nganut Sejati
Tentu tak sedikit pembaca menggeliang-geliut di atas kursi
sewaktu membaca paragraf-paragraf tadi. Sebagian besar kita
pada masa kini memang dididik untuk bereaksi seperti itu.
Mudah untuk menerima bahwa Undang-Undang Hammurabi
yaitu sebuah mitos, namun kita tidak ingin mendengar bahwa
hak asasi manusia juga yaitu mitos. Jika orang-orang menyadari
bahwa hak asasi manusia hanya ada dalam imajinasi, adakah
bahaya yang memicu warga kita runtuh? Voltaire
berkata tentang Tuhan bahwa “tidak ada Tuhan, namun jangan
katakan kepada pelayan saya kalau tak ingin dia membunuh
saya malam ini”. Hammurabi mungkin akan berkata hal yang
sama tentang prinsip-prinsip hierarkinya, juga Thomas Jefferson
tentang hak asasi manusia. Homo sapiens tak punya hak-hak
alamiah, sebagaimana laba-laba, hiena dan simpanse juga tak
punya hak-hak alamiah. Namun, jangan katakan kepada para
pelayan kami kalau tak ingin mereka membunuh kami malam ini.
132
Ketakutan seperti itu bisa dibenarkan. Sebuah tatanan natural
yaitu tatanan yang stabil. Tak ada peluang bahwa gravitasi
akan berhenti berfungsi besok, bahkan jika orang-orang berhenti
memercayainya. Sebaliknya, sebuah tatanan yang diimajinasikan
selalu berisiko runtuh sebab ia tergantung pada mitos, dan mitos
musnah begitu orang berhenti memercayainya. Demi mengawal
sebuah tatanan yang diimajinasikan, upaya-upaya terus-menerus
dan keras wajib dilakukan. Sebagian dari upaya ini mengambil
bentuk kekerasan dan kekejaman. Angkatan perang, pasukan
polisi, pengadilan, dan penjara terus bekerja memaksa orang-
orang untuk bertindak sesuai dengan tatanan yang diimajinasikan.
Jika seorang Babylonia kuno membutakan tetangganya, kekerasan
biasanya diperlukan dalam rangka menegakkan hukum “mata
dibalas mata”. saat pada 1860 mayoritas penduduk Amerika
menyimpulkan bahwa budak-budak Afrika yaitu manusia dan
sebab itu harus menikmati hak kebebasan, dibutuhkan perang
saudara yang berdarah-darah untuk membuat negara-negara
bagian di Selatan tunduk patuh.
Meskipun demikian, sebuah tatanan yang diimajinasikan tidak
hanya bisa dipelihara dengan kekerasan. Ia juga membutuhkan
penganut sejati. Pangeran Talleyrand, yang memulai kariernya
yang mirip bunglon di bawah Louis XVI, belakangan mengabdi
kepada rezim revolusioner dan Napoleonik, dan membelotkan
kesetiaannya pada masa akhir kehidupan dengan bekerja
untuk monarki yang dipulihkan. Ia merangkum dekade-dekade
pengalamannya dalam pemerintahan dengan mengatakan, bahwa
“Anda bisa melakukan banyak hal dengan bayonet, namun agak
tidak nyaman untuk duduk di atasnya”. Satu orang pendeta
sering kali bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan
oleh 100 tentara—jauh lebih murah dan efektif. Lebih dari itu,
seberapa pun efisiennya bayonet, tetap harus ada orang yang
memakai nya. Mengapa harus tentara, sipir, hakim, dan
polisi yang mempertahankan tatanan yang diimajinasikan, yang
tidak mereka yakini? Dari semua aktivitas kolektif manusia,
satu yang paling sulit diorganisasi yaitu kekerasan. Untuk
mengatakan bahwa sebuah tatanan sosial dipertahankan dengan
kekuatan militer langsung menimbulkan pertanyaan: Apa yang
Membangun Piramida
133
mempertahankan tatanan militer? Tidak mungkin mengorganisasi
sebuah angkatan hanya dengan kekerasan semata. Paling tidak,
para komandan dan tentara harus benar-benar memercayai
sesuatu, entah itu Tuhan, kehormatan, tanah air, kejantanan,
atau uang.
Ada satu pertanyaan yang lebih menarik, yakni tentang
mereka yang berdiri di puncak piramida sosial. Mengapa mereka
ingin menegakkan tatanan yang diimajinasikan jika mereka sendiri
tidak memercayainya? Cukup lazim untuk memandang bahwa
elite melakukan itu sebab keserakahan sinis. Namun, seorang
sinis yang tak meyakini apa pun tak mungkin menjadi serakah.
Tak banyak hal untuk memenuhi kebutuhan biologis objektif
Homo sapiens. Setelah kebutuhan-kebutuhan itu terpenuhi,
lebih banyak uang akan dipakai untuk membangun piramida,
berlibur keliling dunia, mendanai kampanye pemilihan umum,
mendanai organisasi teroris favorit, atau berinvestasi di pasar
saham dan menghasilkan uang lebih banyak—yang kesemuanya
yaitu aktivitas-aktivitas yang pada akhirnya tak berarti apa-apa
bagi seorang sinis sejati. Diogenes, filsuf Yunani yang menciptakan
aliran Sinis, hidup dalam sebuah tong. saat Alexander Yang
Agung suatu saat mengunjungi Diogenes saat dia bersantai di
bawah terpaan sinar Matahari, dan bertanya apakah ada yang bisa
dia lakukan untuknya, filsuf sinis itu menjawab sang penakluk
adidaya itu, “Ya, ada sesuatu yang bisa Anda lakukan untuk
saya. Tolong bergeser sedikit ke samping. Anda menghalangi
sinar Matahari.”
Inilah kenapa kaum sinis tidak membangun imperium
dan mengapa sebuah tatanan yang diimajinasikan hanya bisa
dipertahankan jika bagian-bagian besar dari populasi—dan
terutama bagian-bagian besar elite dan pasukan keamanannya—
benar-benar memercayainya. Kristen tidak akan bertahan 2.000
tahun kalau mayoritas uskup dan pendeta tak mau memercayai
Kristus. Demokrasi Amerika tidak akan bertahan 250 tahun jika
mayoritas presiden dan anggota Kongres tidak mau meyakini
hak asasi manusia. Sistem ekonomi modern tidak akan bertahan
sehari jika mayoritas investor dan bankir tidak mau meyakini
kapitalisme.
134
Dinding-Dinding Penjara
Bagaimana Anda membuat orang meyakini suatu tatanan yang
diimajinasikan seperti Kristen, demokrasi, atau kapitalisme?
Pertama, Anda tidak pernah mengakui bahwa tatanan itu yaitu
imajinasi. Anda selalu menekankan bahwa tatanan-tatanan
yang mempertahankan warga yaitu realitas objektif yang
diciptakan dewa-dewa besar atau oleh hukum alam. Orang-orang
tidak setara bukan sebab Hammurabi mengatakan demikian,
melainkan sebab Enlil dan Marduk memutuskannya. Orang-
orang setara bukan sebab Thomas Jefferson mengatakan
demikian, melainkan sebab Tuhan menciptakan demikian. Pasar
bebas yaitu sistem ekonomi terbaik bukan sebab Adam Smith
mengatakan demikian, melainkan sebab ini yaitu hukum alam
yang tak bisa berubah. Anda juga mengedukasi orang-orang
dengan bersungguh-sungguh. Sejak saat mereka dilahirkan, Anda
terus-menerus mengingatkan mereka tentang prinsip-prinsip
tatanan yang diimajinasikan, yang digabungkan dengan apa saja
dan segala hal. Mereka digabungkan menjadi dongeng, drama,
lukisan, lagu, etiket, propaganda politik, arsitektur, resep, dan
busana. Misalnya, kini orang meyakini kesetaraan, maka menjadi
pantas kalau anak-anak orang kaya mengenakan jins, yang
awalnya yaitu pakaian kelas pekerja. Pada Abad Pertengahan
orang-orang meyakini pembagian-pembagian kelas sehingga
tidak ada bangsawan muda yang mengenakan jubah petani. Pada
masa itu, mendapat sapaan “Tuan” atau “Nyonya” yaitu hak
istimewa yang dikhususkan bagi kaum bangsawan, dan sering
dibeli dengan darah. Kini seluruh korespondensi yang sopan,
terlepas dari siapa pun penerimanya, dimulai dengan “Yang
Terhormat Tuan atau Nyonya”.
Ilmu kemanusiaan dan sosial mengerahkan sebagian besar
energinya untuk menjelaskan secara tepat bagaimana tatanan
yang diimajinasikan itu dijalin menjadi permadani kehidupan.
Dalam ruang terbatas yang kita miliki, kita hanya bisa menoreh
permukaan. Ada tiga faktor utama yang menghalangi orang
menyadari bahwa tatanan yang mengatur kehidupan mereka
hanya ada dalam imajinasi:
Membangun Piramida
135
a. Tatanan yang diimajinasikan ditempelkan ke dunia material.
Meskipun tatanan yang diimajinasikan hanya ada dalam pikiran
kita, ia bisa dijalin menjadi realitas material di sekitar kita, dan
bahkan dipasang di batu. Sebagian besar orang Barat sekarang
memercayai individualisme. Mereka percaya bahwa setiap
manusia yaitu seorang individu, yang nilainya tidak tergantung
pada isi pikiran orang lain tentang dia. Dalam diri setiap kita
ada pancaran sinar gemilang yang memberi nilai dan arti bagi
hidup kita. Di sekolah-sekolah modern Barat, para guru dan
orangtua mengajarkan kepada anak-anak bahwa jika teman-teman
sekelas mempermainkan mereka, mereka harus mengabaikannya.
Hanya mereka sendiri, bukan orang lain, yang tahu nilai mereka
yang sejati.
Dalam arsitektur modern, mitos ini melompat keluar dari
imajinasi untuk mengambil bentuk dalam batu dan lesung.
Rumah modern dibagi menjadi banyak kamar sehingga setiap
anak bisa memiliki ruang privat, tersembunyi dari pandangan,
untuk memberi otonomi maksimum. Kamar privat itu hampir
selalu punya sebuah pintu, dan dalam banyak rumah tangga,
anak dibenarkan menutup, dan mungkin mengunci pintu itu.
Bahkan, orangtua dilarang memasukinya tanpa mengetuk dan
meminta izin. Kamar itu dihiasi sesuai dengan keinginan anak,
dengan poster-poster bintang rock di dinding dan kaus kaki
kotor di lantai. Seseorang yang tumbuh dalam ruang seperti itu
tidak bisa tidak membayangkan diri sebagai “seorang individu”,
nilai dirinya yang sejati memancar dari dalam, bukan dari
luar. Kaum bangsawan abad pertengahan tidak memercayai
individualisme. Nilai seseorang ditentukan oleh tempat mereka
dalam hierarki sosial dan oleh apa yang orang lain katakan
tentang mereka. Ditertawai yaitu penghinaan mengerikan.
Para bangsawan abad pertengahan mengajarkan kepada anak-
anak mereka untuk melindungi nama baik dengan harga apa
pun. Sebagaimana individualisme modern, sistem nilai abad
pertengahan meninggalkan imajinasi itu dan termanifestasi dalam
batu kastel-kastel. Kastel jarang berisi kamar-kamar privat untuk
anak-anak (atau siapa pun yang lain, dalam hal ini). Anak remaja
laki-laki dari seorang baron abad pertengahan tidak memiliki
136
kamar privat di lantai dua kastel, dengan poster-poster Richard
the Lionheart dan King Arthur di dinding serta pintu yang
terkunci sehingga orangtua tidak dibolehkan membukanya. Dia
tidur bersama banyak pemuda lain di sebuah ruang besar. Ia
selalu ditampilkan dan selalu harus memperhatikan apa yang
orang lihat dan katakan. Seseorang yang tumbuh dalam kondisi
semacam itu secara alamiah menyimpulkan bahwa nilai sejati
seorang pria ditentukan oleh tempatnya dalam hierarki sosial
dan oleh apa yang dikatakan orang tentang dirinya.8
b. Tatatan yang diimajinasikan membentuk hasrat kita. Sebagian
besar orang tidak ingin menerima bahwa tatanan yang mengatur
kehidupan mereka yaitu imajiner, namun faktanya setiap orang
dilahirkan dalam sebuah tatanan yang diimajinasikan, yang sudah
ada sebelumnya, dan hasratnya dibentuk sejak lahir oleh mitos-
mitos dominan yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu, hasrat-
hasrat personal kita menjadi pertahanan yang paling penting
dari tatanan yang diimajinasikan ini .
Misalnya, hasrat paling menonjol dari orang Barat masa kini
dibentuk oleh mitos-mistos romantik, nasionalis, kapitalis, dan
humanis yang sudah ada selama berabad-abad. Orang-orang yang
berteman saling menasihati, “Ikuti kata hatimu”. Namun, hati
yaitu agen ganda yang biasanya mengambil instruksi dari mitos-
mitos dominan yang berlaku pada masa itu, dan rekomendasi
“Ikuti kata hatimu” ditanamkan dalam pikiran kita oleh sebuah
kombinasi mitos-mitos Romantik abad ke-19 dan mitos-mitos
konsumeris abad ke-20. Perusahaan Coca Cola, misalnya, telah
memasarkan Diet Coke ke seluruh dunia dengan slogan, “Diet
Coke. Lakukan apa yang terasa enak”.
Bahkan, apa yang dianggap orang sebagai hasrat paling
personal biasanya diprogram oleh tatanan yang diimajinasikan.
Mari perhatikan, misalnya, hasrat populer untuk berlibur ke luar
negeri. Tidak ada yang natural atau jelas dalam hal ini. Seekor
simpanse pejantan alfa tidak akan pernah berpikir memakai
kekuasaannya untuk pergi berlibur ke teritori kawanan simpanse
tetangganya. Elite Mesir kuno menghabiskan harta bendanya
untuk membangun piramida dan memumi mayat-mayat mereka,
Membangun Piramida
137
namun tak ada di antara mereka yang berpikir tentang berbelanja
di Babylon atau liburan main ski di Phonenicia. Orang-orang
masa kini menghabiskan banyak uang untuk berlibur ke luar
negeri sebab mereka yaitu penganut sejati mitos konsumerisme
romantik.
Romantisisme mengatakan kepada kita bahwa dalam rangka
menciptakan sebagian besar potensi kemanusiaan, kita perlu
memiliki sebanyak mungkin pengalaman yang berbeda. Kita
harus membuka diri pada spektrum emosi yang luas; kita
harus mencoba berbagai macam hubungan; kita harus mencoba
makanan-makanan yang berbeda; kita harus belajar menghargai
gaya-gaya musik yang berbeda-beda. Salah satu cara terbaik untuk
melakukan semua itu yaitu membebaskan diri dari rutinitas
keseharian kita, meninggalkan sementara lingkungan yang kita
kenal, dan pergi ke tempat-tempat yang jauh, di mana kita
bisa “mengalami” budaya, aroma, citarasa, dan norma-norma
orang lain. Kita mendengar lagi dan lagi mitos-mitos romantik
tentang “betapa sebuah pengalaman baru membuka mata kita
dan mengubah hidup kita”.
Konsumerisme mengatakan kepada kita bahwa untuk menjadi
bahagia kita harus mengonsumsi sebanyak mungkin produk dan
jasa. Jika kita merasa bahwa sesuatu hilang atau tidak cukup
tepat, maka kita mungkin perlu membeli sebuah produk (mobil,
pakaian baru, makanan organik) atau jasa (pembenahan rumah,
terapi hubungan, kelas yoga). Setiap iklan televisi yaitu legenda
kecil lain tentang betapa mengonsumsi produk atau jasa tertentu
akan membut hidup menjadi lebih baik.
Romantisisme, yang mendorong keragaman, bercampur
secara sempurna dengan konsumerisme. Perkawinan keduanya
melahirkan “pasar pengalaman yang tak terbatas”, yang di
atasnya industri pariwisata modern berpijak. Industri pariwisata
tidak menjual tiket penerbangan dan kamar hotel. Ia menjual
pengalaman-pengalaman. Paris bukan sebuah kota, India juga
bukan sebuah negara—keduanya yaitu pengalaman-pengalaman,
yang dengan mengonsumsinya diharapkan dapat meluaskan
horizon kita, mencukupkan potensi kemanusiaan kita, dan
membuat kita menjadi lebih berbahagia. Akibatnya, saat
138
hubungan antara seorang miliuner dan istrinya akan melewati
jalan terjal, dia membawa istrinya ikut perjalanan mahal ke Paris.
Perjalanan itu bukan sebuah refleksi suatu hasrat yang independen,
melainkan sebuah keyakinan yang bergairah pada mitos-mitos
konsumerisme romantik. Seorang pria kaya di Mesir kuno tidak
akan pernah mengimpikan mengatasi krisis hubungan dengan
membawa istrinya berlibur ke Babylon. Namun, dia mungkin
membangun makam mewah yang selalu diidam-idamkan oleh
sang istri.
Sebagaimana elite Mesir kuno, sebagian besar di kebanyakan
budaya mendedikasikan hidup mereka untuk membangun
piramida. Hanya nama-nama, bentuk-bentuk, dan ukuran-ukuran
piramida yang berbeda antara satu budaya dan budaya lainnya.
Bentuknya, misalnya, bisa berupa sebuah penginapan pinggiran
kota dengan kolam renang dan halaman rumput hijau, atau
rumah mewah dengan pemandangan yang memikat. Sedikit
yang mempertanyakan mitos-mitos yang memicu kita
menempatkan hasrat akan piramida menjadi yang paling utama.
18. Piramida Agung Giza. Sesuatu yang dilakukan orang kaya
Mesir kuno dengan uang mereka.
Membangun Piramida
139
c. Tatanan yang diimajinasikan bersifat intersubjektif. Andaipun
dengan kehebatan manusia super saya berhasil membebaskan
hasrat-hasrat personal dari cengkeraman tatanan yang
diimajinasikan, saya hanyalah satu orang. Untuk mengubah
tatanan yang diimajinasikan, saya harus meyakinkan jutaan
orang asing untuk bekerja sama dengan saya. sebab tatanan
yang diimajinasikan bukanlah sebuah tatanan subjektif yang
ada dalam imajinasi saya sendiri—ia lebih merupakan tatanan
intersubjektif, yang ada dalam imajinasi ribuan dan jutaan orang.
Untuk memahami ini kita perlu memahami perbedaan antara
“objektif ”, “subjektif ”, dan “intersubjektif ”.
Sebuah fenomena objektif ada secara independen dari
kesadaran manusia dan keyakinan manusia. Radioaktif, misalnya
bukanlah sebuah mitos. Emisi radioaktif terjadi jauh sebelum
orang menemukannya, dan berbahaya sekalipun jika orang-
orang tidak memercayai keberadaannya. Marie Curie, salah
satu penemu radioaktif, tidak mengetahui saat tahun-tahun
panjangnya mempelajari material radioaktif bahwa bahan itu bisa
melukai tubuhnya. Meskipun dia tidak percaya radioaktif bisa
membunuhnya, dia meninggal akibat anemia aplastik, sebuah
penyakit yang disebabkan oleh paparan material radioaktif.
Fenomena subjektif yaitu sesuatu yang keberadaannya
bergantung pada kesadaran dan keyakinan satu individu. Ia hilang
atau berubah jika individu tertentu mengubah keyakinannya.
Banyak anak meyakini eksistensi teman imajiner yang tidak
terlihat dan tak bisa didengar oleh semua orang lain di dunia.
Teman imajiner ada semata-mata dalam kesadaran subjektif
anak ini , dan saat anak tumbuh dewasa dan berhenti
memercayainya, teman imajiner itu pun hilang.
Fenomena intersubjektif yaitu sesuatu yang ada dalam
jaringan komunikasi yang menghubungkan kesadaran subjektif
banyak individu. Jika satu individu mengubah keyakinannya,
atau bahkan meninggal, maknanya tidak signifikan. Namun, jika
sebagian besar individu dalam jaringan itu mati atau mengubah
keyakinannya, fenomena intersubjektif akan bermutasi atau
menghilang. Fenomena intersubjektif bukan penipuan jahat
140
maupun kepura-puraan tak bermakna. Keberadaannya memang
berbeda dengan fenomena fisik seperti radioaktif, namun
dampaknya pada dunia masih tetap besar. Banyak pengendali
sejarah paling penting bersifat intersubjektif: hukum uang, dewa,
negara.
Peugeot, misalnya bukanlah teman imajiner dari CEO
Peugeot. Perusahaan itu ada dalam imajinasi bersama jutaan
orang. CEO memercayai eksistensi perusahaan itu sebab dewan
direkturnya juga memercayainya, sebagaimana banyak pengacara
perusahaan, sekretaris di kantor, para kasir bank, dan para
pialang di pasar saham, serta dealer-dealer mobil dari Prancis
sampai Australia. Jika CEO sendiri tiba-tiba berhenti memercayai
eksistensi Peugeot, dia dengan cepat akan mendarat di rumah
sakit jiwa dan seseorang akan menduduki jabatannya.
Demikian pula, dolar, hak asasi manusia, dan Amerika
Serikat ada dalam imajinasi bersama miliaran orang, dan tak
seorang pun individu bisa mengancam eksistensinya. Jika saya
sendirian berhenti memercayai dolar, hak asasi manusia, atau
Amerika Serikat, tak akan berarti apa-apa. Tatanan-tatanan
yang diimajinasikan ini bersifat intersubjektif sehingga untuk
mengubahnya kita harus secara serempak mengubah kesadaran
miliaran orang, sesuatu yang tidak mudah. Sebuah perubahan
untuk ukuran sebesar itu hanya bisa dikerjakan dengan bantuan
organisasi yang kompleks, seperti partai politik, gerakan ideologis,
atau aliran keagamaan. Namun, dalam rangka membentuk
organisasi yang kompleks semacam itu perlu meyakinkan banyak
orang asing untuk mau bekerja sama satu dengan yang lain.
Dan, ini hanya akan terjadi jika orang-orang asing ini
memercayai mitos yang sama. Maka dari itu, untuk mengubah
sebuah tatanan yang diimajinasikan, kita harus pertama-tama
meyakini sebuah alternatif tatanan yang diimajinasikan.
Untuk menghilangkan Peugeot, misalnya, kita perlu
mengimajinasikan sesuatu yang lebih kuat, seperti sistem hukum
Prancis. Dalam rangka menghilangkan sistem hukum Prancis,
kita perlu mengimajinasikan sesuatu yang lebih kuat lagi, seperti
negara Prancis. Dan, jika kita ingin menghilangkannya juga, kita
Membangun Piramida
141
harus mengimajinasikan sesuatu yang jauh lebih kuat lagi.
Tidak ada jalan untuk membebaskan diri dari tatanan yang
diimajinasikan. saat kita menghancurkan penjara kita, dan
berlari menuju kebebasan, kita sesungguhnya berlari menuju
halaman yang lebih luas dari penjara yang lebih besar.
Evolusi tidak membekali manusia dengan kemampuan untuk
bermain sepak bola. Benar, ia memproduksi kaki untuk
menendang, siku untuk menyikut, dan mulut untuk memaki,
namun dengan semua itu yang bisa kita lakukan mungkin yaitu
latihan melakukan tendangan penalti sendiri. Untuk masuk ke
sebuah pertandingan dengan orang asing yang kita temukan di
halaman sekolah pada sore hari, kita tidak hanya harus bekerja
secara terpadu dengan rekan satu tim yang mungkin belum
pernah kita jumpai sebelumnya, namun kita juga harus tahu bahwa
11 pemain di tim lawan bermain dengan aturan yang sama.
Binatang lain yang melibatkan pihak asing dalam ritual agresi
pada umumnya melakukan itu berdasarkan naluri—anak anjing
di seluruh dunia memiliki aturan bermain pura-pura berkelahi
yang tertanam kuat dalam gen mereka. Namun, manusia remaja
tak punya gen untuk bermain sepak bola. Ide ini sepenuhnya
imajiner, namun jika setiap orang punya pandangan demikian,
kita semua bisa memainkan permainan itu.
Hal yang sama berlaku, dalam skala lebih besar, kerajaan-
kerajaan, gereja-gereja, dan jaringan perdagangan, dengan satu
perbedaan penting. Aturan sepak bola relatif sederhana dan
ringkas, sangat mirip dengan aturan kerja sama dalam sebuah
kawanan pengembara atau desa kecil. Setiap pemain bisa dengan
mudah menyimpannya dalam otak dan masih punya ruang untuk
lagu-lagu, gambar-gambar, dan daftar belanja. Namun, dalam
hal ini sistem-sistem besar yang bekerja sama melibatkan bukan
hanya dua puluh dua, melainkan ribuan, bahkan jutaan manusia,
membutuhkan penanganan dan penyimpanan informasi dalam
jumlah sangat besar, jauh lebih besar dari yang bisa disimpan
dan diproses oleh otak satu manusia.
warga -warga besar yang ditemukan dalam
beberapa spesies lain, seperti semut dan lebah, bersifat stabil
dan lentur sebab sebagian besar informasi yang dibutuhkan
untuk mempertahankannya tersimpan dalam gen. Misalnya,
satu larva lebah madu perempuan, bisa tumbuh untuk menjadi
ratu atau pekerja, tergantung pada makanan yang diasupkan
kepadanya. DNA-nya memprogram perilaku-perilaku yang
diperlukan untuk kedua peran itu—entah itu etiket keratuan
atau kerajinan proletar. Sarang lebah bisa menjadi sruktur sosial
yang sangat kompleks, berisi banyak jenis pekerja yang berbeda-
beda—pemanen, perawat, dan pembersih, misalnya. Namun,
sejauh ini riset gagal mengidentifikasi lebah-lebah pengacara.
Lebah tidak butuh pengacara sebab tidak ada bahaya misalnya
ada yang berusaha melanggar konstitusi sarang lebah dengan
mengambil hak lebah pembersih untuk hidup, hak kebebasan,
dan hak mencari kebahagiaan.
namun manusia melakukan hal-hal semacam itu
sepanjang waktu. sebab tatanan sosial Sapiens diimajinasikan,
manusia tidak bisa mengamankan informasi penting untuk
menjalankannya dengan hanya membuat salinan DNA mereka
dan menurunkan DNA itu kepada keturunan mereka. Sebuah
upaya sadar harus dilakukan untuk memelihara hukum, peraturan,
prosedur, tingkah laku, kalau tidak ingin tatanan sosial itu runtuh
dengan cepat. Misalnya, Raja Hammurabi memutuskan bahwa
orang dibagi menjadi kalangan atas, orang biasa, dan budak. Ini
bukan pembagian alamiah—tidak ada jejak itu dalam gen manusia.
Jika orang-orang Babylonia tak bisa menjaga “kebenaran” ini
dalam pikiran mereka, warga akan berhenti berfungsi.
Demikian pula, saat Hammurabi mewariskan DNA kepada
keturunannya, itu tidak otomatis menanam aturan yang dia buat
bahwa seseorang dari kalangan atas yang membunuh perempuan
biasa harus membayar 30 shekel perak. Hammurabi harus
secara sengaja mengajari para putranya tentang hukum dalam
imperium, kemudian para putra dan cucu-cucunya melakukan
hal yang sama.
Imperium-imperium menghasilkan informasi dalam
jumlah sangat besar. Di luar urusan hukum, imperium harus
menyimpan catatan-catatan tentang transaksi dan pajak, inventaris
peralatan militer dan kapal-kapal dagang, dan kalender festival
dan kemenangan-kemenangan. Selama jutaan tahun, orang
menyimpan informasi di satu tempat saja—otak mereka. Sayang
sekali, otak manusia bukanlah alat penyimpan yang baik untuk
database seukuran imperium sebab tiga alasan utama. Pertama,
kapasitasnya terbatas. Benar, sebagian orang memiliki daya ingat
yang mengagumkan, dan pada masa kuno ada kaum profesional
penghafal yang bisa menyimpan di kepala mereka topografi
dari seluruh provinsi dan undang-undang semua negara bagian.
Meskipun demikian, ada batas yang tak bisa dilampaui oleh
para mnemonic ulung sekalipun. Seorang pengacara mungkin
hafal di luar kepala seluruh isi undang-undang Persemakmuran
Massachusetts, namun mungkin tidak hafal perincian setiap
putusan pengadilan yang terjadi di Massachusetts sejak peristiwa
Pengadilan Kota Sihir Salem (Salem Witch Trials).
Kedua, manusia mati dan otak mereka mati bersamanya.
Setiap informasi yang disimpan di satu otak akan terhapus dalam
waktu kurang dari seabad. Tentu saja, dimungkinkan untuk
meneruskan ingatan satu otak ke otak lain, namun setelah beberapa
transmisi, informasi cenderung menjadi kabur atau hilang.
Ketiga, dan yang paling penting, otak manusia sudah
teradaptasi untuk menyimpan dan memproses jenis-jenis informasi
tertentu. Untuk bertahan hidup, para pemburu-penjelajah kuno
harus mengingat bentuk-bentuk, kualitas, dan pola-pola perilaku
ribuan spesies tumbuhan dan binatang. Mereka harus mengingat
bahwa satu jamur keriput berwarna kuning yang tumbuh pada
musim gugur di bawah pohon ulmus kemungkinan paling
beracun, sedang jamur serupa yang tumbuh pada musim
dingin di bawah pohon ek bagus untuk pengobatan sakit perut.
Para pemburu-penjelajah juga harus selalu mengingat pendapat-
pendapat dan hubungan-hubungan beberapa puluh anggota
kawanan. Jika Lucy membutuhkan bantuan seorang anggota
kawanan untuk menghentikan gangguan John, penting bagi dia
untuk mengingat bahwa John bertengkar dengan Mary pekan lalu,
dan dengan demikian Mary bisa menjadi sekutu yang antusias.
Akibatnya, tekanan-tekanan evolusi mengadaptasi otak manusia
untuk menyimpan jumlah besar informasi tumbuh-tumbuhan,
binatang, topografi, dan sosial.
namun saat warga -warga yang sangat
kompleks mulai muncul setelah kedatangan Revolusi Agrikultur,
jenis baru informasi menjadi vital—angka. Para pengembara
tidak pernah diwajibkan untuk menangani data matematis dalam
jumlah besar. Tak ada pengembara yang perlu mengingatnya,
katakanlah, jumlah buah di setiap pohon di hutan. Jadi, otak
manusia tidak beradaptasi untuk menyimpan dan memproses
angka-angka. Namun, untuk menjaga sebuah kerajaan besar, data
matematis yaitu vital. Tidak pernah cukup dengan membuat
undang-undang dan menceritakan cerita-cerita tentang dewa-
dewa penjaga. Seseorang juga harus mengumpulkan pajak.
Untuk memajaki ratusan ribu orang, harus ada pengumpulan
data tentang pendapatan dan harta benda orang-orang; data
tentang pembayaran-pembayaran yang dilakukan; data tentang
tunggakan-tunggakan; data tentang utang dan denda; data tentang
diskon dan potongan. Belum lagi jutaan data kecil, yang harus
disimpan dan diproses. Tanpa kapasitas ini, negara tidak akan
pernah tahu apa sumber daya yang dimilikinya dan sumber daya
mana lagi yang bisa dialirkan. Jika menghadapi kebutuhan untuk
menghafal, mengingat kembali, dan menangani semua angka
ini, sebagian besar otak manusia akan overdosis dan tertidur.
Batasan mental ini membengkakkan ukuran dan kompleksitas
kumpulan manusia. saat jumlah orang dan properti di satu
warga tertentu melintasi batas kritis, maka menjadi perlu
untuk menyimpan dan memproses data matematis dalam jumlah
besar. sebab otak manusia tak bisa melakukannya, sistem pun
runtuh. Selama ribuan tahun setelah Revolusi Agrikultur, jaringan
sosial manusia tetap relatif kecil dan sederhana.
Yang pertama bisa mengatasi masalah itu yaitu warga
Sumeria kuno, yang hidup di wilayah selatan Mesopotamia. Di
sana, sengatan Matahari yang menimpa dataran subur berlumpur
menghasilkan panen-panen melimpah dan kota-kota yang
makmur. Saat jumlah penghuni tumbuh, begitu pula jumlah
informasi yang dibutuhkan untuk mengoordinasi urusan-urusan
mereka. Antara tahun 3500 SM sampai 3000 SM, orang-orang
genius Sumeria yang tak dikenal menemukan sebuah sistem untuk
menyimpan dan memproses informasi di luar otak mereka, yang
dibuat sesuai pesanan untuk menangani data matematis dalam
jumlah besar. Dengan demikian, orang-orang Sumeria melepaskan
tatanan sosial mereka dari batasan otak manusia, membuka jalan
bagi munculnya kota-kota, kerajaan-kerajaan, dan imperium-
imperium. Sistem pemrosesan data yang ditemukan oleh orang
Sumeria itu disebut “tulisan”.
Tertanda, Kushim
Menulis yaitu sebuah metode menyimpan informasi melalui
tanda-tanda material. Sistem tulisan Sumeria melakukan itu
dengan menggabungkan dua jenis tanda, yang dicetak pada
lempengan tanah liat. Salah satu jenis tanda merepresentasikan
jumlah. Ada tanda untuk 1, 10, 60, 600, 3.600 dan 36.000.
(Orang Sumeria memakai satu kombinasi sistem angka basis
6 dan basis 10). Sistem basis 6 mereka memberi kita beberapa
warisan penting, seperti pembagian hari menjadi dua puluh
empat jam dan besar lingkaran menjadi 360 derajat). Jenis tanda
lain merepresentasi orang, binatang, barang dagangan, teritori,
tanggal, dan seterusnya. Dengan menggabungkan kedua jenis
tanda orang-orang Sumeria mampu menyimpan jauh lebih banyak
data ketimbang otak manusia mana pun untuk mengingat dan
rantai DNA mana pun untuk menyimpan kode.
Pada tahap awal ini, tulisan terbatas pada fakta-fakta dan
angka-angka. Novel hebat Sumeria, seandainya ada, tidak mungkin
bisa dicukupi oleh lempengan-lempengan tanah liat. Menulis
menelan banyak waktu dan publik pembaca masih minim, jadi
tak ada orang yang punya alasan memakai nya selain untuk
menyimpan catatan. Jika kita mencari kata-kata bijak pertama
yang sampai kepada kita dari para leluhur kita, 5.000 tahun lalu,
kita akan sangat kecewa. Pesan paling awal yang ditinggalkan para
leluhur untuk kita baca, misalnya, “29.086 ukuran jelai 37 bulan
Kushim”. Pembacaan paling mungkin atas kalimat ini yaitu :
“Sebanyak 29.086 ukuran jelai diterima dalam kurun waktu 37
bulan. Tertanda, Kushim”. Sayang, naskah-naskah pertama dalam
sejarah tidak berisi pandangan-pandangan filosofis, tak ada syair,
legenda, hukum, atau bahkan kemenangan-kemenangan istana.
Tulisan-tulisan itu yaitu dokumen-dokumen membosankan
tentang ekonomi, catatan pembayaran pajak, akumulasi utang,
dan kepemilikan harta benda.
19. Sebuah tablet tanah liat dengan teks pemerintahan dari
Kota Uruk, 3400–3000 SM. “Kushim” mungkin nama generik
dari sebuah jabatan kantor atau nama individu tertentu. Jika
Kushim benar-benar seseorang, dia mungkin orang pertama
dalam sejarah yang namanya kita kenal! Semua nama yang
tertulis dalam sejarah manusia—Neanderthal, Natufia, Chauvet
Cave, Göbekli Tepe—yaitu temuan-temuan modern. Kita
tidak mengetahui nama yang sesungguhnya dipakai oleh
para pembangun Göbekli Tepe untuk menyebut tempat itu.
Dengan munculnya tulisan, kita mulai mendengar sejarah
melalui telinga-telinga para protagonisnya. saat para tetangga
Kushim memaki dia, mereka mungkin berteriak “Kushim!” Itu
menunjukkan kepada kita bahwa nama pertama yang tercatat
dalam sejarah yaitu milik akuntan, bukan seorang nabi,
penyair, atau penakluk besar.
Salah satu jenis teks lain yang selamat dari masa kuno ini,
dan tak kalah menariknya: daftar kata, yang disalin dan terus
disalin oleh calon-calon juru tulis sebagai latihan. Bahkan,
seorang murid yang bosan, yang ingin menuliskan salah satu
puisinya, daripada menyalin catatan penjualan, tak mungkin bisa
melakukannya. Tulisan awal Sumeria yaitu aksara parsial, bukan
aksara penuh. Aksara penuh artinya sebuah sistem tanda material
yang bisa merepresentasi bahasa lisan secara sempurna atau
mendekati sempurna. Oleh sebab itu, ia bisa mengekspresikan
segala hal yang ingin dikatakan orang, termasuk puisi. Aksara
parsial, di sisi lain, yaitu sistem tanda material yang hanya
bisa merepresentasi jenis-jenis informasi tertentu, dari bidang
aktivitas yang terbatas. Aksara latin, aksara hieroglif Mesir, dan
Braille yaitu aksara penuh. Anda bisa memakai nya untuk
menulis register pajak, puisi cinta, Artikel sejarah, resep makanan,
dan hukum bisnis. Sebaliknya, aksara awal Sumeria, seperti
B
ahasa Tulis
A
ksara Parsial
Puisi 1+1=2 Sistem perpajakan
Aksara parsial tidak bisa mengekspresikan seluruhan spektrum bahasa
lisan, namun ia bisa mengekspresikan hal-hal yang berada di luar
jangkauan bahasa lisan. Aksara parsial seperti Sumeria dan aksara
matematika tidak bisa dipakai untuk menulis puisi, namun bisa
dipakai untuk menyimpan catatan-catatan pajak secara sangat
efektif.
lambang-lambang matematika modern dan notasi musik, yaitu
aksara parsial. Anda bisa memakai aksara matematika untuk
melakukan penghitungan, namun Anda tidak bisa memakai nya
untuk puisi-puisi cinta.
Tak masalah bagi orang-orang Sumeria bahwa aksara
mereka tak cocok untuk menulis puisi. Mereka memang tidak
menciptakan aksara itu untuk menyalin bahasa lisan, namun lebih
untuk melakukan sesuatu yang tak bisa dilakukan oleh bahasa
lisan. Ada sejumlah budaya, seperti Andes pra-Columbia, yang
hanya memakai aksara parsial dalam keseluruhan rentang
sejarah mereka, tak terpengaruh oleh keterbatasan aksara mereka
dan tak merasa memerlukan versi penuh. Aksara Andea sangat
berbeda dari aksara Sumeria. Malah, ia begitu berbeda sehingga
banyak orang berpendapat itu sama sekali bukan aksara. Ia tidak
ditulis di atas lempengan tanah liat atau lembar kertas, namun
ditulis dengan simpul-simpul pengikat pada tali warna-warni yang
20. Seorang pria membawa
quipu, sebagaimana
digambarkan dalam
manuskrip Spanyol setelah
jatuhnya Imperium Inca.
disebut quipu. Setiap quipu terdiri dari banyak tali bermacam-
macam warna, yang terbuat dari kayu atau kapas. Pada setiap
tali, beberapa simpul diikatkan di tempat-tempat berbeda. Satu
quipu tunggal terdiri dari ratusan tali dan ribuan simpul. Dengan
mengombinasikan bermacam-macam simpul pada tali-tali yang
berbeda dengan berbagai warna, dimungkinkan untuk mencatat
jumlah besar data matematis yang terkait, misalnya, dengan
pengumpulan pajak dan kepemilikan properti.1
Selama ratusan, mungkin ribuan tahun, quipu-quipu punya
arti penting dalam urusan kota-kota, kerajaan-kerajaan, dan
imperium-imperium.2 Puncaknya yaitu pada masa Imperium
Inca, yang mengatur 10–12 juta orang dan mencakup wilayah
yang kini menjadi Peru, Ekuador, dan Bolivia, serta beberapa
bagian Chile, Argentina, dan Kolombia. Berkat quipu, orang-
orang Inca bisa menyimpan dan memproses banyak sekali data,
yang tanpanya mereka tak mungkin mampu menjaga mesin
administrasi rumit yang dibutuhkan sebuah imperium sebesar itu.
Nyatanya, quipu begitu efektif dan akurat sehingga dalam
tahun-tahun awal sejak penaklukan Spanyol atas Amerika
Latin, orang-orang Spanyol sendiri memanfaatkan quipu dalam
pekerjaan memerintah imperium baru mereka. Problemnya yaitu
bahwa orang-orang Spanyol sendiri tidak tahu cara mencatat
dan membaca quipu sehingga mereka bergantung pada para
profesional lokal. Para penguasa baru kontinen itu menyadari
bahwa ini menempatkan mereka pada posisi yang lemah—para
ahli quipu pribumi bisa saja dengan mudah menyesatkan dan
menipu para tuannya. Jadi, saat dominion baru Spanyol
menjadi lebih kokoh, quipu disingkirkan dan catatan-catatan
imperium baru itu dibuat sepenuhnya dalam aksara dan angka
latin. Sangat sedikit quipu yang selamat dari penjajahan Spanyol,
dan sebagian besar yang tersisa sudah tak bisa dibaca lagi sebab ,
sayang sekali, seni membaca quipu sudah hilang.
Keajaiban Birokrasi
warga Mesopotamia akhirnya mulai ingin menuliskan hal-
hal di luar data matematika yang monoton. Antara 3000 SM
sampai 2500 SM lebih banyak tanda ditambahkan pada sistem
Sumeria, pelan-pelan mentransformasinya menjadi aksara penuh
yang kini kita sebut cuneiform*. Sampai dengan 2500 SM, raja-
raja memakai cuneiform untuk mengeluarkan putusan, para
pendeta memakai nya untuk mencatat kata-kata para dewa,
dan penduduk berkedudukan di bawahnya memakai nya
untuk menulis surat-surat pribadi. Kurang lebih pada saat yang
sama, orang-orang Mesir mengembangkan aksara penuh yang
dikenal sebagai hieroglif. Aksara penuh lainnya dikembangkan
di China sekitar 1200 SM dan di Amerika Tengah sekitar
1000–500 SM.
Dari pusat-pusat permulaan ini, aksara-aksara penuh
menyebar jauh dan luas, mengambil berbagai macam bentuk
baru dan tugas-tugas baru. Orang mulai menulis puisi, Artikel
sejarah, roman, drama nubuat, dan Artikel masak. Meskipun
demikian, tugas utama tulisan tetap untuk menyimpan tumpukan
data matematis, dan tugas itu tetap menjadi hak prerogatif
aksara parsial. Injil Ibrani, Iliad Yunani, Mahabharata Hindu,
dan Tripitika Buddha, semuanya bermula sebagai karya lisan.
Selama beberapa generasi, karya-karya itu disebarkan secara
lisan dan tetap akan tetap hidup sekalipun tulisan tidak pernah
diciptakan. Namun, register-register pajak dan birokrasi yang
rumit dilahirkan bersama-sama dengan aksara parsial, dan
keduanya tetap tak terelakkan terhubung hingga kini seperti
kembar siam—bayangkanlah entri-entri sandi komputer dalam
database dan spreadsheet.
Dengan semakin banyaknya hal yang ditulis, dan terutama
seiring tumbuhnya arsip pemerintahan sampai proporsi raksasa,
problem-problem baru pun muncul. Informasi yang disimpan
dalam otak seseorang mudah ditarik. Otak saya menyimpan
miliaran bit data, namun saya tak bisa dengan cepat, hampir
* Aksara kuno Sumeria yang didominasi oleh bentuk-bentuk runcing.—penerj.
152
sesaat , mengingat nama ibu kota Italia, lalu sesaat kemudian
mengingat lagi apa yang saya lakukan pada 11 September
2001, kemudian merekonstruksi rute dari rumah saya menuju
Universitas Hebrew di Yerusalem. Bagaimana persisnya cara
kerja otak masih menjadi misteri, kecuali saat Anda berusaha
mengingat di mana Anda menaruh kunci mobil. Maka, bagaimana
beratnya Anda mencari dan menarik informasi yang tersimpan
pada tali-tali quipu atau lempeng-lempeng tanah liat? Kalau
hanya 10 atau 100 lempeng, tak masalah. Namun, bagaimana
jika jumlahnya ribuan, seperti yang dilakukan salah satu pewaris
Hammurabi, Raja Zimrilim dari Mari?
Bayangkan sejenak bahwa sekarang yaitu tahun 1776
SM. Dua orang Mari berkelahi atas kepemilikan sebuah ladang
gandum. Jacob menekankan bahwa dia membeli ladang itu dari
Esau 30 tahun lalu. Esau menyanggah dan mengatakan bahwa dia
sungguh menyewakan ladang itu kepada Jacob untuk masa waktu
30 tahun, dan sekarang, waktu itu sudah habis, dia bermaksud
mengambilnya kembali. Mereka berteriak-teriak dan bergumul,
lalu mulai saling dorong sebelum menyadari bahwa mereka bisa
mengatasi perselisihan dengan pergi ke arsip kerajaan, yang di
dalamnya tersimpan rekaman tindakan dan tagihan penjualan,
yang berlaku pada semua real estate kerajaan. Setibanya di
sana, mereka dibawa dari satu pejabat ke pejabat lain. Mereka
menunggu sampai beberapa kali menghabiskan teh herbal, dan
diminta untuk datang lagi esoknya, dan akhirnya mereka dibawa
oleh seorang petugas tampak merengut untuk mencari lempengan
tanah liat mana yang relevan. Petugas membuka sebuah pintu
dan membawa mereka memasuki sebuah ruang berisi deretan
ribuan lempengan tanah liat di lantai dan dindingnya. Maka, tak
mengherankan bila petugas itu merengut. Bagaimana dia harus
menemukan lokasi catatan ladang gandum yang dipersengketakan
itu 30 tahun lalu? Andaipun bisa ditemukan, bagaimana dia bisa
mengecek silang untuk memastikan bahwa lempengan itu yaitu
dokumen terakhir terkait dengan ladang ini ? Atau, ternyata
dokumen itu hilang atau lumat kembali menjadi lumpur saat
bocoran hujan mengalir ke arsip ini ?
Jelas, hanya dengan mencetak sebuah dokumen dengan
153
tanah liat tidaklah cukup untuk menjamin pemrosesan data yang
efisien, akurat, dan mudah. Itu membutuhkan metode-metode
pengorganisasian seperti katalog, metode reproduksi seperti mesin
fotokopi, metode penarikan cepat seperti algoritma komputer,
dan para pustakawan arogan (namun semoga saja periang) yang
tahu bagaimana memakai alat-alat ini.
Menciptakan metode-metode semacam itu terbukti jauh
lebih sulit ketimbang menciptakan tulisan. Banyak sistem tulisan
yang berkembang secara independen dalam budaya-budaya
yang tempat dan masanya saling berjauhan. Setiap dekade para
arkeolog menemukan beberapa aksara yang terlupakan. Sebagian
mungkin terbukti bahkan lebih tua dari torehan-torehan tanah
liat Sumeria. Namun, sebagian besar tetap menjadi keanehan
sebab mereka yang menciptakannya gagal menemukan cara-
cara yang efisien dalam menyusun katalog dan menarik data.
Yang membuat istimewa Sumer, juga Mesir era Fir’aun, China
kuno, dan Imperium Inca, yaitu bahwa budaya-budaya ini
mengembangkan teknik-teknik yang bagus dalam mengarsip,
menyusun katalog, dan memunculkan kembali catatan-cataan
tertulis. Budaya-budaya itu juga berinvestasi dalam sekolah untuk
juru tulis, petugas, pustakawan, dan akuntan. Sebuah latihan
menulis dari satu sekolah di Mesopotamia kuno yang ditemukan
oleh para arkeolog modern, memberi kita gambaran sekilas
tentang kehidupan murid-murid ini, sekitar 400 tahun lalu:
Saya masuk dan duduk, dan guru saya membaca saya. Dia berkata,
“Ada sesuatu yang hilang!”
Dan dia mencambuk saya.
Salah satu dari orang-orang yang bertugas berkata, “Mengapa kamu
membuka mulut tanpa izin saya?”
Dan dia mencambuk saya.
Salah satu yang bertugas dalam hal aturan berkata, “Mengapa kamu
bangun tanpa izin saya?”
Dan dia mencambuk saya.
Penjaga gerbang berkata, “Mengapa kamu keluar tanpa izin saya?”
154
Dan dia mencambuk saya.
Penjaga kendi bir berkata, “Mengapa kamu meminum tanpa izin
saya?”
Dan dia mencambuk saya.
Guru Sumeria berkata, “Mengapa kamu berbicara dengan bahasa
Akkadia?”**
Dan dia mencambuk saya.
Guru saya berkata, “Tulisan tanganmu tidak bagus!”
Dan dia mencambuk saya.3
Para juru tulis kuno tidak hanya belajar membaca dan menulis,
namun juga belajar memakai katalog, kamus, kalender, rumus-
rumus, dan tablet. Mereka belajar dan menginternalisasi teknik-
teknik membuat katalog, menarik, dan memproses informasi
yang sangat berbeda dari yang dipakai oleh otak. Dalam
otak, semua data diasosiasikan secara bebas. saat saya pergi
bersama pasangan untuk menandatangani hipotek untuk rumah
baru kami, saya diingatkan tentang tempat pertama yang kami
tinggali bersama, yang mengingatkan saya pada bulan madu kami
di New Orleans, yang mengingatkan saya pada aligator-aligator,
yang mengingatkan saya pada naga-naga, yang mengingatkan
saya pada The Ring of the Nibelungen, dan tiba-tiba, sebelum
saya menyadarinya, saya menggumamkan lagu opera Siegfried
Leitmotif ke petugas bank yang terbengong-bengong. Dalam
birokrasi, beberapa benda harus disimpan terpisah. Ada satu
laci untuk hipotek rumah, satu untuk sertifikat pernikahan, satu
untuk register pajak, dan satu lagi untuk gugatan hukum. Kalau
tidak, bagaimana Anda bisa menemukan sesuatu? Benda-benda
yang bisa masuk lebih dari satu laci, seperti drama-drama musik
Wagnerian (saya benar-benar menyusun dengan label “musik”,
“teater”, atau mungkin menciptakan kategori baru sekaligus?)
** Bahkan setelah Akkadia menjadi bahasa lisan, Sumeria tetap menjadi bahasa
pemerintahan dan sebab itu bahasa yang dicatat dalam tulisan. Para murid juru
tulis sebab itu harus berbicara bahasa Sumeria.
155
benar-benar bikin pusing kepala. Jadi, sepanjang waktu orang
terus menambahkan, menghapus, dan mengatur kembali laci-laci.
Agar bisa berfungsi, orang-orang yang mengoperasikan
sistem laci semacam itu harus diprogram-ulang untuk berhenti
berpikir sebagai manusia, dan mulai berpikir sebagai petugas
dan akuntan. Seperti yang diketahui siapa pun dari masa kuno
sampai kini, para petugas dan akuntan berpikir dalam cara
tidak manusiawi. Mereka berpikir seperti rak-rak berkas. Ini
bukan kesalahan mereka. Jika mereka tidak berpikir seperti itu,
laci-laci mereka akan tercampur-aduk dan mereka tidak akan
mampu menyediakan layanan yang dibutuhkan pemerintahan,
perusahaan, atau organisasi mereka. Dampak paling penting
dari aksara pada sejarah manusia yaitu benar-benar seperti
ini: aksara pelan-pelan mengubah cara manusia memikirkan
dan memandang dunia. Asosiasi bebas dan pemikiran holistik
menyerah pada kompartementalisasi dan birokrasi.
Bahasa Angka-Angka
Dari abad ke abad, metode-metode birokratis pemrosesan data
tumbuh semakin berbeda dari cara alamiah manusia dalam
berpikir—dan semakin penting. Satu langkah pentingnya dibuat
pada masa kurang lebih sebelum abad ke-19 M, saat satu
aksara parsial baru ditemukan, aksara yang bisa menyimpan
dan memproses data matematis dengan efisiensi yang belum
ada presedennya. Aksara parsial ini tersusun atas sembilan
tanda, merepresentasi angka dari 0 sampai 9. Membingungkan,
tanda-tanda ini dikenal sebagai angka Arab sekalipun sebetulnya
ditemukan pertama kali oleh orang Hindu (bahkan lebih
membingungkan lagi, orang-orang Arab modern memakai
seperangkat angka yang tampak sangat berbeda dari angka-angka
dari Barat). Namun, orang-orang Arab mendapatkan nama itu
sebab saat mereka menginvasi India, mereka menemukan
sistem itu, memahami kegunaannya, memperhalusnya, dan
menyebarkannya ke seluruh Timur Tengah, kemudian Eropa.
saat beberapa tanda lain belakangan ditambahkan ke angka-
angka Arab (seperti tanda untuk penjumlahan, pengurangan, dan
perkalian), basis notasi matematika modern pun lahir.
Meskipun sistem tulisan ini tetap merupakan aksara parsial,
ia telah menjadi bahasa dominan dunia. Hampir semua negara,
perusahaan, organisasi, dan institusi—entah mereka berbahasa
Arab, Hindi, Inggris atau Norwegia—memakai aksara
matematika untuk mencatat dan memproses data. Setiap potongan
informasi yang bisa diterjemahkan ke dalam aksara matematika
disimpan, disebarkan, dan diproses dengan kecepatan dan efisiensi
yang mencengangkan.
Sebuah persamaan untuk menghitung akselerasi massa dalam i di
bawah pengaruh gravitasi, menurut teori Relativitas. Kalau menjumpai
persamaan seperti itu, kebanyakan orang biasanya langsung panik
dan beku seperti seekor rusa yang tertangkap sorot kendaraan yang
melaju kencang. Reaksi itu alamiah, dan tidak berarti kurang cerdas
atau kurang keingintahuan. Dengan pengecualian langka, otak manusia
memang tak mampu memikirkan konsep-konsep seperti relativitas
dan mekanika kuantum. Bagaimanapun, para ahli fisika berhasil
melakukannya sebab mereka mengesampingkan cara tradisional
manusia dalam berpikir, dan belajar berpikir dengan cara baru dengan
bantuan sistem pemrosesan data eksternal. Bagian-bagian krusial dari
proses pemikiran mereka berlangsung tidak dalam kepala, namun dalam
komputer atau papan-papan tulis di ruang kelas.
Seseorang yang ingin memengaruhi keputusan pemerintah,
organisasi, dan perusahaan sebab itu harus belajar berbicara
dalam angka-angka. Para ahli mampu mengerjakan dengan
cara terbaik bahkan untuk menerjemahkan ide-ide seperti
“kemiskinan”, “kebahagiaan”, dan “kejujuran” menjadi angka-
angka (“garis kemiskinan”, tingkat kesejahteraan subjektif,
“peringkat utang”). Seluruh bidang pengetahuan, seperti fisika
dan teknik, sudah kehilangan hampir seluruh sentuhan dengan
bahasa lisan manusia, dan dipelihara semata-mata oleh aksara
matematik.
Yang lebih mutakhir, aksara matematika telah membangkitkan
bahkan sebuah sistem tulisan yang revolusioner, aksara biner
komputerisasi yang hanya terdiri dari dua tanda: 0 dan 1. Kata-
kata yang sedang saya ketik di papan ketik saya ditulis dalam
komputer saya dengan kombinasi-kombinasi berbeda dari tanda
0 dan 1.
Tulisan dilahirkan sebagai pembantu kesadaran manusia,
namun semakin menjadi tuan. Komputer-komputer kita kesulitan
memahami bagaimana Homo sapiens berbicara, merasa, dan
bermimpi. Jadi, kita mengajari Homo sapiens untuk berbicara,
merasa, dan bermimpi dalam bahasa angka-angka, yang bisa
dipahami oleh komputer.
Dan, ini bukan akhir dari kisahnya. Pengetahuan di bidang
kecerdasan artifisial sedang berusaha menciptakan suatu jenis
kecerdasan yang semata-mata didasarkan pada aksara biner
komputer. Film-film fiksi-sains seperti The Matrix dan The
Terminator menceritakan sebuah hari saat aksara biner
menanggalkan gandar kemanusiaan. saat manusia berusaha
mengambil kembali kendali atas aksara yang binal itu, aksara
merespons dengan berusaha menyapu ras manusia.
Tiada Keadilan
dalam Sejarah
Memahami sejarah manusia pada milenium-milenium sesudah
Revolusi Agrikultur bermuara pada satu pertanyaan tunggal:
bagaimana manusia mengorganisasi diri dalam jaringan-jaringan
kerja sama massal, saat mereka tak punya naluri biologis
yang diperlukan untuk memelihara jaringan- jaringan seperti itu?
Jawaban singkatnya yaitu manusia menciptakan tatanan-tatanan
yang diimajinasikan dan merancang aksara-aksara. Kedua ciptaan
ini mengisi jurang yang ditinggalkan oleh warisan biologis kita.
Meskipun demikian, kemunculan jaringan-jaringan ini, bagi
banyak orang, yaitu sebuah berkah yang meragukan. Tatanan-
tatanan yang diimajinasikan pemelihara jaringan-jaringan itu
tidaklah netral dan tidak pula adil. Tatanan-tatanan itu membagi
orang ke dalam kelompok-kelompok seolah-olah, yang disusun
dalam suatu hierarki. Tingkatan-tingkatan atas menikmat hak-
hak istimewa, sedang tingkatan-tingkatan bawah tertimpa
diskriminasi dan penindasan. Undang-Undang Hammurabi,
misalnya, menciptakan tata tingkatan golongan kelas atas, orang
biasa, dan budak. Kelas atas mendapatkan semua kebaikan dalam
hidup. Orang biasa mendapatkan sisanya. Budak mendapat
pukulan jika mengeluh.
Meskipun ada pernyataan kesetaraan semua orang, tatanan
yang diimajinasikan oleh orang Amerika pada 1776 juga
menciptakan hierarki. Ia menciptakan hierarki antara kaum
pria, yang diuntungkan, dan kaum wanita, yang tak berdaya.
Ia menciptakan hierarki antara kulit putih, yang menikmati
kebebasan, dan kulit hitam serta Indian Amerika, yang dianggap
sebagai manusia dari golongan rendah sehingga tidak memiliki
Tiada Keadilan dalam Sejarah
159
kesamaan hak-hak sebagai manusia. Banyak dari mereka yang
ikut menandatangani Deklarasi Kemerdekaan yaitu pemilik
budak. Mereka tidak membebaskan budak saat menandatangani
Deklarasi, tidak juga menganggap diri mereka hipokrit. Dalam
pandangan mereka, hak-hak manusia tak banyak berhubungan
dengan Negro.
Tatanan Amerika itu juga mengonsentrasikan hierarki antara
yang kaya dan yang miskin. Sebagian besar orang Amerika pada
masa itu tak terlalu ambil pusing dengan problem ketidaksetaraan
akibat orang-orang kaya yang menurunkan uang dan bisnisnya
kepada anak-anak mereka. Dalam pandangan mereka, kesetaraan
hanya bermakna bahwa undang-undang berlaku sama pada orang
kaya maupun yang miskin. Kesetaraan tidak ada urusan dengan
santunan pengangguran, pendidikan terintegrasi atau asuransi
kesehatan. Kebebasan juga memiliki konotasi yang sangat berbeda
dari masa kini. Pada 1776, kebebasan tidak berarti bahwa kaum
papa (tentu saja kulit hitam, Indian, atau—yang dilarang Tuhan—
perempuan) boleh mendapatkan dan menjalankan kekuasaan.
Kebebasan semata-mata berarti bahwa negara tidak bisa, kecuali
dalam keadaan tak biasa, menyita properti pribadi penduduk
atau memerintahkannya berbuat sesuatu dengan propertinya.
Dengan demikian, tatanan Amerika menjunjung tinggi hierarki
kekayaan, yang dipandang oleh sebagian orang sebagai mandat
dari Tuhan, dan oleh sebagian lain dilihat sebagai hukum alam
yang tak bisa diubah. Alam dipandang telah menganugerahkan
keberuntungan kekayaan dan menghukum kemalasan.
Pembedaan-pembedaan yang disebutkan di atas—antara orang
bebas dan budak, antara kulit putih dan kulit hitam, antara yang
kaya dan miskin—berakar dalam fiksi-fiksi. (Hierarki laki-laki dan
perempuan akan dibahas kemudian.) Meskipun demikian, sejarah
punya hukum besi bahwa setiap tatanan yang diimajinasikan
mengingkari asal-usul fiksinya dan mengklaim sebagai alamiah
dan tak terelakkan. Misalnya, banyak orang dengan pandangan
hierarki orang bebas dan budak sebagai alamiah dan benar
berpendirian bahwa perbudakan bukanlah ciptaan manusia.
Hammurabi memandangnya sebagai pentahbisan oleh para dewa.
Aristoteles memandang bahwa para budak memiliki “sifat budak”
160
sedang orang bebas memiliki “sifat bebas”. Status mereka
dalam warga semata-mata merupakan cerminan dari sifat
dalam diri mereka.
Tanyalah kaum beraliran supremasi kulit putih tentang hierarki
ras, maka Anda segera mendapatkan kuliah pseudosaintifik
berkaitan dengan perbedaan-perbedaan biologis antar ras.
Kemungkinan Anda akan diberi tahu bahwa ada sesuatu dalam
darah atau gen Kaukasia yang membuat kulit putih secara alamiah
lebih pintar, lebih bermoral, dan lebih kerja keras. Tanyalah para
pembela sengit kapitalis tentang hierarki kekayaan, dan Anda
kemungkinan akan mendengar bahwa hierarki itu merupakan
hasil tak terelakkan dari perbedaan-perbedaan objektif dalam
hal kemampuan. Orang kaya memiliki uang lebih banyak,
menurut pandangan ini sebab mereka lebih mampu dan lebih
21. Sebuah tanda di pantai Afrika Selatan dari periode Apartheid,
membatasi penggunaannya hanya untuk kulit “putih”. Orang-
orang berkulit lebih cerah memang lebih rentan terhadap bahaya
sengatan Matahari ketimbang orang berkulit gelap. Meskipun
demikian, tidak ada logika biologi di balik pembedaan pantai-
pantai di Afrika Selatan. Pantai-pantai yang dikhususkan bagi
orang berkulit cerah tak memiliki ciri tingkat radiasi ultraviolet
lebih rendah.
Tiada Keadilan dalam Sejarah
161
rajin. Tak semestinya orang mempermasalahkan jika orang kaya
mendapatkan perawatan kesehatan yang lebih baik, pendidikan
yang lebih baik, dan gizi yang lebih baik. Orang kaya sungguh
pantas menerima setiap kegembiraan yang mereka nikmati.
Orang-orang Hindu yang patuh pada sistem kasta percaya
bahwa kekuatan kosmos telah membuat satu kasta lebih tinggi
dari kasta lain. Menurut sebuah mitos terkenal yang diciptakan
orang Hindu, para dewa mendandani dunia dengan tubuh satu
makhluk purba, Purusa. Matahari diciptakan dari mata Purusa,
bulan dari otak Purusa, kaum Brahmana dari mulutnya, Kesatria
dari tangannya, Vaishya (petani dan pedagang) dari pahanya,
dan Shudra (pelayan) dari kakinya. Menerima penjelasan ini dan
perbedaan-perbedaan sosiopolitik antara kaum Brahmana dan
Shudra yaitu sama alamiah dan abadinya dengan perbedaan
antara Matahari dan Bulan.1 Orang China kuno percaya bahwa
saat Dewi Nü Wa menciptakan manusia dari tanah, dia memeras
dari tanah kuning yang bagus untuk kaum aristokrat, sedang
orang biasa dibuat dari lumpur cokelat.2
Meskipun demikian, sebagai pemahaman yang terbaik bagi
kita, hierarki-hierarki ini yaitu produk dari imajinasi manusia.
Kaum Brahmana dan Shudra tidak benar-benar diciptakan oleh
para dewa dari berbagai bagian tubuh makhluk purba. Namun,
pembedaan antara kedua kasta itu diciptakan oleh hukum dan
norma-norma yang diciptakan manusia di India utara sekitar
3.000 tahun lalu. Bertentangan dengan pandangan Aristoteles,
tidak ada yang namanya perbedaan biologis antara budak dan
orang merdeka. Hukum dan norma manusia mengubah sebagian
orang menjadi budak dan sebagian lain menjadi tuan. Antara
kulit hitam dan putih memang ada perbedaan objektif biologis,
seperti warna kulit dan jenis rambut, namun tidak ada bukti
objektif bahwa perbedaan itu meluas ke masalah intelegensia
dan moralitas.
Sebagian besar orang mengklaim bahwa hierarki sosial mereka
yaitu alamiah sedang di warga lain didasarkan pada
kriteria-kriteria palsu yang menggelikan. Orang-orang Barat
modern diajari untuk mencela pemikiran tentang hierarki rasial.
Mereka terguncang oleh hukum yang melarang kulit hitam hidup
162
dalam perkampungan kulit putih, belajar di sekolah-sekolah
kulit putih, atau dirawat di rumah sakit kulit putih. Namun,
hierarki kaya dan miskin—mandat yang membuat orang kaya
hidup di perkampungan terpisah dan lebih mewah, belajar
terpisah di sekolah-sekolah yang lebih prestisius, dan menerima
perawatan medis terpisah di fasilitas-fasilitas kesehatan dengan
perlengkapan lebih baik—tampak sangat masuk akal bagi banyak
orang Amerika dan Eropa. Meskipun demikian, sudah terbukti
bahwa kebanyakan orang kaya yaitu sebab sebab sederhana,
bahwa mereka dilahirkan dalam keluarga kaya, sedang orang
miskin tetap miskin sepanjang hidup sebab dilahirkan dalam
keluarga miskin.
Sayang sekali, warga -warga manusia yang
kompleks tampak membutuhkan hierarki yang diimajinasikan
dan diskriminasi yang tidak adil. Tentu saja tak semua hierarki
identik secara moral, dan sebagian warga menderita dari
jenis diskriminasi yang lebih ekstrem ketimbang yang lain.
Namun, para ahli tahu tentang tiadanya warga besar yang
mampu menghilangkan diskriminasi sekaligus. Dari waktu ke
waktu orang menciptakan tatanan dalam warga mereka
dengan mengklasifikasi populasi menjadi kategori-kategori
yang diimajinasikan, seperti kelas atas, orang biasa dan budak;
kulit putih dan kulit hitam; bangsawan dan warga biasa;
Brahmana dan Shudra; atau kaya dan miskin. Kategori-kategori
ini meregulasi hubungan-hubungan antara jutaan manusia dengan
membuat sebagian orang lebih tinggi secara hukum, politik,
maupun sosial atas sebagian lainnya.
Hierarki memiliki satu fungsi penting. Hierarki memungkinkan
orang-orang yang benar-benar tidak saling mengenal tahu
caranya memperlakukan sesama tanpa membuang-buang waktu
dan energi yang dibutuhkan untuk kenal secara pribadi. Dalam
Pygmalion karya George Bernard Shah, Henry Higgins tak
perlu melakukan perkenalan intim dengan Eliza Doolittle agar
bisa memahami bagaimana dia harus berhubungan dengan
perempuan itu. Hanya dengan mendengarkannya berbicara, ia
tahu bahwa perempuan itu berasal dari golongan rendah yang
bisa dia perlakukan sekehendaknya—misalnya, memakai dia
Tiada Keadilan dalam Sejarah
163
sebagai dadu dalam taruhan untuk meloloskan seorang gadis
penjual bunga menjadi seorang putri. Seorang Eliza modern
yang bekerja di toko bunga perlu tahu berapa banyak yang
harus dia usahakan untuk menjual mawar dan gladiola kepada
puluhan orang yang memasuki tokonya setiap hari. Dia tak bisa
melakukan penelisikan mendetail tentang selera dan isi dompet
setiap individu, namun dia bisa memakai isyarat-isyarat
sosial—cara orang berpakaian, usianya, dan (kalau tak takut
jadi perkara besar) warna kulitnya, untuk membedakan mana
partner perusahaan akuntansi yang suka pesan banyak mawar
bertangkai panjang yang mahal untuk dikirim ke mamanya yang
berulang tahun, mana kurir yang hanya mampu beli seikat aster
untuk sekretaris yang manis senyumnya.
Tentu saja, perbedaan-perbedaan kemampuan secara alamiah
memainkan peran dalam formasi perbedaan-perbedaan sosial.
Namun, perbedaan sikap dan karakter seperti itu biasanya
dimediasi oleh hierarki yang diimajinasikan. Ini terjadi dengan
dua cara penting. Pertama dan paling utama, sebagian besar
kemampuan harus diajarkan dan dikembangkan. Sekalipun
seseorang dilahirkan dengan suatu bakat istimewa, bakat itu
biasanya akan tetap laten jika tidak didorong, dipertajam, dan
dilatih. Tak semua orang mendapat kesempatan yang sama
untuk menggali dan memperbaiki kemampuan mereka. Entah
mendapat kesempatan atau tidak, kesempatan seperti itu biasanya
bergantung pada tempat mereka dalam hierarki warga
yang diimajinasikan. Harry Potter yaitu contoh yang bagus.
Dienyahkan dari keluarga sihir terpandang dan diasuh oleh
para gembel bodoh, dia tiba di Hogwarts tanpa pengalaman
apa pun dalam sihir. Dia harus menghabiskan tujuh Artikel untuk
bisa meraih penguasaan kokoh atas kekuatan dan pengetahuan
tentang kemampuan dirinya yang unik.
Kedua, andaipun orang-orang dari kelas-kelas yang berbeda
mengembangkan kemampuan yang benar-benar sama, mereka
tidak mungkin menikmati sukses yang sama