• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label jejak bangsa terdahulu 4. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jejak bangsa terdahulu 4. Tampilkan semua postingan

jejak bangsa terdahulu 4

 


 dan 

kemungkin-an  besar  menjadi  pewaris  tahtanya  kelak,  menentangnya  dan  berbicara 

kepadanya  seperti  itu.  Dengan  alasan  itu,  Fir’aun  menuduh  Musa  tidak  tahu  berterima 

kasih:

“Fir'aun menjawab: ”Bukankah kami telah mengasuhmu di dalam (keluarga) 

kami,  waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal  bersama kami beberapa 

tahun  dari  umurmu,  dan  kamu  telah  berbuat  suatu  perbuatan  yang  telah  kamu 

lakukan itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna”. 

(QS. Asy-Syu'araa’, 26: 18-19) !

Fir’aun mencoba mempermainkan perasaan Musa dan mempenga-ruhi kata hatinya. 

Seolah  ia  mengatakan  bahwa  sebab   ia  dan  istrinyalah  yang telah  membesarkan  Musa, 

maka  Musalah  yang  seharusnya  mema-tuhi  mereka.  Apalagi,  Musa  telah  membunuh 

seorang Mesir. Semua tin-dakan ini diganjar dengan hukuman berat menurut bangsa Mesir. 

Suasa-na  emosional  yang coba diciptakan  Fir’aun juga  ditujukan  untuk mempe-ngaruhi 

para pemimpin dari rakyatnya, sehingga mereka pun menyetujui Fir’aun.

Di sisi lain, risalah agama kebenaran yang disampaikan Musa mengurangi kekuasaan 

Fir'aun dan menurunkan derajatnya setingkat orang-orang kebanyakan. Selanjutnya, akan 

terungkap bahwa ia bukan-lah tuhan dan lebih jauh lagi, ia akan harus tunduk kepada Musa. 

Di samping itu, jika ia membebaskan bani Israil, ia akan kehilangan banyak tenaga kerja 

penting dan akan menimbulkan bahaya besar. 

sebab   semua  itulah,  Fir’aun  tidak  mau  mendengarkan  Musa.  Ia  mencoba 

mempermainkannya  dan  berusaha  mengubah  pokok  pembica-raan  dengan  mengajukan 

pertanyaan yang tidak berarti. Ia sekaligus mencoba untuk mencitrakan Musa dan Harun 

sebagai pembuat keonaran dan menuduh mereka mempunyai motif-motif politik tertentu. 

Akhir-nya, baik Fir’aun maupun para pemimpin kaum serta para pembesarnya, kecuali para 

tukang  sihir,  menolak  Musa  dan  Harun.  Mereka  menging-kari  agama  kebenaran  yang 

ditunjukkan  kepada  mereka.  Itulah  sebabnya  Allah  pertama-tama mengirimkan  berbagai 

bencana kepada mereka.

Bencana yang Menimpa Fir'aun dan Para Pembesarnya

Fir’aun dan para pembesarnya sangat terikat terhadap politeisme dan keberhalaan, 

“agama leluhur mereka”, sehinga tidak terpikirkan oleh mereka untuk meninggalkannya. 

Bahkan dua mukjizat  Musa,  tangannya yang mengeluarkan sinar  putih  serta  tongkatnya 

yang berubah menjadi  ular,  tidaklah cukup untuk membuat mereka untuk berpaling dari 

takhyul mereka. Lebih-lebih lagi, mereka mengungkapkan hal ini secara terbuka. Mereka 

berkata:  ”Bagaimanapun  kamu  mendatangkan  keterangan  kepada  kami  untuk 

menyihir  kami  dengan  keterangan  itu,  maka  kami  sekali-kali  tidak  akan  pernah 

beriman kepadamu”. (QS Al A’raaf, 7: 132).

sebab  sikap mereka, Allah mengirimkan sejumlah bencana kepada mereka sebagai 

“mukjizat tersendiri” untuk membuat mereka merasa-kan azab di dunia, sebelum siksaan 

abadi  di  alam  keabadian.  Pertama-tama  mereka  diberi  masa  kekeringan  panjang  dan 

paceklik.  Berkaitan  dengan  ini  dikatakan  dalam Al  Quran:  ”Dan sesungguhnya  Kami 

telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau 

yang panjang dan kekurangan buah-buahan supaya mereka mengambil pelajaran.” 

(QS. Al A'raaf, 7: 130).

Sistem pertanian Bangsa Mesir berbasis pada Sungai Nil dan sebab  itu, mereka tidak 

terpengaruh  oleh  perubahan  keadaan  alam.  Namun  se-buah  bencana  yang  tak  terduga 

menimpa  mereka  sebab   Fir’aun  dan  kalangan  dekatnya  yang  sombong  dan  angkuh 

terhadap Allah dan mengingkari Rasul-Nya. Kemungkinan besar, dengan berbagai sebab, 

permukaan Sungai  Nil  menyusut  secara  mencolok dan saluran  irigasi  yang berasal  dari 

sungai tidak mampu mengalirkan air yang cukup untuk lahan pertanian mereka. Panas yang 

menyengat  menyebabkan  tanaman  pertanian  mengering.  Dengan  demikian,  bencana 

menimpa Fir’aun dan lingkaran dekatnya dari  arah yang sama sekali  tidak terduga, dari 

Sungai Nil yang mereka andalkan. Musim kemarau yang berkepanjangan men-cemaskan 

hati  Fir’aun  yang  sebelumnya  biasa  berkata  kepada  kaumnya  sebagai  berikut:  ”Hai 

kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai 

ini mengalir di bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?” (QS. Az-Zukhruf, 

43: 51).

Namun, bukannya memberi  perhatian sebagaimana ditunjukkan ayat-ayat  ini , 

mereka malahan menganggap semua kejadian ter-sebut sebab  kesialan yang dibawa oleh 

Musa  dan  bani  Israil.  Mereka  dikuasai  oleh  keyakinan  seperti  itu  sebab   kepercayaan 

takhyul  dan  agama  leluhur  mereka.  sebab nya,  mereka  memilih  untuk  menderita  oleh 

bencana yang hebat. Namun, yang menimpa mereka tidaklah ter-batas sampai di sini. Ini 

hanyalah permulaan. Selanjutnya, Allah me-ngirimkan kepada mereka serangkaian bencana 

lain. Bencana-bencana ini disebutkan sebagai berikut dalam Al Quran: : 

“Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah 

sebagai  bukti  yang  jelas,  namun   mereka  tetap  menyom-bongkan  diri  dan  mereka 

yaitu  kaum yang berdosa”. (QS. Al A’raaf, 7: 133) !

Bencana-bencana yang dikirimkan Allah terhadap Fir’aun dan orang-orang ingkar di 

sekitarnya disebutkan pula dalam Perjanjian Lama seba-gaimana dalam Al Quran :

“Dan di seluruh tanah Mesir ada darah. (Keluaran, 7: 21)

Jika  engkau  menolak  membiarkannya  pergi,  maka  Aku  akan  menu-lahi  seluruh 

daerahmu dengan  katak.  Katak-katak  akan  mengeriap  dalam Sungai  Nil,  lalu  naik  dan 

masuk ke dalam istanamu dan ka-mar tidurmu, ya, dan sampai ke dalam tempat tidurmu, ke 

dalam rumah pegawai-pegawaimu, dan rakyatmu, bahkan ke dalam pem-bakaran rotimu 

serta ke dalam tempat adonanmu. (Keluaran, 8: 2-3)

Berfirmanlah  Tuhan  kepada  Musa,  “Katakanlah  kepada  Harun:  Ulurkanlah 

tongkatmu dan pukulkanlah itu ke debu tanah,  maka debu itu akan menjadi  nyamuk di 

seluruh tanah Mesir.” (Keluaran, 8: 16)

Datanglah  belalang  meliputi  seluruh  tanah  Mesir,  dan  hinggap  di  seluruh  daerah 

Mesir, sangat banyak; sebelum itu tidak pernah ada belalang yang demikian banyaknya dan 

sesudah itu pun tidak akan terjadi lagi yang demikian. (Keluaran, 10: 14)

Lalu berkatalah para ahli itu kepada Fir'aun: “Inilah tangan Allah.” namun  hati Fir'aun 

berkeras, dan ia tidak mau mendengarkan mereka seperti yang telah difirmankan Tuhan.” 

(Keluaran, 8: 19) 

Bencana yang mengerikan terus menimpa Fir’aun dan para pembe-sarnya. Beberapa 

dari  bencana  ini  disebabkan  oleh  objek  yang  disembah  oleh  orang-orang  musyrik  ini. 

Sebagai contoh, Sungai Nil dan katak mere-ka keramatkan dan pertuhankan. Saat mereka 

mengharapkan  petunjuk  dan  meminta  pertolongan  dari  “tuhan-tuhan”  mereka,  Allah 

menghu-kum mereka  melalui  “tuhan-tuhan”  itu  sendiri,  sehingga  mereka  dapat  melihat 

kesalahan mereka dan menerima ganjaran atas kesesatan yang mereka lakukan.

Menurut  para  penafsir  Perjanjian  Lama,  yang  dimaksud  dengan  “da-rah”  yaitu  

perubahan Sungai Nil menjadi merah. Hal ini dijelaskan seba-gai suatu perumpamaan bagi 

berubahnya  Sungai  Nil  menjadi  merah  kental.  Menurut  sebuah  penafsiran,  yang 

mengakibatkan warna merah yaitu  sejenis bakteri.

Sungai Nil yaitu  sumber kehidupan utama bagi bangsa Mesir. Keru-sakan apa pun 

yang terjadi pada sumber ini dapat berarti kematian bagi seluruh Mesir. Jika bakteri telah 

menutupi  seluruh  permukaan  Sungai  Nil  sampai  mengubahnya  berwarna  merah,  setiap 

mahkluk hidup yang menggunakan air ini  akan terinfeksi oleh bakteri ini.

Penjelasan terbaru tentang penyebab merahnya warna air telah me-nunjuk protozoa, 

zooplankton,  ganggang (fitoplankton)  air  asin  maupun tawar,  dan dinoflagellata  sebagai 

kemungkinan besar.  Semua jenis  ini  baik  tumbuhan,  jamur,  ataupun  protozoa  mengisap 

oksigen dari  dalam air  dan menghasilkan racun yang berbahaya baik bagi  ikan maupun 

katak.

Dengan mengutip peristiwa Eksodus dalam Kitab Injil, Patricia A Tester dari National 

Marine Fisheries Service yang menulis dalam Annals of the New York Academy of Science 

mencatat bahwa walau kurang dari 50 spesies, dari sekitar 5000 spesies fitoplankton yang 

dikenal, yaitu  be-racun, namun spesies beracun ini  dapat membahayakan kehidupan 

air. Dalam terbitan yang sama, Ewen C.D. Todd dari Health Canada, dengan merujuk data 

sejarah dan prasejarah, mengutip hampir dua lusin contoh dari fitoplankton tertentu yang 

menyebabkan berbagai wabah penyakit di seluruh penjuru dunia. W.W. Carmichael dan I.R. 

Falconer  mendaftar  penyakit-penyakit  yang  berkaitan  dengan  ganggang  biru-hijau  yang 

hidup di air tawar. Joann M. Burkholder, ahli Ekologi perairan dari North Carolina State 

University menyebutkan bahwa sejenis dinoflagellata, Pfiesteria piscimorte (ditemukan di 

perairan muara), seperti ditunjukkan namanya, dapat membunuh ikan .36

Di masa Fir’aun, rangkaian bencana seperti ini tampaknya terjadi. Menurut skenario 

ini, saat  Sungai Nil tercemar, maka ikan-ikan pun mati dan bangsa Mesir kehilangan salah 

satu sumber nutrisinya yang sangat penting. Tanpa ikan pemangsa, maka katak-katak dapat 

berkem-bang  biak  dengan  sangat  bebas  di  kolam-kolam  dan  di  sungai  Nil,  sehing-ga 

melimpahi  sungai,  kemudian  menghindari  lingkungan  beracun  dan  membusuk  dengan 

berpindah ke daratan, hingga di sini mereka mati dan terurai bersama ikan-ikan. Sungai Nil 

dan tanah yang berdekatan de-ngannya membusuk, dan airnya berbahaya untuk diminum 

maupun  digunakan  untuk  mandi.  Terlebih  lagi  punahnya  spesies  katak  menye-babkan 

berbagai jenis serangga seperti caplak dan kutu ber-kembang biak secara besar-besaran.

Akhirnya,  bagaimanapun  terjadinya  bencana  ini   dan  apa  pun  dampak  yang 

diakibatkannya, baik Fir’aun maupun kaumnya tetap tidak berpaling kepada Allah dengan 

penuh perhatian, mereka malah tetap bertahan dengan keangkuhannya.

Fir’aun  dan  para  pembesarnya  begitu  hipokrit,  sehingga  mereka  me-ngira  bahwa 

mereka dapat memperdayakan Musa dan juga, Allah. saat  hukuman yang mengerikan 

menimpa mereka, mereka segera memanggil Musa dan memintanya untuk menyelamatkan 

mereka dari bencana ini :

“Dan saat  ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun berkata: Hai 

Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu de-ngan (perantaraan) kenabian 

yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya jika kamu dapat menghilangkan 

azab itu daripada kami pasti kami akan beriman kepadamu dan akan kami biarkan 

Bani Israil  pergi bersamamu”. Maka sesudah  Kami hilangkan azab itu dari mereka 

hingga  batas  waktu  yang  mereka  sampai  kepadanya,  tiba-tiba  mereka  pun 

mengingkarinya.” (QS. Al A’raaf, 7: 134-135) !

Keluar dari Mesir

Allah menerangkan kepada Fir’aun dan para pembesarnya melalui Musa apa yang 

seharusnya mereka perhatikan, lalu memberi peringatan kepada mereka. Sebagai tanggapan, 

mereka menolak dan menuduh Mu-sa kesurupan dan berdusta. Allah mempersiapkan akhir 

yang menghina-kan bagi mereka. Ia mengungkapkan kepada Musa apa yang akan terjadi:

“Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: “Pergilah di malam hari 

dengan  membawa  hamba-hamba-Ku  (Bani  Israil),  kare-na  sesungguhnya  kamu 

sekalian akan disusuli.” Kemudian Fir’aun mengirimkan orang yang mengumpulkan 

(tentaranya)  ke  kota-kota.  (Fir’aun  berkata):  “Sesungguhnya mereka (Bani  Israil) 

benar-benar golongan kecil,  dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal  yang me-

nimbulkan amarah kita,  dan sesungguhnya kita benar-benar golong-an yang selalu 

berjaga-jaga”. Maka Kami keluarkan Fir’aun dan ka-umnya dari taman-taman dan 

mata air, dan (dari) perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya 

dan Kami anuge-rahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir’aun dan bala 

tentaranya menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka sesudah  kedua golongan 

itu saling melihat,  berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-

benar akan tersusul”. (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 52-61) !

Dalam keadaan di mana bani Israil merasa terjebak, dan orang-orang Fir’aun mengira 

bahwa mereka akan segera menangkap bani Israil, Musa berkata, tanpa pernah kehilangan 

kepercayaan akan pertolongan Allah: 

“Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia 

akan memberi petunjuk kepadaku”. (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 62) !

Pada saat itu Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israel dengan membelah lautan. 

Fir’aun dan orang-orangnya tenggelam di dalam air yang menutup di atas kepala mereka 

sesudah  bani Israil menyeberang dengan selamat.

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: ”Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. 

Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan ada-lah seperti gunung yang besar. 

Dan di sanalah Kami dekatkan go-longan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan 

orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain 

itu Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang 

besar  (mukjizat)  dan  namun   kebanyakan  dari  mere-ka  tidak  beriman.  Dan 

sesungguhnya  Tuhanmu  benar-benar  Dialah  Yang  Mahaperkasa  lagi  Maha 

Penyayang.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 63-68) !

Tongkat  Musa  memiliki  mukjizat.  Allah  telah  mengubahnya  menjadi  ular  dalam 

penyampaian  wahyu  yang  pertama  kepadanya,  dan  kemu-dian  tongkat  ini  pula  yang 

berubah menjadi ular yang menelan ular-ular jadi-jadian dari ahli sihir Fir'aun. Sekarang, 

Musa membelah lautan de-ngan tongkat yang sama. Inilah mukjizat terbesar yang diberikan 

kepada Nabi Musa.

Di Manakah Peristiwa itu Terjadi, 

di Pantai Laut Tengah Mesir atau di Laut Merah?

Tidak ada kesamaan pendapat tentang tempat Musa membelah la-utan. sebab  tidak 

ada perincian tentang hal ini di dalam Al Quran, kita tidak dapat meyakini ketepatan dari 

pandangan mana pun terhadapnya. Beberapa sumber menunjukkan pantai Laut Tengah di 

Mesir sebagai tempat lautan terbelah. Di dalam Ensiklopedia Judaica dikatakan:

Pendapat mayoritas dewasa ini mengidentifikasi Laut Merah dalam Eksodus sebagai 

sebuah laguna di pantai Laut Tengah.37

David Ben Gurion menyatakan bahwa peristiwa ini  kemung-kinan terjadi dalam 

masa pemerintahan Ramses II, sesudah  kekalahan di Kadesh. Dalam Kitab Keluaran pada 

Perjanjian Lama, dikatakan bahwa kejadiannya yaitu  di Migdol dan Baal-Zephon yang 

terletak di sebelah utara delta. 38

Pandangan  ini  berdasarkan  Perjanjian  Lama.  Dalam  terjemahan  Kitab  Keluaran 

dalam Perjanjian Lama disebutkan bahwa Fir’aun dan orang-orangnya ditenggelamkan di 

Laut  Merah.  Namun  menurut  mereka  yang  berpegang  pada  pandangan  ini,  kata  yang 

diterjemahkan sebagai “Laut Merah (Red Sea)” sebenarnya yaitu  “ Lautan Alang-Alang 

(Sea of Reeds)”. Kata ini dikenal sebagai “Laut Merah” dalam berbagai sumber dan digu-

nakan untuk lokasi ini . Namun, “Lautan Alang-Alang” sebenarnya digunakan untuk 

merujuk kepada pantai Laut Tengah di Mesir. Dalam Perjanjian Lama, saat  menyebutkan 

jalur  yang  diambil  oleh  Musa  dan  para  pengikutnya,  kata  Migdol  dan  Baal-Zephon 

disebutkan,  dan  tempat-tempat  ini  terletak  di  utara  Delta  Nil,  di  pantai  Mesir.  Sebagai 

implikasi-nya,  Lautan  Alang-Alang  mendukung  kemung-kinan  bahwa  kejadian  ini  

terjadi di pantai Mesir, sebab  di daerah ini, sesuai dengan namanya, banyak tumbuh alang-

alang berkat tanah lumpur delta.

Tenggelamnya Fir’aun dan Orang-orangnya di Lautan

Al  Quran  mewartakan  kepada  kita  tentang  aspek-aspek  terpenting  dari  peristiwa 

terbelahnya  Laut  Merah.  Menurut  penuturan  Al  Quran,  Musa  berangkat  meninggalkan 

Mesir  bersama  Bani  Israil  yang  mema-tuhinya.  Namun  Fir’aun  tidak  dapat  menerima 

kepergian mereka yang tanpa seizinnya. Ia dan tentaranya mengikuti mereka “dalam amarah 

dan dendam” (QS. Yunus, 10: 90). Begitu Musa dan Bani Israil mencapai pan-tai, Fir'aun 

dan bala tentaranya telah menyusul mereka. Beberapa orang Bani Israil yang melihat ini 

mulai  mengeluh kepada Musa.  Menurut Per-janjian Lama mereka berkata kepada Musa: 

”Mengapa kamu membawa kami pergi dari negeri kami, di sana kami diperbudak namun 

dapat hidup, sekarang kita akan mati”. Kelemahan komunitas ini juga disebutkan dalam Al 

Quran dalam ayat berikut: 

“Maka sesudah  kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut 

Musa: ”Sesungguhnya kita benar-benar akan ter-susul.” (QS Asy-Syu’araa’, 26: 61) !

Kenyataannya,  ini  bukanlah  pertama  maupun  terakhir  kalinya  Bani  Israil 

menunjukkan perilaku sedemikian yang menunjukkan ketidak-patuhan mereka. Kaum Musa 

sebelumnya pernah mengeluh kepadanya dengan berkata: 

“Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum kamu datang kepada kami dan 

sesudah  kamu  datang.  Musa  menjawab:  “Mudah-mudahan  Allah  membinasakan 

musuhmu  dan  menjadikan  kamu  khalifah  di  muka  bumi(Nya),  maka  Allah  akan 

melihat bagaimana perbuatanmu.” (QS. Al A’raaf, 7: 129) !

Berlawanan dengan tingkah laku umatnya  yang lemah,  Musa sangat  percaya  diri, 

sebab   ketinggian  imannya  kepada  Allah.  Semenjak  awal  perjuangannya,  Allah  telah 

memberitahu ia bahwa pertolongan dan du-kungan-Nya akan selalu bersama Musa:

“Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, 

Aku mendengar dan melihat. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan 

katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua yaitu  utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah 

Bani  Israil  bersama ka-mi  dan  janganlah  kamu  menyiksa  mereka.  Sesungguhnya 

kami  telah  datang  kepadamu dengan membawa  bukti  (atas  kerasulan  kami)  dari 

Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.” 

(QS. Thaahaa, 20: 46-47) !

saat  pertama kali bertemu dengan tukang sihir Fir’aun, Musa “me-rasa takut dalam 

hatinya” (QS. Thaahaa, 20: 67). sebab  itu, Allah pun mewahyukan kepada Musa untuk 

tidak takut; ”Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang).” 

(QS. Thaahaa, 20: 68). Dengan demikian, Musa dididik oleh Allah dan memperoleh kema-

tangan penuh terhadap jalan-Nya. Sehingga, saat  sebagian kaumnya merasa takut akan 

tertangkap, ia berkata: ”Sekali-kali tidak akan tersu-sul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, 

kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 62) 

Allah  mewahyukan  kepada  Musa  bahwa  ia  harus  memukul  lautan  dengan 

tongkatnya: ”Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka, ter-belahlah lautan itu dan tiap-

tiap belahan yaitu  seperti gunung yang besar. (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 63). Sebenarnya, 

pada saat Fir’aun melihat mukjizat ini , seharusnya ia menyadari bahwa telah terjadi 

suatu hal yang sangat luar biasa, dan bahwa ia sedang melihat campur tangan ilahiah. Laut 

terbuka  bagi  orang-orang  yang  ingin  dihancurkan  Fir’aun.  Lebih  jauh  lagi,  tidak  ada 

jaminan bahwa lautan tidak akan menutup kembali sesudah  mereka menyeberang. Namun, ia 

dan bala tentaranya tetap mengejar Bani Israil ke dalam laut. Kemungkinan besar, Fir’aun 

dan  tentaranya  telah  kehilangan  kemampuan  untuk  berpikir  sehat  sebab   amarah  dan 

kedengkian mereka, dan tidak mampu memahami mukjizat dari keadaan ini .

Al Quran menggambarkan saat-saat terakhir Fir’aun sebagai berikut:

“Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka di-ikuti oleh 

Fir'aun dan bala  tentaranya,  sebab  hendak menganiaya dan menindas (mereka); 

hingga bila Fir'aun itu telah hampir tengge-lam berkatalah ia: ”Saya percaya bahwa 

tidak  ada  Tuhan  melain-kan  Tuhan  yang  dipercayai  oleh  Bani  Israil,  dan  saya 

termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Yunus, 10: 90) !

Kita dapat melihat mukjizat lain Nabi Musa dalam ayat berikut:

“Musa berkata: ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah mem-beri kepada 

Fir’aun  dan  pemuka-pemuka  kaumnya  perhiasan  dan  harta  kekayaan  dalam 

kehidupan  dunia,  ya  Tuhan  kami,  akibatnya  mereka  menyesatkan (manusia)  dari 

jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta mereka dan kunci  matilah hati 

mereka,  maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat  siksaan yang pedih”. 

Allah  berfirman:  ”Sesungguhnya  telah  diperkenankan  permohonan  kamu berdua, 

sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali kamu 

mengikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS. Yunus, 10: 88-89) !

Dapat dipahami dengan jelas dari ayat ini bahwa Musa diberi tahu sebagai jawaban 

atas permintaannya bahwa Fir’aun akan percaya kepada Allah pada saat ia menghadapi azab 

yang  pedih.  Fir’aun  memang  berkata  bahwa  ia  beriman  kepada  Allah  saat   air  mulai 

menenggelamkannya. Namun, sangat jelas bahwa perilakunya tidak tulus dan palsu. Fir’aun 

kemungkinan besar mengatakan ini untuk menyelamatkan diri dari kematian.

“Apakah sekarang  (kamu baru  percaya),  padahal  sesungguhnya  kamu telah 

durhaka sejak dahulu,  dan  kamu termasuk orang-orang  yang  berbuat  kerusakan. 

Maka  pada  hari  ini  Kami  selamatkan  badanmu  supaya  kamu  dapat  menjadi 

pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan 

dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami.” (QS. Yunus, 10: 91-92) !

Kita juga diwartakan bahwa orang-orang Fir'aun, sebagaimana Fir’aun sendiri, juga 

menerima bagian hukuman mereka. sebab  bala tentara Fir’aun yaitu  orang-orang yang 

“angkara murka dan penuh kebencian” (QS. Yunus, 10: 91), “orang-orang yang berdosa” 

(QS. Al Qashash, 28: 8), “berlaku salah” (QS. Al Qashash, 28: 40), dan “mengira bahwa 

mereka  tidak akan pernah kembali  kepada Allah” (QS.  Qashash,  28:  39) seperti  halnya 

Fir’aun, mereka pun patut menerima hukuman dari Allah. Maka Allah pun melemparkan 

Fir'aun dan bala tentaranya ke dalam laut (QS. Al Qashash, 28: 40).

“Kemudian Allah menghukum mereka,  dan menenggelamkan mereka di  laut 

sebab  mereka mendustakan dan lalai akan ayat-ayat-Nya.” (QS. Al A’raaf, 7: 136) !

Allah menyebutkan dalam Al Quran semua yang terjadi sesudah  ke-matian Fir'aun : 

“Dan Kami pusakakan kepada kaum yang ditindas itu, negeri-negeri bahagian 

timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah 

sempurnalah  perkataan  Tuhanmu  yang  baik  (sebagai  janji)  untuk  Bani  Israil 

disebabkan  kesabaran  mereka,  dan  Kami  hancurkan  apa  yang  telah  diperbuat 

Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun oleh mereka.” (QS. Al A’raaf, 7: 

137) !

Picture Text

Kepercayaan  religius  bangsa  Mesir  kebanyakan  berdasarkan  kepada  pengabdian 

terhadap tuhan-tuhan mereka.  ”Perantara” antara tuhan-tuhan ini dengan manusia yaitu  

para  pendeta  yang  merupakan  bagian  dari  para  pemuka  warga .  sebab   berurusan 

dengan ilmu magis dan sihir, para pendeta menjadi kelas penting yang digunakan oleh para 

fir’aun untuk menjaga kepatuhan rakyatnya.

Orang-orang yang di-perbudak oleh Fir'aun. Khususnya pada masa Kerajaan Baru, 

kaum minoritas  yang hidup di  negara  ini   dipaksa bekerja  dalam proyek konstruksi 

yang sangat berat, termasuk di antaranya Bani Israel. Pada gambar atas, budak-budak yang 

tampak sedang bekerja dalam pembangunan sebuah kuil kemungkinan besar yaitu  Bani 

Israil.  Gambar  bawah  menunjukkan  berbagai  persiapan  teknis  para  budak,  yang  juga 

diperkirakan  yaitu   Bani  Israil,  sebelum  bekerja  di  proyek  pembangunan.  Para  budak 

sedang membuat  batu bata  dengan membakar  lumpur di  dalam api  dan mempersiapkan 

adukan semen.

Ramses II,  yang diperkirakan banyak ahli  sejarah sebagai fir’aun yang disebutkan 

dalam Al Quran, tampak sedang membunuh beberapa budak yang ia tangkap. Sebagaimana 

juga diungkapkan lukisan dinding ini,  para  fir’un mencitrakan dan menggambarkan diri 

mereka  sebagai  pejuang-pejuang  yang  perkasa.  Mereka  ditampilkan  sebagai  pahlawan-

pahlawan tinggi berbahu lebar yang mampu mengalahkan sejumlah orang sekaligus.

Atas:  sebab  menganggap diri  mereka mahkluk suci,  para fir’aun berupaya untuk 

tampak lebih unggul dibanding orang-orang lain. 

Kanan: Tawanan perang yang tertangkap oleh orang Mesir tampak sedang menunggu 

pelaksanaan hukuman mati mereka.

Ramses  II  tampak  dalam  kereta  perangnya  menghalau  sejumlah  besar  pasukan 

musuh. Seperti  juga yang lainnya, ini merupakan skenario khayalan yang digambar atas 

perintah Fir'aun.

Perang Kadesh.  Dalam pertempuran antara  Ramses dan Hitties,  dipalsukan dalam 

sejarah  bangsa  Mesir  sebagai  kemenangan  Fir'aun  yang  gilang  gemilang.  Padahal 

kenyataannya  Fir'aun  diselamatkan dari  kematian  pada saat-saat  terakhir  dan ia  dipaksa 

untuk melakukan perdamaian.

"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi 

pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan 

dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami". (QS. Yunus, 10: 92) !

BAB 7 

KAUM SABA' DAN BANJIR ARIM

“Sesungguhnya  bagi  kaum  Saba’  ada  tanda  (kekuasan  Allah)  di  tempat 

kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri, (kepada mereka 

dikatakan):  “Makanlah  olehmu  dari  rezeki  yang  (dianugerahkan)  Tuhanmu  dan 

bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) yaitu  negeri yang baik dan (Tuhanmu) 

yaitu   Tuhan  Yang  Maha  Pengampun”.  namun   mereka  berpaling,  maka  Kami 

datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti  kedua kebun-kebun 

mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon 

Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’, 34: 15-16) !

warga  Saba’ yaitu  satu di antara empat peradaban terbe-sar yang pernah hidup 

di  Arabia  Selatan.  Kaum ini  diperkira-kan berkembang sekitar  tahun 1000-750 SM dan 

musnah sekitar tahun 550 M, sesudah  serangan-serangan selama dua abad dari bangsa Persia 

dan Arab.

Masa  keberadaan  peradaban  Saba’  banyak  diperbincangkan.  Kaum  Saba'  mulai 

mencatat  laporan pemerintahannya  sekitar  600 SM. sebab  itulah tidak ada   catatan 

tentang mereka sebelum tahun ini .

Sumber tertua yang menyebutkan tentang kaum Saba’ yaitu  catatan perang tahunan 

yang berasal dari masa raja Asiria Sargon II (722-705 SM). Kala mencatat bangsa-bangsa 

yang  membayar  pajak  kepadanya,  Sargon  juga  menyebutkan  raja  Saba’,  Yith’i-amara 

(It’amara).  Catatan  ini  meru-pakan  sumber  tertulis  tertua  yang  memberikan  informasi 

tentang per-adaban Saba’.  Namun, tidak terlalu tepat  untuk menarik kesimpulan bah-wa 

kebudayaan  Saba’ dibangun  sekitar  700  SM hanya  berdasarkan  data  ini,  sebab   sangat 

mungkin kaum Saba’ telah ada lama sebelum tercatat dalam catatan tertulis. Artinya, sejarah 

Saba’ mungkin lebih awal dari waktu di atas. Memang, dalam prasasti Arad-Nannar, salah 

satu raja terakhir dari negara Ur, digunakan kata “Sabum” yang diperkirakan berarti “negeri 

Saba’”.39 Jika kata ini benar-benar berarti  Saba',  maka ini berarti  sejarah Saba’ mundur 

sampai sejauh 2500 SM.

Sumber-sumber sejarah yang menceritakan tentang Saba’ biasanya menyebutkannya 

sebagai sebuah kebudayaan, yang seperti bangsa Punisia, terutama bergerak dalam kegiatan 

perdagangan.  Begitu pula,  kaum ini  memiliki  dan mengatur  sejumlah jalur  perdagangan 

yang melintasi Arabia Selatan. Agar dapat membawa barang-barangnya ke Laut Tengah dan 

Gaza, yang berarti melintasi Arabia Selatan, orang-orang Saba’ harus mendapatkan izin dari 

Raja Sargon II, penguasa selu-ruh wilayah ini , atau membayar pajak dengan jumlah 

tertentu  kepa-danya.  Begitu  kaum Saba’ mulai  membayar  pajak kepada kerajaan Asiria, 

nama mereka mulai tercatat dalam sejarah negeri ini.

Kaum Saba’ telah dikenal sebagai orang-orang yang beradab dalam sejarah. Dalam 

prasasti  para  penguasa  Saba’  sering  digunakan  kata-kata  seperti  “memperbaiki”, 

“mempersembahkan”, dan “membangun”. Ben-dungan Ma’rib, yang merupakan salah satu 

monumen terpenting kaum ini, yaitu  indikasi penting dari tingkatan teknologi yang telah 

diraih oleh kaum ini. Namun, ini tidak berarti bahwa kekuatan militer Saba’ lemah; bala 

tentara Saba’ yaitu  salah satu faktor terpenting yang menyokong ketahanan kebudayaan 

mereka dalam jangka waktu demikian lama tanpa keruntuhan.

Negara Saba’ memiliki salah satu bala tentara terkuat di kawasan ter-sebut. Negara 

mampu  melakukan  politik  ekspansi  berkat  angkatan  ber-senjatanya.  Negara  Saba’ telah 

menaklukkan wilayah-wilayah dari nega-ra Qataban Lama. Negara Saba’ memiliki banyak 

tanah di benua Afrika. Selama abad ke-24 SM, selama ekspedisi ke Magrib, tentara Saba’ 

dengan telak mengalahkan tentara Marcus Aelius Gallus, Gubernur Mesir untuk Kekaisaran 

Romawi  yang  jelas-jelas  merupakan  negara  terkuat  pada  ma-sa  itu.  Saba’  dapatlah 

digambarkan sebagai  sebuah negara  yang menerap-kan kebijakan  moderat,  namun tidak 

ragu-ragu menggunakan kekuatan jika diperlukan. Dengan kebudayaan dan militernya yang 

maju, negara Saba’ jelas merupakan salah satu “adi daya” di daerah ini  kala itu.

Angkatan bersenjata Saba’ yang luar biasa kuat ini juga digambarkan di dalam Al 

Quran.  Sebuah  ungkapan  dari  para  komandan tentara  Saba’ yang  diceritakan  dalam Al 

Quran menunjukkan besarnya rasa percaya diri  yang dimiliki oleh bala tentara ini.  Para 

komandan berkata kepada sang ratu: 

”Kita  yaitu   orang-orang  yang  memiliki  kekuatan  dan  (juga)  memi-liki 

keberanian yang sangat (dalam peperangan),  dan keputusan ber-ada di tanganmu; 

maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.” (QS. An-Naml, 27: 33) !

Ibu kota negara Saba’ yaitu  Ma’rib yang sangat makmur berkat letak geografisnya 

yang sangat menguntungkan. Ibu kota ini sangat dekat de-ngan Sungai Adhanah. Titik di 

mana  sungai  mencapai  Jabal  Balaq  sangat  tepat  untuk  membangun  sebuah  bendungan. 

Dengan memanfaatkan keadaan ini,  kaum Saba’ membangun sebuah bendungan di sana, 

saat   peradaban  mereka  pertama  kali  berdiri,  dan  memulai  sistem pengairan  mereka. 

Mereka benar-benar mencapai tingkat kemakmuran yang sangat tinggi.  Ibu kota Ma’rib, 

yaitu  salah satu kota termaju saat itu. Penulis Yunani Pliny yang telah mengunjungi daerah 

ini dan sangat memujinya, juga menyebutkan betapa hijaunya kawasan ini.40

Bendungan di Ma’rib tingginya 16 meter,  lebarnya 60 meter  dan pan-jangnya 620 

meter. Berdasarkan perhitungan, total wilayah yang dapat diairi oleh bendungan ini yaitu  

9.600 hektar, dengan 5.300 hektar terma-suk dataran bagian selatan dan sisanya termasuk 

dataran sebelah barat. Dua dataran ini disebutkan sebagai “Ma’rib dan dua dataran“ dalam 

prasasti  Saba’.41 Ungkapan dalam Al Quran,  “dua buah kebun di  sisi  kiri  dan kanan“, 

menunjukkan kebun-kebun dan kebun anggur  yang menge-sankan di  kedua lembah ini. 

Berkat  bendungan  ini  dan  sistem  pengairan-nya,  daerah  ini  menjadi  terkenal  sebagai 

kawasan berpengairan terbaik dan paling menghasilkan di Yaman. J. Holevy dari Prancis 

dan Glaser  dari  Austria  membuktikan  dari  berbagai  dokumen tertulis  bahwa bendungan 

Ma’rib telah ada sejak zaman kuno. Dalam dokumen-dokumen yang tertulis dalam dialek 

Himer, disebutkan bahwa bendungan ini membuat kawasan ini  sangat produktif.

Bendungan  ini  diperbaiki  secara  besar-besaran  selama  abad  5  dan  6  M.  Namun 

demikian, perbaikan-perbaikan ini tidak mampu mencegah bendungan ini dari keruntuhan 

pada tahun 542 M.  Runtuhnya  ben-dungan ini   mengakibatkan “banjir  besar  Arim” 

yang  disebutkan  da-lam Al  Quran  serta  mengakibatkan  kerusakan  hebat.  Kebun-kebun 

anggur, kebun-kebun, serta ladang-ladang pertanian kaum Saba'’yang telah mereka tanami 

selama  ratusan  tahun  hancur  seluruhnya.  Diketahui  juga  bahwa  kaum  Saba’  segera 

mengalami  masa  resesi  sesudah   kehancur-an  bendungan  ini .  Berakhirlah  negara 

Saba’pada ujung periode yang diawali oleh hancurnya bendungan ini .

Banjir Arim yang Dikirim kepada Negeri Saba’

saat  kita kaji Al Quran dengan kelengkapan data sejarah di atas, maka kita akan 

mengamati bahwa ada kesamaan yang sangat mendasar dalam hal ini. Keduanya, temuan 

arkeologis dan data sejarah membenar-kan apa yang dicatat dalam Al Quran. Sebagaimana 

disebutkan dalam ayat ini , kaum ini, yang tidak mendengarkan peringatan dari nabi 

mereka dan tanpa rasa syukur telah menolak keimanan, akhirnya dihu-kum dengan banjir 

yang mengerikan. Banjir ini digambarkan dalam Al Quran dalam ayat-ayat sebagai berikut :

“Sesungguhnya  bagi  kaum  Saba’  ada  tanda  (kekuasaan  Allah)  di  tempat 

kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan kiri, (kepada mereka 

dikatakan):  “Makanlah  olehmu  dari  rezeki  yang  (dianugerahkan)  Tuhanmu  dan 

bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) yaitu  negeri yang baik dan (Tuhanmu) 

yaitu   Tuhan  Yang  Maha  Pengampun”.  namun   mereka  berpaling,  maka  Kami 

datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti  kedua kebun-kebun 

mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon 

Atsl dan sedikit dari pohon Sidr. Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka 

sebab  ke-kafiran mereka. Dan kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), 

melainkan hanya kepada orang-orang yang sangat kafir.” (QS Saba’, 34: 15-17). ! 

Sebagaimana ditekankan dalam ayat-ayat  diatas,  kaum Saba’ yang hidup di  suatu 

daerah yang diberkahi dengan kebun-kebun dan kebun-kebun anggur yang subur dan luar 

biasa indah. sebab  terletak di jalur perdagangan, negeri Saba’ memiliki standar kehidupan 

yang sangat tinggi dan menjadi salah satu kota yang disukai pada masa itu.

Di sebuah negeri dengan standar kehidupan dan keadaan yang sa-ngat bagus, yang 

seharusnya  dilakukan  oleh  Kaum  Saba’  yaitu   “Makan-lah  olehmu  dari  rezeki  yang 

(dianugerahkan)  Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya” sebagaimana disebutkan 

dalam ayat di atas. Namun, mereka tidak melakukannya. Mereka memilih untuk mengklaim 

kemakmuran itu sebagai milik mereka. Mereka menganggap negeri itu yaitu  milik mereka 

sendiri,  bahwa merekalah yang menjadikan semua keadaan yang luar biasa ini  ada. 

Mereka memilih untuk menjadi sombong bukan-nya bersyukur, dan dalam ungkapan ayat 

ini , mereka “berpaling dari Allah”…

sebab   mereka  mengaku-aku  bahwa semua kekayaan  yaitu   milik  mereka,  maka 

mereka pun kehilangan semua yang mereka miliki.

Di dalam Al Quran, azab yang dikirimkan kepada kaum Saba’ dina-makan “Sail Al 

Arim” yang berarti  “banjir  Arim”.  Ungkapan yang di-gunakan dalam Al Quran ini juga 

menceritakan kepada kita bagaimana bencana ini terjadi. Kata “Arim” berarti bendungan 

atau  rintangan.  Ungkapan  “Sail  Al-Arim”  menggambarkan  banjir  yang  datang  dengan 

runtuhnya  bendungan  ini.  Para  pengamat  Islam  telah  menetapkan  waktu  dan  tempat 

kejadian dengan dipandu ungkapan yang digunakan dalam Al Quran tentang banjir Arim. 

Maududi menulis dalam komentarnya: 

Sebagaimana digunakan pula dalam ungkapan Sail Al Arim, kata “Arim” diturunkan 

dari  kata “arimen” yang digunakan dalam dialek Arab Selatan yang berarti  “bendungan, 

rintangan”. Dalam reruntuhan yang terungkap dalam penggalian yang dilakukan di Yaman, 

kata ini  tampaknya sering digunakan dalam pengertian ini. Misalnya, dalam prasasti 

yang dipesan oleh Ebrehe (Abrahah), raja Yaman Habesh, sesudah  perbaikan dinding Ma'rib 

yang besar pada tahun 542 dan 543 M, kata ini berkali-kali digunakan untuk mengartikan 

bendungan. Jadi, ungkapan sail al-Arim berarti “sebuah ben-cana banjir yang terjadi sesudah  

runtuhnya sebuah bendungan.” 

“Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) 

yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS. Saba’, 34: 16). Yakni, 

sesudah  runtuhnya dinding bendungan, seluruh negeri digenangi banjir. Saluran-saluran yang 

telah  digali  oleh  kaum  Saba’ serta  dinding  yang  telah  didirikan  dengan  membangun 

perintang di antara gunung-gunung ini  runtuh, dan sistem pengairan pun hancur be-

rantakan. Akibatnya, kawasan yang seperti kebun ini  berubah menjadi hutan. Tidak 

ada lagi buah yang tersisa kecuali buah seperti ceri dari pepohonan kecil bertunggul. 42

Werner Keller, seorang ahli arkeologi Kristen penulis artikel   Und die Bible Hat Doch 

Recht (Alkitab Terbukti Benar), setuju bahwa banjir Arim terjadi sebagaimana digambarkan 

dalam Al Quran dan menulis bahwa keberadaan bendungan semacam itu dan kehancuran 

seluruh negeri ka-rena keruntuhannya membuktikan bahwa contoh yang diberikan dalam Al 

Quran tentang kaum pemilik kebun-kebun ini  yaitu  benar adanya .43

sesudah  bencana banjir Arim, daerah ini  mulai  berubah menjadi  padang pasir 

dan kaum Saba’ kehilangan sumber pendapatan mereka yang terpenting dengan hilangnya 

lahan  pertanian  mereka.  Kaum terse-but,  yang  tidak  mengindahkan  seruan  Allah  untuk 

beriman dan ber-syukur kepada-Nya, akhirnya diazab dengan sebuah bencana seperti ini. 

sesudah  kehancuran besar yang disebabkan oleh banjir, kaum ini  mulai terpecah-belah. 

Kaum Saba’ mulai  meninggalkan  rumah-rumah mereka  dan berpindah ke Arab Selatan, 

Makkah, dan Syria. 44

sebab   banjir  ini   terjadi  sesudah   penyusunan Perjanjian  Lama dan Perjanjian 

Baru, peristiwa ini hanya disebutkan di dalam Al Quran. 

Kota  Ma'rib  yang  pernah  dihuni  oleh  Kaum  Saba’,  namun  sekarang  hanyalah 

reruntuhan yang terpencil,  tidak diragukan lagi merupakan peringatan bagi mereka yang 

mengulangi kesalahan yang sama sebagai-mana kaum Saba’. Kaum Saba’ bukanlah satu-

satunya kaum yang di-hancurkan oleh banjir. Dalam Al Quran surat Al Kahfi diceritakan 

kisah  dua pemilik kebun.  Salah  satunya  memiliki  kebun yang sangat  mengesankan dan 

menghasilkan seperti yang dimiliki oleh kaum Saba’. Namun, ia pun melakukan kesalahan 

serupa sebagaimana mereka: ber-paling dari Allah. Ia mengira anugerah yang dilimpahkan 

kepadanya “dimilikinya” sendiri, yakni ialah penyebab semua itu:

“Dan  berikanlah  kepada  mereka  sebuah  perumpamaan  dua  orang  laki-laki, 

kami jadikan bagi seorang di antara keduanya (yang kafir) dua buah kebun anggur 

dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma dan di antara kedua 

kebun itu Kami buatkan ladang. Kedua buah kebun itu menghasilkan buahnya, dan 

kebun itu tiada kurang buahnya sedikit pun, dan Kami alirkan sungai di celah-celah 

kedua kebun itu, dan dia mempunyai kekayaan yang besar, maka ia berkata kepada 

kawannya  (yang  mukmin)  saat   ia  ber-cakap-cakap dengan  dia:  “Hartaku  lebih 

banyak  dari  hartamu  dan  pengikut-pengikutku  lebih  kuat.”  Dan  dia  memasuki 

kebunnya se-dang dia zalim kepada dirinya sendiri; Ia berkata: ”Aku kira kebun ini 

tidak  akan  binasa  selama-lamanya,  dan  aku  tidak  mengira  hari  kiamat  itu  akan 

datang,  dan  jika  sekiranya  aku  dikembalikan  kepa-da  Tuhanku,  pasti  aku  akan 

mendapat  kembali  tempat  yang lebih  baik daripada kebun-kebun itu”.  Kawannya 

(yang mukmin) berkata kepadanya sedang dia bercakap-cakap dengannya: “Apakah 

kamu  kafir  kepada  (Tuhan)  yang  menciptakan  kamu  dari  tanah,  kemudian  dari 

setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?. namun  

aku  (percaya  bahwa):  Dialah  Allah,  Tuhan-ku  dan  aku  tidak  mempersekutukan 

seorang pun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu 

memasuki  ke-bunmu  “Masya  Allah  -  tidak  ada  kekuatan  kecuali  dengan  (perto-

longan) Allah?”. Jika kamu anggap aku lebih kurang daripada kamu dalam hal harta 

dan anak, maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (kebun) yang 

lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan 

(petir) dari langit kepada kebun-kebunmu, hingga (kebun itu) men-jadi tanah yang 

licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat 

menemukannya  lagi”.  Dan  harta  kekayaannya  dibinasakan,  lalu  ia  membolak-

balikkan  kedua  tangannya  (tanda  menyesal)  terhadap  biaya  yang  telah  dibelan-

jakannya untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia 

berkata: “Aduhai kiranya dahulu aku tidak mem-persekutukan seorang pun dengan 

Tuhanku”. Dan tidak ada bagi  dia  segolongan pun yang akan menolongnya selain 

Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya 

dari  Allah  Yang  Hak.  Dia  yaitu   sebaik-baik  Pemberi  Pahala  dan  sebaik-baik 

Pemberi Balasan.” (QS. Al Kahfi, 18: 32-44). !

Sebagaimana  dapat  dipahami  dari  ayat-ayat  ini,  kesalahan  yang  di-lakukan  oleh 

pemilik kebun bukanlah mengingkari keberadaan Allah. Ia tidak mengingkari keberadaan 

Allah,  sebaliknya ia  mengira  bahwa “meskipun jika  dikembalikan  kepada Tuhannya” ia 

tentu akan menda-patkan balasan yang lebih baik. Ia meyakini bahwa keadaan yang diala-

minya, hanyalah disebabkan oleh usaha-usahanya sendiri yang sukses. 

Sebenarnya,  ini  persis  maknanya  dengan mempersekutukan Allah:  mencoba untuk 

mengaku-aku atas segala sesuatu milik Allah dan hilang-nya rasa takut seseorang kepada 

Allah  sebab   menganggap  bahwa  sese-orang  memiliki  keagungan  tertentu  dari  dirinya 

sendiri, dan Allah bagai-manapun akan “menunjukkan kemurahan” pada seseorang. 

Inilah yang juga dilakukan oleh kaum Saba’, hukuman mereka yaitu  sama - semua 

daerah kekuasaannya hancur - sehingga mereka dapat memahami bahwa mereka bukanlah 

“pemilik “ kekuatan namun  kekuatan itu hanyalah “dikaruniakan” kepada mereka....

Picture Text

Prasasti yang tertulis dalam bahasa bangsa Saba'.

Dengan Bendungan Ma'rib yang telah mereka bangun dengan teknologi yang sangat 

maju,  kaum Saba'  memiliki sistem pengairan berkapasitas besar.  Lalu,  tanah subur yang 

mereka  peroleh  dan  penguasaan  mereka  atas  jalur  perdagangan  memungkinkan  mereka 

memiliki gaya hidup yang luar biasa dan mewah. Namun, mereka kemudian “berpaling” 

dari Allah, padahal kepada-Nya mereka seharusnya bersyukur atas semua kemurahan itu. 

sebab nya,  bendungan  mereka  pun  runtuh  dan  “banjir  Arim”  menghancurkan  semua 

pencapaian mereka.

Saat ini, bendungan kaum Saba' yang terkenal kembali menjadi fasilitas pengairan. 

Bendungan Ma'rib yang tampak sebagai reruntuhan di atas yaitu  salah satu karya 

terpenting dari kaum Saba'. Bendungan ini runtuh disebab kan banjir Arim yang disebutkan 

dalam Al  Quran  dan  semua  daerah  pertaniannya  tergenang.  sebab   wilayahnya  hancur 

dengan runtuhnya bendungan, negara Saba' kehilangan kekuatan ekonominya dalam waktu 

yang sangat singkat dan segera runtuh.

Al Quran menceritakan kepada kita bahwa Ratu Saba'  dan kaumnya “menyembah 

matahari selain menyembah Allah” sebelum ia mengikuti Sulaiman. Informasi dari berbagai 

prasasti membenarkan kenyataan ini dan menunjukkan bahwa mereka menyembah matahari 

dan bulan dalam kuil-kuil mereka, salah satunya tampak pada gambar di atas. Dalam pilar-

pilar, ada  prasasti yang tertulis dalam bahasa Saba'.

BAB 8 

NABI SULAIMAN DAN RATU SABA'

“Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia melihat 

lantai  istana  itu,  dikiranya  kolam  air  yang  besar,  dan  disingkapkannya  kedua 

betisnya”.  Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia yaitu  istana licin terbuat dari 

kaca.”  Berkatalah  Balqis:  ”Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  telah  berbuat  zalim 

terhadap  diriku  dan  aku  berserah  diri  bersama  Sulaiman  kepada  Allah,  Tuhan 

semesta alam.” (QS. An-Naml, 27: 44) !

Catatan  sejarah mengenai  pertemuan antara  Sulaiman dengan Ratu  Saba’ menjadi 

jelas dengan penelitian yang dilakukan nege-ri tua Saba’ di Yaman Selatan. Penelitian yang 

dilakukan  ter-hadap  reruntuhan  mengungkapkan  bahwa  seorang  “ratu”  pernah  hidup  di 

kawasan ini antara tahun 1000-950 SM dan melakukan perjalanan ke utara (ke Yerusalem).

Rincian tentang apa  yang terjadi  antara  dua penguasa  ini,  kekuatan  ekonomi dan 

politik negara mereka, pemerintahan mereka dan rincian lainnya, semua diterangkan dalam 

Surat  An-Naml.  Kisah  ini,  yang  me-liputi  sebagian  besar  Surat  An-Naml,  memulai 

rujukannya tentang Ratu Saba’ dengan berita yang dibawa kepada Sulaiman oleh burung 

Hud-Hud, salah satu anggota tentaranya:

“Maka tidak lama kemudian (datanglah Hud-Hud), lalu ia berkata: ”Aku telah 

mengetahui sesuatu yang kamu belum mengetahuinya; dan kubawa kepadamu dari 

negeri  Saba’  suatu  berita  penting  yang  diyakini.  Sesungguhnya  aku  menjumpai 

seorang wanita yang meme-rintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta 

mempunyai singgasana yang besar.

Aku  mendapati  dia  dan  kaumnya  menyembah  matahari,  selain  Allah;  dan 

syaitan telah menjadikan mereka memandang indah per-buatan-perbuatan mereka, 

lalu  menghalangi  mereka  dari  jalan  (Allah),  sehingga  mereka  tidak  mendapat 

petunjuk,  agar  mereka  ti-dak  menyembah  Allah  yang  mengeluarkan  apa  yang 

terpendam di la-ngit dan di bumi dan yang mengetahui apa yang kamu sembunyikan 

dan apa yang kamu nyatakan. Allah, tiada Tuhan yang disembah kecuali Dia, Tuhan 

Yang mempunyai ‘Ársy yang besar.” Berkata Sulaiman: ”Akan kami lihat, apa kamu 

benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (QS. An-Naml, 27: 22-27) 

!

sesudah   menerima  berita  ini  dari  burung  Hud-Hud,  Sulaiman  pun  memberikan 

perintah sebagai berikut :

“Pergilah  dengan  (membawa)  suratku  ini,  lalu  jatuhkanlah  kepada  mereka 

kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan.” 

(QS. An- Naml, 27: 28) !

sesudah  ini, Al Quran menceritakan kejadian yang berkembang sete-lah Ratu Saba' 

menerima surat ini :

“Berkata ia (Balqis): “Hai pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan 

kepadaku  sebuah  surat  yang  mulia.  Sesungguhnya  surat  ini  dari  Sulaiman  dan 

sesungguhnya  (isinya):  “Dengan  menyebut  na-ma  Allah  Yang  Maha  Pemurah  lagi 

Maha Penyayang. Bahwa ja-nganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan 

datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”

Berkata  dia  (Balqis):  “Hai  para  pembesar berilah  aku pertimbangan  dalam 

urusanku  (ini),  aku  tidak  pernah  memutuskan  sesuatu  per-soalan  sebelum  kamu 

berada dalam majelis(ku).”

Mereka  menjawab:  “Kita  yaitu   orang-orang  yang  memiliki  keku-atan  dan 

(juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperang-an), dan keputusan berada 

di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan.”

Dia berkata: “Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu nege-ri, niscaya 

mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan 

demikian  pulalah  apa  yang  akan  mereka  perbuat.  Dan  sesungguhnya  aku  akan 

mengirimkan  utusan  kepada  mereka  dengan  (membawa)  hadiah  dan  (aku  akan) 

menunggu apa yang dibawa kembali oleh utusan-utusanku itu.” 

Maka  tatkala  utusan  itu  sampai  kepada  Sulaiman,  Sulaiman  pun  berkata: 

“Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta? Maka apa yang diberikan oleh 

Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya kepadamu; namun  kamu 

merasa bangga dengan hadiahmu.

Kembalilah  kepada  mereka,  dan  sungguh  kami  akan  mendatangi  me-reka 

dengan bala  tentara  yang  mereka  tidak  kuasa  melawannya,  dan  pasti  kami  akan 

mengusir  mereka  dari  negeri  itu  (Saba')  dengan  ter-hina  dan  mereka  menjadi 

(tawanan-tawanan) yang hina dina”.

Berkata  Sulaiman:  “Hai  pembesar-pembesar,  siapakah  di  antara  ka-mu 

sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku seba-gai orang-orang yang 

berserah  diri”.  Berkata  Ifrit  (yang  cerdik)  dari  golongan  jin:  ”Aku  akan  datang 

kepadamu dengan membawa singga-sana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari 

tempat  duduk-mu;  sesungguhnya  aku  benar-benar  kuat  untuk  membawanya  lagi 

dapat dipercaya”.

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: ”Aku akan membawa 

singgasana  itu  kepa-damu  sebelum  matamu  berke-dip”.  Maka  tatkala  Sulaiman 

melihat singgasana ini  ter-letak di hadapannya, ia pun ber-kata: “Ini termasuk 

karunia  Tu-hanku untuk mencoba aku apa-kah  aku bersyukur atau  meng-ingkari 

(akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyu-kur, sesungguhnya dia bersyu-kur 

untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya 

Tu-hanku Mahakaya lagi Maha-mulia.”

Dia berkata: “Ubahlah baginya singgasananya; maka kita akan melihat apakah 

dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenali-(nya)”.

Dan  saat   Balqis  datang,  di-tanyakanlah  kepadanya:  “Seru-pa  inikah 

singgasana-mu?” Dia menjawab: “Seakan-akan sing-gasana ini singgasanaku, kami 

telah diberi pengetahuan sebe-lumnya dan kami yaitu  orang-orang yang berserah 

diri.”

Dan  apa  yang  disembahnya  selama  ini  selain  Allah,  mencegahnya  (untuk 

melahirkan  keislamannya),  sebab   sesungguhnya  ia  dahulu-nya  termasuk  orang-

orang  yang  kafir.  Dikatakanlah  kepadanya:  “Masuklah  ke  dalam  istana.”  Maka 

tatkala  dia  melihat  lantai  istana  itu,  dikiranya  kolam  air  yang  besar  dan 

disingkapkannya  kedua  be-tisnya.  Berkatalah  Sulaiman:  “Sesungguhnya  ia  yaitu  

istana licin terbuat dari kaca.” Berkatalah Balqis: “Ya, Tuhanku, sesungguhnya aku 

telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersa-ma Sulaiman kepada 

Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. An-Naml, 27: 29-44) !

Istana Sulaiman

Dalam  surat  dan  ayat  yang  merujuk  tentang  ratu  Saba’,  Nabi  Sulaiman  juga 

disebutkan. Tatkala diceritakan dalam Al Quran bahwa Sulaiman mempunyai kerajaan serta 

istana yang mengagumkan, banyak perincian lain juga diberikan.

Berdasarkan  ini,  Sulaiman  memiliki  teknologi  yang  paling  maju  di  masanya.  Di 

istananya ada  berbagai karya seni yang menakjubkan dan benda-benda berharga, yang 

memesona  semua  yang  melihatnya.  Jalan  masuk  istana  terbuat  dari  kaca.  Al  Quran 

menggambarkan istana ini dan pengaruhnya terhadap ratu Saba’ dalam ayat berikut :

“Dikatakanlah  kepadanya:  “Masuklah  ke  dalam istana.”  Maka  tat-kala  dia 

melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar dan disingkapkannya kedua 

betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Se-sungguhnya ia yaitu  istana licin terbu-at dari 

kaca”.  Berkatalah  Balqis:  “Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  telah  berbu-at  zalim 

terhadap  diriku  dan  aku  berse-rah  diri  bersama  Sulaiman  kepada  Allah,  Tuhan 

semesta alam.” (QS. An-Naml, 27: 44) !

Istana Nabi Sulaiman disebut “Haikal Sulaiman” dalam literatur Ya-hudi. Saat ini, 

hanya “Tembok Barat” dari apa yang disebut haikal atau istana yang masih berdiri, dan ini 

pula tempat yang dinamakan “Tembok Ratapan” oleh orang Yahudi.  Penyebab istana ini 

dihancurkan,  sebagai-mana  juga  banyak tempat lain  di  Jerusalem,  yaitu   perilaku  jahat 

serta sombong dari bangsa Yahudi. Al Quran menjelaskan kepada kita sebagai berikut :

“Dan  telah  Kami  tetapkan  terhadap  Bani  Israil  dalam  kitab  itu:  “Se-

sungguhnya kamu akan membuat kerusakan di  muka bumi ini  dua kali  dan pasti 

kamu akan menyombongkan diri dengan kesom-bongan yang besar”. Maka apabila 

datang saat hukuman bagi (keja-hatan) pertama dari  kedua (kejahatan) itu,  Kami 

datangkan kepada-mu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, 

lalu  mereka  merajalela  di  kampung-kampung,  dan  itulah  ketetapan  yang  pasti 

terlaksana.

Kemudian  Kami  berikan  kepadamu  giliran  untuk  mengalahkan  mere-ka 

kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami 

jadikan kamu kelompok yang lebih besar. Jika kamu berbuat baik (berarti)  kamu 

berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu 

bagi dirimu sendi-ri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, 

(Kami  datangkan orang-orang  lain)  untuk  menyuramkan  muka-mu-ka  kamu  dan 

mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada 

kali  pertama  dan  untuk  membinasa-kan  sehabis-habisnya  apa  saja  yang  mereka 

kuasai.” (QS. Al Israa’, 17: 4-7) !

Seluruh kaum yang disebutkan dalam bab-bab terdahulu patut mene-rima hukuman 

sebab  keingkaran dan ketakbersyukuran mereka atas karunia Allah, sehingga mereka pun 

ditimpa bencana. sesudah  berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa negara dan 

wilayah,  dan  akhirnya  menemukan  tempat  tinggal  di  tanah  suci  pada  masa  Sulaiman, 

bangsa  Yahudi  sekali  lagi  dihancurkan  sebab   perilaku  mereka  yang  di  luar  batas,  dan 

sebab   tindakan  mereka  yang  merusak  dan  membang-kang.  Yahudi  modern  yang  telah 

menetap di daerah yang sama dengan daerah di masa lalu, kembali menyebabkan kerusakan 

dan ”berbesar  hati  dengan kesombongan  yang luar  biasa”  sebagaimana mereka  lakukan 

sebelum peringatan yang pertama.

Picture Text

Ratu Saba'  sangat  terkesan saat   ia  melihat  istana Sulaiman dan ia berserah  diri 

kepada Allah bersama Sulaiman.

Sebuah peta yang menunjukkan jalur perjalanan ratu Saba'.

Bawah:  Miniatur  Haikal  Sulaiman.  sesudah   Haikal  Sulaiman  dihancurkan,  satu-

satunya dinding kuil yang tersisa diubah menjadi “Tembok Ratapan” oleh bangsa Yahudi. 

sesudah  penaklukan Yerusalem selama abad ke-7, kaum Muslim membangun Masjid Umar 

(Masjid Al-Aqsha) dan Kubah Batu (Dome of the Rock) di tempat kuil ini  dahulunya 

berada. 

Pada gambar di sebelah kiri tampak Kubah Batu.

Haikal  Sulaiman  memiliki  teknologi  yang  paling  maju  saat  itu  dan  pemahaman 

estetika yang unggul. Pada gambar di atas ditunjukkan pusat kota Jerusalem selama masa 

pemerintahan Nabi Sulaiman.

1) Pintu barat daya, 

2) Istana ratu, 

3) Istana Sulaiman, 

4) Gerbang masuk dengan 32 pilar, 

5) Gedung pengadilan, 

6) Hutan Libanon, 

7) Kediaman pendeta tingkat tinggi, 

8) Pintu masuk ke kuil, 

9) Alun-alun kuil, 

10) Haikal Sulaiman. 

BAB 9 

PARA PENGHUNI GOA

“Atau  kamu  mengira  bahwa  orang-orang  yang  mendiami  gua  dan  (yang 

mempunyai) prasasti itu, mereka, termasuk tanda-tanda Kami yang mengherankan.” 

(QS. Al Kahfi, 18: 9) !

Surat ke-18 Al Quran yang dinamakan “Al Kahfi” yang berarti “gua”, menceritakan 

tentang  sekelompok  pemuda  yang  berlin-dung  di  sebuah  gua  untuk  bersembunyi  dari 

penguasa  yang  meng-ingkari  Allah  dan  melakukan  penindasan  dan  ketidakadilan  atas 

mereka yang beriman. Ayat-ayat yang menerangkan tentang hal ini yaitu  sebagai berikut :

“Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai) 

prasasti  itu,  mereka  termasuk  tanda-tanda  Kami yang mengherankan?  (Ingatlah)  tatkala 

pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai 

Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurna-kanlah bagi kami 

petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”.

Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu,  ke-mudian Kami 

bangunkan mereka,  agar  Kami mengetahui  manakah di  antara  kedua golongan itu  yang 

lebih tepat dalam menghitung bera-pa lamanya mereka tinggal (di dalam gua itu).  Kami 

menceritakan kisah  mereka  kepadamu (Muhammad)  dengan sebenarnya.  Sesung-guhnya 

mereka  itu  yaitu   pemuda-pemuda  yang  beriman  kepada  Tuhan  mereka  dan  Kami 

tambahkan kepada mereka petunjuk;  dan Kami telah meneguhkan hati  mereka di  waktu 

mereka  berdiri  lalu  mereka  berkata:  “Tuhan kami yaitu   Tuhan  langit  dan  bumi;  kami 

sekali-kali  tidak  menyeru  Tuhan  selain  Dia,  sesung-guhnya  kami  kalau  demikian  telah 

mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. Kaum kami ini telah menjadikan 

selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemuka-kan 

alasan  yang  terang  (tentang  kepercayaan  mereka).  Siapakah  yang  lebih  zalim daripada 

orang-orang  yang  mengada-adakan  kebohongan  terhadap  Allah?  Dan  apabila  kamu 

meninggalkan mere-ka  dan apa yang mereka  sembah selain  Allah,  maka carilah tempat 

berlindung ke dalam gua itu  niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya 

kepadamu dan menyediakan sesuatu yang ber-guna bagimu dalam urusan kamu. Dan kamu 

akan melihat  matahari saat  terbit condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila 

matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang me-reka dalam tempat yang 

luas dalam gua itu. Itu yaitu  sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa 

yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa 

yang disesatkan-Nya,  maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang 

dapat memberi petunjuk kepadanya.

Dan  kamu  mengira  mereka  itu  bangun  padahal  mereka  tidur;  dan  Kami  balik-

balikkan mereka ke kanan dan kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya 

di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan berpaling dari 

mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan 

terhadap mereka.

Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling berta-nya di  antara 

mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu 

berada (di  sini)?”.  Mereka menjawab,  “Kita berada  (di  sini)  sehari  atau setengah hari”. 

Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di 

sini). Maka suruhlah salah satu orang di antara ka-mu pergi ke kota dengan membawa uang 

perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah 

dia  membawa  makanan  itu  untukmu,  dan  hendaklah  dia  berlaku  lemah  lembut  dan 

janganlah sekali-kali menceritakan hal-mu kepada seorang pun.

Sesungguhnya  jika  mereka  dapat  mengetahui  tempatmu,  niscaya  me-reka  akan 

melempar kamu dengan batu atau  memaksamu kembali  kepada agama mereka  dan jika 

demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”

Dan demikianlah (Kami) mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia 

itu mengetahui bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. saat  orang-

orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikanlah sebuah ba-

ngunan di  atas  (gua)  mereka,  Tuhan mereka  lebih  mengetahui  tentang mereka”.  Orang-

orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan 

sebuah rumah peribadatan di atasnya”. Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah 

mere-ka) yaitu  tiga orang, yang keempat yaitu  anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: 

“(Jumlah mereka)  yaitu   lima orang,  yang ke-enam yaitu   anjingnya,”  sebagai  terkaan 

terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(Jumlah mereka) tujuh orang, 

yang kedelapan yaitu  anjingnya.” Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; 

tidak ada orang yang mengetahui (bi-langan) mereka kecuali sedikit”. sebab  itu janganlah 

kamu (Mu-hammad)  bertengkar tentang hal  mereka,  kecuali  pertengkaran lahir  saja  dan 

jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemu-da itu)  kepada seorang pun di 

antara mereka.

Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu; “Se-sungguhnya aku 

akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah.” Dan ingatlah 

kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku memberiku 

petun-juk  kepada  yang lebih  dekat  kebenarannya  daripada  ini”.  Dan mere-ka  tinggal  di 

dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).

Katakanlah: ”Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka ting-gal (di gua); 

kepunyaan-Nya-lah  semua yang tersembunyi  di  langit  dan bumi.  Alangkah terang 

penglihatan-Nya dan alangkah tajam pen-dengaran-Nya; tak ada seorang pelindung 

pun bagi mereka selain daripada-Nya, dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi 

seku-tu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al Kahfi, 18: 9-26) !

Menurut kepercayaan yang umum, para Penghuni Gua yang dipuji baik oleh sumber 

Islam maupun Nasrani, yaitu  korban dari tirani yang kejam dari Decius, kaisar Romawi. 

sebab   menghadapi  penindasan  dan  kesewenang-wenangan  Decius,  para  pemuda  ini 

memperingatkan  kaum-nya  berulang  kali  untuk  tidak  meninggalkan  agama  Allah. 

Ketidakacuh-an  kaum  mereka  terhadap  penyampaian  risalah  ini ,  meningkatnya 

penindasan  kaisar,  dan  ancaman  pembunuhan  terhadap  mereka,  mem-buat  mereka 

meninggalkan tempat tinggal mereka.

Sebagaimana dibenarkan  dokumen-dokumen  sejarah,  pada  saat  itu,  banyak kaisar 

yang melaksanakan kebijakan teror, penindasan dan kese-wenang-wenangan secara meluas 

terhadap mereka yang memegang agama Nasrani yang awal dalam bentuknya yang asli dan 

murni.

Dalam sebuah surat yang ditulis oleh Gubernur Romawi Pilinius (69-113 M) yang 

berada di Barat  Laut Anatolia kepada Kaisar  Trayanus,  ia merujuk sekelompok Messiah 

(Nasrani) yang dihukum sebab  menolak menyembah patung kaisar. Surat ini yaitu  salah 

satu  dokumen  terpen-ting  yang  menyebutkan  penindasan  yang  menimpa  orang-orang 

Nasrani pada masa awalnya. Dalam situasi demikian, para pemuda ini, yang diperintahkan 

untuk tunduk kepada sistem yang non-agamis dan untuk menyembah kaisar sebagai tuhan 

selain Allah, tidak menerima ini dan berkata:

“Tuhan kami yaitu  Tuhan langit  dan bumi; kami sekali-kali  tidak menyeru 

Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan 

yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai 

tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang 

terang (tentang  kepercayaan mereka).  Siapakah yang lebih  zalim daripada orang-

orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (QS. Al Kahfi, 18: 14-15) !

Sehubungan dengan daerah tempat tinggal Para Penghuni Gua,  ter-dapat  beberapa 

pandangan  yang  berbeda.  Di  antaranya  yang  paling  bisa  diterima  akal  yaitu   daerah 

Ephesus dan Tarsus.

Hampir semua sumber Nasrani menunjuk Ephesus sebagai lokasi dari Gua tempat 

para pemuda beriman ini berlindung. Beberapa peneliti  Muslim dan pengamat Al Quran 

bersepakat dengan kaum Nasrani ten-tang Ephesus. Beberapa lainnya, menerangkan dengan 

terperinci bahwa tempat itu bukanlah Ephesus, dan kemudian berusaha untuk membukti-

kan bahwa kejadiannya yaitu  di Tarsus. Dalam penelitian ini,  kedua alternatif  ini akan 

dibahas.  Walau  begitu,  semua  peneliti  dan  pengamat,  termasuk  kalangan  Kristen 

mengatakan  bahwa  kejadian  ini   berlang-sung  pada  masa  Kaisar  Romawi  Decius 

(disebut juga sebagai Decianus) sekitar tahun 250 M.

Decius, bersama dengan Nero, dikenal sebagai kaisar Romawi yang menyiksa kaum 

Nasrani dengan amat kejam. Dalam masa pemerintahan-nya yang singkat,  ia mensahkan 

suatu  hukum  yang  memaksa  semua  orang  di  bawah  kekuasaannya  untuk  melakukan 

persembahan  terhadap  dewa-dewa  Romawi.  Setiap  orang  diwajibkan  untuk  melakukan 

persem-bahan  ini  dan  lebih  jauh  lagi,  mendapatkan  sertifikat  yang  menyatakan  bahwa 

mereka telah melakukannya, yang harus mereka tunjukkan kepa-da petugas pemerintahan. 

Mereka yang tidak patuh akan dihukum mati.  Dalam sumber-sumber Nasrani,  dituliskan 

bahwa sebagian besar kaum Nasrani menolak tindakan musyrik ini dan melarikan diri dari 

“satu kota ke kota lain”,  atau bersembunyi  di  perlindungan rahasia.  Para Penghuni  Gua 

kemungkinan besar yaitu  salah satu kelompok di antara kaum Nasrani awal ini.

Sementara itu, ada satu poin yang harus ditekankan di sini: Topik ini telah diceritakan 

dalam bentuk  cerita  oleh  sejumlah  ahli  sejarah  dan  peng-amat  Islam dan  Kristen,  dan 

berubah menjadi legenda akibat penambah-an banyak kepalsuan dan kabar burung. Namun 

demikian, kejadian ini yaitu  suatu kenyataan sejarah.

Apakah Para Penghuni Gua Ada di Ephesus?

Bersangkutan dengan kota tempat tinggal para pemuda ini dan gua tempat mereka 

berlindung,  beberapa  tempat  ditunjukkan  dalam berbagai  sumber  yang  berbeda.  Alasan 

utama untuk ini yaitu : orang-orang ingin mempercayai bahwa orang-orang yang berani 

dan teguh hati seperti itu hidup di kotanya, dan sangat miripnya gua-gua di daerah ini . 

Seba-gai  contoh,  hampir  di  semua tempat  ini  ada   tempat  peribadatan  yang katanya 

dibangun di atas gua.

Sebagaimana dikenal luas, Ephesus dianggap sebagai sebuah tempat suci bagi orang 

Nasrani, sebab  di kota ini  ada sebuah rumah yang katanya dimiliki Perawan Maria 

dan  kemudian  berubah  menjadi  sebuah  gereja.  Jadi  sangatlah  mungkin  bahwa  para 

Penghuni Gua pernah hidup di salah satu di antara tempat-tempat suci ini . Bahkan, 

beberapa sumber Nasrani menyatakan kepastiannya bahwa itulah tempatnya.

Sumber tertua tentang hal ini yaitu  pendeta Syria bernama James dari Saruc (lahir 

452 M). Ahli  sejarah terkemuka, Gibbon,  banyak mengutip dari  penelitian James dalam 

artikel  nya  yang  berjudul  The  Decline  and  Fall  of  the  Roman Empire  (Kemunduran  dan 

Keruntuhan Kekaisaran Romawi). Menurut artikel   ini, nama kaisar yang menyiksa ketujuh 

pemu-da Nasrani yang beriman ini  dan memaksa mereka bersembunyi di dalam gua, 

yaitu  Decius. Decius memerintah Kekaisaran Romawi antara tahun 249-251 M dan masa 

kekuasaannya dikenal luas dengan penyiksaan yang ia lakukan terhadap para pengikut Isa 

(Jesus).  Menurut  para  pengamat  Islam,  daerah  tempat  terjadinya  peristiwa  itu  yaitu  

“Aphesus” atau “Aphesos”. Menurut Gibbon, nama tempat ini yaitu  Ephesus. Terletak di 

pantai  Barat  Anatolia,  kota  ini  merupakan  salah  satu  pelabuhan  dan  kota  terbesar  dari 

kekaisaran Romawi. Saat ini, reruntuh-an kota ini dikenal sebagai “Kota Antik Ephesus”.

Nama kaisar  yang  memerintah  di  masa  para  Penghuni  Gua  terba-ngun  dari  tidur 

mereka yang panjang yaitu  Tezusius menurut  para peneliti  Muslim, dan Theodosius II 

menurut  Gibbons.  Kaisar  ini  meme-rintah  antara  tahun  408-450  M,  sesudah   kekaisaran 

Romawi berubah memeluk agama Nasrani.

Dengan merujuk kepada ayat di bawah ini, dalam beberapa tempat disebutkan bahwa 

pintu masuk gua menghadap ke utara, sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Dengan 

demikian,  orang  yang  melewati  gua  tidak  dapat  melihat  sama  sekali  apa  yang  ada  di 

dalamnya. Ayat Al Quran yang berkaitan dengan hal ini mengatakan :

“Dan kamu akan melihat matahari saat  terbit condong dari gua mereka ke 

sebelah  kanan,  dan  bila  matahari  itu  terbenam  menjauhi  mereka  ke  sebelah  kiri 

sedang mereka dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu yaitu  sebagian dari tanda-

tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka dialah 

yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka kamu tidak 

akan  mendapatkan  seorang  pemimpin  pun  yang  dapat  memberi  petunjuk 

kepadanya.” (QS. Al Kahfi, 18: 17) !

Ahli Arkeologi Dr. Musa Baran menunjuk Ephesus sebagai tempat kelompok pemuda 

beriman ini hidup, dalam artikel  nya yang berjudul “Ephesus”, ia menambahkan:

Di  tahun  250  SM,  tujuh  orang  pemuda  yang  hidup  di  Ephesus  memilih  untuk 

memeluk Nasrani dan menolak keberhalaan. Saat mencoba untuk mencari jalan keluar, para 

pemuda ini menemukan sebuah gua di lereng timur Gunung Pion. Tentara Romawi melihat 

ini dan membangun dinding di pintu gua ini . 45

Saat ini, diketahui bahwa di atas reruntuhan tua dan kuburan ini ba-nyak didirikan 

bangunan religius. Penggalian yang dilakukan oleh Instit-ut Arkeologi Austria pada tahun 

1926 mengungkapkan bahwa reruntuh-an yang ditemukan di  lereng timur  Gunung Pion 

berasal dari bangunan yang didirikan atas nama para Penghuni Gua di pertengahan abad ke-

7 (selama pemerintahan Theodosius II). 46

Apakah Para Penghuni Gua Ada di Tarsus ?

Tempat  kedua  yang  diajukan  sebagai  tempat  Penghuni  Gua  pernah  hidup  yaitu  

Tarsus. Memang, ada  sebuah gua yang mirip dengan gua yang disebutkan dalam Al 

Quran, yang terletak di sebuah gunung yang dikenal sebagai Encilus atau Bencilus, di Barat 

Laut Tarsus.

Gagasan  bahwa  Tarsus  yaitu   tempat  yang  tepat  yaitu   pandangan  dari  banyak 

ilmuwan Islam. Salah seorang ahli  tafsir Al Quran terkemu-ka,  Ath-Thabari menetapkan 

bahwa nama gunung tempat gua ini  berada yaitu  “Bencilus” dalam kitabnya yang 

berjudul “Tarikh Al Umam, dan menambahkan bahwa gunung ini terletak di Tarsus.47

Juga, ahli Tafsir Al Quran lain bernama Muhammad Amin menyata-kan bahwa nama 

gunung ini   yaitu  “Pencilus” dan berada di  Tarsus.  Nama yang diucapkan sebagai 

“Pencilus” kadangkala diucapkan sebagai “Encilus”. Menurutnya, perbedaan antar kata-kata 

itu  disebab-kan  perbedaan  pengucapan  huruf  “B”  atau  oleh  hilangnya  huruf  dari  kata 

aslinya, yang disebut dengan “abrasi kata-kata historis”.48

Fakhruddin Ar-Razi seorang ulama Al Quran terkenal lainnya, men-jelaskan dalam 

karyanya  bahwa “meskipun  tempat  ini  disebut  Ephesus,  tujuan  dasarnya  di  sini  yaitu  

untuk mengatakan Tarsus, sebab  Ephesus hanyalah nama lain dari Tarsus”. 49

Sebagai tambahan, dalam Tafsir Qadi Al Baidhawi dan An-Nasafi, dalam Tafsir Al 

Jalalain dan At-Tibyan, dalam komentar  dari Elmali dan O. Nasuhi Bilman, dan banyak 

ulama lainnya, tempat ini ditunjuk sebagai “Tarsus”. Di samping itu, semua ahli tafsir ini 

menerangkan  bahwa  kalimat  dalam ayat  17,  “matahari  saat   terbit  condong  dari  gua 

mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri” 

dengan mengatakan bahwa mulut gua di pegunungan menghadap ke utara. 50

Tempat  tinggal  Para  Penghuni  Gua  juga  menjadi  pokok  perhatian  pa-da  masa 

kekaisaran  Turki  Utsmani  dan  sejumlah penelitian  dilakukan  terhadap  hal  ini.  ada  

beberapa korespondensi dan pertukaran infor-masi tentang hal ini dalam arsip kementerian 

Utsmani.  Sebagai  contoh,  dalam  sebuah  surat  yang  dikirimkan  kepada  Penguasa 

Perbendaharaan Negara Turki oleh pemerintahan lokal Tarsus, ada sebuah permintaan resmi 

dan lampiran yang menyebutkan permintaan mereka untuk mem-beri  gaji  kepada orang-

orang  yang  berurusan  dengan  pembersihan  dan  pemeliharaan  gua  Ashabul  Kahfi  (Para 

Penghuni Gua). Jawaban terhadap surat ini menyatakan bahwa agar gaji para pekerja itu 

bisa diambil dari perbendaharaan negara, perlu diselidiki apakah gua ini benar-benar tem-

pat Para Penghuni Gua pernah berada. Penelitian yang dilakukan untuk tujuan ini sangat 

berguna dalam penentuan letak sebenarnya dari gua ini .

Dalam laporan  yang dipersiapkan  sesudah   suatu  penyelidikan  yang dilakukan  oleh 

Dewan Nasional,  dinyatakan:  “Di sebelah utara  Tarsus,  sebuah propinsi  Adana,  ada  

sebuah gua di sebuah gunung yang dua jam jauhnya dari Tarsus, dan mulut gua ini  

menghadap ke utara sebagaimana dinyatakan dalam Al Quran.”51

Perdebatan yang berkembang tentang siapa para Penghuni Gua, di mana dan kapan 

mereka hidup, selalu mengarahkan pihak berwenang untuk mengadakan penelitian terhadap 

hal  ini  dan banyak komentar  di-buat  tentang hal  ini.  Namun belum satu pun komentar-

komentar ini da-pat dipertimbangkan pasti, sehingga pertanyaan seperti: Pada periode mana 

para pemuda yang beriman ini hidup dan di mana gua yang dise-butkan dalam ayat-ayat 

ini , tetap ada tanpa jawaban yang menda-sar.

Picture Text

Bagian dalam dari gua di Ephesus yang dianggap sebagai gua yang ditempati Para 

Penghuni Gua.

Gua di Ephesus tampak dari luar.

Gua di Tarsus yang diduga ditempati Para Penghuni Gua.

KESIMPULAN

“Dan  apakah  mereka  tidak  mengadakan  perjalanan  di  muka  bumi  dan 

memperhatikan bagaimana akibat  (yang  diderita)  oleh  orang-orang  yang  sebelum 

mereka? Orang-orang itu yaitu  lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah 

bumi  (tanah)  serta  memakmurkannya  lebih  banyak  dari  apa  yang  telah  mereka 

makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa 

bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidak sekali-kali berlaku zalim kepada mereka, 

akan namun  merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS. Ar-Ruum, 30: 

9).!

Semua kaum yang telah  kita  pelajari  sampai  sekarang,  mempunyai  beberapa sifat 

umum  seperti:  melanggar  batas-batas  yang  telah  ditetapkan  Allah,  menyekutukan-Nya, 

berlaku sombong di muka bumi, dengan sewenang-wenang menguasai hak milik orang lain, 

cende-rung terhadap perilaku seksual yang menyimpang, dan angkara murka. Sifat umum 

lainnya yaitu  penindasan dan kesewenangan mereka ter-hadap kaum Muslim di sekitar 

mereka. Mereka mencoba segala cara un-tuk mengintimidasi kaum Muslim. 

Tujuan dari peringatan-peringatan Al Quran tentu saja tidak hanya untuk memberikan 

berbagai pelajaran sejarah. Al Quran menyatakan bahwa kisah-kisah para nabi diceritakan 

hanya untuk memberikan sebu-ah “permisalan”. Para nabi yang telah terlebih dahulu tiada 

hendaklah membawa mereka yang datang kemudian ke jalan yang benar :

“Maka  tidaklah  menjadi  petunjuk  bagi  mereka  (kaum  musyrikin)  be-rapa 

banyaknya  Kami  membinasakan  umat-umat  sebelum  mereka,  padahal  mereka 

berjalan (di  bekas-bekas) tempat tinggal  umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang 

demikian itu ada  tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (QS. Thaahaa, 20: 128) !

Jika kita menganggap semua ini sebagai “contoh-contoh”, maka kita dapat melihat 

bahwa sebagian dari warga  kita tidaklah lebih baik, dalam hal kemerosotan moral dan 

pelanggaran,  daripada  kaum-kaum yang  telah  dibinasakan  dan  disebutkan  dalam kisah-

kisah ini.

Sebagai  contoh,  sebagian  besar  warga   saat  ini  menyimpan  ba-nyak  pelaku 

sodomi dan homoseksual, yang mengingatkan kita kepada “kaum Luth”. Para homoseksual, 

yang melakukan  pesta  seks  dengan “pa-ra  pemuka  warga ”,  memperlihatkan  segala 

macam penyimpangan seksual yang melebihi rekan-rekan mereka di Sodom dan Gomorrah. 

Khususnya, ada sekelompok mereka yang hidup di kota-kota terbesar di dunia, yang telah 

“melangkah lebih lanjut” daripada mereka yang ada di Pompeii.

Semua kaum yang telah kita pelajari sebelumnya telah dibinasakan melalui berbagai 

bencana alam seperti gempa bumi, badai, banjir, dan sebagainya. Sama halnya, kaum-kaum 

yang sesat dan berani melakukan tindakan pelanggaran seperti kaum-kaum terdahulu juga 

akan dihukum dengan cara yang sama.

Seharusnya tidak kita lupakan bahwa Allah mungkin menghukum orang atau bangsa 

mana  pun  yang  dikehendaki-Nya  kapan  pun  Ia  berke-hendak.  Atau,  Ia  mungkin 

membiarkan  siapa  pun  yang  Ia  ingini  menja-lani  kehidupan  biasa  di  dunia  ini,  dan 

menghukumnya di akhirat nanti. Al Quran menyatakan: 

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di 

antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara 

mereka ada yang ditimpa dengan suara yang keras yang mengguntur, dan di antara 

mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang 

Kami teng-gelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan 

namun  merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al 'Ankabuut, 29: 40) !

Al  Quran  juga  menceritakan  tentang  seorang  yang  beriman  yang  ber-asal  dari 

keluarga Fir'aun dan hidup di masa Nabi Musa, namun me-nyembunyikan keimanannya. Ia 

berkata kepada kaumnya: 

“Hai  kaumku,  sesungguhnya  aku  khawatir  kamu  akan  ditimpa  (ben-cana) 

seperti peristiwa kehancuran golongan yang bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum 

Nuh, 'Ad, Tsamud dan orang-orang yang da-tang sesudah mereka. Dan Allah tidak 

menghendaki berbuat keza-liman terhadap hamba-hamba-Nya.

Hai  kaumku,  sesungguhnya  aku  khawatir  terhadapmu  akan  siksaan  hari 

panggil-memanggil. (Yaitu) hari saat  kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada 

bagimu yang menyelamatkan kamu dari  (azab)  Allah  ,  dan siapa  yang disesatkan 

Allah, niscaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.” (QS. Al 

Mu'min, 40: 30-33) !

Semua  nabi  dan  rasul  memperingatkan  kaumnya,  menunjukkan  ke-pada  mereka 

tentang  Hari  Pembalasan  dan  mencoba  membuat  mereka  takut  akan  azab  dari  Allah, 

sebagaimana yang dilakukan pengikut yang menyembunyikan keimanannya ini. Kehidupan 

dari semua nabi dan pembawa risalah dihabiskan untuk menerangkan hal-hal ini kepada ka-

um mereka  berulang  kali.  Namun  lebih  sering,  kaum mereka  sendiri  menuduh  mereka 

berdusta,  berupaya  mencari  keuntungan  materi,  atau  mencoba  untuk  menunjukkan 

keunggulan atas mereka, lalu mereka pun terus menerapkan sistem mereka sendiri  tanpa 

memikirkan perkataan pa-ra nabi ataupun mempertanyakan perbuatan mereka. Segolongan 

mereka telah bertindak lebih jauh dan mencoba untuk membunuh atau mengusir  orang-

orang  yang beriman.  Sering  kali  jumlah  orang-orang  mukmin yang patuh  dan  menurut 

sangat sedikit. Walau begitu, dalam kasus-kasus warga  yang ingkar, Allah senantiasa 

menyelamatkan para nabi dan pengikutnya saja.

Meskipun telah berlalu ribuan tahun, dan terjadi berbagai perubahan tempat, perilaku, 

teknologi,  dan peradaban,  namun tidak  banyak yang berubah dalam struktur  sosial  dan 

sistem  dari  orang-orang  tidak  beriman  yang  telah  disebutkan  tadi.  Sebagaimana  telah 

ditekankan di atas, sego-longan tertentu dari warga  di mana kita hidup memiliki semua 

sifat  buruk  dari  kaum-kaum yang  digambarkan  dalam Al  Quran.  Seperti  halnya  kaum 

Tsamud yang mengurangi timbangan, saat ini juga ada  banyak pemalsu dan penipu. 

ada  pula “komunitas homoseksual” yang dibela kapan saja perbuatan itu muncul, dan 

para anggotanya yang tidak kurang dari kaum Luth, di mana penyimpangan seksual telah 

men-capai  puncaknya.  Segolongan  besar  dari  warga   terdiri  dari  orang-orang  yang 

tidak bersyukur dan ingkar, sebagaimana kaum Saba', yang tidak bersyukur atas kekayaan 

yang dianugerahkan kepada mereka sebagaimana kaum Iram, yang tidak patuh dan penuh 

penghinaan ter-hadap orang mukmin sebagaimana kaum Nuh, dan yang tidak acuh terhadap 

keadilan sosial sebagaimana kaum ‘Ad.

Semua ini yaitu  tanda-tanda yang sangat jelas....

Kita hendaknya selalu mencamkan dalam pikiran bahwa apa pun perbedaan dalam 

berbagai  warga ,  pada tingkat perkembangan tek-nologi mana pun mereka, atau apa 

pun potensi mereka, hal ini tidak ada artinya sama sekali. Tidak satu pun dari hal-hal ini 

dapat menyelamatkan seseorang dari hukuman dan azab Allah. Al Quran mengingatkan kita 

atas kenyataan ini:

“Dan  apakah  mereka  tidak  mengadakan  perjalanan  di  muka  bumi  dan 

memperhatikan bagaimana akibat  (yang  diderita)  oleh  orang-orang  yang  sebelum 

mereka? Orang-orang itu yaitu  lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah 

bumi  (tanah)  serta  memak-murkannya  lebih  banyak dari  apa  yang  telah  mereka 

makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan memba-wa 

bukti-bukti yang nyata. Maka Allah tidak sekali-kali berlaku zalim kepada mereka, 

akan namun  merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS. Ar-Ruum, 30: 

9) !

"Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui

selain dari apa yang telah Engkau ajarkan

kepada kami; sesungguhnya Engkaulah

Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."

(QS. Al Baqarah, 2: 32) !