• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label tata negara majapahit 5. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tata negara majapahit 5. Tampilkan semua postingan

tata negara majapahit 5

 


an kepustakaan historiografi Seriwidjaja 

selama 82 tahun dizaman t era chi r ini dapat kita bagi dalam empat 

zaman, jang tiap-tiap zaman menandakan watak penjelidikan jang 

berwarna chusus. Zaman itu jalali:

I. Zaman-perintisan menjusun ilmu pengetahuan negara Seriwidja­

ja sedjak 1876 sampai 1918 dengan memadjukan balian jang 

hampir tak ada perhubungannja satu dengan lain.

II. Zanuin-persatuan sedjak 1918 sampai 1928 jang dimulai dengan 

terbitnja karangan G. Coedes, jang memberi kerangka persatuan 

bagi kekuasaan Seriwidjaja-Sjailendera.

III. Zaman-perpetjahan sedjak 1929 sampai 1945 jang mengenal 

beberapa karangan-karangan dizaman kolonial Belanda dengan 

mendjadikan kerangka-persatuan pada zaman kedua djadi 

susunan perpetjahan atas beberapa kekuasaan negara.

IV. Zaman-kemerdekaan sedjak 1945 sampai kini tahun 1962 jang 

dalam penjelidikan sedjarah Indonesia memperhitungkan penin- 

djauan balian lama dan baru serta hasil penjelidikan ilmiali 

jang lama dan baru dengan mempergunakan pula ilmu-ketata- 

negaraan Indonesia dalam rangka sedjarah-nasional serta dengan 

mengutamakan faktor kemerdekaan nasional dalam pembentuk- 

an negara-negara Indonesia.

I. Zaman-perintisan 

1876 — 1918

Adapun perkembangan negara Seriwidjaja jang begitu pesatnja 

dalam zaman kedua 1918— 1928 adalah dimungkinkan oleh 

penjelidikan pendahuluan oleh sardjana Beal, jang dengan tegas 

menjatakan bahwa negara Che-li Fo-Che jang paling tua terletak

173

disisi Sungai Musi dekat kota Pelembang; oleh sardjana Groeneveldt 

(Notes on the Malay Archipelago and Malacca compiled from  

Chinese Sources dalam VBG, 1876; djilid 39); oleh Dr Brandes- 

Bhandarkar tentang pertulisan Kalasan bertardch 700 Sjaka: Een  

Nagari-opschrift gevonden tusschen Kalasan en Prambanan; 1886; 

dan dengan berkepala ”A Sanskrit Inscription from Central Java” . 

Pengalaman dan pendapat ulama I-tsing jang datang berkundjung 

pada penghabisan Abad VII ketanah Seriwidjaja disalin oleh 

Chavannes (Les religeux eminents qui allerent chercher la loi dans 

les pays d? Occident, Memoires compose a Vepoque de la grande 

dynastie T’ang par I-tsing) dan oleh sardjana Djepang J. Takakusu 

kedalam bahasa Inggeris (A record of the Buddhist religion as prac­

tised in India and the Malay Archipelago; A.D. 671 —  695, by I- 

tsing, Oxford, 1896).

Dalam Abad XX  sebelum Coedes menjiarkan hasil penjelidikan- 

nja, maka adalah empat orang sardjana menulis karangan jang 

berharga: Paul Pelliot (Deux itineraires de Chine en Inde a la fin 

du VHIe siecle) G. Ferrand (Relations de voyages et textes geo- 

graphiques arabes, persans et truks relatifs a l ’Extrcme Orient 

(1913 — 1914).

Pada tahun 1913 disiarkan oleh orientalis besar Prof. H. Kern 

salinan pertulisan Kota Kapur jang menjebutkan negara kedatuan 

Seriwidjaja dengan bertarich Masehi 686 dan tertulis dalam bahasa 

Indonesia-lama, jang pada waktu itu belum diketahui benar hubung- 

annja dengan bahasa Indonesia-baru. Dan tiga tahun sesudah itu 

pada 1916 Dr. N.J. Krom menjiarkan salinan pertulisan Melaju 

dengan bertarich 1286 dengan berkepala „Een Sumatraansche 

Inscriptie van Koning Kertanegara” . Dengan demikian maka 

Sumatera-Selatan dan Sumatera-Tengah lalu masuk penjelidikan 

sedjarah seluruh Indonesia.

II. Zaman-persatuan 

1918 —  1928

Di dahulu i oleh beberapa karangan pada zaman pertama sedjak 

penghabisan Abad X IX  dan sampai kepermulaan abad X X  jang 

lerpisah-pisah tanpa hubungan antara satu dengan jang lain, maka 

dalam zaman kedua antara 1918 dan 1928 penjelidikan sedjarah 

Seriwidjaja berturut-turut menerbitkan karangan jang serentak 

menjatakan berkuasanja negara Seriwidjaja diwilajah Asia Tenggara 

dengan menjebutkan nama bangsa Sjailendera sebagai dinasti jang 

mendjalankan putjuk pemerintahan.

Sardjana jang menjumbangkan hasil penjelidikan dalam zaman 

kedua jang kadang-kadang berupa ilham semangat Latin jang ber­

harga adalah dipelopori oleh dua orang 6ardjana Perantjis.

174

I

George Coedes, penemu kedatuan Seriwidjaja, dan penulis pada 

tahun 1918 karangan ” Le royaume de Qrivijaya”  jang kini telah 

mendjadi masjhur dan klassik. Kemudian N.J. Krom, penulis naskah  

„Hindoe-Javaansche Geschiedenis”  jang terkenal dan mengutjapkan 

pidato lantikan ketika akan mendjadi guru-besar di Universitas 

Leiden „D e Sumatraansche periode der Javaansche geschiedenis” ; 

lagi pula karangan Gabriel Ferrand untuk menjambut ilham Coedes 

1918; dan pada 1919 itu djuga sardjana J. Ph. Vogel menulis „Het 

Koninkrijk Qrivijaya”  jang membahas karangan G. Coedes tersebut 

diatas dengan mempergunakan Piagam-raja Seriwidjaja dikota 

Leiden.

Setahun sesudah itu, maka sardjana Inggeris C.O. Blagden me­

nulis ’ ’The Empire of the Maharadja, King of the Mountains and 

Lord of the Isles” ; tiga tahun sesudah penjiaran karangan Coedes 

diatas, maka pada tahun 1922 sardjana Gabriel Ferrand, ahli bahasa 

Malagasi dan seorang diplomat bertingkat Ministre Plenipotentiaire, 

mengumpulkan segala bahan sedjarah Seriwidjaja dalam suatu naskah  

”L’Empire Sumatranais de Qrivijaya” , jang dibaktikamija sebagai 

kenang-kenangan kepada mahaguru H. Kem jang pemah menjalin 

pertulisan Kota Kapur pada tahun 1913, walaupun dengan tidak 

mengenai bahasa Indonesia-lama jang dipergimakan dalam tulisan 

itu.

Zaman kedua ditutup dengan terbitnja naskah  sedjarah Hindoe- 

Javaansche Geschiedenis (1926), karangan guru besar N.J. Krom, 

jang membentangkan turun-naiknja kekuasaan Seriwidjaja dalam 

naskah  sedjarah Djawa-Hindoe jang berisi Bab V  tentang „De Qai- 

lendra-tijd” .

Djika selama zaman kedua beberapa karangan penting diterbit- 

kan, terutama berhubungan dengan penggalian mahabiara di 

Nalanda dan penemuan artja-artja Indonesia dan sebuah pertulisan 

berbahasa Sangsekerta dengan menjebutkan nama Maharadja 

Balaputera-dewa, kepala negara Seriwidjaja dipulau Sumatera dan 

turunan Sjailendera dipulau Djawa. Karangan itu ditulis oleh 

Hirananda Sastri berkepala ’ ’The Nalanda copperplate of Devapala- 

deva (1924). Dari karangan itu Dr. F.D.K. Bosch mengambil bahan 

untuk karangannja „jEen Oorkonde van het Groote Klooster te 

Nalanda” ; sardjana itu djua menjalin pertulisan Kelurak.

Penjelidikan sedjarah dalam zaman kedua, 1919 — 1928, menim- 

bulkan hasil jang meluaskan bidang pemeriksaan, djauh lebih luas 

dari pada sebelum tahun 1918 jang hanja mengenai setjara ilmiah 

sedjarah negara Singasari-Madjapahit berkat pembahasan dan 

salinan Pararaton oleh Dr. Brandes dan Negarakertagama karangan 

pudjangga Prapantja oleh Dr. H. Kern.

175

Penulis sedjarah Indonesia sebelum tahun. 1918 seolah-olah ter- 

paksa bersifat Djawa-centris, dan berkat karangan Coedes-Krom- 

Ferrand dapatlah aliran itu dalam zaman kedua diarahkan dan 

dikerahkan mendjadi bersifat Indonesia-centris. Dalam melakukan 

penjelidikan itu tidaklah dipergunakan ihnu pengetahuan geografi- 

ekonomi dan hukum-adat ketatanegaraan Indonesia.

III. Zaman-perpetjahan 

1929 — 1945

Sesudah suasana musim barat dalam zaman kedua maka datang- 

lah musim pantjaroba penjelidikan sedjarah, jang bermula sedjak 

tahun 1929 tetapi karena petjahnja perang dunia II mendjadi ber- 

larut-larut sampai kehari Proklamasi 1945.

Reaksi pertama dalam musim kemarau berupa tan tangan murid 

kepada guru. Pada tahun 1929 Dr W.F. Stutterheim, direktur sekolah

A.M.S. dikota Solo, menulis naskah  ” A Javanese period in Sumatran 

H i s t o r y Nama dan isi naskah  itu dengan djelas menghantam guru 

besar Krom jang berpidato sepuluh tahun jang lampau berkepala 

„De Sumatraansche periode der Javaansche Geschiedenis,^

Berketjamuklah para sardjana Seriwidjaja dibidang penulisan 

sedjarah Indonesia. Krom berdiam diri. Tetapi dalam tahun. 1929 

itu djua Dr. F.D.K. Bosch membitjarakan naskah  Dr. Stutterheim 

tersebut dengan tenant.

Bosch menolak pendapat Stutterheim, bahwa Ratu Sendjaja jalah 

Rakai Panangkaran menurut penulisan Kalasan dan Kedu, sedang­

kan Sendjaja menurut pertulisan Tjanggal tak mungkin pula, sama 

dengan orang Sjailendera bernama Wirawairimatliana menurut 'per­

tulisan Nalanda. Angka-angka tarich tak mungkin memberi kesama- 

an jang dimadjukan Dr. Stutterheim. Dr. Bosch berkata: dat Sch. 

er niet is geslaagd den titel van zijn geschrift waar te maken. 

Pertjobaan Dr. Stutterheim hendak menjamakan kekuasaan radja- 

kula Sjailendera dengan kekuasaan keradjaan. Mataram dengan 

memutuskan hubungannja dengan. negara Seriwidjaja dianggap 

gagal, karena tak beralasan jang dapat diterima atau masuk akal 

kata Bosch. Pendapat atau tafsiran Dr. Stutterheim bahwa istilah 

Qrnvijayecwarabhupati dan Criwijayendraraja menurut pertulisan 

Vieng Sâ  (Ligor) tidaklah berarti kepala-negara Seriwidjaja melain­

kan radja Mataram dengan berkuasa atas Seriwidjaja, dianggap 

sangatlah ditjari-tjari sekedar untuk membatja apa jang dikandung 

hati, karena hendak menjesuaikan tafsiran dengan kepala karangan, 

jang mendjadi pertandaan zaman bahwa angin Djawa-centris dalam 

penjelidikan sedjarah Indonesia telah bertiup kembali dengan 

menghantam pendapat Coedes-Krom-Ferrand pada permulaan

176

zaman kedua, 1918 —  1919. Dr. Bosch menghubungkan kedua istilah 

Yieng Sa QrTivijayantpati itu dengan istilah Suwarnadwipadhimaha- 

raja dalam pertulisan Nalanda, jang setjara biasa tanpa ditjari-tjari 

berarti: Maharadja Seriwidjaja atas Pulau Emas (Sumatera).

Berkatalali Bosch: Maar belialve dat St.’s interpretatie vastloopt op 

taalkundige klippen, moet zijn bovendien schipreuk lijden op de 

politieke verhoudingen. Tetapi diakui oleh sardjana Bosch, bahwa 

karangan Dr. Stutterlieim sekali lagi membulatkan dan menadjam- 

kan perhatian dunia kesardjanaan terhadap soal Seriwidjaja- 

Sjailendera, dan „dat de algemeen aanvaarde verklaringen ten slotte 

niet nicer dan gissingen zijn waartegenover met succes ook andere 

gissingen verdedigd kunnen worden” .

Dalam zaman pantjaroba 1929 — 1945 maka keruntuhan susunan 

negara Seriwidjaja diatas kertas, seperti dibina dan dibela oleh 

Coedes-Krom-Bosch-Ferraud dan dihantam oleh Sutterheim, men- 

tjapai puntjaknja pada tahun 1937 ketika Ir. J.L. Moens menjiarkan 

karangannja „CrTvijaya, Yava en Kataha” . Dengan mempergunakan 

ilmu geografi lama dan baru, maka Moens membedakan dalam 

karangannja kekuasaan-kekuasaan Seriwidjaja, Yawa, Sjailendera 

dan Kataha.

Seriwidjaja, katanja tidak pern ah berpusat dikota Pelembang 

melainkan mula-mulanja dalam abad YII berpusat di Kelantan 

(Semandjung Melaju sebelali timur) dengan bernama Cheli-fo-che, 

jang kemudian berpindah ke Sumatera Tengah dekat Muara Takus. 

Usianja kekuasaan Seriwidjaja II (het Sumatraansclie Crlvijaya, 

kata Moens) hanjalah dua abad, jaitu dari abad YII sampai abad 

IX. Menurut pendapat Moens maka Sjailendera jalah nama negara 

(het ^ailendera-rijk Sanfo T ’si, katanja), dan radjakula Sjailendera 

dibentuk di Djawa Tengah oleh dinasti dari kota Pelembang sebagai 

tanah Melaju, jang diserang oleh Seriwidjaja II pada tahun 683. 

Disanalah Sjailendera mendirikan tjandi Barabudur dan Kalasan. 

Antara tahun 871—'890 Sjailendera dari Suwarnadwipa (jaitu 

Kataha-Kedaru) menjerang Seriwidjaja di Muara Takus, jang oleh 

sebab itu lalu berpindah kepulau Djawa dan bersatu dengan kekua­

saan Sendjaja menentang Kataha-Kedaru.

Selandjutnja Balaputera jalah radja Sjailendera dari Suwarna­

dwipa (Kataha-Kedaru) jang membentuk keradjaan San-fot’si- 

Zabaj dan jang mendirikan biara di Nalanda. Sesudah taliun 860 

dan dekat pada tahun 890 —  kata Moens — kekuasaan Sjailendera 

ditangan Balaputera berpindah dari Kedu ketanah Djohor, jaitu 

diudjung Semandjung Melaju jang sekarang. Dari sanalah San- 

fot’si atau Kataha II berkembang sampai kepenghabisan Abad XII 

dengan berulang-ulang mengirimkan utusan. ketanah Tiongkok. Pada 

tahun 1178 negara Kataha II diserang oleli Melaju dari Sumatera 

Tengah.

177

150/B (12)

Tentang istilah Yava, Yavadvlpa, Jahadiou dan Chopo dikatakan 

oleh Moens, bahwa pada mulanja nama-nama itu dilekatkan kepada 

Semandjimg Melajn, jang pusatnja terletak di Malaka (Yavadvipa), 

Ligor (Yavakoti) dan Kedah (Chci-po), sedangkan Ligor djuga ber­

nama Navadharmarajanagara (Na-founu). Penting bagi pengetahuan 

sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera jalah pendapat Moens, bahwa 

Sendjaja nenek-mojangnja berasal dari tanah Keling selatan (Kun- 

djarakundja) dan berpindah ke-Kedah (C ho-po); pada tahun 724/8 

Sendjaja clidesak berpindah oleh Seriwidjaja dari tempat itu dan 

berpindah ketanah Djawa.

Disanalah Sendjaja pada tahun 732 mendirikan tjandi Mendut 

dan tanda lingga di Gunung Wukir. Sedjak radja Belitung (898 — 

910), maka barulah timbul nama Djawa, jang dipakai oleh turunan 

dan ahli-waris Sendjaja dengan memperingati tanah-asal Yava­

dvipa (Cho-po) ditanah Semandjung Melaju. Faktor geografi jang 

dipergunakan oleh Moens merombak pembangunan Seriwidjaja 

oleh arsitek-sedjarah Coedes-Krom-Ferrand pada zaman kedua.

Pada permulaan zaman ketiga itu dipersoalkan pula asal-usul 

Sjailendera, diantaranja oleh Majumdar dalam karangannja „Les 

rois Qailendera de Suwarnadvipa”  dan oleh Briggs jang menulis 

’ ’The origin of the Qailendera dynasti. Present status of the ques­

tion” . Sebelum perang dunia II, pada tahun 1941, Bosch menulis 

„De inscriptie van Ligor”  dan dengan karangan itu masuklali kita 

kedalam malapetaka dunia jang menglientikan penjelidikan sedjarah 

Seriwidjaja, jang pada ketika itu sudah berupa katjau-balau men- 

dekati keanarchian ilmu pengetahuan jang sungguli-sungguh tak 

teratur lagi.

Djuga dalam zaman ketiga, jaitu sebelum perang dunia, diterbit- 

kan tiga karangan jang berisi sumbangan berliarga bagi penjelidikan 

Seriwidjaja. Dr. Bosch menulis karangan tentang pertulisan Kelurak, 

Dr. B. Ch. Chaabra tentang ’ ’Expansion of Indo-Arvan Culture during 

Pallava Rule, as evidenced bv inscriptions”  dalam dan Dr. A.J. 

Bemet Kempers tentang Bronzes of Nalanda and Hindu-Javane.-e art.

TV. Zaman-kemerdekaan 

1945 __ 1962

Penjelidikan sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera pada zanian ke­

empat bermula sedjak Proklarnasi 1945 dan berdjalan terus sainpai 

kini dalam suasana kemerdekaan nasional. Berlakukah pembatjaan- 

kembali seluruh hasil penjelidikan Seriwidjaja-Sjailendera pada 

wa 'tu jang ^lampau sedjak tahun 1876 dengan melalui zanian 

P®™tls (1876 1918), zaman pembentukan-persatuan (1918

1928), zaman-perpetjahan (1928— 1945) dan achirnja zaman-

178

kemerdekaan atau zaman-penjusunan kembali (reconstruction) 

sedjak 1945 sampai kini, 1962. Maka dal am zaman keempat ini 

kemerdekaan-nasional jang telah tertjapai mempengarulii penje­

lidikan sedjarah, jang sekarang dapat berlaku dengan memperguna­

kan bahan-baru dan hukum-adat tatanegara Indonesia. Terbukalah 

kini sedjak 1945 kemungkinan mentjari pendapat baru tentang 

riwajat Seriwidjaja-Sjailendera dalam rangka-kesatuan tatanegara 

Indonesia jang bersifat Indonesia-centris.

Antara tahun 1945 dengan 1950 diterbitkan empat karangan jang 

berhubungan dengan soal jang bersangkutan. Djago lama Prof. G. 

Coedes menerbitkan naskah nja „Les Etats hindouises d’lndochinr el 

d’Indonesie, 1943” jang menempatkau Seriwidjaja dalam raugka 

sedjarah Asia Tenggara: dan sebuah karangan lagi tentang L<* Cai- 

lendra „Trueur des heros ennemis” dalam naskah  Bingkisaii Budi 

untuk memuliakan Prof. Dr. van Rongkel. Karangan ini mendjelas- 

kan, bahwa dalam pertulisan Ligor tersebut tidak seorang, melainkan 

tiga orang radja jang berlainan: radja Sariiarimadav i m a than a

(Ligor) mengandung arti jang sama dengan Wairivaraviramardana 

(Klurak) dan Viravairimathana iNalanda) jang ketiga-tigania di- 

njatakan dengan tegas jalah anggota radjakula Sjailendera. Nama 

radja jang lain, jaitu: JVisjnu dan seorang radja Seriwidjaja lagi. 

Sebelum Coedes menjiarkan karangan diatas, maka Dr. "\ an Naers- 

sen menulis ” The Cailendra Interregnum”  dalam madjalah India 

Antiqua jang mendjelaskan bahwa dalam pertulisan Kalasau (778) 

tersebut tidaklah satu melainkan dua radjakula, jakni: Qailendra- 

vansa, termasuk kedalamnja Radjasinga jang dengan para-guru Siai- 

lendera, dan Sanjayavansa dengan beranggota Seri Maliaradja Rakai 

Panangkaran, jang berkedudukan politik dan budaja dibawah 

anggota radjakula pertama. Pemandangan van Naerssen, jang dahulu 

telah pernah diandjurkan oleh Prof. Vogel memhuka pintu menud ju 

kedjurusan penjelesaian masalah Seriwidjaja-Sjailendera. Menunggu 

sadja lagi balian baru.

Dan balian baru itu datang dengan terbitnja karangan Prof. Dr. 

J.G. de Casparis, pernah mendjadi guru besar dalam bahasa Sang- 

sekerta dan sedjarah Indonesia lama pada P.T.P.G.-F.K.I.P. Malang, 

fakultas pada Universitas Airlangga. Berturut-turut diterbitkan 

Prasasti Indonesia I (1950) dan II (1956) sebagai terbitan Dinas 

Purbakala Republik Indonesia. Dalam Prasasti Indonesia I, jang 

berisi „Inscripties uit de Cailendra-tijd” , disalin dan dibahas per­

tulisan Plumpungan, Ratu Baka, Karang Tengah, Gandasuli, Seri 

Kehuluan I dan II, pertulisan ringkas pada tjandi B a r a b u d u r ,  

Mendut, Sewu, Plaosan Lor dan Sadjiwan. Dalam naskah  itu djuga 

dibahas chronologi radja-radja Sjailendera dengan menindjau 

salinan pertulisan diatas serta ditambahkan pertulisan Ligor B. 

Kalasan, Kelurak, Plaosan dan Nalanda.

179

Prof. de Casparis dapat menemni tjandi Barabudur dalam pertu­

lisan Indonesia, jaitu dalam prasasti Karang Tengah 824 (baris 8) 

dengan nama Bhumi dagavidha (Bertingkataii sepuluh) dan dalam 

prasasti Seri Kehuluan 842 dengan nama Kamulan Bhumisambhara 

(baris 2 dan 3), jang disetudjui oleh Prof. Bosch.

JNjatalah sekarang, bahwa jang mendirikan tjandi Barabudur jaitu 

radja Samaratungga anggota radjakula Sjailendera, jaitu ajahanda 

Balaputeradewa jang mendjadi kepala-negara Seriwidjaja pada 

penghabisan abad IX. Dalam Prasasti Indonesia II berisi ” Selected 

Inscriptions from the 7th to the 9th century A . D jang menjalin 

dan membahas bahan baru berupa pertulisan Telaga Batu, beberapa 

pertulisan jang lain berasal dari Seriwidjaja di Sumatera Selatan, 

pertulisan Bukatedja, dan sebuah pertulisan dari Ratu Baka dengan 

bertarich 856 Masehi jang menjebutkan nama Balaputera dan Rakai 

Pikatan. Sesudah karangan Coedes-Ferrand-Ivrom dalam zaman ke­

dua, maka Prasasti Indonesia I dan II karangan de Casparis adalah 

sumbangan jang paling berharga bagi penjelidikan sedjarah Indo­

nesia bagian Seriwidjaja-Sjailendera dalain abad XX.

Pada tahun 1952 Prof. Dr. Poerbatjaraka menerbitkan naskah nja 

Riwajat Indonesia djilid I (66 lialaman) jang berisi salinan perLulis- 

an berbahasa Indonesia-lama: Kedukan Bukit 683, Talang Tua 

684 dan Kota Kapur 686 kedalam bahasa Indonesia-baru dalam 

Bab III tentang Sumatera (Melaju dan Seriwidjaja).

Perhubungan Seriwidjaja dengan Sjailendera tidaklah didapat 

dalam naskah  Prof. Dr. Poerbatjaraka itu, karena kitab Riwajat 

Indonesia I berachir dengan kalimat: Dalam djilid jang menjusul 

kita hendak kembali membitjarakan keradjaan QrTwidjaya dibawah 

kekuasaan kula-warga Sjailendera. Sampai tahun 1962 maka djilid 

kedua itu belum djuga lahir atau terbit.

Dalam tahun 1962 kita siarkan karangan ini, jan g  m em u at hasil 

pem batjaan kem bali tentang m enjatukan Seriw idjaja  dan S ja ilen ­

dera dalam  satu-kesatuan tatanegara Indonesia, ja itu  jang satu ja lah  

nama INegara sedangkan Sjailendera jalah nam a radjakula jan g  

m enguasai Seriwidjaja.

Apabila kita turutkan perkembangan penjelidikan Seriwidjaja 

dalam 86 tahun jang lampau, maka musim-seniinja terletak pada 

tahun 1918 dan 1962 ketika Seriwidjaja terbina dalam suatu kesa­

tuan hukum jang bernama negara kedatuan. Sesudah 1928 sampai 

ketahun 194o berkuasa suasana anarchi dalam penjusun kembali 

negara kedatuan Seriwidjaja. Persatuan kerangka jang telah tersusun 

dalam penjusunan kemliali sampai kehari Proklamasi 1945 lalu 

runtuli berpetjah-belah. Dibeda-bedakanlah bahwa Che-li-fo-che dan 

San-fo-tsi adalah dua negara, sedangkan Seriwidjaja dan Sjailendera

180

adalah pula dua kekuasaan politik. Kesatuan-tatanegara jang tidak 

diletakkan dalam rangka sedjarah nasional tidaklah sadja mendjadi 

retak, melainkan sudah mendjadi rengkah.

Keadaan jang demikian itulali jang kita tindjau kembali, dengan 

mempergunakan penemuan bahan bam sesudah perang dunia II, 

dan penindjauan-kembali itu berlangsung dalam suasana baru dan 

dengan tantangan zaman baru, jang mengenal faktor penting bagi 

penjusunan sedjarah nasional, jaitu kemerdekaan bangsa jang hidup 

liersatu dalam suatu negara berdaulat penuh.

181


BAGIAN II.

Penjusunan-kembali negara Seriwidjaja dibawah kekuasaan radjakula 

Sjailendera dalam kerangka-kesatuan ketata- negara an Indonesia.


II.

PENJUSUNAN-KEMBALI NEGARA SERIWIDJAJA DIBAWAH 

KEKUASAAN RADJAKULA SJAILENDERA DALAM 

KERANGKA-KESATUAN KETATANEGARAAN INDONESIA

Isinja.

PASAL I

1. Penjelidikan Seriwidjaja sebagai satuan-hukum bernama negara.

2. Penjelidikan Sjailendera sebagai radjakula jang mengendalikan 

pemerintahan Seriwidjaja dalam tatanegara Indonesia.

3. Empat dewasa dalam zaman Seriwidjaja (392 —  1406).

185


1. Penjelidikan Seriwidjaja sebagai satuan-hukum bernama negara.

226. Sekarang marilali kita tindjau Seriwidjaja sebagai susunan 

tata-liukum jang kini dalam ilmu-pengetahuan bernama negara atau 

the state dengan unsur-unsur hukum jang djelas dan mutlak.

Tindjauan dari sudut liukum-negara barulah mendjadi mungkin 

setelah prasasti Telaga Batu, nama sebuah kampung disebelah hilir 

kota Pelembang dipinggir laut Musi, dapat dibatja oleh ketadjaman 

mata pembatja epigraaf, de Casparis, walaupun batu itu sebelum 

perang dunia ke II dianggap telah litjin sama sekali, sedangkan 

aksara pahatan rupa-rupanja telah liilang mendjadi kabur. Berkat 

pembatjaan pertulisan Telaga Batu jang disebelah atas dilindungi 

oleh ular sapta-sarpantaka jaitu naga berkepala tudjuh, maka dapat- 

lah diketaliui susunan ketatanegaraan Seriwidjaja, karena pertulisan 

Telaga Batu jang berbaliasa dan beraksara sama tuanja dengan 

pertulisan Kedukan Bukit dan Kota Kapur masing-masing berta­

rich 683 dan 686 Masehi, ternjata bahwa pertulisan itu memuat 

konstitusi Seriwidjaja jang diabadikan diatas batu. Didalamnja dapat 

dibatja tidaklah sadja istilah kedatuan melainkan djuga lebih 

kurang 40 patali kata istilah hukum kebiasaan Indonesia, jang terta- 

bur didalam 28 baris pertulisan konstitusi kedatuan Seriwidjaja. 

Berlakunja konstitusi itu dikuatkan dengan sumpah sakti, baik 

berupa antjaman hukuman ataupun berupa kutuk-sapata dalam hal 

pelanggaran. Batu Konstitusi Seriwidjaja diatas dan batu Kedukan 

Bukit jang memuat Proklarnasi pembentukan negara Seriwidjaja 

bersama-sama dengan pertulisan Nalanda dari aliran sungai Gangga 

dan pertulisan Karang Tengah dari tanah Kedu memberi bahan dan 

pegangan teguh untuk menindjau kembali dan menjusun kembali 

negara Seriwidjaja.

Demikian pula pertulisan Karang Tengah bertarich 824 Masehi, 

pertulisan Gandasuli, pertulisan Ratu Baka berbaliasa Djawa-lama 

jang bertarich Masehi 856, dengan langsung semuanja dapat dihu- 

bungkan dengan pertulisan Nalanda, Ligor, Kelurak, Kalasan, Kota 

Kapur, Kedukan Bukit dan Telaga Batu dan serentak memberi dasar 

jang kuat bagi penjusunan kembali negara Seriwidjaja jang dikuasai 

oleli radjakula Sjailendera dalam kerangka sedjarah Asia Tenggara 

dibidang kekuasaan geopolitik, agama, ekonomi, lalu-lintas dan 

kebudajaan. Apabila diperhatikan tjara menjelidiki sedjarah Seri­

widjaja jang putjuk Pemerintahnja dikendalikan oleh anggota 

turunan dinasti Sjailendera, maka hasil penjelidikan itu pada mula- 

mulanja (1918-1928) memang dipandang dalam kerangka sedjarah 

antara-nusa Indonesia, walaupun tidak dengan kesedaran dan dalam 

hubungan antara negara Seriwidjaja dengan radjakula Sjailendera,

187

tetapi pada achirnja (1929-1945) menemui perpetjahan dengan ber- 

tendens kembali kepada tindjauan sedjarah jang nusa-centris, sehing­

ga terpisahlah negara Seriwidjaja dari radjakula Sjailendera dengan 

berakibat seolah-olah berkuasanja dua negara jang bertentangan 

satu dengan lain. Keadaan jang sedemikian ternjata berlawanan 

dengan keadaan jang sebenamja.

Adalah tiga kekurangan penjelidikan Seriwidjaja dalam zaman 

1918-1945: tidak mempergunakan ilmu pengetahuan geografi eko- 

nomi, ilmu pengetahuan hukum-adat tatanegara Indonesia serta 

tidak memperhitungkan faktor kemerdekaan nasional, tanpa bersan- 

dar kepada tindjauan sedjarah nasional jang Indonesia-centris, dan 

terlampau banjak berteori tanpa menindjau bahan baru. Setelali 

bahan baru ditemui dan disiarkan pada ketika Republik Indonesia 

telah hidup dalam suasana merdeka-berdaulat didalam liubungan 

internasional, jang banjak sekali pengaruhnja kepada pembatjaan 

kembali sedjarah Indonesia dan kepada pengartian terhadap sedja­

rah bangsa-bangsa lain, maka mata sardjana sedjarah djuga men- 

djadi lebih terbuka dan tampaklah bagaimana negara Tiongkok 

dalam beribu tahun tetap merdeka-berdaulat, sedangkan kekuasaan 

pemerintahan putjuk dikendalikan oleh rentengan dinasti seperti 

Han, Liang, T ’ang, Sung, Yuen, Ming dan Ching, dan adanja negara 

„Het Koninkrijk der Nederlanden”  dibawah kekuasaan radjakula 

Oranjehuis, dan lain-lain. Kelima-lima sjarat itu (bahan-baru; 

geografi-ekonomi; hukum tatanegara; tindjauan antara nusa; dan 

faktor kemerdekaan nasional) kami pergunakan dalam menindjau 

kembali sedjarah Indonesia, dalam hal ini masuk zaman Seriwidjaja 

dalam babakan kebangsaan. Hasil penjelidikan memberi kepuasan.

Tersusunlah kembali sedjarah Seriwidjaja, jang berbentuk 

monarchi kedatuan dengan dimulai naskah  Shilv-’rhking bertarich 

Masehi 392 jang menjebutkan negara W idjaja =  hho-ye dan berachir 

dengan naskah  Ming bertarich 1406 ketika kepala Seriwidjaja dengan 

puteranja berangkat ketanah Tiongkok. Monarchi kedatuan Seriwi; 

djaja bernama demikian, karena kepala negaranja jalah seorang 

datu, dan itulah sebabnja maka negara kedatuan, sesuai dengan 

peraturan djalan bahasa Austronesia, disalin kedalam bahasa lain 

dengan pelbagai istilah Seri Maharadja; le royaume (Coedes); 

Vempire (Ferrand); the empire (Blagden); het koninkrijk (Vogel) 

dan keradjaan (Poerbatjaraka). Wilajah negara Seriwidjaja 

dinamai djuga kedatuan (Bhumi, watak) jang terbagi atas daerah- 

bagian (Mandala), jang dikepalai oleh seorang datu-mandala. 

Susunan pemerintahan pusat dan pemerintahan mandala Seriwidjaja 

disekeliling seorang datu-maharadja atau datu-mandala dapat 

dibangun kembali dengan mempergunakan berpuluh-puluh istilah 

hukum negara, jang dapat dibatja dalam pertulisan Kebun Kopi, 

Telaga Batu, Nalanda, Kota Kapur, Karang Tengah, Ligor, Kalasan

188

dan Kelurak, seperti kata: tiga matjam radja-muda ( Yuvaraja, 

pratiyuvaraja, rajakumara); nienteri negara (kumaramatya, catha- 

bhata, adliikarana); panglima perang (Senapali); liakim ( dandana- 

yaka); penguasa daerah (bhupati, rajaputra); pengurus buruh jang 

hekerdja didarat atau dilaut (kayastha, sthapaka, vaniyaga, pratisara, 

marsi haji, hulun haji).

Kepala negara Seriwidjaja disebut menurut istilah: datu, Seri 

Maharadja, jang disalin kedalam bahasa Sangsekerta: criwijayan- 

rpati; criwijayacwarabhupati, griivijayendraraja (Ligor) atau Su- 

warnadwipadhimaharaja (Nalanda). Dengan demikian tjukuplah 

empat sjarat negara: tudjuan kedjajaan. seperti tersimpul dalam 

nama Seriwidjaja dan pada pertulisan Kedukan Bukit: Qrlvijaya- 

jaya; daerah (kedatuan; bliumi, watak, mandala); Rakjat (Bangsa, 

praja) dan pemerintahan pusat dan daerah. Djadi Seriwidjaja jalah 

suatu negara jang berbentuk monarchi kedatuan.

Negara Seriwidjaja berdiri dibawah kekuasaan radjakula Sjailen­

dera.

Dengan demikian berhasillah penjelidikan menetapkan dengan 

mempergunakan hukum negara sebagai ilmu-pembantu, bahwa 

Seriwidjaja mcntjukupi sjarat-sjarat negara sebagai satuan-hukum.

Sesudah menindjau Seriwidjaja sebagai negara, marilah kini kita 

tindjau Sjailendera sebagai dinasti jang memegang kekuasaan.

2. Penjelidikan Sjailendera sebagai radjakula jang inengendalikan pe-

inerintahan Seriwidjaja dalam kerangka-kesatuan hukum-kebiasa­

an tatanegara Indonesia.

Tidaklah dalam prasaran ini kita memadjukan perkembangan 

Seriwidjaja dari abad IV sampai tahun 683 dan tentang asal-usul 

dinasti Sjailendera sebelum abad VIII. Hal itu memerlukan penje­

lidikan chusus, dengan menindjau kembali karangan-karangan 

Majumdar, Briggs, Coedes dan lain-lainnja.

Radjakula jang mendjalankan pemerintahan bernama Sjailendera 

( Qailendera-vansa) dan anggotanja Qailendera-vansatilaka. Istilah 

ini tersebut dalam pertulisan Kalasan, Ligor, Nalanda, Kelurak dan 

lain-lain. Maka asal usul bangsa Sjailendera telah diperiksa oleh 

Majumdar, Coedes, Bosch dan de Casparis, jang mengirakan tempat 

aslinja jaitu di India Selatan atau di Funan.

Kita tidak mcntjari tempat asalnja itu keluar Indonesia, melain­

kan hanja meminta perhatian, bahwa dalam pemudjaan nenek- 

mojang orang Indonesia melakukan pemudjaan „barang jang men- 

djulang kelangit”  (gimung, bukit, pohon, lingga, tiang, tunggak) dan 

kepertjajaan ini adalah asli dan sesuai dengan kepertjajaan kesak­

tian. Dalam istilah Sjailendera dan Malayu tersimpul pemudjaan 

gunung atau bukit: sjaila, malai, gunung, giri dan prawata. Nama

189

Siguntang adalah ringkasan dari Si-gunung dapun-ta-hiang, seperti 

sebagian tersebut dalam nama Dapunta-hiang, kepala negara ..ernvi- 

djaja pada penghabisan abad VII. Radjakula Sjailendera jala 1 

radjakula Indonesia asli, jang berurat kepada kepertjajaan Indone­

sia sendiri.

Selandjutnja penjelidikan sedjarah mendapat kesimpulan bahwa 

pemerintahan Seriwidjaja, baik dipusat ataupun diprovinsi diken- 

dalikan oleh radjakula Sjailendera, sehingga ternjata hubungan 

antara negara dengan pemerintahan, jang tak dapat dipisali-pisa 1- 

kan. Kita memadjukan hanja beberapa alasan jang memperkuat 

pendirian itu.

Pertama: Balaputera, jang berpindah dari Djawa ke-Sumatera

pada tahun 856, tetap mendjadi anggota radjakula Sjailendera, iai 

ketika di Djawa Tengah sebelum tahun 856 ataupun sesudah tahun 

itu ketika sudah mendjadi kepala negara Seriwidjaja dipulau VP'** 

tera. Kesimpulan jalah: Sjailendera nama dinasti dan S ern w c ja ja  

nama negara jang dikuasai oleh dinasti tersebut.

Kedua: Kepala Negara Seriwidjaja dinamai menurut pertulisan

Vieng Sa Qriwijayagivarabhupati, Qriwijayandraraja dan menurut 

pertulisan Nalanda Suwarnadwipadhipamaharaja, dan dengan teeas 

ternjata bahwa segala kepala negara ini j a l a h  anggota c inas i 

Sjailendera, sehingga menimbulkan kesimpulan jang sama pa a 

angka perlama: Seriwidjaja jalah nama negara dan Sjai < nc era 

nama dinasti jang memerintah Seriwidjaja.

Ketiga: Menurut Piagam Raja dikota Leiden maka anggota 

radjakula Sjailendera bernama Marawidjaja-uttunggaivarman putera 

Tjuda-maniivarman, mendjadi radja menguasai ICatalia an eri 

widjaja, sehingga disini ternjata lagi hubungan antara negara c an 

dinasti dalam kerangka-kesatuan tatanegara.

Keempat: Istilah Qailendra-vansu, Qailendraraja sama isi _̂a.n

maksudnja dengan istilah Radja-radja Melaju atau Ra< j a 

Siguntang, karena dalamnja tersimpan pengartian Sjaila-malai-gu- 

nung jang membawa hubungan jang sangat rapi antara naluri sec jâ  

rah dengan kepertjajaan dan kesatuan tatanegara, itu pun lepas ar| 

djawaban pertanjaan dimanakah letaknja dan apa jang dimaksuc 

dengan Melayu atau Bukit Siguntang.

190

BAGIAN III.

SEDJARAH ZAMAN SERIWIDJAJA DALAM EMPAT DfiWASA

(392-1406 MASEHI).


BAGIAN in.

EMPAT DEWASA ZAMAN SERIWIDJAJA 

(392-1406)

ISINJA:

A. Soal pembabakan zaman Seriwidjaja.

B. Empat dewasa (period) dalam zaman Seriwidjaja:

1. Dewasa terbit : 392-683

2. Dewasa tumbuli : 683-1180

3. Dewasa turun : 1180-1286

4. Dewasa tenggelam : 1286-1406.

A. Soal pembabakan zaman Seriwidjaja.

227. Kebulatan ketatanegaraan Seriwidjaja dan Sjailendera jang 

dihasilkan penjelidikan sedjarah diatas, menimbulkan akibat bagi 

penulisan sedjarah berupa ruangan waktu selama seribu tahun jang 

diisi oleh sedjarah negara Seriwidjaja. Ruangan waktu itu ada awal 

dan ada pula bagian achimja. Bagian awalnja terletak dalam 

babakan kedua proto-sedjarah Indonesia, dan bagian achimja ter­

letak dalam babakan ketiga bagian zaman Singasari-Madjapahit, 

jaitu babakan-kebangsaan jang berachir pada tahun 1525.

Permulaan zaman Seriwidjaja dapat kita ambil abad IV pada 

penghabisan proto-sedjarah Indonesia; naskah  Tionghoa Sliih-’rh-yiu* 

king jang ditardjamahkan dari bahasa Sangsekerta pada tahun 392 

Masehi sudah menjebutkan keradjaan Widjaja ditengah lautan, jang 

dinamai Cho’ye dan pada waktu itu diartikan kemenangan =  

widjaja. Apabila nama jang lebih tua Cho’po atau Tu-po bagi salinan 

Jaivaka =  Sumatera-Djawa dari Abad III dari sumber Tionghoa 

djuga kita singkirkan, maka dapatlah kita menetapkan adanja per­

mulaan kekuasaan Seriwidjaja dalam abad IV, dan ini adalah 

pemberita tentang Seriwidjaja jang paling tua.

Taricli jang paling muda bagi achirnja zaman Seriwidjaja, maka 

kepustakaan masih dalam kebimbangan. Menurut Prof. Krom, 

maka angka ±  1280 adalah tahun runtuhnja Seriwidjaja, jang 

dinamainja „De ondergang van de groote mogendheid QrTwijaya”  

atau „La Chute veritable de Qrlwijaya” . Angka itu menurut Coedes 

adalah sebenarnja seratus tahun terlebih dahulu, karena menurut 

pendapatnja segera sesudah tahun 1178 sudah berlangsung „la chute 

du royaume de (^rlwijaya” . Djadi tahun runtuh atau djatuhnja 

negara Indonesia jang pertama kurang pasti.

193

150/B (13)

Kemusjkilan itu bertambah sukar lagi, apabila kita petik peka- 

baran dari babad Ming, jang menjatakan bahwa nama baru bagi 

Seriwidjaja jalah Kieu-kiang, jang dibiasakan dipakai, setelah 

Seriwidjaja pada perduaan pertama dalam abad X IV  diduduki oleh 

kekuasaan Madjapahit.

Kesukaran itu menurut pendapat kami bersumber kepada arti- 

ketatanegaraan kota Pelembang, sebagai ibu-kota negara kedatuan 

Seriwidjaja atau lianja sebagai pelabuhan belaka, jang sampai ke- 

abad Proklamasi dalam hal sedemikian berperanan penting diluar 

pulau Djawa. Pada tahun 1406 nama Seriwidjaja (San Fo-t’si) masili 

terdengar dan dipakai, tetapi sesudah tahun 1406 nama itu hilang 

tenggelam dari ingatan sedjarah tidak tersebut-sebut lagi. Sebab 

itulah tahun penutup bagi zaman Seriwidjaja kita ambil tahun 1406. 

Djadi sedjarah Seriwidjaja mengisi ruangan waktu Indonesia selama 

1000 tahun lebih, sedjak sebelum 392 sampai 1406. Tahun awal dan 

tahun achir itu ditentukan dengan memakai bahan kesusasteraan 

Tiongkok. I

Menurut tindjauan Prof. A. Toynbee, maka naik-turunnja atau 

timbul-tenggelamnja negara Seriwidjaja selama seribu tahun itu 

dapat kita bagi atas empat dewasa: genesis, growth, breakdown dan 

disintegration, atau dewasa, timbul-dan-tumbuh serta dewasa turun- 

dan-tenggelam. Perwatasan masing-masing dewasa adalah sebagai 

berikut: Dewasa timbul dari tahun sebelum 392 sampai 683, jaitu 

tarich Proklamasi pembentukan kedatuan Seriwidjaja menurut dua 

pertulisan jang sama, jaitu pertulisan Kedukan Bukit bertarich 605 

Sjaka.

Dewasa tumbuh dari tahun 683 sampai beberapa tahun sesudah 

tahun 1178, jaitu menurut tarich jang disebutkan dalam naskah  

Lingwai-tai-ta susunan penulis Chou-K’ii-fei, jang •dipetik oleh 

pengarang Chau-Ju-Kua, dengan masih menjebutkan nama negara 

jang utama jaitu Seriwidjaja, sesudah menjebutkan keradjaan 

Abassidiah dan Djawa. Lima tahun sesudah 1178 waktu Seriwidjaja 

besar, maka kita mendapat tarich 1183, tarich pertulisan 

Djaija di Semandjung Melaju jang menjebutkan perintah radja 

Melaju bernama Maulibusana-warmadewa dan maha&enapati Tun 

Talanai jang masjhur dalam tjeritera Melaju menjuruli membuat 

patung Buda. Dewasa turun (breakdown) djadi bermula kira-kira 

pada tahun 1180 dan berachir kira-kira tahun 1250, sedangkan me­

nurut Krom pada tahun itu Seriwidjaja masih berkuasa besar, 

sedangkan fadjar Melaju-Minangkabau dan Singasari-Madjapahit 

sudah menjingsing. Dewasa-tenggelam jang mengalami keruntuhan 

atau disintegration sampai hilang-tenggelamnja kekuasaan Seriwi­

djaja sedjak tahun 1250 sampai 1406; sesudah tahun. penutup ini 

tidaklah Seriwidjaja terdengar-dengar lagi atau tertulis dalain bahan 

sedjarah Indonesia. Sic transit gloria mundi. Pembagian sedjarah

194

Seriwidjaja dalam empat dewasa itu adalali penting bagi kerangka 

jang menundjukkan naik-turunnja kekuasaan politik Seriwidjaja, 

terutama mengenai penjiaran agama Buda-Mahajana, tentang per­

kembangan kebudajaan, kesenian, perdagangan, kesusasteraan dan 

lalu-lintas didaratan dan diperairan Indonesia.

Pembatjaan-kembali sedjarah Seriwidjaja djadi memberi pedoman 

jang lebih sempurna bagi penuliean-kembali (re-writing) sedjarah- 

nasional Indonesia. Dapatlah kini dalam suatu naskah -sedjarah 

Indonesia jang menuliskan zaman Seriwidjaja dan zaman Madja­

pahit sebagai dua negara Indonesia jang pertama dan kedua 

dimandala Asia Tenggara jang mengisi ruangan-waktu sedjak abad 

IV sampai 1525, didjelaskan pula disebelahnja sedjarah perkem­

bangan negara-negara Indonesia jang berkuasa dipulau-pulau kita 

nusa demi nusa, seperti Melaju, Mataram, Medang, Airlangga, 

Padjadjaran dan lain-lainnja, sampai ke Republik Indonesia, negara 

Indonesia jang ketiga dalam Abad Proklamasi.

B. Empat dewasa dalam zaman Seriwidjaja:. (392-1406).

228. Negara Seriwidjaja jalah susunan masjarakat jang melalui 

perlawatan sedjarah Indonesia. Adalah empat dewasa jang diliwati 

susunan masjarakat itu, jang dapat kita namai dengan istilah: terbit, 

tumbuh, turun dan tenggelam. Keempat-empat dewasa 4 T ini 

adalah sama dengan maksud empat dewasa menurut analisa sedjarah 

dari sardjana Inggeris Prof. Arnold Toynbee: genesis, growth, break­

down dan disintegration. Seriwidjaja memulai sedjarahnja sebagai 

Kampung (kota) jang kemudian mendjadi negara, dan kesudahan- 

nja liilang lenjap sebagai negara dan kota. Djika kita beri bertarich 

keempat dewasa itu, maka dapatlah kita pembatasan masing-masing 

dewasa seperti berikut:

I. Dewasa p.ertama: terbit (genesis). 392-683.

Dalam kitab agama Buda berbahasa Tionghoa Shih’rh-yiu-king 

jang disalin pada tahun 392 sudah tersebut nama keradjaan Widjaja, 

satu dari pada beberapa keradjaan diseberang lautan.

Dalam bahasa Tionghoanja bernama Cho-ye dan kata itu diartikan 

pada kamus Tionghoa dengan makna kemenangan, jaitu salinan 

dari pada Widjaja. Inilah tjatatan negara Seriwidjaja jang paling 

tua. Baru pada tahun 683 dipahat permakluman proklamasi pem- 

bentukan kedatuan Seriwidjaja dengan rasmi diatas batu bertulis 

Kedukan Bukit dikota Pelembang. Djadi dewasa terbit (genesis) 

meliputi ruangan waktu 3 abad 6edjak dari sebelum tahun 392 

sampai 683, jaitu perkembangan Seriwidjaja dari kampung (kota) 

dipulau Sumatera mendjadi negara Indonesia berbentuk kedatuan.

195

II. Dewasa kedua: tumbuh (growth). 683-1180.

Sesudah proklarnasi pada tahun 683 negara Seriwidjaja madju 

bertumbuh dengan pesat, kian-hari kian besar dan megah. Puntjak 

kekuasaannja terletak pada tahun 1178, karena sesudah itu kekuasa­

an Seriwidjaja mulai turun. Pada tahun 1178 itu ada pula berlaku 

suatu kedjadian penting, jaitu Melaju-Minangkabau melepaskan diri 

dari kekuasaan Seriwidjaja dan membentuk negara sendiri. Sedjak 

683 sampai 1178 daerah Melaju-Minangkabau jalah daerah Seriwi­

djaja. Tarich 1178 itu terguris pada pertulisan Djaiya di Semandjung 

Melaju. Dewasa jang kedua ini jalah sedjak 683 sampai 1180, djadi 

meliputi ruangan-waktu selama lima abad.

III. Dewasa ketiga: turun (breakdown). 1180-1286.

Sedjak 1180 sampai 1286 negara Seriwidjaja mengalami keturunan 

atau keruntuhan dengan derasnja. Tahun 1180 memang jalah puntjak 

kekuasaan, karena sesudah itu tanah Melaju sedjak tahun 1178 telah 

melepaskan diri. Dan pada tahun 1286 angkatan Pemalaju telah 

sampai kepulau Emas (Suwama-bumi) dari Singasari, dikirimkan 

oleh perabu Kertanegara. Tahun 1286 jalah tarich pertulisan Padang 

Artja dekat Sungai Langsat didaerah Batang Hari (Minangkabau), 

jang menjebutkan kepala negara Teribuana Mauliwarmadewa jang 

menguasai Melaju di Sumatera Tengah. Sedjak tahun 1286 kota 

Pelembang masih ada, tetapi tidak lagi sebagai ibu-negara Seriwi­

djaja jang pemah gagali-gemilang, melainkan sebagai negara jang 

kian-tahun kian laju. Dewasa ketiga meliputi ruangan waktu selama 

seratus tahun jang berisi keruntuhan Seriwidjaja dengan derasnja.

IV. Dewasa keempat: tenggelam (disintegration). 1286-1406.

 ̂ Pada tahun 1365 kota Pelembang masuk daftar nama-nama tempat 

jang dikuasai Madjapahit, seperti dituliskan oleli Prapantja dalam 

naskah nja Negarakertagama. Djikalau pada tahun 1415 Ma Huan pe- 

meluk agama Islam, berlajar ketanah Indonesia mengiringkan duta- 

esar Cheng-Ho, maka dikatakannja dalam naskah  peringatannja 

ahwa Kieu-Kang jaitu Pelembang, jalah Seriwidjaja dizaman jang 

lampau. Djadi dewasa keempat ini adalah sedjak 1286 sampai 1406, 

an nama Seriwidjaja hilang-lenjap dari pangkuan sedjarah Indo­

nesia sedjak tahun 1406 itu. Ruangan-waktu selama 120 tahun meli­

puti dewasa bagaimana hilang-tenggelamnja Seriwidjaja sebagai 

negara dan kota.

196

BAGIAN IV.

NEGARA SERIWIDJAJA DAN RADJAKULA SJAHJ6NDERA 

DALAM RANGKA KESATUAN KETATANEGARAAN

INDONESIA


BAGIAN IV.

Negara Seriwidjaja dan radjakula Sjailendera dalam rangka 

kesatuan ketatanegaraan Indonesia

Isinja :

1. Empat pendapat.

2. Balaputera-dewa.

3. Istilah Seriwidjaja dan Sjailendera.

4. Persatuan antara negara Seriwidjaja dan radjakula 

Sjailendera.

5. Balaputera dalam kerangka kesatuan sedjarah nasional 

Seriwidjaja.

6. Asal-usul dan turunan Balaputera.

7. Perpindahan Balaputera dari Djawa Tengah ke-Sumatera.

8. Perhubungan Seriwidjaja dengan India dan Universitas 

Nalanda.

199


229. Bahwa negara Seriwidjaja itu bersatu dengan radjakula 

Sjailendera jang memegang kendali pemerintahan kedatuan, terbukti 

dengan djelasnja dari „Piagam Raja kota Leiden”  (grande charte de 

Leyde), jang tersimpan dalam musium universitas kota itu, dan 

berisi kalimat, dalam bagian jang berbahasa Sangsekerta, bahwa 

kepala-negara Seri Marawidjaja-uttungga-warman, putera Tjuda- 

maniwarman jalah anggota radjakula Sjailendera (Qailendravanga) 

dan mendjadi radja (adhipati)  Kataha dan ^rl Visaya (<̂ rl Visaya- 

dhipati) Sjailendra dan Seriwidjaja disebutkan dalam satu rangka 

tatanegara: Boleh djadi Kataha jang disebutkan dalam kalimat 

itu terletak dipulau Sumatera, dan kemudian meluas sampai ke 

Kedah di Semandjung Melaju.

Selainnja dari pada „biara Tjudamani-warman”  dibagian ber­

bahasa Sangsekerta dengan tegas dihubungkan dengan radjakula 

Qailendra-vanca dan adipati atau kepala-negara Kataha dan Seriwi­

djaja, maka dalam pertulisan berbahasa Tamil dan bertarich ±  

1084 (Archeological Survey Southern India; bagian IV, hal. 226- 

227) ditegaskan lebih landjut, bahwa kepada biara jang tersebut 

diata9 diserahkan beberapa wakaf dengan perantara dua orang duta 

Indonesia bernama Radjawidia-dara Samanta dan abimana-uttungga 

Samanta dan biara itu bernama „Qailendra-Cudamani-varma-vihara 

„monastere de S.M. Cudamaniwarma de la famille des Qailendra” .

Bagian pendjelasan ini hendak menegaskan, bahwa ditindjau dari 

eudut sedjarah nasional Indonesia, serta dengan memperhatikan 

hasil-hasil penjelidikan sedjarah Indonesia seperti dirumuskan 

sebelum tahun 1945 dan kini sedjak tahun Proklamasi 1945 djuga 

mempergunakan ilmu ketatanegaraan Indonesia, dapatlah dilakukan 

penjusunan kembali sedjarah Seriwidjaja. Pembatjaan dan penju- 

sunan kembali ini adalah sesuai dengan tudjuan Seminar Sedjarah 

di Djokja 1958 dan Seminar Sedjarah Asia Tenggara jang berlang- 

6ung dikota London pada tahun 1956, seperti telah ditegaskan diatas.

Pembatjaan kembali sedjarah Seriwidjaja memberi hasil jang 

tegas, bahwa Seriwidjaja jalah nama bentuk-negara, sedangkan Sjai­

lendera jalah nama-dinasti radja-radja Seriwidjaja. Dengan demi- 

kian, maka dapatlah dihindarkan perpetjahan ilmu pengetahuan 

sedjarah dan dapatlah pula disatukan setjara ilmiah dan harmonis 

negara Seriwidjaja dan radjakulanja Sjailendera dalam kerangka- 

persatuan sedjarah nasional Indonesia pada waktu jang lampau.

1. Empat pendapat.

Penjelidikan sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera dalam empat puluh 

tahun jang paling achir ini melalui tiga tingkatan jang menimbul- 

kan kesan bagaimana sebelum perang dunia kedua perpetjahan 

terdjadi antara rumusan hasil penjelidikan sedjarah tiga tingkatan 

itu menimbulkan tiga aliran sedjarah.

201

Tingkatan jang pertama dimulai dengan tiga Sardjana Perantjis 

dan Belanda (Coedes, Ferrand dan Krom) jang berpendapat sedjak 

tahun 1918 sampai 1926, bahwa adalah dalam sedjarah Indonesia 

suatu zaman Seriwidjaja jang disatukan dengan Sjailendera, sedang 

pusat negara Indonesia itu terletak dipulau Sumatera. Tahun 1918 

jalah pertama kalinja tersiarnja karangan Coedes (L.a royaume de 

Qrlvijaya) dan 1926 jalah tarich terbitnja naskah  Hindoe Javaansche 

Geschiedenis karangan Prof. N.J. Krom jang berpengaruh besar itu.

Tingkatan jang kedua jang dimulai dengan penjelidikan Dr. W.F. 

Stutterheim, jang sedjak tahun 1929 membeda-bedakan Sjailendera 

dari pada Seriwidjaja, sedangkan Sjailendera pusatnja terletak di­

pulau Djawa bagian Tengali.

Pendapat ini sangat berlainan, malahan berlawanan dengan Pert" 

dapat pertama diatas. Terbitlah dua uraian jang isinja sangat ber- 

tentangan. Krom mengutjapkan pidato pada tahun 1919 diwaktu 

akan mendjabat martabat mahaguru dikota Leiden: „De Sumatraan- 

eche periode in de Javaansche Geschiedenis” . Dan Stutterheim 

menulis pada tahun 1929 naskah  berbahasa Inggeris dengan berkepa a. 

” A Javanese periode in Sumatran History” .

Tingkatan jang ketiga jang dimulai dengan dapatnja pertulisan 

batu berbahasa Djawa-lama dan bertarich 856, serta dalamnja ter  ̂

sebut nama Balaputera sebagai seorang anggota radjakula anr'®̂  

Sjailendera jang berpindah dari Djawa Tengah pada tahun 

mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja dipulau Sumatera. 

Pertulisan itu dibahas oleh Dr. de Casparis jang menjiarkannja pa a 

tahun 1956 dalam naskah nja ’ ’Selected inscriptions from the 

the 9th century A.D.”  (Bandung 1956).

Dengan memperhatikan djalan-fikiran sardjana-sardjana *̂ a^ ra 

tiga tingkatan atau aliran diatas, maka kelihatanlah bahwa di^a 

tiga aliran itu tidaklah melihat negara Seriwidjaja dalam kerang a- 

kesatuan sedjarah-nasional Indonesia, dan tidak pula berpen 1̂ an 

dengan tegas, bahwa Seriwidjaja jalah nama negara sedangkan 

Sjailendera jalah nama dinasti (bangsa; keluarga; radjakula) 

melahirkan anggota-anggota jang mendjalankan pemerintahan^ * 

puntjak pimpinan Seriwidjaja atau di Seriwidjaja dibagian daera 

(mandala). Pendirian jang keempat inilah jang kita madjukan an 

kita turut dalam uraian bagian karangan ini, sebagai hasil an 

pada pembatjaan-kembali (rereading) dan penulis-kembali (rewri­

ting) sedjarah Indonesia.

Dengan chusus kita menindjau kembali kedudukan Balaputera 

dalam sedjarah Seriwidjaja-Sjailendera dalam abad ke-IX.

2. Balaputera-dewa.

Adalah dua bahan tertulis jang menjgbutkan nama Balaputera 

sebagai tokoh sedjarah Indonesia dalam abad ke-IX.

202

Bahan pertama tertulis dalam bahasa Sangsekerta berhuruf Dewa- 

negari dan dinamai Piagam Nalanda, karena ditemui pada peng- 

galian biara Nalanda dialirkan Sungai Gangga ditanah India pada 

tahun 1921. Piagam itu telah disalin kedalam bahasa Inggeris oleh 

Sardjana Hindu bernama Hirananda Shastri, jang disiarkan dalam 

madjalah Epigraphia Indica (1924, hal. 310-327). Didalam pertulis­

an itu tersebut nama Balaputera. Piagam itu sendiri telah ditindjau 

pula oleh sardjana sedjarah, seperti: Krom, Bosch, Coedes, Stutter- 

heim dan Moens semuanja sebelum tahun 1940. Walaupun Piagam 

itu tidak bertarich, tetapi karena didalamnja tersebut nama-nama 

radja Pala atau Benggala Dewapaladewa dalam abad ke-9 dapat di- 

duga dengan beralasan, bahwa piagam Nalanda itu diguris kira-kira 

pada tahun 860.

JDugaan Dr. Bosch ternjata beralasan kuat setelah Dr. de Cas- 

paris dapat membatja pertulisan Ratu Baka dalam bahasa Djawa- 

lama bertarich 856 dan berasal dari Indonesia.

Bahan kedua jalah Batu-bertulis Ratu Baka berbahasa Djawa- 

lama dan bertarich 856. Dalamnja tersebut pula nama Balaputera. 

Pertulisan itu telah disalin kedalam bahasa Inggeris oleli Prof. Dr. 

de Casparis dan disiarkan dalam naskah  Prasasti Indonesia II (hal. 

280-330) jang diterbitkan pada tahun 1956. Oleh penemuan pertu­

lisan Ratu Baka itu banjaklah pemandangan sardjana sebelum 1940 

jang dapat disalahkan atau dibenarkan, karena berhubung dengan 

bahan baru .itu. ‘

Dugaan semula tahun 860 bagi tarich Piagam Nalanda boleh 

dikatakan tepat, karena mungkin sekali Piagam Nalanda dipahat 

beberapa tahun sesudah tahun 856, jaitu sesudah Balaputera me- 

ninggalkan pulau Djawa pada tahun 856 dan bersemajam dipulau 

Sumatera. Balaputera jang dinamai djuga Balaputera-dewa.

Kedua bahan diatas kita pakai untuk memberi pembentukan- 

kembali dari sedjarah Balaputera, sebagai usaha jang termasuk 

kedalam aliran keempat. Dan pula bahan Balaputera sangat berhar- 

ga untuk memperkuat pendapat, bahwa Seriwidjaja jalah nama 

negara dan Sjailendera nama dinasti Seriwidjaja.

3. Istilah Seriwidjaja dan Sjailendera.

Istilah Seriwidjaja sebagai nama negara jang berbentuk kedatuan 

dapat dibatja pada pertulisan berbahasa Indonesia lama, seperti 

Kedukan Bukit (683) dan Kota Kapur (686). Nama Seriwidjaja 

djuga beberapa kali tersebut dalam naskah  Tionghoa berbunji Cheli- 

fo-che dan San-fo-Fsi dan dalam naskah  Arab serta dalam pertulisan 

berbahasa Sangsekerta serta Tamil.

Istilah Sjailendera tersebut dalam beberapa pertulisan berbahasa 

Sangsekerta jang ditemui di Djawa Tengah, India dan Semandjung 

Melaju, seperti Ligor (775) di Semandjung Melaju dan Kalasan

203

(778) atau Kelurak (782) di Djawa Tengah. Anggota radjakula 

(dinasti) Sjailendera dinamai „hiasan bangsa Sjailendera”  atau 

dalam bangsa Sangsekerta „Qailendrawamgatilakah” . Sjailendera 

artinja ,,Penguasa di Gunung” atau „Radja*di Bukit”  (Kings of the 

Mountain). Wangsa jalah bangsa dalam pengartian kaluarga radja- 

radja atau dinasti (radjakula). Tidakkah berarti hiasan atau ang- 

gota dinasti Sjailendera jalah salinan dalam bahasa Sangsekerta dari 

pada Gunung Dapunta Hiang, jang disingkatkan mendjadi Si 

Guntang. Istilah Siguntang Mahameru jalah dua sinonim nama asli, 

jang kembar dengan berisi salinan dalam bahasa Sangsekerta. 

Dapunta Hiang tersebut dalam pertulisan Kedukan Bukit bertarich 

, an jang berisi Proklamasi pembentukan negara Seriwidjaja. 

Oleh karena pertulisan-pertulisan Seriwidjaja dan Sjailendera 

umumnja tertulis diberbagai-bagai piagam dan berasal pula dari 

pe agai daerah, maka persatuan antara negara dan kaluarga kepala- 

negara tidaklah dengan segera kelihatan oleh sardjana. Lagi pula 

sampai kini ahli sedjarah kurang sekali mempergunakan bahan- 

o f  a*  k<;tatanegaraan dan tidak melihat sedjarah Sjailendera- 

riwi jaja dalam kerangka kesatuan sedjarah nasional Indonesia 

a am abad ke-9. Tetapi kesimpulan jang mempersatukan bentuk 

negara dan kaluarga radja dapat djuga diambil, karena memang 

a a a annja jang langsung untuk memperkuat pendapat itu.

4. Persatuan antara negara Seriwidjaja dan radjakula Sjailendera.

Sampai tiga kali tersebut dalam satu tulisan, bahwa Sjailendera 

. an enwidjaja adalah serentak sama, jaitu maksudnja Sjailendera 

J " 1 ” a» a JacUakula (bangsa; dinasti) jang memerintah dan 

eriwi jaja adalah nama negara. Tulisan itu jalah Piagam Nalanda 

dan pertulisan Ligor dan Piagam Leiden.

, ,^ .a âPv̂t®ra ^inamai dalam Piagam Nalanda; hiasan bangsa Sjai- 

te Tq ' ^ai êndra~wamsa-tilakah)  dan maharadja dipulau Suma- 

ra., UtLâ nadwiphadhipamaharaja). Piagam Nalanda djuga mem- 

p  Sj 1 a** e^gan kata-kata jang tak ada kebimbangan, bahwa 

j  * j ? Ui era a*k sewaktu di Djawa Tengah ataupun sesudah men- 

6̂ a 1}ef ar.a Seriwidjaja tetap tidak berubah mendjadi 

dinJrl j a*l®ncfera. Perpindahan menurut piagam Nalanda

djperkuat oleh pertulisan Ratu Baka bertarich 856.

raHia^hl* 311 1 ®emandju-ng Melaju bertarich 775 menamai

J era: JanS menguasai Seriwidjaja (£rlvljaya-

^ a£an  ̂ Leiden berbahasa Sangsekerta dan Tamil disebut- 

T* 3 !ak kepala-negara Seriwidjaja ajah dan anak, ber- 

JU ( amaniwarman dan ananda Marawidjaja-uttunggawarman,

204

kedua-duanja anggota bangsa Sjailendera dan mendjadi maharadja 

kepala-negara Seriwidjaja, dalam abad kesebelas.

Kesimpulan jang diambil dari ketiga piagam tertulis diatas jaitu: 

Seriwidjaja jalah nama negara jang berbentuk monarchi (kedatuan) 

dan Sjailendera jalah nama dinasti (radjakula; bangsa) jang men­

djalankan kekuasaan atas negara Seriwidjaja. Perbedaan nama 

negara dan nama kaluarga jang berkuasa dikenal oleh ketatanegara­

an Inggeris, Belanda dan dahulu djuga dalam sedjarah Tiongkok, 

Perantjis dan Sepanjol. Semendjak perdjandjian Muenster (1648) 

nama keradjaan Belanda jalah Het Koninkrijk der Nederlanden, 

dan radjakulanja: Oranje. Tjontoh-tjontoh diatas dan kesimpulan 

jang ditarik dari sedjarah-dunia ini memberi sumbangan berharga 

bagi menguatkan pendapat, bahwa menurut ilmu ketatanegaraan 

dapatlah disatukan nama negara Seriwidjaja dengan nama dinasti 

Sjailendera dalam suatu susunan tatanegara Indonesia pada waktu 

itu.

5. Balaputera dalam kerangka sedjarah-nasional Seriwidjaja.

Dua tarich jang penting dalam sedjarah Balaputera untuk menem- 

patkan beliau dalam sedjarah Seriwidjaja, jaitu tarich 856 dan 

dz 860.

Pertulisan Nalanda dan Ratu Baka menjebutkan, bahwa pada 

tahun 856 berlangsung perpindahan Balaputera dari pulau Djawa 

(Yawadwipa) kepulau Sumatera (Pulau Emas; Suwarnadwipa). 

Dan tarich 860 walaupun hanja dengan kira-kira belaka, jaitu untuk 

menjatakan, bahwa setelah beberapa lamanja berkuasa dipulau 

Sumatera sebagai Maharadja kedatuan Seriwidjaja maka dikirimkan 

oleh Balaputera seorang duta-besar bernama Balawarman untuk 

kepentingan wakaf kepada biara-besar di Nalanda. Kedua tarich 

itu menjatakan, bahwa sedjarah Balaputera, baik waktu dipulau 

Djawa ataupun sesudah bersemajam dipulau Sumatera seluruhnja 

masuk dewasa jang kedua dalam zaman Seriwidjaja, jaitu bagian 

tengah pertumbuhan (growth) Seriwidjaja sedjak tahun 683 sampai 

1180.

Meliliat kedua tarich diatas, maka peristiwa penting sekeliling 

Balaputera dapat kita bagikan atas 4 bagian:

I. Tentang asal-usul Balaputera sebelum 856.

II. Sebab dan arti perpindahan pada tahun 856 dari pulau 

Djawa kepulau Sumatera.

III. Penjusunan kekuasaan Seriwidjaja (856-860) sampai 

berhubungan dengan Nalanda.

IV. Tentang turunan Balaputera dalam kekuasaan negara 

Seriwidjaja.

205

6. Asal-usul dan turunan Balaputera.

Balaputera jalah anggota dinasti Sjailendera ,,hiasan bangsa 

Sjailendera” . Piagam Nalanda dan Rata Baka memberi pendjelasan 

tentang asal-usul Balaputera atas tiga tingkatan.

1. Balaputera jalah putera-bungsii dari pulau Djawa d a n  kemudian 

sedjak tahun 856 mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja 

dengan bersemajam dipulau Sumatera.

2. Ajah-bunda Balaputera.

Bunda Balaputera barnama Tara, puteri kelahiran bangsa 

Bulan (Somawangsa)  dengan bernama Darmasetu.

Ajahanda Balaputera bernama Samaratungga dipulau Djawa jan0 

berkawin dengan dewl Tara, bunda Balaputera.

Boleh djadi sekali Darmasetu, mertua Samaratungga, dan ajahan­

da dewi Tara jalah kepala-negara kedatuan Seriwidjaja, se iincga 

itulah jang mendjadi eebab agaknja maka tjutjunda Ba apu er 

mendjadi Datuk Maharadja Seriwidjaja. Samaratungga ernama 

djuga Samaragrawira.

Saudara-tua Balaputera jalah puteri Pramoda-wardani jang 

berkawin dengan Rakai Pikatan d i Djawa Tengah.

3. Nenek Balaputera.

Samaratungga jalah putera seorang Sjailendera dipulau Djawa 

dan mendjadi radja di Djawa Tengah. Piagam Nalanda m enje ,u . 

dengan tegas, bahwa bapak Samaratungga jalah „hiasan racja^ 

Sjailendera (^ailendra- wamsatilaka)”  dan memakai 5*ama ®

pandjang jaitu  Seri-wiravoairi-maiana-anugata-abidana. N am a jan g

hampir sama bunji dan maknanja tersebut pula dalam pertu isa 

Kelurak 782: Wairiwarawira-mandana.

Dengan demikian, njatalah asal-usul Balaputera dalam tiga 

turunan.

Nama Balaputera jang berarti Putera Bungsu, menimbiilkan 

dugaan, bahwa beliau mempunjai kakak. Menurut Prof. de asparis, 

maka kakaknja itu jalah puteri Pramoda-wardani menurut Pe.5 11 

lisan Karang Tengah bertarich 824. Pramoda-wardani tak ikut ber- 

sama Balaputera berpindah ke Sumatera, melainkan menetap 

Djawa Tengah dan berkawin dengan Rakai Pikatan. Pertulisan Katu 

Baka berisi pertentangan antara Rakai Pikatan dengan Balaputera 

jang agaknja karena menderita kekalahan lalu berpindah ke Suma­

tera. Sementara itu. puteri Pramoda-wardani dikawini Rakai Pikatan 

dan keraton Ratu Baka mendjadi keraton Sjiwa, padahal sebelum 

tahun 856 jalah keraton Sjailendera untuk kepentingan agama Buda- 

Maliajana.

206

4. Turunan Balaputera terus berkuasa di Seriwidjaja. Adalah 

tiga orang turunannja jang berkuasa besar dalam abad ke-11, jaitu: 

Sanggrama-widjaja-uttungga-warman, Tjuda-maniwarman, Mara- 

widjaja-uttungga-warman.

Apabila hasil penjelidikan Prof. de Casparis dalam Prasasti 

Indonesia bagian I dan II kita susunkan dalam rentengan waktu, 

maka dapatlah 8 nama anggota radjakula Sjailendera jang pemah 

berkuasa mendjalankan pemerintahan Seriwidjaja:

1. Bhanu menurut pertulisan Plumpungan bertarich 752.

2. Wisnu (775-782), jang bernama angkatan Darmatun gga> 

menurut pertulisan Ligor bertarich 775.

3. Indera (782-812) jang bernama angkatan Sangrama danang- 

djaja atau Darani-indra-warman menurut pertulisan. Ke- 

lurak bertarich 782.

4. Samaratungga (812-833), menurut pertulisan Nalanda dan 

Karang Tengah bertarich 824.

5. Balaputera (833-856), menurut pertulisan Nalanda dan 

Ratu Baka.

6. Tjuda-maniwarman menurut Piagam-raja dikota Leiden.

7. Maraividjaja-uttunggawarman (1006) menurut Piagam 

Leiden.

8. Sangrama-widjajaruttunggawarman, menurut pertulisan 

Tanjore (1030).

Dapat djuga ditjatat, bahwa nama kepala-negara Seriwidjaja 

„Sanggrama-widjaja”  jalah pula nama perdana-menteri puteri dalam 

keradjaan Airlangga. Tidaklah sadja namanja sama, tetapi djuga 

abadnja, jaitu abad ke-11. Dugaan ini ditegaskan oleh Prof. de 

Casparis dalam pidato-pelantikaimja dikota Malang pada permulaan 

tahun 1958.

7. Perpindahan Balaputera dari Djawa Tengah ke Sumatera.

Menurut pertulisan Ratu Baka jang bertarich 856 ternjata bahwa 

sebelum tahun 836 Balaputera berada di Djawa Tengah. Keraton 

Sjailendera tempat Balaputera bersemajam terletak didataran-tinggi 

Ratu Baka. Pada tahun 856 radja Balaputera berpindah kepulau 

Sumatera dan mendjadi kepala-negara kedatuan Seriwidjaja dengan 

bergelar Maharadja. Bangsanja tetap Bangsa (dinasti) Sjailendera.

Maka timbullah pertanjaan jang mendjadi sebab mendorongkan 

perpindahan itu. Banjak kemungkinan jang dapat dirumuskan seba­

gai pertanjaan.

207

Kemungkinan pertama, karena berperang dengan atau ditentang 

oleh Rakai Pikatan. Memang dalam pertulisan Ratu Baka tersebut 

4 kalimat: Mahegwara ta sira rigwari curapatni. Tepat tahun ni lama

ning ............... Stala ivatunn-inatus-yat ungssyan hanta-wali mwang

anilahi walaputra.

Salinannja:

Beliau (Ratu Pikatan) adalah pemeluk agama Sjiwa, berbeda 

dengan Permaisuri (Pramoda-wardani) jang mendjadi isteri pah- 

lawan.

Sebenarnja adalah tepat setahun lamanja ...............  melunggukkan

beratus batu sebelum pengungsian, jang mendjadi pembinasa 

kentjang-derasnja selekas angin ...............  Balaputera.

Persangkaan kedua jalah karena rupa-rupanja dipusat negara 

Seriwidjaja dipulau Sumatera tak ada putera laki-laki jang akan 

duduk mendjadi kepala-negara sebagai Datuk-Maharadja. Maka 

berpindahlah Balaputera sebagai anggota dinasti Sjailendera untuk 

memeluk djabatan jang tinggi itu. Memang Piagam Nalanda tak 

menjebutkan apa-apa tentang pertentangan Balaputera dengan 

Rakai Pikatan. Perpindahan dari pulau Djawa kepulau Sumatera 

dianggap biasa sadja.

Persangkaan ketiga jalah berhubungan dengan hubungan politik, 

agama dan pengadjaran antara Seriwidjaja dengan India, jang mem- 

butuhkan tenaga Sjailendera jang begitu tangkas dan djelas tindakan- 

nja dalam ketiga lapangan tersebut. Dan memang dalam waktu jang 

sangat pendek, maka dapatlah Balaputera setelah menjusun kekuatan 

dalam hanja empat tahun melaksanakan rantjangan  S eriw id ja ja  

itu, seperti diakui oleh radja Benggala dalam Piagam Nalanda.

Demikianlah perpindahan itu menimbulkan seribu matjam per­

tanjaan dan dugaan. Jang tegas jalah radjakula Balaputera teta_p

angsa Sjailendera baik dipulau Djawa ataupun sesudah mendjadi 

Datuk Maharadja Seriwidjaja.

A. Perhubungan Seriwidjaja dengan India dan ZJniversitas 

A'alanda.

Setelah Balaputera bersemajam dipulau Sumatera sebagai kepala* 

negara Seriwidjaja, maka kira-kira pada tahun 860 telah ada per- 

hubungannja dengan tanah Benggala ditanah India. Keadaan itu 

ternjata dalam Piagam Nalanda jang ditemui pada penggalian di 

Nalanda sendiri. Nalanda terletak dekat Benares. Jang menjiarkan 

Piagam itu j*alah radja Benggala bernama Dewapaladewa, jang 

mulai memerintah kira-kira pada tahun 820. Penjiaran itu berlaku 

pada ketika radja Pala memerintah pada tahun ke-39 dalam peme­

rintahan, djadi kira-kira pada tahun 860.

208

Persangkaan un diduga sebelum perang-dunia ke-II oleh Prof 

Bosch dan rnendapat alasan jang kuat setelah pertulisan Ratu Baka 

disiarkan oleh de Casparis pada tahun 1956. Piagam itu mula- 

muJanja disalin oleh sardjana Hirananda Sactri j* i i

Epigraphica Indica (1924) dan kemudian dibahas oleh Prof3 Bosch 

dalam madjalah Tijd. Bat. Genootschap (1925) dan Rardiana 

Maj'umdar dalam Monography of the Varendra 1, c • ♦

(1926), oleh Prof. Krom d a lL ’ naskah nja

denis (1932) serta diulang membahasnja setelah p e tn »  dunia 

berhubungan dengan penemuan piagam Ratu Baka oleh Prof de 

Casparis dalam naskah nja Prasasti Indonesia II (1956) Adapun 

susunan tatanegara Seriwidjaja dibawah kekuasaan radjakula Sjai- 

Inndera, jang mengendalikan pemerintahan negara Seriwidjaja

1 5 0  B ( 1 4 )

209


BAGIAN V.

TATANEGARA SERIWIDJAJA DAN KEKUASAAN 

RADJAKULA SJAILENDERA.


BAGIAN V.

TATANEGARA SERIWIDJAJA DAN KEKUASAAN 

RADJAKULA SJAILENDERA.

ISINJA:

I. Susunan tatanegara Seriwidjaja.

1. Bentuk negara: Kedatuan.

2. Nama negara: Seriwidjaja.

3. Empat unsur negara Seriwidjaja:

a. Rakjat.

b. Wilajat.

c. Pemerintahan.

d. Tudjuan.

II. Kekuasaan radjakula Sjailendera jang mengendalikan 

pemerintahan negara Seriwidjaja.

A. Radjakula Sjailendera.

B. Anggota radjakula Sjailendera.

III. Kesimpulan.

213


I. SUSUNAN KETATANEGARAAN SERIWIDJAJA.

230. Susunan negara-negara Indonesia dizaman dahulu belum 

mendjadi bahan penjelidikan-sedjarah. Tatanegara menurut hukum- 

kebiasaan dizaman jang lampau belum banjak dikenal, karena 

penjelidikan setjara langsung belum dilaksanakan.

Berkat penemuan dan penjiaran pertulisan Telaga Batu berbahasa 

Indonesia-lama dan berasal kira-kira dari tahun 683 Masehi, jaitu 

sama dengan tarich pertulisan Kedukan Bukit (683) dan Kota Kapur 

(686), penjelidikan ketatanegaraan Seriwidjaja mendapat pangkalan 

jang sangat berliarga.

Pertulisan Telaga Batu ternjata berisi susunan negara dan peme­

rintahan Seriwidjaja. Batjaan dan dan salinan kedalam bahasa 

Inggeris dari pertulisan oleh Prof. C. de Casparis didapat dalam 

naskah nja Prasasti Indonesia II (1956).

1. Bent.uk negara: kedatuan.

Beberapa pertulisan Seriwidjaja berbahasa Indonesia-lama pada 

pengliabisan abad VII memberi bahan k«pada kita, bahwa Seriwi­

djaja jalah suatu negara monarchi berbentuk kedatuan.

Istilah itu dalam bahasa Indonesia-lama berurat datu/ratu 

dengan bertjantuman ke-an.

Bentuk bahasa ini adalah sampai kini lazim terpakai, seperti 

dalam kata-kata kebupatian, kewadanaan, kelarasan, keresidenan, 

jang ditempa dengan memakai nama kepala daerah jang menguasai: 

bupati, wedana, laras dan residen.

Istilah kata-kembar kadatuan QrTvijaya, didapat pada pertulisan 

Karang Berahi dan Kota Kapur (kalimat 5).

2. Nama-negara: Seriwidjaja.

Negara bernama Seriwidjaja. Perkataan ini berarti: Kemenangan 

mulia, dan berulang-ulang disebutkan dalam beberapa pertulisan 

berbahasa Indonesia-lama, seperti pertulisan: Kedukan Bukit (kal. 

10). Di Karang Berahi dan Kota Kapur (kal. 2, 4 -5 ;  10).

Nama Seriwidjaja djuga disebutkan dalam pertulisan berbahasa 

Sangsekerta ((Jrlwijaya), seperti pertulisan: Ligor.

Dalam bahasa Tamil nama itu berbunji (Mwisaya, -seperti ternjata 

dalam pertulisan Piagam Raja dikota Leiden (1044, 1046).

Berkat penjelidikan Coedes, Pelliot, Ferrand, dll. ternjata bahwa 

nama Seriwidjaja disalin kedalam aksara kandji Tionghoa Che-li- 

fo-che atau San-fo-tsi.

215

3. Empat unsur negara Seriwidjaja.

Seperti negara-negara Indonesia lain seperti Madjapahit dan 

Republik Indonesia, maka negara Seriwidjaja terbentuk menurut 

hukum-kebiasaan Indonesia atas empat unsur-hukum, jaitu: Rakjat, 

Wilajat, Pemerintahan dan Tudjuan-negara. Tiap-tiap unsur itu 

diwudjudkan dengan memakai istilah bahasa Indonesia-lama, seperti 

ditemui dalam beberapa pertulisan berasal dari Sumatera atau pulau 

Djawa.

a. Rakjat.

Perkataan bangsa (wangsa) dalam zaman Seriwidjaja tidak berarti 

seperti zaman sekarang. Makna wangsa dalam arti nation belum 

dikenal.

Pertulisan Kota Kapur (686) mengenai perkataan titang bagi 

menjatakan pengartian manusia sebagai pendukung hak. Istilah 

titang masih hidup dalam bahasa Bali: tityang, artinja hamba.

Bahasa Djawa tiang artinja djuga orang. Titang-hamvan =■ anak 

buah, rakjat (Kota Kapur). Perkataan lain jang banjak kali untuk 

menjatakan orang jalah hulun, artinja jang berkepala (hulu). 

Hulun-haji jalah hamba-radja.

Huluntuhanku, seperti berulang-ulang tersebut dalam pertulisan 

Telaga Batu artinja „negara-ku” , keradjaan-ku atau my empire; 

istilah itu tersusun dari pada perkataan hulun — rakjat, tuhan =  

tuan, my lords, dan meliputi angkatan bangsa jang memerintah dan 

Rakjat jang diperintah.

Susunan jang sedemikian banjak didapat bandingannja dalam 

bahasa Indonesia baru, seperti laki-bini =  laki dan bini, artinja 

ka