• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label Sapiens 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sapiens 4. Tampilkan semua postingan

Sapiens 4



 ang 

berarti bangkrut. Jika satu spesies menggaungkan banyak salinan 

DNA, ia sukses dan spesies itu subur. Dari perspektif semacam 

itu, 1.000 salinan selalu lebih baik dari 100 salinan. Inilah esensi 

dari Revolusi Agrikultur: kemampuan untuk mempertahankan 


Kecurangan Terbesar Sejarah

99

lebih banyak orang hidup di bawah kondisi lebih buruk.

Meskipun demikian, mengapa pula seseorang harus peduli 

dengan kalkulus evolusi ini? Mengapa pula satu orang yang 

sama menurunkan standar hidupnya hanya untuk menggandakan 

jumlah salinan gen Homo sapiens? Tak seorang pun setuju dengan 

kenyataan ini: Revolusi Agrikultur yaitu  sebuah perangkap.

Perangkap Mewah

Peningkatan pertanian yaitu  perkembangan yang sangat 

perlahan, menyebar selama berabad-abad dan beberapa milenium. 

Satu kawanan Homo sapiens yang mengumpulkan jamur dan 

kacang serta berburu rusa dan kelinci tidak tiba-tiba mendiami 

sebuah desa permanen, membajak tanah, menyemai gandum 

dan mengangkut air dari sungai. Perubahan itu berjalan tahap 

demi tahap, masing-masing disertai hanya perubahan kecil dalam 

kehidupan sehari-hari.

Homo sapiens mencapai Timur Tengah sekitar 70.000 tahun 

lalu. Selama 50.000 tahun kemudian para leluhur kita tumbuh 

subur di sana tanpa pertanian. Sumber daya alam area itu cukup 

untuk menopang populasi manusianya. Pada satu masa subur 

banyak orang punya anak, dan pada masa sulit lebih sedikit yang 

punya anak. Manusia, seperti mamalia pada umumnya, memiliki 

mekanisme hormonal dan genetik yang membantu mengendalikan 

perkembangbiakan. Pada masa yang baik, perempuan mencapai 

pubertas lebih awal, dan peluang mereka untuk hamil sedikit 

lebih tinggi. Pada masa buruk, pubertas datang lebih lambat dan 

kesuburan menurun.

Selain kendali populasi alamiah ini, datang pula mekanisme 

kultural. Bayi-bayi dan anak-anak kecil, yang bergerak lamban 

dan menuntut perhatian lebih besar, menjadi beban bagi para 

pengembara nomaden. Orang-orang berusaha menjarangkan 

kelahiran anak tiga sampai empat tahun. Perempuan melakukan 

itu dengan mengasuh anak sepanjang waktu dan sampai usia 

anak lebih tua (penyusuan sepanjang waktu secara signifikan 

menurunkan peluang untuk hamil). Metode-metode lain yaitu  


 

100

pantangan seks penuh atau sebagian (didukung mungkin oleh 

tabu-tabu kultural), aborsi, dan kadang-kadang pembunuhan bayi.

Selama milenium-milenium panjang ini orang terkadang 

makan biji gandum, namun  ini bagian yang sangat marginal dari 

menu makanan mereka. Sekitar 18.000 tahun lalu, zaman es 

terakhir membuka jalan bagi periode pemanasan global. saat  

suhu naik, demikian pula curah hujan. Iklim baru menjadi ideal 

bagi gandum Timur Tengah dan sereal lain, yang berbiak dan 

menyebar. Orang-orang mulai memakan lebih banyak gandum, 

dan sebagai gantinya mereka secara tak sengaja menyebarkan 

pertumbuhannya. sebab  tidak mungkin makan biji-bijian liar 

tanpa menampinya dulu, menggiling, dan memasaknya, orang-

orang harus mengumpulkan biji-bijian ini di tempat-tempat 

tinggal sementara untuk memprosesnya. Biji-biji gandum cukup 

kecil dan banyak sehingga tak terelakkan sebagian jatuh dalam 

perjalanan ke tempat tinggal dan hilang. Dari waktu ke waktu 

semakin banyak gandum tumbuh di sepanjang jalur favorit 

manusia dan dekat tempat tinggal mereka.

saat  manusia membakar hutan dan semak-semak, ini 

juga membantu gandum. Api melenyapkan pohon-pohon dan 

semak belukar, memungkinkan gandum dan rumput-rumut lain 

memonopoli sinar Matahari, air, dan nutrisi. Di tempat-tempat 

yang tersedia gandum melimpah, binatang serta sumber-sumber 

makanan lain juga banyak, kawanan manusia pun pelan-pelan 

meninggalkan gaya hidup nomaden serta tinggal di kamp-kamp 

musiman, bahkan permanen.

Mula-mula mereka mungkin tinggal selama empat pekan 

pada musim panen. Satu generasi kemudian, saat  tumbuhan 

gandum berbiak dan menyebar, kamp panen bertahan sampai 

lima pekan, kemudian enam pekan, dan akhirnya menjadi sebuah 

desa permanen. Bukti permukiman semacam itu telah ditemukan 

di seluruh Timur Tengah, terutama di Levant, di mana kultur 

Natufian tumbuh subur dari 12.500 SM sampai 9500 SM. 

Orang-orang Natufian yaitu  pemburu-penjelajah yang hidup 

dengan puluhan spesies liar, namun  mereka hidup di desa-desa 

permanen dan menghabiskan banyak waktu untuk pengumpulan 

dan pemrosesan secara intensif sereal liar. Mereka membangun 


Kecurangan Terbesar Sejarah

101

rumah-rumah batu dan lumbung. Mereka menyimpan biji-bijian 

untuk masa-masa sulit. Mereka menemukan alat-alat baru seperti 

sabit batu untuk memanen gandum, dan penumbuk serta mortir 

dari batu untuk menghaluskannya.

Pada tahun-tahun setelah 9500 SM, para keturunan Natufian 

terus mengumpulkan dan memproses sereal, namun  mereka juga 

mulai menanamnya dengan cara yang semakin teliti. saat  

mengumpulkan biji-bijian liar, mereka menyisihkan sebagian dari 

hasil panen untuk disemai di ladang musim berikutnya. Mereka 

menemukan bahwa dengan menyemai biji-bijian ke dalam tanah, 

mereka bisa mendapatkan hasil yang lebih baik, dibandingkan 

menaburnya secara asal-asalan di permukaan tanah. Jadi, mereka 

mulai mencangkul dan membajak. Pelan-pelan mereka juga mulai 

menyemai di ladang, menjaganya dari parasit, dan mengairi serta 

menyuburkannya. Dengan semakin banyak upaya dilakukan untuk 

menanam sereal, semakin sedikit waktu untuk mengumpulkan 

dan memburu spesies liar. Pengembara pun menjadi petani.

Tak ada satu pun jejak yang membedakan perempuan 

pengumpul gandum liar dengan perempuan yang bercocok-

tanam gandum domestikasi sehingga sulit untuk menyatakan 

secara pasti kapan transisi menentukan ke agrikultur itu 

terjadi. Namun, sampai dengan 8500 SM, Timur Tengah 

dipadati desa-desa permanen seperti Jericho, yang penghuninya 

menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk menanam 

beberapa sepesies domestikasi.Dengan pergerakan ke desa-

desa permanen dan naiknya pasokan makanan, populasi mulai 

menanam. Meninggalkan gaya hidup nomaden memungkinkan 

kaum perempuan memiliki anak setiap tahun. Bayi-bayi disapih 

lebih awal—mereka bisa disuapi bubur dan adonan. Tenaga ekstra 

sangat dibutuhkan di ladang. Namun, mulut-mulut ekstra dengan 

cepat menyapu bersih surplus makanan sehingga bahkan semakin 

banyak ladang harus ditanami. saat  orang mulai hidup di 

permukiman-permukiman yang dipenuhi penyakit, saat  anak-

anak lebih banyak disuapi sereal dan lebih sedikit susu ibu, dan 

saat  setiap anak bersaing untuk mendapatkan bubur dengan 

lebih banyak saudara-saudaranya, tingkat kematian anak pun 

mencuat. Di banyak warga  agrikultur sedikitnya satu dari 


 

102

setiap tiga anak sebelum mencapai usia 20 tahun.4 Meskipun 

demikian, kenaikan angka kelahiran masih di atas naiknya angka 

kematian; manusia tetap punya anak yang jumlahnya lebih besar.

Seiring waktu, “daya tawar gandum” menjadi beban yang 

semakin berat dan semakin berat. Anak-anak mati berbondong-

bondong, dan orang dewasa makan dengan keringat bercucuran 

di kening. Rata-rata orang di Jericho pada 8500 SM hidup lebih 

sulit ketimbang rata-rata orang di Jericho pada 9500 SM atau 

13.000 SM. Namun, tak seorang pun menyadari apa yang sedang 

terjadi. Setiap generasi terus hidup seperti generasi sebelumnya, 

hanya membuat perbaikan-perbaikan kecil di sana sini dan 

dalam cara mengerjakan sesuatu. Secara paradoks, serangkaian 

“perbaikan”, yang masing-masing berarti menjadikan hidup lebih 

mudah, menambahkan satu batu gerinda di leher para petani ini.

Mengapa orang membuat kalkulasi fatal semacam itu? 

Penyebabnya sama dengan miskalkulasi yang dilakukan orang-

orang sepanjang sejarah. Orang tidak mampu memahami 

sepenuhnya konsekuensi-konsekuensi dari keputusan-keputusan 

mereka. Setiap kali mereka memutuskan untuk mengerjakan 

sedikit pekerjaan ekstra—taruhlah untuk mencangkul ladang, 

bukan menabur benih di permukaan—orang mengira “Ya, kita 

harus bekerja lebih keras, namun  panen akan berlimpah! Kita 

tidak perlu khawatir dengan tahun-tahun mendatang. Anak-anak 

tidak akan pernah lagi tidur kelaparan”. Masuk akal. Jika Anda 

bekerja lebih keras, Anda akan mendapatkan kehidupan yang 

lebih baik. Itulah rencananya.

Bagian pertama dari rencana itu berjalan mulus. Orang-

orang benar-benar bekerja lebih keras. Namun, orang-orang 

tidak bisa melihat bahwa jumlah anak akan bertambah, yang 

berarti bahwa ekstra gandum akan dibagi dengan lebih banyak 

anak. Para petani awal itu juga tidak mengerti bahwa menyuapi 

anak-anak dengan lebih banyak bubur dan lebih sedikit susu 

ibu akan memperlemah sistem kekebalan mereka, dan bahwa 

permukiman-permukiman permanen akan menjadi sarang bagi 

penyakit-penyakit menular. Mereka tidak melihat bahwa dengan 

menaikkan ketergantungan pada satu sumber makanan tunggal, 

mereka sesungguhnya memapar diri dengan ancaman bahaya 


Kecurangan Terbesar Sejarah

103

kekeringan. Para petani itu juga tidak melihat pada tahun-tahun 

baik lumbung-lumbung mereka yang berlimpah akan mengundang 

pencuri dan musuh, memaksa mereka mulai membangun dinding 

dan melakukan tugas-tugas penjagaan.

Lalu, mengapa manusia tidak meninggalkan perladangan 

saat  rencananya mendatangkan kesulitan? Sebagian, sebab  

perlu beberapa generasi bagi perubahan-perubahan kecil untuk 

berakumulasi dan mentransformasi warga , dan pada 

masa itu, tak seorang pun mengingat bahwa mereka pernah 

hidup secara berbeda. Dan, sebagian sebab  pertumbuhan 

populasi membakar perahu-perahu kemanusiaan. Jika dengan 

pencangkulan populasi sebuah desa naik dari 100 menjadi 110, 

maka siapa 10 orang yang harus rela kelaparan agar yang lain 

bisa kembali ke keadaan baik pada masa lalu? Tidak ada yang 

bisa kembali. Perangkap sudah terkunci.

Perburuan kehidupan yang lebih mudah menghasilkan lebih 

banyak kesulitan, dan itu bukan yang terakhir. Itu terjadi pada 

kita hari ini. Berapa banyak pemuda lulusan perguruan tinggi 

mengambil pekerjaan berat di perusahaan-perusahaan padat 

karya, dengan berjanji bahwa mereka akan bekerja keras untuk 

mendapatkan uang yang memungkinkan mereka pensiun dan 

mengejar kesenangan pada usia 35 tahun? Namun, saat  usia 

itu tercapai, mereka punya beban besar, anak-anak ke sekolah, 

rumah di pinggiran yang membutuhkan sedikitnya dua mobil 

per keluarga, dan hidup tak terasa nikmatnya tanpa anggur dan 

liburan di luar negeri. Apa yang harus mereka lakukan, kembali 

menggali akar? Tidak, mereka melipatgandakan upayanya dan 

tetap diperbudak.

 Salah satu hukum sejarah yaitu  bahwa kemewahan 

cenderung menjadi keharusan dan melahirkan beban-beban 

baru. Begitu orang terbiasa dengan satu kemewahan tertentu, 

mereka menerimanya sebagai kebiasaan. Kemudian, mereka mulai 

menjadikannya kebutuhan. Akhirnya mereka mencapai satu titik 

saat  mereka tidak bisa hidup tanpanya. Mari ambil contoh 

lain yang populer pada masa kita. Selama beberapa dekade 

terakhir, kita telah menemukan tak terhitung alat penghemat 

waktu yang diharapkan menjadikan hidup lebih santai—mesin 


 

104

cuci, vacuum cleaner, pencuci piring, telepon, ponsel, komputer, 

surel. Sebelumnya, butuh banyak pekerjaan untuk menulis 

sepucuk surat, menulis alamat, membeli prangko dan amplop, dan 

membawanya ke kotak surat. Perlu beberapa hari atau beberapa 

pekan, bahkan mungkin beberapa bulan, untuk mendapatkan 

jawaban. Kini, saya bisa menulis surel, mengirimnya sejauh 

setengah putaran Bumi, dan (jika yang dituju sedang online) 

menerima jawaban semenit kemudian. Saya menghemat waktu 

dan tenaga, namun  apakah saya menikmati kehidupan yang lebih 

santai?

Sayangnya tidak. Pada era surat-bekicot dulu, orang-orang 

biasanya menulis surat saat  mereka punya sesuatu yang penting 

untuk disampaikan. Bukan menulis apa yang pertama muncul 

di kepala, mereka mempertimbangkan hati-hati apa yang ingin 

mereka katakan dan bagaimana cara menyampaikannya. Mereka 

berharap menerima jawaban yang dipertimbangkan masak-masak 

juga. Sebagian orang menulis dan menerima hanya segelintir 

surat dalam sebulan dan jarang merasa terpaksa untuk membalas 

segera. Kini, saya menerima puluhan surel setiap hari, semua 

dari orang-orang yang mengharapkan balasan secepatnya. Kita 

mengira menghemat waktu; yang terjadi kita malah mempercepat 

treadmill kehidupan sepuluh kali lebih cepat sehingga membuat 

hari-hari kita lebih mencemaskan dan menggelisahkan.

Di mana-mana ada seorang Luddite* yang berkeras menolak 

membuka akun surel, sebagaimana ribuan tahun lalu kawanan-

kawanan manusia menolak ikut berladang, dan menghindari 

perangkap kemewahan. Namun, Revolusi Agrikultur tak butuh 

setiap kawanan di daerah tertentu bergabung. Yang dibutuhkan 

cuma satu kawanan. Begitu ada kawanan yang bermukim 

dan mulai mengolah tanah, entah itu di Timur Tengah atau 

Amerika Tengah, pertanian tak bisa dibendung. sebab  pertanian 

menciptakan kondisi-kondisi bagi pertumbuhan demografis cepat, 

para petani biasanya mampu mengatasi para pengembara dengan 

keunggulan jumlah. Para pengembara bisa lari, meninggalkan 

*  Sebuah istilah yang merujuk kelompok pekerja di Inggris, yang merusak 

mesin, terutama pemintalan kapas dan bulu sebab  menganggap mesin-mesin itu 

mengancam pekerjaan mereka—penerj.


Kecurangan Terbesar Sejarah

105

tanah perburuan mereka ke ladang dan padang rumput, atau 

ikut mengolah tanah. Pilihan yang mana pun, kehidupan lama 

pun hilang.

Cerita perangkap kemewahan membawa serta satu pelajaran 

penting. Pencarian manusia akan kemudahan hidup menghasilkan 

kekuatan besar perubahan yang mentransformasi dunia dengan 

cara yang tak pernah dibayangkan atau diinginkan siapa pun. 

Tak seorang pun merencanakan Revolusi Agrikultur atau 

mengupayakan ketergantungan manusia pada penanaman sereal. 

Serangkaian keputusan kecil yang ditujukan terutama untuk 

mengisi beberapa perut dan mendapatkan sedikit keamanan 

memiliki efek kumulatif yang memaksa para pengembara kuno 

menghabiskan hari-hari mereka membawa kantong-kantong air 

di bawah sengatan Matahari.

Campur Tangan Tuhan

Skenario di atas menjelaskan Revolusi Agrikultur sebagai 

sebuah miskalkulasi. Itu sangat masuk akal. Sejarah penuh 

dengan miskalkulasi yang jauh lebih idiotik. Namun, tidak ada 

kemungkinan lain. Mungkin bukan pencarian kehidupan yang 

lebih mudah yang melahirkan transformasi itu. Mungkin Sapiens 

memiliki aspirasi-aspirasi lain, dan secara sadar bersedia membuat 

hidup mereka lebih berat dalam rangka mencapainya.

Para ilmuwan biasanya berusaha merujukkan perkembangan-

perkembangan sejarah kepada faktor-faktor dingin ekonomi dan 

demografis. Ini memang lebih cocok dengan metode rasional 

dan matematis mereka. Dalam kasus sejarah modern, para ahli 

tidak bisa menghindari pertimbangan faktor-faktor non-material 

seperti ideologi dan budaya. Bukti tertulis memaksa tangan 

mereka. Kita punya cukup dokumen, surat, dan memoar untuk 

membuktikan bahwa Perang Dunia Kedua tidak disebabkan oleh 

kekurangan makanan atau tekanan psikologis. Namun, kita tidak 

punya dokumen dari budaya Natufian, jadi saat  menangani 

periode kuno aliran materialis menunjukkan kekuasaannya. Sulit 

untuk membuktikan bahwa warga  praliterasi dimotivasi 


 

106

oleh agama ketimbang kebutuhan ekonomi.

Meskipun demikian, dalam kasus-kasus yang langka, kita 

cukup beruntung menemukan petunjuk-petunjuk. Pada 1995 

para arkeologis mulai mengekskavasi situs di wilayah tenggara 

Turki yang dikenal dengan nama Göbekli Tepe. Di lapisan 

tertua mereka tak menemukan tanda-tanda permukiman, rumah-

rumah, atau aktivitas keseharian. Namun, mereka menemukan 

struktur-struktur pilar monumental berhiaskan pahatan-pahatan 

spektakuler. Setiap batu pilar memiliki berat 7 ton dan mencapai 

ketinggian 5 meter. Di sebuah tambang dekat sana, mereka 

menemukan pilar pahatan setengah jadi seberat 50 ton. Secara 

keseluruhan, mereka menemukan lebih dari sepuluh struktur 

monumental, yang terbesar lebarnya hampir 30 meter. 

Para arkeologis terbiasa dengan struktur-struktur monumental 

semacam itu dari berbagai situs di seluruh dunia—contoh yang 

paling terkenal yaitu  Stonehenge di Inggris. Namun, setelah 

mereka mempelajari Göbekli Tepe, mereka menemukan sebuah 


Kecurangan Terbesar Sejarah

107

fakta yang menakjubkan. Stonehenge bertarikh 2500 SM, dan 

dibangun oleh sebuah warga  agrikultur yang sudah maju. 

Struktur-struktur di Göbekli Tepe bertarikh sekitar 9500 SM, 

dan semua bukti yang tersedia menunjukkan bahwa struktur-

struktur itu dibangun oleh pemburu-penjelajah. Komunitas 

arkeologis mula-mula kesulitan menghargai temuan-temuan ini, 

namun  pengujian demi pengujian memastikan tarikh struktur-

struktur itu dan warga  pra-agrikultur para pembangunnya. 

Kemampuan para pengembara kuno, dan kompleksitas kultur 

mereka tampaknya jauh lebih mengesankan dari yang sebelumnya 

diduga.

Mengapa satu warga  pengembara membangun struktur-

struktur semacam itu? Mereka tak punya tujuan sengaja yang 

jelas. Struktur-struktur itu juga bukan rumah jagal mamut, 

juga bukan tempat berteduh dari hujan atau bersembunyi dari 

singa. Maka, yang tersisa bagi kita yaitu  teori bahwa struktur-

struktur itu dibangun untuk tujuan kultural yang misterius, yang 

sangat menyulitkan para ahli untuk menguraikannya. Apa pun 

13. Kiri: Sisa-sisa struktur monumental 

dari Göbekli Tepe. 

Kanan: Salah satu pilar batu berdekorasi 

(tinggi sekitar 5 meter).


 

108

itu, para pengembara berpandangan struktur itu pantas dibuat 

dengan menghabiskan tenaga dan waktu. Satu-satunya cara untuk 

membangun Göbekli Tepe yaitu  ribuan pengembara dari banyak 

kawanan dan suku yang berbeda bekerja sama dalam rentang 

waktu yang cukup lama. Hanya sistem religius atau ideologis 

canggih yang bisa memelihara upaya semacam itu.

Göbekli Tepe menyimpan rahasia lain yang sensasional. 

Selama bertahun-tahun, para ahli genetika telah melacak asal-

muasal gandum domestikasi. Penemuan-penemuan mutakhir 

menunjukkan bahwa sedikitnya satu varian domestikasi, gandum 

einkorn, berasal dari Perbukitan Karacadag—sekitar tiga puluh 

kilometer dari Göbekli Tepe.5

Sulit untuk mengatakannya sebagai kebetulan. Sangat mungkin 

bahwa pusat kultural Göbekli Tepe terkoneksi dengan domestikasi 

gandum sebelumnya oleh manusia dan domestikasi manusia oleh 

gandum. Untuk menghidupi orang-orang yang membangun dan 

yang memakai  struktur-struktur monumental itu, makanan 

dalam jumlah yang sangat banyak dibutuhkan. Kemungkinan 

para pengembara beralih dari mengumpulkan gandum liar ke 

penanaman gandum secara intensif, bukan untuk menaikkan 

pasokan makanan normal mereka, melainkan untuk menopang 

pembangunan dan pengelolaan sebuah kuil. Dalam gambaran 

konvensional, para pelopor mula-mula membangun sebuah 

desa, lalu saat  desa itu makmur, mereka mendirikan kuil di 

tengah-tengahnya. Namun, Göbekli Tepe menunjukkan bahwa 

kuil mungkin mula-mula dibangun, dan sebuah desa tumbuh 

belakangan di sekitarnya.

Korban-korban Revolusi

Tawar-menawar Faustian antara manusia dan biji-bijian bukanlah 

satu-satunya perkara yang diputuskan oleh spesies kita. Perkara 

lainnya yang diputuskan yaitu  menyangkut nasib binatang-

binatang seperti domba, kambing, babi, dan ayam. Kawanan-

kawanan nomaden yang memburu domba liar pelan-pelan 

mengubah konstitusi tentang kawanan binatang yang mereka 


Kecurangan Terbesar Sejarah

109

mangsa. Proses ini tampaknya dimulai dengan perburuan 

selektif. Manusia belajar bahwa tak ada untungnya memburu 

domba dewasa, domba tua, atau domba sakit saja. Mereka 

menyisakan domba-domba betina yang subur dan domba muda 

untuk menjaga vitalitas jangka panjang kawanan binatang lokal. 

Langkah kedua kemungkinan yaitu  mempertahankan secara aktif 

kawanan binatang itu dari predator, mengusir singa, serigala, 

dan kawanan-kawanan musuh manusia. Kawanan itu kemudian 

mungkin membentengi kawanan domba di sebuah ngarai 

sempit agar lebih mudah mengontrol dan mempertahankannya. 

Akhirnya, mereka mulai melakukan seleksi lebih teliti dalam 

rangka mengaturnya agar sesuai dengan kebutuhan manusia. 

Domba-domba yang paling agresif, yakni yang menujukkan 

perlawanan paling hebat terhadap kontrol manusia, disembelih 

dulu. Begitu pula betina-betina paling kurus dan paling berisik. 

(Penggembala tak menyukai domba yang berisiknya membuat 

mereka menjauh dari gembalanya.) Dengan berlalunya generasi 

demi generasi, domba menjadi semakin gemuk, lebih mudah 

diatur, dan semakin tidak berisik. Voilà! Mary punya domba 

kecil dan ke mana pun Mary pergi domba kecil itu pasti ikut.

Alternatif lain, para pemburu mungkin menangkap seekor 

domba, menggemukkannya pada bulan-bulan subur dan 

menyembelih nya pada musim buruk. Pada tahap tertentu mereka 

mulai memelihara domba semacam itu dalam jumlah lebih besar. 

Sebagian dari domba-domba itu mencapai pubertas dan mulai 

berbiak. Domba-domba yang paling agresif dan paling sulit 

diatur yang mula-mula disembelih. Yang paling penurut dan 

paling bagus dibiarkan hidup lebih lama dan berbiak. Hasilnya 

yaitu  kawanan domba domestikasi dan penurut.

Binatang-binatang domestikasi semacam itu—domba, ayam, 

keledai, dan lain-lain—memasok makanan (daging, susu, telur), 

bahan baku (kulit, bulu), dan kekuatan otot. Transportasi, 

pembajakan, penumbukan, dan tugas-tugas lain, yang sampai 

sekarang dilakukan dengan otot manusia, kian banyak yang 

dilakukan oleh binatang. Di kebanyakan warga  pertanian, 

orang fokus pada penanaman tumbuhan; memelihara binatang 

menjadi aktivitas sekunder. Namun, satu jenis warga  baru 


 

110

juga muncul di sejumlah tempat, yang terutama didasarkan pada 

eksploitasi binatang: suku-suku penggembala binatang.

saat  manusia menyebar ke seluruh dunia, begitu pula 

binatang-binatang domestikasi mereka. Sepuluh ribu tahun 

lalu, tidak lebih dari beberapa juta domba, sapi, kambing, babi 

hutan, dan ayam hidup di ceruk-ceruk Afro-Asia yang terbatas. 

Kini dunia berisi sekitar 1 miliar domba, 1 miliar babi, lebih 

dari 1 miliar sapi, dan lebih dari 25 miliar ayam. Dan, mereka 

ada di seluruh dunia. Ayam domestikasi yaitu  yang paling 

luas penyebarannya. Menyusul manusia, sapi-sapi, babi-babi, 

dan domba domestikasi berada di urutan kedua, sedang  

urutan ketiga dan keempat ditempati mamalia-mamalia besar. 

Dari persepektif evolusi sempit, yang mengukur hanya dengan 

jumlah salinan DNA, Revolusi Agrikultur merupakan anugerah 

luar biasa bagi ayam, sapi, babi, dan domba.

Sayang sekali, persepektif evolusi itu merupakan ukuran 

sukses yang tidak lengkap. Ia hanya mengukur segalanya dengan 

kriteria survival dan reproduksi, tanpa mempertimbangkan 

penderitaan dan kebahagiaan individu. Ayam-ayam dan sapi-sapi 

domestikasi akan menjadi kisah sukses evolusi, namun  mereka juga 

termasuk makhluk paling merana yang pernah hidup. Domestikasi 

binatang dijalankan dengan serangkaian praktik brutal yang hanya 

menjadi semakin brutal seiring abad-abad berlalu.

Rentang masa hidup ayam liar sekitar 7 sampai 12 tahun, 

dan sapi sekitar 20 sampai 25 tahun. Di alam liar, sebagian besar 

ayam dan sapi memang mati jauh sebelum itu, namun  mereka 

masih punya kesempatan yang memadai untuk hidup lebih lama. 

Sebaliknya, mayoritas besar ayam dan sapi domestikasi disembelih 

pada usia antara beberapa pekan sampai beberapa bulan sebab  

ini selalu menjadi usia penyembelihan yang paling optimal dari 

perspektif ekonomi (Mengapa pula memelihara seekor ayam 

selama 3 tahun jika ia sudah mencapai berat maksimum setelah 

usia 3 bulan?)

Ayam-ayam petelur, sapi perah, dan binatang-binatang 

pengangkut kadang-kadang dibiarkan hidup lebih lama. Namun, 

harga yang dibayar yaitu  penindasan dalam kehidupan yang 

benar-benar asing bagi kehendak dan keinginan mereka. Maka, 


Kecurangan Terbesar Sejarah

111

masuk akal untuk dikemukakan, misalnya, bahwa kerbau lebih 

suka menghabiskan hari-hari mereka berkeliaran di dataran 

terbuka dalam kawanan kerbau dan sapi ketimbang menarik 

gerobak dan membajak di bawah arahan si pemegang cemeti.

Untuk mengubah kerbau, kuda, keledai, dan otan menjadi 

binatang pengangkut yang patuh, maka naluri alamiah dan 

hubungan-hubungan sosial mereka harus dihancurkan, agresi dan 

seksualitas mereka ditundukkan, dan kebebasan gerak mereka 

dibatasi. Para petani mengembangkan teknik-teknik seperti 

mengunci binatang dalam kandang dan kurungan, mengekang 

mereka dengan tali dan cambuk, melatih mereka dengan cemeti 

14. Sebuah lukisan dari kuburan Mesir, 1200 SM: sepasang sapi 

membajak ladang. Di alam liar, sapi berkeliaran sesukanya bersama 

kawanan dengan struktur sosial yang rumit. Sapi jantan yang dikebiri 

dan didomestikasi menjalani kehidupan dalam deraan cemeti dan 

dalam kandang sempit, bekerja sendiri atau berpasangan dengan cara 

yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya maupun emosionalnya. 

saat  seekor sapi jantan tak bisa lagi menarik bajak, ia disembelih. 

(Perhatikan posisi membungkuk petani Mesir, yang sangat mirip sapi, 

menghabiskan waktu hidupnya bekerja keras menyiksa tubuh, pikiran, 

dan hubungan-hubungan sosialnya.)


 

112

dan pelecut, dan memutilasi mereka. Proses penundukan hampir 

selalu melibatkan pengebirian pejantan. Ini bisa menghambat 

agresi jantan dan memungkinkan manusia secara selektif 

mengontrol perkembangbiakan binatang.

Pada banyak warga  Papua Nugini, kekayaan seseorang 

secara tradisional ditentukan oleh jumlah babi yang dia miliki. 

Untuk memastikan bahwa babi-babi itu tidak lari, para petani di 

bagian utara Papua Nugini mengiris hidung babi. Ini memicu  

nyeri hebat setiap kali babi itu berusaha mengendus. sebab  

babi tidak bisa menemukan makanan atau bahkan mencari 

jalan tanpa mengendus, mutilasi ini membuat mereka benar-

benar tergantung pada manusia pemiliknya. Di area lain Papua 

Nugini, ada kebiasaan mencongkel mata babi sehingga binatang 

itu bahkan tidak tahu ke mana mereka akan pergi.6

Industri susu punya cara sendiri dalam memaksa binatang 

melakukan kehendaknya. Sapi, kambing, dan domba menghasilkan 

susu hanya setelah melahirkan dan hanya sepanjang binatang-

binatang muda itu menyusui. Untuk meneruskan pasokan susu 

binatang, petani perlu memiliki anak-anak sapi, anak domba, dan 

anak kambing untuk menyusu, namun  harus mencegah mereka 

memonopoli susu. Satu metode yang umum dalam sejarah yaitu  

dengan begitu saja menyembelih anak-anak sapi segera setelah 

lahir, memerah susu induk sebanyak yang bisa dikeluarkannya, 

dan kemudian membuat induknya bunting lagi. Ini teknik yang 

menyebar luas. Di banyak ladang susu modern, seekor sapi 

perah biasanya hidup sekitar 5 tahun sebelum disembelih. Selama 

masa 5 tahun itu dia hampir terus-menerus bunting dan subur 

kembali dalam 60 sampai 120 hari setelah melahirkan, dalam 

rangka mempertahankan produksi susu maksimum. Anak-anak 

sapinya dipisahkan dari induknya segera setelah lahir. Yang 

betina disisihkan untuk menjadi generasi sapi perah berikutnya, 

sementara yang jantan diserahkan ke industri daging.7

Metode lainnya yaitu  memelihara anak-anak sapi dan 

domba dekat induknya, namun  mencegah mereka dengan berbagai 

siasat dari menyusu terlalu banyak. Cara yang paling sederhana 

untuk melakukan itu yaitu  membiarkan anak sapi atau domba 

mulai menyusu, namun  menyingkirkannya begitu susu mulai 


Kecurangan Terbesar Sejarah

113

mengalir. Cara ini biasanya menimbulkan perlawanan dari anak 

maupun induknya. Sebagian suku penggembala biasa membunuh 

keturunan, memakan dagingnya, dan kemudian menyimpan 

kulitnya. Anak sapi yang tinggal kulit itu kemudian disodorkan 

ke induknya agar kehadirannya bisa mendorong produksi susu. 

Suku Nuer di Sudan selama ini melumuri kulit anak sapi dengan 

15. Seekor anak sapi modern di lahan ternak daging industri. 

Segera setelah lahir anak sapi dipisahkan dari induknya dan 

dikurung dalam kerangkeng mungil yang tak jauh lebih besar 

daripada tubuh anak sapi itu sendiri. Di sana anak sapi 

menghabiskan seluruh hidupnya—rata-rata sekitar 4 bulan. Ia 

tidak pernah meninggalkan kandang, atau dibolehkan bermain 

dengan anak-anak sapi lain atau bahkan berjalan—sehingga otot-

ototnya tidak tumbuh kuat. Otot-otot yang lembut berarti steik 

yang lembut dan lezat. Untuk kali pertama anak sapi mendapat 

kesempatan untuk berjalan, meregangkan otot-ototnya, dan 

menyentuh anak-anak sapi lain dalam perjalanan menuju rumah 

jagal. Dalam terminologi evolusi, sapi merepresentasi salah satu 

spesies binatang yang paling sukses yang pernah ada. Pada saat 

yang sama, mereka yaitu  sebagian dari binatang-binatang paling 

menderita di muka Bumi.


 

114

urine induknya, untuk memberi aroma palsu anak sapi hidup. 

Teknik Nuer lainnya yaitu  mengikatkan cincin onak di sekitar 

mulut anak sapi, sehingga menusuk induknya dan memicu  

induk menolak disusu.8 Para penggembala unta Tuareg di Sahara 

biasa menusuk memotong bagian dari hidung dan bibir atas unta 

muda untuk membuat penyusuan menjadi menyakitkan sehingga 

mencegah mereka mengonsumsi terlalu banyak susu.9

Tak semua warga  agrikultur sekejam itu terhadap 

binatang-binatang piaraannya. Kehidupan sebagian binatang 

domestikasi bisa saja cukup bagus. Domba yang dipelihara untuk 

diambil bulunya, anjing dan kucing piaraan, kuda perang dan 

kuda pacu sering menikmati kondisi yang nyaman. Kaisar Romawi 

Caligula diduga berniat menunjuk kuda favoritnya, Incitatus, 

untuk tugas konsulat. Para penggembala dan petani sepanjang 

sejarah menunjukkan kasih sayang terhadap binatang-binatang 

mereka dan memberi perawatan yang baik, sebagaimana banyak 

pemilik budak merasakan kasih sayang dan kepedulian pada 

budak mereka. Bukan kebetulan bahwa raja-raja dan nabi-nabi 

bergaya sebagai penggembala dan menyerupakan cara mereka dan 

Tuhan mencintai umatnya dengan cara penggembala menyayangi 

piaraannya.

Meskipun demikian, dari sudut pandang binatang piaraan, 

bukan dari sudut pandang penggembala, sulit untuk menghindarkan 

kesan bahwa bagi mayoritas besar binatang domestikasi, Revolusi 

Agrikultur yaitu  bencana yang parah. “Sukses” evolusi mereka 

tak bermakna. Seekor badak liar langka yang berada di tubir 

kepunahan mungkin lebih enak hidupnya ketimbang seekor 

sapi yang menghabiskan hidup singkatnya dalam kotak mungil, 

digemukkan untuk menghasilkan daging steik yang lezat. Badak 

yang beruntung tak kurang beruntungnya menjadi yang terakhir 

dari jenisnya. Sukses numerikal spesies sapi yaitu  hiburan kecil 

untuk penderitaan yang dialami individu sapi.

Perbedaan antara sukses evolusi ini dan penderitaan individu 

mungkin pelajaran paling penting yang bisa kita tarik dari 

Revolusi Agrikultur. saat  kita mempelajari narasi tumbuhan 

seperti gandum dan jagung, mungkin itu perspektif evolusi yang 

murni masuk akal. Namun, dalam hal binatang-binatang seperti 


Kecurangan Terbesar Sejarah

115

sapi, domba, dan Sapiens, masing-masing dengan dunia sensasi 

dan emosinya yang kompleks, kita harus mempertimbangkan 

bagaimana sukses evolusi diterjemahkan ke pengalaman individu. 

Pada bab-bab berikut ini kita akan melihat dari waktu ke waktu 

bagaimana peningkatan dramatis kekuatan kolektif dan sukses 

nyata spesies kita berjalan beriringan dengan banyak penderitaan 

individu.


 6

Membangun Piramida

Revolusi Agrikultur yaitu  salah satu peristiwa paling 

kontroversial dalam sejarah. Sebagian pendukung mengklaim 

bahwa revolusi itu menempatkan manusia di jalan menuju 

kemakmuran dan kemajuan. Yang lain menyatakan revolusi itu 

mengarah kepada kehancuran. Kata mereka, inilah titik balik 

saat  Sapiens membuang simbiosis intimnya dengan alam dan 

berlari menuju ketamakan dan alienasi. Ke mana pun arah jalan 

menuju, tak ada kata kembali. Perladangan memungkinkan 

populasi naik begitu radikal dan cepat sehingga tak ada warga  

agrikultur kompleks yang pernah bisa lagi mempertahankan diri 

jika ia kembali ke perburuan dan pengumpulan. Sekitar 10.000 

SM, sebelum transisi menuju agrikultur, Bumi dihuni sekitar 5 

sampai 8 juta pengembara nomaden. Pada abad ke-1 Masehi 

(M), hanya 1 sampai 2 juta pengembara yang tersisa (terutama 

di Australia, Amerika, dan Afrika), namun  jumlah mereka tak 

ada apa-apanya dibandingkan dengan 250 juta petani dunia.1

Mayoritas besar petani hidup di permukiman-permukiman 

permanen; hanya sedikit yang menjadi penggembala nomaden. 

Bermukim memicu  sebagian besar wilayah orang menyusut 

secara dramatis. Para pemburu-penjelajah kuno biasanya hidup 

dalam teritori yang meliputi berpuluh-puluh, bahkan beratus-ratus 

kilometer persegi. “Rumah” yaitu  teritori menyeluruh, dengan 

perbukitan, sungai-sungai, hutan-hutan, dan langit terbuka. Para 

petani, di sisi lain, menghabiskan sebagian besar hari-harinya 

bekerja di sebuah ladang kecil atau kebun buah, dan kehidupan 

domestik mereka terpusat pada satu struktur reot kayu, batu, 

atau tanah liat, berukuran tak lebih dari beberapa puluh meter—

rumahnya. Petani biasanya mengembangkan keterikatan sangat 

kuat dengan struktur ini. Inilah revolusi yang berjangkauan 


Membangun Piramida

117

luas itu, yang berdampak psikologis sekaligus arsitektural. Oleh 

sebab  itu, keterikatan dengan “rumah saya” dan keterpisahan 

dari tetangga menjadi penanda psikologis dari makhluk yang 

semakin memusatkan diri.

Teritori-teritori agrikultur baru tidak hanya jauh lebih kecil 

dari teritori pengembara kuno, namun  juga jauh lebih artifisial. 

Selain penggunaan api, para pemburu-penjelajah hanya sedikit 

membuat perubahan-perubahan sengaja atas tanah yang menjadi 

tempat mereka berkelana. Di sisi lain, para petani hidup dalam 

pulau-pulau artifisial manusia, yang mereka iriskan dengan usaha 

keras dari alam bebas di sekelilingnya. Mereka memangkas 

hutan-hutan, menggali saluran-saluran, membersihkan ladang, 

membangun rumah-rumah, menggali parit, dan menanam pohon-

pohon buah dalam barisan-barisan rapi. Habitat artifisial yang 

dihasilkan hanya ditujukan bagi manusia dan tumbuh-tumbuhan 

serta binatang-binatang “mereka”, dan sering dipagari dengan 

dinding dan pelindung. Keluarga-keluarga petani melakukan 

semua yang bisa mereka lakukan untuk mengenyahkan bibit-

bibit yang bertingkah dan binatang-binatang yang liar. Jika ada 

penyusup masuk, mereka mengusirnya. Jika melawan, para 

manusia antagonis mencari cara untuk melenyapkan mereka. 

Pertahanan-pertahanan yang sangat kuat dibuat di sekitar rumah. 

Sejak awal masa agrikultur sampai masa kini, miliaran manusia 

bersenjatakan ranting, pemukul, sepatu, dan semprotan beracun 

tak henti-henti terlibat dalam perang melawan semut-semut gigih, 

kecoak-kecoak gesit, laba-laba petualang, dan kumbang-kumbang 

tersesat yang terus menginfiltrasi domisili manusia.

Pada sebagian besar rentang sejarah, enklave-enklave buatan 

manusia ini tetap sangat kecil, dikelilingi oleh hamparan alam 

yang tak tersentuh. Permukaan Bumi memiliki luas sekiar 510 juta 

kilometer persegi, 155 juta di antaranya berupa daratan. Sampai 

dengan 1400 M, mayoritas besar petani beserta tumbuhan dan 

binatang-binatang mereka, terhimpun dalam area hanya 11 juta 

kilometer persegi—2 persen dari permukaan Bumi.2 Area lain 

di mana pun terlalu dingin, terlalu panas, terlalu kering, terlalu 

basah, yang tidak cocok untuk pertanian. Dalam irisan mungil 

2 persen dari permukaan Bumi inilah sejarah berkembang.


 

118

Orang sulit meninggalkan pulau-pulau artifisial mereka. 

Mereka tidak bisa meninggalkan rumah-rumah, ladang-ladang, 

dan lumbung-lumbung tanpa risiko kehilangan yang mengerikan. 

Lebih dari itu, dari waktu ke waktu mereka mengakumulasi 

semakin banyak dan semakin banyak barang—benda-benda, 

yang tak mudah diangkut, yang mengikat mereka. Para petani 

kuno bagi kita mungkin miskin dan kotor, namun  satu keluarga 

biasa memiliki lebih banyak artefak dari satu suku pengembara.

Datangnya Masa Depan

Sementara ruang agrikultur menyempit, masa bercocok tanam 

mengembang. Para pengembara biasanya tidak menghabiskan 

waktu untuk memikirkan pekan depan atau bulan depan. Para 

petani mengumbar imajinasinya hingga ke tahun-tahun dan 

dekade-dekade pada masa depan.

Para pengembara tidak memikirkan masa depan sebab  

mereka hidup dari tangan dan mulut dan hanya menyimpan 

makanan atau mengumpulkan harta benda dengan susah payah. 

Tentu saja, mereka jelas terlibat dalam suatu perencanaan yang 

maju. Para perancang seni Gua Chauvet, Lascaux, dan Altamira 

hampir pasti meniatkan itu semua bertahan dari generasi ke 

genarsi. Aliansi-aliansi sosial dan persaingan politik yaitu  

urusan-urusan jangka panjang. Sering butuh beberapa tahun untuk 

melunasi dukungan atau membalas kesalahan. Bagaimanapun, 

dalam ekonomi penghidupan yang bergantung pada berburu 

dan mengumpulkan, tidak ada batas yang jelas tentang rencana 

jangka panjang semacam itu. Secara paradoks, itu menyelamatkan 

para pengembara dari banyak kecemasan. Tidak ada gunanya 

khawatir tentang hal-hal yang tidak bisa mereka pengaruhi.

Revolusi Agrikultur menjadikan masa depan jauh lebih penting 

dari yang pernah terjadi sebelumnya. Para petani harus selalu 

memikirkan masa depan dan harus bekerja untuknya. Ekonomi 

agrikultur didasarkan pada siklus musim produksi, yang berisi 

bulan-bulan panjang penanaman diikuti periode panen puncak 

yang singkat. Pada malam setelah akhir panen yang berlimpah, 


Membangun Piramida

119

para petani mungkin merayakan segala yang mereka capai, namun  

dalam sepekan atau lebih mereka kembali lagi bangun pagi untuk 

bekerja sepanjang hari di ladang. Meskipun ada makanan yang 

cukup untuk hari ini, pekan depan, dan bahkan bulan depan, 

mereka harus cemas tentang tahun depan dan tahun sesudahnya.

Kecemasan akan masa depan berakar tidak hanya pada 

siklus-siklus musim produksi, namun  juga pada ketidakpastian 

fundamental agrikultur. sebab  sebagian besar desa hidup dari 

menaman tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang domestikasi 

dengan keragaman yang sangat terbatas, nasib mereka tergantung 

pada kekeringan, banjir, dan wabah. Para petani harus 

memproduksi lebih banyak dari yang mereka konsumsi agar 

bisa menyimpan cadangan-cadangan. Tanpa benih di lumbung, 

guci-guci minyak zaitun dalam tanah, keju di dapur, dan sosis 

yang menggantung dari kasau, mereka bisa kelaparan pada 

tahun-tahun buruk. Dan, tahun-tahun buruk pasti datang, cepat 

atau lambat. Seorang petani hidup dengan asumsi bahwa hidup 

tak selamanya berjalan dengan baik.

Akibatnya, sejak masa paling awal agrikultur, kecemasan 

tentang masa depan menjadi pemain utama dalam teater pikiran 

manusia. saat  petani bergantung pada hujan untuk mengairi 

ladang, permulaan musim hujan berarti setiap pagi petani menatap 

horizon, mengendus angin, dan menebarkan pandangan matanya. 

Apakah itu awan? Akankah hujan turun tepat waktu? Apakah 

akan cukup? Apakah badai besar menyapu benih dari ladang 

dan mengaduk-aduk tanaman? Sementara itu, di lembah-lembah 

Sungai Eufrat, Indus, dan Kuning, para petani lain tak kalah 

hebohnya memantau ketinggian air. Mereka membutuhkan air 

naik untuk menyebarkan kesuburan tanah bagian atas dataran 

tinggi ke bawah, dan membuat sistem irigasi besar mereka terisi 

air. Namun, banjir yang meluap terlalu tinggi atau datang pada 

saat yang tidak tepat bisa menghancurkan ladang mereka, sama 

buruknya dengan kekeringan.

Para petani khawatir dengan masa depan, bukan hanya 

sebab  banyak yang mereka khawatirkan, melainkan juga 

sebab  mereka bisa melakukan sesuatu terhadapnya. Mereka 

bisa membersihkan ladang lain, menggali saluran irigasi lain, 


 

120

menyemai lebih banyak bibit. Petani yang gelisah sama repotnya 

dan sama kerja kerasnya dengan semut pemanen pada musim 

panas, berkeringat untuk menanam pohon-pohon zaitun yang 

minyaknya bisa diperas oleh anak-anak dan cucu-cucu mereka, 

menunda makan makanan yang dipanen hari ini sampai musim 

dingin atau tahun berikutnya.

Stres bertani mengakibatkan dampak sangat jauh. Itu menjadi 

fondasi sistem politik dan sosial berskala besar. Sedihnya, para 

petani yang rajin hampir tidak pernah mencapai keamanan 

ekonomi pada masa depan yang mereka ukir melalui kerja 

keras pada masa kini. Di mana-mana, para penguasa dan elite 

bermunculan, hidup dari surplus makanan petani dan memberi 

mereka hanya bagian yang cukup untuk bertahan hidup.

Pengorbanan surplus makanan ini menghidupi politik, 

perang, seni, dan filsafat. Mereka membangun istana-istana, 

benteng-benteng, dan kuil-kuil. Sampai dengan era modern 

belakangan, lebih dari 90 persen manusia yaitu  petani yang 

bangun tidur pada pagi hari untuk mengolah tanah dengan 

keringat dari kening mereka. Lebihan hasil produksi mereka 

menghidupi minoritas elite—raja, pejabat pemerintah, tentara, 

pendeta, artis, dan pemikir—yang mengisi Artikel -Artikel  sejarah. 

Sejarah yaitu  sesuatu yang dilakukan oleh sangat sedikit orang, 

sedang  semua orang lainnya membajak sawah dan memikul 

kantong-kantong air.

Sebuah Tatanan yang Diimajinasikan

Surplus-surplus makanan yang diproduksi para petani, 

digabungkan dengan teknologi transportasi baru, pada akhirnya 

memungkinkan lebih banyak dan lebih banyak lagi orang yang 

berjejalan pertama-tama ke desa-desa, kemudian ke kota-kota 

kecil, dan akhirnya kota-kota besar, semua dipersatukan oleh 

kerajaan-kerajaan dan jaringan-jaringan komersial baru.

namun  untuk bisa mengambil keuntungan dari peluang-

peluang baru ini, surplus-surplus makanan dan transportasi 

yang membaik tidaklah cukup. Fakta bahwa satu orang bisa 


Membangun Piramida

121

menghidupi 1.000 orang di satu kota yang sama atau 1 juta 

orang di satu kerajaan yang sama tidak menjamin mereka bisa 

setuju tentang bagaimana membagi tanah dan air, bagaimana 

menyelesaikan pertikaian dan konflik, dan bagaimana bertindak 

pada masa-masa kekeringan atau perang. Dan, jika tidak ada 

kesepakatan yang bisa dicapai, percekcokan meluas, sekalipun 

gudang-gudang berlimpah. Bukan kekurangan makanan yang 

memicu  sebagian besar perang dan revolusi dalam sejarah. 

Revolusi Prancis digalang oleh para pengacara makmur, bukan 

oleh petani-petani yang kelaparan. Republik Romawi mencapai 

puncak kekuasaannya pada abad ke-1 M, saat  armada-armada 

laut dari seluruh Mediterania memperkaya orang-orang Romawi 

melampaui impian paling liar para leluhur mereka. Namun, 

pada masa kemakmuran maksimum itulah tatanan politik 

Romawi runtuh menjadi serangkaian perang saudara mematikan. 

Yugoslavia, pada 1991, memiliki sumber daya yang cukup untuk 

menghidupi semua penghuninya, dan masih terdisintegrasi dalam 

pertumpahan darah yang mengerikan. 

Problem dari akar bencana-bencana itu yaitu  bahwa manusia 

berevolusi selama jutaan tahun dalam kawanan-kawanan kecil 

berisi beberapa puluh individu saja. Beberapa milenium yang 

memisahkan Revolusi Agrikultur dari kemunculan kota-kota, 

kerajaan-kerajaan, dan imperium-imperium bukanlah waktu 

yang cukup untuk memberi ruang bagi bergulirnya kerja sama 

massal yang naluriah.

Meskipun tidak ada naluri biologis semacam itu, pada era 

pengembaraan, ratusan orang asing bisa bekerja sama berkat 

kesamaan mitos mereka. Namun, kerja sama ini longgar dan 

terbatas. Setiap kawanan Sapiens terus menempuh kehidupan 

independen dan mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan 

hidup masing-masing. Seorang sosiologis arkeologi yang hidup 

20.000 tahun lalu, yang tak punya pengetahuan tentang 

peristiwa-peristiwa setelah Revolusi Agrikultur, sangat mungkin 

menyimpulkan bahwa mitologi memiliki cakupan yang amat 

terbatas. Kisah-kisah tentang arwah leluhur dan benda keramat 

suku cukup kuat untuk membuat 500 orang berdagang kerang 

laut, merayakan perayaan aneh, dan ikut pasukan untuk menyapu 


 

122

bersih satu kawanan Neanderthal, namun  tidak lebih dari itu. 

Mitologi, mungkin pikir sosiolog kuno ini , tidak mungkin 

bisa membuat jutaan orang asing bekerja sama dalam keseharian 

mereka.

namun  ternyata itu salah. Mitos, sebagaimana yang 

terjadi, lebih kuat dari yang bisa dibayangkan oleh siapa 

pun. saat  Revolusi Agrikultur membuka peluang-peluang 

terciptanya kota-kota padat dan imperium-imperium besar, orang 

menemukan cerita-cerita tentang dewa-dewa besar, tanah air 

dan perusahaan-perusahaan saham gabungan untuk memenuhi 

hubungan-hubungan sosial yang dibutuhkan. Sementara evolusi 

manusia merangkak sebagaimana biasa dalam kecepatan bekicot, 

imajinasi manusia membangun jaringan-jaringan kerja sama yang 

mencengangkan, tak seperti yang pernah terlihat di muka Bumi.

Pada sekitar 8500 SM permukiman-permukiman terbesar 

di dunia yaitu  desa-desa seperti Jericho, yang berisi beberapa 

ratus individu. Sampai dengan 7000 SM Kota Çatalhöyük di 

Anatolia berisi antara 5.000 sampai 10.000 individu. Mungkin 

itu permukiman terbesar di dunia pada masa itu. Dalam 

milenium ke-4 dan ke-5 SM, kota-kota dengan puluhan ribu 

penghuni bertebaran di Bulan Sabit Subur itu, dan masing-masing 

berkuasa atas desa-desa di dekatnya. Pada 3100 SM, segenap 

wilayah hilir Lembah Nil tersatukan ke dalam Kerajaan Mesir. 

Mungkin Fir’aun menguasai ribuan kilometer persegi dan ratusan 

ribu orang. Sekitar 2250 SM Sargon Yang Agung menyatukan 

imperium pertama, Akkadia. Kerajaan itu menaungi satu juta 

penduduk dan angkatan perang 5.400 tentara. Antara 1000 

SM dan 500 SM, mega-imperium pertama muncul di Timur 

Tengah: Imperium Assyria, Imperium Babylonia, dan Imperium 

Persia. Mereka menguasai berjuta-juta penduduk dan memiliki 

puluhan ribu tentara.

Pada 221 SM, Dinasti Qin menyatukan China, dan tak lama 

sesudahnya Romawi menyatukan lembah Mediterania. Pajak yang 

dibebankan pada 40 juta penduduk Qin dibayar untuk mendanai 

angkatan perang berkekuatan ratusan ribu tentara dan birokrasi 

kompleks yang mempekerjakan lebih dari 100.000 pejabat. 

Imperium Romawi pada masa kejayaannya menghimpun pajak 


Membangun Piramida

123

dari 100 juta penduduk. Pendapatan ini mendanai angkatan 

perang 250.000 sampai 500.000 tentara, jaringan jalan yang 

masih dipakai  1.500 tahun kemudian, dan teater-teater serta 

amfiteater yang menampung penonton hingga hari ini.

Jelas mengesankan, namun  kita tidak boleh melabuhkan ilusi 

optimis tentang “jaringan kerja sama massal” yang beroperasi di 

Mesir era Fir’aun atau Imperium Romawi. “Kerja sama” terdengar 

sangat altruistik, namun  itu tidak selalu sukarela dan terkadang 

egaliter. Sebagian besar jaringan kerja sama manusia digerakkan 

menuju penindasan dan eksploitasi. Para petani membayar 

untuk kerja sama yang berkembang itu dengan surplus-surplus 

16. Batu prasasti 

bertuliskan Undang-

Undang Hammurabi 

1776 SM


 

124

makanan mereka yang sangat berharga, yang menyengsarakan 

saat  pengumpul pajak menyapu bersih seluruh hasil kerja keras 

setahun penuh dengan satu goresan pena kerajaan. Amfiteater 

terkenal Romawi sering dibangun oleh budak-budak sehingga 

orang-orang kaya penganggur Romawi bisa menonton budak-

budak lain terlibat dalam pertarungan gladiator yang kejam. 

Bahkan, penjara dan kamp-kamp konsentrasi yaitu  jaringan 

kerja sama, dan hanya bisa berfungsi sebab  ribuan orang asing 

berhasil mengoordinasi aksi-aksi mereka.

17. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang ditandatangani 

pada 4 Juli 1776


Membangun Piramida

125

Semua jaringan kerja sama ini—dari kota-kota Mesopotamia 

kuno sampai imperium Qin dan Romawi—yaitu  “tatanan-tatanan 

yang diimajinasikan”. Norma-norma sosial yang memelihara 

mereka bukan didasarkan pada naluri-naluri bawaan maupun 

perkenalan-perkenalan personal, melainkan pada kepercayaan 

yang sama pada mitos.

Bagaimana mitos bisa menjaga imperium-imperium itu? Kita 

sudah membahas contoh semacam itu: Peugeot. Kini mari kita 

mencermati dua mitos paling terkenal dalam sejarah: Undang-

Undang Hammurabi dari 1776 SM, yang menjadi panduan kerja 

sama bagi ratusan ribu penduduk Babylonia kuno; dan Deklarasi 

Kemerdekaan Amerika pada 1776 M, yang kini masih menjadi 

panduan kerja sama bagi ratusan juta orang Amerika modern.

Pada 1776 SM, Babylon yaitu  kota terbesar di dunia. 

Imperium Babylonia mungkin yang terbesar di dunia, dengan 

lebih dari satu juta penduduk. Babylonia menguasai sebagian besar 

Mesopotamia, termasuk Irak modern dan bagian-bagian yang kini 

menjadi Suriah dan Iran. Raja Babylonia yang paling terkenal 

kini yaitu  Hammurabi. Kemasyhurannya terutama disebabkan 

oleh naskah yang memuat namanya, Undang-Undang Hammurabi. 

Ini yaitu  kumpulan undang-undang dan keputusan-keputusan 

yudisial yang tujuannya untuk menjadikan Hammurabi sebagai 

sosok raja teladan yang adil, menjadi dasar bagi sistem legal 

yang seragam di seluruh imperium Babylonia, dan mengajarkan 

kepada generasi-generasi masa depan tentang apa itu keadilan 

dan bagaimana seorang raja yang adil bertindak.

Generasi-generasi masa depan memperhatikan. Elite 

intelektual dan birokrasi Mesopotamia kuno mengundangkan 

naskah itu, dan ahli-ahli kitab suci terus menyalinnya jauh setelah 

Hammurabi meninggal dan imperiumnya hancur berkeping-

keping. Oleh sebab  itu, Undang-Undang Hammurabi menjadi 

sebuah sumber bagus untuk memahami tatanan sosial ideal 

Mesopotamia kuno.3

Naskah itu dimulai dengan pernyataan bahwa dewa Anu, 

Enlil, dan Marduk—dewa-dewa utama dalam keagamaan 

Mesopotamia—menunjuk Hammurabi “untuk menjaga keadilan 

di tanah ini, untuk melenyapkan orang fasik dan jahat, untuk 


 

126

mencegah yang kuat menindas yang lemah”.4 Naskah itu 

kemudian dilanjutkan dengan daftar sekitar 300 putusan, yang 

dibuat dengan rumusan “Jika begini dan begitu terjadi, maka 

putusannya yaitu  ....” Misalnya, hukum 196–199 dan 209–214 

yang berbunyi:

196. Jika seorang kalangan atas membutakan mata orang 

kalangan atas, mereka akan membutakan matanya.

197. Jika dia mematahkan tulang orang kalangan atas lainnya, 

mereka akan mematahkan tulangnya.

198. Jika dia membutakan mata orang biasa atau mematahkan 

tulang orang biasa, dia harus membayar 60 shekel perak.

199. Jika dia membutakan mata seorang budak milik orang 

kalangan atas atau mematahkan tulang seorang budak 

milik orang kalangan atas, dia harus membayar 1,5 nilai 

budak (dalam perak).5

209. Jika seorang dari kalangan atas menyerang seorang 

perempuan dari kelas atas dan memicu  keguguran 

janin, dia harus membayar 10 shekel untuk janinnya.

210. Jika perempuan itu mati, mereka akan membunuh 

putrinya.

211. Jika dia memicu  perempuan dari kalangan biasa 

keguguran janin dengan pemukulan, dia harus membayar 

5 shekel perak.

212.  Jika perempuan itu mati, dia harus membayar 30 shekel 

perak.

213. Jika dia menyerang budak perempuan milik orang 

kalangan atas dan memicu  keguguran janin, dia 

harus membayar 2 shekel perak.

214. Jika perempuan itu mati, dia harus membayar 20 shekel 

perak.6

Setelah membuat daftar hukuman itu, Hammurabi kembali 

mendeklarasikan bahwa


Membangun Piramida

127

Ini yaitu  keputusan-keputusan yang adil yang ditetapkan oleh 

Hammurabi, raja yang cakap, dan dengan demikian mengarahkan 

negeri ini ke jalan kebenaran dan jalan hidup yang benar ... 

Saya Hammurabi, raja yang mulia. Saya tidak gegabah atau abai 

terhadap manusia, menganugerahkan kepedulian saya atas nama 

Dewa Enlil, dan bersama mereka yang bersama Dewa Marduk 

mengutus saya.7

Undang-Undang Hammurabi menegaskan bahwa tatanan 

sosial Babylonia berakar pada prinsip-prinsip keadilan universal 

dan abadi, yang didiktekan oleh para dewa. Prinsip hierarki 

yaitu  hal paling penting. Menurut undang-undang itu, orang 

dibagi menjadi dua gender dan tiga kelas: kelas atas, orang 

biasa, dan budak. Para anggota tiap gender dan kelas memiliki 

nilai yang berbeda-beda. Hidup perempuan biasa bernilai 30 

shekel perak dan budak perempuan 20 shekel perak, sementara 

mata orang laki-laki biasa 60 shekel perak. Undang-undang 

itu juga menetapkan hierarki ketat dalam keluarga, antara lain 

anak-anak bukanlah pribadi yang merdeka, melainkan hak milik 

orangtua mereka. Oleh sebab  itu, jika seorang pria kalangan atas 

membunuh putri pria kalangan atas lainnya, putri pembunuh akan 

dibunuh sebagai hukuman. Bagi kita terasa aneh bahwa pembunuh 

tetap tak tersentuh sementara putrinya yang tak berdosa dibunuh. 

Namun, bagi Hammurabi dan warga  Babylonia ini keadilan 

yang sempurna. Undang-Undang Hammurabi didasarkan pada 

premis bahwa jika seluruh rakyat raja menerima posisi mereka 

dalam hierarki dan bertindak sesuai posisinya, imperium 

berpenghuni jutaan orang itu akan mampu bekerja sama secara 

efektif. Maka, warga  mereka bisa memproduksi makanan 

yang cukup bagi anggotanya, mendistribusikannya secara efisien, 

melindungi mereka dari musuh, dan memperluas teritori agar 

dapat memperoleh kekayaan lebih banyak dan jaminan yang 

lebih baik.

Sekitar 3.500 tahun setelah kematian Hammurabi, para 

penduduk koloni ketiga belas Inggris di Amerika Utara merasakan 

bahwa raja Inggris memperlakukan mereka secara tidak adil. Para 

perwakilan mereka berkumpul di Kota Philadelphia, dan pada 


 

128

4 Juli 1776 koloni itu mendeklarasikan bahwa para penduduk 

tidak lagi berada di bawah kekuasaan Mahkota Inggris. Deklarasi 

Kemerdekaan menyatakan prinsip-prinsip keadilan yang universal 

dan abadi, yang, sebagaimana Undang-Undang Hammurabi, 

terilhami oleh kekuasaan Tuhan. Meskipun demikian, prinsip 

paling penting yang diajarkan oleh dewa Amerika sedikit berbeda 

dari prinsip yang diajarkan oleh dewa-dewa Babylonia. Deklarasi 

Kemerdekaan Amerika menegaskan bahwa:

Kami berpendirian kebenaran ini ada dengan sendirinya, bahwa 

semua manusia diciptakan setara, bahwa mereka dibekali oleh 

Pencipta dengan hak-hak yang tak bisa diambil, antara lain hak 

hidup, kebebasan, dan mencari kebahagiaan.

 Seperti halnya Undang-Undang Hammurabi, dokumen 

pendirian Amerika menjanjikan bahwa jika tindakan manusia 

sesuai dengan prinsip-prinsipnya yang sakral, jutaan orang akan 

bisa bekerja sama secara efektif, hidup aman dan damai dalam 

warga  yang adil dan makmur. Seperti halnya Undang-Undang 

Hammurabi, Deklarasi Kemerdekaan Amerika bukan hanya 

sebuah dokumen yang terikat waktu dan tempat—ia diterima 

oleh generasi-generasi masa depan juga. Selama lebih dari 200 

tahun, anak-anak sekolah Amerika menyalin dan mempelajarinya 

dengan sepenuh hati.

Kedua naskah itu menyodorkan kepada kita sebuah dilema 

yang jelas. Keduanya, yakni Undang-Undang Hammurabi 

dan Deklarasi Kemerdekaan Amerika, mengklaim pernyataan 

prinsip-prinsip keadilan universal dan abadi, namun  menurut 

orang Amerika semua orang setara, sementara menurut orang 

Babylonia setiap orang sudah pasti tidak setara. Tentu saja, orang 

Amerika akan mengatakan bahwa merekalah yang benar, dan 

Hammurabi salah. Secara alamiah, Hammurabi akan menyergah 

dialah yang benar, dan orang Amerika salah. Faktanya, keduanya 

salah. Hammurabi dan para Pendiri Amerika sama-sama 

mengimajinasikan sebuah realitas yang diatur oleh prinsip-prinsip 

keadilan yang universal dan kekal, seperti kesetaraan atau hierarki. 

Padahal, satu-satunya tempat yang memungkinkan prinsip-prinsip 

uniersal semacam itu yaitu  dalam imajinasi subur Sapiens, dan 


Membangun Piramida

129

dalam mitos yang mereka ciptakan dan sebarkan. Prinsip-prinsip 

ini tidak punya validitas objektif.

Mudah bagi kita untuk menerima bahwa pembagian orang 

menjadi “kelas atas” dan “orang biasa” yaitu  sebuah isapan 

jempol imajinasi. Namun, ide bahwa seluruh manusia setara 

juga sebuah mitos. Dalam pengertian apa seluruh manusia setara 

dengan yang lainnya? Adakah realitas objektif, di luar imajinasi 

manusia, yang di dalamnya kita semua benar-benar setara? Apakah 

seluruh manusia setara dengan yang lainnya secara biologis? Mari 

kita coba menerjemahkan baris paling terkenal dari Deklarasi 

Kemerdekaan Amerika ke dalam terminologi biologis: 

Kami berpendirian kebenaran ini ada dengan sendirinya, bahwa 

semua manusia diciptakan setara, bahwa mereka dibekali oleh 

Pencipta dengan hak-hak pasti yang tak bisa diambil, antara lain 

hak hidup, kebebasan, dan mencari kebahagiaan.

Menurut ilmu Biologi, orang tidak “diciptakan”. Mereka 

berevolusi. Dan, mereka pasti tidak berevolusi untuk menjadi 

“setara”. Ide kesetaraan terjalin erat dengan ide penciptaan. 

Orang-orang Amerika mendapatkan ide kesetaraan dari Kristen, 

yang mengajarkan bahwa setiap orang memiliki jiwa ciptaan 

ilahi, dan seluruh jiwa setara di hadapan Tuhan. Namun, jika 

kita tidak memercayai mitos Kristen tentang Tuhan, penciptaan, 

dan jiwa, lalu apa maknanya bahwa setiap orang “setara”? 

Evolusi didasarkan pada perbedaan, bukan pada kesetaraan. 

Setiap orang membawa kode genetik yang berbeda-beda, dan 

terpapar sejak lahir pada pengaruh-pengaruh lingkungan yang 

berbeda-beda pula. Ini memicu  perkembangan kualitas 

yang berbeda-beda yang menjadikan peluang survival mereka 

juga berbeda-beda. Oleh sebab  itu, “diciptakan setara”, harus 

diterjemahkan menjadi “berevolusi secara berbeda”. 

Sebagaimana orang-orang tidak pernah diciptakan, maka 

demikian pula, menurut ilmu Biologi, tidak ada “Pencipta” 

yang “membekali” mereka dengan apa pun. Hanya ada proses 

evolusi yang buta, tanpa tujuan apa pun, yang mengarah pada 

kelahiran individu-individu. “Dibekali oleh pencipta mereka” 

harus diterjemahkan begitu saja menjadi “dilahirkan”.


 

130

Demikian pula, tidak ada sesuatu yang dinamakan hak dalam 

biologi. Yang ada hanyalah organ-organ, kemampuan-kemampuan, 

dan sifat -sifat . Burung-burung terbang bukan 

sebab  mereka memiliki hak untuk terbang, melainkan sebab  

mereka memiliki sayap. Dan, tidak benar bahwa organ-organ, 

kemampuan-kemampuan, dan sifat -sifat  ini “tak 

bisa diambil”. Banyak dari mereka mengalami mutasi-mutasi yang 

konstan, dan bisa hilang sama sekali dari waktu ke waktu. Burung 

unta yaitu  burung yang kehilangan kemampuannya untuk 

terbang. Jadi, hak yang “tak bisa diambil” harus diterjemahkan 

menjadi “ciri-ciri yang bisa bermutasi”.

Dan, apa sesungguhnya sifat  yang berevolusi pada 

manusia? “Kehidupan”, pasti. Namun, “kebebasan”? Tidak ada 

hal seperti itu dalam biologi. Sebagaimana kesetaraan, hak, 

dan liabilitas terbatas perusahaan, kebebasan yaitu  sesuatu 

yang diciptakan orang dan ada hanya dalam imajinasi mereka. 

Dari sudut pandang biologi, tidak ada artinya mengatakan 

bahwa manusia dalam warga  demokratis yaitu  bebas, 

sedang  manusia dalam kediktatoran tidak bebas. Dan, 

bagaimana dengan “kebahagiaan”? Sejauh ini riset biologi gagal 

menyodorokan definisi yang jelas tentang kebahagiaan atau 

cara untuk mengukurnya secara objektif. Sebagian besar studi 

biologi mengakui hanya eksistensi kesenangan, yang lebih mudah 

didefinisikan dan diukur. Jadi, “kehidupan, kebebasan, dan 

pencarian kebahagiaan” harus diterjemahkan menjadi “kehidupan 

dan pencarian kesenangan”.

Maka, inilah garis dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika 

yang diterjemahkan ke dalam terminologi biologi:

Kami mengakui bahwa kebenaran untuk ada dengan sendirinya, 

bahwa semua manusia berevolusi secara berbeda, bahwa mereka 

dilahirkan dengan sifat -sifat  tertentu yang bisa 

bermutasi, dan bahwa di antaranya yaitu  kehidupan dan 

pencarian kebahagiaan.

Para pendukung kesetaraan hak-hak manusia mungkin 

jengkel dengan garis pemikiran ini. Respons mereka mungkin 

begini, “Kami tahu bahwa orang-orang memang tidak setara 


Membangun Piramida

131

secara biologis! Namun, jika kita yakin bahwa kita semua setara 

secara esensi, itu akan memungkinkan kita menciptakan sebuah 

warga  yang stabil dan makmur”. Saya tak mau menentang 

argumentasi itu. Inilah sesungguhnya yang saya maksud dengan 

“tatanan yang diimajinasikan”. Kita memercayai suatu tatanan 

tertentu bukan sebab  secara objektif benar, melainkan sebab  

memercayainya memungkinkan kita bekerja sama secara efektif 

dan membangun warga  yang lebih baik. Tatanan yang 

diimajinasikan bukanlah konspirasi jahat atau fatamorgana yang 

sia-sia, melainkan itulah satu-satunya cara manusia dalam jumlah 

besar bisa bekerja sama secara efektif. Namun, camkan bahwa 

Hammurabi mungkin akan mempertahankan prinsip hierarkinya 

dengan memakai  logika yang sama: “Saya tahu bahwa 

orang-orang kalangan atas, orang biasa, dan budak, memang 

tidak secara inheren jenis orang berbeda-beda. Namun, jika 

kita yakin bahwa mereka berbeda, itu akan memungkinkan kita 

menciptakan warga  yang stabil dan makmur”.

Pe