IV.
Negara Seriwidjaja dan radjakula Sjailendera dalam rangka
kesatuan ketatanegaraan Indonesia
Isinja :
1. Empat pendapat.
2. Balaputera-dewa.
3. Istilah Seriwidjaja dan Sjailendera.
4. Persatuan antara negara Seriwidjaja dan radjakula
Sjailendera.
5. Balaputera dalam kerangka kesatuan sedjarah nasional
Seriwidjaja.
6. Asal-usul dan turunan Balaputera.
7. Perpindahan Balaputera dari Djawa Tengah ke-Sumatera.
8. Perhubungan Seriwidjaja dengan India dan Universitas
Nalanda.
199
229. Bahwa negara Seriwidjaja itu bersatu dengan radjakula
Sjailendera jang memegang kendali pemerintahan kedatuan, terbukti
dengan djelasnja dari „Piagam Raja kota Leiden” (grande charte de
Leyde), jang tersimpan dalam musium universitas kota itu, dan
berisi kalimat, dalam bagian jang berbahasa Sangsekerta, bahwa
kepala-negara Seri Marawidjaja-uttungga-warman, putera Tjuda-
maniwarman jalah anggota radjakula Sjailendera (Qailendravanga)
dan mendjadi radja (adhipati) Kataha dan ^rl Visaya (<̂ rl Visaya-
dhipati) Sjailendra dan Seriwidjaja disebutkan dalam satu rangka
tatanegara: Boleh djadi Kataha jang disebutkan dalam kalimat
itu terletak dipulau Sumatera, dan kemudian meluas sampai ke
Kedah di Semandjung Melaju.
Selainnja dari pada „biara Tjudamani-warman” dibagian ber
bahasa Sangsekerta dengan tegas dihubungkan dengan radjakula
Qailendra-vanca dan adipati atau kepala-negara Kataha dan Seriwi
djaja, maka dalam pertulisan berbahasa Tamil dan bertarich ±
1084 (Archeological Survey Southern India; bagian IV, hal. 226-
227) ditegaskan lebih landjut, bahwa kepada biara jang tersebut
diata9 diserahkan beberapa wakaf dengan perantara dua orang duta
Indonesia bernama Radjawidia-dara Samanta dan abimana-uttungga
Samanta dan biara itu bernama „Qailendra-Cudamani-varma-vihara
„monastere de S.M. Cudamaniwarma de la famille des Qailendra” .
Bagian pendjelasan ini hendak menegaskan, bahwa ditindjau dari
eudut sedjarah nasional Indonesia, serta dengan memperhatikan
hasil-hasil penjelidikan sedjarah Indonesia seperti dirumuskan
sebelum tahun 1945 dan kini sedjak tahun Proklamasi 1945 djuga
mempergunakan ilmu ketatanegaraan Indonesia, dapatlah dilakukan
penjusunan kembali sedjarah Seriwidjaja. Pembatjaan dan penju-
sunan kembali ini adalah sesuai dengan tudjuan Seminar Sedjarah
di Djokja 1958 dan Seminar Sedjarah Asia Tenggara jang berlang-
6ung dikota London pada tahun 1956, seperti telah ditegaskan diatas.
Pembatjaan kembali sedjarah Seriwidjaja memberi hasil jang
tegas, bahwa Seriwidjaja jalah nama bentuk-negara, sedangkan Sjai
lendera jalah nama-dinasti radja-radja Seriwidjaja. Dengan demi-
kian, maka dapatlah dihindarkan perpetjahan ilmu pengetahuan
sedjarah dan dapatlah pula disatukan setjara ilmiah dan harmonis
negara Seriwidjaja dan radjakulanja Sjailendera dalam kerangka-
persatuan sedjarah nasional Indonesia pada waktu jang lampau.
1. Empat pendapat.
Penjelidikan sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera dalam empat puluh
tahun jang paling achir ini melalui tiga tingkatan jang menimbul-
kan kesan bagaimana sebelum perang dunia kedua perpetjahan
terdjadi antara rumusan hasil penjelidikan sedjarah tiga tingkatan
itu menimbulkan tiga aliran sedjarah.
201
Tingkatan jang pertama dimulai dengan tiga Sardjana Perantjis
dan Belanda (Coedes, Ferrand dan Krom) jang berpendapat sedjak
tahun 1918 sampai 1926, bahwa adalah dalam sedjarah Indonesia
suatu zaman Seriwidjaja jang disatukan dengan Sjailendera, sedang
pusat negara Indonesia itu terletak dipulau Sumatera. Tahun 1918
jalah pertama kalinja tersiarnja karangan Coedes (L.a royaume de
Qrlvijaya) dan 1926 jalah tarich terbitnja naskah Hindoe Javaansche
Geschiedenis karangan Prof. N.J. Krom jang berpengaruh besar itu.
Tingkatan jang kedua jang dimulai dengan penjelidikan Dr. W.F.
Stutterheim, jang sedjak tahun 1929 membeda-bedakan Sjailendera
dari pada Seriwidjaja, sedangkan Sjailendera pusatnja terletak di
pulau Djawa bagian Tengali.
Pendapat ini sangat berlainan, malahan berlawanan dengan Pert"
dapat pertama diatas. Terbitlah dua uraian jang isinja sangat ber-
tentangan. Krom mengutjapkan pidato pada tahun 1919 diwaktu
akan mendjabat martabat mahaguru dikota Leiden: „De Sumatraan-
eche periode in de Javaansche Geschiedenis” . Dan Stutterheim
menulis pada tahun 1929 naskah berbahasa Inggeris dengan berkepa a.
” A Javanese periode in Sumatran History” .
Tingkatan jang ketiga jang dimulai dengan dapatnja pertulisan
batu berbahasa Djawa-lama dan bertarich 856, serta dalamnja ter ̂
sebut nama Balaputera sebagai seorang anggota radjakula anr'®̂
Sjailendera jang berpindah dari Djawa Tengah pada tahun
mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja dipulau Sumatera.
Pertulisan itu dibahas oleh Dr. de Casparis jang menjiarkannja pa a
tahun 1956 dalam naskah nja ’ ’Selected inscriptions from the
the 9th century A.D.” (Bandung 1956).
Dengan memperhatikan djalan-fikiran sardjana-sardjana *̂ a^ ra
tiga tingkatan atau aliran diatas, maka kelihatanlah bahwa di^a
tiga aliran itu tidaklah melihat negara Seriwidjaja dalam kerang a-
kesatuan sedjarah-nasional Indonesia, dan tidak pula berpen 1̂ an
dengan tegas, bahwa Seriwidjaja jalah nama negara sedangkan
Sjailendera jalah nama dinasti (bangsa; keluarga; radjakula)
melahirkan anggota-anggota jang mendjalankan pemerintahan^ *
puntjak pimpinan Seriwidjaja atau di Seriwidjaja dibagian daera
(mandala). Pendirian jang keempat inilah jang kita madjukan an
kita turut dalam uraian bagian karangan ini, sebagai hasil an
pada pembatjaan-kembali (rereading) dan penulis-kembali (rewri
ting) sedjarah Indonesia.
Dengan chusus kita menindjau kembali kedudukan Balaputera
dalam sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera dalam abad ke-IX.
2. Balaputera-dewa.
Adalah dua bahan tertulis jang menjgbutkan nama Balaputera
sebagai tokoh sedjarah Indonesia dalam abad ke-IX.
202
Bahan pertama tertulis dalam bahasa Sangsekerta berhuruf Dewa-
negari dan dinamai Piagam Nalanda, karena ditemui pada peng-
galian biara Nalanda dialirkan Sungai Gangga ditanah India pada
tahun 1921. Piagam itu telah disalin kedalam bahasa Inggeris oleh
Sardjana Hindu bernama Hirananda Shastri, jang disiarkan dalam
madjalah Epigraphia Indica (1924, hal. 310-327). Didalam pertulis
an itu tersebut nama Balaputera. Piagam itu sendiri telah ditindjau
pula oleh sardjana sedjarah, seperti: Krom, Bosch, Coedes, Stutter-
heim dan Moens semuanja sebelum tahun 1940. Walaupun Piagam
itu tidak bertarich, tetapi karena didalamnja tersebut nama-nama
radja Pala atau Benggala Dewapaladewa dalam abad ke-9 dapat di-
duga dengan beralasan, bahwa piagam Nalanda itu diguris kira-kira
pada tahun 860.
JDugaan Dr. Bosch ternjata beralasan kuat setelah Dr. de Cas-
paris dapat membatja pertulisan Ratu Baka dalam bahasa Djawa-
lama bertarich 856 dan berasal dari Indonesia.
Bahan kedua jalah Batu-bertulis Ratu Baka berbahasa Djawa-
lama dan bertarich 856. Dalamnja tersebut pula nama Balaputera.
Pertulisan itu telah disalin kedalam bahasa Inggeris oleli Prof. Dr.
de Casparis dan disiarkan dalam naskah Prasasti Indonesia II (hal.
280-330) jang diterbitkan pada tahun 1956. Oleh penemuan pertu
lisan Ratu Baka itu banjaklah pemandangan sardjana sebelum 1940
jang dapat disalahkan atau dibenarkan, karena berhubung dengan
bahan baru .itu. ‘
Dugaan semula tahun 860 bagi tarich Piagam Nalanda boleh
dikatakan tepat, karena mungkin sekali Piagam Nalanda dipahat
beberapa tahun sesudah tahun 856, jaitu sesudah Balaputera me-
ninggalkan pulau Djawa pada tahun 856 dan bersemajam dipulau
Sumatera. Balaputera jang dinamai djuga Balaputera-dewa.
Kedua bahan diatas kita pakai untuk memberi pembentukan-
kembali dari sedjarah Balaputera, sebagai usaha jang termasuk
kedalam aliran keempat. Dan pula bahan Balaputera sangat berhar-
ga untuk memperkuat pendapat, bahwa Seriwidjaja jalah nama
negara dan Sjailendera nama dinasti Seriwidjaja.
3. Istilah Seriwidjaja dan Sjailendera.
Istilah Seriwidjaja sebagai nama negara jang berbentuk kedatuan
dapat dibatja pada pertulisan berbahasa Indonesia lama, seperti
Kedukan Bukit (683) dan Kota Kapur (686). Nama Seriwidjaja
djuga beberapa kali tersebut dalam naskah Tionghoa berbunji Cheli-
fo-che dan San-fo-Fsi dan dalam naskah Arab serta dalam pertulisan
berbahasa Sangsekerta serta Tamil.
Istilah Sjailendera tersebut dalam beberapa pertulisan berbahasa
Sangsekerta jang ditemui di Djawa Tengah, India dan Semandjung
Melaju, seperti Ligor (775) di Semandjung Melaju dan Kalasan
203
(778) atau Kelurak (782) di Djawa Tengah. Anggota radjakula
(dinasti) Sjailendera dinamai „hiasan bangsa Sjailendera” atau
dalam bangsa Sangsekerta „Qailendrawamgatilakah” . Sjailendera
artinja ,,Penguasa di Gunung” atau „Radja*di Bukit” (Kings of the
Mountain). Wangsa jalah bangsa dalam pengartian kaluarga radja-
radja atau dinasti (radjakula). Tidakkah berarti hiasan atau ang-
gota dinasti Sjailendera jalah salinan dalam bahasa Sangsekerta dari
pada Gunung Dapunta Hiang, jang disingkatkan mendjadi Si
Guntang. Istilah Siguntang Mahameru jalah dua sinonim nama asli,
jang kembar dengan berisi salinan dalam bahasa Sangsekerta.
Dapunta Hiang tersebut dalam pertulisan Kedukan Bukit bertarich
, an jang berisi Proklamasi pembentukan negara Seriwidjaja.
Oleh karena pertulisan-pertulisan Seriwidjaja dan Sjailendera
umumnja tertulis diberbagai-bagai piagam dan berasal pula dari
pe agai daerah, maka persatuan antara negara dan kaluarga kepala-
negara tidaklah dengan segera kelihatan oleh sardjana. Lagi pula
sampai kini ahli sedjarah kurang sekali mempergunakan bahan-
o f a* k<;tatanegaraan dan tidak melihat sedjarah Sjailendera-
riwi jaja dalam kerangka kesatuan sedjarah nasional Indonesia
a am abad ke-9. Tetapi kesimpulan jang mempersatukan bentuk
negara dan kaluarga radja dapat djuga diambil, karena memang
a a a annja jang langsung untuk memperkuat pendapat itu.
4. Persatuan antara negara Seriwidjaja dan radjakula Sjailendera.
Sampai tiga kali tersebut dalam satu tulisan, bahwa Sjailendera
. an enwidjaja adalah serentak sama, jaitu maksudnja Sjailendera
J " 1 ” a» a JacUakula (bangsa; dinasti) jang memerintah dan
eriwi jaja adalah nama negara. Tulisan itu jalah Piagam Nalanda
dan pertulisan Ligor dan Piagam Leiden.
, ,^ .a âPv̂t®ra ^inamai dalam Piagam Nalanda; hiasan bangsa Sjai-
te Tq ' ^ai êndra~wamsa-tilakah) dan maharadja dipulau Suma-
ra., UtLâ nadwiphadhipamaharaja). Piagam Nalanda djuga mem-
p Sj 1 a** e^gan kata-kata jang tak ada kebimbangan, bahwa
j * j ? Ui era a*k sewaktu di Djawa Tengah ataupun sesudah men-
6̂ a 1}ef ar.a Seriwidjaja tetap tidak berubah mendjadi
dinJrl j a*l®ncfera. Perpindahan menurut piagam Nalanda
djperkuat oleh pertulisan Ratu Baka bertarich 856.
raHia^hl* 311 1 ®emandju-ng Melaju bertarich 775 menamai
J era: JanS menguasai Seriwidjaja (£rlvljaya-
^ a£an ̂ Leiden berbahasa Sangsekerta dan Tamil disebut-
T* 3 !ak kepala-negara Seriwidjaja ajah dan anak, ber-
JU ( amaniwarman dan ananda Marawidjaja-uttunggawarman,
204
kedua-duanja anggota bangsa Sjailendera dan mendjadi maharadja
kepala-negara Seriwidjaja, dalam abad kesebelas.
Kesimpulan jang diambil dari ketiga piagam tertulis diatas jaitu:
Seriwidjaja jalah nama negara jang berbentuk monarchi (kedatuan)
dan Sjailendera jalah nama dinasti (radjakula; bangsa) jang men
djalankan kekuasaan atas negara Seriwidjaja. Perbedaan nama
negara dan nama kaluarga jang berkuasa dikenal oleh ketatanegara
an Inggeris, Belanda dan dahulu djuga dalam sedjarah Tiongkok,
Perantjis dan Sepanjol. Semendjak perdjandjian Muenster (1648)
nama keradjaan Belanda jalah Het Koninkrijk der Nederlanden,
dan radjakulanja: Oranje. Tjontoh-tjontoh diatas dan kesimpulan
jang ditarik dari sedjarah-dunia ini memberi sumbangan berharga
bagi menguatkan pendapat, bahwa menurut ilmu ketatanegaraan
dapatlah disatukan nama negara Seriwidjaja dengan nama dinasti
Sjailendera dalam suatu susunan tatanegara Indonesia pada waktu
itu.
5. Balaputera dalam kerangka sedjarah-nasional Seriwidjaja.
Dua tarich jang penting dalam sedjarah Balaputera untuk menem-
patkan beliau dalam sedjarah Seriwidjaja, jaitu tarich 856 dan
dz 860.
Pertulisan Nalanda dan Ratu Baka menjebutkan, bahwa pada
tahun 856 berlangsung perpindahan Balaputera dari pulau Djawa
(Yawadwipa) kepulau Sumatera (Pulau Emas; Suwarnadwipa).
Dan tarich 860 walaupun hanja dengan kira-kira belaka, jaitu untuk
menjatakan, bahwa setelah beberapa lamanja berkuasa dipulau
Sumatera sebagai Maharadja kedatuan Seriwidjaja maka dikirimkan
oleh Balaputera seorang duta-besar bernama Balawarman untuk
kepentingan wakaf kepada biara-besar di Nalanda. Kedua tarich
itu menjatakan, bahwa sedjarah Balaputera, baik waktu dipulau
Djawa ataupun sesudah bersemajam dipulau Sumatera seluruhnja
masuk dewasa jang kedua dalam zaman Seriwidjaja, jaitu bagian
tengah pertumbuhan (growth) Seriwidjaja sedjak tahun 683 sampai
1180.
Meliliat kedua tarich diatas, maka peristiwa penting sekeliling
Balaputera dapat kita bagikan atas 4 bagian:
I. Tentang asal-usul Balaputera sebelum 856.
II. Sebab dan arti perpindahan pada tahun 856 dari pulau
Djawa kepulau Sumatera.
III. Penjusunan kekuasaan Seriwidjaja (856-860) sampai
berhubungan dengan Nalanda.
IV. Tentang turunan Balaputera dalam kekuasaan negara
Seriwidjaja.
205
6. Asal-usul dan turunan Balaputera.
Balaputera jalah anggota dinasti Sjailendera ,,hiasan bangsa
Sjailendera” . Piagam Nalanda dan Rata Baka memberi pendjelasan
tentang asal-usul Balaputera atas tiga tingkatan.
1. Balaputera jalah putera-bungsii dari pulau Djawa d a n kemudian
sedjak tahun 856 mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja
dengan bersemajam dipulau Sumatera.
2. Ajah-bunda Balaputera.
Bunda Balaputera barnama Tara, puteri kelahiran bangsa
Bulan (Somawangsa) dengan bernama Darmasetu.
Ajahanda Balaputera bernama Samaratungga dipulau Djawa jan0
berkawin dengan dewl Tara, bunda Balaputera.
Boleh djadi sekali Darmasetu, mertua Samaratungga, dan ajahan
da dewi Tara jalah kepala-negara kedatuan Seriwidjaja, se iincga
itulah jang mendjadi eebab agaknja maka tjutjunda Ba apu er
mendjadi Datuk Maharadja Seriwidjaja. Samaratungga ernama
djuga Samaragrawira.
Saudara-tua Balaputera jalah puteri Pramoda-wardani jang
berkawin dengan Rakai Pikatan d i Djawa Tengah.
3. Nenek Balaputera.
Samaratungga jalah putera seorang Sjailendera dipulau Djawa
dan mendjadi radja di Djawa Tengah. Piagam Nalanda m enje ,u .
dengan tegas, bahwa bapak Samaratungga jalah „hiasan racja^
Sjailendera (^ailendra- wamsatilaka)” dan memakai 5*ama ®
pandjang jaitu Seri-wiravoairi-maiana-anugata-abidana. N am a jan g
hampir sama bunji dan maknanja tersebut pula dalam pertu isa
Kelurak 782: Wairiwarawira-mandana.
Dengan demikian, njatalah asal-usul Balaputera dalam tiga
turunan.
Nama Balaputera jang berarti Putera Bungsu, menimbiilkan
dugaan, bahwa beliau mempunjai kakak. Menurut Prof. de asparis,
maka kakaknja itu jalah puteri Pramoda-wardani menurut Pe.5 11
lisan Karang Tengah bertarich 824. Pramoda-wardani tak ikut ber-
sama Balaputera berpindah ke Sumatera, melainkan menetap
Djawa Tengah dan berkawin dengan Rakai Pikatan. Pertulisan Katu
Baka berisi pertentangan antara Rakai Pikatan dengan Balaputera
jang agaknja karena menderita kekalahan lalu berpindah ke Suma
tera. Sementara itu. puteri Pramoda-wardani dikawini Rakai Pikatan
dan keraton Ratu Baka mendjadi keraton Sjiwa, padahal sebelum
tahun 856 jalah keraton Sjailendera untuk kepentingan agama Buda-
Maliajana.
206
4. Turunan Balaputera terus berkuasa di Seriwidjaja. Adalah
tiga orang turunannja jang berkuasa besar dalam abad ke-11, jaitu:
Sanggrama-widjaja-uttungga-warman, Tjuda-maniwarman, Mara-
widjaja-uttungga-warman.
Apabila hasil penjelidikan Prof. de Casparis dalam Prasasti
Indonesia bagian I dan II kita susunkan dalam rentengan waktu,
maka dapatlah 8 nama anggota radjakula Sjailendera jang pemah
berkuasa mendjalankan pemerintahan Seriwidjaja:
1. Bhanu menurut pertulisan Plumpungan bertarich 752.
2. Wisnu (775-782), jang bernama angkatan Darmatun gga>
menurut pertulisan Ligor bertarich 775.
3. Indera (782-812) jang bernama angkatan Sangrama danang-
djaja atau Darani-indra-warman menurut pertulisan. Ke-
lurak bertarich 782.
4. Samaratungga (812-833), menurut pertulisan Nalanda dan
Karang Tengah bertarich 824.
5. Balaputera (833-856), menurut pertulisan Nalanda dan
Ratu Baka.
6. Tjuda-maniwarman menurut Piagam-raja dikota Leiden.
7. Maraividjaja-uttunggawarman (1006) menurut Piagam
Leiden.
8. Sangrama-widjajaruttunggawarman, menurut pertulisan
Tanjore (1030).
Dapat djuga ditjatat, bahwa nama kepala-negara Seriwidjaja
„Sanggrama-widjaja” jalah pula nama perdana-menteri puteri dalam
keradjaan Airlangga. Tidaklah sadja namanja sama, tetapi djuga
abadnja, jaitu abad ke-11. Dugaan ini ditegaskan oleh Prof. de
Casparis dalam pidato-pelantikaimja dikota Malang pada permulaan
tahun 1958.
7. Perpindahan Balaputera dari Djawa Tengah ke Sumatera.
Menurut pertulisan Ratu Baka jang bertarich 856 ternjata bahwa
sebelum tahun 836 Balaputera berada di Djawa Tengah. Keraton
Sjailendera tempat Balaputera bersemajam terletak didataran-tinggi
Ratu Baka. Pada tahun 856 radja Balaputera berpindah kepulau
Sumatera dan mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja dengan
bergelar Maharadja. Bangsanja tetap Bangsa (dinasti) Sjailendera.
Maka timbullah pertanjaan jang mendjadi sebab mendorongkan
perpindahan itu. Banjak kemungkinan jang dapat dirumuskan seba
gai pertanjaan.
207
Kemungkinan pertama, karena berperang dengan atau ditentang
oleh Rakai Pikatan. Memang dalam pertulisan Ratu Baka tersebut
4 kalimat: Mahegwara ta sira rigwari curapatni. Tepat tahun ni lama
ning ............... Stala ivatunn-inatus-yat ungssyan hanta-wali mwang
anilahi walaputra.
Salinannja:
Beliau (Ratu Pikatan) adalah pemeluk agama Sjiwa, berbeda
dengan Permaisuri (Pramoda-wardani) jang mendjadi isteri pah-
lawan.
Sebenarnja adalah tepat setahun lamanja ............... melunggukkan
beratus batu sebelum pengungsian, jang mendjadi pembinasa
kentjang-derasnja selekas angin ............... Balaputera.
Persangkaan kedua jalah karena rupa-rupanja dipusat negara
Seriwidjaja dipulau Sumatera tak ada putera laki-laki jang akan
duduk mendjadi kepala-negara sebagai Datuk-Maharadja. Maka
berpindahlah Balaputera sebagai anggota dinasti Sjailendera untuk
memeluk djabatan jang tinggi itu. Memang Piagam Nalanda tak
menjebutkan apa-apa tentang pertentangan Balaputera dengan
Rakai Pikatan. Perpindahan dari pulau Djawa kepulau Sumatera
dianggap biasa sadja.
Persangkaan ketiga jalah berhubungan dengan hubungan politik,
agama dan pengadjaran antara Seriwidjaja dengan India, jang mem-
butuhkan tenaga Sjailendera jang begitu tangkas dan djelas tindakan-
nja dalam ketiga lapangan tersebut. Dan memang dalam waktu jang
sangat pendek, maka dapatlah Balaputera setelah menjusun kekuatan
dalam hanja empat tahun melaksanakan rantjangan S eriw id ja ja
itu, seperti diakui oleh radja Benggala dalam Piagam Nalanda.
Demikianlah perpindahan itu menimbulkan seribu matjam per
tanjaan dan dugaan. Jang tegas jalah radjakula Balaputera teta_p
angsa Sjailendera baik dipulau Djawa ataupun sesudah mendjadi
Datuk Maharadja Seriwidjaja.
A. Perhubungan Seriwidjaja dengan India dan ZJniversitas
A'alanda.
Setelah Balaputera bersemajam dipulau Sumatera sebagai kepala*
negara Seriwidjaja, maka kira-kira pada tahun 860 telah ada per-
hubungannja dengan tanah Benggala ditanah India. Keadaan itu
ternjata dalam Piagam Nalanda jang ditemui pada penggalian di
Nalanda sendiri. Nalanda terletak dekat Benares. Jang menjiarkan
Piagam itu j*alah radja Benggala bernama Dewapaladewa, jang
mulai memerintah kira-kira pada tahun 820. Penjiaran itu berlaku
pada ketika radja Pala memerintah pada tahun ke-39 dalam peme
rintahan, djadi kira-kira pada tahun 860.
208
Persangkaan un diduga sebelum perang-dunia ke-II oleh Prof
Bosch dan rnendapat alasan jang kuat setelah pertulisan Ratu Baka
disiarkan oleh de Casparis pada tahun 1956. Piagam itu mula-
muJanja disalin oleh sardjana Hirananda Sactri j* i i
Epigraphica Indica (1924) dan kemudian dibahas oleh Prof3 Bosch
dalam madjalah Tijd. Bat. Genootschap (1925) dan Rardiana
Maj'umdar dalam Monography of the Varendra 1, c • ♦
(1926), oleh Prof. Krom d a lL ’ naskah nja
denis (1932) serta diulang membahasnja setelah p e tn » dunia
berhubungan dengan penemuan piagam Ratu Baka oleh Prof de
Casparis dalam naskah nja Prasasti Indonesia II (1956) Adapun
susunan tatanegara Seriwidjaja dibawah kekuasaan radjakula Sjai-
Inndera, jang mengendalikan pemerintahan negara Seriwidjaja
1 5 0 B ( 1 4 )
209
BAGIAN V.
TATANEGARA SERIWIDJAJA DAN KEKUASAAN
RADJAKULA SJAILENDERA.
BAGIAN V.
TATANEGARA SERIWIDJAJA DAN KEKUASAAN
RADJAKULA SJAILENDERA.
ISINJA:
I. Susunan tatanegara Seriwidjaja.
1. Bentuk negara: Kedatuan.
2. Nama negara: Seriwidjaja.
3. Empat unsur negara Seriwidjaja:
a. Rakjat.
b. Wilajat.
c. Pemerintahan.
d. Tudjuan.
II. Kekuasaan radjakula Sjailendera jang mengendalikan
pemerintahan negara Seriwidjaja.
A. Radjakula Sjailendera.
B. Anggota radjakula Sjailendera.
III. Kesimpulan.
213
I. SUSUNAN KETATANEGARAAN SERIWIDJAJA.
230. Susunan negara-negara Indonesia dizaman dahulu belum
mendjadi bahan penjelidikan-sedjarah. Tatanegara menurut hukum-
kebiasaan dizaman jang lampau belum banjak dikenal, karena
penjelidikan setjara langsung belum dilaksanakan.
Berkat penemuan dan penjiaran pertulisan Telaga Batu berbahasa
Indonesia-lama dan berasal kira-kira dari tahun 683 Masehi, jaitu
sama dengan tarich pertulisan Kedukan Bukit (683) dan Kota Kapur
(686), penjelidikan ketatanegaraan Seriwidjaja mendapat pangkalan
jang sangat berliarga.
Pertulisan Telaga Batu ternjata berisi susunan negara dan peme
rintahan Seriwidjaja. Batjaan dan dan salinan kedalam bahasa
Inggeris dari pertulisan oleh Prof. C. de Casparis didapat dalam
naskah nja Prasasti Indonesia II (1956).
1. Bent.uk negara: kedatuan.
Beberapa pertulisan Seriwidjaja berbahasa Indonesia-lama pada
pengliabisan abad VII memberi bahan k«pada kita, bahwa Seriwi
djaja jalah suatu negara monarchi berbentuk kedatuan.
Istilah itu dalam bahasa Indonesia-lama berurat datu/ratu
dengan bertjantuman ke-an.
Bentuk bahasa ini adalah sampai kini lazim terpakai, seperti
dalam kata-kata kebupatian, kewadanaan, kelarasan, keresidenan,
jang ditempa dengan memakai nama kepala daerah jang menguasai:
bupati, wedana, laras dan residen.
Istilah kata-kembar kadatuan QrTvijaya, didapat pada pertulisan
Karang Berahi dan Kota Kapur (kalimat 5).
2. Nama-negara: Seriwidjaja.
Negara bernama Seriwidjaja. Perkataan ini berarti: Kemenangan
mulia, dan berulang-ulang disebutkan dalam beberapa pertulisan
berbahasa Indonesia-lama, seperti pertulisan: Kedukan Bukit (kal.
10). Di Karang Berahi dan Kota Kapur (kal. 2, 4 -5 ; 10).
Nama Seriwidjaja djuga disebutkan dalam pertulisan berbahasa
Sangsekerta ((Jrlwijaya), seperti pertulisan: Ligor.
Dalam bahasa Tamil nama itu berbunji (Mwisaya, -seperti ternjata
dalam pertulisan Piagam Raja dikota Leiden (1044, 1046).
Berkat penjelidikan Coedes, Pelliot, Ferrand, dll. ternjata bahwa
nama Seriwidjaja disalin kedalam aksara kandji Tionghoa Che-li-
fo-che atau San-fo-tsi.
215
3. Empat unsur negara Seriwidjaja.
Seperti negara-negara Indonesia lain seperti Madjapahit dan
Republik Indonesia, maka negara Seriwidjaja terbentuk menurut
hukum-kebiasaan Indonesia atas empat unsur-hukum, jaitu: Rakjat,
Wilajat, Pemerintahan dan Tudjuan-negara. Tiap-tiap unsur itu
diwudjudkan dengan memakai istilah bahasa Indonesia-lama, seperti
ditemui dalam beberapa pertulisan berasal dari Sumatera atau pulau
Djawa.
a. Rakjat.
Perkataan bangsa (wangsa) dalam zaman Seriwidjaja tidak berarti
seperti zaman sekarang. Makna wangsa dalam arti nation belum
dikenal.
Pertulisan Kota Kapur (686) mengenai perkataan titang bagi
menjatakan pengartian manusia sebagai pendukung hak. Istilah
titang masih hidup dalam bahasa Bali: tityang, artinja hamba.
Bahasa Djawa tiang artinja djuga orang. Titang-hamvan =■ anak
buah, rakjat (Kota Kapur). Perkataan lain jang banjak kali untuk
menjatakan orang jalah hulun, artinja jang berkepala (hulu).
Hulun-haji jalah hamba-radja.
Huluntuhanku, seperti berulang-ulang tersebut dalam pertulisan
Telaga Batu artinja „negara-ku” , keradjaan-ku atau my empire;
istilah itu tersusun dari pada perkataan hulun — rakjat, tuhan =
tuan, my lords, dan meliputi angkatan bangsa jang memerintah dan
Rakjat jang diperintah.
Susunan jang sedemikian banjak didapat bandingannja dalam
bahasa Indonesia baru, seperti laki-bini = laki dan bini, artinja
ka