• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label jejak bangsa terdahulu 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jejak bangsa terdahulu 1. Tampilkan semua postingan

jejak bangsa terdahulu 1



HARUN YAHYA


artikel    ini  berisi  fakta-fakta  yang  meruntuhkan  teori  evolusi.  Semua  ini  untuk 

menangkal kekeliruan pandang akibat teori ini, yang telah begitu lama menjadi landasan 

bagi semua filsafat anti-Tuhan. Darwinisme menolak fakta penciptaan, dan lebih jauh lagi, 

penciptaan Allah, dan selama 140 tahun terakhir filsafat ini telah membuat banyak orang 

meninggalkan  kepercayaannya  atau  jatuh  ke  dalam  keraguan.  Oleh  sebab   itu,  sangat 

penting kiranya menunjukkan bahwa teori ini merupakan suatu kekeliruan dan penipuan, 

dan menyebarkannya kepada semua orang. 

Seperti  dalam  artikel  -artikel    lain  karangan  penulis,  penjelasan  yang  disampaikan 

dilengkapi  dengan ayat-ayat  Al  Quran dan para  pembaca  diajak  untuk mempelajari  dan 

hidup dengan ayat-ayat ini . Semua subjek yang berhubungan dengan ayat-ayat Allah 

dijelaskan tanpa meninggalkan ruang apa pun bagi keraguan atau pertanyaan dalam pikiran 

pembaca.

Penuturan yang tulus, terus-terang dan lancar akan memungkinkan setiap pembaca 

dari berbagai usia dan kelompok sosial memahami artikel  -artikel   ini dengan cepat dan mudah. 

Bahkan mereka yang keras menentang ketuhanan akan tersentuh dengan fakta-fakta yang 

diungkapkan dalam artikel  -artikel   ini dan tidak dapat membantah kebenaran isinya.

artikel   ini dan semua karya-karya lain dari penulis dapat dibaca secara perorangan atau 

dikaji  bersama dalam suatu  diskusi.  Membaca  artikel  -artikel   ini  dalam kelompok pembaca 

akan  sangat  bermanfaat,  sebab   para  pembaca  dapat  mengutarakan  perenungan  dan 

pengalaman mereka kepada yang lainnya.

Akhirnya, artikel  -artikel   yang ditulis semata untuk mencari keridhaan Allah ini dapat 

menjadi sarana yang amat efektif untuk memahami maupun menyampaikan Islam kepada 

orang lain.


Pengarang, yang menulis dengan nama pena HARUN YAHYA, lahir di Ankara pada 

tahun 1956. sesudah  menyelesaikan sekolah dasar dan menengahnya di Ankara, ia kemudian 

mempelajari seni di Universitas Mimar Sinan, Istambul dan filsafat di Universitas Istam-

bul.  Semenjak  1980-an,  pengarang  telah  menerbitkan  banyak  artikel    bertema  politik, 

keimanan,  dan ilmiah.  Harun  Yahya  terkenal  sebagai  penulis  yang menulis  karya-karya 

penting yang menyingkap kekeliruan para evolusionis, ketidak-sahihan klaim-klaim mereka 

dan  hubungan  gelap  antara  Darwinisme  dengan  ideologi  berdarah  seperti  fasisme  dan 

komunisme.

Nama penanya berasal dari dua nama Nabi: “Harun” dan “Yahya” untuk memuliakan 

dua orang nabi yang berjuang melawan kekufuran. Stempel Nabi pada cover artikel  -artikel   

penulis bermakna simbolis yang berhubungan dengan isi artikel  nya. Stempel ini mewakili Al 

Quran, kitabullah terakhir, dan Nabi kita, penutup segala nabi. Di bawah tuntunan Al Quran 

dan  Sunah,  pengarang  menegaskan  tujuan  utamanya  untuk  menggugurkan  setiap  ajaran 

fundamental  dari  idelogi  ateis  dan  memberikan  “kata  akhir”,  sehingga  membisukan 

sepenuhnya keberatan yang diajukan melawan agama.

Semua karya pengarang ini berpusat pada satu tujuan: menyampaikan pesan-pesan Al 

Quran kepada warga , dan dengan demikian mendorong mereka untuk memikirkan isu-

isu yang berhubungan dengan keimanan, seperti keberadaan Tuhan, keesaan-Nya, dan hari 

akhirat, dan untuk menunjukkan dasar-dasar lemah dan karya-karya sesat dari sistem-sistem 

tak bertuhan.

Karya-karya Harun Yahya dibaca di banyak negara, dari India hingga Amerika, dari 

Inggris hingga Indonesia.  artikel  -artikel  nya tersedia dalam bahasa Inggris,  Prancis,  Jerman, 

Italia,  Spanyol,  Portugis,  Urdu, Arab, Albania,  Rusia,  Serbia-Kroasia (Bosnia),  Polandia, 

Melayu, Turki Uygur, dan Indonesia, dan dinikmati oleh pembaca di seluruh dunia.

PRAKATA

“Itu yaitu  sebagian dari  berita-berita negeri  (yang telah dibinasakan) yang 

Kami ceritakan kepadamu (Muhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih 

kedapatan bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.

Dan Kami tidaklah menganiaya mereka namun  merekalah yang menganiaya diri 

mereka  sendiri,  sebab   itu  tiyaitu   bermanfaat  sedikit  pun,  kepada  mereka 

sembahan-sembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Tuhanmu datang. 

Dan sembahan-sembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan 

belaka.” (QS. Huud, 11: 100-101) !

Allah  menciptakan  manusia  dan  memberinya  bentuk  fisik  dan  spiritual, 

membiarkannya menjalani kehidupan, dan akhirnya menunjukkan keberadaan-Nya dengan 

memberi manusia itu kematian. Allah menciptakan manusia, dan berdasarkan ayat berikut: 

“Apakah  Allah  yang  menciptakan  itu  tidak  mengetahui  (yang  kamu  lahirkan  dan 

rahasiakan)?” (QS. Al Mulk, 67: 14),  Ialah satu-satunya yang mengetahui dan mengenal 

manusia,  yang  mengajarinya  dan  memenuhi  kebutuhan-kebutuhannya.  Oleh  sebab   itu, 

satu-satunya  tujuan  nyata  seseorang  dalam hidupnya  yaitu   untuk  meninggikan  Allah, 

memohon, dan mengabdi kepada-Nya. sebab  itu juga, ajaran suci dan wahyu Allah yang 

disampaikan  kepada  manusia  melalui  para  nabi-Nya  yaitu   satu-satunya  petunjuk  bagi 

manusia.

Al  Quran  yaitu   kitabullah  terakhir  dan  merupakan wahyu-Nya  yang terpelihara. 

Maka kita wajib menerima Al Quran sebagai petunjuk yang sebenarnya, dan mencermati 

semua keputusannya. Inilah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan manusia baik di dunia 

maupun di alam nanti.

Namun demikian,  kita  perlu  menelaah dengan saksama serta  penuh perhatian  apa 

yang diceritakan Al Quran kepada kita, dan merenung-kannya. Di dalam Al Quran, Allah 

menyatakan  bahwa  tujuan  utama  diwahyukannya  Al  Quran  tidak  lain  untuk  menyuruh 

manusia berpikir:

“(Al  Quran)  ini  yaitu   penjelasan  yang  cukup  bagi  manusia,  dan  supaya 

mereka diberi peringatan dengan dia, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya 

Dia yaitu  Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil 

pelajaran.” (QS. Ibrahim, 12: 52) !

Berita-berita  tentang  kaum  terdahulu  yang  merupakan  bagian  penting  dalam  Al 

Quran, jelas-jelas merupakan hal yang patut kita re-nungkan. Sebagian besar dari kaum ini 

mengingkari,  bahkan  me-musuhi  para  nabi  yang  diutus  kepada  mereka.  Kelancangan 

mereka mengundang kemurkaan Allah, dan mereka pun disapu bersih dari muka bumi.

Al  Quran  menjelaskan  bahwa  peristiwa-peristiwa  penghancuran  ini  hendaknya 

menjadi  peringatan  bagi  generasi  berikutnya.  Sebagai  contoh,  langsung  sesudah  

penggambaran  dari  hukuman  atas  sekelompok  orang  Yahudi  yang  menentang  Allah, 

disebutkan dalam Al Quran:

“Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa 

itu,  dan bagi  mereka yang datang kemudian,  serta  menjadi  pelajaran bagi  orang-

orang yang bertakwa.” (QS. Al Baqarah, 2: 66) !

Dalam artikel   ini, kita akan menelaah warga -warga  masa lampau yang telah 

dihancurkan  sebab   penentangan  mereka  terhadap  Allah.  Tujuan  kita  yaitu   untuk 

menyoroti semua peristiwa ini, yang masing-masingnya merupakan “contoh bagi mereka di 

masa itu”, sehingga mereka dapat menjadi sebuah “peringatan”.

Alasan kedua kita mempelajari penghancuran ini yaitu  untuk menunjukkan bahwa 

apa yang diungkapkan Al Quran benar-benar terjadi di dunia dan membuktikan keotentikan 

cerita-cerita dalam Al Quran. Di dalam Al Quran, Allah menjamin bahwa ayat-ayat-Nya 

dapat diamati pada konteks dunia luar.

“Dan  katakanlah:  “Segala  puji  bagi  Allah,  Dia  akan  memperlihat-kan 

kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya.” (QS. An-

Naml, 27: 93) !

Mengetahui  serta  mengenali  itu  semua  merupakan  salah  satu  jalan  utama  yang 

membimbing kepada keimanan.

Hampir  semua  peristiwa  penghancuran  yang  diceritakan  dalam Al  Quran  “dapat 

diamati”  dan “dapat  dikenali”  berkat  berbagai  penelitian  yang dilakukan  akhir-akhir  ini 

terhadap arsip serta temuan-temuan arkeologis. Dalam penelitian ini kita akan berhubungan 

dengan jejak-jejak dari beberapa peristiwa penghancuran yang disebutkan dalam Al Quran. 

(Haruslah dicatat bahwa kaum-kaum yang diceritakan dalam Al Quran belum seluruhnya 

tercakup dalam artikel   ini,  sebab   dalam Al Quran  sebagiannya  tidak  dinyatakan  dengan 

waktu dan tempat yang terperinci, hanya disebutkan perilaku penentangan serta kejahatan 

mereka terhadap Allah dan para nabi-Nya, serta bencana yang menimpa mereka sebagai 

akibatnya. Dengan demikian, manusia diseru untuk mengambil peringatan dari mereka).

Tujuan  utama kita  yaitu   menyoroti  berbagai  kenyataan  dalam Al Quran  melalui 

berbagai penemuan saat ini, sehingga menunjukkan kebenaran agama Allah kepada semua 

orang, baik beriman maupun tidak.

 

PENDAHULUAN: GENERASI-GENERASI 

TERDAHULU

“Belumkah datang  kepada  mereka  berita  penting  tentang  orang-orang  yang 

sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Ad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan, 

dan (penduduk) negeri-negeri yang telah musnah? Telah datang kepada mereka rasul-

rasul  dengan  membawa  keterangan  yang  nyata;  maka  Allah  tidaklah  sekali-kali 

menganiaya mereka, akan namun  merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” 

(QS. At-Taubah, 9: 70) !

Risalah yang ditujukan Allah kepada manusia melalui rasul-rasul-Nya, telah sampai 

kepada kita sejak penciptaan manusia. Seba-gian kaum menerima risalah ini dan sebagian 

mengingkarinya. Sering kali, dari suatu kaum yang menerima risalah ini , hanya seke-

lompok kecil mengikuti sang rasul.

Namun  sebagian  besar  dari  warga   yang  telah  didatangi  risalah  ini  

menolaknya. Mereka tidak hanya mengabaikan risalah yang di-sampaikan oleh sang rasul, 

namun  juga  berusaha  melakukan  perbuatan  keji  terhadap  rasul  ini   dan  para 

pengikutnya.  Para  utusan  Allah ter-sebut  biasanya  dituduh sebagai  “pembohong,  tukang 

sihir, gila, dan som-bong”, dan pemimpin-pemimpin dari banyak kaum berusaha membu-

nuh mereka.

Yang diinginkan oleh para nabi dari kaumnya hanyalah kepatuhan mereka kepada 

Allah.  Mereka  tidak  meminta  balasan  uang  ataupun  ke-untungan  dunia,  tidak  juga 

memaksa. Mereka hanya ingin mengajak kaum mereka kepada agama yang hak dan hendak 

memulai jalan hidup berbeda bersama para pengikutnya, terpisah dari kaum ini .

Apa  yang  telah  terjadi  antara  Syu'aib  dan  penduduk  Madyan  di  mana  ia  diutus, 

menggambarkan hubungan itu. Reaksi mereka terhadap Nabi Syu'aib, yang menyeru agar 

mereka beriman kepada Allah dan menghen-tikan semua kecurangan yang mereka lakukan, 

serta bagai-mana akhir semua itu sangatlah menarik :

“Dan  kepada  (penduduk)  Madyan  (Kami  utus)  saudara  mereka  Syu'aib,  Ia 

berkata:  “Hai  kaumku,  sembahlah  Allah,  sekali-kali  tiada  Tuhan  selain  Dia.  Dan 

janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu 

dalam keadaan  yang  baik  (mampu)  dan  sesungguhnya  aku  khawatir  terhadapmu 

akan azab hari yang membinasakan (kiamat).”

Dan  Syu'aib  berkata:  “Hai  kaumku,  cukupkanlah  takaran  dan  tim-bangan 

dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia ter-hadap hak-hak mereka dan 

janganlah kamu berbuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.

Sisa (keuntungan) dari  Allah yaitu  lebih baik bagi kamu jika kamu orang-

orang yang beriman. Dan aku bukanlah seorang penjaga atas diri kamu.”

Mereka berkata: “Hai Syu'aib, apakah sembahyangmu menyuruh ka-mu agar 

meninggalkan  apa  yang  disembah  oleh  bapak-bapak  kami  atau  melarang  kami 

berbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu yaitu  

seorang yang sangat penyantun lagi berakal.”

Syu'aib  berkata:  “Hai  kaumku,  bagaimana pikiranmu jika aku mem-punyai 

bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku daripada-Nya rezeki yang 

baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? Dan aku tidak berkehendak menyalahi 

kamu (dengan menger-jakan) apa yang aku larang.  Aku tidak bermaksud kecuali 

(menda-tangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik 

bagiku, melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakal 

dan hanya kepada-Nya-lah aku kem-bali.

Hai  kaumku,  janganlah hendaknya  pertentangan antara aku (dengan kamu) 

menyebabkan kamu menjadi jahat hingga kamu ditimpa azab seperti yang menimpa 

kaum Nuh atau kaum Hud atau kaum Shalih, sedang kaum Luth tidak (pula) jauh 

(tempatnya) dari kamu.

Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu, kemudian bertaubatlah ke-pada-Nya. 

Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih.

Mereka berkata: “Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang 

kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang 

lemah  di  antara  kami;  kalau  tidaklah  sebab   keluargamu  tentulah  kami  telah 

merajam kamu, sedang ka-mu pun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami.”

Syu'aib  menjawab:  “Hai  kaumku,  apakah  keluargaku  lebih  terhor-mat 

menurut pandanganmu daripada Allah, sedangkan Allah kamu jadikan sesuatu yang 

terbuang di belakangmu? Sesungguhnya (pe-ngetahuan) Tuhanku meliputi apa yang 

kamu kerjakan.”

Dan  (dia  berkata):  “Hai  kaumku,  berbuatlah  menurut  kemampuan-mu, 

sesungguhnya  aku  pun berbuat  (pula).  Kelak kamu akan menge-tahui  siapa  yang 

akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah 

azab (Tuhanku), sesungguhnya aku pun menunggu bersama kamu.”

Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syu'aib dan orang-orang yang 

beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang 

zalim  dibinasakan  oleh  satu  suara  yang  mengguntur,  lalu  jadilah  mereka  mati 

bergelimpangan di tem-pat tinggalnya. Seolah-olah mereka belum pernah berdiam di 

tempat  itu.  Ingatlah,  kebinasaanlah  bagi  penduduk  Madyan  sebagaimana  kaum 

Tsamud yang telah binasa.” (QS. Huud, 11: 84-95) !

sebab   merencanakan  untuk  “merajam  Syu'aib”  yang  hanya  menye-ru  mereka 

kepada  kebaikan,  penduduk  Madyan  dihukum oleh  kemurka-an  Allah  dan  mereka  pun 

dibinasakan sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas. Penduduk Madyan bukanlah 

satu-satunya contoh. Sebaliknya, sebagaimana diutarakan Syu'aib saat  berbicara kepada 

kaumnya,  banyak warga   sebelum mereka  telah  dibinasakan.  Dan se-telah  Madyan, 

banyak warga  lain juga dihancurkan oleh kemurkaan Allah.

Pada halaman-halaman berikut, akan diuraikan tentang warga -warga  yang 

telah dibinasakan ini  dan sisa-sisa peninggalan mereka. Dalam Al Quran, warga -

warga   ini  disebutkan secara terperinci  dan manusia  diajak untuk merenungkan dan 

mengambil pela-jaran serta peringatan tentang bagaimana kaum-kaum ini berakhir.

Pada titik ini, Al Quran secara khusus menunjukkan kenyataan bah-wa sebagian besar 

dari  warga   yang  dihancurkan  ini   memiliki  tingkat  peradaban  yang  tinggi.  Di 

dalam Al Quran, sifat-sifat dari kaum-kaum yang dihancurkan dijelaskan sebagai berikut:

“Dan  berapa  banyakkah  umat-umat  yang  telah  Kami  binasakan  sebelum 

mereka yang mereka itu lebih besar kekuatannya daripada mereka ini, maka mereka 

(yang  telah  dibinasakan  itu)  telah  pernah  menjajah  di  beberapa  negeri.  Adakah 

(mereka) mendapat tempat lari (dari kebinasaan)?” (QS. Qaaf, 50: 36) !

Dalam  ayat  ini ,  ditekankan  secara  khusus  dua  sifat  dari  kaum  yang  telah 

dihancurkan. Pertama, mereka “lebih besar kekuatannya”. Artinya, warga -warga  

ini   telah  mencapai  sistem  biro-krasi-militer  yang  kuat  dan  disiplin,  dan  meraih 

kekuasaan  di  wilayah  mereka  dengan  kekuatan.  Kedua,  warga -warga   itu 

mendirikan kota-kota besar yang dicirikan dengan karya-karya arsitektur mereka. 

Patut diperhatikan bahwa kedua sifat  ini dimiliki oleh peradaban zaman sekarang, 

yang  telah  membentuk  sebuah  kebudayaan  dunia  yang  begitu  luas  melalui  ilmu 

pengetahuan  dan  teknologi  saat  ini,  serta  telah  mendirikan  negara-negara  yang 

tersentralisasi,  kota-kota  besar,  namun  mengingkari  dan  mengabaikan  Allah,  dengan 

melupakan  bahwa  semua  itu  dimungkinkan  oleh  kekuasan  Allah.  Namun,  sebagaimana 

diungkap-kan  pada  ayat  di  atas,  peradaban  yang  mereka  kembangkan  tidak  dapat 

menyelamatkan warga -warga   ini ,  sebab   peradaban  mereka  berlandaskan 

pengingkaran terhadap Allah. Akhir dari peradab-an saat ini pun tidak akan berbeda, selama 

ia berdasarkan kepada peng-ingkaran dan perilaku jahat di dunia.

Sejumlah  peristiwa  penghancuran,  beberapa  di  antaranya  dicerita-kan  dalam  Al 

Quran,  telah dibenarkan oleh berbagai  penelitian  arkeologis  di  zaman modern.  Temuan-

temuan  ini  secara  jelas  membuktikan  bahwa peristiwa-peristiwa  yang  dikutip  dalam Al 

Quran benar-benar  pernah terjadi,  menjelaskan  perlunya “diperingatkan terlebih  dahulu” 

yang banyak digambarkan dalam kisah-kisah Al Quran. Allah berfirman di dalam Al Quran 

bahwa penting untuk “bepergian di muka bumi” dan “melihat bagaimana kesudahan orang-

orang sebelum mereka”.

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami 

berikan  wahyu  kepadanya  di  antara  penduduk  negeri.  Maka  tidaklah  mereka 

bepergian di  muka bumi lalu melihat  bagai-mana kesudahan orang-orang sebelum 

mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat yaitu  lebih 

baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya?

Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan 

mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didus-takan, datanglah kepada rasul 

itu pertolongan Kami, lalu disela-matkanlah orang-orang yang Kami kehendaki. Dan 

tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.

Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu ada  pengajaran ba-gi orang-

orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan 

namun  membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, 

dan sebagai  petunjuk dan rahmat bagi  kaum yang beriman.” (QS. Yusuf,  12: 109-

111) !

Sesungguhnya,  ada   banyak  contoh  dalam  kisah-kisah  tentang  warga   di 

waktu lampau bagi  orang-orang yang dikaruniai  ke-pahaman.  Kehancuran mereka,  yang 

disebabkan penentangan mereka terhadap Allah dan penolakan terhadap perintah-perintah-

Nya, meng-ungkapkan kepada kita betapa lemah dan tidak berdayanya umat manu-sia di 

hadapan Allah. Pada halaman-halaman berikut, kita akan mengkaji contoh-contoh ini  

dalam urutan kronologis.

BAB 1 

BANJIR NABI NUH

Banjir Nuh, yang disebutkan dalam hampir seluruh kebudayaan, yaitu  satu contoh 

yang  paling  banyak  diuraikan  dalam Al  Qur-an.  Keengganan  umat  Nabi  Nuh  terhadap 

nasihat dan peringat-annya, reaksi mereka terhadap risalah Nabi Nuh, serta peristiwa banjir 

selengkapnya, semua diceritakan secara rinci dalam banyak ayat Al Quran.

Nabi Nuh diutus untuk mengingatkan umatnya yang telah mening-galkan ayat-ayat 

Allah  dan  menyekutukan-Nya,  dan  mengajak  mereka  menyembah  Allah  semata  dan 

menghentikan pembangkangan mereka. Meskipun Nabi Nuh telah berkali-kali menasihati 

umatnya agar menaati perintah Allah serta mengingatkan akan kemurkaan Allah, mereka 

masih  saja  menolak  dan  terus  menyekutukan  Allah.  Dalam  Surat  Al  Mu'mi-nuun, 

perkembangan peristiwa itu dilukiskan sebagai berikut:

“Dan  sesungguhnya  Kami  telah  mengutus  Nuh  kepada  kaumnya.  Lalu  ia 

berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah,  (sebab ) sekali-kali tidak ada 

Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?

Maka  pemuka-pemuka  orang  yang  kafir  di  antara  kaumnya  men-jawab: 

“Orang  ini  tidak  lain  hanyalah  manusia  seperti  kamu,  yang  bermaksud  hendak 

menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu 

Dia  mengutus  beberapa  orang  malaikat.  Belum  pernah  kami  mendengar  seruan 

(seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. 

Ia tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah 

(sabarlah)  terhadapnya sampai  suatu waktu.  Nuh berdoa,  “Ya Tuhanku,  tolonglah 

aku sebab  mereka mendusta-kanku.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 23-26) !

Sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat ini , pemuka ma-syarakat di sekitar 

Nabi Nuh menuduh Nabi Nuh berusaha meraih ke-unggulan atas kaumnya, yakni, mencari 

keuntungan  pribadi  seperti  status,  kekuasaan,  dan  kekayaan,  dan  mereka  mencoba 

menunjuk  dia  sebagai  “kesurupan”,  dan  mereka  memutuskan  untuk  membiarkannya 

sementara waktu, dan menekannya.

sebab   itulah,  Allah  menyampaikan  pada  Nuh  bahwa  mereka  yang  menolak 

kebenaran dan melakukan kesalahan akan dihukum dengan ditenggelamkan, dan mereka 

yang beriman akan diselamatkan.

Maka,  pada  saat  hukuman  datang,  air  dan  aliran  yang  sangat  deras  muncul  dan 

menyembur  dari  dalam tanah,  dibarengi  dengan  hujan  yang sangat  lebat,  menyebabkan 

banjir  dahsyat.  Allah  memerintahkan  kepada  Nuh  untuk  “menaikkan  ke  atas  perahu 

pasangan-pasangan dari setiap jenis, jantan dan betina, serta keluarganya, kecuali mereka 

yang menen-tang apa yang telah dinyatakan wahyu”. Seluruh manusia di daratan ini  

ditenggelamkan, termasuk “anak laki-laki” Nabi Nuh yang semula berpikir bahwa dia bisa 

selamat dengan berlindung ke gunung terdekat. Semuanya tenggelam kecuali yang naik ke 

perahu bersama Nabi Nuh. saat  air surut di akhir banjir, dan “kejadian telah berakhir”, 

perahu  terdampar  di  Judi,  yaitu  sebuah  tempat  yang  tinggi,  sebagaimana  yang 

diinformasikan Al Quran kepada kita.

Studi  arkeologis,  geologis,  dan  historis  menunjukkan  bahwa  peris-tiwa  ini  

terjadi sebagaimana diceritakan Al Quran. Banjir ini  juga digambarkan secara hampir 

serupa pada banyak catatan peradaban-peradaban masa lalu dan dalam banyak dokumen 

sejarah,  meski  ciri-ciri  dan  nama-nama  tempat beragam,  dan  “semua  yang terjadi  pada 

manusia yang salah” disajikan untuk manusia saat ini sebagai peringatan.

Di samping dikemukakan dalam Perjanjian Lama dan Baru, kisah tentang banjir Nuh 

ini  diungkap  secara  serupa  dalam catatan-catatan  sejarah  Sumeria  dan  Asiria-Babilonia, 

dalam legenda-legenda  Yunani,  dalam epik  Shatapatha  Brahmana  dan  Mahabarata  dari 

India,  dalam beberapa  legenda  Wales  di  Kepulauan Inggris,  dalam Nordic  Edda,  dalam 

legenda-legenda Lithuania, dan bahkan dalam cerita-cerita yang berakar dari Cina.

Bagaimana mungkin cerita-cerita yang begitu rinci dan relevan dapat dikumpulkan 

dari berbagai daratan yang jauh secara geografis dan budaya, saling berjauhan sesamanya, 

juga dengan wilayah banjir?

Jawabannya  jelas:  Fakta  bahwa  peristiwa  yang  sama  dituturkan  dalam  berbagai 

catatan sejarah berbagai  bangsa ini ,  yang kecil  kemungkinan saling berkomunikasi, 

merupakan bukti nyata bahwa mereka menerima pengetahuan dari sebuah sumber ilahiah. 

Tampak bahwa Banjir Nuh, salah satu kejadian terbesar dan paling destruktif dalam sejarah, 

telah diwartakan oleh banyak nabi yang diutus ke pelbagai peradaban dengan tujuan untuk 

memberi  contoh.  Dengan  demikian,  berita  tentang  banjir  Nuh  tersebar  ke  berbagai 

kebudayaan.

Namun,  walau  banyak  diriwayatkan  dalam  berbagai  budaya  dan  sumber  ajaran 

berbagai agama, cerita tentang banjir dan Nabi Nuh itu telah banyak berubah dan membias 

dari kisah aslinya sebab  kepalsuan sumber, kekeliruan penyampaian, atau bahkan mungkin 

sebab  tujuan yang tidak benar. Riset menunjukkan bahwa di antara sekian banyak riwayat 

yang  menuturkan  peristiwa  ini   dengan  berbagai  perbedaan,  penggambaran  paling 

konsisten hanya ada  dalam Al Quran.

Nabi Nuh dan Banjir dalam Al Quran

Banjir  Nuh disebutkan dalam banyak ayat  di  dalam Al Quran.  Di bawah ini  bisa 

dilihat ayat-ayat yang disusun berdasarkan urut-urutan peristiwa banjir ini :

Ajakan Nabi Nuh atas Kaumnya kepada Agama Kebenaran

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: 

‘Wahai  kaumku,  sembahlah  Allah,  sekali-kali  tak  ada  Tuhan  bagimu  selain-Nya. 

Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa 

azab pada hari yang besar (kiamat)’.” (QS. Al A’raaf, 7: 59) !

“Sesungguhnya aku yaitu  seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, 

maka bertakwalah  kepada Allah  dan taatlah  kepadaku.  Dan aku sekali-kali  tidak 

minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan 

semesta alam. Maka ber-takwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (QS. Asy-

Syu’araa’, 26: 107-110) !

“Dan  sesungguhnya  Kami  telah  mengutus  Nuh  kepada  kaumnya.  Lalu  ia 

berkata “Hai  kaumku,  sembahlah oleh  kamu Allah,  (sebab )  sekali-kali  tidak ada 

Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa ka-mu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. 

Al Mu’minuun, 23: 23) !

Peringatan Nabi Nuh kepada Kaumnya 

akan Hukuman dari Allah

“Sesungguhnya  Kami  telah  mengutus  Nuh  kepada  kaumnya  (dengan 

memerintahkan):  “Berilah  kaummu  peringatan  sebelum  datang  ke-padanya  azab 

yang pedih.” (QS. Nuh, 71: 1) !

“Kelak  kamu  akan  mengetahui  siapa  yang  akan  ditimpa  oleh  azab  yang 

menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal.” (QS. Huud, 11: 39) !

Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku kha-watir kamu 

akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedih-kan. (QS. Huud, 11: 26) !

Pembangkangan Kaum Nabi Nuh

“Pemuka-pemuka  dari  kaumnya  berkata:  ‘Sesungguhnya  kami  memandang 

kamu berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al A’raaf, 7: 60) !

“Mereka  berkata:  ‘Hai  Nuh,  sesungguhnya  kamu  telah  berbantah  de-ngan 

kami,  dan  kamu  telah  memperpanjang  bantahanmu  terhadap  kami,  maka 

datangkanlah  kepada  kami  azab  yang  kamu  ancamkan  kepada  kami,  jika  kamu 

termasuk orang-orang yang benar’.” (QS. Huud, 11: 32) !

“Dan mulailah  Nuh membuat  bahtera.  Dan setiap  kali  pemimpin  ka-umnya 

berjalan melewati  Nuh, mereka mengejeknya.  Berkata Nuh: ‘Jika kamu mengejek 

kami,  maka  sesungguhnya  kami  (pun)  menge-jekmu  sebagaimana  kamu  sekalian 

mengejek (kami)’.” (QS. Huud, 11: 38) !

“Maka  pemuka-pemuka  orang  yang  kafir  di  antara  kaumnya  men-jawab: 

‘Orang  ini  tidak  lain  hanyalah  manusia  seperti  kamu,  yang  bermaksud  hendak 

menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan kalau Allah menghendaki, tentu 

Dia  mengutus  beberapa  orang  malaikat.  Belum  pernah  kami  mendengar  seruan 

(seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu. Ia tidak lain 

hanyalah  seorang  laki-laki  yang  berpenyakit  gila,  maka  tunggulah  (sabarlah) 

terhadapnya sampai suatu waktu’.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 24-25) !”

“Sebelum  mereka,  telah  mendustakan  (pula)  kaum  Nuh,  maka  mere-ka 

mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan: ‘Dia seorang gila dan dia sudah 

pernah diberi ancaman’.” (QS. Al Qamar, 54: 9) !

Penghinaan terhadap Para Pengikut Nabi Nuh

“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak 

melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami 

tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina 

dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memi-liki 

sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bah-wa kamu yaitu  orang-

orang yang dusta’.” (QS. Huud, 11: 27) !

“Mereka  berkata:  “Apakah  kami  akan  beriman  kepadamu,  padahal  yang 

mengikuti  kamu ialah orang-orang yang hina?” Nuh menja-wab: “Bagaimana aku 

mengetahui apa yang telah mereka kerjakan?” Perhitungan (amal perbuatan) mereka 

tidak lain  hanyalah kepada Tuhanku,  kalau kamu menyadari.  Dan aku sekali-kali 

tidak  akan  mengusir  orang-orang  yang  beriman.  Aku  (ini)  tidak  lain  melainkan 

pemberi peringatan yang menjelaskan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 111-115) !

Peringatan Allah agar Nabi Nuh Tidak Bersedih

“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di 

antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), sebab  itu janganlah kamu 

bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Huud, 11: 36) !

Doa Nabi Nuh

“Maka  itu  adakanlah  suatu  keputusan  antaraku  dan  antara  mereka,  dan 

selamatkanlah aku dan orang-orang yang mukmin besertaku.” (QS. Asy-Syu’araa’, 

26: 118) !

“Maka dia mengadu kepada Tuhannya: ‘Bahwasanya aku ini yaitu  orang yang 

dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)’.” (QS. Al Qamar, 54: 10) !

“Nuh berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaum-ku malam 

dan siang. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran)’.” 

(QS. Nuh, 71: 5-6) !

“Nuh berdoa: ‘Ya Tuhanku, tolonglah aku, sebab  mereka mendusta-kan aku’.” 

(QS. Al Mu'minuun, 23: 26) !

“Sesungguhnya  Nuh  telah  menyeru  Kami:  Maka sesungguhnya  seba-ik-baik 

yang memperkenankan (yaitu  Kami).” (QS. Ash-Shaaffaat: 75) !

Pembuatan Bahtera

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan 

janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang zalim itu, sesungguhnya 

mereka itu akan ditenggelamkan.” (QS. Huud, 11: 37) !

Penghancuran Umat Nabi Nuh dengan Cara Ditenggelamkan

“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-

orang  yang  bersamanya  di  dalam bahtera,  dan  Kami  teng-gelamkan  orang-orang 

yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesung-guhnya mereka yaitu  kaum yang buta 

(mata hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64) !

“Kemudian sesudah itu Kami tenggelamkan orang-orang yang tinggal.”  (QS. 

Asy-Syu’araa’, 26: 120) !

“Dan  sesungguhnya  Kami  telah  mengutus  Nuh  kepada  kaumnya,  maka  ia 

tinggal  di  antara  mereka  seribu  tahun  kurang  lima  puluh  tahun.  Maka  mereka 

ditimpa banjir besar, dan mereka yaitu  orang-orang yang zalim.” (QS. Al Ankabuut, 

29: 14) !

Dibinasakannya Putra Nabi Nuh

Sehubungan dengan dialog antara Nabi Nuh dan putranya, pada permulaan banjir, Al 

Quran mengungkapkan: 

“Dan  bahtera  itu  berlayar  membawa  mereka  dalam  gelombang  lak-sana 

gunung,  dan  Nuh  memanggil  anaknya,  sedang  anak  itu  berada  di  tempat  jauh 

terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada 

bersama  orang-orang  yang  kafir.”  Anaknya  menjawab:  “Aku  akan  mencari 

perlindungan  ke  gunung  yang  dapat  memeliharaku  dari  air  bah!”  Nuh  berkata: 

“Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha 

Penyayang”.  Dan gelombang menjadi  penghalang antara ke-duanya;  maka jadilah 

anak itu termasuk orang-orang yang diteng-gelamkan.” (QS. Huud, 11: 42-43) !

Diselamatkannya Orang-Orang yang Beriman dari Banjir

“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal 

yang penuh muatan.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 119) !

“Maka  kami  selamatkan  Nuh  dan  penumpang-penumpang  bahtera  itu  dan 

kami jadikan peristiwa itu pelajaran bagi semua umat manusia.” (QS. Al Ankabuut, 

29: 15) !

Bentuk Fisik dari Banjir yang Terjadi

“Maka  Kami  bukakan  pintu-pintu  langit  dengan  (menurunkan)  air  yang 

tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata-mata air,  maka bertemulah 

air-air itu untuk satu urusan yang sungguh te-lah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh 

ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.” (QS. Al Qamar, 54: 11-13) !

“Hingga apabila perintah Kami datang dan 'dapur'  (permukaan bu-mi yang 

memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan) telah memancarkan air, 

Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari  masing-masing binatang 

sepasang (jantan dan betina),  dan keluargamu, kecuali  orang yang telah terdahulu 

kete-tapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” 

Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. Dan Nuh berkata: 

“Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar 

dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha 

Penyayang”. 

Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang lak-sana gunung, 

dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat jauh terpencil: “Hai 

anakku,  naiklah  (ke  kapal)  bersama  kami  dan  janganlah  kamu  berada  bersama 

orang-orang yang kafir.” (QS. Huud, 11: 40-42) !

“Lalu Kami wahyukan kepadanya: “Buatlah bahtera di bawah peni-likan dan 

petunjuk  Kami,  maka  apabila  perintah  Kami  telah  datang  dan  'tannur'  telah 

memancarkan air, maka masukkanlah ke dalam bahtera itu sepasang dari tiap-tiap 

(jenis),  dan  (juga)  keluargamu,  kecuali  orang  yang  telah  lebih  dahulu  ditetapkan 

(akan ditimpa azab) di antara mereka. Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku 

tentang  orang-orang  yang  zalim,  sebab   sesungguhnya  mereka  itu  akan 

ditenggelamkan.” (QS. Al Mu’minuun, 23: 27) !

Terdamparnya Perahu di Tempat yang Tinggi

“Dan  difirmankan:  “Hai  bumi  tahanlah  airmu,  dan  hai  langit  (hujan) 

berhentilah,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun 

berlabuh di atas bukit Judi,  dan dikatakan: ‘Binasa-lah orang-orang yang zalim’.” 

(QS. Huud, 11: 44) !

Pelajaran dari Peristiwa Banjir

“Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung), Kami bawa 

(nenek moyang) kamu ke dalam bahtera, agar Kami jadi-kan peristiwa itu peringatan 

bagi  kamu  dan  agar  diperhatikan  oleh  telinga  yang  mau  mendengar.”  (QS.  Al 

Haaqqah, 69:11-12) !

Pujian Allah terhadap Nabi Nuh

“Kesejahteraan  dilimpahkan  atas  Nuh  di  seluruh  alam”.  Sesungguh-nya 

demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 

Ash-Shaaffaat, 37: 79-81) !

Apakah Banjir itu Bencana Lokal atau Global ?

Mereka yang menolak terjadinya Banjir Nuh mendukung pendirian mereka dengan 

menyatakan  bahwa  banjir  atas  seluruh  dunia  yaitu   mus-tahil.  Namun,  penyangkalan 

mereka atas banjir apa pun juga ditujukan untuk menyerang Al Quran. Menurut mereka, 

semua kitab yang diwah-yukan, termasuk Al Quran, sepertinya mempertahankan terjadinya 

banjir global dan sebab nya keliru.

Namun, penolakan terhadap Al Quran ini tidak benar. Al Quran di-wahyukan oleh 

Allah, dan merupakan satu-satunya kitab suci yang tidak terubah. Al Quran memandang 

Banjir dengan sudut pandang yang sangat berbeda dibandingkan Pentateuch dan legenda-

legenda  lain  tentang  banjir  yang diriwayatkan  dalam berbagai  kebudayaan.  Penta-teuch, 

yakni lima kitab pertama dalam Perjanjian Lama, menyatakan bahwa banjir ini  bersifat 

global; menutupi seluruh bumi. Namun, Al Quran tidak memberikan keterangan seperti itu, 

sebaliknya  ayat-ayat  tentang  peristiwa  ini  membawa  pada  kesimpulan  bahwa  banjir  itu 

bersi-fat regional dan tidak menutupi seluruh bumi, namun hanya meneng-gelamkan umat 

Nabi Nuh saja yang telah diberi peringatan, lalu dihu-kum.

saat  riwayat-riwayat  tentang Banjir  dalam Perjanjian Lama dan Al Quran diuji, 

perbedaannya sederhana saja.  Perjanjian Lama, yang telah mengalami banyak perubahan 

dalam penambahan sepanjang sejarah-nya, sehingga tidak dapat dinilai sebagai wahyu yang 

orisinil, menggam-barkan bagaimana banjir berawal dalam uraian berikut:

Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi yaitu  besar, dan bahwa 

setiap  imajinasi  dari  pikiran-pikiran dalam hatinya hanya  selalu  perbuatan  jahat. 

Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia di bumi, 

dan  ini  menyedih-kan  hati-Nya.  Dan  Tuhan  berkata,  “Aku  akan  membinasakan 

manu-sia  yang  telah  kuciptakan  dari  permukaan  bumi;  kedua  jenis  yang  ada, 

manusia dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang 

sebab  telah mengecewakan-Ku yang telah menciptakan mereka. Akan namun , (Nabi) 

Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8)

Namun, dalam Al Quran, jelas ditunjukkan bahwa tidak seluruh du-nia, namun  hanya 

umat Nabi Nuh yang dihancurkan. Sebagaimana Nabi Hud diutus hanya untuk kaum ‘Ad 

(QS. Huud, 11:50), Nabi Shalih diutus untuk kaum Tsamud (QS. Huud, 11:61), serta seluruh 

nabi sebelum Mu-hammad hanya diutus untuk umat mereka saja, Nabi Nuh hanya diutus 

kepada umatnya dan banjir ini  hanya memusnahkan umat Nabi Nuh:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 

“Sesungguhnya aku yaitu  pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu 

tidak menyembah selain Allah. Sesung-guhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab 

(pada) hari yang sangat menyedihkan.” (QS. Huud, 11: 25-26) !

Mereka yang dimusnahkan yaitu  orang-orang yang sepenuhnya menolak pernyataan 

kerasulan Nuh dan berkeras menentang. Ayat-ayat yang senada cukup gamblang:

“Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian kami selamatkan dia dan orang-

orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang 

mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka yaitu  kaum yang buta (mata 

hatinya).” (QS. Al A’raaf, 7: 64) !

Di  samping  itu,  dalam  Al  Quran,  Allah  menegaskan  bahwa  Dia  tidak  akan 

menghancurkan  suatu  umat  kecuali  telah  diutus  seorang  rasul  kepada  mereka. 

Penghancuran hanya terjadi jika seorang pemberi per-ingatan telah sampai kepada suatu 

kaum, dan ia didustakan. Allah me-nyatakan dalam Surat Al Qashash:

“Dan tidak yaitu  Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus 

di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan 

tidak  pernah  (pula)  Kami  membinasakan  kota-kota;  kecuali  penduduknya  dalam 

keadaan melakukan keza-liman.” (QS. Al Qashash, 28: 59) !

Allah  tidak  akan  menghancurkan  suatu  kaum sebelum menurunkan  rasul  kepada 

mereka. Sebagai pemberi peringatan, Nuh hanya diutus untuk kaumnya. sebab  itu, Allah 

tidak menghancurkan kaum-kaum yang belum diutus rasul, hanya umat Nabi Nuh.

Dari pernyataan-pernyataan dalam Al Quran, kita bisa memastikan bahwa banjir Nuh 

yaitu   bencana  regional,  bukan  global.  Penggalian-penggalian  pada  daerah-daerah 

arkeologis  yang  diperkirakan  sebagai  lo-kasi  terjadinya  banjir  yang  akan  kita  bahas 

berikutnya  menunjukkan  bah-wa  banjir  ini   bukanlah  sebuah  peristiwa  global  yang 

mempengaruhi seluruh bumi, akan namun  merupakan sebuah bencana yang sangat luas yang 

mempengaruhi bagian tertentu dari wilayah Mesopotamia.

Apakah Seluruh Binatang Dinaikkan ke atas Perahu?

Para penafsir Bibel yakin bahwa Nabi Nuh memasukkan seluruh spesies binatang di 

muka bumi ke atas perahu dan binatang-binatang itu bisa selamat dari kepunahan berkat 

Nabi  Nuh.  Menurut  keyakinan  ini,  sepasang  dari  tiap  spesies  penghuni  daratan  dibawa 

bersama ke atas pe-rahu.

Mereka yang mempertahankan pernyataan ini sudah tentu harus menghadapi banyak 

kejanggalan  serius  dalam  berbagai  hal.  Pertanyaan  tentang  bagaimana  binatang  yang 

diangkut  itu  diberi  makan,  bagaimana  mereka  ditempatkan  di  dalam  perahu  itu,  atau 

bagaimana mereka di-

Pisahkan satu sama lain mustahil dapat terjawab. Lagi pula, masih ada pertanyaan: 

Bagaimana binatang-binatang dari berbagai benua yang berbeda dapat dibawa bersamaan – 

berbagai mamalia di kutub, kanguru dari Australia, atau bison yang ada di Amerika? Juga, 

lebih banyak lagi pertanyaan menyusul, seperti bagaimana binatang yang sangat berba-haya 

– yang berbisa seperti ular, kalajengking, dan binatang-binatang buas bisa ditangkap, serta 

bagaimana mereka dapat bertahan terpisah dari habitat alamiahnya hingga banjir itu surut?

Inilah berbagai pertanyaan yang dihadapi Perjanjian Lama. Dalam Al Quran, tidak 

ada  pernyataan  yang  mengindikasikan  bahwa  seluruh  spe-sies  binatang  di  muka  bumi 

dinaikkan ke atas perahu. Dan sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, banjir ini  

hanya terjadi pada suatu wi-layah tertentu, sehingga binatang yang dinaikkan ke perahu pun 

hanya-lah yang hidup di wilayah umat Nabi Nuh tinggal. 

Meski demikian, jelas mustahil sekalipun hanya untuk mengumpul-kan seluruh jenis 

binatang yang hidup di wilayah ini . Sukar mem-bayangkan bahwa Nabi Nuh beserta 

sejumlah kecil orang-orang beriman yang menyertainya (QS. Huud, 11: 40) menyebar ke 

segala penjuru untuk mengumpulkan masing-masing dua ekor dari ratusan spesies binatang 

di sekitar mereka. Bahkan, lebih mustahil lagi bagi mereka untuk mengumpulkan berbagai 

tipe serangga yang hidup di wilayah mereka, apatah lagi untuk memisahkan antara yang 

jantan dan betina! Inilah alasan mengapa lebih memungkinkan jika yang dikumpulkan itu 

hanya binatang yang mudah ditangkap dan dipelihara, dan sebab nya, merupa-kan binatang 

ternak yang secara khusus berguna bagi manusia. Nabi Nuh agaknya menaikkan ke atas 

perahu binatang sejenis itu, seperti sapi, biri-biri, kuda, unggas, unta, dan sejenisnya, sebab  

inilah  binatang-binatang  yang  dibutuhkan  untuk  menyangga  kehidupan  baru  di  wilayah 

yang telah kehilangan sejumlah besar prasarana hidup sebab  Banjir ini .

Poin  penting  di  sini  yaitu   bahwa  kebijaksanaan  ilahiah  dalam  pe-rintah  Allah 

kepada  Nabi  Nuh  untuk  mengumpulkan  berbagai  binatang  yaitu   untuk  menunjang 

kehidupan baru sesudah  banjir berakhir, bukan untuk kepentingan mempertahankan genus 

berbagai  binatang.  Selama  banjir  itu  bersifat  regional,  maka  kepunahan  berbagai  jenis 

binatang tidak akan mungkin terjadi. Besar kemungkinan, sesudah  banjir, berbagai binatang 

dari wilayah-wilayah lain perlahan-lahan akan bermigrasi ke wilayah ini  dan kembali 

memadati daerah itu sebagaimana sebe-lumnya. Yang penting yaitu  kehidupan yang akan 

dirintis  kembali  begi-tu  banjir  berakhir,  dan  binatang-binatang  yang  dikumpulkan 

dimaksud-kan untuk tujuan ini.

Berapa Tinggikah Banjir ini ?

Perdebatan  lain  di  seputar  Banjir  itu  yaitu ,  apakah  ketinggian  air  cukup  untuk 

menenggelamkan  gunung?  Sebagaimana  diketahui,  Al  Quran  menginformasikan kepada 

kita  bahwa perahu Nabi  Nuh itu  terdampar di  “Al  Judi”  seusai  banjir.  Umumnya,  kata 

“Judi” dirujuk sebagai lokasi gunung tertentu, sementara kata itu berarti “tempat yang tinggi 

atau  bukit”  dalam bahasa  Arab.  sebab nya,  jangan  dilupakan  bahwa  dalam Al  Quran, 

“Judi”  bisa  jadi  tidak  digunakan  sebagai  nama  gunung  tertentu,  akan  namun   untuk 

mengisyaratkan bahwa perahu Nuh telah terdampar pada suatu ketinggian. Di samping itu, 

makna kata “judi” yang disebutkan di atas mungkin juga menunjukkan bahwa air bah itu 

mencapai  ketinggian tertentu,  namun   tidak mencapai  ketinggian pun-cak gunung.  Dengan 

kata  lain bahwa banjir  itu kemungkinan besar  tidak menenggelamkan seluruh bumi dan 

semua  gunung-gunung  sebagai-mana  digambarkan  dalam Perjanjian  Lama,  namun   hanya 

menggenangi wilayah tertentu.

Lokasi Banjir Nuh

Daratan  Mesopotamia  diduga  kuat  sebagai  lokasi  Banjir  Nuh.  Di  sini  ada  

peradaban tertua yang dikenal sejarah. Lagi pula, sebab  berada di antara sungai Tigris dan 

Eufrat, secara geografis tempat ini sangat memungkinkan terjadinya sebuah banjir besar. Di 

antara faktor penyebab terjadinya banjir besar kemungkinan sebab  kedua sungai ini meluap 

dan membanjiri wilayah ini .

Alasan kedua, daerah ini  diduga kuat sebagai tempat terjadinya banjir bersifat 

historis. Dalam catatan sejarah berbagai peradaban manu-sia di wilayah ini ,  banyak 

dokumen yang ditemukan merujuk  pada sebuah banjir  yang terjadi  dalam periode yang 

sama.  sesudah   menyak-sikan  kebinasaan  kaum Nabi  Nuh,  peradaban-peradaban  ini  

agak-nya merasa perlu mencatat dalam sejarah mereka, bagaimana bencana itu terjadi, serta 

akibat-akibat yang ditimbulkannya. Diketahui pula bahwa mayoritas legenda tentang banjir 

ini   berasal  dari  Mesopotamia.  Lebih  penting  lagi  bagi  kita  yaitu   temuan-temuan 

arkeologis.  Temuan-temuan  ini   membenarkan  terjadinya  sebuah  banjir  besar  di 

wilayah  ini.  Sebagaimana  akan  kita  bahas  secara  rinci  pada  halaman-halaman be-rikut, 

banjir  ini  telah  menyebabkan  tertundanya  peradaban  selama  perio-de  tertentu.  Dalam 

penggalian-penggalian  yang  dilakukan,  tersingkap  jejak-jejak  nyata  sebuah  bencana 

dahsyat.

Penggalian-penggalian  di  wilayah  Mesopotamia  mengungkap  bah-wa  berkali-kali 

dalam  sejarah,  wilayah  ini  diserang  berbagai  bencana  sebagai  akibat  dari  banjir  dan 

meluapnya Sungai Eufrat dan Tigris. Misal-nya, pada alaf kedua Sebelum Masehi (SM), 

pada  masa  Ibbisin,  penguasa  negeri  Ur  yang  luas,  yang  berlokasi  di  sebelah  selatan 

Mesopotamia, sebuah tahun tertentu ditandai dengan “pasca Banjir yang melenyapkan garis 

batas antara langit  dan bumi”.1 Sekitar 1700 SM, pada masa kekua-saan Hamurabi dari 

Babilonia, sebuah tahun ditandai dengan terjadinya peristiwa “kehancuran kota Eshnunna 

oleh air bah”. 

Pada  abad  ke-10  SM,  pada  masa  pemerintahan  Nabu-mukin-apal,  sebuah  banjir 

terjadi di kota Babilon.2 sesudah  zaman Nabi Isa (Jesus) pada abad ke-7, ke-8, ke-10, ke-11, 

dan ke-12,  banjir-banjir  yang bersejarah  terjadi  di  wilayah  ini .  Dalam abad ke-20, 

kejadian serupa terjadi pa-da tahun 1925, 1930, dan 1954.3 Jelaslah bahwa wilayah ini telah 

senantiasa diserang bencana banjir, dan sebagaimana ditunjukkan dalam Al Quran, sangat 

mungkin  suatu  banjir  besar-besaran  telah  membinasa-kan  suatu  komunitas  secara 

keseluruhan.

Bukti-Bukti Arkeologis tentang Banjir

Bukanlah  suatu  kebetulan  bila  sekarang  ini  kita  menemukan  jejak-jejak  dari 

kebanyakan  kaum  yang  menurut  Al  Quran  telah  dibinasakan.  Bukti-bukti  arkeologis 

menyajikan  fakta,  bahwa  semakin  mendadak  ke-hancuran  suatu  kaum,  semakin 

memungkinkan bagi kita untuk men-dapati sebagian bekasnya.

Jika sebuah peradaban hancur secara tiba-tiba, yang dapat terjadi  ka-rena bencana 

alam, emigrasi yang mendadak, atau perang, jejak-jejak peradaban ini sering dapat lebih 

terpelihara.  Rumah-rumah  yang  pernah  mereka  huni,  peralatan-peralatan  yang  pernah 

mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari, segera akan terkubur. Maka, semua itu dapat 

terpelihara  dalam waktu  yang lama  tanpa  tersentuh  tangan  manusia,  dan  menjadi  bukti 

penting tentang masa lampau bila dikeluarkan.

Jadi  begitulah  hingga  banyak  bukti  tentang  Banjir  Nabi  Nuh  ter-ungkap  saat  ini. 

Diperkirakan  terjadi  sekitar  alaf  ke-3  SM,  Banjir  itu  telah  mengakhiri  suatu  peradaban 

seluruhnya dengan sesaat , dan selanjut-nya menyebabkan lahirnya sebuah peradaban baru 

sebagai gantinya. Jadi, bukti-bukti nyata tentang Banjir ini telah terpelihara selama ribuan 

tahun agar kita bisa mengambil pelajaran darinya.

Banyak  penggalian  telah  dilakukan  untuk  menyelidiki  banjir  yang  telah 

menenggelamkan  daratan-daratan  Mesopotamia.  Dalam berbagai  penggalian  di  wilayah 

ini , di empat kota utama ditemukan jejak-je-jak yang menunjukkan terjadinya sebuah 

banjir besar. Kota-kota ini  ada-lah kota-kota penting di Mesopotamia; Ur, Erech, Kish, 

dan Shuruppak.

Penggalian-penggalian di kota-kota ini mengungkap bahwa keempat kota ini telah 

dilanda sebuah banjir sekitar alaf ke-3 SM.

Pertama, mari kita lihat penggalian-penggalian yang dilakukan di kota Ur.

Sisa-sisa tertua dari sebuah peradaban yang tersingkap dari peng-galian ada  di 

kota Ur, yang kini telah berganti nama menjadi “Tell al Muqayyar”, berusia 7000 tahun SM. 

Sebagai situs dari salah satu per-adaban tertua, kota Ur telah menjadi wilayah hunian tempat 

silih ber-gantinya berbagai kebudayaan.

Temuan arkeologis dari  kota  Ur memperlihatkan bahwa di sini  per-adaban pernah 

terputus sesudah  terjadinya sebuah banjir dahsyat, dan kemudian peradaban-peradaban baru 

tampil.  R.  H.  Hall  dari  British  Mu-seum melakukan  penggalian  pertama di  tempat  ini. 

Leonard Woolley yang melakukan penggalian sesudah  Hall, menjadi pengawas penggalian 

yang secara  kolektif  dikelola  oleh  the  British  Museum dan University of  Pennsylvania. 

Penggalian-penggalian  yang  dipimpin  Woolley,  yang  ber-pengaruh  di  seluruh  dunia, 

berlangsung dari 1922 sampai 1934.

Penggalian-penggalian  oleh  Sir  Woolley dilakukan  di  tengah  padang  pasir  antara 

Baghdad  dan  Teluk  Persia.  Pendiri  pertama  kota  Ur  yaitu   kaum  yang  datang  dari 

Mesopotamia Utara dan menyebut diri mereka “bangsa Ubaid.” Pada awalnya, penggalian 

itu dilakukan untuk meng-himpun informasi  tentang mereka.  Penggalian yang dilakukan 

Woolley digambarkan oleh seorang arkeolog Jerman, Werner Keller, sebagai berikut:

“Kuburan Raja-Raja  Ur” begitu  Woolley,  dalam kegembiraan atas  penemu-annya, 

menamakan  makam  para  bangsawan  Sumeria  ini .  Kehebatan  kekuasaan  mereka 

terungkap saat sekop para arkeolog mengenai sebuah tanggul sepanjang 50 kaki di sebelah 

selatan  candi  dan  mengungkap  deretan  panjang  pekuburan  yang  tertimbun.  Kuburan-

kuburan batu yang ditemu-kan benar-benar merupakan tempat penyimpanan harta, sebab  

dipenuhi piala-piala mahal, beraneka kendi dan vas yang indah, barang becah belah dari 

perunggu, kepingan-kepingan mutiara, lapis lazuli, dan perak yang mengelilingi jasad-jasad 

yang telah menjadi debu. Harpa dan lira tersandar di dinding-dinding. “Hampir sesaat ” 

dia  kemudian  menulis  dalam  artikel    hariannya,  “Penemuan-penemuan  menegaskan 

kecurigaan-kecurigaan kami. Tepat di bawah lantai dari salah satu lubang kubur para raja, di 

bawah lapisan abu kayu, kami menemukan tablet-tablet tanah liat, yang dipenuhi huruf yang 

jauh lebih tua daripada tulisan pada kuburan. Melihat sifat dari tulisan, tablet-tablet ini  

kemungkinan dibuat sekitar tahun 3.000 SM. Berarti, mereka dua atau tiga abad lebih awal 

dari makam ini .”

Lubang itu bertambah dalam. Tingkatan yang baru, dengan pecahan-pecah-an kendi, 

pot, dan mangkuk terus muncul. Para ahli memperhatikan bahwa sisa tembikar itu secara 

mengejutkan tidak terlalu berubah; tampak serupa dengan yang ditemukan di pekuburan 

para  raja.  sebab   itulah,  sepertinya  selama  berabad-abad  peradaban  Sumeria  tidak 

mengalami perubahan yang radikal. Mereka tentunya, menurut kesimpulan, telah mencapai 

tingkat perkembangan yang tinggi jauh lebih awal lagi.

saat   beberapa  hari  kemudian,  para  pekerja  berteriak,  “Kita  sampai  di  ting-kat 

dasar.”  Woolley sendiri  turun ke lantai  lubang galian untuk memuaskan dirinya.  Pikiran 

Woolley pertama kali, “Inilah dia akhirnya”. Lantai itu berupa pasir, jenis pasir murni yang 

hanya bisa didepositkan oleh air.

Mereka memutuskan untuk terus menggali dan membuat lubang itu lebih dalam lagi. 

Sekop menggali  semakin dalam dan semakin dalam: tiga kaki,  enam kaki masih berupa 

lumpur  murni.  Tiba-tiba,  pada  kedalaman  sepuluh  kaki,  lapisan  lumpur  terhenti  sama 

mendadak dengan bermulanya. Di bawah deposit tanah liat setebal kurang lebih sepuluh 

kaki, mereka dikejutkan oleh bukti-bukti baru dari hunian manusia. Wujud dan kualitas dari 

tembikar  tampak sangat  berubah.  Di  sini,  barang-barang ini   dibuat  dengan tangan. 

Sisa-sisa logam tak ditemukan di mana-mana. Peralatan primitif yang muncul terbuat dari 

pengerjaan dengan batu api. Ini mesti berasal dari Zaman Batu!

Banjir itulah penjelasan satu-satunya bagi besarnya deposit tanah liat di bawah bukit 

di  kota  Ur,  yang  dengan  cukup  jelas  memisahkan  dua  masa  kehidupan.  Laut  telah 

meninggalkan jejak-jejak yang tidak terpungkiri dalam bentuk sisa-sisa organisme laut kecil 

yang tersimpan dalam lumpur.4

Analisis mikroskopis mengungkapkan bahwa deposit tanah liat yang besar di bawah 

bukit di kota Ur telah terakumulasi sebagai akibat dari ba-njir teramat besar yang laksana 

melenyapkan peradaban Sumeria kuno.  Epik  tentang Gilgamesh dan cerita  tentang Nuh 

tersatukan dengan lu-bang galian yang jauh di bawah gurun Mesopotamia.

Max  Mallowan  menuturkan  pikiran-pikiran  Leonard  Woolley,  yang  menyatakan 

bahwa endapan  masif  sebesar  itu  dan  terbentuk  dalam suatu  periode  waktu  hanya  bisa 

terjadi sebab  bencana banjir yang sangat besar. Woolley juga menguraikan bahwa lapisan 

banjir yang memisahkan kota Sumeria di kota Ur dengan kota Al Ubaid yang penduduknya 

mengguna-kan tembikar yang dicat, sebagai sisa dari Banjir ini .5 

Ini semua menunjukkan bahwa kota Ur yaitu  salah satu dari ber-bagai daerah yang 

terkena  Banjir  Nuh.  Digambarkan  oleh  Werner  Keller  bahwa  arti  penting  penggalian 

arkeologis di Mesopotamia yaitu  bahwa sisa-sisa kota di bawah lapisan berlumpur ini  

membuktikan pernah terjadinya banjir di tempat ini pada dahulu kala.6

Kota lain di Mesopotamia yang juga menyimpan jejak-jejak Banjir Nuh yaitu  kota 

Kish di Sumeria, yang saat ini dikenal sebagai “Tall Al Uhaimer”. Menurut sumber-sumber 

Sumeria kuno, kota ini merupakan “kedudukan dari dinasti 'pascadiluvian' yang pertama”.7

Kota  Shuruppak  di  sebelah  selatan  Mesopotamia,  yang  saat  ini  ber-nama  “Tall 

Far’ah”  pun  menyimpan  jejak-jejak  nyata  dari  banjir  ini .  Studi  arkeologis  yang 

dilakukan di  kota  ini  dipimpin oleh Erich Schmidt  dari  Universitas  Pennsylvania antara 

tahun 1922-1930. Penggalian-peng-galian ini mengungkapkan tiga lapisan hunian manusia 

dalam rentang  waktu  sejak  masa  prasejarah  hingga  dinasti  Ur  ketiga  (2112-2004  SM). 

Temuan  paling  istimewa  yaitu   reruntuhan  rumah-rumah  yang  dibangun  dengan  baik, 

sekaligus dengan tablet-tablet bertulisan paku (cuneiform) tentang catatan administratif dan 

daftar kata-kata, yang mengindikasikan keberadaan suatu warga  yang telah maju pada 

akhir alaf ke-4 SM.8

Poin terpenting yaitu  dimengerti bahwa sebuah banjir besar telah terjadi di kota ini 

sekitar  tahun  2900-3000  SM.  Menurut  catatan  Mallo-wan,  4-5  meter  di  bawah  tanah, 

Schmidt telah mencapai lapisan tanah kuning (dibentuk oleh banjir) yang berupa campuran 

tanah liat dan pasir. Lapisan ini lebih dekat ke lapisan datar daripada profil tumulus dan 

dapat teramati di seputar tumulus.… Schmidt memastikan bahwa lapisan yang terbentuk 

dari campuran tanah liat dan pasir ini, yang tersisa dari masa kerajaan kuno Cemdet Nasr, 

sebagai “pasir yang berasal dari dalam sungai” dan ini menghubungkannya dengan Banjir 

Nuh.9

Pada penggalian yang dilakukan di kota Shuruppak, ditemukan sisa-sisa banjir yang 

terjadi kurang lebih tahun 2900-3000 SM. Mungkin,  kota Shuruppak terkena imbas dari 

banjir sebesar kota-kota lain.10

Tempat terakhir  yang menunjukkan terjadinya banjir  yaitu  kota Erech di  selatan 

kota Shuruppak yang kini dinamai “Tall al-Warka”. Di kota ini, sebagaimana di kota-kota 

yang lainnya, ditemukan lapisan ban-jir. Lapisan ini berjangka waktu antara 2900-3000 SM 

seperti yang lain.11

Sebagaimana diketahui, sungai Eufrat dan Tigris melintasi Mesopo-tamia dari ujung 

ke ujung.  Tampaknya  selama peristiwa itu,  kedua sungai  ini  meluap,  begitupun banyak 

sumber mata air lainnya, besar maupun kecil,  dan saat  bersatu dengan air hujan, telah 

menyebabkan sebuah banjir yang dahsyat. Peristiwa itu digambarkan dalam Al Quran:

“Maka  Kami  bukakan  pintu-pintu  langit  dengan  (menurunkan)  air  yang 

tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata-mata air,  maka bertemulah 

air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan.” (QS. Al Qamar, 54:11-

12) !

Jika  faktor-faktor  penyebab  banjir  itu  dibahas  satu  per  satu,  tampak-lah  bahwa 

kesemuanya  itu  merupakan  fenomena  yang  sangat  alami.  Adapun  yang  menjadikan 

peristiwa itu penuh mukjizat  yaitu  sebab  kejadiannya bersamaan dan peringatan Nabi 

Nuh kepada kaumnya ten-tang bencana seperti itu terlebih dahulu.

Pengujian terhadap bukti yang didapat dari kajian lengkap meng-ungkapkan bahwa 

daerah banjir membentang sekitar 160 km (lebar) dari timur ke barat, dan 600 km (panjang) 

dari  utara  ke selatan.  Ini  menunjuk-kan bahwa banjir  ini   menutupi  seluruh daratan 

Mesopotamia.  Jika  kita  uji  urutan  kota-kota  Ur,  Erech,  Shuruppak,  dan  Kish  yang 

menunjuk-kan jejak-jejak banjir  Nuh, tampaklah bahwa kota-kota ini  berada dalam satu 

garis  sepanjang  rute  ini .  Oleh  sebab   itu,  banjir  ini   pastilah  telah  melanda 

keempat kota ini dan daerah-daerah sekitarnya. Di sam-ping itu, harus dicatat bahwa pada 

sekitar 3.000 tahun SM, struktur geografis daratan Mesopotamia berbeda dengan kondisi 

sekarang. Pada masa itu, posisi sungai Eufrat terletak lebih ke timur dibandingkan de-ngan 

posisi saat ini;  garis arus sungai itu sesuai dengan garis yang mele-wati kota Ur, Erech, 

Shuruppak, dan Kish. Dengan terbukanya “mata air di bumi dan di surga”, agaknya sungai 

Eufrat meluap menyebar sehingga merusak empat kota di atas.

Agama dan Kebudayaan yang Menyebutkan Banjir Nuh

Peristiwa  Banjir  Nuh  ini   disebarluaskan  ke  hampir  semua  ma-nusia  melalui 

lisan para nabi yang menyampaikan agama yang hak, namun  akhirnya menjadi legenda oleh 

berbagai  kaum, dan kisah  itu  mengalami berbagai  penambahan dan pengurangan dalam 

periwayatannya.

Allah telah menyampaikan kisah tentang Banjir Nuh kepada manu-sia melalui para 

rasul dan kitab-kitab yang Dia turunkan kepada berbagai warga  agar hal itu menjadi 

peringatan  atau  permisalan.  Namun,  tiap  masa  kitab-kitab  ini   telah  dirubah  dari 

aslinya, dan penggambaran Banjir Nuh juga telah ditambahi unsur-unsur mitologis. Hanya 

Al Quran satu-satunya sumber yang secara mendasar sesuai dengan temuan-temu-an dan 

observasi empiris. Hal ini tidak lain sebab  Allah telah menjaga Al Quran dari perubahan, 

meski  sebuah perubahan kecil  sekalipun,  maupun pengurangan.  Sesuai  isyarat  Al Quran 

“Kami telah  dengan tanpa keragu-an  menurunkan  risalah,  dan  Kami  dengan  pasti  akan 

menjaganya (dari pengurangan)” (QS. Al-Hijr, 15: 9), Al Quran berada di bawah pengawas-

an khusus Allah.

Pada  bagian  akhir  bab  ini,  kita  akan  melihat,  bagaimana  peristiwa  Banjir  Nuh 

digambarkan  meski  telah  sangat  berubah  dalam  berbagai  ke-budayaan,  serta  dalam 

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Banjir Nabi Nuh dalam Perjanjian Lama

Kitab yang sebenarnya diwahyukan kepada Nabi Musa yaitu  Tau-rat. Nyaris tidak 

ada  dari  wahyu  ini  tersisa,  dan  kitab  Injil  “Pentateuch”  (lima artikel   pertama dari  kitab 

Perjanjian Lama), seiring perjalanan waktu, telah kehilangan hubungannya dengan wahyu 

yang asli.  Bahkan kemudi-an sebagian besar isinya telah diubah oleh para rabbi Yahudi. 

Begitu  pula,  wahyu-wahyu  yang  dibawa  nabi-nabi  lain  yang  diutus  kepada  Bani  Israil 

sesudah   Nabi  Musa,  mendapat  perlakuan  serupa  dan  sangat  banyak per-ubahan.  Kondisi 

inilah yang membuat kita menyebutnya sebagai “Penta-teuch yang Diubah” sebab  telah 

kehilangan hubungan dengan wahyu aslinya, dan menganggapnya sebagai karya manusia 

yang  berupaya  men-catat  sejarah  suku  bangsanya,  bukan  sebagai  sebuah  kitab  suci. 

Tidaklah mengherankan jika keadaan Pentateuch yang Diubah itu dan berbagai kontradiksi 

yang dikandungnya sangat tampak pada pemaparannya ten-tang kisah Nabi Nuh, meskipun 

mempunyai kesamaan dengan Al Quran dalam beberapa bagian.

Menurut Perjanjian Lama, Tuhan berfirman kepada Nuh bahwa semua orang, kecuali 

mereka  yang  beriman,  akan  dihancurkan  sebab   bumi  telah  penuh  dengan  berbagai 

kejahatan.  Untuk  menghadapi  ini,  Tuhan  memerintahkan  Musa  membuat  bahtera  dan 

mengajarkan dengan rinci bagaimana mengerjakannya. Tuhan juga menyuruhnya membawa 

keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri mereka, sepasang dari setiap makhluk hidup, dan 

persediaan bahan pangan.

Tujuh hari kemudian,  saat  tiba waktunya Banjir, semua sumber air dalam tanah 

memancar,  pintu-pintu  langit  terbuka,  dan sebuah banjir  be-sar  menenggelamkan segala 

sesuatu. Hal ini berlangsung selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Bahtera Nuh 

melayari air yang menutupi semua pegunungan dan dataran tinggi. Mereka yang bersama 

Nuh selamat, sedang sisanya terseret air bah dan mati tenggelam. Hujan berhenti sesudah  

terjadi ban