Sapiens 5





 nganut Sejati

Tentu tak sedikit pembaca menggeliang-geliut di atas kursi 

sewaktu membaca paragraf-paragraf tadi. Sebagian besar kita 

pada masa kini memang dididik untuk bereaksi seperti itu. 

Mudah untuk menerima bahwa Undang-Undang Hammurabi 

yaitu  sebuah mitos, namun  kita tidak ingin mendengar bahwa 

hak asasi manusia juga yaitu  mitos. Jika orang-orang menyadari 

bahwa hak asasi manusia hanya ada dalam imajinasi, adakah 

bahaya yang memicu  warga  kita runtuh? Voltaire 

berkata tentang Tuhan bahwa “tidak ada Tuhan, namun  jangan 

katakan kepada pelayan saya kalau tak ingin dia membunuh 

saya malam ini”. Hammurabi mungkin akan berkata hal yang 

sama tentang prinsip-prinsip hierarkinya, juga Thomas Jefferson 

tentang hak asasi manusia. Homo sapiens tak punya hak-hak 

alamiah, sebagaimana laba-laba, hiena dan simpanse juga tak 

punya hak-hak alamiah. Namun, jangan katakan kepada para 

pelayan kami kalau tak ingin mereka membunuh kami malam ini.


 

132

Ketakutan seperti itu bisa dibenarkan. Sebuah tatanan natural 

yaitu  tatanan yang stabil. Tak ada peluang bahwa gravitasi 

akan berhenti berfungsi besok, bahkan jika orang-orang berhenti 

memercayainya. Sebaliknya, sebuah tatanan yang diimajinasikan 

selalu berisiko runtuh sebab  ia tergantung pada mitos, dan mitos 

musnah begitu orang berhenti memercayainya. Demi mengawal 

sebuah tatanan yang diimajinasikan, upaya-upaya terus-menerus 

dan keras wajib dilakukan. Sebagian dari upaya ini mengambil 

bentuk kekerasan dan kekejaman. Angkatan perang, pasukan 

polisi, pengadilan, dan penjara terus bekerja memaksa orang-

orang untuk bertindak sesuai dengan tatanan yang diimajinasikan. 

Jika seorang Babylonia kuno membutakan tetangganya, kekerasan 

biasanya diperlukan dalam rangka menegakkan hukum “mata 

dibalas mata”. saat  pada 1860 mayoritas penduduk Amerika 

menyimpulkan bahwa budak-budak Afrika yaitu  manusia dan 

sebab  itu harus menikmati hak kebebasan, dibutuhkan perang 

saudara yang berdarah-darah untuk membuat negara-negara 

bagian di Selatan tunduk patuh.

Meskipun demikian, sebuah tatanan yang diimajinasikan tidak 

hanya bisa dipelihara dengan kekerasan. Ia juga membutuhkan 

penganut sejati. Pangeran Talleyrand, yang memulai kariernya 

yang mirip bunglon di bawah Louis XVI, belakangan mengabdi 

kepada rezim revolusioner dan Napoleonik, dan membelotkan 

kesetiaannya pada masa akhir kehidupan dengan bekerja 

untuk monarki yang dipulihkan. Ia merangkum dekade-dekade 

pengalamannya dalam pemerintahan dengan mengatakan, bahwa 

“Anda bisa melakukan banyak hal dengan bayonet, namun  agak 

tidak nyaman untuk duduk di atasnya”. Satu orang pendeta 

sering kali bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan 

oleh 100 tentara—jauh lebih murah dan efektif. Lebih dari itu, 

seberapa pun efisiennya bayonet, tetap harus ada orang yang 

memakai nya. Mengapa harus tentara, sipir, hakim, dan 

polisi yang mempertahankan tatanan yang diimajinasikan, yang 

tidak mereka yakini? Dari semua aktivitas kolektif manusia, 

satu yang paling sulit diorganisasi yaitu  kekerasan. Untuk 

mengatakan bahwa sebuah tatanan sosial dipertahankan dengan 

kekuatan militer langsung menimbulkan pertanyaan: Apa yang 


Membangun Piramida

133

mempertahankan tatanan militer? Tidak mungkin mengorganisasi 

sebuah angkatan hanya dengan kekerasan semata. Paling tidak, 

para komandan dan tentara harus benar-benar memercayai 

sesuatu, entah itu Tuhan, kehormatan, tanah air, kejantanan, 

atau uang.

Ada satu pertanyaan yang lebih menarik, yakni tentang 

mereka yang berdiri di puncak piramida sosial. Mengapa mereka 

ingin menegakkan tatanan yang diimajinasikan jika mereka sendiri 

tidak memercayainya? Cukup lazim untuk memandang bahwa 

elite melakukan itu sebab  keserakahan sinis. Namun, seorang 

sinis yang tak meyakini apa pun tak mungkin menjadi serakah. 

Tak banyak hal untuk memenuhi kebutuhan biologis objektif 

Homo sapiens. Setelah kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi, 

lebih banyak uang akan dipakai  untuk membangun piramida, 

berlibur keliling dunia, mendanai kampanye pemilihan umum, 

mendanai organisasi teroris favorit, atau berinvestasi di pasar 

saham dan menghasilkan uang lebih banyak—yang kesemuanya 

yaitu  aktivitas-aktivitas yang pada akhirnya tak berarti apa-apa 

bagi seorang sinis sejati. Diogenes, filsuf Yunani yang menciptakan 

aliran Sinis, hidup dalam sebuah tong. saat  Alexander Yang 

Agung suatu saat  mengunjungi Diogenes saat dia bersantai di 

bawah terpaan sinar Matahari, dan bertanya apakah ada yang bisa 

dia lakukan untuknya, filsuf sinis itu menjawab sang penakluk 

adidaya itu, “Ya, ada sesuatu yang bisa Anda lakukan untuk 

saya. Tolong bergeser sedikit ke samping. Anda menghalangi 

sinar Matahari.”

Inilah kenapa kaum sinis tidak membangun imperium 

dan mengapa sebuah tatanan yang diimajinasikan hanya bisa 

dipertahankan jika bagian-bagian besar dari populasi—dan 

terutama bagian-bagian besar elite dan pasukan keamanannya—

benar-benar memercayainya. Kristen tidak akan bertahan 2.000 

tahun kalau mayoritas uskup dan pendeta tak mau memercayai 

Kristus. Demokrasi Amerika tidak akan bertahan 250 tahun jika 

mayoritas presiden dan anggota Kongres tidak mau meyakini 

hak asasi manusia. Sistem ekonomi modern tidak akan bertahan 

sehari jika mayoritas investor dan bankir tidak mau meyakini 

kapitalisme.


 

134

Dinding-Dinding Penjara

Bagaimana Anda membuat orang meyakini suatu tatanan yang 

diimajinasikan seperti Kristen, demokrasi, atau kapitalisme? 

Pertama, Anda tidak pernah mengakui bahwa tatanan itu yaitu  

imajinasi. Anda selalu menekankan bahwa tatanan-tatanan 

yang mempertahankan warga  yaitu  realitas objektif yang 

diciptakan dewa-dewa besar atau oleh hukum alam. Orang-orang 

tidak setara bukan sebab  Hammurabi mengatakan demikian, 

melainkan sebab  Enlil dan Marduk memutuskannya. Orang-

orang setara bukan sebab  Thomas Jefferson mengatakan 

demikian, melainkan sebab  Tuhan menciptakan demikian. Pasar 

bebas yaitu  sistem ekonomi terbaik bukan sebab  Adam Smith 

mengatakan demikian, melainkan sebab  ini yaitu  hukum alam 

yang tak bisa berubah. Anda juga mengedukasi orang-orang 

dengan bersungguh-sungguh. Sejak saat mereka dilahirkan, Anda 

terus-menerus mengingatkan mereka tentang prinsip-prinsip 

tatanan yang diimajinasikan, yang digabungkan dengan apa saja 

dan segala hal. Mereka digabungkan menjadi dongeng, drama, 

lukisan, lagu, etiket, propaganda politik, arsitektur, resep, dan 

busana. Misalnya, kini orang meyakini kesetaraan, maka menjadi 

pantas kalau anak-anak orang kaya mengenakan jins, yang 

awalnya yaitu  pakaian kelas pekerja. Pada Abad Pertengahan 

orang-orang meyakini pembagian-pembagian kelas sehingga 

tidak ada bangsawan muda yang mengenakan jubah petani. Pada 

masa itu, mendapat sapaan “Tuan” atau “Nyonya” yaitu  hak 

istimewa yang dikhususkan bagi kaum bangsawan, dan sering 

dibeli dengan darah. Kini seluruh korespondensi yang sopan, 

terlepas dari siapa pun penerimanya, dimulai dengan “Yang 

Terhormat Tuan atau Nyonya”.

Ilmu kemanusiaan dan sosial mengerahkan sebagian besar 

energinya untuk menjelaskan secara tepat bagaimana tatanan 

yang diimajinasikan itu dijalin menjadi permadani kehidupan. 

Dalam ruang terbatas yang kita miliki, kita hanya bisa menoreh 

permukaan. Ada tiga faktor utama yang menghalangi orang 

menyadari bahwa tatanan yang mengatur kehidupan mereka 

hanya ada dalam imajinasi:


Membangun Piramida

135

a. Tatanan yang diimajinasikan ditempelkan ke dunia material. 

Meskipun tatanan yang diimajinasikan hanya ada dalam pikiran 

kita, ia bisa dijalin menjadi realitas material di sekitar kita, dan 

bahkan dipasang di batu. Sebagian besar orang Barat sekarang 

memercayai individualisme. Mereka percaya bahwa setiap 

manusia yaitu  seorang individu, yang nilainya tidak tergantung 

pada isi pikiran orang lain tentang dia. Dalam diri setiap kita 

ada pancaran sinar gemilang yang memberi nilai dan arti bagi 

hidup kita. Di sekolah-sekolah modern Barat, para guru dan 

orangtua mengajarkan kepada anak-anak bahwa jika teman-teman 

sekelas mempermainkan mereka, mereka harus mengabaikannya. 

Hanya mereka sendiri, bukan orang lain, yang tahu nilai mereka 

yang sejati.

Dalam arsitektur modern, mitos ini melompat keluar dari 

imajinasi untuk mengambil bentuk dalam batu dan lesung. 

Rumah modern dibagi menjadi banyak kamar sehingga setiap 

anak bisa memiliki ruang privat, tersembunyi dari pandangan, 

untuk memberi  otonomi maksimum. Kamar privat itu hampir 

selalu punya sebuah pintu, dan dalam banyak rumah tangga, 

anak dibenarkan menutup, dan mungkin mengunci pintu itu. 

Bahkan, orangtua dilarang memasukinya tanpa mengetuk dan 

meminta izin. Kamar itu dihiasi sesuai dengan keinginan anak, 

dengan poster-poster bintang rock di dinding dan kaus kaki 

kotor di lantai. Seseorang yang tumbuh dalam ruang seperti itu 

tidak bisa tidak membayangkan diri sebagai “seorang individu”, 

nilai dirinya yang sejati memancar dari dalam, bukan dari 

luar. Kaum bangsawan abad pertengahan tidak memercayai 

individualisme. Nilai seseorang ditentukan oleh tempat mereka 

dalam hierarki sosial dan oleh apa yang orang lain katakan 

tentang mereka. Ditertawai yaitu  penghinaan mengerikan. 

Para bangsawan abad pertengahan mengajarkan kepada anak-

anak mereka untuk melindungi nama baik dengan harga apa 

pun. Sebagaimana individualisme modern, sistem nilai abad 

pertengahan meninggalkan imajinasi itu dan termanifestasi dalam 

batu kastel-kastel. Kastel jarang berisi kamar-kamar privat untuk 

anak-anak (atau siapa pun yang lain, dalam hal ini). Anak remaja 

laki-laki dari seorang baron abad pertengahan tidak memiliki 


 

136

kamar privat di lantai dua kastel, dengan poster-poster Richard 

the Lionheart dan King Arthur di dinding serta pintu yang 

terkunci sehingga orangtua tidak dibolehkan membukanya. Dia 

tidur bersama banyak pemuda lain di sebuah ruang besar. Ia 

selalu ditampilkan dan selalu harus memperhatikan apa yang 

orang lihat dan katakan. Seseorang yang tumbuh dalam kondisi 

semacam itu secara alamiah menyimpulkan bahwa nilai sejati 

seorang pria ditentukan oleh tempatnya dalam hierarki sosial 

dan oleh apa yang dikatakan orang tentang dirinya.8

b. Tatatan yang diimajinasikan membentuk hasrat kita. Sebagian 

besar orang tidak ingin menerima bahwa tatanan yang mengatur 

kehidupan mereka yaitu  imajiner, namun  faktanya setiap orang 

dilahirkan dalam sebuah tatanan yang diimajinasikan, yang sudah 

ada sebelumnya, dan hasratnya dibentuk sejak lahir oleh mitos-

mitos dominan yang ada di dalamnya. Oleh sebab  itu, hasrat-

hasrat personal kita menjadi pertahanan yang paling penting 

dari tatanan yang diimajinasikan ini .

Misalnya, hasrat paling menonjol dari orang Barat masa kini 

dibentuk oleh mitos-mistos romantik, nasionalis, kapitalis, dan 

humanis yang sudah ada selama berabad-abad. Orang-orang yang 

berteman saling menasihati, “Ikuti kata hatimu”. Namun, hati 

yaitu  agen ganda yang biasanya mengambil instruksi dari mitos-

mitos dominan yang berlaku pada masa itu, dan rekomendasi 

“Ikuti kata hatimu” ditanamkan dalam pikiran kita oleh sebuah 

kombinasi mitos-mitos Romantik abad ke-19 dan mitos-mitos 

konsumeris abad ke-20. Perusahaan Coca Cola, misalnya, telah 

memasarkan Diet Coke ke seluruh dunia dengan slogan, “Diet 

Coke. Lakukan apa yang terasa enak”.

Bahkan, apa yang dianggap orang sebagai hasrat paling 

personal biasanya diprogram oleh tatanan yang diimajinasikan. 

Mari perhatikan, misalnya, hasrat populer untuk berlibur ke luar 

negeri. Tidak ada yang natural atau jelas dalam hal ini. Seekor 

simpanse pejantan alfa tidak akan pernah berpikir memakai  

kekuasaannya untuk pergi berlibur ke teritori kawanan simpanse 

tetangganya. Elite Mesir kuno menghabiskan harta bendanya 

untuk membangun piramida dan memumi mayat-mayat mereka, 


Membangun Piramida

137

namun  tak ada di antara mereka yang berpikir tentang berbelanja 

di Babylon atau liburan main ski di Phonenicia. Orang-orang 

masa kini menghabiskan banyak uang untuk berlibur ke luar 

negeri sebab  mereka yaitu  penganut sejati mitos konsumerisme 

romantik.

Romantisisme mengatakan kepada kita bahwa dalam rangka 

menciptakan sebagian besar potensi kemanusiaan, kita perlu 

memiliki sebanyak mungkin pengalaman yang berbeda. Kita 

harus membuka diri pada spektrum emosi yang luas; kita 

harus mencoba berbagai macam hubungan; kita harus mencoba 

makanan-makanan yang berbeda; kita harus belajar menghargai 

gaya-gaya musik yang berbeda-beda. Salah satu cara terbaik untuk 

melakukan semua itu yaitu  membebaskan diri dari rutinitas 

keseharian kita, meninggalkan sementara lingkungan yang kita 

kenal, dan pergi ke tempat-tempat yang jauh, di mana kita 

bisa “mengalami” budaya, aroma, citarasa, dan norma-norma 

orang lain. Kita mendengar lagi dan lagi mitos-mitos romantik 

tentang “betapa sebuah pengalaman baru membuka mata kita 

dan mengubah hidup kita”.

Konsumerisme mengatakan kepada kita bahwa untuk menjadi 

bahagia kita harus mengonsumsi sebanyak mungkin produk dan 

jasa. Jika kita merasa bahwa sesuatu hilang atau tidak cukup 

tepat, maka kita mungkin perlu membeli sebuah produk (mobil, 

pakaian baru, makanan organik) atau jasa (pembenahan rumah, 

terapi hubungan, kelas yoga). Setiap iklan televisi yaitu  legenda 

kecil lain tentang betapa mengonsumsi produk atau jasa tertentu 

akan membut hidup menjadi lebih baik.

Romantisisme, yang mendorong keragaman, bercampur 

secara sempurna dengan konsumerisme. Perkawinan keduanya 

melahirkan “pasar pengalaman yang tak terbatas”, yang di 

atasnya industri pariwisata modern berpijak. Industri pariwisata 

tidak menjual tiket penerbangan dan kamar hotel. Ia menjual 

pengalaman-pengalaman. Paris bukan sebuah kota, India juga 

bukan sebuah negara—keduanya yaitu  pengalaman-pengalaman, 

yang dengan mengonsumsinya diharapkan dapat meluaskan 

horizon kita, mencukupkan potensi kemanusiaan kita, dan 

membuat kita menjadi lebih berbahagia. Akibatnya, saat  


 

138

hubungan antara seorang miliuner dan istrinya akan melewati 

jalan terjal, dia membawa istrinya ikut perjalanan mahal ke Paris. 

Perjalanan itu bukan sebuah refleksi suatu hasrat yang independen, 

melainkan sebuah keyakinan yang bergairah pada mitos-mitos 

konsumerisme romantik. Seorang pria kaya di Mesir kuno tidak 

akan pernah mengimpikan mengatasi krisis hubungan dengan 

membawa istrinya berlibur ke Babylon. Namun, dia mungkin 

membangun makam mewah yang selalu diidam-idamkan oleh 

sang istri.

Sebagaimana elite Mesir kuno, sebagian besar di kebanyakan 

budaya mendedikasikan hidup mereka untuk membangun 

piramida. Hanya nama-nama, bentuk-bentuk, dan ukuran-ukuran 

piramida yang berbeda antara satu budaya dan budaya lainnya. 

Bentuknya, misalnya, bisa berupa sebuah penginapan pinggiran 

kota dengan kolam renang dan halaman rumput hijau, atau 

rumah mewah dengan pemandangan yang memikat. Sedikit 

yang mempertanyakan mitos-mitos yang memicu  kita 

menempatkan hasrat akan piramida menjadi yang paling utama.

18. Piramida Agung Giza. Sesuatu yang dilakukan orang kaya 

Mesir kuno dengan uang mereka.


Membangun Piramida

139

c. Tatanan yang diimajinasikan bersifat intersubjektif. Andaipun 

dengan kehebatan manusia super saya berhasil membebaskan 

hasrat-hasrat personal dari cengkeraman tatanan yang 

diimajinasikan, saya hanyalah satu orang. Untuk mengubah 

tatanan yang diimajinasikan, saya harus meyakinkan jutaan 

orang asing untuk bekerja sama dengan saya. sebab  tatanan 

yang diimajinasikan bukanlah sebuah tatanan subjektif yang 

ada dalam imajinasi saya sendiri—ia lebih merupakan tatanan 

intersubjektif, yang ada dalam imajinasi ribuan dan jutaan orang. 

Untuk memahami ini kita perlu memahami perbedaan antara 

“objektif ”, “subjektif ”, dan “intersubjektif ”.

Sebuah fenomena objektif ada secara independen dari 

kesadaran manusia dan keyakinan manusia. Radioaktif, misalnya 

bukanlah sebuah mitos. Emisi radioaktif terjadi jauh sebelum 

orang menemukannya, dan berbahaya sekalipun jika orang-

orang tidak memercayai keberadaannya. Marie Curie, salah 

satu penemu radioaktif, tidak mengetahui saat tahun-tahun 

panjangnya mempelajari material radioaktif bahwa bahan itu bisa 

melukai tubuhnya. Meskipun dia tidak percaya radioaktif bisa 

membunuhnya, dia meninggal akibat anemia aplastik, sebuah 

penyakit yang disebabkan oleh paparan material radioaktif.

Fenomena subjektif yaitu  sesuatu yang keberadaannya 

bergantung pada kesadaran dan keyakinan satu individu. Ia hilang 

atau berubah jika individu tertentu mengubah keyakinannya. 

Banyak anak meyakini eksistensi teman imajiner yang tidak 

terlihat dan tak bisa didengar oleh semua orang lain di dunia. 

Teman imajiner ada semata-mata dalam kesadaran subjektif 

anak ini , dan saat  anak tumbuh dewasa dan berhenti 

memercayainya, teman imajiner itu pun hilang.

Fenomena intersubjektif yaitu  sesuatu yang ada dalam 

jaringan komunikasi yang menghubungkan kesadaran subjektif 

banyak individu. Jika satu individu mengubah keyakinannya, 

atau bahkan meninggal, maknanya tidak signifikan. Namun, jika 

sebagian besar individu dalam jaringan itu mati atau mengubah 

keyakinannya, fenomena intersubjektif akan bermutasi atau 

menghilang. Fenomena intersubjektif bukan penipuan jahat 


 

140

maupun kepura-puraan tak bermakna. Keberadaannya memang 

berbeda dengan fenomena fisik seperti radioaktif, namun  

dampaknya pada dunia masih tetap besar. Banyak pengendali 

sejarah paling penting bersifat intersubjektif: hukum uang, dewa, 

negara.

Peugeot, misalnya bukanlah teman imajiner dari CEO 

Peugeot. Perusahaan itu ada dalam imajinasi bersama jutaan 

orang. CEO memercayai eksistensi perusahaan itu sebab  dewan 

direkturnya juga memercayainya, sebagaimana banyak pengacara 

perusahaan, sekretaris di kantor, para kasir bank, dan para 

pialang di pasar saham, serta dealer-dealer mobil dari Prancis 

sampai Australia. Jika CEO sendiri tiba-tiba berhenti memercayai 

eksistensi Peugeot, dia dengan cepat akan mendarat di rumah 

sakit jiwa dan seseorang akan menduduki jabatannya.

Demikian pula, dolar, hak asasi manusia, dan Amerika 

Serikat ada dalam imajinasi bersama miliaran orang, dan tak 

seorang pun individu bisa mengancam eksistensinya. Jika saya 

sendirian berhenti memercayai dolar, hak asasi manusia, atau 

Amerika Serikat, tak akan berarti apa-apa. Tatanan-tatanan 

yang diimajinasikan ini bersifat intersubjektif sehingga untuk 

mengubahnya kita harus secara serempak mengubah kesadaran 

miliaran orang, sesuatu yang tidak mudah. Sebuah perubahan 

untuk ukuran sebesar itu hanya bisa dikerjakan dengan bantuan 

organisasi yang kompleks, seperti partai politik, gerakan ideologis, 

atau aliran keagamaan. Namun, dalam rangka membentuk 

organisasi yang kompleks semacam itu perlu meyakinkan banyak 

orang asing untuk mau bekerja sama satu dengan yang lain. 

Dan, ini hanya akan terjadi jika orang-orang asing ini  

memercayai mitos yang sama. Maka dari itu, untuk mengubah 

sebuah tatanan yang diimajinasikan, kita harus pertama-tama 

meyakini sebuah alternatif tatanan yang diimajinasikan.

Untuk menghilangkan Peugeot, misalnya, kita perlu 

mengimajinasikan sesuatu yang lebih kuat, seperti sistem hukum 

Prancis. Dalam rangka menghilangkan sistem hukum Prancis, 

kita perlu mengimajinasikan sesuatu yang lebih kuat lagi, seperti 

negara Prancis. Dan, jika kita ingin menghilangkannya juga, kita 


Membangun Piramida

141

harus mengimajinasikan sesuatu yang jauh lebih kuat lagi.

Tidak ada jalan untuk membebaskan diri dari tatanan yang 

diimajinasikan. saat  kita menghancurkan penjara kita, dan 

berlari menuju kebebasan, kita sesungguhnya berlari menuju 

halaman yang lebih luas dari penjara yang lebih besar.



Evolusi tidak membekali manusia dengan kemampuan untuk 

bermain sepak bola. Benar, ia memproduksi kaki untuk 

menendang, siku untuk menyikut, dan mulut untuk memaki, 

namun  dengan semua itu yang bisa kita lakukan mungkin yaitu  

latihan melakukan tendangan penalti sendiri. Untuk masuk ke 

sebuah pertandingan dengan orang asing yang kita temukan di 

halaman sekolah pada sore hari, kita tidak hanya harus bekerja 

secara terpadu dengan rekan satu tim yang mungkin belum 

pernah kita jumpai sebelumnya, namun  kita juga harus tahu bahwa 

11 pemain di tim lawan bermain dengan aturan yang sama. 

Binatang lain yang melibatkan pihak asing dalam ritual agresi 

pada umumnya melakukan itu berdasarkan naluri—anak anjing 

di seluruh dunia memiliki aturan bermain pura-pura berkelahi 

yang tertanam kuat dalam gen mereka. Namun, manusia remaja 

tak punya gen untuk bermain sepak bola. Ide ini sepenuhnya 

imajiner, namun  jika setiap orang punya pandangan demikian, 

kita semua bisa memainkan permainan itu.

Hal yang sama berlaku, dalam skala lebih besar, kerajaan-

kerajaan, gereja-gereja, dan jaringan perdagangan, dengan satu 

perbedaan penting. Aturan sepak bola relatif sederhana dan 

ringkas, sangat mirip dengan aturan kerja sama dalam sebuah 

kawanan pengembara atau desa kecil. Setiap pemain bisa dengan 

mudah menyimpannya dalam otak dan masih punya ruang untuk 

lagu-lagu, gambar-gambar, dan daftar belanja. Namun, dalam 

hal ini sistem-sistem besar yang bekerja sama melibatkan bukan 

hanya dua puluh dua, melainkan ribuan, bahkan jutaan manusia, 

membutuhkan penanganan dan penyimpanan informasi dalam 



jumlah sangat besar, jauh lebih besar dari yang bisa disimpan 

dan diproses oleh otak satu manusia.

warga -warga  besar yang ditemukan dalam 

beberapa spesies lain, seperti semut dan lebah, bersifat stabil 

dan lentur sebab  sebagian besar informasi yang dibutuhkan 

untuk mempertahankannya tersimpan dalam gen. Misalnya, 

satu larva lebah madu perempuan, bisa tumbuh untuk menjadi 

ratu atau pekerja, tergantung pada makanan yang diasupkan 

kepadanya. DNA-nya memprogram perilaku-perilaku yang 

diperlukan untuk kedua peran itu—entah itu etiket keratuan 

atau kerajinan proletar. Sarang lebah bisa menjadi sruktur sosial 

yang sangat kompleks, berisi banyak jenis pekerja yang berbeda-

beda—pemanen, perawat, dan pembersih, misalnya. Namun, 

sejauh ini riset gagal mengidentifikasi lebah-lebah pengacara. 

Lebah tidak butuh pengacara sebab  tidak ada bahaya misalnya 

ada yang berusaha melanggar konstitusi sarang lebah dengan 

mengambil hak lebah pembersih untuk hidup, hak kebebasan, 

dan hak mencari kebahagiaan.

namun  manusia melakukan hal-hal semacam itu 

sepanjang waktu. sebab  tatanan sosial Sapiens diimajinasikan, 

manusia tidak bisa mengamankan informasi penting untuk 

menjalankannya dengan hanya membuat salinan DNA mereka 

dan menurunkan DNA itu kepada keturunan mereka. Sebuah 

upaya sadar harus dilakukan untuk memelihara hukum, peraturan, 

prosedur, tingkah laku, kalau tidak ingin tatanan sosial itu runtuh 

dengan cepat. Misalnya, Raja Hammurabi memutuskan bahwa 

orang dibagi menjadi kalangan atas, orang biasa, dan budak. Ini 

bukan pembagian alamiah—tidak ada jejak itu dalam gen manusia. 

Jika orang-orang Babylonia tak bisa menjaga “kebenaran” ini 

dalam pikiran mereka, warga  akan berhenti berfungsi. 

Demikian pula, saat  Hammurabi mewariskan DNA kepada 

keturunannya, itu tidak otomatis menanam aturan yang dia buat 

bahwa seseorang dari kalangan atas yang membunuh perempuan 

biasa harus membayar 30 shekel perak. Hammurabi harus 

secara sengaja mengajari para putranya tentang hukum dalam 

imperium, kemudian para putra dan cucu-cucunya melakukan 

hal yang sama.

Imperium-imperium menghasilkan informasi dalam 

jumlah sangat besar. Di luar urusan hukum, imperium harus 

menyimpan catatan-catatan tentang transaksi dan pajak, inventaris 

peralatan militer dan kapal-kapal dagang, dan kalender festival 

dan kemenangan-kemenangan. Selama jutaan tahun, orang 

menyimpan informasi di satu tempat saja—otak mereka. Sayang 

sekali, otak manusia bukanlah alat penyimpan yang baik untuk 

database seukuran imperium sebab  tiga alasan utama. Pertama, 

kapasitasnya terbatas. Benar, sebagian orang memiliki daya ingat 

yang mengagumkan, dan pada masa kuno ada kaum profesional 

penghafal yang bisa menyimpan di kepala mereka topografi 

dari seluruh provinsi dan undang-undang semua negara bagian. 

Meskipun demikian, ada batas yang tak bisa dilampaui oleh 

para mnemonic ulung sekalipun. Seorang pengacara mungkin 

hafal di luar kepala seluruh isi undang-undang Persemakmuran 

Massachusetts, namun  mungkin tidak hafal perincian setiap 

putusan pengadilan yang terjadi di Massachusetts sejak peristiwa 

Pengadilan Kota Sihir Salem (Salem Witch Trials).

Kedua, manusia mati dan otak mereka mati bersamanya. 

Setiap informasi yang disimpan di satu otak akan terhapus dalam 

waktu kurang dari seabad. Tentu saja, dimungkinkan untuk 

meneruskan ingatan satu otak ke otak lain, namun  setelah beberapa 

transmisi, informasi cenderung menjadi kabur atau hilang.

Ketiga, dan yang paling penting, otak manusia sudah 

teradaptasi untuk menyimpan dan memproses jenis-jenis informasi 

tertentu. Untuk bertahan hidup, para pemburu-penjelajah kuno 

harus mengingat bentuk-bentuk, kualitas, dan pola-pola perilaku 

ribuan spesies tumbuhan dan binatang. Mereka harus mengingat 

bahwa satu jamur keriput berwarna kuning yang tumbuh pada 

musim gugur di bawah pohon ulmus kemungkinan paling 

beracun, sedang  jamur serupa yang tumbuh pada musim 

dingin di bawah pohon ek bagus untuk pengobatan sakit perut. 

Para pemburu-penjelajah juga harus selalu mengingat pendapat-

pendapat dan hubungan-hubungan beberapa puluh anggota 

kawanan. Jika Lucy membutuhkan bantuan seorang anggota 

kawanan untuk menghentikan gangguan John, penting bagi dia 

untuk mengingat bahwa John bertengkar dengan Mary pekan lalu, 



dan dengan demikian Mary bisa menjadi sekutu yang antusias. 

Akibatnya, tekanan-tekanan evolusi mengadaptasi otak manusia 

untuk menyimpan jumlah besar informasi tumbuh-tumbuhan, 

binatang, topografi, dan sosial.

namun  saat  warga -warga  yang sangat 

kompleks mulai muncul setelah kedatangan Revolusi Agrikultur, 

jenis baru informasi menjadi vital—angka. Para pengembara 

tidak pernah diwajibkan untuk menangani data matematis dalam 

jumlah besar. Tak ada pengembara yang perlu mengingatnya, 

katakanlah, jumlah buah di setiap pohon di hutan. Jadi, otak 

manusia tidak beradaptasi untuk menyimpan dan memproses 

angka-angka. Namun, untuk menjaga sebuah kerajaan besar, data 

matematis yaitu  vital. Tidak pernah cukup dengan membuat 

undang-undang dan menceritakan cerita-cerita tentang dewa-

dewa penjaga. Seseorang juga harus mengumpulkan pajak. 

Untuk memajaki ratusan ribu orang, harus ada pengumpulan 

data tentang pendapatan dan harta benda orang-orang; data 

tentang pembayaran-pembayaran yang dilakukan; data tentang 

tunggakan-tunggakan; data tentang utang dan denda; data tentang 

diskon dan potongan. Belum lagi jutaan data kecil, yang harus 

disimpan dan diproses. Tanpa kapasitas ini, negara tidak akan 

pernah tahu apa sumber daya yang dimilikinya dan sumber daya 

mana lagi yang bisa dialirkan. Jika menghadapi kebutuhan untuk 

menghafal, mengingat kembali, dan menangani semua angka 

ini, sebagian besar otak manusia akan overdosis dan tertidur. 

Batasan mental ini membengkakkan ukuran dan kompleksitas 

kumpulan manusia. saat  jumlah orang dan properti di satu 

warga  tertentu melintasi batas kritis, maka menjadi perlu 

untuk menyimpan dan memproses data matematis dalam jumlah 

besar. sebab  otak manusia tak bisa melakukannya, sistem pun 

runtuh. Selama ribuan tahun setelah Revolusi Agrikultur, jaringan 

sosial manusia tetap relatif kecil dan sederhana.

Yang pertama bisa mengatasi masalah itu yaitu  warga  

Sumeria kuno, yang hidup di wilayah selatan Mesopotamia. Di 

sana, sengatan Matahari yang menimpa dataran subur berlumpur 

menghasilkan panen-panen melimpah dan kota-kota yang 

makmur. Saat jumlah penghuni tumbuh, begitu pula jumlah 

informasi yang dibutuhkan untuk mengoordinasi urusan-urusan 

mereka. Antara tahun 3500 SM sampai 3000 SM, orang-orang 

genius Sumeria yang tak dikenal menemukan sebuah sistem untuk 

menyimpan dan memproses informasi di luar otak mereka, yang 

dibuat sesuai pesanan untuk menangani data matematis dalam 

jumlah besar. Dengan demikian, orang-orang Sumeria melepaskan 

tatanan sosial mereka dari batasan otak manusia, membuka jalan 

bagi munculnya kota-kota, kerajaan-kerajaan, dan imperium-

imperium. Sistem pemrosesan data yang ditemukan oleh orang 

Sumeria itu disebut “tulisan”.

Tertanda, Kushim

Menulis yaitu  sebuah metode menyimpan informasi melalui 

tanda-tanda material. Sistem tulisan Sumeria melakukan itu 

dengan menggabungkan dua jenis tanda, yang dicetak pada 

lempengan tanah liat. Salah satu jenis tanda merepresentasikan 

jumlah. Ada tanda untuk 1, 10, 60, 600, 3.600 dan 36.000. 

(Orang Sumeria memakai  satu kombinasi sistem angka basis 

6 dan basis 10). Sistem basis 6 mereka memberi kita beberapa 

warisan penting, seperti pembagian hari menjadi dua puluh 

empat jam dan besar lingkaran menjadi 360 derajat). Jenis tanda 

lain merepresentasi orang, binatang, barang dagangan, teritori, 

tanggal, dan seterusnya. Dengan menggabungkan kedua jenis 

tanda orang-orang Sumeria mampu menyimpan jauh lebih banyak 

data ketimbang otak manusia mana pun untuk mengingat dan 

rantai DNA mana pun untuk menyimpan kode.

Pada tahap awal ini, tulisan terbatas pada fakta-fakta dan 

angka-angka. Novel hebat Sumeria, seandainya ada, tidak mungkin 

bisa dicukupi oleh lempengan-lempengan tanah liat. Menulis 

menelan banyak waktu dan publik pembaca masih minim, jadi 

tak ada orang yang punya alasan memakai nya selain untuk 

menyimpan catatan. Jika kita mencari kata-kata bijak pertama 

yang sampai kepada kita dari para leluhur kita, 5.000 tahun lalu, 

kita akan sangat kecewa. Pesan paling awal yang ditinggalkan para 

leluhur untuk kita baca, misalnya, “29.086 ukuran jelai 37 bulan 

Kushim”. Pembacaan paling mungkin atas kalimat ini yaitu : 



“Sebanyak 29.086 ukuran jelai diterima dalam kurun waktu 37 

bulan. Tertanda, Kushim”. Sayang, naskah-naskah pertama dalam 

sejarah tidak berisi pandangan-pandangan filosofis, tak ada syair, 

legenda, hukum, atau bahkan kemenangan-kemenangan istana. 

Tulisan-tulisan itu yaitu  dokumen-dokumen membosankan 

tentang ekonomi, catatan pembayaran pajak, akumulasi utang, 

dan kepemilikan harta benda.

 

19. Sebuah tablet tanah liat dengan teks pemerintahan dari 

Kota Uruk, 3400–3000 SM. “Kushim” mungkin nama generik 

dari sebuah jabatan kantor atau nama individu tertentu. Jika 

Kushim benar-benar seseorang, dia mungkin orang pertama 

dalam sejarah yang namanya kita kenal! Semua nama yang 

tertulis dalam sejarah manusia—Neanderthal, Natufia, Chauvet 

Cave, Göbekli Tepe—yaitu  temuan-temuan modern. Kita 

tidak mengetahui nama yang sesungguhnya dipakai oleh 

para pembangun Göbekli Tepe untuk menyebut tempat itu. 

Dengan munculnya tulisan, kita mulai mendengar sejarah 

melalui telinga-telinga para protagonisnya. saat  para tetangga 

Kushim memaki dia, mereka mungkin berteriak “Kushim!” Itu 

menunjukkan kepada kita bahwa nama pertama yang tercatat 

dalam sejarah yaitu  milik akuntan, bukan seorang nabi, 

penyair, atau penakluk besar.

Salah satu jenis teks lain yang selamat dari masa kuno ini, 

dan tak kalah menariknya: daftar kata, yang disalin dan terus 

disalin oleh calon-calon juru tulis sebagai latihan. Bahkan, 

seorang murid yang bosan, yang ingin menuliskan salah satu 

puisinya, daripada menyalin catatan penjualan, tak mungkin bisa 

melakukannya. Tulisan awal Sumeria yaitu  aksara parsial, bukan 

aksara penuh. Aksara penuh artinya sebuah sistem tanda material 

yang bisa merepresentasi bahasa lisan secara sempurna atau 

mendekati sempurna. Oleh sebab  itu, ia bisa mengekspresikan 

segala hal yang ingin dikatakan orang, termasuk puisi. Aksara 

parsial, di sisi lain, yaitu  sistem tanda material yang hanya 

bisa merepresentasi jenis-jenis informasi tertentu, dari bidang 

aktivitas yang terbatas. Aksara latin, aksara hieroglif Mesir, dan 

Braille yaitu  aksara penuh. Anda bisa memakai nya untuk 

menulis register pajak, puisi cinta, Artikel  sejarah, resep makanan, 

dan hukum bisnis. Sebaliknya, aksara awal Sumeria, seperti 

     B

ahasa Tulis

    A

ksara Parsial

Puisi 1+1=2 Sistem perpajakan

Aksara parsial tidak bisa mengekspresikan seluruhan spektrum bahasa 

lisan, namun  ia bisa mengekspresikan hal-hal yang berada di luar 

jangkauan bahasa lisan. Aksara parsial seperti Sumeria dan aksara 

matematika tidak bisa dipakai  untuk menulis puisi, namun  bisa 

dipakai  untuk menyimpan catatan-catatan pajak secara sangat 

efektif.



lambang-lambang matematika modern dan notasi musik, yaitu  

aksara parsial. Anda bisa memakai  aksara matematika untuk 

melakukan penghitungan, namun  Anda tidak bisa memakai nya 

untuk puisi-puisi cinta.

Tak masalah bagi orang-orang Sumeria bahwa aksara 

mereka tak cocok untuk menulis puisi. Mereka memang tidak 

menciptakan aksara itu untuk menyalin bahasa lisan, namun  lebih 

untuk melakukan sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh bahasa 

lisan. Ada sejumlah budaya, seperti Andes pra-Columbia, yang 

hanya memakai  aksara parsial dalam keseluruhan rentang 

sejarah mereka, tak terpengaruh oleh keterbatasan aksara mereka 

dan tak merasa memerlukan versi penuh. Aksara Andea sangat 

berbeda dari aksara Sumeria. Malah, ia begitu berbeda sehingga 

banyak orang berpendapat itu sama sekali bukan aksara. Ia tidak 

ditulis di atas lempengan tanah liat atau lembar kertas, namun  

ditulis dengan simpul-simpul pengikat pada tali warna-warni yang 

20. Seorang pria membawa 

quipu, sebagaimana 

digambarkan dalam 

manuskrip Spanyol setelah 

jatuhnya Imperium Inca.



disebut quipu. Setiap quipu terdiri dari banyak tali bermacam-

macam warna, yang terbuat dari kayu atau kapas. Pada setiap 

tali, beberapa simpul diikatkan di tempat-tempat berbeda. Satu 

quipu tunggal terdiri dari ratusan tali dan ribuan simpul. Dengan 

mengombinasikan bermacam-macam simpul pada tali-tali yang 

berbeda dengan berbagai warna, dimungkinkan untuk mencatat 

jumlah besar data matematis yang terkait, misalnya, dengan 

pengumpulan pajak dan kepemilikan properti.1

Selama ratusan, mungkin ribuan tahun, quipu-quipu punya 

arti penting dalam urusan kota-kota, kerajaan-kerajaan, dan 

imperium-imperium.2 Puncaknya yaitu  pada masa Imperium 

Inca, yang mengatur 10–12 juta orang dan mencakup wilayah 

yang kini menjadi Peru, Ekuador, dan Bolivia, serta beberapa 

bagian Chile, Argentina, dan Kolombia. Berkat quipu, orang-

orang Inca bisa menyimpan dan memproses banyak sekali data, 

yang tanpanya mereka tak mungkin mampu menjaga mesin 

administrasi rumit yang dibutuhkan sebuah imperium sebesar itu.

Nyatanya, quipu begitu efektif dan akurat sehingga dalam 

tahun-tahun awal sejak penaklukan Spanyol atas Amerika 

Latin, orang-orang Spanyol sendiri memanfaatkan quipu dalam 

pekerjaan memerintah imperium baru mereka. Problemnya yaitu  

bahwa orang-orang Spanyol sendiri tidak tahu cara mencatat 

dan membaca quipu sehingga mereka bergantung pada para 

profesional lokal. Para penguasa baru kontinen itu menyadari 

bahwa ini menempatkan mereka pada posisi yang lemah—para 

ahli quipu pribumi bisa saja dengan mudah menyesatkan dan 

menipu para tuannya. Jadi, saat  dominion baru Spanyol 

menjadi lebih kokoh, quipu disingkirkan dan catatan-catatan 

imperium baru itu dibuat sepenuhnya dalam aksara dan angka 

latin. Sangat sedikit quipu yang selamat dari penjajahan Spanyol, 

dan sebagian besar yang tersisa sudah tak bisa dibaca lagi sebab , 

sayang sekali, seni membaca quipu sudah hilang.




Keajaiban Birokrasi

warga  Mesopotamia akhirnya mulai ingin menuliskan hal-

hal di luar data matematika yang monoton. Antara 3000 SM 

sampai 2500 SM lebih banyak tanda ditambahkan pada sistem 

Sumeria, pelan-pelan mentransformasinya menjadi aksara penuh 

yang kini kita sebut cuneiform*. Sampai dengan 2500 SM, raja-

raja memakai  cuneiform untuk mengeluarkan putusan, para 

pendeta memakai nya untuk mencatat kata-kata para dewa, 

dan penduduk berkedudukan di bawahnya memakai nya 

untuk menulis surat-surat pribadi. Kurang lebih pada saat yang 

sama, orang-orang Mesir mengembangkan aksara penuh yang 

dikenal sebagai hieroglif. Aksara penuh lainnya dikembangkan 

di China sekitar 1200 SM dan di Amerika Tengah sekitar 

1000–500 SM.

Dari pusat-pusat permulaan ini, aksara-aksara penuh 

menyebar jauh dan luas, mengambil berbagai macam bentuk 

baru dan tugas-tugas baru. Orang mulai menulis puisi, Artikel  

sejarah, roman, drama nubuat, dan Artikel  masak. Meskipun 

demikian, tugas utama tulisan tetap untuk menyimpan tumpukan 

data matematis, dan tugas itu tetap menjadi hak prerogatif 

aksara parsial. Injil Ibrani, Iliad Yunani, Mahabharata Hindu, 

dan Tripitika Buddha, semuanya bermula sebagai karya lisan. 

Selama beberapa generasi, karya-karya itu disebarkan secara 

lisan dan tetap akan tetap hidup sekalipun tulisan tidak pernah 

diciptakan. Namun, register-register pajak dan birokrasi yang 

rumit dilahirkan bersama-sama dengan aksara parsial, dan 

keduanya tetap tak terelakkan terhubung hingga kini seperti 

kembar siam—bayangkanlah entri-entri sandi komputer dalam 

database dan spreadsheet.

Dengan semakin banyaknya hal yang ditulis, dan terutama 

seiring tumbuhnya arsip pemerintahan sampai proporsi raksasa, 

problem-problem baru pun muncul. Informasi yang disimpan 

dalam otak seseorang mudah ditarik. Otak saya menyimpan 

miliaran bit data, namun  saya tak bisa dengan cepat, hampir 

* Aksara kuno Sumeria yang didominasi oleh bentuk-bentuk runcing.—penerj.


 

152

sesaat , mengingat nama ibu kota Italia, lalu sesaat kemudian 

mengingat lagi apa yang saya lakukan pada 11 September 

2001, kemudian merekonstruksi rute dari rumah saya menuju 

Universitas Hebrew di Yerusalem. Bagaimana persisnya cara 

kerja otak masih menjadi misteri, kecuali saat  Anda berusaha 

mengingat di mana Anda menaruh kunci mobil. Maka, bagaimana 

beratnya Anda mencari dan menarik informasi yang tersimpan 

pada tali-tali quipu atau lempeng-lempeng tanah liat? Kalau 

hanya 10 atau 100 lempeng, tak masalah. Namun, bagaimana 

jika jumlahnya ribuan, seperti yang dilakukan salah satu pewaris 

Hammurabi, Raja Zimrilim dari Mari?

Bayangkan sejenak bahwa sekarang yaitu  tahun 1776 

SM. Dua orang Mari berkelahi atas kepemilikan sebuah ladang 

gandum. Jacob menekankan bahwa dia membeli ladang itu dari 

Esau 30 tahun lalu. Esau menyanggah dan mengatakan bahwa dia 

sungguh menyewakan ladang itu kepada Jacob untuk masa waktu 

30 tahun, dan sekarang, waktu itu sudah habis, dia bermaksud 

mengambilnya kembali. Mereka berteriak-teriak dan bergumul, 

lalu mulai saling dorong sebelum menyadari bahwa mereka bisa 

mengatasi perselisihan dengan pergi ke arsip kerajaan, yang di 

dalamnya tersimpan rekaman tindakan dan tagihan penjualan, 

yang berlaku pada semua real estate kerajaan. Setibanya di 

sana, mereka dibawa dari satu pejabat ke pejabat lain. Mereka 

menunggu sampai beberapa kali menghabiskan teh herbal, dan 

diminta untuk datang lagi esoknya, dan akhirnya mereka dibawa 

oleh seorang petugas tampak merengut untuk mencari lempengan 

tanah liat mana yang relevan. Petugas membuka sebuah pintu 

dan membawa mereka memasuki sebuah ruang berisi deretan 

ribuan lempengan tanah liat di lantai dan dindingnya. Maka, tak 

mengherankan bila petugas itu merengut. Bagaimana dia harus 

menemukan lokasi catatan ladang gandum yang dipersengketakan 

itu 30 tahun lalu? Andaipun bisa ditemukan, bagaimana dia bisa 

mengecek silang untuk memastikan bahwa lempengan itu yaitu  

dokumen terakhir terkait dengan ladang ini ? Atau, ternyata 

dokumen itu hilang atau lumat kembali menjadi lumpur saat  

bocoran hujan mengalir ke arsip ini ?

Jelas, hanya dengan mencetak sebuah dokumen dengan 



153

tanah liat tidaklah cukup untuk menjamin pemrosesan data yang 

efisien, akurat, dan mudah. Itu membutuhkan metode-metode 

pengorganisasian seperti katalog, metode reproduksi seperti mesin 

fotokopi, metode penarikan cepat seperti algoritma komputer, 

dan para pustakawan arogan (namun  semoga saja periang) yang 

tahu bagaimana memakai  alat-alat ini.

Menciptakan metode-metode semacam itu terbukti jauh 

lebih sulit ketimbang menciptakan tulisan. Banyak sistem tulisan 

yang berkembang secara independen dalam budaya-budaya 

yang tempat dan masanya saling berjauhan. Setiap dekade para 

arkeolog menemukan beberapa aksara yang terlupakan. Sebagian 

mungkin terbukti bahkan lebih tua dari torehan-torehan tanah 

liat Sumeria. Namun, sebagian besar tetap menjadi keanehan 

sebab  mereka yang menciptakannya gagal menemukan cara-

cara yang efisien dalam menyusun katalog dan menarik data. 

Yang membuat istimewa Sumer, juga Mesir era Fir’aun, China 

kuno, dan Imperium Inca, yaitu  bahwa budaya-budaya ini 

mengembangkan teknik-teknik yang bagus dalam mengarsip, 

menyusun katalog, dan memunculkan kembali catatan-cataan 

tertulis. Budaya-budaya itu juga berinvestasi dalam sekolah untuk 

juru tulis, petugas, pustakawan, dan akuntan. Sebuah latihan 

menulis dari satu sekolah di Mesopotamia kuno yang ditemukan 

oleh para arkeolog modern, memberi kita gambaran sekilas 

tentang kehidupan murid-murid ini, sekitar 400 tahun lalu:

Saya masuk dan duduk, dan guru saya membaca saya. Dia berkata, 

“Ada sesuatu yang hilang!”

Dan dia mencambuk saya.

Salah satu dari orang-orang yang bertugas berkata, “Mengapa kamu 

membuka mulut tanpa izin saya?”

Dan dia mencambuk saya.

Salah satu yang bertugas dalam hal aturan berkata, “Mengapa kamu 

bangun tanpa izin saya?”

Dan dia mencambuk saya.

Penjaga gerbang berkata, “Mengapa kamu keluar tanpa izin saya?”


 

154

Dan dia mencambuk saya.

Penjaga kendi bir berkata, “Mengapa kamu meminum tanpa izin 

saya?”

Dan dia mencambuk saya.

Guru Sumeria berkata, “Mengapa kamu berbicara dengan bahasa 

Akkadia?”**

Dan dia mencambuk saya.

Guru saya berkata, “Tulisan tanganmu tidak bagus!”

Dan dia mencambuk saya.3

Para juru tulis kuno tidak hanya belajar membaca dan menulis, 

namun  juga belajar memakai  katalog, kamus, kalender, rumus-

rumus, dan tablet. Mereka belajar dan menginternalisasi teknik-

teknik membuat katalog, menarik, dan memproses informasi 

yang sangat berbeda dari yang dipakai  oleh otak. Dalam 

otak, semua data diasosiasikan secara bebas. saat  saya pergi 

bersama pasangan untuk menandatangani hipotek untuk rumah 

baru kami, saya diingatkan tentang tempat pertama yang kami 

tinggali bersama, yang mengingatkan saya pada bulan madu kami 

di New Orleans, yang mengingatkan saya pada aligator-aligator, 

yang mengingatkan saya pada naga-naga, yang mengingatkan 

saya pada The Ring of the Nibelungen, dan tiba-tiba, sebelum 

saya menyadarinya, saya menggumamkan lagu opera Siegfried 

Leitmotif ke petugas bank yang terbengong-bengong. Dalam 

birokrasi, beberapa benda harus disimpan terpisah. Ada satu 

laci untuk hipotek rumah, satu untuk sertifikat pernikahan, satu 

untuk register pajak, dan satu lagi untuk gugatan hukum. Kalau 

tidak, bagaimana Anda bisa menemukan sesuatu? Benda-benda 

yang bisa masuk lebih dari satu laci, seperti drama-drama musik 

Wagnerian (saya benar-benar menyusun dengan label “musik”, 

“teater”, atau mungkin menciptakan kategori baru sekaligus?) 

** Bahkan setelah Akkadia menjadi bahasa lisan, Sumeria tetap menjadi bahasa 

pemerintahan dan sebab  itu bahasa yang dicatat dalam tulisan. Para murid juru 

tulis sebab  itu harus berbicara bahasa Sumeria.



155

benar-benar bikin pusing kepala. Jadi, sepanjang waktu orang 

terus menambahkan, menghapus, dan mengatur kembali laci-laci.

Agar bisa berfungsi, orang-orang yang mengoperasikan 

sistem laci semacam itu harus diprogram-ulang untuk berhenti 

berpikir sebagai manusia, dan mulai berpikir sebagai petugas 

dan akuntan. Seperti yang diketahui siapa pun dari masa kuno 

sampai kini, para petugas dan akuntan berpikir dalam cara 

tidak manusiawi. Mereka berpikir seperti rak-rak berkas. Ini 

bukan kesalahan mereka. Jika mereka tidak berpikir seperti itu, 

laci-laci mereka akan tercampur-aduk dan mereka tidak akan 

mampu menyediakan layanan yang dibutuhkan pemerintahan, 

perusahaan, atau organisasi mereka. Dampak paling penting 

dari aksara pada sejarah manusia yaitu  benar-benar seperti 

ini: aksara pelan-pelan mengubah cara manusia memikirkan 

dan memandang dunia. Asosiasi bebas dan pemikiran holistik 

menyerah pada kompartementalisasi dan birokrasi.

Bahasa Angka-Angka

Dari abad ke abad, metode-metode birokratis pemrosesan data 

tumbuh semakin berbeda dari cara alamiah manusia dalam 

berpikir—dan semakin penting. Satu langkah pentingnya dibuat 

pada masa kurang lebih sebelum abad ke-19 M, saat  satu 

aksara parsial baru ditemukan, aksara yang bisa menyimpan 

dan memproses data matematis dengan efisiensi yang belum 

ada presedennya. Aksara parsial ini tersusun atas sembilan 

tanda, merepresentasi angka dari 0 sampai 9. Membingungkan, 

tanda-tanda ini dikenal sebagai angka Arab sekalipun sebetulnya 

ditemukan pertama kali oleh orang Hindu (bahkan lebih 

membingungkan lagi, orang-orang Arab modern memakai  

seperangkat angka yang tampak sangat berbeda dari angka-angka 

dari Barat). Namun, orang-orang Arab mendapatkan nama itu 

sebab  saat  mereka menginvasi India, mereka menemukan 

sistem itu, memahami kegunaannya, memperhalusnya, dan 

menyebarkannya ke seluruh Timur Tengah, kemudian Eropa. 

saat  beberapa tanda lain belakangan ditambahkan ke angka-

angka Arab (seperti tanda untuk penjumlahan, pengurangan, dan 

perkalian), basis notasi matematika modern pun lahir.

Meskipun sistem tulisan ini tetap merupakan aksara parsial, 

ia telah menjadi bahasa dominan dunia. Hampir semua negara, 

perusahaan, organisasi, dan institusi—entah mereka berbahasa 

Arab, Hindi, Inggris atau Norwegia—memakai  aksara 

matematika untuk mencatat dan memproses data. Setiap potongan 

informasi yang bisa diterjemahkan ke dalam aksara matematika 

disimpan, disebarkan, dan diproses dengan kecepatan dan efisiensi 

yang mencengangkan.

Sebuah persamaan untuk menghitung akselerasi massa dalam i di 

bawah pengaruh gravitasi, menurut teori Relativitas. Kalau menjumpai 

persamaan seperti itu, kebanyakan orang biasanya langsung panik 

dan beku seperti seekor rusa yang tertangkap sorot kendaraan yang 

melaju kencang. Reaksi itu alamiah, dan tidak berarti kurang cerdas 

atau kurang keingintahuan. Dengan pengecualian langka, otak manusia 

memang tak mampu memikirkan konsep-konsep seperti relativitas 

dan mekanika kuantum. Bagaimanapun, para ahli fisika berhasil 

melakukannya sebab  mereka mengesampingkan cara tradisional 

manusia dalam berpikir, dan belajar berpikir dengan cara baru dengan 

bantuan sistem pemrosesan data eksternal. Bagian-bagian krusial dari 

proses pemikiran mereka berlangsung tidak dalam kepala, namun  dalam 

komputer atau papan-papan tulis di ruang kelas.

Seseorang yang ingin memengaruhi keputusan pemerintah, 

organisasi, dan perusahaan sebab  itu harus belajar berbicara 

dalam angka-angka. Para ahli mampu mengerjakan dengan 

cara terbaik bahkan untuk menerjemahkan ide-ide seperti 

“kemiskinan”, “kebahagiaan”, dan “kejujuran” menjadi angka-

angka (“garis kemiskinan”, tingkat kesejahteraan subjektif, 

“peringkat utang”). Seluruh bidang pengetahuan, seperti fisika 

dan teknik, sudah kehilangan hampir seluruh sentuhan dengan 

bahasa lisan manusia, dan dipelihara semata-mata oleh aksara 

matematik.

Yang lebih mutakhir, aksara matematika telah membangkitkan 

bahkan sebuah sistem tulisan yang revolusioner, aksara biner 

komputerisasi yang hanya terdiri dari dua tanda: 0 dan 1. Kata-

kata yang sedang saya ketik di papan ketik saya ditulis dalam 

komputer saya dengan kombinasi-kombinasi berbeda dari tanda 

0 dan 1.

Tulisan dilahirkan sebagai pembantu kesadaran manusia, 

namun  semakin menjadi tuan. Komputer-komputer kita kesulitan 

memahami bagaimana Homo sapiens berbicara, merasa, dan 

bermimpi. Jadi, kita mengajari Homo sapiens untuk berbicara, 

merasa, dan bermimpi dalam bahasa angka-angka, yang bisa 

dipahami oleh komputer.

Dan, ini bukan akhir dari kisahnya. Pengetahuan di bidang 

kecerdasan artifisial sedang berusaha menciptakan suatu jenis 

kecerdasan yang semata-mata didasarkan pada aksara biner 

komputer. Film-film fiksi-sains seperti The Matrix dan The 

Terminator menceritakan sebuah hari saat  aksara biner 

menanggalkan gandar kemanusiaan. saat  manusia berusaha 

mengambil kembali kendali atas aksara yang binal itu, aksara 

merespons dengan berusaha menyapu ras manusia. 


Tiada Keadilan 

dalam Sejarah

Memahami sejarah manusia pada milenium-milenium sesudah 

Revolusi Agrikultur bermuara pada satu pertanyaan tunggal: 

bagaimana manusia mengorganisasi diri dalam jaringan-jaringan 

kerja sama massal, saat  mereka tak punya naluri biologis 

yang diperlukan untuk memelihara jaringan- jaringan seperti itu? 

Jawaban singkatnya yaitu  manusia menciptakan tatanan-tatanan 

yang diimajinasikan dan merancang aksara-aksara. Kedua ciptaan 

ini mengisi jurang yang ditinggalkan oleh warisan biologis kita.

Meskipun demikian, kemunculan jaringan-jaringan ini, bagi 

banyak orang, yaitu  sebuah berkah yang meragukan. Tatanan-

tatanan yang diimajinasikan pemelihara jaringan-jaringan itu 

tidaklah netral dan tidak pula adil. Tatanan-tatanan itu membagi 

orang ke dalam kelompok-kelompok seolah-olah, yang disusun 

dalam suatu hierarki. Tingkatan-tingkatan atas menikmat hak-

hak istimewa, sedang  tingkatan-tingkatan bawah tertimpa 

diskriminasi dan penindasan. Undang-Undang Hammurabi, 

misalnya, menciptakan tata tingkatan golongan kelas atas, orang 

biasa, dan budak. Kelas atas mendapatkan semua kebaikan dalam 

hidup. Orang biasa mendapatkan sisanya. Budak mendapat 

pukulan jika mengeluh.

Meskipun ada pernyataan kesetaraan semua orang, tatanan 

yang diimajinasikan oleh orang Amerika pada 1776 juga 

menciptakan hierarki. Ia menciptakan hierarki antara kaum 

pria, yang diuntungkan, dan kaum wanita, yang tak berdaya. 

Ia menciptakan hierarki antara kulit putih, yang menikmati 

kebebasan, dan kulit hitam serta Indian Amerika, yang dianggap 

sebagai manusia dari golongan rendah sehingga tidak memiliki 


Tiada Keadilan dalam Sejarah

159

kesamaan hak-hak sebagai manusia. Banyak dari mereka yang 

ikut menandatangani Deklarasi Kemerdekaan yaitu  pemilik 

budak. Mereka tidak membebaskan budak saat menandatangani 

Deklarasi, tidak juga menganggap diri mereka hipokrit. Dalam 

pandangan mereka, hak-hak manusia tak banyak berhubungan 

dengan Negro.

Tatanan Amerika itu juga mengonsentrasikan hierarki antara 

yang kaya dan yang miskin. Sebagian besar orang Amerika pada 

masa itu tak terlalu ambil pusing dengan problem ketidaksetaraan 

akibat orang-orang kaya yang menurunkan uang dan bisnisnya 

kepada anak-anak mereka. Dalam pandangan mereka, kesetaraan 

hanya bermakna bahwa undang-undang berlaku sama pada orang 

kaya maupun yang miskin. Kesetaraan tidak ada urusan dengan 

santunan pengangguran, pendidikan terintegrasi atau asuransi 

kesehatan. Kebebasan juga memiliki konotasi yang sangat berbeda 

dari masa kini. Pada 1776, kebebasan tidak berarti bahwa kaum 

papa (tentu saja kulit hitam, Indian, atau—yang dilarang Tuhan—

perempuan) boleh mendapatkan dan menjalankan kekuasaan. 

Kebebasan semata-mata berarti bahwa negara tidak bisa, kecuali 

dalam keadaan tak biasa, menyita properti pribadi penduduk 

atau memerintahkannya berbuat sesuatu dengan propertinya. 

Dengan demikian, tatanan Amerika menjunjung tinggi hierarki 

kekayaan, yang dipandang oleh sebagian orang sebagai mandat 

dari Tuhan, dan oleh sebagian lain dilihat sebagai hukum alam 

yang tak bisa diubah. Alam dipandang telah menganugerahkan 

keberuntungan kekayaan dan menghukum kemalasan.

Pembedaan-pembedaan yang disebutkan di atas—antara orang 

bebas dan budak, antara kulit putih dan kulit hitam, antara yang 

kaya dan miskin—berakar dalam fiksi-fiksi. (Hierarki laki-laki dan 

perempuan akan dibahas kemudian.) Meskipun demikian, sejarah 

punya hukum besi bahwa setiap tatanan yang diimajinasikan 

mengingkari asal-usul fiksinya dan mengklaim sebagai alamiah 

dan tak terelakkan. Misalnya, banyak orang dengan pandangan 

hierarki orang bebas dan budak sebagai alamiah dan benar 

berpendirian bahwa perbudakan bukanlah ciptaan manusia. 

Hammurabi memandangnya sebagai pentahbisan oleh para dewa. 

Aristoteles memandang bahwa para budak memiliki “sifat budak” 


 

160

sedang  orang bebas memiliki “sifat bebas”. Status mereka 

dalam warga  semata-mata merupakan cerminan dari sifat 

dalam diri mereka.

Tanyalah kaum beraliran supremasi kulit putih tentang hierarki 

ras, maka Anda segera mendapatkan kuliah pseudosaintifik 

berkaitan dengan perbedaan-perbedaan biologis antar ras. 

Kemungkinan Anda akan diberi tahu bahwa ada sesuatu dalam 

darah atau gen Kaukasia yang membuat kulit putih secara alamiah 

lebih pintar, lebih bermoral, dan lebih kerja keras. Tanyalah para 

pembela sengit kapitalis tentang hierarki kekayaan, dan Anda 

kemungkinan akan mendengar bahwa hierarki itu merupakan 

hasil tak terelakkan dari perbedaan-perbedaan objektif dalam 

hal kemampuan. Orang kaya memiliki uang lebih banyak, 

menurut pandangan ini sebab  mereka lebih mampu dan lebih 

21. Sebuah tanda di pantai Afrika Selatan dari periode Apartheid, 

membatasi penggunaannya hanya untuk kulit “putih”. Orang-

orang berkulit lebih cerah memang lebih rentan terhadap bahaya 

sengatan Matahari ketimbang orang berkulit gelap. Meskipun 

demikian, tidak ada logika biologi di balik pembedaan pantai-

pantai di Afrika Selatan. Pantai-pantai yang dikhususkan bagi 

orang berkulit cerah tak memiliki ciri tingkat radiasi ultraviolet 

lebih rendah.


Tiada Keadilan dalam Sejarah

161

rajin. Tak semestinya orang mempermasalahkan jika orang kaya 

mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, pendidikan 

yang lebih baik, dan gizi yang lebih baik. Orang kaya sungguh 

pantas menerima setiap kegembiraan yang mereka nikmati.

Orang-orang Hindu yang patuh pada sistem kasta percaya 

bahwa kekuatan kosmos telah membuat satu kasta lebih tinggi 

dari kasta lain. Menurut sebuah mitos terkenal yang diciptakan 

orang Hindu, para dewa mendandani dunia dengan tubuh satu 

makhluk purba, Purusa. Matahari diciptakan dari mata Purusa, 

bulan dari otak Purusa, kaum Brahmana dari mulutnya, Kesatria 

dari tangannya, Vaishya (petani dan pedagang) dari pahanya, 

dan Shudra (pelayan) dari kakinya. Menerima penjelasan ini dan 

perbedaan-perbedaan sosiopolitik antara kaum Brahmana dan 

Shudra yaitu  sama alamiah dan abadinya dengan perbedaan 

antara Matahari dan Bulan.1 Orang China kuno percaya bahwa 

saat  Dewi Nü Wa menciptakan manusia dari tanah, dia memeras 

dari tanah kuning yang bagus untuk kaum aristokrat, sedang  

orang biasa dibuat dari lumpur cokelat.2

Meskipun demikian, sebagai pemahaman yang terbaik bagi 

kita, hierarki-hierarki ini yaitu  produk dari imajinasi manusia. 

Kaum Brahmana dan Shudra tidak benar-benar diciptakan oleh 

para dewa dari berbagai bagian tubuh makhluk purba. Namun, 

pembedaan antara kedua kasta itu diciptakan oleh hukum dan 

norma-norma yang diciptakan manusia di India utara sekitar 

3.000 tahun lalu. Bertentangan dengan pandangan Aristoteles, 

tidak ada yang namanya perbedaan biologis antara budak dan 

orang merdeka. Hukum dan norma manusia mengubah sebagian 

orang menjadi budak dan sebagian lain menjadi tuan. Antara 

kulit hitam dan putih memang ada perbedaan objektif biologis, 

seperti warna kulit dan jenis rambut, namun  tidak ada bukti 

objektif bahwa perbedaan itu meluas ke masalah intelegensia 

dan moralitas.

Sebagian besar orang mengklaim bahwa hierarki sosial mereka 

yaitu  alamiah sedang  di warga  lain didasarkan pada 

kriteria-kriteria palsu yang menggelikan. Orang-orang Barat 

modern diajari untuk mencela pemikiran tentang hierarki rasial. 

Mereka terguncang oleh hukum yang melarang kulit hitam hidup 


 

162

dalam perkampungan kulit putih, belajar di sekolah-sekolah 

kulit putih, atau dirawat di rumah sakit kulit putih. Namun, 

hierarki kaya dan miskin—mandat yang membuat orang kaya 

hidup di perkampungan terpisah dan lebih mewah, belajar 

terpisah di sekolah-sekolah yang lebih prestisius, dan menerima 

perawatan medis terpisah di fasilitas-fasilitas kesehatan dengan 

perlengkapan lebih baik—tampak sangat masuk akal bagi banyak 

orang Amerika dan Eropa. Meskipun demikian, sudah terbukti 

bahwa kebanyakan orang kaya yaitu  sebab  sebab sederhana, 

bahwa mereka dilahirkan dalam keluarga kaya, sedang  orang 

miskin tetap miskin sepanjang hidup sebab  dilahirkan dalam 

keluarga miskin.

Sayang sekali, warga -warga  manusia yang 

kompleks tampak membutuhkan hierarki yang diimajinasikan 

dan diskriminasi yang tidak adil. Tentu saja tak semua hierarki 

identik secara moral, dan sebagian warga  menderita dari 

jenis diskriminasi yang lebih ekstrem ketimbang yang lain. 

Namun, para ahli tahu tentang tiadanya warga  besar yang 

mampu menghilangkan diskriminasi sekaligus. Dari waktu ke 

waktu orang menciptakan tatanan dalam warga  mereka 

dengan mengklasifikasi populasi menjadi kategori-kategori 

yang diimajinasikan, seperti kelas atas, orang biasa dan budak; 

kulit putih dan kulit hitam; bangsawan dan warga  biasa; 

Brahmana dan Shudra; atau kaya dan miskin. Kategori-kategori 

ini meregulasi hubungan-hubungan antara jutaan manusia dengan 

membuat sebagian orang lebih tinggi secara hukum, politik, 

maupun sosial atas sebagian lainnya.

Hierarki memiliki satu fungsi penting. Hierarki memungkinkan 

orang-orang yang benar-benar tidak saling mengenal tahu 

caranya memperlakukan sesama tanpa membuang-buang waktu 

dan energi yang dibutuhkan untuk kenal secara pribadi. Dalam 

Pygmalion karya George Bernard Shah, Henry Higgins tak 

perlu melakukan perkenalan intim dengan Eliza Doolittle agar 

bisa memahami bagaimana dia harus berhubungan dengan 

perempuan itu. Hanya dengan mendengarkannya berbicara, ia 

tahu bahwa perempuan itu berasal dari golongan rendah yang 

bisa dia perlakukan sekehendaknya—misalnya, memakai  dia 


Tiada Keadilan dalam Sejarah

163

sebagai dadu dalam taruhan untuk meloloskan seorang gadis 

penjual bunga menjadi seorang putri. Seorang Eliza modern 

yang bekerja di toko bunga perlu tahu berapa banyak yang 

harus dia usahakan untuk menjual mawar dan gladiola kepada 

puluhan orang yang memasuki tokonya setiap hari. Dia tak bisa 

melakukan penelisikan mendetail tentang selera dan isi dompet 

setiap individu, namun  dia bisa memakai  isyarat-isyarat 

sosial—cara orang berpakaian, usianya, dan (kalau tak takut 

jadi perkara besar) warna kulitnya, untuk membedakan mana 

partner perusahaan akuntansi yang suka pesan banyak mawar 

bertangkai panjang yang mahal untuk dikirim ke mamanya yang 

berulang tahun, mana kurir yang hanya mampu beli seikat aster 

untuk sekretaris yang manis senyumnya.

Tentu saja, perbedaan-perbedaan kemampuan secara alamiah 

memainkan peran dalam formasi perbedaan-perbedaan sosial. 

Namun, perbedaan sikap dan karakter seperti itu biasanya 

dimediasi oleh hierarki yang diimajinasikan. Ini terjadi dengan 

dua cara penting. Pertama dan paling utama, sebagian besar 

kemampuan harus diajarkan dan dikembangkan. Sekalipun 

seseorang dilahirkan dengan suatu bakat istimewa, bakat itu 

biasanya akan tetap laten jika tidak didorong, dipertajam, dan 

dilatih. Tak semua orang mendapat kesempatan yang sama 

untuk menggali dan memperbaiki kemampuan mereka. Entah 

mendapat kesempatan atau tidak, kesempatan seperti itu biasanya 

bergantung pada tempat mereka dalam hierarki warga  

yang diimajinasikan. Harry Potter yaitu  contoh yang bagus. 

Dienyahkan dari keluarga sihir terpandang dan diasuh oleh 

para gembel bodoh, dia tiba di Hogwarts tanpa pengalaman 

apa pun dalam sihir. Dia harus menghabiskan tujuh Artikel  untuk 

bisa meraih penguasaan kokoh atas kekuatan dan pengetahuan 

tentang kemampuan dirinya yang unik.

Kedua, andaipun orang-orang dari kelas-kelas yang berbeda 

mengembangkan kemampuan yang benar-benar sama, mereka 

tidak mungkin menikmati sukses yang sama