tata negara majapahit 2




 1477.

210. Batu-mizan ini berasal dari bandar Malaka dan kini diaira- 

pan dikota Singapura didalam gedung Raffles. Batu itu ditulis diba- 

gian depan dan diibagian sisi. Diberi nama &eperti diatas, karena 

mizan itu didapat dimakam Sultan Mansjur Sjah jang memegang 

kekuasan di-Malaka pada tahun 1458 6ampai 1477. Pertulisan itu

62

telah dibatja oleli sardjana R.O. Winstedt (JSB-RAS, Djuni 1918, 

hal. 47 —  48) dan J.P. Moquette (TBG, 1921; hal. 601 —  666). 

Tulisan Arab pada bagian depan dan bagian-belakang menurut 

batjaan sardjana Moquette adalah seperti berikut:

Salinan dengan huruf Rumawi berbunji:

—  Hadzihi al-raudzai ai-mukaddasat al-mutahharat al-zaioiyat 

al-safiyat al-munawwarat lil Sultan al-dalil al-malik al-badzil al- 

Sultan Mansjur Shah bin Muzaffar Shah almarhum; had intakala 

min dor al-mahal ila dar arnal yaum al-arba’a min Rajab sanat 

thanatin wa thamanin iva thaman mi’an min al-Hijrah al-Nubuivyah

1‘ aUmustafuwyah.

Salinan dalam bahasa Indonesia berbunji:

—  Bahwa inilah makam jang sutji dan mulia; batu djirat jang 

gemilang-benderang dari pada Sultan jang adil; radja jang berke- 

murahan hati, Sultan Mansjur Sjah, putera almarhum Muzafar 

Sjah.

—  Beliau telah meninggalkan tempat kediaman jang fana menudju 

tempat kediaman pengharapan pada hari Rabu bulan Radjab pada 

tahun 882 Hidjrah Nabi jang terpilih.

Pada sisi batu mizan dapat dibatja oleh Moquette kalimat sja’ir 

jang atjap kali ditemuinja pada batu mizan di-Sumatera Utara; 

berbunji:

Artinja: Adapun dunia itu fana belaka, dimia tak mengenal keka- 

lalian; dunia jalah hanja sebuah rumah, dibuat oleh seekor labah- 

labah.

211. Dengan njata pertulisan itu menjebutkan nama Sultan 

Mansjur Sjah, 1458 — 1477, putera Muzafar Sjah. Beliau wafat 

dalam bulan Radjab tahun Hidjrah 882; pastilah tarich ini sama 

dengan tahun Masehi 1477, entahlah pada tanggal 15-22-29 Oktober 

atau 5 November, jang semuanja memang djatuh pada hari Rabu.

Dua kali pertulisan memakai kata sukan dan sekali kata malik; 

nama Sultan Mansjur Sjah menundjukkan, bahwa ketatanegaraan 

Malaka sebelum tahun 1477 jalah suatu sultanat dibawah seorang 

kepala-negara jang bergelar sultan, seperti djuga lebih dahulu 

sebelum abad ke-15 telah berlaku dalam negara-negara Indonesia 

dibagian pulau Sumatera-Utara.

PASAL VIII.

KEDAULATAN NUSANTARA.

> I. Istilah hukum kedaulatan dan perwatasan maksudnja.

212. Sebelumnja objek kedaulatan itu kita tindjau, maka lebih 

dahulu uraian ini meminta perhatian kepada perkembangan kedau­

latan sebagai i6tilah-hukum dan perwatasan isi serta maksud adjaran 

itu.

63

Dalam dunia-hukum Indonesia sedjak tahun 1945 selalulah 

dipergunakan istilah kedaulatan, sepertii senantiasa terpakai dalam 

Konstitusi Republik Indonesia serta dalam peraturan-peraturan 

negara sedjak 17 tahun berselang. Perkataan jang sudah mendjadi 

umum dan terkenal itu, seperti diketahui, adalah terteinpa dari urat 

kata daulat/daulah jang dibubuhi awalan ke- dan achiran -an. 

Pemindjaman kata tidak berarti pengambilan makna, seperti misal- 

nja kata sedjarah dalam bahasa Indonesia jang dalam bahasa Arab 

berarti pohon kaju sebagai lambang pertumbuhan naluri, sedangkan 

bahasa Arab sendiri mempergunakan kata lain, jaiitu tarich, jang 

sama artinja dengan sedjarah atau historia. Dalam zaman M adja­

pahit lazim dipakai istilah keisjwaraan (Kawi: kegwaran) dan 

keperabuan (Kawi: kaprabhuwan), sedangkan dalam bahasa Sunda 

lama dan bahasa Indonesia lama dizaman Seriwidjaja dipakai istilah 

kedatuan kedativan. Maka segala istilah-hukum seperti lazim dipakai 

dalam bahasa-bahasa Austronesia diatas, hampir semuanja tertempa 

atas asal kata jang menjatakan manusia utama sebagai kepala satuan- 

hukum, jaitu datu, perabu, daulat dan isjwara. Fikiran jang sedem/i- 

kian djuga terdapat pada istilah Perantjis souverainete, jang berasal 

dari kata Latin superanus, jaitu radja kepala negara jang tertinggi.

Perdjuangan mendjundjung dan membela kedaulatan Indonesia 

melahirkan istilah-baru berbunji keutuhan dan keunggulnn, jang 

rupa-rupanja liendak menghapuskan dalam dunia demokratis seka- 

rang ini kenang-kenangan kepada kepala monarki bernama daulah, 

perabu atau souverein(e).

Bagaimanakah perwatasan maksud atau isi kedaulatan In don esia?  

Lebih dahulu marilah kita tindjau dalam tiga djurusan aistema 

hukum untuk mendekati tudjuan jang dimaksnd.

Menurut sistema hukum jang bersumber kepada adjaran historis- 

materialisme, maka kedaulatan biasanja dirumuskan sebagai 

kekuasaan-tertiinggi dalam suatu negara jang dibentuk atas pere- 

butan kekuasaan. Rumusan jang sedemikian lianja dapat kita 

faliamkan, apabila perebutan kekuasaan itu kita huhiingkan dengan 

pemindahan kekuasaan kedalam tangan proletariat Sovjet dari 

tangan feodal Tsarisme, dikeradjaan Rusia pada tahun 1917 ketika 

Lenin bersama Rakjat merebut kekuasaan masjarakat dengan 

kekerasan bagi proletariat jang mendapat kemenangan; rumusan 

itu djuga dapat kita fahamkan, apabila kita huhungkan perpindah- 

an kekuasaan ditanah Tiongkok kontinental dari tangan kekuasaan 

nasionalis Tjiang Kai Sjek kedalam tangan Rakjat Tiongkok pada 

tahun 1949, ketika pembebasan dibawah pimpinan Mau Tse Tung 

berhasil merebut dan menjusun kekuasaan masjarakat bam  dengan 

djalan jang dinamai liberation atau pembebasan jang gemilang. 

Maka pembentukan kedaulatan didua negara jang ditimbulkan oleh 

pelaksanaan adjaran historis-materialisme diatas, adalah perpindah.- 

an kekuasaan dari negara jang sudah merdeka kedalam negara jang

64

merdeka pula, sehingga perebutan kekuasaan itu berlangsung me* 

nurut perdjalanan sedjarah dalam suasana kemerdekaan tjara lama 

dan kemerdekaan menurut faham baru. Tidaklah begitu perdjalanan 

sedjarah Indonesia, jang dibatasi oleh tjagak taricli tahun 1945 

tanggal 17 Agustus.

Menurut sistema-hukum Amerika Serikat, maka kedaulatan itu 

timbul dengan perdjuangan membebaskan 13 provinsi dibenua 

Amerika dipantai Atlantik, jang mulai bergolak 6edjak ahli-filasafah 

dan negarawan Thomas Jefferson menjetuskan ilhamnja keatas 

kertas Piagam Pemjataan Kemerdekaan jang ditanda tangani oleh 

para-perdjuangan dikota Philadelphia pada tanggal 4 Djuli 1776. 

Perdjuangan dan pertempuran mentjapai kemenangan. Maka ber- 

dirilah suatu negara Republik atas kedaulatan jang terbentuk. 

Menurut ilmu-hukum Amerika Serikat, seperti diantaranja dirumus- 

kan oleh Prof. Charles G. Fenwick dalam naskah nja International 

Law (1948), maka istilah hukum kedaulatan itu sebaiknja difaham- 

kan menurut isinja; dan isi kedaulatan jalah kemerdekaan-nasional 

jang tertjapai dengan perdjuangan dan pertempuran. Adapun faham 

kedaulatan seperti dianut oleh para juris Amerika Serikat dalam 

abad X X  ini jalah hasil perkembangan faham kemerdekaan jang 

ditegakkan oleh kerdja-sama dalam pertempuran antara 13 pelbagai 

bangsa Eropali Barat, jang bersatu dalam perdjuangan menumpas- 

kan nasib pendjadjahan. Perdjuangan itu dilandjutkan dalam abad 

X IX  antara aliran federasi jang mempunjai pusat dikota Washington 

dengan aliran Konfederasi dari 13 negara-proviinsi jang masing- 

masing mempunjai kedaulatan berisi kebebasan mendjalankan 

kebidjaksanaan politik arah kedalam dan keluar. Baru sedjak 

Abraham Lincoln jang mendjadi kurban tjita-tjita federalism^ 

karena dikurbankan oleh aliran Konfederasi, seperti dapat diabadi- 

kan pada tulisan diatas batu pualam dipura pengandjur demokrasi 

Abe jang Agung di Washington dengan djelasnja. Tepatlah ilmu- 

hukum Amerika Serikat jang membatja unzur kemerdekaan dalam 

faliam-hukum kedaulatan, jang kini dimiliki oleh Republik pertama 

sedjak sedjarah Rumawi dizaman m odem  sesudah Renaissance. 

Tetapi perdjalanan sedjarah dan perkembangan faham kedaulatan 

Indonesia adalah berlainan dari pada liukum internasional jang 

dilahirkan oleh adjaran historia-materialisme atau hukum interna­

sional Amerika menurut adjaran Thomas Jefferson. Adalah perbe- 

daan dasar sedjarah tentang perkembangan dan perbedaan isi dari 

pada faham kedaulatan menurut sistema-hukum nasional Indonesia.

Diakui bahwa djuga menurut hukum nasional Indonesia kedau­

latan itu inti-saninja jalah kemerdekaan, tetapi tjara turun-naik, 

bangun-tidurnja penjusunan kedaulatan Indonesia sepandjang masa 

adalah sangat berbeda dari pada kedua keadaan diatas. Oleh Pro- 

klamasi Kemerdekaan 1945 maka bangunlah kembali kedaulatan

65

150/B (5)

Indonesia, sehingga dapat meninggalkan keadaan pendjadjahan 

dizaman jang lampau dengan kekuasaan memerintah jang tertiLnggi 

bersilih-ganti meliputi seluruli Indonesia ditangan bangga-bangsa 

lain dari tanah Barat. Sedjarah Indonesia tak mengenal perdjuang- 

an federation melawan confederation.

Djadi menuituhkan kekuasaan. pendjadjahan Anglo-Saxon oleh 

bangsa Anglo-Saxon sendiri jang ingin merdeka ditanah djadjahan, 

tidaklah pula berlaku ditanah Indonesia; begitu djuga perebutan 

kekuasaan dari satu bangsa kegolongan atau kelas bangsa jang sama 

dalam satu negara jang telah merdeka-berdaulat, tidaklah pula ber- 

langsung ditanah air kita disekitar tanggal 17 Agustus 1945. Jang 

berlaku jalah Bangsa Indonesia menghidupkan kedaulatannja sendiri 

diatas abu keruntidian kekuasaan bangsa jang juridis tak benvewe- 

nang mendirikan kekuasaan nasional ditanah air kita.

Dengan mempergunakan hasil penjelidikan hukum setjara cLiatas, 

walaupun bagaimana djuga ringkasnja, dapat memberi ke3empatan 

bagi kita merumuskan kedaulatan menurut hukum national Indo­

nesia, jalah: weicenang-tertinggi berdasarkan kemerdekaan Bangsa, 

kemerdekaan mandala, hemerdekaan Penierintahan dengan kem er­

dekaan melaksanakan tndjuan negara, serta berkebebasan penuh, 

melaksanakan pemerintahan dalam negeri dan mengendali kan 

kebidjaksanaan luar-nxigeri.

Kedaulatan jang sedemikian hidup kembali dalam tangan Rakjat 

Indonesia jang menegakkan Republik Indonesia sedjak hari Prokla- 

masi 1945; hidup kembali setelali wewenang-tertinggi jang meliputi 

seluruh bangsa dan tanah air Indonesia tertekun dan terbatas sedjak 

hilang runtulinja kekuasaan negara Madjapahit pada tahun 1525 

sebagai tarich jang paling achir sebelum kekuasaan conquiistadores 

Barat datang menjerbu kemari sesudah zaman Renaissance. Dapat- 

lah kini kita melandjutkan uraian tentang objek kedaulatan Indo­

nesia itu sepandjang masa sebelum dan sesudah tahun 1945, dengan 

mempergunakan rumusan. kedaulatan. menurut hukum nasional 

seperti didjelaskan diatas.

Sedjarah kedaulatan ditanah Indonesia tidaklah sama dengan 

sedjarah kedaulatan ditanah Barat. Dikemukakan dengan segala 

ketegasan, bahwa hukum-kebiasaan dan adat-istiadat Indonesia jang 

telah beribu-ribu tahun. lamanja itu memang mempunjai inti-san 

naluri jang berhuhungan langsung dengan perbuatan leluliur dan 

setjara objektif inti-sari itu rlipandang bersifat sakti, karena usia 

dan murninja. Maka banjaklah menurut kesedaran nasional pengar- 

tian-pengartian hukum jang hanja dapat didjelaskan dengan mene- 

rima adanja zat-mudjizat kesaktian, jang mengisi seluruh sarwa- 

alam, dan jang menjalurkan dan mengendalikan pendapat lmkum 

menurut pengalaman evidensi belaka. Aliran fikiiran Indonesia itu a i 

jang memberi faham, sekumpul kelahiran hukum jang kini se ja

66

Proklarnasi 1945 dinamai kedaulatan Rakjat, dahulu berabad-abad 

dizaman jang lampau ditemui dalam istiilah kedatnan dan kepera- 

buan atau ke-isjwara-an, dengan pengetakuan bahwa istilah kedatuan 

dizaman Seriwidjaja dan keperabuan dalam zaman Madjapahit 

tidaklah sadja berarti susunan-negara, melainkan djuga terutama 

hendak menjatakan kekuasaan-tertinggi jang berdaulat serta ber- 

sumber kepada zat-sakti jang bernama tu atau tiih. Menurut faham 

hukum-adat Indonesia, maka hak kedaulatan itu sama sumbernja 

dengan hak-lingkaran satuan-hukum, baik desa, nagari atau marga 

di Sumatera Selatan. Dengan demikian djelaslah dalam garis-garis 

besarnja apa jang dinamai kedaulatan Nusantara.

Menurut pendapat kami, maka kesedaran-hukum bangsa Indo­

nesia dalam pengartian juridis-sociologis tak adalah mengenal per- 

bedaan jang essensieel antara hak-lingkaran desa atau nagari dengan 

kedaulatan Rakjat dalam satuan-hukum jang dinamai negara di­

zaman Republik Indonesia; kedua-duanja lahir dan berpangkal 

pada semangat nasional atau Volksgeist.

Adapun ditanah Eropah dan Amerika kedaulatan sudah melalui 

perkembangan jang sangat berlainan dari pada ditanah Indonesia. 

Marilah saja ringkaskan tindjauan Oppenheim-Lauterpacht dalam 

naskah nja International Law (1948: djilid I, halaman 113— 169) dan 

Leon Duguit „Traite de Droit Constitutionnel”  (4 djilid) tentang 

perkembangan adjaran kedaulatan didaerah jang telah saja sebut- 

kan tadi.

Adjaran jang pertama kali dituliskan oleh Jean Bodin dalam 

karangannja Methodus ad facilem historwrum cognitionem (1566) 

dan lebih-lebih lagi dalam naskah nja Six livres de la Republique 

(1576) berarti revolusi dalam bidang adjaran kedaulatan. Juris besar 

itu berpendapat, bahwa kedaulatan 6ebenarnja jalah kekuasaan 

tertinggi dalam suatu negara, jang tak boleh dibatasi oleh Konstitusa, 

tetapi boleh oleh hukum ilalii dan hukum alamiah. Kedaulatan jalah 

piranti dalam tangan seorang radja dalam bentukan monarki, atau 

berada dalam genggaman tangan Rakjat dalam suatu negara ber- 

dasarkan demokrasi. Sebelum pengarang dan juris Perantjis itu, 

maka dalam babak Abad Pertengalian kata kedaulatan atau sou- 

verain, jang berasal dari kata Latin superanus, berarti kekuasaan 

dalam makna biasa. Pendapat Bodin mendjadi umum pada para-juris 

dalam politici dalam abad XVI, tetapi ada djuga jang menganut 

adjaran jang ditaburkan Bodin jang dilemalikan atau mendjadi 

tawar, karena kedaulatan dapat dibatasi oleh Konstitusi hukum 

positif. Fikiran Bodin d itu rut oleh juris intemasional Hugo Grotius.

Perpetjahan diatas meluap dalam abad XVII antara Hobbes 

dalam naskah nja De Cive, jang mengatakan bahwa kedaulatan tak 

boleh dibatasi oleh apapun djua diatas dunia, dengan pengarang 

Pufendorf dalam naskah nja De Jure Naturae et Centium jang berisi

67

pendapat, bahwa kedaulatan itu hanja boleh dibatasi oleh Konsti­

tusi. Tetapi bagaimana djuga besarnja pertikaian fikiran itu, tetapi 

dalam abad XVII umumlah pendapat, bahwa kedaulatan tak boleh 

dibagi-bagi atau: dipetjah-petjah: kedaulatan adalah tunggal.

Pasang-surut datang dalam abad XVTII. Ditanah Djerman sedjak 

perdamaian Damai Westphalia, maka kedaulatan diombang-ambing- 

kan oleh politici, karena melihat timbulnja beratus-ratus negara 

bagian, jang berpengaruh pula kepada perpetjahan kedaulatan. 

Begitu djuga karena melihat perpetjahan ditanah Amerika Serikat 

antara Negara Federal dan Negara bagian djelas mempengaruhi 

perpetjahan dalam pengartian kedaulatan.

Tetapi pasang-surut jang menimbulkan separatisme dalam adjaran 

dan tindakan diatas tadaklah umam dalam abad XVIII. Jang ximum 

jalah kedaulatan tak boleh dibagi-bagi. Pada tahun 1762 terbitlah 

naskah  jang masjhur Control Social karangan pudjangga raksasa Jean 

Jacques Rousseau jang dengan tegas mengatakan, bahwa kedaulatan 

tak boleh dipetjah-petjah dan pada dasarnja adalah satu dan 

tunggal-bulat. Pasang pumama-raja sebelum Revolusi Perantjis dan 

sebelum Revolusi Kemerdekaan di Amerika Serikat ddtuliskan dalam 

dua Piagam, jang ditulis oleh tangan revolusioner sesudah pudjang­

ga raksasa Rousseau meninggal. Dalam piagam Virginia tanggal 

12 Djuni 1776 jang berisd Hak-hak Manusia merdeka dituliskan 

Hak Persamaan Manusia dan kedaulatan Rakjat dengan kalimat: 

bahwa segala kekuasaan bersumber dan berkedudukan dalam 

tangan Rakjat, dan oleh sebab itu disalurkan segala-galanja dari 

padanja; bahwa djawatan pemerintahan itu adalah kepertjajaan 

dan pelajanan mereka. Dan beberapa minggu sesudah itu pudjangga 

dan juris Thomas Jefferson menuliskan dengan tangan jang tegap 

dalam Piagam Pemjataan kemerdekaan tanggal menjatakan mem- 

berontak melawan kelaliman untuk mentjapad kemerdekaan manusia 

dan negara itu, segera sesudah Revolusi Kemerdekaan Amerika 

Serikat mentjapai hasil jang gemilang lain berpindah kembali ke- 

tanah air Rousseau, berkat tangan teguh putera Amerika Thomas 

Paine dan perwira Lafajette, kedua-duanja perindu dan pedjuang 

Revolusi didua benua, maka tertulislah kedaulatan rakjat itu dalam 

Piagam hak Manusia dan Warga tahun 1789 pada pasal 3: Le prin- 

cipe de toute souverainete reside essentiellement dans la nation. 

Adapun dasar seluruh kedaulatan itu berkedudukan inti-sarinja  

pada Rakjat.

Sedjak itu umumlah pengartian kedaulatan Rakjat diseluruh 

dunia, dengan melalui abad X IX  dan sampai kini. Pada waktu 

sekarang adalah kira-kira 86 negara jang berdasarkan kedaulatan 

nasional, seperti djuga Republik Indonesia. Perbedaan kedaulatan 

atas kedaulatan Illahi, kedaulatan hukum, kedaulatan negara dan 

lain*lainnja menjatakan perkembangan adjaran beraneka-warna

68

dalam ilnm pengetahuan hukum, jang menjatakan bahwa adjaran 

Jean Bodin sedjak abad XVI sudah berkembang dan bertumbuh 

dengan meriah kesegala benua.

Pertikaian faham jang timbul terhadap terbagi-bagi atau terpetjah- 

petjahnja kedaulatan ditanah firopah dan Amerika, adalah menurut 

pendapat kami karena berdasarkan kekeliruan fikiran, bahwa jang 

petjah atau terbagi sebenamja hanjalah objek kedaulatan jaitu 

Rakjat atau daerah jang diombang-ambingkan oleh turun-naiknja 

kekuasaan politiik jang berlawanan dengan kesedaran hukum, 

6edangkan kedaulatan an sicli, sebagai kelahiran dan hubungan 

hukum tetaplah tinggal tetap bulat tidak pemah terbagi-bagi, karena 

sudah demikian mendjadi unzur dan sifat utama dari -tiap-tiap 

pantjaran-liukum jang bersumber kepada kesedaran-hukum jang 

adil dan djudjur.

Menurut tindjauan —  telaah parajuris Perantjis, maka kedaulatan 

rakjat jang dinamai la souverainete nationale —  kedaulatan kebang- 

saan —  atau la souverainete populaire —  kedaulatan rakjat — , jang 

mula-mulanja ditempatkan dalam naskali Piagam Pemjataan Hak 

Manusia dan Warga pada pasal 3 bertanggal 27 Agustus 1789 jang 

terpisali dan tertjerai, tetapi kemudian mendapat tempat pada bagi­

an pembuka Konstitusi Perantjis 1791, adalah empat sifatnja.

Sifat jang empat itu jalah: esa: ketunggalan bulat; dua: tak 

dapat dipetjah dibagi-bagi; tiga: tak boleh didjual-digadai oleh 

jang menggenggamnja, dan keempat: tak mengenal kedaluwarsa 

karena kedaulatan itu: 

tak lekang dipanas 

tak lapuk dihudjan.

Dalam bahasa Perantjis keempat sifat itu disebut dengan istilah: 

Vunite, Vindivisibilite,

Vinalienabilite dan 

V imprescriptibilite.

Adjaran kedaulatan pertama kalinja dibahas dan didjelaskan oleh 

penggugah Jean Jacques Rousseau dan kemudian setelah pudjangga 

besar itu meninggal diakui dalam naskah Piagam 1789 dan Konsti­

tusi Perantjis 1791. Adjaran-hukum jang ditjetuskan oleh ilham 

bangsa Perantjis itu mendjadi umum pada segala parajuris Amerika 

Serikat dan firopah Barat. Djuga dunia kesardjanaan ditanah air 

Kanaka, Gadjah Mada dan Datuk. Perpatili Nan Sebatang sedjadjar 

dengan adjaran hukum Perantjis itu. Malalian dapat pula ditjatat, 

bahwa kesardjanaan-huknm tanah air juris besar Hugo Grotius 

djuga menaati adjaran kedaulatan diatas untuk kemerdekaan kera- 

djaan Belanda. Tetapi adjaran itu dichianati oleh politic! Belanda, 

seperti dapat dibatja dalam sikap ruhani dan sikap pendjadjahan 

mereka terhadap tanali air Indonesia. Buat politici Belanda tak

69

adalah kesatuan kedaulatan Indonesia jang tunggal; kedaulatan 

Indonesia dapat dibagi-bagi antara Indonesia dan Irian-Barat; 

kedaulatan Indonesia boleh didjual digadai, boleh diserahkan atau 

dipulihkan; kedaulatan Indonesia itu tak ada dan baru timbul hanja 

oleh pendjadjahan Belanda, djadi mengenal kedalirwarsa. Pendirian 

ini menurut pendapat kami bukanlah pendirian parajuris Belanda 

jang addl dan djudjur, melainkan sikap dari pelaksanaan politik 

meruntuhkan kemerdekaan Indonesia.

Kesusasteraan berbahasa Austronesia sunggnh-sungguh kaja-raja 

dengan tjiptaan-hukum dan tjeritera-tjeritera naluri jang melukiskan 

pengartian tentang istilah-hukum kedaulatan Indonesia, sehingga 

isinja kesusasteraan itu meniah sebagai bunga mekar dengan tanda- 

tanda kelahiran perasaan mengenai kedaulatan tanah-air dan bangsa. 

Mengetahui isi dan tudjuan kedaulatan atau keutuhan negara Repu- 

blik Indonesia serta dimana perlu menjekari kedaulatan itu dengan 

djiwa-raga, dengan darah-tulang sebagai pemudjaan tahuran-bunga 

kepada benda-mental jang paling tinggi dalam kehidupan bangsa, 

adalah isi watak jang sangat terpudji pada Bangsa Indonesia. Mem- 

bela kedaulatan, mentjintai kemerdekaan dan menghormali kcpala- 

negara adalah tiga segi pada watak nasional Indonesia jang terpudji 

itu.

II. Pembentukan kedaulatan Indonesia dan kedaulatan Nusan- 

tara, sepandjang sedjarah Indonesia.

213. Sjarat-sjarat kedaulatan, seperti dibahas oleh para-juris 

diatas, misalnja tentang sjarat ketunggalan dan tanpa kedaluwarsa 

baru ternjata dengan djelasnja apabila ditindjau sedjarah kesatuan 

jang mengikat objek kedaulatan, jadtu bangsa dan daerah 11115a jang 

diliputinja. Menurut asal dan perkembangannja, maka penduduk 

jang selang beribu tahun lamanja tumn-temurun berumah tangga 

dikepulauan Indonesia dengan meliputi Irian-Barat adalah masuk 

kesatuan-bulat geografis dan geopolitis ditengali-tengah rumpun 

bangsa Austronesia jang berumpun-baliasa Austronesiia. Sardjana- 

sardjana linguistik, anthropologi dan prasedjarah memberi bahan 

berharga kepada pendapat itu, seperti sardjana Heine-Gelderen, 

Riesenfeld, Verneau, Callenfels, Kern dan pater Schmidt. Bangsa 

Austronesia itulah jang menduduki kesatuan daerah Nusantara 

seperti ditundjukkan oleh Illahi dan para leluhur mendjadi tanah 

airnja dipermukaan alam.

Dalam babakan prasedjarah dan protohistoria Indonesia maka 

hubungan Irian-Barat dengan daerah Indonesia dalam ruangan 

kepulauan Nusantara tertulis dengan indahnja dengan tersebutnja 

Gunung Saldju dikati&tiwa atau Sjisjira diudjimg daerah Yawa- 

dwipa, — djadi tak lain tak bukan dari pada pergunungan Sjaldju

70

di Irian-Barat —  didaerah katistiwa dalam naskah -sjair Ramajana 

ikatan pudjangga Walmiki. Irian-Barat, sebagai terletak diatas peta 

diudjung sekali wilajah Indonesia, sehingga dalam protosedjarah 

dinamai udjung Lautan atau Samudranta, karena terletak diudjung 

lautan kita Segara Nusantara, jang dilingkaci oleh imtaian zamrud 

dikatisfaiwa, djikalau sekiranja saja boleh mengutip kalimat pudjian 

berasal dari pudjangga Multatuli.

Sedjarah kita landjutkan. Dalam babakan kebangsaan antara 

tahun 500 dan 1500, pada ketika negara Seriwidjaja dan negara 

Madjapahit menjusun kesatuan-kekuasaan jang bulat ditanah air 

dikepulauan Nusantara, maka Irian-Barat dinamai Djanggi, seperti 

ternjata dalam beberapa prasasti dan kesusasteraan Djawa-lama. 

Malahan dalam kesusasteraan Tionghoa wilajah Irian-Barat jang 

bernama Djanggi itu dipandang dan dianggap bersatu dan atau 

terpisah-pisah dengan wilajah Maluku, sepertii dikabarkan oleh 

pengarang Chau-Ju-Kua pada permulaan abad XIII.

Sampai pendaratan orang kulit putili kedaerah Nusantara maka 

adalah perhubungan sosiologis diantara penduduk asli Nusantara 

dengan daerah-kesatuan Nusantara serta termasuk Irian-Barat 

kedalamnja, jaitu perhubungan Bangsa seturunan dengan daerah 

Nusantara jang bernama, tanah-air, lemah-tjaik Nusantara tump ah* 

darah atu wutah-rah patria Nusantara.

Diatas daerah jang terbagi atas delapan nusa itu berlangsunglah 

penjusunan politik bersilih ganti, dan ternjata bahwa dalam zaman 

Seriwidjaja dan Madjapahit wewenang tertinggi jang berdasarkan 

kemerdekaan jang meliputi kurang-lebih seluruh Bangsa dan wilajah 

Nusantara, dan wewenang tertinggi itu dinamai setjara juridis 

kedaulatan Nusantara. Dengan berkuasanja orang kulit putili sedjak 

abad XVI sampai abad XX, tidaklah kedaulatan Nusantara itu mati 

hilang-lenjap, melainkan terkatup sebagai pajung terletak berupa 

pusaka waris lama.

Tjara meruntuhkan kedaulatan Nusantara dan tjara menghambat 

bangunnja kembali kedaulatan itu akan ditindjau dibawah ini 

dengan memadjukan naskah-naskah jang didjadikan instrument 

tindakan itu. Pemerintah Belanda berhasil untuk sementara, walau* 

pun lamanja 350 tahun, membentuk kesatuan jang kekuasaan-kolo- 

nialnja dipegang oleh politioi Belanda sendiri. Pekerdjaan itu ber- 

djalan dengan menekan berpuluh-puluh pemberontakan jang ber- 

hasrat penuh menghantam usaha djahat serta bekerdja sekuat 

tenaga menjusun restaurasi zaman jang lampau dengan memegang 

kedaulatan kembali ditangan Rakjat. Untuk sementara sampai di- 

penghabisan abad XIX  memang perdjuangan itu tidak mentjapai 

hasil, penghalangnja jalah: tak ada koordinasi dan organisasi 

interinsulair dibidang persatuan Indonesia; jang berserimaradja 

jalah separatisme, dan mau diadu-dombakan. Baru berhasil dalam

71

abad XX, setelah ada koordinasi dan organisasi interinsulair berdasar 

persatuan nasional, sehingga perdjuangan memuntjak pada liari 

Proklarnasi, jang berkuasa menegakkan kembali kedaulatan Indo­

nesia meliputi daerah dan bangsa Indonesia dari Sabang sampai 

Merauke. Revolusi mendjiiwai kembali hendak merebut meridian 141 

ditimur Indonesia jang terletak dipantai deburan ombak dan ge- 

lombang diteluk Tabi dipesisir Samudera Pasifik.

Kedaulatan Indonesia jang meliputi bekas Hindia Belanda dahulu 

hidup kembali diatas runtuhan kedaulatan Nusantara.

III. Perdjuangan meruntuhkan kedaulatan Nusantara dan mene­

gakkan kedaulatan Rakjat Indonesia.

214. Diatas papan-tjatur pergolakan kekuasaan seluruh dunia 

sedjak runtuhnja keradjaan Rumawi Timur dengan djatuhnja kota 

Stambul-Konstantinopel kedalam tangan Fatili Sultan Salim pada 

tahun 1452 sampai kepada tahun Proklarnasi Kemerdekaan Indo­

nesia 1945 selama 500 tahun, dapatlah dibatja dengan katja mata 

berwarna historia-juridis bagaimana peruntuhan kedaulatan Nusan­

tara dan bagaimana pula penjusunan kembali kedaulatan Indonesia 

dengan segala penderitaan dan keperwiraan Bangsa Indonesia. 

Penjelidikan ilmiah tentang turun-nadknja kedaulatan Indonesia 

dalam ruangan-waktu selama setengah millenium itu baru sadja 

mungkin didjalankan, setelah bahan tertulis dapat dimiliki. Naskah 

itu dengan segera dibawah ini kita tindjau dengan selajang pandang 

dan serba-ringkas.

Beberapa tahun sesudah tarich 6urya-sengkala Sirna hilang ker- 

taning bhiimi (1400), jaitu tahun 1478 Masehi, ketika kedaulatan 

Nusantara menurut kesusasteraan nasional kita dikendalikan oleh 

kepala-negara Madjapahit bernama Perabu Kertabuma kehilangan 

tjahaja-pamornja, maka Portugis dan Sepanjol didunia firopah 

Barat menanda tangani beberapa naskah jang bagi mereka akan 

didjadikan dasar-hukum bagi penemuan tanah-djadjalian diper- 

mukaan bumi dan siapa jang akan berhak menduduki dan memiliki 

tanah Indonesia, jang mendjadi tudjuan achir pelajaran mengidari 

bumi.

Menurut warkat atau rama-sutji Alexander VI tanggal 4 Mai 1493, 

maka Sepanjol boleh memiliki tanah-tanali jang ditemui dalam 

pelajaran disebelah timur garis demarkasi menurut meridian dise­

belah barat pulau Verde. Warkat atau bul itu memperkuat bantahan 

dan pertikaian antara Sepanjol dan Portugal, jang berasa diperlaku- 

kan kurang adil, sehingga harus diiselesaikan dengan perdjandjian 

baru jaitu persetudjuan Tordesillas tanggal 7 Djuni 1494, jang baru 

diperkuat oleh rama-sutji Julius II tanggal 24 Djuni 1506.

Oleh bantahan dari piliak Portugal itu, maka dipindahkan 

meridian di Samudera Atlantik itu lebih djauh kesebelali Barat 

pulau Verde, kini untuk pembagian permukaan bumi menudju

72

Indonesia mendjadi meridian Tordesillas, masih di Samudera 

Atlantik djuga dari kutub utara kekutub selatan.

Naskah Persetudjuan Tordesillas dalam bahasa Portugis (1494) 

dan warkat rama-sutji Julius II (1493) dalam bahasa Latin kita 

eiarkan bersama salinannja dalam naskah  tatanegara ini.

Meridian Tordesillas, terletak 370 deradjat disebelali barat pulau 

Verde di Samudera Atlantik dengan ketentuan, bahwa penemuan 

diisebelah barat meridian itu adalah mendjadi hak-inilik Hispania 

dan jang disebelali timur mendjadi hak-milik Portugis. Atas dasar 

Tratados de Tordesillas bertanggal 7 Djuni 1494 itu, berlajarlah 

menudju ketimur dengan mengidari benua Afrika armada Bartho- 

lomos Dias, dan kemudian armada Vasco da Gama dan admiral 

Malaka di Semenandjung Melaju pada tahun 1511, sehingga terbuka- 

Nusantara, jaitu keradjaan Pasai dipulau Sumatera dan Bandar 

Malaka di Semenandjung Melaju pada tahun 1511, sehingga terbuka- 

lah djalan-laut ketanali gula dan madu, jaitu berupa rempah-rempah 

pala dan tjengkeh sebagai hasil bumi Pertiwi Indonesia ditanah 

Maluku, jang mendjadi idam-idaman kekajaan pedagang Eropah 

Barat sedjak Sultan Salim berkuasa di Stambul; berlajarlah pula 

atas dasar Trados de Tordesillas armada Hispania dibawah admiiral 

Magelan menudju ketimur dengan mengidari benua Amerika dan 

mengarungi Samudera Pasifik, mentjari djalan ketanah Indonesia, 

jang dinamai djuga Indiia Oriental atau India Timur, dengan tudju- 

an terachir liendak mentjapai tanah gula dan madu berupa rempah- 

rempah pala dan tjengkeh ditanah Timur Indonesia dikepulauan 

Maluku. Magelan mati terbunuh dalam peperangan melawan agressi- 

pertama ditanah Filipina dibawah piimpinan radja Lapulau dipulau 

Maktan pada tahun 1520 dan armadanja baru sampai ke Tidore 

pada bulan Desember 1520 serta meninggalkan Indonesia pulang 

dengan inenjinggahi pulau Timur pada permulaan tahun 1521 

dengan melajari Lautan Kidul disebelali selatan pulau Djawa dan 

mengarungi Samudera India atau lebili tepat lagi Samudera Indo­

nesia menudju pelabuhan Sevilla dengan membawa hasil bumi 

Indonesia dan orang Indonesia pengidar bumi pertama menudju 

Sevilla dan Barcelona.

4 Djuli dikota Philadelphia ilham revolusi, kalimat: ’ ’That to 

secure Rights, Governments are instituted among men, deriving their 

just Powers from the Consent of the Governed, that whenever any 

from of Government becomes destructive of these Ends, it is the 

Right of the People to alter or to abolish it. Bahwa untuk menetap- 

kan djaminan liak ini, maka ditengah-tengah para manusia diben- 

tuklali bebeiapa Pemerintahan dengan kekuasaan jang bersumber 

adil dan benar kepada persetudjuan orang jang terperintah, dan 

bahwa apabila sesuatu Pemerintah apapun djua mengatjau dan 

merombak maksud-maksud itu, maka Rakjat mempunjai liak untuk 

merobah dan mengliapuskan pemerintahan itu” .

73

Pertemuan kedua armada Portugal dan Sepanjol jang bertemu 

muka dengan tak disengadja ditanah Maluku, baru memberi per- 

ingatan pertama, bahwa bumi ini bulat-begola adanja dan tidak 

sebagai dataran-tikar jang malialuas. Terpaksalah menarik meridian 

Djailolo, jang memasukkan Irfian mendjadi kekuasaan Sepanjol, jang 

didatangi pertama kalinja oleh pelaut Eropah pada tahun 1527. 

Mulailah tanah Indonesia mendjadi bahan pembagian pemetjahan 

antara kedua bangsa firopah Barat dan rusaklah kesatuan geografis 

Nusantara sedjak tahun 1521 itu. Demikianlah mulai berlangsung 

desintegrasi kesatuan dan kedaulatan Nusantara, jang akan berlarut- 

larut sampaa. hari Proklamasi Kemerdekaan kita.

Tetapi kesatuan geografis itu, kini dalam rangka kekuasaan asing 

Iekas diperbaiki, dengan memindahkan meridian Djailolo lebih 

djauh kesebelah timur di Samudera Pasifik, sehingga selurnli 

Nusantara dengan termasuk Irian Barat dalam kesatuannja mendjadi 

daerah pendudukan Portugis. Separatisme berdjalan terus, tetapi 

persatuan Nusantara tidaklah mati oleh tekanan asing.

Perdjandjian antara Sepanjol dan Portugal, jang ditanda tangani 

pada 22 April 1529 di Saragossa menetapkan, bahwa daerah antara 

garis demarkasi 370 mil disebelah barat kepulauan Tandjung Verde 

dari kutub utara sampai kekulub selatan, seperti ditetapkan menurut 

perdjandjian Tordesillas, kini mendapat perwatasan timur jaitu 

menurut garis meridian 19° disebelah tiimur-laut kepulauan Maluku, 

mendjadi daerah kekuasaan Portugal, dengan pengartian bahwa 

kepulauan Filipina tetap masuk kekuasaan Sepanjol. Orang Sepanjol 

harus meninggalkan daerah kepulauan Nusantara Selatan dengan 

termasuk Irian Barat kedalamnja dengan menerima uang suka 350 

ribu dukat emas sebagai uang pembelian kekuasaan jang kini djatuh 

kedalam tangan Portugal; dengan demikian bersililah kepulauan 

seluruh Maluku dari kekuasaan Sepanjol atau ’Tllias, terrae e mar 

Oceana de Maluko” , dan dagang-sapi besar-besaran dan politik 

pindah tangan kekuasaan dimulai. Orang Portugis mengusir orang 

Sepanjol, dan orang Portugis nanti diusir oleh orang Belanda, jang 

berperang didua lapangan pertempuran. Dibenua Eropah bangsa 

Belanda menegakkan kemerdekaan. dengan merebahkan kekuasaan 

Sepanjol ditanah air, perdjuangan jang sjah dan dikagumi sedjarah; 

kepulauan Nusantara didjadikan daerah pertempuran jang diber- 

gihkan dari pengaruh Portugis oleh pelajar, pelaut dan pedagang 

Belanda, suatu peperangan kolonial jang menodai lembaran sedjarah 

nasional Indonesia. Dimedan pertempuran dibenua firopah bangsa 

Belanda menemukan kemenangan jang kekal-abadi, sehingga ter- 

tegaklah negara Belanda jang merdeka-berdaulat. Dimedan pertem­

puran ditanah Nusantara, maka Belanda memetik kemenangan 

peperangan kolonial untuk sementara waktu tetapi selama beratus- 

ratus tahun, jang nanti akan ditutupi sedjarahnja oleh pemakluman

74

naskah. Proklarnasi Kemerdekaan Indonesia sesudah kemenanffan 

demokrasi tertjapai heberapa hari sesudah perang dunia kedua 

dalam abad XX.

Menurut pasal-pasal perdjandjian Munster 1648 di Wetfalia dan 

perdjandjian St. Ildefonso, maka orang Sepanjol dilaransj berlajar 

didaerah sebelah timur Tandjung Pengharapan dan didaerah sebelah 

barat kepulauan Filipina; larangan ini berarti pembatasan kekuasa­

an Sepanjol dikepulauan Nusantara, jang setelah itu seperti telah 

didjelaskan diatas mendjadi rebutan-kekuasaan antara Portugis dan 

Belanda. Sedjarah larangan bagi orang Sepanjol ketanah Indonesia 

seperti telah didjelaskan diatas, mempunjai sedjarah sedjak per­

djandjian Tordesillas 1494 tadi itu.

Setelah serikat dagang Belanda berusaha membatasi kedaulatan 

Nusantara, maka kekuasaan itu diserahkan oleh kaura pedagang 

kepada Bangsa Belanda sendiri, jang menjusun sedjak permulaan 

abad X IX  administrasi-djadjahan India-Belanda, jang terus-menerus 

dimasukkan kedalam Konstitusi Belanda bertumt-turut sedjak abad 

X IX  sampai beberapa tahun sesudah Proklarnasi Kemerdekaan 1945.

Perang dunia I dan II jang menggontjangkan dunia tidaklah 

mendjadi tempat beladjar bagi Bangsa Belanda. Tenaga demokrasi 

diseluruh dunia sedjak perdjandjian San Francisco tahun 1945, 

hanja menggerakkan politici Belanda inenggantu perkataan Neder- 

landsch Indie mendjadi Indonesia sebagai istilah hukum bagi status 

djadjahan baru bagi tanah air jang sudali merdeka-berdaulat sedjak 

Proklarnasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustu9 1945.

Setelah menggerakkan perang kolonial pertama dan kedua, maka 

perdjandjian K.M.B. ditanda tangani di Amsterdam tanggal 27 De- 

sember 1949. Djuga waktu dan suasana jang dipergunakan politici 

Belanda untuk memperalat Konstitusi Nasionalnja sendiri bagi 

perampasan wilajah Indonesia adalah pelanggaran hukum atjara 

beradap jang mendjadi dasar perundingan diplomatik. Ditengah- 

tengah perundingan tentang penjeralian Irian Barat di Den Haag, 

setelah termijn satu tahun berliwat untuk menggagalkan segala 

perundingan diplomatik menurut perdjandjian K.M.B. jang ditanda- 

tangani oleh kedua delegasi pada 27 Desember 1949 di Amsterdam, 

maka politici Belanda memasukkan daerah Irian Barat kedalam 

Konstitusi Belanda dengan diberi nama Nederlansch Nieuw Guinea. 

Tindakan ini jalah pentjurian daerah Indonesia pada siang hari.

Tindakan rebut-rampas daerah Indonesia itu memberi bukti jang 

djelas, bahwa tak ada kedjudjuran pada pihak Belanda waktu me- 

njodorkan perdjandjian K.M.B. itu kepada pihak Indonesia, setelah 

lebih dahulu membunuh dan menembaki Rakjat Indonesia dalam 

perang-kolonial jang bertudjuan djahat hendak merimtuhkan kedau­

latan Indonesia ditangan Rakjat jang tjinta kemerdekaan.

75

Untuk menghormati diri dan untuk membela kedaulatan jang 

diitegakkan kembali oleh Revolusi Kemerdekaan sedjak hari Prokla- 

masi, maka kuatlah alasan-hukum dan kesusilaan nasional supaja 

membatalkan segala dan seluruli perdjandjian K.M.B. jang ternjata 

hendak didjadikan instrument politik melandjutkan pendjadjahan 

ditanah air Indonesia dan hendak menggulingkan kedaulatan Indo­

nesia jang ditegakkan dengan perdjuangan djdwa-raga dan duka- 

derita.

Pada sidang pembukaan Konperensi Medja Bundar di Den Haag 

pada tanggal 23 Agustus 1949 telah dimadjukan lebih dahulu oleh 

kepala delegasi Republik Indonesia, bahwa sesuatu penjeralian 

kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Indonesia, jaitu kedau- 

iatan jang penuh dan setjara tak bersjarat adalah tak sesuai dengan 

kenjataan jang sahfih. Negara Republik Indonesia jang pada waktu 

itu berpusat didaerah pedalaman Djokjakarta sudah mempunjai 

kedaulatan sendiri dalam tangannja sedjak Proklamasi 1945, sehing- 

ga bagi Indonesia perkataan transfer atau overdracht kedaulatan 

paling banter berarti pemulihan atau. penjempurnaan kembali 

kedaulatan jang ditjoba meruntuhkannja oleh tindakan tentara dan 

tindakan pemerintah kolonial Belanda. Lagi pula akan berdirinja 

Uni Indonesia-Belanda adalah suatu sjarat bagi penjerahan jang 

dikatakan tak-bersjarat itu, serta tiap-tiap tindakan hendak men- 

djadikan Irian Barat, sebagai bagian dari bekas Hindia-Belanda 

dahulu, djadi daerah sengketa adalah pada hakekatnja meruntuhkan 

kedaulatan Indonesia karena kedaulatan Indonesia mendjadi terbagi- 

bagi, sehingga penjerahan kedaulatan tidaklah sempurna, on- 

volledig atau in-complete. Dan apabila delegasi Republik Indonesia 

menanda tangani djuga kertas bid’ah dtu dikota Amsterdam pada 

27 Desember 1949, seperti seluruh perdjandjian K.M.B. dapat di­

namai kertas bid’ah, maka hal itu berlangsung karena Indonesia 

didorongkan tjinta damai dan tjinta kemerdekaan dalam sanubari- 

nja, dan djuga karena tiap perundiingan diplomasi m endiam kan latar 

belakang jang mendjadi siasat tinggi hendak membubarkan peme- 

rintahan pendjadjah India-Belanda dan meruntuhkan organisasi 

tentara kolonial Belanda ditanah air Indonesia dengan m em peralat 

kertas bid’ah itu sendiri. Siasat itu berhasil. Sesudah medapat hasil 

jang diniatkan dan atas kehormatan diri sendiri d'ibatalkanlah kertas 

bid’ah, karena ternjata dari tersangkutnja kemerdekaan tanah air 

Irian Barat jang ditipu-dajakan dengan persetudjuan K.M.B. jang 

batil itu. Dasar hukum internasional jang berbunji pacta sunt 

servanda, — djandji ditepati — , adalah aturan jang relatif dalam 

perlakuannja, dan baru sempurna djikalau diturut-pula sam bungan- 

nja jang berbunji rebus sic stantibus, ditepati dalam hal-hal sekiranja 

keadaan tetap tidak berubah. Dalam hal jang berupa ’ ’vital change 

of circumstances” , kata Oppenheim-Lauterpacht, maka orang diper-

76

bolehkan melepaskan diri dari djandji-persetudjuan meskipun telah 

ditanda-tanganinj a.

Demikianlah adjaran kedaulatan Indonesia mendjadi hidup dalam 

mechanisme Revolusi Kemerdekaan jang belum selesai. Perdjuangan 

itu dikendaUkan oleh keinsjafan-hukum kepada sifat kedaulatan 

jang empat, seperti dikenal oleh para-juris £ropah dan oleh para­

juris Indonesia, semendjak Jean Jacques Rousseau dalam abad XVIII 

dan semendjak Jean Bodin dalam abad XVT menaburkan adjaran 

jang subur mengenai kedaulatan kepada ummat manusia.

Adapun akibat palsu dari pendirian politici Belanda, bahwa 

kedaulatan Belanda meliputi tanah Nederland di firopah Barat itu 

sama sifatnja dengan kedaulatan Belanda meliputi Irian Barat jang 

dinamainja Nederlandscli Nieuw Guinea menurut Konstitusi Belanda 

pasal 1, jalah suatu hubungan politik berdasarkan kolonialisme- 

imperialisme jang hendak dinamai djuga setjara tak benar juridis 

kedaulatan Belanda. Hal itu jalah suatu tipuan diri sendiri, dan 

dengan beralasan hukum jang dapat ditantang dan dabantah, bahwa 

itu adalah suatu penipuan dan memperkosa pengartian kedaulatan, 

jang hanja boleh meliputi daerah bangsa sendiri dan tidak meliputi 

daerah asing jang mendjadi tanah-air Bangsa Indonesia. Dalam hal 

itu dapat dibatja penanaman pengartian kelaliman diatas tindakan 

separatisme atau politik memetjah-belah dengan bertudjuan 

annexatie jang terkutuk. Politici Belanda menodai konstitusinja 

sendiri dan mengchianati adjaran kedaulatan jang dahulu ditebar- 

kannja untuk mentjapaii kemerdekaan tanah airnja di firopah Barat 

dan kini dalam abad X X  menebarkan adjaran hukum jang terkedji 

penuli kelaliman dan karena merampas kemerdekaan Bangsa Indo­

nesia.

Naskah-naskah asing diatas, sedjak warkat 1493 dan perdjandjian 

Tordesillas, Saragossa dan Mustre sampai persetudjuan K.M.B. dan 

pemulihan fasal-fasal Konstitusi Belanda 1801-1945 adalah semuanja 

masuk instrument politik untuk merebahkan kedaulatan Nusantara 

diatas run tuhan negara Indonesia kedua, keperabuan Madjapahit, 

diselubungi asap bedil perang kolonial dan diatas penderitaan kaum 

pemberontak Indonesia diseluruh kepulauan Nusantara, jang ber- 

usaha gagah berani penuh keperwiraan hendak memulihkan kedau­

latan Nusantara itu kembali dalam perdjuangan gegantis selama 

250 tahun.

Faktor ethnologi jang dapat melihat perbedaan rambut keriting 

dan rambut indjuk, perbedaan tjara tertawa dan menjindir, per­

bedaan warna kulit sawo, langsap atau manggis, makan sirih atau 

merokok krosok, tidaklah berkuasa menghambat orang hendak 

bersatu untuk mentjapai kemerdekaan, jang mendjadi faktor pem- 

bentukan sebagai bangsa-merdeka. Adjaran Ernest Renan, bahwa 

nation itu jalah keinginan hendak bersatu, adalah benar dan mulia

77

pada pembentukan bangsa Amerika Serikat jang berasal dari 

berpululi-puluh bangsa jang sangat berbeda; benar dan tetap mulia 

dalam pembentukan bangsa-negara Belanda antara orang Fries, 

Limburg, Drenthe, Holland, Brabant dan Zeeuw; dan adjaran 

pudjangga Perantjis itu tetap benar dan mulia pada pembentukan 

bangsa-negara atau nation Indonesia antara orang Irian, orang 

Ambon, Djawa, Bali, Kalimantan, Kawanua, Sunda, Batak, Madura 

dan Minangkabau, jang semuanja masuk rumpuii Austronesia, 

karena bagi Bangsa Indonesia sudah lahir keinginan hendak ber- 

satu. Faktor etlinologi tidaklah penghalang dalam pembentukan 

bangsa, nation building.

Lagi pula soal Irian Barat masuk Melanesia, djadi tak masuk 

Indonesia, baru lahir serentak dengan nafsu hendak memiealikan 

daerah dtu dari tanah-air Indonesia; baru lahir ketika Irian Barat 

dimasukkan setjara tak djudjur kedalam Konstitusi Belanda pada 

tahim 1954. Adjaran geografi itu tidak benar dan palsu.

Irian Barat masuk Melanesia adalah disusun dengan melanggar 

segala kesopanan dan sudah berantakan dengan segala dasar-hukum 

jang adil; pembentukan teori Melanesia adalah usalia untuk me- 

rimtuhkan kedaulatan Indonesia jang baru berkembang dan dapat 

dibatja kenjataan agressi melandjutkan kolonialisme dalam abad 

XX. Politici Belanda rupanja menganggap, bahwa Indonesia sebelum 

orang Barat datang kemari adalah suatu ruangan lowongan-hukum.

78 *

LVII.

KALIMAT HUGO GROTIUS, 1625.


KALIMAT HUGO GROTIUS, 1625.

215. Juris besar Hugo Grotius, kelaliiran Belanda jang dibuang 

dari tanah airnja dan meninggal cliluar Nederland, telah memper- 

ingatkan kepada dunia dalam bukiuija bernama De iure praedae 

jang ditulis pada tahun 1605 jang naskahnja telah didapat kembali 

pada tahun 1864, bahwa bangsa Indonesia mempunjai bahasa dan 

liukum ketatanegaraan sendiri, sebelum bangsa firopah datang 

mendarat kesini. Dengan .tegas dia menulis dalam bahasa Latin: 

Non esse autem Lusdtanos earum partium dominos, ad quas Batavi 

accedunt, puta Javae, Taprobanae, partis maximae Moluccamm, cer- 

tissimo argumento colligimus, quia dominus nemo est ejus rei, quam 

nec ipse umquam nec alter ipsius nomine possedit. Habent insulae 

istae, quas dicimus, et semper liabuenmt suos reges, suam rempu- 

blicam, suas leges, sua jura: Lusitanis mercatus, ut aliis gentibus 

conceditur; itaque et tributa cum pendunt, et jus mercandi a Prin- 

cipibus exorant, dominos se non esse sed ut extemos advenire satis 

testantnr; ne habitant quidem nisi precario.

Salinannja dalam bahasa Indonesia jang takkan kalah merdu 

dan nilai liukunmja dari pada bahasa Latin jang tangkas-djelas itu, 

berbunji sebagai berikut:

,,Bagaimana djuga oraii”: Poviugis tidaklah jneinpunjai kekuasaan 

atas daerali-daerali jang dikundjungi oleh orang Belanda, seperti 

pulau Djawa, pulau Sumatera dan sebagian besar gugusan pulau 

Maluku. Untuk membuktikan kenjataan itu, maka kami memadju- 

kan alasan jang tak dapat digugat, bahwa tidak adalah seseorang 

boleh menguasai satu benda, baik dia sendiri ataupun seseorang 

orang lain atas namanja, djikalau dia sendiri tak pernah lebili 

dahulu telah mendjadi pemilik. Pulau-pulau jang kita sebutkan 

tadi itu mempunjai dan senantiasa selalu telah mempunjai radja- 

radja sendiri, mempunjai pemerintahnja sendiri, mempunjai 

peraturan dan liak-hak sendiri. Orang Portugis seperti djuga orang- 

orang lain diperbolehkan datang berdagang kedaerah itu, karena 

atas kekuasaan sudah mendapat izin. Oleh sebab itu, karena mei'eka 

membajar uang upeti dan karena mereka lebili dahulu mengadjukan 

permohonan kepada orang jang menguasaii pulau-pulau itu, supaja 

boleh berdagang, maka njatalah mereka membuktikan sendiri, 

bahwa mereka tidak mempunjai kekuasaan, akan tetapi mereka 

datang kesana sebagai orang asing. Mereka hidup disana hanjalali 

karena mendapat izin” .

Karena dengan tegas maha-juris intemasional itu 3 setengali abad 

dahulu, bahwa orang Indonesia mempunjai kepala negara dan 

pemerintahan beserta mengenal peraturan nasional jang tertulis 

atau tidak tertulis — suos reges, suam rempublicam, suas leges, sua

81

150/B (6)

jura —, sedangkan kedaulatan itu bertali erat dengan adanja peme­

rintalian nasional dalain pelbagai bentukan negara, dan masuk pula 

kepada sekumpulan aturan dan liuknm jang tertulis atau tidak, 

maka Hugo Grotius sudah dapat melihat 350 tahun dahulu adanja 

kedaulatan Nusantara atas Bangsa dan kepulauan Nusantara, sebe­

lum bangsa-bangsa kulit putih datang kemari sedjak abad X Y I.

Djuga juris besar Prof. Van Yollenhoven jang dikagumi dan di- 

segani dunia kesardjanaan timur menulis sebelum beliau meninggal 

dalam naskah nja Staatsrecht Overzee beberapa kalimat jang sama 

maksud dan isinja seperti nasehat Hugo Grotius 300 tahun lebih 

dahulu itu. Bunjinja:

„Wanneer in 1596 het eerste scliip met de driekleur aan den mast 

in den Indischen archipel binnenvalt, is dat land staatsrechtelijk geen 

„woest en ledig”  land. Het is boordevol instituten van volks- en 

gezachts ordening; bewind door of over stammen, dorpen, bon- 

den, republieken, vorstenrijken. Allerminst een samenhangend 

geheel — ondanks den vroegeren machtigcn groei en het tijdelijk 

overwicht van Madjapahit —  ; maar wel een complex van Oostasia- 

tisch staatsrecht, inheemsch gebleven ondanks Hindoesche en 

Mohammedaansche invloeden op de bevolking.

Het optreden der Nederlanders brengt in het staatsrecht van dit 

eilandgebied de eerste breuk. Het oostersch staatsrecht leeft 

uiteraard voort in de uitgestrekte woongebieden der talrijke 

Indonesiers; maar een nieuw stuk westersch staatsrecht, compagnie- 

staatsrecht,wordt gaandeweg daarnaast gesteld” .

Hilang-tenggelamnja negara Madjapaliit sedjak tahun 1525 itu 

berarti tertindas dan terhambatnja perkembangan kedaulatan Nu­

santara, jang mendjadi berlarut-larut dengan segala penderitaan 

ekonomi karena penindesan dan rintangan bangsa-bangsa firopah, 

tentara Djepang dan feodal Indonesia sampai ketahun 1945, ketika 

negara Indonesia ketiga Republik Indonesia terbentuk atas dasar 

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Banjaklah jang runtuh rusak- 

binasa dalam waktu imperialisme kolonialisme-fasisme bersimahara- 

djalela selama 420 tahun itu, seperti susunan tatahukum negara-nega- 

ra Indonesia, hak-hak perseorangan dan sebagian hukum adat dan 

hukum atjara. Tetapi kedaulatan Nusantara jang meliputi tanah-air 

dan bangsa Indonesia tidak hilang-luput atau hilang tenggelam, 

melainkan diusaliakan berdiri dan berkembang kembali dengan 

menempuh djalan pemberontakan, keraman dan perlawanan. Ke- 

daulatan Nusantara dan hak-lingkungan desa hidup dalam haribaan 

kesedaran-hukum nasional.

Berkat Perdjuangan Kemerdekaan Indonesia jang bersandar dalain 

abad XX kepada persatuan-bangsa dan organisasi-organisasi kebang- 

saan dan agama, maka pada hari Proklamasi 1945 itu lahirlah 

kembali pada tingkatan pertama kedaulatan Indonesia dalain geng-

82

gaman Rakjat Indonesia jang menjusun negara dan masjarakat atas 

kemerdekaan nasional jang hiidup-meriali kembali kedaulatan 

Indonesia dalam abad X X  sebagai suatu fragment dari pada kedau­

latan Nusantara sebelum abad XVI dengan segera menurut kenjataan 

dan pengakuan liak mutlak (birth right) akan meliputi tanah-air 

dan rakjat Irian-Barat sebagai wilajat-hukum jang tak dapat dipisah- 

pisalikan dari pada bangsa dan tumpah-darah Indonesia, sebagai 

sebagian dari pada bangsa Nusantara, jang pasti akan berkembang 

pula pada hari depan.

Bertambah djelaslah kini, bahwa Naskah Proklarnasi Kemerdeka­

an Indonesia dengan Konstitusi Indonesia adalah pada hakekatnja 

mahasumber hukum, jang didjadikan mendjadi instrument Revolusi 

untuk menegakkan kedaulatan Indonesia. Hasil perdjuangan merim- 

tuhkan dan menegakkan kedaulatan itu berdasarkan segala naskah, 

jalah: bahwa instrument pendjadjahan telah terhenti pelaksanaan- 

nja, seluruhnja atau sebagian, sehingga masuk kedalam bagian 

sedjarah kedji jang telah lampau. Berdirilah Republik Indonesia, 

atas kedaulatan Rakjat Indonesia, negara Indonesia ketiga jang 

meliputi sebagian besar tanah-air Nusantara dan sebagian besar 

Banasa Austronesia. Kedaulatan Indonesia bangun kembali, atas 

tenaga Rakjat jang berdjuang, berkorban, menderita dengan tangan 

tegap-teguli menggenggam kedaulatan jang dibelanja dimedan 

perundingan dan dimedan pertempuran dengan segala keinsjalan 

dan keberanian ruhani jang tak ada taranja dalam sedjarah Asia 

dan dunia.

Sudahlah pada tempatnja kami memperingatkan, bahwa bangsa 

Indonesia sepandjang masa mempunjai pengartian tegas dan men- 

dalam tentang kedaulatan jang ada dalam genggaman tangannja. 

Pengartian jang sungguh-sungguh tersusun baak itu mendjadi dasar- 

hukum bagi tjinta-kasih jang dimesrakannja kepada perdjuangan 

memerdekakan nusa dan bangsa.

216. Apabila kita simpulkan perkembangan apa jang kini 

dinamai kedaulatan Rakjat menurut Konstitusi Republik Indonesia 

pertama 1945, maka kedaulatan itu sebelum abad XVI meliputi 

seluruh tanah air kepulauan Nusantara jang terdiri alas Delapan 

Nusa atau Astadwipa seperti diamanatkan oleh pudjangga Prapantja 

dalam naskah  nasional Negarakertagama pada sarga XIII. Juridis tak 

adalah perbedaan jang mengenai dasar-hukum antara kedaulatan 

Indonesia waktu sekarang dengan kedaulatan Nusantara dizaman 

dahulu. Hanjalah luasnja objek kedaulatan itu oleh turun-naiknja 

gelombang permainan politik ada perbedaan, jaitu dari daerali jang 

luas dalam perwatasan tertentu mendjadi daerah jang kurana: luaa 

seperti sekarang, tetapi djuga dalam perwatasan tertentu, dan dengan 

meliputi tjatjah djiwa Indonesia jang selalu meningkat setjara 

progresif sudah mendekati 100 djuta pada pengliabis an abad XX.

83

Maka perkembangan pengartian kedaulatan Nusantara mendjadi 

kedaulatan Rakjat Indonesia adalah sifat barang jang hidup dan 

berhubungan setjara organis dengan bagian-bagian keseluruhan 

hukiun Indonesia, jang bersuniber kepada Semangat Rakjat atau 

Volksgeist. Maka bukanlah taraf-hukum jang lebih dahulu dtu 

rendah dari sekarang, dan bukan pula kelaliiran faham hukiun itu 

pengartian jang langgeng-abadi, melainkan babakan dahulu dan 

babakan sekarang adalah nilai juridis jang sarna belaka. Seperti 

perkembngan adat-istiadat dan bahasa, maka djuga perkembangan 

kesedaran hukum dan pendirian kenegaraan itu senantiasa digerak- 

kan dan didorongkan oleh tenaga-tenaga batin jang tak keliliatan 

atau oleh „innere stillwirkende Kraefte” . Tindjauan ini tidaklali 

baru. Sardjana hukum jang paling utama dalam abad jang lampau, 

mahajuris Von Savigny dengan tegas mendjelaskan dalam naskah nja 

Vom Beruf unserer Zeit fuer Gesetzgebung und Rechtsivissenschaft

— Tentang tugas kewadjiban-zaman membuat undang-undang dan 

bagi ilmu-hukum, 1814 —, bahwa hukum itu bukanlah tempaan 

kekuasaan politik, melainkan hidup berlumbuh dengan dan dalam 

haribaan Rakjat. Segala pusaka Bangsa, seperti djuga dengan kedau­

latan Rakjat, adalah berisi juridis dan bernilai sosiologis jang liarus 

ditafsirkan menurut sedjarah kebangsaan jang turun-naik, seperti 

lautan mengenal pasang-naik, pasang-turun dan pasang pumama- 

raja. Kedaulatan Nusantara jang meliputi tanah air Nusantara jang 

dihumi turun-temurun oleh bangsa Austronesia, kini telah mulai 

berkembang hidup kembali mendjadi kedaulatan Rakjat meliputi 

segenap Bangsa negara Indonesia dan daerali-hukum bekas India 

Belanda, — jang untuk sementara waktu tanpa Irian Barat — 

tetapi kini dapat dilihat, berkat permainan tenaga kemerdekaan 

nasional di Asia Tenggara pastilah, oleh „innere stillwirkende 

Kraefte”  oleh tenaga-tenaga batin jang tak keliliatan, pada suatu 

ketika akan berkembang kembali mendjadi kedaulatan Nusantara, 

dengan meliputi bangsa Austronesia jang bertanah air dan liidup 

berbahagia dibawah satu atap perumahan-liukum di Astadwipa 

Nusantara diatas satu perwatasan pekarangan jang telah dlitetapkan 

oleh Sang Alam dan nenek-mojang para leluhur mendjadi tanah 

air dan patria Nusantara.

Demikianlah tindjauan-hukum tentang perkembangan kedaulatan 

Indonesia, jang disampaikan dengan amanat para-pudjangga dalam 

zaman-kentjana abad XIV kepada Bangsa Indonesia dicenturia X X  

jang bergaja merebahkan imperialisme-kolonialisme dan berdaja 

menegakkan negara Kesatuan Republik Indonesia, disampaikan 

sebagai tugas-kewadjiban zaman, Vom Beruf unserer Zeit, kini me- 

nurutkan .rintisan perdjuangan terbentuknja kembali kedaulatan 

Nusantara diatas bangsa-bangsa Austronesia dalam centuria X X I, 

sebagai landjutan Abad Proklamasi jang luhur-gemilang.

84

PASAL IX.

PERUMAIIAN NEGARA MADJAPAHIT


PASAL IX.

PERUMAHAN NEGARA MADJAPAHIT.

I. Pengartian perumahan negara.

217. Kepustakaan Eropah-Barat tentaug filsafat dan hukum 

negara mempersoalkan dengan tak putus-putusnja tentang pengartian 

negara dan tentang pelbagai anazir jang sanggup membentuk dan 

menegakkan persekutuan negara. Pemandangan-pemandangan jang 

ditimbulkan oleh penjelidikan itu banjak jang bertentangan satu 

dengan lain, dan ada pula jang mengenaa hanja sebagian dari pada 

sjarat-sjarat umum jang diperlukan negara. Kedua soal jang tersebut 

diatas terpaksa ditindjau kembali dalam tulisan ini sebagai pertang- 

gungan djawab kepada uraian fikiran jang diturut. Prof. R. Kjelien 

dalam naskah nja „Der Siaat als Lebensfonn”  meluaskan penjelidikan- 

nja tentang negara sampai-sampai kedaerali ilmu bumi, karena 

menurut pendapalnja maka negara jalah susunan jang dibentuk oleh 

sekumpulan manusia diatas sebidang tanah. Maka oleh sebab itu 

pengetahuan negara jalah pula geopolitik jang mendjadikan daerah 

tanah sebagai bahan-pemeriksaan: das mit politischer Organisation 

durchdrungene Land. Memang geopolitik, seperti berkembang 

sebagai ilmu pengetahuan ditanah Djerman pada pengliabisan 

peperangan dunia pertama dibawah pimpinan Prof. Hausliofer, 

semata-mata memeriksai arti dan pengaruh daerah tanah kepada 

manusia dan tjita-tjita politik, tetapi ilmu hukum hanjalah ber- 

dekatan dengan ilmu geopolitik dan kedua-duanja meliputi dua 

daerah jang mempunjai batas tersendiri pula. Daerah tanah memang 

sangat penting bagi geopolitik, sedangkan bagi ilmu-negara anazir 

permukaan bumi sama pentingnja dengan anazir jang lain-lain. 

Apa lagi sesudah peperangan dunia kedua, maka did'alam kepustaka­

an hukum inlernasional terkenal dan diakui beberapa negara- 

pelarian jang untuk sementara tidak mempunjai daerah, sehingga 

dengan sendirinja dalam keadaan-keadaan istimewa arti permukaan 

bumi sebagai anazir negara terdorong djauh kebelakang.

Walaupun demikian harus diakui bahwa daerah bumi jalah sendi 

negara jang utama. Ruangan tanah telaplah mendjadi bah an penje­

lidikan kedua pengetahuan geopolitik dan ilmu hukum negara, 

seperti ternjata pada penulis Kjelien itu. Pengaruh jang ditcrima 

penulis ini dari Djerman adalah akibat menentang fikiran, bahwa 

negara itu seolah-olah hanja sckumpul djawatan dan djabatan sadja. 

Sebelum peperangan dunia pertama, maka penulis Perantjis Prof. 

Duguit monjatakan dalam naskah nja ,*Los Transformations du Droit 

Public” (lalnin 1913, katja 255): VEtat cst Vensemble des services

87

publics, fonctionnant sous I*impulsion, et le controle des gouvernants 

dans Vinteret collectif. Maka menurut clalil ini jang disebutkan 

negara jalah organ dan functions (atau djabatan dan djawatan), 

sedangkan jang mendjadi pusat untuk mentjapai kepentingan umuni 

itu jalah pemerintah, dengan tidak menjebutkan pelbagai anazir 

lain. Dalil itu berdjasa karena membulatkan fikiran bahwa negara 

itu mempunjai tudjuan jaitu melaksanakan kepentingan-bersama: 

Vinteret collectif, tetapi melihatkan kurang sempumanja terhadap 

6jarat-sjarat jang mentjukupkan pembentukan suatu negara. Fikiran- 

umum jang dibanding ini diturut hampir dalam segala naskah  liukum- 

negara di firopah-Barat jang berpendapat bahwa tiap-tiap negara 

mempunjai tiga anazir, jaitu: pemerintah, daerah tanah dan

bangsa-negara. Fikiran itu tumbuh sudah sedjak zaman Vattel, jang 

berpengaruh besar kepada penulis Eropah dan Amerika Serikat. 

Sampai kepada tahun 1910 penulis James W ilford Garner dalam 

naskah nja Introduction to Political Science (1910) mengikuti pen- 

dapat, bahwa jang dinamai negara (State) jalah: a community 

persons more or less numerous, permanently occupying a definite 

portion of territory, independent of external control and possessing 

an organized government to which the great body o f inhabitants 

render habitual obedience. Penulis Amerika jang lain seperti John 

W. Burgess (Political Science and Constitutional Law, Vol. I Part I, 

Book II, Ch I), mempunjai pendapat jang sama tentang dalil negara.

Djuga dalam kepustakaan-hukum jEropah-Barat dan Amerika jang 

lain, telah lama diterima fikiran, bahwa negara dengan unrumnja 

tidaklah memenuhi tiga anazir, melainkan lebih dari pada itu 

djumlahnja. Tiga anazir mengenai mandala, warga dan pemerintah 

memang sama, tetapi mengenai anazir keempat adalah berbeda-beda.

Berhubung dengan perkembangan hukum-antara-negara, maka 

Oppenheim-Lauterpacht (International Law, tjetakan ketudjuh 

1948 hal. 144— 145) membedakan negara (state) dengan colonies 

and dominions, karena negara selalulah memenuhi empat sjarat 

(conditions), jaitu people, country, government dan sovereignty.

Kedaulatan jang dimaksud jalah kedaulatan. penuh full sovereign­

ty; karena adalah pula negara jang dapat dinamai not-full sovereign 

states, berhubungan dengan soal keanggotaan mendjadi persona 

internasional, walaupun belum sempurna-penuh kemerdekaannja. 

Sjarat jang keempat itu dirumuskan oleh Charles Cheney H yde 

dalam naskah nja International Law (Vol. I, 1947, hal. 22— 2 3); 

rumusan Hvde sama dengan rumusan piagam Hak dan Tugas Negara 

seperti ditetapkan pada tanggal 26 Desember 1933 dalam Konperensi 

internasional dari negara-negara Amerika dikota Montevedio, jang 

menetapkan bahwa negara sebagai persona menurut hukum inter­

national haruslah memiliki empat sjarat (qualifications), jaitu: 

1. a permanent population; 2. a defined territory; 3. government;

88

4. capacity to enter into relations unth the other States; sjarat jang 

keempat ini dirumuskan oleh Hyde dengan: to enter into relations 

ivith the outside world.

Menurut adjaran Marxist-Leninist, jang menimbulkan negara 

Persekuluan Paranegara Republik Soviet di firopah Timur, maka 

sjarat keempat itu dirumuskan dengan bermatjam-matjam kalimat: 

tudjuan hendak bermasjarakat tanpa berkelas (classics society. 

Andrei Y. Vyshinsky; The law of The Soviet State, 1948; hal. 

136— 139): pendirian itu membedakan negara-bordjuis dan negara- 

proletariat jang bertebaran dalam sedjarah diseluruh diuiia.

Menurut kata-pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indo­

nesia jang disiarkan sehari sesudah hari Proklamasi tanggal 

17 Agustus 1945 dan jang disalin dari piagam Djakarta tanggal 

22 Djuni tahun 1945, maka keempat sjarat itu dinamai: 1. bangsa 

Indonesia; 2. tumpah darali Indonesia; 3. pemerintah negara 

Indonesia; 4. tudjuan-negara untuk kebahagiaan Indonesia dan 

dunia.

Penjelidikan hukum terhadap negara Madjapahit memberi liasil, v'' 

bahwa negara itu memenuhi empat sjarat pula. Sjarat keempat 

jalah: kemegahan atau kedigwidjajaan.

Ilmu sosiologi telah menundjukkan, bahwa dalam masjarakat 

manusia jang terpenting bukanlah fikiran satu-persatu anggota 

masjarakat sadja, melainkan jalah pula perhubungan antara 

manusia dengan manusia dalam masjarakat jang bersangkutan. 

Dalam persckutuan-liukum seperti negara maka menurut pengetahu- 

an sosiologi memanglah penting ketiga anazir (pemerintah, daerah 

dan rakjat) jang memungkinkan pembentukan negara, tetapi tak 

kurang pula pentingnja perhubungan pemerintah dengan bangsa 

dan daerah jang dilindungi atau dikuasaiuja. Maka ilmu-hukum 

dapat memisahkan dari perhubungan beraneka warna itu sekumpul 

pertalian erat jang mempersatukan pemerintah dengan sebagian 

permukaan bumi dan perkumpulan manusia jang tiuiduk kepadanja. 

Perhubungan itulah jang kita namai dalam tulisan ini tudjuan- 

negara jang boleh djadi berlainan isi dan arahnja pada berbagai- 

bagai negara. Di Amerika Serikat misalnja sudah sedjak tahun 1793 

tudjuan-negara itu jalah berupa kebadjikan umum (the common 

benefit), seperti ditetapkan oleh Mahkamah Agung dalam suatu 

putusan, bahwa jang dinamai negara (state) jalah: ” a complete 

body of free persons united together for the cojnmon benefit, Co] 

enjoy peaceably ivhat is their own and to do justice to others

218. Menurut pendapat kami maka keempat anazir jang diurai- 

kan diatas itu mendjadilah empat tiang sakaguru jang mendukung 

sehuuh perumahan negara. Kesebelah kebawah keempat tiang itu 

memakai sendi jang boleh dinamai djuga tjaturbuta-negara (Catur- 

bhuta): pemerintah dan tudjuan negara, daerah dan warganegara.

89

Adapun perkataan rumali, penmialian, sendi, tiang dan tjaturbuta 

ini semuanja jalah lambang belaka, tetapi kaniA pakai dengan 

memperhatikan kebiasaan bahasa-hukum Indonesia, jang membuat 

istilah-hukum menurut kata benda jang mendjadi perbandingan 

fikiran. Istilah perumahan-negara dalam tulisan imi mempimjai 

maksud dan isi jang menundjukkan bentukan dari bangunan negara, 

dan istilah itu dibuat dengan memperhatikan bahwa rumah itu 

dalam peradaban Indonesia tidaklah sadja menundjukkan tempat 

kediaman, tetapi djuga dipakai untuk menjatakan. persatuan- 

pembentukan dan pembangunan jang dibuat manusia menurut 

keinginan dan kegunaan: somah jalah persatuan kaluarga, dan 

rumah tangga jalah kehidupan dipekarangan atau dilingkungan 

manusia jang berdekatan, sedangkan persatuan dunia dan bintang 

ditjakrawala dinamai pula dengan memakai perkataan itu. Rasa 

kegandjilan terhadap pembuatan istilah jang dibutulikan itu akan 

berkurang rasanja, apabila difahamkan bahwa perkataan gouvern- 

ment atau governement jang begitu lazim dipakai dalam ke- 

pustakaan-hukum memakai bahasa Perantjis atau Inggeris asal 

mulanja jalah istilah jang dibuat dari kata nama benda bahasa 

v  Latin berbunji gubernaculuin, berarti kemudi-kapal, sedangkan 

gubernare dengan arti lambang jalah: mengemudikan, mengarali- 

kan, memerintah. Istilah perumahan-negara meliputi keempat tiang- 

negara seperti didjelaskan diatas dan seperti akan diuraikan satu- 

persatu selandjutnja dibawah ini.

Perumahan-negara jang didukung empat tiang sakaguru seperti 

didjelaskan diatas mempunjai kedaulatan jang meliputi kemerdeka- 

an berumah tangga. Perlulah dinjatakan, bahwa istilah kedaulatan 

pada zaman sekarang dapat disalin dengan istilah Djawa-lama ber­

bunji: kahegivaryan; sangatlah menarik perhatian, bahwa ketiga 

istilah souvereinitas, kedaulatan dan kehegivaryan terbentuk dari 

kata-kata jang hampir sama maknanja, karena: soverein =  daulat 

=  isjwari. Kata itu dipakai dalam kidung Pamantjangah (II) 65: 

berbunji: pan saking bliumi sangkan ing kahegivaryan =  bukankali 

dari bumi itu timbul keisjwarian? Pengartian itu seolah-olah sama 

maksudnja dengan dari tanah-airlali timbul kedaulatan, walaupun 

kata daulat =  souverein dan tanali-air adalah tiga buah istilah jang 

isinja dalam beberapa hal memang hampir sama. Tetapi bagaimana 

djuga, maka kedaulatan jang meliputi keempat tadi itu adalah pula 

mementingkan perliubungan jang ada diantara keempat anazir.

Selainnja istilah kahegivaryan, bahasa Djawa-lama abad ke-14 

mengenal pula istilah wisesja (wigesa) untuk menjatakan suatu 

kekuasaan tertinggi jang didjalankan' pada kesatuan-masjarakat 

tanpa mempunjai kedaulatan atasnja, sepertii tersebut misalnja 

pada prasasti Himad-Walandit (±; 1350 M.). Dengan demikian 

maka njatalah dalam abad ke-XIV dibedakan oleh kehidupan 

hukum antara kahegivaryan dengan ivigesa.

90

Dengan pendjelasan diatas sampailali kiranja apa jang hendak 

kita djelaskan, bahwa negara Madjapahit itu dalam pengartian 

sosiologis dan juridis jalah suatu susunan perumalxan dengan 

memiliki empat sjarat mutlak —  jaitu: tudjuan organisasi; m an-^ 

dala, rakjat dan pemerintah — , pertama dengan mempunjai kedu- 

dukan berdaulat, apahila berdasarkan kemerdekaan-penuh, dan 

kedua lianja mempunjai kedudukan wisesja, apabila pemerintahan- 

nja tidak berdasarkan kemerdekaan, djadi semala-mata berupa 

kekuasaan tertinggi belaka.

Bagaimanakali kerangka dan isi makna keempat sjarat negara itu, 

dengan segera akan kita tindjau dibawah ini.

91


PASAL X-XII.

EMPAT UNZUR NEGARA MADJAPAHIT.


I s i  n

Pasal

Pasal

Pasal

Pasal

EMPAT UNZUR NEGARA MADJAPAHIT.

PASAL X-XII. .

j a :

X : Tu