1477.
210. Batu-mizan ini berasal dari bandar Malaka dan kini diaira-
pan dikota Singapura didalam gedung Raffles. Batu itu ditulis diba-
gian depan dan diibagian sisi. Diberi nama &eperti diatas, karena
mizan itu didapat dimakam Sultan Mansjur Sjah jang memegang
kekuasan di-Malaka pada tahun 1458 6ampai 1477. Pertulisan itu
62
telah dibatja oleli sardjana R.O. Winstedt (JSB-RAS, Djuni 1918,
hal. 47 — 48) dan J.P. Moquette (TBG, 1921; hal. 601 — 666).
Tulisan Arab pada bagian depan dan bagian-belakang menurut
batjaan sardjana Moquette adalah seperti berikut:
Salinan dengan huruf Rumawi berbunji:
— Hadzihi al-raudzai ai-mukaddasat al-mutahharat al-zaioiyat
al-safiyat al-munawwarat lil Sultan al-dalil al-malik al-badzil al-
Sultan Mansjur Shah bin Muzaffar Shah almarhum; had intakala
min dor al-mahal ila dar arnal yaum al-arba’a min Rajab sanat
thanatin wa thamanin iva thaman mi’an min al-Hijrah al-Nubuivyah
1‘ aUmustafuwyah.
Salinan dalam bahasa Indonesia berbunji:
— Bahwa inilah makam jang sutji dan mulia; batu djirat jang
gemilang-benderang dari pada Sultan jang adil; radja jang berke-
murahan hati, Sultan Mansjur Sjah, putera almarhum Muzafar
Sjah.
— Beliau telah meninggalkan tempat kediaman jang fana menudju
tempat kediaman pengharapan pada hari Rabu bulan Radjab pada
tahun 882 Hidjrah Nabi jang terpilih.
Pada sisi batu mizan dapat dibatja oleh Moquette kalimat sja’ir
jang atjap kali ditemuinja pada batu mizan di-Sumatera Utara;
berbunji:
Artinja: Adapun dunia itu fana belaka, dimia tak mengenal keka-
lalian; dunia jalah hanja sebuah rumah, dibuat oleh seekor labah-
labah.
211. Dengan njata pertulisan itu menjebutkan nama Sultan
Mansjur Sjah, 1458 — 1477, putera Muzafar Sjah. Beliau wafat
dalam bulan Radjab tahun Hidjrah 882; pastilah tarich ini sama
dengan tahun Masehi 1477, entahlah pada tanggal 15-22-29 Oktober
atau 5 November, jang semuanja memang djatuh pada hari Rabu.
Dua kali pertulisan memakai kata sukan dan sekali kata malik;
nama Sultan Mansjur Sjah menundjukkan, bahwa ketatanegaraan
Malaka sebelum tahun 1477 jalah suatu sultanat dibawah seorang
kepala-negara jang bergelar sultan, seperti djuga lebih dahulu
sebelum abad ke-15 telah berlaku dalam negara-negara Indonesia
dibagian pulau Sumatera-Utara.
PASAL VIII.
KEDAULATAN NUSANTARA.
> I. Istilah hukum kedaulatan dan perwatasan maksudnja.
212. Sebelumnja objek kedaulatan itu kita tindjau, maka lebih
dahulu uraian ini meminta perhatian kepada perkembangan kedau
latan sebagai i6tilah-hukum dan perwatasan isi serta maksud adjaran
itu.
63
Dalam dunia-hukum Indonesia sedjak tahun 1945 selalulah
dipergunakan istilah kedaulatan, sepertii senantiasa terpakai dalam
Konstitusi Republik Indonesia serta dalam peraturan-peraturan
negara sedjak 17 tahun berselang. Perkataan jang sudah mendjadi
umum dan terkenal itu, seperti diketahui, adalah terteinpa dari urat
kata daulat/daulah jang dibubuhi awalan ke- dan achiran -an.
Pemindjaman kata tidak berarti pengambilan makna, seperti misal-
nja kata sedjarah dalam bahasa Indonesia jang dalam bahasa Arab
berarti pohon kaju sebagai lambang pertumbuhan naluri, sedangkan
bahasa Arab sendiri mempergunakan kata lain, jaiitu tarich, jang
sama artinja dengan sedjarah atau historia. Dalam zaman M adja
pahit lazim dipakai istilah keisjwaraan (Kawi: kegwaran) dan
keperabuan (Kawi: kaprabhuwan), sedangkan dalam bahasa Sunda
lama dan bahasa Indonesia lama dizaman Seriwidjaja dipakai istilah
kedatuan kedativan. Maka segala istilah-hukum seperti lazim dipakai
dalam bahasa-bahasa Austronesia diatas, hampir semuanja tertempa
atas asal kata jang menjatakan manusia utama sebagai kepala satuan-
hukum, jaitu datu, perabu, daulat dan isjwara. Fikiran jang sedem/i-
kian djuga terdapat pada istilah Perantjis souverainete, jang berasal
dari kata Latin superanus, jaitu radja kepala negara jang tertinggi.
Perdjuangan mendjundjung dan membela kedaulatan Indonesia
melahirkan istilah-baru berbunji keutuhan dan keunggulnn, jang
rupa-rupanja liendak menghapuskan dalam dunia demokratis seka-
rang ini kenang-kenangan kepada kepala monarki bernama daulah,
perabu atau souverein(e).
Bagaimanakah perwatasan maksud atau isi kedaulatan In don esia?
Lebih dahulu marilah kita tindjau dalam tiga djurusan aistema
hukum untuk mendekati tudjuan jang dimaksnd.
Menurut sistema hukum jang bersumber kepada adjaran historis-
materialisme, maka kedaulatan biasanja dirumuskan sebagai
kekuasaan-tertiinggi dalam suatu negara jang dibentuk atas pere-
butan kekuasaan. Rumusan jang sedemikian lianja dapat kita
faliamkan, apabila perebutan kekuasaan itu kita huhiingkan dengan
pemindahan kekuasaan kedalam tangan proletariat Sovjet dari
tangan feodal Tsarisme, dikeradjaan Rusia pada tahun 1917 ketika
Lenin bersama Rakjat merebut kekuasaan masjarakat dengan
kekerasan bagi proletariat jang mendapat kemenangan; rumusan
itu djuga dapat kita fahamkan, apabila kita huhungkan perpindah-
an kekuasaan ditanah Tiongkok kontinental dari tangan kekuasaan
nasionalis Tjiang Kai Sjek kedalam tangan Rakjat Tiongkok pada
tahun 1949, ketika pembebasan dibawah pimpinan Mau Tse Tung
berhasil merebut dan menjusun kekuasaan masjarakat bam dengan
djalan jang dinamai liberation atau pembebasan jang gemilang.
Maka pembentukan kedaulatan didua negara jang ditimbulkan oleh
pelaksanaan adjaran historis-materialisme diatas, adalah perpindah.-
an kekuasaan dari negara jang sudah merdeka kedalam negara jang
64
merdeka pula, sehingga perebutan kekuasaan itu berlangsung me*
nurut perdjalanan sedjarah dalam suasana kemerdekaan tjara lama
dan kemerdekaan menurut faham baru. Tidaklah begitu perdjalanan
sedjarah Indonesia, jang dibatasi oleh tjagak taricli tahun 1945
tanggal 17 Agustus.
Menurut sistema-hukum Amerika Serikat, maka kedaulatan itu
timbul dengan perdjuangan membebaskan 13 provinsi dibenua
Amerika dipantai Atlantik, jang mulai bergolak 6edjak ahli-filasafah
dan negarawan Thomas Jefferson menjetuskan ilhamnja keatas
kertas Piagam Pemjataan Kemerdekaan jang ditanda tangani oleh
para-perdjuangan dikota Philadelphia pada tanggal 4 Djuli 1776.
Perdjuangan dan pertempuran mentjapai kemenangan. Maka ber-
dirilah suatu negara Republik atas kedaulatan jang terbentuk.
Menurut ilmu-hukum Amerika Serikat, seperti diantaranja dirumus-
kan oleh Prof. Charles G. Fenwick dalam naskah nja International
Law (1948), maka istilah hukum kedaulatan itu sebaiknja difaham-
kan menurut isinja; dan isi kedaulatan jalah kemerdekaan-nasional
jang tertjapai dengan perdjuangan dan pertempuran. Adapun faham
kedaulatan seperti dianut oleh para juris Amerika Serikat dalam
abad X X ini jalah hasil perkembangan faham kemerdekaan jang
ditegakkan oleh kerdja-sama dalam pertempuran antara 13 pelbagai
bangsa Eropali Barat, jang bersatu dalam perdjuangan menumpas-
kan nasib pendjadjahan. Perdjuangan itu dilandjutkan dalam abad
X IX antara aliran federasi jang mempunjai pusat dikota Washington
dengan aliran Konfederasi dari 13 negara-proviinsi jang masing-
masing mempunjai kedaulatan berisi kebebasan mendjalankan
kebidjaksanaan politik arah kedalam dan keluar. Baru sedjak
Abraham Lincoln jang mendjadi kurban tjita-tjita federalism^
karena dikurbankan oleh aliran Konfederasi, seperti dapat diabadi-
kan pada tulisan diatas batu pualam dipura pengandjur demokrasi
Abe jang Agung di Washington dengan djelasnja. Tepatlah ilmu-
hukum Amerika Serikat jang membatja unzur kemerdekaan dalam
faliam-hukum kedaulatan, jang kini dimiliki oleh Republik pertama
sedjak sedjarah Rumawi dizaman m odem sesudah Renaissance.
Tetapi perdjalanan sedjarah dan perkembangan faham kedaulatan
Indonesia adalah berlainan dari pada liukum internasional jang
dilahirkan oleh adjaran historia-materialisme atau hukum interna
sional Amerika menurut adjaran Thomas Jefferson. Adalah perbe-
daan dasar sedjarah tentang perkembangan dan perbedaan isi dari
pada faham kedaulatan menurut sistema-hukum nasional Indonesia.
Diakui bahwa djuga menurut hukum nasional Indonesia kedau
latan itu inti-saninja jalah kemerdekaan, tetapi tjara turun-naik,
bangun-tidurnja penjusunan kedaulatan Indonesia sepandjang masa
adalah sangat berbeda dari pada kedua keadaan diatas. Oleh Pro-
klamasi Kemerdekaan 1945 maka bangunlah kembali kedaulatan
65
150/B (5)
Indonesia, sehingga dapat meninggalkan keadaan pendjadjahan
dizaman jang lampau dengan kekuasaan memerintah jang tertiLnggi
bersilih-ganti meliputi seluruli Indonesia ditangan bangga-bangsa
lain dari tanah Barat. Sedjarah Indonesia tak mengenal perdjuang-
an federation melawan confederation.
Djadi menuituhkan kekuasaan. pendjadjahan Anglo-Saxon oleh
bangsa Anglo-Saxon sendiri jang ingin merdeka ditanah djadjahan,
tidaklah pula berlaku ditanah Indonesia; begitu djuga perebutan
kekuasaan dari satu bangsa kegolongan atau kelas bangsa jang sama
dalam satu negara jang telah merdeka-berdaulat, tidaklah pula ber-
langsung ditanah air kita disekitar tanggal 17 Agustus 1945. Jang
berlaku jalah Bangsa Indonesia menghidupkan kedaulatannja sendiri
diatas abu keruntidian kekuasaan bangsa jang juridis tak benvewe-
nang mendirikan kekuasaan nasional ditanah air kita.
Dengan mempergunakan hasil penjelidikan hukum setjara cLiatas,
walaupun bagaimana djuga ringkasnja, dapat memberi ke3empatan
bagi kita merumuskan kedaulatan menurut hukum national Indo
nesia, jalah: weicenang-tertinggi berdasarkan kemerdekaan Bangsa,
kemerdekaan mandala, hemerdekaan Penierintahan dengan kem er
dekaan melaksanakan tndjuan negara, serta berkebebasan penuh,
melaksanakan pemerintahan dalam negeri dan mengendali kan
kebidjaksanaan luar-nxigeri.
Kedaulatan jang sedemikian hidup kembali dalam tangan Rakjat
Indonesia jang menegakkan Republik Indonesia sedjak hari Prokla-
masi 1945; hidup kembali setelali wewenang-tertinggi jang meliputi
seluruh bangsa dan tanah air Indonesia tertekun dan terbatas sedjak
hilang runtulinja kekuasaan negara Madjapahit pada tahun 1525
sebagai tarich jang paling achir sebelum kekuasaan conquiistadores
Barat datang menjerbu kemari sesudah zaman Renaissance. Dapat-
lah kini kita melandjutkan uraian tentang objek kedaulatan Indo
nesia itu sepandjang masa sebelum dan sesudah tahun 1945, dengan
mempergunakan rumusan. kedaulatan. menurut hukum nasional
seperti didjelaskan diatas.
Sedjarah kedaulatan ditanah Indonesia tidaklah sama dengan
sedjarah kedaulatan ditanah Barat. Dikemukakan dengan segala
ketegasan, bahwa hukum-kebiasaan dan adat-istiadat Indonesia jang
telah beribu-ribu tahun. lamanja itu memang mempunjai inti-san
naluri jang berhuhungan langsung dengan perbuatan leluliur dan
setjara objektif inti-sari itu rlipandang bersifat sakti, karena usia
dan murninja. Maka banjaklah menurut kesedaran nasional pengar-
tian-pengartian hukum jang hanja dapat didjelaskan dengan mene-
rima adanja zat-mudjizat kesaktian, jang mengisi seluruh sarwa-
alam, dan jang menjalurkan dan mengendalikan pendapat lmkum
menurut pengalaman evidensi belaka. Aliran fikiiran Indonesia itu a i
jang memberi faham, sekumpul kelahiran hukum jang kini se ja
66
Proklarnasi 1945 dinamai kedaulatan Rakjat, dahulu berabad-abad
dizaman jang lampau ditemui dalam istiilah kedatnan dan kepera-
buan atau ke-isjwara-an, dengan pengetakuan bahwa istilah kedatuan
dizaman Seriwidjaja dan keperabuan dalam zaman Madjapahit
tidaklah sadja berarti susunan-negara, melainkan djuga terutama
hendak menjatakan kekuasaan-tertinggi jang berdaulat serta ber-
sumber kepada zat-sakti jang bernama tu atau tiih. Menurut faham
hukum-adat Indonesia, maka hak kedaulatan itu sama sumbernja
dengan hak-lingkaran satuan-hukum, baik desa, nagari atau marga
di Sumatera Selatan. Dengan demikian djelaslah dalam garis-garis
besarnja apa jang dinamai kedaulatan Nusantara.
Menurut pendapat kami, maka kesedaran-hukum bangsa Indo
nesia dalam pengartian juridis-sociologis tak adalah mengenal per-
bedaan jang essensieel antara hak-lingkaran desa atau nagari dengan
kedaulatan Rakjat dalam satuan-hukum jang dinamai negara di
zaman Republik Indonesia; kedua-duanja lahir dan berpangkal
pada semangat nasional atau Volksgeist.
Adapun ditanah Eropah dan Amerika kedaulatan sudah melalui
perkembangan jang sangat berlainan dari pada ditanah Indonesia.
Marilah saja ringkaskan tindjauan Oppenheim-Lauterpacht dalam
naskah nja International Law (1948: djilid I, halaman 113— 169) dan
Leon Duguit „Traite de Droit Constitutionnel” (4 djilid) tentang
perkembangan adjaran kedaulatan didaerah jang telah saja sebut-
kan tadi.
Adjaran jang pertama kali dituliskan oleh Jean Bodin dalam
karangannja Methodus ad facilem historwrum cognitionem (1566)
dan lebih-lebih lagi dalam naskah nja Six livres de la Republique
(1576) berarti revolusi dalam bidang adjaran kedaulatan. Juris besar
itu berpendapat, bahwa kedaulatan 6ebenarnja jalah kekuasaan
tertinggi dalam suatu negara, jang tak boleh dibatasi oleh Konstitusa,
tetapi boleh oleh hukum ilalii dan hukum alamiah. Kedaulatan jalah
piranti dalam tangan seorang radja dalam bentukan monarki, atau
berada dalam genggaman tangan Rakjat dalam suatu negara ber-
dasarkan demokrasi. Sebelum pengarang dan juris Perantjis itu,
maka dalam babak Abad Pertengalian kata kedaulatan atau sou-
verain, jang berasal dari kata Latin superanus, berarti kekuasaan
dalam makna biasa. Pendapat Bodin mendjadi umum pada para-juris
dalam politici dalam abad XVI, tetapi ada djuga jang menganut
adjaran jang ditaburkan Bodin jang dilemalikan atau mendjadi
tawar, karena kedaulatan dapat dibatasi oleh Konstitusi hukum
positif. Fikiran Bodin d itu rut oleh juris intemasional Hugo Grotius.
Perpetjahan diatas meluap dalam abad XVII antara Hobbes
dalam naskah nja De Cive, jang mengatakan bahwa kedaulatan tak
boleh dibatasi oleh apapun djua diatas dunia, dengan pengarang
Pufendorf dalam naskah nja De Jure Naturae et Centium jang berisi
67
pendapat, bahwa kedaulatan itu hanja boleh dibatasi oleh Konsti
tusi. Tetapi bagaimana djuga besarnja pertikaian fikiran itu, tetapi
dalam abad XVII umumlah pendapat, bahwa kedaulatan tak boleh
dibagi-bagi atau: dipetjah-petjah: kedaulatan adalah tunggal.
Pasang-surut datang dalam abad XVTII. Ditanah Djerman sedjak
perdamaian Damai Westphalia, maka kedaulatan diombang-ambing-
kan oleh politici, karena melihat timbulnja beratus-ratus negara
bagian, jang berpengaruh pula kepada perpetjahan kedaulatan.
Begitu djuga karena melihat perpetjahan ditanah Amerika Serikat
antara Negara Federal dan Negara bagian djelas mempengaruhi
perpetjahan dalam pengartian kedaulatan.
Tetapi pasang-surut jang menimbulkan separatisme dalam adjaran
dan tindakan diatas tadaklah umam dalam abad XVIII. Jang ximum
jalah kedaulatan tak boleh dibagi-bagi. Pada tahun 1762 terbitlah
naskah jang masjhur Control Social karangan pudjangga raksasa Jean
Jacques Rousseau jang dengan tegas mengatakan, bahwa kedaulatan
tak boleh dipetjah-petjah dan pada dasarnja adalah satu dan
tunggal-bulat. Pasang pumama-raja sebelum Revolusi Perantjis dan
sebelum Revolusi Kemerdekaan di Amerika Serikat ddtuliskan dalam
dua Piagam, jang ditulis oleh tangan revolusioner sesudah pudjang
ga raksasa Rousseau meninggal. Dalam piagam Virginia tanggal
12 Djuni 1776 jang berisd Hak-hak Manusia merdeka dituliskan
Hak Persamaan Manusia dan kedaulatan Rakjat dengan kalimat:
bahwa segala kekuasaan bersumber dan berkedudukan dalam
tangan Rakjat, dan oleh sebab itu disalurkan segala-galanja dari
padanja; bahwa djawatan pemerintahan itu adalah kepertjajaan
dan pelajanan mereka. Dan beberapa minggu sesudah itu pudjangga
dan juris Thomas Jefferson menuliskan dengan tangan jang tegap
dalam Piagam Pemjataan kemerdekaan tanggal menjatakan mem-
berontak melawan kelaliman untuk mentjapad kemerdekaan manusia
dan negara itu, segera sesudah Revolusi Kemerdekaan Amerika
Serikat mentjapai hasil jang gemilang lain berpindah kembali ke-
tanah air Rousseau, berkat tangan teguh putera Amerika Thomas
Paine dan perwira Lafajette, kedua-duanja perindu dan pedjuang
Revolusi didua benua, maka tertulislah kedaulatan rakjat itu dalam
Piagam hak Manusia dan Warga tahun 1789 pada pasal 3: Le prin-
cipe de toute souverainete reside essentiellement dans la nation.
Adapun dasar seluruh kedaulatan itu berkedudukan inti-sarinja
pada Rakjat.
Sedjak itu umumlah pengartian kedaulatan Rakjat diseluruh
dunia, dengan melalui abad X IX dan sampai kini. Pada waktu
sekarang adalah kira-kira 86 negara jang berdasarkan kedaulatan
nasional, seperti djuga Republik Indonesia. Perbedaan kedaulatan
atas kedaulatan Illahi, kedaulatan hukum, kedaulatan negara dan
lain*lainnja menjatakan perkembangan adjaran beraneka-warna
68
dalam ilnm pengetahuan hukum, jang menjatakan bahwa adjaran
Jean Bodin sedjak abad XVI sudah berkembang dan bertumbuh
dengan meriah kesegala benua.
Pertikaian faham jang timbul terhadap terbagi-bagi atau terpetjah-
petjahnja kedaulatan ditanah firopah dan Amerika, adalah menurut
pendapat kami karena berdasarkan kekeliruan fikiran, bahwa jang
petjah atau terbagi sebenamja hanjalah objek kedaulatan jaitu
Rakjat atau daerah jang diombang-ambingkan oleh turun-naiknja
kekuasaan politiik jang berlawanan dengan kesedaran hukum,
6edangkan kedaulatan an sicli, sebagai kelahiran dan hubungan
hukum tetaplah tinggal tetap bulat tidak pemah terbagi-bagi, karena
sudah demikian mendjadi unzur dan sifat utama dari -tiap-tiap
pantjaran-liukum jang bersumber kepada kesedaran-hukum jang
adil dan djudjur.
Menurut tindjauan — telaah parajuris Perantjis, maka kedaulatan
rakjat jang dinamai la souverainete nationale — kedaulatan kebang-
saan — atau la souverainete populaire — kedaulatan rakjat — , jang
mula-mulanja ditempatkan dalam naskali Piagam Pemjataan Hak
Manusia dan Warga pada pasal 3 bertanggal 27 Agustus 1789 jang
terpisali dan tertjerai, tetapi kemudian mendapat tempat pada bagi
an pembuka Konstitusi Perantjis 1791, adalah empat sifatnja.
Sifat jang empat itu jalah: esa: ketunggalan bulat; dua: tak
dapat dipetjah dibagi-bagi; tiga: tak boleh didjual-digadai oleh
jang menggenggamnja, dan keempat: tak mengenal kedaluwarsa
karena kedaulatan itu:
tak lekang dipanas
tak lapuk dihudjan.
Dalam bahasa Perantjis keempat sifat itu disebut dengan istilah:
Vunite, Vindivisibilite,
Vinalienabilite dan
V imprescriptibilite.
Adjaran kedaulatan pertama kalinja dibahas dan didjelaskan oleh
penggugah Jean Jacques Rousseau dan kemudian setelah pudjangga
besar itu meninggal diakui dalam naskah Piagam 1789 dan Konsti
tusi Perantjis 1791. Adjaran-hukum jang ditjetuskan oleh ilham
bangsa Perantjis itu mendjadi umum pada segala parajuris Amerika
Serikat dan firopah Barat. Djuga dunia kesardjanaan ditanah air
Kanaka, Gadjah Mada dan Datuk. Perpatili Nan Sebatang sedjadjar
dengan adjaran hukum Perantjis itu. Malalian dapat pula ditjatat,
bahwa kesardjanaan-huknm tanah air juris besar Hugo Grotius
djuga menaati adjaran kedaulatan diatas untuk kemerdekaan kera-
djaan Belanda. Tetapi adjaran itu dichianati oleh politic! Belanda,
seperti dapat dibatja dalam sikap ruhani dan sikap pendjadjahan
mereka terhadap tanali air Indonesia. Buat politici Belanda tak
69
adalah kesatuan kedaulatan Indonesia jang tunggal; kedaulatan
Indonesia dapat dibagi-bagi antara Indonesia dan Irian-Barat;
kedaulatan Indonesia boleh didjual digadai, boleh diserahkan atau
dipulihkan; kedaulatan Indonesia itu tak ada dan baru timbul hanja
oleh pendjadjahan Belanda, djadi mengenal kedalirwarsa. Pendirian
ini menurut pendapat kami bukanlah pendirian parajuris Belanda
jang addl dan djudjur, melainkan sikap dari pelaksanaan politik
meruntuhkan kemerdekaan Indonesia.
Kesusasteraan berbahasa Austronesia sunggnh-sungguh kaja-raja
dengan tjiptaan-hukum dan tjeritera-tjeritera naluri jang melukiskan
pengartian tentang istilah-hukum kedaulatan Indonesia, sehingga
isinja kesusasteraan itu meniah sebagai bunga mekar dengan tanda-
tanda kelahiran perasaan mengenai kedaulatan tanah-air dan bangsa.
Mengetahui isi dan tudjuan kedaulatan atau keutuhan negara Repu-
blik Indonesia serta dimana perlu menjekari kedaulatan itu dengan
djiwa-raga, dengan darah-tulang sebagai pemudjaan tahuran-bunga
kepada benda-mental jang paling tinggi dalam kehidupan bangsa,
adalah isi watak jang sangat terpudji pada Bangsa Indonesia. Mem-
bela kedaulatan, mentjintai kemerdekaan dan menghormali kcpala-
negara adalah tiga segi pada watak nasional Indonesia jang terpudji
itu.
II. Pembentukan kedaulatan Indonesia dan kedaulatan Nusan-
tara, sepandjang sedjarah Indonesia.
213. Sjarat-sjarat kedaulatan, seperti dibahas oleh para-juris
diatas, misalnja tentang sjarat ketunggalan dan tanpa kedaluwarsa
baru ternjata dengan djelasnja apabila ditindjau sedjarah kesatuan
jang mengikat objek kedaulatan, jadtu bangsa dan daerah 11115a jang
diliputinja. Menurut asal dan perkembangannja, maka penduduk
jang selang beribu tahun lamanja tumn-temurun berumah tangga
dikepulauan Indonesia dengan meliputi Irian-Barat adalah masuk
kesatuan-bulat geografis dan geopolitis ditengali-tengah rumpun
bangsa Austronesia jang berumpun-baliasa Austronesiia. Sardjana-
sardjana linguistik, anthropologi dan prasedjarah memberi bahan
berharga kepada pendapat itu, seperti sardjana Heine-Gelderen,
Riesenfeld, Verneau, Callenfels, Kern dan pater Schmidt. Bangsa
Austronesia itulah jang menduduki kesatuan daerah Nusantara
seperti ditundjukkan oleh Illahi dan para leluhur mendjadi tanah
airnja dipermukaan alam.
Dalam babakan prasedjarah dan protohistoria Indonesia maka
hubungan Irian-Barat dengan daerah Indonesia dalam ruangan
kepulauan Nusantara tertulis dengan indahnja dengan tersebutnja
Gunung Saldju dikati&tiwa atau Sjisjira diudjimg daerah Yawa-
dwipa, — djadi tak lain tak bukan dari pada pergunungan Sjaldju
70
di Irian-Barat — didaerah katistiwa dalam naskah -sjair Ramajana
ikatan pudjangga Walmiki. Irian-Barat, sebagai terletak diatas peta
diudjung sekali wilajah Indonesia, sehingga dalam protosedjarah
dinamai udjung Lautan atau Samudranta, karena terletak diudjung
lautan kita Segara Nusantara, jang dilingkaci oleh imtaian zamrud
dikatisfaiwa, djikalau sekiranja saja boleh mengutip kalimat pudjian
berasal dari pudjangga Multatuli.
Sedjarah kita landjutkan. Dalam babakan kebangsaan antara
tahun 500 dan 1500, pada ketika negara Seriwidjaja dan negara
Madjapahit menjusun kesatuan-kekuasaan jang bulat ditanah air
dikepulauan Nusantara, maka Irian-Barat dinamai Djanggi, seperti
ternjata dalam beberapa prasasti dan kesusasteraan Djawa-lama.
Malahan dalam kesusasteraan Tionghoa wilajah Irian-Barat jang
bernama Djanggi itu dipandang dan dianggap bersatu dan atau
terpisah-pisah dengan wilajah Maluku, sepertii dikabarkan oleh
pengarang Chau-Ju-Kua pada permulaan abad XIII.
Sampai pendaratan orang kulit putili kedaerah Nusantara maka
adalah perhubungan sosiologis diantara penduduk asli Nusantara
dengan daerah-kesatuan Nusantara serta termasuk Irian-Barat
kedalamnja, jaitu perhubungan Bangsa seturunan dengan daerah
Nusantara jang bernama, tanah-air, lemah-tjaik Nusantara tump ah*
darah atu wutah-rah patria Nusantara.
Diatas daerah jang terbagi atas delapan nusa itu berlangsunglah
penjusunan politik bersilih ganti, dan ternjata bahwa dalam zaman
Seriwidjaja dan Madjapahit wewenang tertinggi jang berdasarkan
kemerdekaan jang meliputi kurang-lebih seluruh Bangsa dan wilajah
Nusantara, dan wewenang tertinggi itu dinamai setjara juridis
kedaulatan Nusantara. Dengan berkuasanja orang kulit putili sedjak
abad XVI sampai abad XX, tidaklah kedaulatan Nusantara itu mati
hilang-lenjap, melainkan terkatup sebagai pajung terletak berupa
pusaka waris lama.
Tjara meruntuhkan kedaulatan Nusantara dan tjara menghambat
bangunnja kembali kedaulatan itu akan ditindjau dibawah ini
dengan memadjukan naskah-naskah jang didjadikan instrument
tindakan itu. Pemerintah Belanda berhasil untuk sementara, walau*
pun lamanja 350 tahun, membentuk kesatuan jang kekuasaan-kolo-
nialnja dipegang oleh politioi Belanda sendiri. Pekerdjaan itu ber-
djalan dengan menekan berpuluh-puluh pemberontakan jang ber-
hasrat penuh menghantam usaha djahat serta bekerdja sekuat
tenaga menjusun restaurasi zaman jang lampau dengan memegang
kedaulatan kembali ditangan Rakjat. Untuk sementara sampai di-
penghabisan abad XIX memang perdjuangan itu tidak mentjapai
hasil, penghalangnja jalah: tak ada koordinasi dan organisasi
interinsulair dibidang persatuan Indonesia; jang berserimaradja
jalah separatisme, dan mau diadu-dombakan. Baru berhasil dalam
71
abad XX, setelah ada koordinasi dan organisasi interinsulair berdasar
persatuan nasional, sehingga perdjuangan memuntjak pada liari
Proklarnasi, jang berkuasa menegakkan kembali kedaulatan Indo
nesia meliputi daerah dan bangsa Indonesia dari Sabang sampai
Merauke. Revolusi mendjiiwai kembali hendak merebut meridian 141
ditimur Indonesia jang terletak dipantai deburan ombak dan ge-
lombang diteluk Tabi dipesisir Samudera Pasifik.
Kedaulatan Indonesia jang meliputi bekas Hindia Belanda dahulu
hidup kembali diatas runtuhan kedaulatan Nusantara.
III. Perdjuangan meruntuhkan kedaulatan Nusantara dan mene
gakkan kedaulatan Rakjat Indonesia.
214. Diatas papan-tjatur pergolakan kekuasaan seluruh dunia
sedjak runtuhnja keradjaan Rumawi Timur dengan djatuhnja kota
Stambul-Konstantinopel kedalam tangan Fatili Sultan Salim pada
tahun 1452 sampai kepada tahun Proklarnasi Kemerdekaan Indo
nesia 1945 selama 500 tahun, dapatlah dibatja dengan katja mata
berwarna historia-juridis bagaimana peruntuhan kedaulatan Nusan
tara dan bagaimana pula penjusunan kembali kedaulatan Indonesia
dengan segala penderitaan dan keperwiraan Bangsa Indonesia.
Penjelidikan ilmiah tentang turun-nadknja kedaulatan Indonesia
dalam ruangan-waktu selama setengah millenium itu baru sadja
mungkin didjalankan, setelah bahan tertulis dapat dimiliki. Naskah
itu dengan segera dibawah ini kita tindjau dengan selajang pandang
dan serba-ringkas.
Beberapa tahun sesudah tarich 6urya-sengkala Sirna hilang ker-
taning bhiimi (1400), jaitu tahun 1478 Masehi, ketika kedaulatan
Nusantara menurut kesusasteraan nasional kita dikendalikan oleh
kepala-negara Madjapahit bernama Perabu Kertabuma kehilangan
tjahaja-pamornja, maka Portugis dan Sepanjol didunia firopah
Barat menanda tangani beberapa naskah jang bagi mereka akan
didjadikan dasar-hukum bagi penemuan tanah-djadjalian diper-
mukaan bumi dan siapa jang akan berhak menduduki dan memiliki
tanah Indonesia, jang mendjadi tudjuan achir pelajaran mengidari
bumi.
Menurut warkat atau rama-sutji Alexander VI tanggal 4 Mai 1493,
maka Sepanjol boleh memiliki tanah-tanali jang ditemui dalam
pelajaran disebelah timur garis demarkasi menurut meridian dise
belah barat pulau Verde. Warkat atau bul itu memperkuat bantahan
dan pertikaian antara Sepanjol dan Portugal, jang berasa diperlaku-
kan kurang adil, sehingga harus diiselesaikan dengan perdjandjian
baru jaitu persetudjuan Tordesillas tanggal 7 Djuni 1494, jang baru
diperkuat oleh rama-sutji Julius II tanggal 24 Djuni 1506.
Oleh bantahan dari piliak Portugal itu, maka dipindahkan
meridian di Samudera Atlantik itu lebih djauh kesebelali Barat
pulau Verde, kini untuk pembagian permukaan bumi menudju
72
Indonesia mendjadi meridian Tordesillas, masih di Samudera
Atlantik djuga dari kutub utara kekutub selatan.
Naskah Persetudjuan Tordesillas dalam bahasa Portugis (1494)
dan warkat rama-sutji Julius II (1493) dalam bahasa Latin kita
eiarkan bersama salinannja dalam naskah tatanegara ini.
Meridian Tordesillas, terletak 370 deradjat disebelali barat pulau
Verde di Samudera Atlantik dengan ketentuan, bahwa penemuan
diisebelah barat meridian itu adalah mendjadi hak-inilik Hispania
dan jang disebelali timur mendjadi hak-milik Portugis. Atas dasar
Tratados de Tordesillas bertanggal 7 Djuni 1494 itu, berlajarlah
menudju ketimur dengan mengidari benua Afrika armada Bartho-
lomos Dias, dan kemudian armada Vasco da Gama dan admiral
Malaka di Semenandjung Melaju pada tahun 1511, sehingga terbuka-
Nusantara, jaitu keradjaan Pasai dipulau Sumatera dan Bandar
Malaka di Semenandjung Melaju pada tahun 1511, sehingga terbuka-
lah djalan-laut ketanali gula dan madu, jaitu berupa rempah-rempah
pala dan tjengkeh sebagai hasil bumi Pertiwi Indonesia ditanah
Maluku, jang mendjadi idam-idaman kekajaan pedagang Eropah
Barat sedjak Sultan Salim berkuasa di Stambul; berlajarlah pula
atas dasar Trados de Tordesillas armada Hispania dibawah admiiral
Magelan menudju ketimur dengan mengidari benua Amerika dan
mengarungi Samudera Pasifik, mentjari djalan ketanah Indonesia,
jang dinamai djuga Indiia Oriental atau India Timur, dengan tudju-
an terachir liendak mentjapai tanah gula dan madu berupa rempah-
rempah pala dan tjengkeh ditanah Timur Indonesia dikepulauan
Maluku. Magelan mati terbunuh dalam peperangan melawan agressi-
pertama ditanah Filipina dibawah piimpinan radja Lapulau dipulau
Maktan pada tahun 1520 dan armadanja baru sampai ke Tidore
pada bulan Desember 1520 serta meninggalkan Indonesia pulang
dengan inenjinggahi pulau Timur pada permulaan tahun 1521
dengan melajari Lautan Kidul disebelali selatan pulau Djawa dan
mengarungi Samudera India atau lebili tepat lagi Samudera Indo
nesia menudju pelabuhan Sevilla dengan membawa hasil bumi
Indonesia dan orang Indonesia pengidar bumi pertama menudju
Sevilla dan Barcelona.
4 Djuli dikota Philadelphia ilham revolusi, kalimat: ’ ’That to
secure Rights, Governments are instituted among men, deriving their
just Powers from the Consent of the Governed, that whenever any
from of Government becomes destructive of these Ends, it is the
Right of the People to alter or to abolish it. Bahwa untuk menetap-
kan djaminan liak ini, maka ditengah-tengah para manusia diben-
tuklali bebeiapa Pemerintahan dengan kekuasaan jang bersumber
adil dan benar kepada persetudjuan orang jang terperintah, dan
bahwa apabila sesuatu Pemerintah apapun djua mengatjau dan
merombak maksud-maksud itu, maka Rakjat mempunjai liak untuk
merobah dan mengliapuskan pemerintahan itu” .
73
Pertemuan kedua armada Portugal dan Sepanjol jang bertemu
muka dengan tak disengadja ditanah Maluku, baru memberi per-
ingatan pertama, bahwa bumi ini bulat-begola adanja dan tidak
sebagai dataran-tikar jang malialuas. Terpaksalah menarik meridian
Djailolo, jang memasukkan Irfian mendjadi kekuasaan Sepanjol, jang
didatangi pertama kalinja oleh pelaut Eropah pada tahun 1527.
Mulailah tanah Indonesia mendjadi bahan pembagian pemetjahan
antara kedua bangsa firopah Barat dan rusaklah kesatuan geografis
Nusantara sedjak tahun 1521 itu. Demikianlah mulai berlangsung
desintegrasi kesatuan dan kedaulatan Nusantara, jang akan berlarut-
larut sampaa. hari Proklamasi Kemerdekaan kita.
Tetapi kesatuan geografis itu, kini dalam rangka kekuasaan asing
Iekas diperbaiki, dengan memindahkan meridian Djailolo lebih
djauh kesebelah timur di Samudera Pasifik, sehingga selurnli
Nusantara dengan termasuk Irian Barat dalam kesatuannja mendjadi
daerah pendudukan Portugis. Separatisme berdjalan terus, tetapi
persatuan Nusantara tidaklah mati oleh tekanan asing.
Perdjandjian antara Sepanjol dan Portugal, jang ditanda tangani
pada 22 April 1529 di Saragossa menetapkan, bahwa daerah antara
garis demarkasi 370 mil disebelah barat kepulauan Tandjung Verde
dari kutub utara sampai kekulub selatan, seperti ditetapkan menurut
perdjandjian Tordesillas, kini mendapat perwatasan timur jaitu
menurut garis meridian 19° disebelah tiimur-laut kepulauan Maluku,
mendjadi daerah kekuasaan Portugal, dengan pengartian bahwa
kepulauan Filipina tetap masuk kekuasaan Sepanjol. Orang Sepanjol
harus meninggalkan daerah kepulauan Nusantara Selatan dengan
termasuk Irian Barat kedalamnja dengan menerima uang suka 350
ribu dukat emas sebagai uang pembelian kekuasaan jang kini djatuh
kedalam tangan Portugal; dengan demikian bersililah kepulauan
seluruh Maluku dari kekuasaan Sepanjol atau ’Tllias, terrae e mar
Oceana de Maluko” , dan dagang-sapi besar-besaran dan politik
pindah tangan kekuasaan dimulai. Orang Portugis mengusir orang
Sepanjol, dan orang Portugis nanti diusir oleh orang Belanda, jang
berperang didua lapangan pertempuran. Dibenua Eropah bangsa
Belanda menegakkan kemerdekaan. dengan merebahkan kekuasaan
Sepanjol ditanah air, perdjuangan jang sjah dan dikagumi sedjarah;
kepulauan Nusantara didjadikan daerah pertempuran jang diber-
gihkan dari pengaruh Portugis oleh pelajar, pelaut dan pedagang
Belanda, suatu peperangan kolonial jang menodai lembaran sedjarah
nasional Indonesia. Dimedan pertempuran dibenua firopah bangsa
Belanda menemukan kemenangan jang kekal-abadi, sehingga ter-
tegaklah negara Belanda jang merdeka-berdaulat. Dimedan pertem
puran ditanah Nusantara, maka Belanda memetik kemenangan
peperangan kolonial untuk sementara waktu tetapi selama beratus-
ratus tahun, jang nanti akan ditutupi sedjarahnja oleh pemakluman
74
naskah. Proklarnasi Kemerdekaan Indonesia sesudah kemenanffan
demokrasi tertjapai heberapa hari sesudah perang dunia kedua
dalam abad XX.
Menurut pasal-pasal perdjandjian Munster 1648 di Wetfalia dan
perdjandjian St. Ildefonso, maka orang Sepanjol dilaransj berlajar
didaerah sebelah timur Tandjung Pengharapan dan didaerah sebelah
barat kepulauan Filipina; larangan ini berarti pembatasan kekuasa
an Sepanjol dikepulauan Nusantara, jang setelah itu seperti telah
didjelaskan diatas mendjadi rebutan-kekuasaan antara Portugis dan
Belanda. Sedjarah larangan bagi orang Sepanjol ketanah Indonesia
seperti telah didjelaskan diatas, mempunjai sedjarah sedjak per
djandjian Tordesillas 1494 tadi itu.
Setelah serikat dagang Belanda berusaha membatasi kedaulatan
Nusantara, maka kekuasaan itu diserahkan oleh kaura pedagang
kepada Bangsa Belanda sendiri, jang menjusun sedjak permulaan
abad X IX administrasi-djadjahan India-Belanda, jang terus-menerus
dimasukkan kedalam Konstitusi Belanda bertumt-turut sedjak abad
X IX sampai beberapa tahun sesudah Proklarnasi Kemerdekaan 1945.
Perang dunia I dan II jang menggontjangkan dunia tidaklah
mendjadi tempat beladjar bagi Bangsa Belanda. Tenaga demokrasi
diseluruh dunia sedjak perdjandjian San Francisco tahun 1945,
hanja menggerakkan politici Belanda inenggantu perkataan Neder-
landsch Indie mendjadi Indonesia sebagai istilah hukum bagi status
djadjahan baru bagi tanah air jang sudali merdeka-berdaulat sedjak
Proklarnasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustu9 1945.
Setelah menggerakkan perang kolonial pertama dan kedua, maka
perdjandjian K.M.B. ditanda tangani di Amsterdam tanggal 27 De-
sember 1949. Djuga waktu dan suasana jang dipergunakan politici
Belanda untuk memperalat Konstitusi Nasionalnja sendiri bagi
perampasan wilajah Indonesia adalah pelanggaran hukum atjara
beradap jang mendjadi dasar perundingan diplomatik. Ditengah-
tengah perundingan tentang penjeralian Irian Barat di Den Haag,
setelah termijn satu tahun berliwat untuk menggagalkan segala
perundingan diplomatik menurut perdjandjian K.M.B. jang ditanda-
tangani oleh kedua delegasi pada 27 Desember 1949 di Amsterdam,
maka politici Belanda memasukkan daerah Irian Barat kedalam
Konstitusi Belanda dengan diberi nama Nederlansch Nieuw Guinea.
Tindakan ini jalah pentjurian daerah Indonesia pada siang hari.
Tindakan rebut-rampas daerah Indonesia itu memberi bukti jang
djelas, bahwa tak ada kedjudjuran pada pihak Belanda waktu me-
njodorkan perdjandjian K.M.B. itu kepada pihak Indonesia, setelah
lebih dahulu membunuh dan menembaki Rakjat Indonesia dalam
perang-kolonial jang bertudjuan djahat hendak merimtuhkan kedau
latan Indonesia ditangan Rakjat jang tjinta kemerdekaan.
75
Untuk menghormati diri dan untuk membela kedaulatan jang
diitegakkan kembali oleh Revolusi Kemerdekaan sedjak hari Prokla-
masi, maka kuatlah alasan-hukum dan kesusilaan nasional supaja
membatalkan segala dan seluruli perdjandjian K.M.B. jang ternjata
hendak didjadikan instrument politik melandjutkan pendjadjahan
ditanah air Indonesia dan hendak menggulingkan kedaulatan Indo
nesia jang ditegakkan dengan perdjuangan djdwa-raga dan duka-
derita.
Pada sidang pembukaan Konperensi Medja Bundar di Den Haag
pada tanggal 23 Agustus 1949 telah dimadjukan lebih dahulu oleh
kepala delegasi Republik Indonesia, bahwa sesuatu penjeralian
kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Indonesia, jaitu kedau-
iatan jang penuh dan setjara tak bersjarat adalah tak sesuai dengan
kenjataan jang sahfih. Negara Republik Indonesia jang pada waktu
itu berpusat didaerah pedalaman Djokjakarta sudah mempunjai
kedaulatan sendiri dalam tangannja sedjak Proklamasi 1945, sehing-
ga bagi Indonesia perkataan transfer atau overdracht kedaulatan
paling banter berarti pemulihan atau. penjempurnaan kembali
kedaulatan jang ditjoba meruntuhkannja oleh tindakan tentara dan
tindakan pemerintah kolonial Belanda. Lagi pula akan berdirinja
Uni Indonesia-Belanda adalah suatu sjarat bagi penjerahan jang
dikatakan tak-bersjarat itu, serta tiap-tiap tindakan hendak men-
djadikan Irian Barat, sebagai bagian dari bekas Hindia-Belanda
dahulu, djadi daerah sengketa adalah pada hakekatnja meruntuhkan
kedaulatan Indonesia karena kedaulatan Indonesia mendjadi terbagi-
bagi, sehingga penjerahan kedaulatan tidaklah sempurna, on-
volledig atau in-complete. Dan apabila delegasi Republik Indonesia
menanda tangani djuga kertas bid’ah dtu dikota Amsterdam pada
27 Desember 1949, seperti seluruh perdjandjian K.M.B. dapat di
namai kertas bid’ah, maka hal itu berlangsung karena Indonesia
didorongkan tjinta damai dan tjinta kemerdekaan dalam sanubari-
nja, dan djuga karena tiap perundiingan diplomasi m endiam kan latar
belakang jang mendjadi siasat tinggi hendak membubarkan peme-
rintahan pendjadjah India-Belanda dan meruntuhkan organisasi
tentara kolonial Belanda ditanah air Indonesia dengan m em peralat
kertas bid’ah itu sendiri. Siasat itu berhasil. Sesudah medapat hasil
jang diniatkan dan atas kehormatan diri sendiri d'ibatalkanlah kertas
bid’ah, karena ternjata dari tersangkutnja kemerdekaan tanah air
Irian Barat jang ditipu-dajakan dengan persetudjuan K.M.B. jang
batil itu. Dasar hukum internasional jang berbunji pacta sunt
servanda, — djandji ditepati — , adalah aturan jang relatif dalam
perlakuannja, dan baru sempurna djikalau diturut-pula sam bungan-
nja jang berbunji rebus sic stantibus, ditepati dalam hal-hal sekiranja
keadaan tetap tidak berubah. Dalam hal jang berupa ’ ’vital change
of circumstances” , kata Oppenheim-Lauterpacht, maka orang diper-
76
bolehkan melepaskan diri dari djandji-persetudjuan meskipun telah
ditanda-tanganinj a.
Demikianlah adjaran kedaulatan Indonesia mendjadi hidup dalam
mechanisme Revolusi Kemerdekaan jang belum selesai. Perdjuangan
itu dikendaUkan oleh keinsjafan-hukum kepada sifat kedaulatan
jang empat, seperti dikenal oleh para-juris £ropah dan oleh para
juris Indonesia, semendjak Jean Jacques Rousseau dalam abad XVIII
dan semendjak Jean Bodin dalam abad XVT menaburkan adjaran
jang subur mengenai kedaulatan kepada ummat manusia.
Adapun akibat palsu dari pendirian politici Belanda, bahwa
kedaulatan Belanda meliputi tanah Nederland di firopah Barat itu
sama sifatnja dengan kedaulatan Belanda meliputi Irian Barat jang
dinamainja Nederlandscli Nieuw Guinea menurut Konstitusi Belanda
pasal 1, jalah suatu hubungan politik berdasarkan kolonialisme-
imperialisme jang hendak dinamai djuga setjara tak benar juridis
kedaulatan Belanda. Hal itu jalah suatu tipuan diri sendiri, dan
dengan beralasan hukum jang dapat ditantang dan dabantah, bahwa
itu adalah suatu penipuan dan memperkosa pengartian kedaulatan,
jang hanja boleh meliputi daerah bangsa sendiri dan tidak meliputi
daerah asing jang mendjadi tanah-air Bangsa Indonesia. Dalam hal
itu dapat dibatja penanaman pengartian kelaliman diatas tindakan
separatisme atau politik memetjah-belah dengan bertudjuan
annexatie jang terkutuk. Politici Belanda menodai konstitusinja
sendiri dan mengchianati adjaran kedaulatan jang dahulu ditebar-
kannja untuk mentjapaii kemerdekaan tanah airnja di firopah Barat
dan kini dalam abad X X menebarkan adjaran hukum jang terkedji
penuli kelaliman dan karena merampas kemerdekaan Bangsa Indo
nesia.
Naskah-naskah asing diatas, sedjak warkat 1493 dan perdjandjian
Tordesillas, Saragossa dan Mustre sampai persetudjuan K.M.B. dan
pemulihan fasal-fasal Konstitusi Belanda 1801-1945 adalah semuanja
masuk instrument politik untuk merebahkan kedaulatan Nusantara
diatas run tuhan negara Indonesia kedua, keperabuan Madjapahit,
diselubungi asap bedil perang kolonial dan diatas penderitaan kaum
pemberontak Indonesia diseluruh kepulauan Nusantara, jang ber-
usaha gagah berani penuh keperwiraan hendak memulihkan kedau
latan Nusantara itu kembali dalam perdjuangan gegantis selama
250 tahun.
Faktor ethnologi jang dapat melihat perbedaan rambut keriting
dan rambut indjuk, perbedaan tjara tertawa dan menjindir, per
bedaan warna kulit sawo, langsap atau manggis, makan sirih atau
merokok krosok, tidaklah berkuasa menghambat orang hendak
bersatu untuk mentjapai kemerdekaan, jang mendjadi faktor pem-
bentukan sebagai bangsa-merdeka. Adjaran Ernest Renan, bahwa
nation itu jalah keinginan hendak bersatu, adalah benar dan mulia
77
pada pembentukan bangsa Amerika Serikat jang berasal dari
berpululi-puluh bangsa jang sangat berbeda; benar dan tetap mulia
dalam pembentukan bangsa-negara Belanda antara orang Fries,
Limburg, Drenthe, Holland, Brabant dan Zeeuw; dan adjaran
pudjangga Perantjis itu tetap benar dan mulia pada pembentukan
bangsa-negara atau nation Indonesia antara orang Irian, orang
Ambon, Djawa, Bali, Kalimantan, Kawanua, Sunda, Batak, Madura
dan Minangkabau, jang semuanja masuk rumpuii Austronesia,
karena bagi Bangsa Indonesia sudah lahir keinginan hendak ber-
satu. Faktor etlinologi tidaklah penghalang dalam pembentukan
bangsa, nation building.
Lagi pula soal Irian Barat masuk Melanesia, djadi tak masuk
Indonesia, baru lahir serentak dengan nafsu hendak memiealikan
daerah dtu dari tanah-air Indonesia; baru lahir ketika Irian Barat
dimasukkan setjara tak djudjur kedalam Konstitusi Belanda pada
tahim 1954. Adjaran geografi itu tidak benar dan palsu.
Irian Barat masuk Melanesia adalah disusun dengan melanggar
segala kesopanan dan sudah berantakan dengan segala dasar-hukum
jang adil; pembentukan teori Melanesia adalah usalia untuk me-
rimtuhkan kedaulatan Indonesia jang baru berkembang dan dapat
dibatja kenjataan agressi melandjutkan kolonialisme dalam abad
XX. Politici Belanda rupanja menganggap, bahwa Indonesia sebelum
orang Barat datang kemari adalah suatu ruangan lowongan-hukum.
78 *
LVII.
KALIMAT HUGO GROTIUS, 1625.
KALIMAT HUGO GROTIUS, 1625.
215. Juris besar Hugo Grotius, kelaliiran Belanda jang dibuang
dari tanah airnja dan meninggal cliluar Nederland, telah memper-
ingatkan kepada dunia dalam bukiuija bernama De iure praedae
jang ditulis pada tahun 1605 jang naskahnja telah didapat kembali
pada tahun 1864, bahwa bangsa Indonesia mempunjai bahasa dan
liukum ketatanegaraan sendiri, sebelum bangsa firopah datang
mendarat kesini. Dengan .tegas dia menulis dalam bahasa Latin:
Non esse autem Lusdtanos earum partium dominos, ad quas Batavi
accedunt, puta Javae, Taprobanae, partis maximae Moluccamm, cer-
tissimo argumento colligimus, quia dominus nemo est ejus rei, quam
nec ipse umquam nec alter ipsius nomine possedit. Habent insulae
istae, quas dicimus, et semper liabuenmt suos reges, suam rempu-
blicam, suas leges, sua jura: Lusitanis mercatus, ut aliis gentibus
conceditur; itaque et tributa cum pendunt, et jus mercandi a Prin-
cipibus exorant, dominos se non esse sed ut extemos advenire satis
testantnr; ne habitant quidem nisi precario.
Salinannja dalam bahasa Indonesia jang takkan kalah merdu
dan nilai liukunmja dari pada bahasa Latin jang tangkas-djelas itu,
berbunji sebagai berikut:
,,Bagaimana djuga oraii”: Poviugis tidaklah jneinpunjai kekuasaan
atas daerali-daerali jang dikundjungi oleh orang Belanda, seperti
pulau Djawa, pulau Sumatera dan sebagian besar gugusan pulau
Maluku. Untuk membuktikan kenjataan itu, maka kami memadju-
kan alasan jang tak dapat digugat, bahwa tidak adalah seseorang
boleh menguasai satu benda, baik dia sendiri ataupun seseorang
orang lain atas namanja, djikalau dia sendiri tak pernah lebili
dahulu telah mendjadi pemilik. Pulau-pulau jang kita sebutkan
tadi itu mempunjai dan senantiasa selalu telah mempunjai radja-
radja sendiri, mempunjai pemerintahnja sendiri, mempunjai
peraturan dan liak-hak sendiri. Orang Portugis seperti djuga orang-
orang lain diperbolehkan datang berdagang kedaerah itu, karena
atas kekuasaan sudah mendapat izin. Oleh sebab itu, karena mei'eka
membajar uang upeti dan karena mereka lebili dahulu mengadjukan
permohonan kepada orang jang menguasaii pulau-pulau itu, supaja
boleh berdagang, maka njatalah mereka membuktikan sendiri,
bahwa mereka tidak mempunjai kekuasaan, akan tetapi mereka
datang kesana sebagai orang asing. Mereka hidup disana hanjalali
karena mendapat izin” .
Karena dengan tegas maha-juris intemasional itu 3 setengali abad
dahulu, bahwa orang Indonesia mempunjai kepala negara dan
pemerintahan beserta mengenal peraturan nasional jang tertulis
atau tidak tertulis — suos reges, suam rempublicam, suas leges, sua
81
150/B (6)
jura —, sedangkan kedaulatan itu bertali erat dengan adanja peme
rintalian nasional dalain pelbagai bentukan negara, dan masuk pula
kepada sekumpulan aturan dan liuknm jang tertulis atau tidak,
maka Hugo Grotius sudah dapat melihat 350 tahun dahulu adanja
kedaulatan Nusantara atas Bangsa dan kepulauan Nusantara, sebe
lum bangsa-bangsa kulit putih datang kemari sedjak abad X Y I.
Djuga juris besar Prof. Van Yollenhoven jang dikagumi dan di-
segani dunia kesardjanaan timur menulis sebelum beliau meninggal
dalam naskah nja Staatsrecht Overzee beberapa kalimat jang sama
maksud dan isinja seperti nasehat Hugo Grotius 300 tahun lebih
dahulu itu. Bunjinja:
„Wanneer in 1596 het eerste scliip met de driekleur aan den mast
in den Indischen archipel binnenvalt, is dat land staatsrechtelijk geen
„woest en ledig” land. Het is boordevol instituten van volks- en
gezachts ordening; bewind door of over stammen, dorpen, bon-
den, republieken, vorstenrijken. Allerminst een samenhangend
geheel — ondanks den vroegeren machtigcn groei en het tijdelijk
overwicht van Madjapahit — ; maar wel een complex van Oostasia-
tisch staatsrecht, inheemsch gebleven ondanks Hindoesche en
Mohammedaansche invloeden op de bevolking.
Het optreden der Nederlanders brengt in het staatsrecht van dit
eilandgebied de eerste breuk. Het oostersch staatsrecht leeft
uiteraard voort in de uitgestrekte woongebieden der talrijke
Indonesiers; maar een nieuw stuk westersch staatsrecht, compagnie-
staatsrecht,wordt gaandeweg daarnaast gesteld” .
Hilang-tenggelamnja negara Madjapaliit sedjak tahun 1525 itu
berarti tertindas dan terhambatnja perkembangan kedaulatan Nu
santara, jang mendjadi berlarut-larut dengan segala penderitaan
ekonomi karena penindesan dan rintangan bangsa-bangsa firopah,
tentara Djepang dan feodal Indonesia sampai ketahun 1945, ketika
negara Indonesia ketiga Republik Indonesia terbentuk atas dasar
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Banjaklah jang runtuh rusak-
binasa dalam waktu imperialisme kolonialisme-fasisme bersimahara-
djalela selama 420 tahun itu, seperti susunan tatahukum negara-nega-
ra Indonesia, hak-hak perseorangan dan sebagian hukum adat dan
hukum atjara. Tetapi kedaulatan Nusantara jang meliputi tanah-air
dan bangsa Indonesia tidak hilang-luput atau hilang tenggelam,
melainkan diusaliakan berdiri dan berkembang kembali dengan
menempuh djalan pemberontakan, keraman dan perlawanan. Ke-
daulatan Nusantara dan hak-lingkungan desa hidup dalam haribaan
kesedaran-hukum nasional.
Berkat Perdjuangan Kemerdekaan Indonesia jang bersandar dalain
abad XX kepada persatuan-bangsa dan organisasi-organisasi kebang-
saan dan agama, maka pada hari Proklamasi 1945 itu lahirlah
kembali pada tingkatan pertama kedaulatan Indonesia dalain geng-
82
gaman Rakjat Indonesia jang menjusun negara dan masjarakat atas
kemerdekaan nasional jang hiidup-meriali kembali kedaulatan
Indonesia dalam abad X X sebagai suatu fragment dari pada kedau
latan Nusantara sebelum abad XVI dengan segera menurut kenjataan
dan pengakuan liak mutlak (birth right) akan meliputi tanah-air
dan rakjat Irian-Barat sebagai wilajat-hukum jang tak dapat dipisah-
pisalikan dari pada bangsa dan tumpah-darah Indonesia, sebagai
sebagian dari pada bangsa Nusantara, jang pasti akan berkembang
pula pada hari depan.
Bertambah djelaslah kini, bahwa Naskah Proklarnasi Kemerdeka
an Indonesia dengan Konstitusi Indonesia adalah pada hakekatnja
mahasumber hukum, jang didjadikan mendjadi instrument Revolusi
untuk menegakkan kedaulatan Indonesia. Hasil perdjuangan merim-
tuhkan dan menegakkan kedaulatan itu berdasarkan segala naskah,
jalah: bahwa instrument pendjadjahan telah terhenti pelaksanaan-
nja, seluruhnja atau sebagian, sehingga masuk kedalam bagian
sedjarah kedji jang telah lampau. Berdirilah Republik Indonesia,
atas kedaulatan Rakjat Indonesia, negara Indonesia ketiga jang
meliputi sebagian besar tanah-air Nusantara dan sebagian besar
Banasa Austronesia. Kedaulatan Indonesia bangun kembali, atas
tenaga Rakjat jang berdjuang, berkorban, menderita dengan tangan
tegap-teguli menggenggam kedaulatan jang dibelanja dimedan
perundingan dan dimedan pertempuran dengan segala keinsjalan
dan keberanian ruhani jang tak ada taranja dalam sedjarah Asia
dan dunia.
Sudahlah pada tempatnja kami memperingatkan, bahwa bangsa
Indonesia sepandjang masa mempunjai pengartian tegas dan men-
dalam tentang kedaulatan jang ada dalam genggaman tangannja.
Pengartian jang sungguh-sungguh tersusun baak itu mendjadi dasar-
hukum bagi tjinta-kasih jang dimesrakannja kepada perdjuangan
memerdekakan nusa dan bangsa.
216. Apabila kita simpulkan perkembangan apa jang kini
dinamai kedaulatan Rakjat menurut Konstitusi Republik Indonesia
pertama 1945, maka kedaulatan itu sebelum abad XVI meliputi
seluruh tanah air kepulauan Nusantara jang terdiri alas Delapan
Nusa atau Astadwipa seperti diamanatkan oleh pudjangga Prapantja
dalam naskah nasional Negarakertagama pada sarga XIII. Juridis tak
adalah perbedaan jang mengenai dasar-hukum antara kedaulatan
Indonesia waktu sekarang dengan kedaulatan Nusantara dizaman
dahulu. Hanjalah luasnja objek kedaulatan itu oleh turun-naiknja
gelombang permainan politik ada perbedaan, jaitu dari daerali jang
luas dalam perwatasan tertentu mendjadi daerah jang kurana: luaa
seperti sekarang, tetapi djuga dalam perwatasan tertentu, dan dengan
meliputi tjatjah djiwa Indonesia jang selalu meningkat setjara
progresif sudah mendekati 100 djuta pada pengliabis an abad XX.
83
Maka perkembangan pengartian kedaulatan Nusantara mendjadi
kedaulatan Rakjat Indonesia adalah sifat barang jang hidup dan
berhubungan setjara organis dengan bagian-bagian keseluruhan
hukiun Indonesia, jang bersuniber kepada Semangat Rakjat atau
Volksgeist. Maka bukanlah taraf-hukum jang lebih dahulu dtu
rendah dari sekarang, dan bukan pula kelaliiran faham hukiun itu
pengartian jang langgeng-abadi, melainkan babakan dahulu dan
babakan sekarang adalah nilai juridis jang sarna belaka. Seperti
perkembngan adat-istiadat dan bahasa, maka djuga perkembangan
kesedaran hukum dan pendirian kenegaraan itu senantiasa digerak-
kan dan didorongkan oleh tenaga-tenaga batin jang tak keliliatan
atau oleh „innere stillwirkende Kraefte” . Tindjauan ini tidaklali
baru. Sardjana hukum jang paling utama dalam abad jang lampau,
mahajuris Von Savigny dengan tegas mendjelaskan dalam naskah nja
Vom Beruf unserer Zeit fuer Gesetzgebung und Rechtsivissenschaft
— Tentang tugas kewadjiban-zaman membuat undang-undang dan
bagi ilmu-hukum, 1814 —, bahwa hukum itu bukanlah tempaan
kekuasaan politik, melainkan hidup berlumbuh dengan dan dalam
haribaan Rakjat. Segala pusaka Bangsa, seperti djuga dengan kedau
latan Rakjat, adalah berisi juridis dan bernilai sosiologis jang liarus
ditafsirkan menurut sedjarah kebangsaan jang turun-naik, seperti
lautan mengenal pasang-naik, pasang-turun dan pasang pumama-
raja. Kedaulatan Nusantara jang meliputi tanah air Nusantara jang
dihumi turun-temurun oleh bangsa Austronesia, kini telah mulai
berkembang hidup kembali mendjadi kedaulatan Rakjat meliputi
segenap Bangsa negara Indonesia dan daerali-hukum bekas India
Belanda, — jang untuk sementara waktu tanpa Irian Barat —
tetapi kini dapat dilihat, berkat permainan tenaga kemerdekaan
nasional di Asia Tenggara pastilah, oleh „innere stillwirkende
Kraefte” oleh tenaga-tenaga batin jang tak keliliatan, pada suatu
ketika akan berkembang kembali mendjadi kedaulatan Nusantara,
dengan meliputi bangsa Austronesia jang bertanah air dan liidup
berbahagia dibawah satu atap perumahan-liukum di Astadwipa
Nusantara diatas satu perwatasan pekarangan jang telah dlitetapkan
oleh Sang Alam dan nenek-mojang para leluhur mendjadi tanah
air dan patria Nusantara.
Demikianlah tindjauan-hukum tentang perkembangan kedaulatan
Indonesia, jang disampaikan dengan amanat para-pudjangga dalam
zaman-kentjana abad XIV kepada Bangsa Indonesia dicenturia X X
jang bergaja merebahkan imperialisme-kolonialisme dan berdaja
menegakkan negara Kesatuan Republik Indonesia, disampaikan
sebagai tugas-kewadjiban zaman, Vom Beruf unserer Zeit, kini me-
nurutkan .rintisan perdjuangan terbentuknja kembali kedaulatan
Nusantara diatas bangsa-bangsa Austronesia dalam centuria X X I,
sebagai landjutan Abad Proklamasi jang luhur-gemilang.
84
PASAL IX.
PERUMAIIAN NEGARA MADJAPAHIT
PASAL IX.
PERUMAHAN NEGARA MADJAPAHIT.
I. Pengartian perumahan negara.
217. Kepustakaan Eropah-Barat tentaug filsafat dan hukum
negara mempersoalkan dengan tak putus-putusnja tentang pengartian
negara dan tentang pelbagai anazir jang sanggup membentuk dan
menegakkan persekutuan negara. Pemandangan-pemandangan jang
ditimbulkan oleh penjelidikan itu banjak jang bertentangan satu
dengan lain, dan ada pula jang mengenaa hanja sebagian dari pada
sjarat-sjarat umum jang diperlukan negara. Kedua soal jang tersebut
diatas terpaksa ditindjau kembali dalam tulisan ini sebagai pertang-
gungan djawab kepada uraian fikiran jang diturut. Prof. R. Kjelien
dalam naskah nja „Der Siaat als Lebensfonn” meluaskan penjelidikan-
nja tentang negara sampai-sampai kedaerali ilmu bumi, karena
menurut pendapalnja maka negara jalah susunan jang dibentuk oleh
sekumpulan manusia diatas sebidang tanah. Maka oleh sebab itu
pengetahuan negara jalah pula geopolitik jang mendjadikan daerah
tanah sebagai bahan-pemeriksaan: das mit politischer Organisation
durchdrungene Land. Memang geopolitik, seperti berkembang
sebagai ilmu pengetahuan ditanah Djerman pada pengliabisan
peperangan dunia pertama dibawah pimpinan Prof. Hausliofer,
semata-mata memeriksai arti dan pengaruh daerah tanah kepada
manusia dan tjita-tjita politik, tetapi ilmu hukum hanjalah ber-
dekatan dengan ilmu geopolitik dan kedua-duanja meliputi dua
daerah jang mempunjai batas tersendiri pula. Daerah tanah memang
sangat penting bagi geopolitik, sedangkan bagi ilmu-negara anazir
permukaan bumi sama pentingnja dengan anazir jang lain-lain.
Apa lagi sesudah peperangan dunia kedua, maka did'alam kepustaka
an hukum inlernasional terkenal dan diakui beberapa negara-
pelarian jang untuk sementara tidak mempunjai daerah, sehingga
dengan sendirinja dalam keadaan-keadaan istimewa arti permukaan
bumi sebagai anazir negara terdorong djauh kebelakang.
Walaupun demikian harus diakui bahwa daerah bumi jalah sendi
negara jang utama. Ruangan tanah telaplah mendjadi bah an penje
lidikan kedua pengetahuan geopolitik dan ilmu hukum negara,
seperti ternjata pada penulis Kjelien itu. Pengaruh jang ditcrima
penulis ini dari Djerman adalah akibat menentang fikiran, bahwa
negara itu seolah-olah hanja sckumpul djawatan dan djabatan sadja.
Sebelum peperangan dunia pertama, maka penulis Perantjis Prof.
Duguit monjatakan dalam naskah nja ,*Los Transformations du Droit
Public” (lalnin 1913, katja 255): VEtat cst Vensemble des services
87
publics, fonctionnant sous I*impulsion, et le controle des gouvernants
dans Vinteret collectif. Maka menurut clalil ini jang disebutkan
negara jalah organ dan functions (atau djabatan dan djawatan),
sedangkan jang mendjadi pusat untuk mentjapai kepentingan umuni
itu jalah pemerintah, dengan tidak menjebutkan pelbagai anazir
lain. Dalil itu berdjasa karena membulatkan fikiran bahwa negara
itu mempunjai tudjuan jaitu melaksanakan kepentingan-bersama:
Vinteret collectif, tetapi melihatkan kurang sempumanja terhadap
6jarat-sjarat jang mentjukupkan pembentukan suatu negara. Fikiran-
umum jang dibanding ini diturut hampir dalam segala naskah liukum-
negara di firopah-Barat jang berpendapat bahwa tiap-tiap negara
mempunjai tiga anazir, jaitu: pemerintah, daerah tanah dan
bangsa-negara. Fikiran itu tumbuh sudah sedjak zaman Vattel, jang
berpengaruh besar kepada penulis Eropah dan Amerika Serikat.
Sampai kepada tahun 1910 penulis James W ilford Garner dalam
naskah nja Introduction to Political Science (1910) mengikuti pen-
dapat, bahwa jang dinamai negara (State) jalah: a community
persons more or less numerous, permanently occupying a definite
portion of territory, independent of external control and possessing
an organized government to which the great body o f inhabitants
render habitual obedience. Penulis Amerika jang lain seperti John
W. Burgess (Political Science and Constitutional Law, Vol. I Part I,
Book II, Ch I), mempunjai pendapat jang sama tentang dalil negara.
Djuga dalam kepustakaan-hukum jEropah-Barat dan Amerika jang
lain, telah lama diterima fikiran, bahwa negara dengan unrumnja
tidaklah memenuhi tiga anazir, melainkan lebih dari pada itu
djumlahnja. Tiga anazir mengenai mandala, warga dan pemerintah
memang sama, tetapi mengenai anazir keempat adalah berbeda-beda.
Berhubung dengan perkembangan hukum-antara-negara, maka
Oppenheim-Lauterpacht (International Law, tjetakan ketudjuh
1948 hal. 144— 145) membedakan negara (state) dengan colonies
and dominions, karena negara selalulah memenuhi empat sjarat
(conditions), jaitu people, country, government dan sovereignty.
Kedaulatan jang dimaksud jalah kedaulatan. penuh full sovereign
ty; karena adalah pula negara jang dapat dinamai not-full sovereign
states, berhubungan dengan soal keanggotaan mendjadi persona
internasional, walaupun belum sempurna-penuh kemerdekaannja.
Sjarat jang keempat itu dirumuskan oleh Charles Cheney H yde
dalam naskah nja International Law (Vol. I, 1947, hal. 22— 2 3);
rumusan Hvde sama dengan rumusan piagam Hak dan Tugas Negara
seperti ditetapkan pada tanggal 26 Desember 1933 dalam Konperensi
internasional dari negara-negara Amerika dikota Montevedio, jang
menetapkan bahwa negara sebagai persona menurut hukum inter
national haruslah memiliki empat sjarat (qualifications), jaitu:
1. a permanent population; 2. a defined territory; 3. government;
88
4. capacity to enter into relations unth the other States; sjarat jang
keempat ini dirumuskan oleh Hyde dengan: to enter into relations
ivith the outside world.
Menurut adjaran Marxist-Leninist, jang menimbulkan negara
Persekuluan Paranegara Republik Soviet di firopah Timur, maka
sjarat keempat itu dirumuskan dengan bermatjam-matjam kalimat:
tudjuan hendak bermasjarakat tanpa berkelas (classics society.
Andrei Y. Vyshinsky; The law of The Soviet State, 1948; hal.
136— 139): pendirian itu membedakan negara-bordjuis dan negara-
proletariat jang bertebaran dalam sedjarah diseluruh diuiia.
Menurut kata-pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indo
nesia jang disiarkan sehari sesudah hari Proklamasi tanggal
17 Agustus 1945 dan jang disalin dari piagam Djakarta tanggal
22 Djuni tahun 1945, maka keempat sjarat itu dinamai: 1. bangsa
Indonesia; 2. tumpah darali Indonesia; 3. pemerintah negara
Indonesia; 4. tudjuan-negara untuk kebahagiaan Indonesia dan
dunia.
Penjelidikan hukum terhadap negara Madjapahit memberi liasil, v''
bahwa negara itu memenuhi empat sjarat pula. Sjarat keempat
jalah: kemegahan atau kedigwidjajaan.
Ilmu sosiologi telah menundjukkan, bahwa dalam masjarakat
manusia jang terpenting bukanlah fikiran satu-persatu anggota
masjarakat sadja, melainkan jalah pula perhubungan antara
manusia dengan manusia dalam masjarakat jang bersangkutan.
Dalam persckutuan-liukum seperti negara maka menurut pengetahu-
an sosiologi memanglah penting ketiga anazir (pemerintah, daerah
dan rakjat) jang memungkinkan pembentukan negara, tetapi tak
kurang pula pentingnja perhubungan pemerintah dengan bangsa
dan daerah jang dilindungi atau dikuasaiuja. Maka ilmu-hukum
dapat memisahkan dari perhubungan beraneka warna itu sekumpul
pertalian erat jang mempersatukan pemerintah dengan sebagian
permukaan bumi dan perkumpulan manusia jang tiuiduk kepadanja.
Perhubungan itulah jang kita namai dalam tulisan ini tudjuan-
negara jang boleh djadi berlainan isi dan arahnja pada berbagai-
bagai negara. Di Amerika Serikat misalnja sudah sedjak tahun 1793
tudjuan-negara itu jalah berupa kebadjikan umum (the common
benefit), seperti ditetapkan oleh Mahkamah Agung dalam suatu
putusan, bahwa jang dinamai negara (state) jalah: ” a complete
body of free persons united together for the cojnmon benefit, Co]
enjoy peaceably ivhat is their own and to do justice to others
218. Menurut pendapat kami maka keempat anazir jang diurai-
kan diatas itu mendjadilah empat tiang sakaguru jang mendukung
sehuuh perumahan negara. Kesebelah kebawah keempat tiang itu
memakai sendi jang boleh dinamai djuga tjaturbuta-negara (Catur-
bhuta): pemerintah dan tudjuan negara, daerah dan warganegara.
89
Adapun perkataan rumali, penmialian, sendi, tiang dan tjaturbuta
ini semuanja jalah lambang belaka, tetapi kaniA pakai dengan
memperhatikan kebiasaan bahasa-hukum Indonesia, jang membuat
istilah-hukum menurut kata benda jang mendjadi perbandingan
fikiran. Istilah perumahan-negara dalam tulisan imi mempimjai
maksud dan isi jang menundjukkan bentukan dari bangunan negara,
dan istilah itu dibuat dengan memperhatikan bahwa rumah itu
dalam peradaban Indonesia tidaklah sadja menundjukkan tempat
kediaman, tetapi djuga dipakai untuk menjatakan. persatuan-
pembentukan dan pembangunan jang dibuat manusia menurut
keinginan dan kegunaan: somah jalah persatuan kaluarga, dan
rumah tangga jalah kehidupan dipekarangan atau dilingkungan
manusia jang berdekatan, sedangkan persatuan dunia dan bintang
ditjakrawala dinamai pula dengan memakai perkataan itu. Rasa
kegandjilan terhadap pembuatan istilah jang dibutulikan itu akan
berkurang rasanja, apabila difahamkan bahwa perkataan gouvern-
ment atau governement jang begitu lazim dipakai dalam ke-
pustakaan-hukum memakai bahasa Perantjis atau Inggeris asal
mulanja jalah istilah jang dibuat dari kata nama benda bahasa
v Latin berbunji gubernaculuin, berarti kemudi-kapal, sedangkan
gubernare dengan arti lambang jalah: mengemudikan, mengarali-
kan, memerintah. Istilah perumahan-negara meliputi keempat tiang-
negara seperti didjelaskan diatas dan seperti akan diuraikan satu-
persatu selandjutnja dibawah ini.
Perumahan-negara jang didukung empat tiang sakaguru seperti
didjelaskan diatas mempunjai kedaulatan jang meliputi kemerdeka-
an berumah tangga. Perlulah dinjatakan, bahwa istilah kedaulatan
pada zaman sekarang dapat disalin dengan istilah Djawa-lama ber
bunji: kahegivaryan; sangatlah menarik perhatian, bahwa ketiga
istilah souvereinitas, kedaulatan dan kehegivaryan terbentuk dari
kata-kata jang hampir sama maknanja, karena: soverein = daulat
= isjwari. Kata itu dipakai dalam kidung Pamantjangah (II) 65:
berbunji: pan saking bliumi sangkan ing kahegivaryan = bukankali
dari bumi itu timbul keisjwarian? Pengartian itu seolah-olah sama
maksudnja dengan dari tanah-airlali timbul kedaulatan, walaupun
kata daulat = souverein dan tanali-air adalah tiga buah istilah jang
isinja dalam beberapa hal memang hampir sama. Tetapi bagaimana
djuga, maka kedaulatan jang meliputi keempat tadi itu adalah pula
mementingkan perliubungan jang ada diantara keempat anazir.
Selainnja istilah kahegivaryan, bahasa Djawa-lama abad ke-14
mengenal pula istilah wisesja (wigesa) untuk menjatakan suatu
kekuasaan tertinggi jang didjalankan' pada kesatuan-masjarakat
tanpa mempunjai kedaulatan atasnja, sepertii tersebut misalnja
pada prasasti Himad-Walandit (±; 1350 M.). Dengan demikian
maka njatalah dalam abad ke-XIV dibedakan oleh kehidupan
hukum antara kahegivaryan dengan ivigesa.
90
Dengan pendjelasan diatas sampailali kiranja apa jang hendak
kita djelaskan, bahwa negara Madjapahit itu dalam pengartian
sosiologis dan juridis jalah suatu susunan perumalxan dengan
memiliki empat sjarat mutlak — jaitu: tudjuan organisasi; m an-^
dala, rakjat dan pemerintah — , pertama dengan mempunjai kedu-
dukan berdaulat, apahila berdasarkan kemerdekaan-penuh, dan
kedua lianja mempunjai kedudukan wisesja, apabila pemerintahan-
nja tidak berdasarkan kemerdekaan, djadi semala-mata berupa
kekuasaan tertinggi belaka.
Bagaimanakali kerangka dan isi makna keempat sjarat negara itu,
dengan segera akan kita tindjau dibawah ini.
91
PASAL X-XII.
EMPAT UNZUR NEGARA MADJAPAHIT.
I s i n
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
EMPAT UNZUR NEGARA MADJAPAHIT.
PASAL X-XII. .
j a :
X : Tu