jir, yang berlangsung selama empat puluh hari empat puluh malam, dan air mulai
surut 150 hari kemudian.
Kemudian, pada hari ketujuh belas pada bulan ketujuh, kapal ter-sebut terdampar di
pegunungan Ararat (Agri). Nuh mengirim seekor merpati untuk melihat apakah air telah
benar-benar surut, dan saat akhirnya merpati ini tidak kembali lagi, Nuh menyadari
bahwa air telah surut seluruhnya. Tuhan memerintahkan mereka meninggalkan kapal dan
menyebar ke seluruh penjuru bumi.
Salah satu kontradiksi pada kisah dalam Perjanjian Lama yaitu : Se-telah uraian ini,
dalam versi “Yahudi”, disebutkan bahwa Tuhan meme-rintahkan Nuh untuk membawa
tujuh jantan dan betina dari setiap jenis hewan-hewan ini , yang disebut-Nya “bersih”
dan hanya sepasang dari setiap jenis hewan-hewan ini yang disebut-Nya “tidak
bersih”.
Ini jelas bertentangan dengan teks di atas. Di samping itu, dalam Per-janjian Lama
jangka waktu terjadinya banjir juga berbeda. Menurut versi Yahudi juga, peristiwa naiknya
air terjadi selama empat puluh hari, se-dangkan berdasarkan orang-orang awam, dikatakan
terjadi selama 150 hari.
Sebagian dari Perjanjian Lama yang menceritakan tentang banjir Nuh yaitu sebagai
berikut:
Berfirmanlah Allah kepada Nuh, “Aku telah memutuskan untuk mengakhiri
hidup sebagian makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka; jadi
Aku akan memusnahkan mereka bersa-ma-sama dengan bumi. Buatlah bagimu
perahu dari kayu gofir; ....
Sebab sesungguhnya, Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi untuk
memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa di kolong la-ngit; segala yang ada di
bumi akan mati binasa. namun dengan eng-kau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku,
dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan
anakmu, dan istrimu, dan istri-istri anak-anakmu. Dan dari segala yang hidup, dari
segala makhluk, dari semuanya haruslah engkau bawa satu pasang dalam bahtera itu,
....
…Lalu Nuh melakukan semuanya itu; tepat seperti yang diperintah-kan Allah
kepadanya.” (Kejadian, 6: 13-22)
Dalam bulan ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, ter-kandaslah
bahtera pada pegunungan Ararat. (Kejadian, 8:4)
Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil tujuh pa-sang,
jantan dan betinanya, namun dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan
betinanya; juga dari burung-burung di udara tujuh pasang, jantan dan betina, supaya
terpelihara hidup keturun-annya di seluruh bumi. (Kejadian, 7: 2-3)
Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang
hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak ada lagi air bah untuk
memusnahkan bumi.” (Kejadian, 9: 11)
Menurut Perjanjian Lama, sesuai dengan pernyataan bahwa “semua makhluk di dunia
akan mati” dalam sebuah banjir yang menggenangi seluruh permukaan bumi, maka seluruh
manusia dihukum, dan yang selamat hanya mereka yang menaiki bahtera bersama Nuh.
Banjir Nuh dalam Perjanjian Baru
Perjanjian Baru yang kita dapati saat ini juga bukan sebuah kitab suci dalam arti kata
yang sebenarnya. Perjanjian Baru yang terdiri dari perka-taan dan perbuatan dari Isa (Jesus),
dimulai dengan empat “Injil” yang ditulis satu abad sesudah keberadaan Isa, oleh orang-
orang yang belum pernah melihat atau bertemu dengannya; yaitu Matius, Markus, Lukas,
dan Johanes. ada berbagai kontradiksi yang sangat gamblang di-
antara keempat gospel ini. Khususnya, Injil Johanes sangat berbeda dengan tiga injil
yang lain (Injil Sinoptik), yang hingga beberapa derajat, tapi tidak sepenuhnya, saling
mendukung sesamanya. artikel -artikel lain dari Perjanjian Baru terdiri dari surat-surat yang
ditulis oleh para murid dan Saul dari Tarsus (kemudian disebut Santo Paulus) yang menye-
butkan perbuatan para murid sesudah kematian Isa.
Jadi, Perjanjian Baru yang ada saat ini bukanlah naskah suci, namun lebih
merupakan artikel semi-sejarah.
Dalam Perjanjian Baru, Banjir Nuh disebutkan secara singkat sebagai berikut; Nuh
diutus sebagai utusan kepada sebuah warga yang tidak patuh dan menyimpang, namun
kaumnya tidak mau mengikutinya dan meneruskan kesesatan mereka. Oleh sebab itu,
Allah menimpakan banjir kepada mereka yang menolak beriman dan menyelamatkan Nuh
dan para pengikutnya dengan menempatkan mereka ke dalam bahtera. Beberapa bab dari
Perjanjian Baru yang berkaitan dengan hal ini yaitu sebagai berikut:
Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada
kedatangan Anak manusia. Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah
itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke
dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan
melenyapkan mereka semua, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak
manusia.” (Matius, 24: 37-39)
“Dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, namun harus
menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, saat Ia
mendatangkan air bah atas dunia orang-orang fasik.” (Petrus Kedua, 2: 5)
“Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah kelak halnya
Anak manusia pada hari kedatangan-Nya: mereka makan dan minum, mereka kawin
dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air
bah dan mem-binasakan mereka semua.” (Lukas, 17: 26-27)
“…mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, saat Allah
tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang memper-siapkan bahteranya, di mana
hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu.” (Petrus
Pertama, 3: 20)
“Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit te-lah ada
sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, dan bahwa oleh air itu,
bumi yang dahulu telah binasa, di-musnahkan oleh air bah.” (Petrus Kedua, 3:5-6)
Penyebutan Peristiwa Banjir dalam Kebudayaan Lain
Kebudayaan Sumeria: Dewa yang bernama Enlil memberi tahu orang-orang bahwa
dewa-dewa yang lain ingin menghancurkan umat manusia, namun ia berkenan untuk
meyelamatkan mereka. Pahlawan dalam kisah ini yaitu Ziusudra, raja yang taat dari negeri
Sippur. Dewa Enlil memberi tahu Ziusudra apa yang harus dilakukan agar selamat dari
Banjir. Teks yang menceritakan pembuatan kapal ini hilang, namun fakta bahwa
bagian ini pernah ada terungkap dalam bagian-bagian yang menyebutkan bagaimana
Ziusudra diselamatkan. Begitupun berdasar-kan versi Babilonia tentang banjir, dapat
disimpulkan bahwa dalam versi Sumeria yang lengkap tentulah ada rincian yang lebih
menyeluruh tentang penyebab kejadian ini dan bagaimana perahu dibuat.
Kebudayaan Babilonia: Ut-Napishtim yaitu padanan bangsa Babi-lonia terhadap
Ziusudra, pahlawan Sumeria dalam peristiwa banjir. To-koh penting yang lain yaitu
Gilgamesh. Menurut legenda, Gilga-mesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para
leluhurnya untuk mendapatkan rahasia kehidupan abadi. Ia diperingatkan akan berbagai
bahaya dan kesulitan dalam perjalanan itu. Ia diberi tahu bahwa ia harus melakukan
perjalanan melewati “pegunungan Mashu dan perairan ma-ut”; dan perjalanan seperti itu
hanya pernah diselesaikan oleh dewa ma-tahari Shamash. Namun Gilgamesh menghadapi
semua bahaya perjalan-an dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napishtim.
Naskah ini terpotong pada bagian yang menceritakan pertemuan antara Gilgamesh
dan Ut-Napishtim; dan selanjutnya saat teks dapat terbaca, Ut-Napishtim menceritakan
kepada Gilgamesh bahwa “para dewa menyimpan rahasia kematian dan kehidupan bagi diri
mereka sendiri” (mereka tidak akan memberikannya kepada manusia). Atas jawaban ini,
Gilgamesh bertanya bagaimana Ut-Napishtim dapat mem-peroleh keabadian; dan Ut-
Napishtim menceritakan kepadanya kisah banjir sebagai jawaban atas pertanyaan ini. Banjir
ini juga dicerita-kan dalam kisah “dua belas meja “ yang terkenal dalam epik tentang
Gilgamesh.
Ut-Napishtim memulai dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan
kepada Gilgamesh merupakan “sesuatu yang rahasia, sebuah rahasia dari dewa-dewa”. Ia
bercerita bahwa ia berasal dari kota Shurup-pak, kota tertua di antara kota-kota di daratan
Akkad. Berdasarkan cerita-nya, dewa “Ea” telah memanggilnya melalui dinding kayu
gubuknya dan menyatakan bahwa para dewa telah memutuskan untuk menghancurkan
semua benih kehidupan dengan sebuah banjir; namun penyebab kepu-tusan mereka tidak
diterangkan dalam cerita banjir Babilonia sebagai-mana halnya dalam kisah banjir Sumeria.
Ut-Napishtim menceritakan bahwa Ea telah menyuruhnya membuat sebuah perahu dan ia
harus membawa serta “benih-benih dari semua makhluk hidup”dengan perahu itu. Ea
memberitahunya ukuran dan bentuk kapal itu; berdasarkan hal ini, lebar, panjang, dan tinggi
kapal menjadi sama. Badai besar menjung-kirbalikkan segala sesuatu selama enam hari dan
enam malam. Pada hari ketujuh, badai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa di luar kapal,
“semua telah berubah menjadi lumpur yang lengket”. Kapal ini terdampar di gunung
Nisir.
Menurut catatan Sumeria-Babilonia, Xisuthros atau Khasisatra dise-lamatkan dari
banjir oleh sebuah kapal yang panjangnya 925 meter, ber-sama keluarganya, teman-
temannya, dan berbagai jenis burung dan bina-tang. Disebutkan bahwa “air meluap hingga
ke langit, lautan menu-tupi pantai, dan sungai meluap dari tepiannya”. Dan kapal itu pun
akhirnya terdampar di gunung Corydaean.
Menurut catatan Asiria-Babilonia, Ubar Tutu atau Khasisatra disela-matkan bersama
keluarga, pembantu, ternaknya, dan binatang-binatang liar dalam sebuah kapal yang
panjangnya 600 kubit, tinggi dan lebarnya 60 kubit. Banjir ini berlangsung selama 6
hari dan 6 malam. saat kapal ini mencapai gunung Nizar, merpati yang dilepaskan
kem-bali, sedangkan burung gagak tidak kembali.
Berdasarkan beberapa catatan Sumeria, Asiria dan Babylonia, Ut-Napishtim beserta
keluarganya selamat dari banjir yang terjadi selama 6 hari dan 6 malam. Dikatakan “Pada
hari ketujuh Ut-napishtim melihat keluar. Semuanya sangat sepi. Manusia sekali lagi
menjadi lumpur.” saat kapal terdampar di gunung Nizar, Ut-napishtim mengirim ma-
sing-masing seekor burung merpati, burung gagak dan burung pipit. Burung gagak tinggal
memakan bangkai, sedangkan dua burung yang lain tidak kembali.
Kebudayaan India: Dalam epik Shatapatha Brahmana dan Maha-bharata dari India,
seseorang bernama Manu diselamatkan dari banjir bersama Rishiz. Menurut legenda, seekor
ikan yang ditangkap oleh Manu dan dilepaskannya, tiba-tiba berubah menjadi besar dan
menyuruhnya untuk membuat sebuah perahu dan mengikatkan ke tanduknya. Ikan ini
dianggap penjelmaan dari dewa Wishnu. Ikan ini menarik kapal mengarungi ombak
yang besar dan membawanya ke utara, ke gunung Hismavat.
Kebudayaan Wales: Menurut legenda Wales (dari Wales, wilayah Celtic di Inggris),
Dwynwen dan Dwyfach selamat dari bencana besar dengan sebuah kapal. saat bah yang
amat mengerikan yang terjadi akibat meluapnya Llynllion yang dinamai Danau Gelombang
surut, mereka berdua memulai kembali kehidupan di daratan Inggris.
Kebudayaan Skandinavia: Legenda Nordic Edda mengisahkan tentang Bergalmir dan
istrinya yang selamat dari banjir dengan sebuah kapal besar.
Kebudayaan Lithuania: Dalam legenda Lithuania, diceritakan bah-wa beberapa
pasang manusia dan binatang diselamatkan dengan berlin-dung di puncak sebuah gunung
yang tinggi. saat angin dan banjir yang berlangsung selama dua belas hari dan dua belas
malam ini mulai mencapai ketinggian gunung yang hampir menenggelamkan mereka
yang ada di sana, Sang Pencipta melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka.
Mereka yang ada di gunung ini selamat dari bencana dengan berlayar bersama kulit
kacang raksasa ini.
Kebudayaan Cina: Sumber-sumber bangsa Cina mengisahkan ten-tang seseorang
yang bernama Yao bersama tujuh orang lain, atau Fa Li bersama istri dan anak-anaknya,
selamat dari bencana banjir dan gempa bumi dalam sebuah perahu layar. Dikatakan bahwa
“seluruh dunia han-cur. Air menyembur dan menenggelamkan semua tempat”. Akhirnya, air
pun surut.
Banjir Nuh dalam Mitologi Yunani: Dewa Zeus memutuskan untuk memusnahkan
manusia yang menjadi semakin sesat, dengan sebuah banjir. Hanya Deucalion dan istrinya
Pyrrha yang selamat dari banjir, sebab ayah Deucalion sebelumnya telah menyarankan
anaknya untuk membuat sebuah kapal. Pasangan ini mendarat di gunung Parnassis sem-
bilan hari sesudah menaiki kapal.
Semua legenda ini mengindikasikan sebuah realitas sejarah yang konkret. Dalam
sejarah, setiap warga menerima risalah, setiap insan menerima wahyu suci, sehingga
banyak kaum yang mengetahui peristi-wa Banjir Nuh. Sayangnya, begitu manusia berpaling
dari esensi wahyu suci, catatan tentang peristiwa banjir besar pun mengalami banyak per-
ubahan dan berubah menjadi legenda dan mitos.
Satu-satunya sumber bagi kita untuk menemukan kisah sejati tentang Nuh dan kaum
yang menolaknya yaitu Al Quran, yang merupakan sumber tunggal wahyu suci yang tidak
mengalami perubahan.
Al Quran memberi kita keterangan yang benar, tidak hanya tentang banjir Nuh,
namun juga tentang pelbagai kaum dan peristiwa sejarah lainnya. Pada bab-bab berikut kita
akan meninjau kembali kisah-kisah sejati ini.
Picture Text
WILAYAH BANJIR Menurut temuan arkeologis, Banjir Nuh terjadi di dataran
Mesopotamia. Dataran ini dahulunya memiliki bentuk yang berbeda. Pada diagram di
samping, perbatasan dataran saat ini ditandai dengan garis putus-putus merah. Bagian luas
yang besar di belakang garis merah diketahui sebagai bagian dari laut pada saat itu.
Penggalian yang dilaku-kan Sir Leonard Woolley di dataran Mesopotamia
mengungkapkan adanya lapisan lumpur-tanah liat setebal 2,5 m jauh di dalam bumi.
Lapisan lumpur-tanah liat ini kemungkinan besar terbentuk oleh massa tanah liat yang
terbawa oleh air bah dan, dari seluruh dunia, hanya ada di bawah dataran Meso-
potamia. Penemuan ini menjadi bagian bukti penting bahwa Banjir ini hanya terjadi di
dataran Mesopotamia.
BAB 2
KEHIDUPAN NABI IBRAHIM
“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan
namun dia yaitu seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-
kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik. Sesungguhnya orang yang
paling dekat kepada Ibrahim yaitu orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini
(Muhammad) serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah
yaitu pelindung semua orang yang beriman.”
(QS. Ali 'Imran, 3: 67-68) !
Nabi Ibrahim (Abraham) sering disebutkan di dalam Al Quran dan mendapat tempat
yang istimewa di sisi Allah sebagai con-toh bagi manusia. Dia menyampaikan risalah Allah
kepada umatnya yang menyembah berhala, dan mengingatkan mereka agar takut kepada
Allah. Kaum Ibrahim tidak mendengarkan peringatan itu, bahkan menentangnya. saat
penindasan kaumnya meningkat, Ibrahim terpaksa menyingkir bersama istrinya, Nabi Luth,
dan beberapa orang pengikut. Ibrahim yaitu keturunan Nuh. Al Quran mengemukakan
bahwa dia mengikuti ajaran Nabi Nuh.
“Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam. Sesungguh-nya
demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Sesungguhnya dia termasuk di antara hamba-hamba Kami yang beriman. Kemudian
Kami tenggelamkan orang-orang yang lain. Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar
termasuk golong-annya (Nuh).” (QS. Ash-Shaaffaat, 37: 79-83) !
Pada masa Nabi Ibrahim, banyak orang yang menghuni dataran Me-sopotamia bagian
Tengah dan Timur Anatolia menyembah langit dan bintang-bintang. Dewa yang terpenting
yaitu "Sin", sang dewa bulan. Ia digambarkan sebagai sesosok manusia berjenggot
panjang, memakai pa-kaian panjang bergambar bulan sabit. Mereka juga membuat gambar-
gambar timbul dan patung-patung dari tuhan mereka dan menyembah-nya. Inilah sistem
kepercayaan yang berkembang subur di Timur Dekat, dan keberadaannya terpelihara lama.
Penduduk wilayah ini terus me-nyembah tuhan-tuhan ini hingga sekitar tahun 600 M.
Akibat-nya, di daerah yang membentang dari Mesopotamia hingga ke kedalaman Anatolia,
banyak ada bangunan yang dikenal sebagai “zigurat”, yang digunakan sebagai
pengamat bintang sekaligus kuil peribadatan, dan di sinilah beberapa tuhan, terutama dewa
bulan yang bernama “Sin” disembah12.
Bentuk kepercayaan ini, sekarang hanya dapat ditemukan dalam penggalian
arkeologis. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, Ibra-him menolak penyembahan
tuhan-tuhan ini dan menyembah Allah semata, satu-satunya Tuhan yang sebenarnya.
Dalam Al Quran, jalan hidup Ibrahim digambarkan sebagai berikut :
“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: “Pantaskah
kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tu-han? Sesungguhnya aku melihat
kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.”
Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda ke-agungan
(Kami yang ada ) di langit dan di bumi, dan (Kami mem-perlihatkannya) agar dia
termasuk orang-orang yang yakin.
saat malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia
berkata: “Inilah Tuhanku”. namun tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya
tidak suka kepada yang tenggelam”.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia berkata: “Inilah tuhanku.”
namun sesudah bulan itu terbenam, dia berkata: “Sesung-guhnya jika Tuhanku tidak
memberikan petunjuk kepadaku pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah tuhanku, ini
lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: “Hai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang mencip-takan
langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang memperseku-tukan Tuhan.” (QS. Al An'aam, 6: 74-79) !
Dalam Al Quran, tempat kelahiran Ibrahim dan tempat tinggalnya tidak disebutkan
secara detail. namun diisyaratkan bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Luth hidup berdekatan dan
sezaman, dengan fakta bahwa malaikat yang diutus kepada kaum Luth mendatangi Ibrahim
dan mem-beri kabar gembira kepada istrinya tentang kelahiran seorang bayi laki-laki,
sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju Nabi Luth.
Hal penting tentang Nabi Ibrahim dalam Al Quran yang tidak dise-butkan dalam
Perjanjian Lama yaitu tentang pembangunan Ka’bah. Dalam Al Quran, kita diberi tahu
bahwa Ka’bah dibangun oleh Ibrahim dan putranya Ismail. Sekarang ini, satu-satunya hal
yang diketahui oleh ahli sejarah tentang Ka’bah yaitu bahwa Ka'bah merupakan tempat
suci sejak dahulu sekali. Adapun penempatan berhala-berhala dalam Ka’bah semasa
jahiliyah sebelum diutusnya Nabi Muhammad merupakan akibat dari kemunduran dan
penyimpangan atas agama suci ilahi yang pernah diwahyukan kepada Nabi Ibrahim.
Ibrahim dalam Perjanjian Lama
Perjanjian Lama kemungkinan besar merupakan sumber paling deta-il tentang
Ibrahim, meskipun banyak di antaranya mungkin tidak dapat dipercaya. Menurut penuturan
Perjanjian Lama, Ibrahim lahir sekitar 1900 SM di kota Ur, salah satu kota terpenting saat
itu, yang berlokasi di tenggara dataran Mesopotamia. Pada saat lahir, ia belum bernama
"Abra-ham", namun "Abram". Namanya kemudian diubah oleh Tuhan (Yahweh).
Pada suatu hari, menurut Perjanjian Lama, Tuhan menyuruh Ibrahim mengadakan
perjalanan meninggalkan negeri dan kaumnya, menuju suatu negeri yang tidak pasti dan
memulai sebuah warga baru di sa-na. Abram, saat itu berusia 75 tahun, mematuhi
panggilan itu dan melaku-kan perjalanan bersama istrinya yang mandul yang bernama Sarai
- kemudian dikenal sebagai “Sarah”, yang berarti putri raja - dan Luth, putra saudaranya.
Dalam perjalanan menuju ke "Tanah Terpilih" mereka singgah sebentar di Harran dan
kemudian melanjutkan perjalanan. Keti-ka sampai di tanah Kanaan yang dijanjikan Tuhan
kepada mereka, mere-ka diberi tahu bahwa tempat ini dipilihkan khusus dan
dianugerah-kan buat mereka. saat mencapai usia 99 tahun, Abram membuat perjan-jian
dengan Tuhan dan namanya diubah menjadi Abraham. Dia mening-gal pada usia 175 tahun
dan dikebumikan dalam gua Machpelah dekat kota Hebron (Al Khalil) di Tepi Barat, yang
saat ini berada di bawah pendudukan Israel. Tanah yang dibeli Ibrahim dengan sejumlah
uang ini merupakan milik pertama ia dan keluarganya di Tanah yang Dijanjikan itu.
Tempat Kelahiran Ibrahim Menurut Perjanjian Lama
Di mana Ibrahim dilahirkan senantiasa menjadi perdebatan. Semen-tara orang
Nasrani dan Yahudi menyatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di Selatan Mesopotamia,
pemikiran yang lazim dalam dunia Islam yaitu bahwa tempat kelahirannya berada di
sekitar Urfa-Harran. Beberapa penemuan baru menunjukkan bahwa pendapat kaum Yahudi
dan Nas-rani tidaklah mencerminkan kebenaran yang seutuhnya.
Orang Yahudi dan Nasrani menyandarkan pendapat mereka pada Perjanjian Lama,
sebab di dalamnya Ibrahim dikatakan telah dilahirkan di kota Ur sebelah selatan
Mesopotamia. sesudah lahir dan dibesarkan di kota ini, Ibrahim diceritakan menempuh
perjalanan menuju Mesir, dan mencapainya sesudah perjalanan panjang yang melewati
wilayah Harran di Turki.
Namun, sebuah manuskrip Perjanjian Lama yang ditemukan baru-baru ini, telah
memunculkan keraguan yang serius tentang kesahihan informasi di atas. Dalam manuskrip
berbahasa Yunani dari sekitar abad ketiga SM ini, yang dianggap sebagai salinan tertua dari
Perjanjian Lama yang pernah ditemukan, “Ur” tidak pernah disebutkan. Hari ini banyak
peneliti Perjanjian Lama yang menyatakan bahwa kata “Ur” tidak akurat atau merupakan
tambahan belakangan. Ini berarti Ibrahim tidak dilahir-kan di kota Ur dan mungkin juga
tidak pernah berada di wilayah Meso-potamia sepanjang hidupnya.
Di samping itu, nama-nama beberapa tempat, serta daerah yang di-tunjukkannya,
telah berubah sebab perkembangan zaman. Saat ini, dataran Mesopotamia umumnya
merujuk kepada tepi selatan daratan Irak, di antara sungai Eufrat dan Tigris. Namun, dua
alaf silam, daerah Mesopotamia menunjuk sebuah daerah lebih ke utara, bahkan hingga
sejauh Harran, dan membentang ke daerah Turki saat ini. Oleh sebab itu, sekalipun kita
menerima ungkapan “dataran Mesopotamia” dalam Perjanjian Lama, tetap saja keliru jika
menganggap Mesopotamia dua alaf yang lalu dan Mesopotamia hari ini sebagi tempat yang
persis sama.
Bahkan jika ada keraguan serius dan ketidaksepakatan tentang kota Ur sebagai
tempat kelahiran Ibrahim, ada sebuah persetujuan ber-sama tentang fakta bahwa Harran
dan daerah sekitarnya merupakan tempat tinggal Nabi Ibrahim. Lebih dari itu, penelitian
singkat terhadap isi Perjanjian Lama sendiri memunculkan beberapa informasi yang men-
dukung pandangan bahwa tempat kelahiran Nabi Ibrahim yaitu Harran. Misalnya, dalam
Perjanjian Lama, daerah Harran ditunjuk seba-gai “daerah Aram” (Kejadian, 11: 31 dan 28:
10). Disebutkan bahwa mereka yang berasal dari keluarga Ibrahim yaitu “anak-anak dari
se-orang Arami” (Deutoronomi, 26: 5). Penyebutan Ibrahim sebagai “se-orang Arami”
menunjukkan bahwa ia hidup di daerah ini.
Dalam berbagai sumber Islam, ada bukti kuat bahwa tempat kela-hiran Ibrahim
yaitu Harran dan Urfa. Di Urfa yang disebut dengan "kota para nabi" ada banyak
cerita dan legenda tentang Ibrahim.
Mengapa Perjanjian Lama Diubah?
Perjanjian Lama dan Al Quran tampaknya hampir-hampir meng-gambarkan dua
orang sosok nabi yang berbeda, bernama Abraham dan Ibrahim. Dalam Al Quran, Ibrahim
diutus sebagai rasul bagi suatu kaum penyembah berhala. Kaum Ibrahim menyembah
langit, bintang-bintang dan bulan, serta berbagai berhala. Dia berjuang melawan kaumnya,
men-coba membuat mereka meninggalkan kepercayaan-kepercayaan takhyul, dan tidak
terhindarkan, membangkitkan permusuhan dari seluruh ka-umnya, termasuk ayahnya
sendiri.
Ternyata, tidak ada satu pun dari hal di atas diceritakan dalam Per-janjian Lama.
Dilemparkannya Ibrahim ke dalam api, penghancuran ber-hala-berhala kaumnya, tidak
disebutkan dalam Perjanjian Lama. Secara umum Ibrahim digambarkan sebagai nenek
moyang bangsa Yahudi da-lam Perjanjian Lama. Nyatalah bahwa pandangan dalam
Perjanjian Lama ini dibuat oleh para pemimpin bangsa Yahudi yang berusaha mengang-kat
konsep “ras” ke permukaan. Bangsa Yahudi percaya bahwa mereka yaitu kaum yang
dipilih Tuhan untuk selama-nya dan diberi keunggul-an. Mereka dengan sengaja dan penuh
hasrat mengubah kitab suci me-reka dan membuat berbagai penambahan serta pengurangan
berdasar-kan keyakinan ini. Inilah sebabnya mengapa Ibrahim digambarkan sebagai nenek
moyang bangsa Yahudi belaka dalam Perjanjian Lama.
Orang Nasrani yang mempercayai Perjanjian Lama, menganggap Ibrahim sebagai
nenek moyang bangsa Yahudi, namun dengan satu per-bedaan: Menurut mereka, Ibrahim
bukanlah seorang Yahudi melainkan seorang Nasrani. Orang Nasrani yang tidak begitu
memperhatikan kon-sep ras sebagaimana Yahudi, mempertahankan pandangan ini dan hal
ini menjadi salah satu penyebab perbedaan dan pertentangan di antara kedua agama
ini. Allah memberi penjelasan atas perdebatan terse-but dalam Al Quran sebagai berikut :
“Hai ahli kitab, mengapa kamu bantah-membantah tentang hal Ibra-him,
padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu
tidak berpikir?
Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang
kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah dalam hal yang tidak kamu
ketahui; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.
Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani akan
namun dia yaitu seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-
kali bukanlah dia dari golongan orang yang musyrik.
Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim yaitu orang-orang
yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad) serta orang-orang yang beriman
(kepada Muhammad), dan Allah yaitu pelindung semua orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali ‘Imran , 3: 65-68) !
Dalam Al Quran, sangat berbeda dengan yang ditulis dalam Per-janjian Lama,
Ibrahim yaitu seseorang yang memperingatkan kaumnya agar mereka takut kepada Allah,
serta berjuang melawan mereka sebab itu. Sejak masa mudanya, ia memperingatkan
kaumnya yang menyem-bah berhala-berhala, agar menghentikan perbuatan itu. Sebagai
balasan, mereka berupaya membunuh Ibrahim. sesudah terhindar dari kejahatan kaumnya,
maka Ibrahim akhirnya berimigrasi.
Picture Text
Pada masa Nabi Ibrahim, agama politheisme menyebar di wilayah Mesopotamia.
Sang Dewa Bulan "Sin", merupakan salah satu berhala yang paling penting. Orang-orang
membuat patung dari tuhan-tuhan mereka dan menyembahnya. Di atas tampak patung Sin.
Bentuk bulan sabit terlihat jelas pada dada patung ini .
Zigurat, yang digunakan baik sebagai kuil atau tempat pengamatan bintang,
merupakan bangunan yang dibuat dengan teknik paling maju pada masa itu. Bintang, bulan,
dan matahari menjadi objek utama penyembahan, dan sebab nya, langit merupakan hal
sangat penting. Di sebelah kiri dan bawah yaitu zigurat utama bangsa Mesopotamia.
BAB 3
KAUM NABI LUTH DAN KOTA YANG
DIJUNGKIRBALIKKAN
“Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (Nabinya).
Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa
batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan
di waktu sebelum fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth)
telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan
ancaman-ancaman itu.”
(QS. Al Qamar, 54: 33-36) !
Luth hidup semasa dengan Ibrahim. Luth diutus sebagai rasul atas salah satu kaum
tetangga Ibrahim. Kaum ini, sebagaimana di-utarakan oleh Al Quran, mempraktikkan
perilaku menyimpang yang belum dikenal dunia saat itu, yaitu sodomi. saat Luth
menyeru mereka untuk menghentikan penyimpangan ini dan menyampai-kan
peringatan Allah, mereka mengabaikannya, mengingkari kenabi-annya, dan meneruskan
penyimpangan mereka. Pada akhirnya kaum ini dimusnahkan dengan bencana yang
mengerikan.
Kota kediaman Luth, dalam Perjanjian Lama disebut sebagai kota Sodom. sebab
berada di utara Laut Merah, kaum ini diketahui telah di-hancurkan sebagaimana termaktub
dalam Al Quran. Kajian arkeologis mengungkapkan bahwa kota ini berada di wilayah
Laut Mati yang terbentang memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania.
Sebelum mencermati sisa-sisa dari bencana ini, marilah kita lihat mengapa kaum
Luth dihukum seperti ini. Al Quran menceritakan bagai-mana Luth memperingatkan
kaumnya dan apa jawaban mereka:
“Kaum Luth telah mendustakan rasulnya, saat saudara mereka Luth, berkata
kepada mereka, “Mengapa kamu tidak bertakwa?”. Sesungguhnya aku yaitu
seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah
dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan
itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa ka-mu
mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang
dijadikan Tuhanmu untukmu, bahkan kamu yaitu orang-orang yang melampaui
batas. Mereka menjawab “Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-
benar kamu termasuk orang yang diusir”. Luth berkata ‘Sesungguhnya aku sangat
benci kepada perbuatanmu ‘.” (QS. Asy-Syu’araa’, 26: 160-168 ) !
Sebagai jawaban atas ajakan ke jalan yang benar, kaum Luth justru mengancamnya.
Kaumnya membenci Luth sebab ia menunjuki mereka jalan yang benar, dan bermaksud
menyingkirkannya dan orang-orang yang beriman bersamanya. Dalam ayat lain, kejadian
ini dikisahkan se-bagai berikut:
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah ) tatkala
dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu,
yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?”.
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada
mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini yaitu kaum yang melampaui batas.
Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan para
pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka yaitu orang-orang yang
berpura-pura mensucikan diri .” (QS. Al A'raaf, 7: 80-82) !
Luth menyeru kaumnya kepada sebuah kebenaran yang begitu nyata dan
memperingatkan mereka dengan jelas, namun kaumnya sama sekali tidak mengindahkan
peringatan macam apa pun dan terus menolak Luth dan tidak mengacuhkan azab yang telah
ia sampaikan kepada mereka:
“Dan (ingatlah) saat Luth berkata kepada kaumnya: “Sesungguh-nya kamu
benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang sebelumnya belum pernah
dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu”. Apakah sesungguhnya
kamu mendatangi laki-laki, menyamun, dan mengerjakan kemungkaran di tempat-
tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya menga-takan:
“Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang
benar.” ( QS. Al ‘Ankabuut, 29: 28-29) !
sebab menerima jawaban sedemikian dari kaumnya, Luth meminta pertolongan
kepada Allah.
“Ia berkata: “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum
yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al ‘Ankabuut, 29: 30) !
“Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan
yang mereka kerjakan.” ( QS. Asy-Syu’araa’, 26:169) !
Atas doa Luth ini , Allah mengirimkan dua malaikat dalam wu-jud manusia.
Kedua malaikat ini mengunjungi Ibrahim sebelum menda-tangi Luth. Di samping
membawa kabar gembira kepada Ibrahim bahwa istrinya akan melahirkan seorang jabang
bayi, kedua utusan itu menjelas-kan alasan pengiriman mereka: Kaum Luth yang angkara
akan dihan-curkan:
“Ibrahim bertanya, “Apakah urusanmu hai para utusan?” Mereka menjawab,
“Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth), agar kami
timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi
Tuhanmu untuk (membi-nasakan) orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Adz-
Dzaariyaat, 51: 31-34) !
“Kecuali Luth beserta pengikut-pengikutnya. Sesungguhnya Kami akan
menyelamatkan mereka semuanya, kecuali istrinya. Kami telah menentukan bahwa
sesungguhnya ia itu termasuk orang-orang yang tertinggal (bersama-sama dengan
orang kafir lainnya).” (QS. Al Hijr, 15: 59-60) !
sesudah meninggalkan Ibrahim, para malaikat yang dikirim sebagai utusan lalu
mendatangi Luth. sebab belum pernah bertemu utusan sebe-lumnya, Luth awalnya merasa
khawatir, namun kemudian ia merasa te-nang sesudah berbicara dengan mereka.
“Dan tatkala datang utusan-utusan Kami (para malaikat) itu kepa-da Luth, dia
merasa susah dan merasa sempit dadanya sebab keda-tangan mereka, dan dia
berkata, “Inilah hari yang amat sulit.” (QS. Huud, 11: 77) !
“Ia berkata: “Sesungguhnya kamu yaitu orang-orang yang tidak di-kenal”.
Para utusan menjawab: “Sebenarnya kami ini datang kepa-damu dengan membawa
azab yang selalu mereka dustakan. Dan ka-mi datang kepadamu membawa
kebenaran dan sesungguhnya kami betul-betul orang yang benar. Maka pergilah
kamu di akhir malam dengan membawa keluargamu, dan ikutilah mereka dari
belakang dan janganlah seorang pun di antara kamu menoleh ke belakang dan
teruskanlah perjalanan ke tempat yang diperintahkan kepadamu”. Dan Kami telah
wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bah-wa mereka akan ditumpas habis
di waktu subuh.” (QS. Al Hijr, 15 : 62-66) !
Sementara itu, kaum Luth telah mengetahui bahwa ia kedatangan tamu. Mereka tidak
ragu-ragu untuk mendatangi tamu-tamu ini de-ngan niat buruk sebagaimana terhadap
yang lain-lain sebelumnya. Mere-ka mengepung rumah Luth. sebab khawatir atas
keselamatan tamunya, Luth berbicara kepada kaumnya sebagai berikut:
“Luth berkata: “Sesungguhnya mereka yaitu tamuku; maka jangan-lah kamu
memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu
membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr, 15 : 68-69) !
Kaum Luth menjawab dengan marah:
“Mereka berkata: “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (me-lindungi)
manusia.” (QS. Al Hijr, 15: 70) !
Merasa bahwa ia dan tamunya akan mendapatkan perlakuan keji, Luth berkata:
“Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku
dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu akan aku lakukan).” (QS. Huud,
11: 80) !
“Tamu”-nya mengingatkannya bahwa sesungguhnya mereka yaitu utusan Allah dan
berkata:
“Para utusan (malaikat) berkata: ”Hai Luth, sesungguhnya kami yaitu
utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan da-pat mengganggu kamu,
sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut kamu di akhir malam dan
janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu.
Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka sebab sesungguhnya
saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah
dekat ?“ (QS. Huud, 11 : 81) !
saat kelakuan jahat warga kota memuncak, Allah menyelamatkan Luth dengan
perantaraan malaikat. Pagi harinya, kaum Luth dihancur-leburkan dengan bencana yang
sebelumnya telah ia sampaikan.
“Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya
(kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan
ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab
yang kekal.” (QS. Al Qamar, 54: 37-38) !
Ayat yang menerangkan penghancuran kaum ini sebagai berikut :
“Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, keti-ka
matahari akan terbit. Maka kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah
dan Kami hujani mereka dengan batu belerang yang keras. Sesungguhnya pada yang
demikian itu ada tanda-tanda (kebesaran Kami) bagi orang-orang yang
meperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan
yang masih tetap (dilalui manusia).” (QS. Al Hijr, 15: 73-76) !
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang atas
ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan (batu belerang) tanah
yang terbakar secara bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu
tiyaitu jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud, 11: 82-83) !
“Kemudian Kami binasakan yang lain, dan Kami hujani mereka dengan hujan
(batu belerang), maka amat kejamlah hujan yang menimpa orang-orang yang telah
diberi peringatan itu. Sesungguh-nya pada yang demikian itu benar-benar ada
bukti-bukti yang nyata. Dan yaitu kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesung-
guhnya Tuhanmu, benar-benar Dialah Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang.”
(QS. Asy-Syu’araa’, 26: 172-175) !
saat kaum ini dihancurkan, hanya Luth dan pengikutnya, yang tidak lebih dari
“sebuah keluarga”, yang diselamatkan. Istri Luth sendiri juga tidak percaya, dan ia juga
dihancurkan.
“Dan (Kami juga yang telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah)
tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerja-kan oleh seorang pun (di dunia ini)
sebelumnya?”. Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu
(kepada mere-ka), bukan kepada wanita, malah kamu ini yaitu kaum yang me-
lampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth
dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka yaitu orang-
orang yang berpura-pura me-nyucikan diri”. Kemudian Kami selamatkan dia dan
pengikut-pengi-kutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal
(dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu belerang), maka
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang memperturutkan dirinya
dengan dosa dan kejahatan itu.” (QS. Al A'raaf, 7: 80-84) !
Demikianlah, Nabi Luth diselamatkan bersama para pengikut dan keluarganya,
kecuali istrinya. Sebagaimana disebutkan dalam Perjanjian Lama, ia (Luth) berimigrasi
bersama Ibrahim. Akan halnya kaum yang sesat itu, mereka dihancurkan dan tempat tinggal
mereka diratakan de-ngan tanah.
"Tanda-Tanda yang Nyata" di Danau Luth
Ayat ke-82 Surat Huud dengan jelas menyebutkan jenis bencana yang menimpa kaum
Luth. “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri Kaum Luth itu yang atas ke
bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan (batu belerang) tanah yang
terbakar secara bertubi-tubi.”
Pernyataan “menjungkirbalikkan (kota)” bermakna kawasan terse-but
diluluhlantakkan oleh gempa bumi yang dahsyat. Sesuai dengan ini, Danau Luth, tempat
penghancuran terjadi, mengandung bukti “nyata” dari bencana ini .
Kita kutip apa yang di-katakan oleh ahli arkeologi Jerman bernama Werner Keller,
sebagai berikut:
Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis me-lewati
daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam sa-tu hari terjerumus ke
ke-dalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui se-buah peristiwa gempa bu-mi dahsyat
yang mung-kin disertai dengan letus-an, petir, keluarnya gas alam serta lautan api.13
Malahan, Danau Luth, atau yang lebih dikenal dengan Laut Mati, ter-letak tepat di
puncak suatu kawasan seismik aktif, yaitu daerah gempa bumi:
Dasar dari Laut Mati berdekatan dengan runtuhan yang berasal dari peristi-wa
tektonik. Lembah ini terletak pada sebuah tegangan yang merentang antara Danau Taberiya
di Utara dan tengah-tengah Danau Arabah di Selatan.14
Peristiwa ini dilukiskan dengan “Kami menghujani mereka de-ngan batu
belerang keras sebagaimana tanah liat yang terbakar secara bertubi-tubi” pada bagian akhir
ayat. Ini semua mungkin berarti letusan gunung api yang terjadi di tepian Danau Luth, dan
sebab nya cadas dan batu yang meletus berbentuk “terbakar“ (kejadian serupa diceritakan
da-lam ayat ke-173 Surat Asy-Syu’araa’ yang menyebutkan: “Kami menghu-jani mereka
(dengan belerang), maka amat kejamlah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi
peringatan itu.“)
Berkaitan dengan hal ini, Werner Keller menulis :
Pergeseran patahan membangkitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama
sepanjang patahan. Di lembah yang tinggi di Jordania dekat Bashan masih ada kawah
yang menjulang dari gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan
basal yang dalam yang telah terdeposit pada permukaan batu kapur.15
Lava dan lapisan basal merupakan bukti terbesar bahwa letusan gu-nung api dan
gempa bumi pernah terjadi di sini. Bencana yang dilukiskan dengan ungkapan “Kami
menghujani mereka dengan batu belerang keras sebagaimana tanah liat yang terbakar secara
bertubi-tubi“ dalam Al Quran besar kemungkinan menunjuk letusan vulkanis ini, dan Allah-
lah Yang Mahatahu. Ungkapan “saat firman Kami telah terbukti, Kami jungkir-balikkan
(kota)“, dalam ayat yang sama, mestilah menunjuk pada gempa bumi yang meng-akibatkan
letusan gunung api di atas permukaan bu-mi dengan akibat yang dahsyat, serta retakan dan
reruntuhan yang diaki-batkannya, dan hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
“Tanda-tanda nyata” yang disampaikan oleh Danau Luth tentu sangat menarik.
Umum nya, ke-jadian yang diceritakan dalam Al Quran terjadi di Timur Tengah, Jazirah
Arab, dan Mesir. Tepat di tengah-tengah semua ka-wasan ini terletak Danau Luth. Danau
Luth, serta sebagian peristiwa yang terjadi di sekitarnya, pa-tut mendapat perhatian secara
geologis. Danau ini diperkirakan berada 400 meter di bawah permukaan Laut Tengah.
sebab lokasi ter-dalam dari danau ini yaitu 400 meter, dasarnya berada di keda-
laman 800 meter di bawah Laut Tengah. Inilah titik yang terendah di seluruh permukaan
bumi. Di daerah lain yang lebih rendah dari permu-kaan laut, paling dalam yaitu 100
meter. Sifat lain dari Danau Luth yaitu kandungan garamnya yang sangat tinggi,
kepekatannya hampir mencapai 30%. Oleh sebab itu, tidak ada organisme hidup, semacam
ikan atau lumut, yang dapat hidup di dalam danau ini. Hal inilah yang menyebabkan Danau
Luth dalam literatur-literatur Barat lebih sering disebut sebagai “ Laut Mati”.
Kejadian yang menimpa kaum Luth, yang disebutkan dalam Al Quran berdasarkan
perkiraan terjadi sekitar 1.800 SM. Berdasarkan pada penelitian arkeologis dan geologis,
peneliti Jerman Werner Keller mencatat bahwa kota Sodom dan Gomorah benar-benar
berada di lembah Siddim yang merupakan daerah terjauh dan terendah dari Danau Luth, dan
bahwa pernah ada situs yang besar dan dihuni di daerah itu.
Karakteristik paling menarik dari struktur Danau Luth yaitu bukti yang
menunjukkan bagaimana peristiwa bencana yang diceritakan dalam Al Quran terjadi:
Pada pantai timur Laut Mati, semenanjung Al Lisan menjulur seperti lidah jauh ke
dalam air. Al Lisan berarti "lidah" dalam ba-hasa Arab. Dari daratan tidak tampak bahwa
tanah berguguran di bawah permukaan air pada su-dut yang sangat luar biasa, me-misahkan
laut menjadi dua ba-gian. Di sebelah kanan semenan-jung, lereng menghunjam tajam ke
kedalaman 1200 kaki. Di sebe-lah kiri semenanjung, secara luar biasa kedalaman air tetap
dang-kal. Penelitian yang dilakukan beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bahwa
kedalam-annya hanya berkisar antara 50 - 60 kaki. Bagian dangkal yang luar biasa dari Laut
Mati ini, mulai dari semenanjung Al Lisan sampai ke ujung paling Selatan, dulunya
merupakan Lembah Siddim16.
Werner Keller menenggarai bahwa bagian dangkal ini, yang ditemu-kan terbentuk
belakangan, merupakan hasil dari gempa bumi dahsyat yang telah disebutkan di atas. Di
sinilah Sodom dan Gomorah berada, yakni tempat kaum Luth pernah hidup.
Suatu saat , daerah ini dapat dilintasi dengan berjalan kaki. Namun sekarang,
Lembah Siddim, tempat Sodom dan Gomorah dahulunya ber-ada, ditutupi oleh permukaan
datar bagian Laut Mati yang rendah. Ke-runtuhan dasar danau akibat bencana alam
mengerikan yang terjadi di awal alaf kedua sebelum Masehi mengakibatkan air garam dari
utara mengalir ke rongga yang baru terbentuk ini dan memenuhi lembah sungai dengan air
asin.
Jejak-jejak Danau Luth dapat terlihat.... Jika seseorang bersampan me-lintasi Danau
Luth ke titik paling utara dan matahari sedang bersinar pada arah yang tepat, maka ia akan
melihat sesuatu yang sangat me-nakjubkan. Pada jarak tertentu dari pantai dan jelas terlihat
di bawah permukaan air, tampaklah gambaran bentuk hutan yang diawetkan oleh
kandungan garam Laut Mati yang sangat tinggi. Batang dan akar di bawah air yang
berwarna hijau berkilauan tampak sangat kuno. Lembah Siddim, di mana pepohonan ini
dahulu kala bermekaran daunnya menutupi batang dan ranting merupakan salah satu tempat
terindah di daerah ini. Aspek mekanis dari bencana yang menimpa kaum Luth diungkapkan
oleh para peneliti geologi. Mereka mengungkapkan bahwa gempa bumi yang
menghancurkan kaum Luth terjadi sebagai akibat rekahan yang sangat panjang di dalam
kerak bumi (garis patahan) sepan-jang 190 km yang membentuk dasar sungai Sheri’at.
Sungai Sheri’at membuat air terjun sepanjang 180 meter keseluruhannya. Kedua hal ini dan
fakta bahwa Danau Luth berada 400 meter di bawah permukaan laut yaitu dua bukti
penting yang menunjukkan bahwa peristiwa geologis yang sangat hebat pernah terjadi di
sini.
Struktur Sungai Sheri’at dan Danau Luth yang menarik hanya merupakan sebagian
kecil dari re-kahan atau patahan yang melintas dari kawasan bumi ini . Kon-disi dan
panjang rekahan ini baru ditemukan akhir-akhir ini.
Rekahan ini berawal da-ri tepian Gunung Taurus, meman-jang ke pantai selatan
Danau Luth dan berlanjut melewati Gurun Arabia ke Teluk Aqaba dan terus melintasi Laut
Merah, dan ber-akhir di Afrika. Di sepanjangnya teramati kegiatan-kegiatan vulkanis yang
kuat. Batuan basal hitam dan lava ada di Gunung Galilea di Israel, daerah dataran
tinggi Yordan, Teluk Aqaba, dan daerah sekitarnya.
Seluruh reruntuhan dan bukti geografis ini menunjukan bahwa bencana geologis
dahsyat pernah terjadi di Danau Luth. Werner Keller menulis:
Bersama dengan dasar dari retakan yang sangat lebar ini, yang persis me-lewati
daerah ini, Lembah Siddim, termasuk Sodom dan Gomorrah, dalam satu hari terjerumus ke
kedalaman. Kehancuran mereka terjadi melalui sebu-ah peristiwa gempa bumi dahsyat yang
mungkin disertai dengan letusan, petir, keluarnya gas alam serta lautan api. Pergeseran
patahan membang-kitkan tenaga vulkanik yang telah tertidur lama sepanjang patahan. Di
lembah yang tinggi di Jordania dekat Bashan masih ada kawah yang menjulang dari
gunung api yang sudah mati; bentangan lava yang luas dan lapisan basal yang dalam yang
telah terdeposit pada permukaan batu kapur.17
National Geographic edisi Desember 1957 menyatakan sebagai berikut:
Gunung Sodom, tanah gersang dan tandus muncul secara tajam di atas Laut Mati.
Belum pernah seorang pun menemukan kota Sodom dan Gomorrah yang dihancurkan,
namum para akademisi percaya bahwa mereka berada di lembah Siddim yang melintang
dari tebing terjal ini. Kemungkinan air bah dari Laut Mati menelan mereka sesudah gempa
bumi.18
Pompei Berakhir Serupa
Al Quran memberi tahu kita dalam ayat berikut bahwa tidak ada perubahan dalam
hukum Allah.
“Dan mereka bersumpah dengan nama Allah dengan sekuat-kuatnya sumpah;
sesungguhnya jika datang kepada mereka seorang pemberi peringatan, niscaya
mereka akan lebih mendapat petunjuk dari salah satu umat-umat (yang lain). Tatkala
datang kepada mereka pemberi peringatan, maka kedatangannya itu tidak
menambah kepada mere-ka, kecuali jauhnya mereka dari (kebenaran), sebab
kesombongan (mereka) di muka bumi dan sebab rencana (mereka) yang jahat. Ren-
cana itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiyaitu
yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlaku-nya) sunnah (Allah yang telah
berlaku) kepada orang-orang yang ter-dahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan
menemui penyimpangan bagi sunnah Allah.” (QS. Faathir, 35: 42-43) !
Ya, “tidak akan ditemukan perubahan dalam sunnah Allah”. Siapa pun, yang
menentang hukum-Nya dan memberontak terhadap-Nya, akan menghadapi hukum suci
yang sama. Pompei, sebuah simbol keme-rosotan Kekaisaran Romawi, juga melakukan
perilaku seksual menyim-pang. Kesudahannya pun serupa dengan kaum Luth.
Kehancuran Pompei disebabkan oleh letusan gunung Vesuvius.
Gunung Vesuvius yaitu simbol bagi Italia, terutama kota Naples. sebab berdiam
diri selama dua ribu tahun terakhir, Vesuvius dinamai “Gunung Peringatan”. Gunung ini
dinamai demikian bukannya tanpa sebab. Bencana yang menimpa Sodom dan Gomorrah
sangat mirip dengan bencana yang menghancurkan Pompei.
Di sebelah kanan Vesuvius terletak kota Naples dan di sebelah timur terletak Pompei.
Lava dan debu dari letusan vulkanis dahsyat yang terjadi dua alaf yang lalu memerangkap
warga kota ini . Bencana ini terjadi begitu tiba-tiba, sehingga segala sesuatu di
kota itu terperangkap di tengah kehidupan sehari-hari dan hingga kini tetap seperti apa
adanya dua alaf yang lalu. Seolah waktu telah dibekukan.
Pemusnahan Pompei dari muka bumi dengan bencana seperti ini bu-kan tanpa alasan.
Catatan historis menunjukkan bahwa kota ini ada-lah sarang foya-foya dan perilaku
menyimpang. Kota ini dikenal dengan meningkatnya pelacuran begitu tinggi sampai-sampai
jumlah rumah bordil tidak terhitung lagi. Tiruan alat kelamin dalam ukuran aslinya di-
gantungkan di depan pintu-pintu rumah bordil. Menurut tradisi yang ber-akar dari
kepercayaan Mithra ini, organ seksual dan persetubuhan tidak seharusnya disembunyikan,
namun diper-tontonkan secara terang-terangan.
Namun lava Vesuvius telah menyapu bersih seluruh kota dari peta dengan seke-tika.
Segi yang paling menarik dari peris-tiwa ini yaitu bahwa tidak ada seorang pun melarikan
diri walau demikian he-bohnya letusan Vesuvius. Sepertinya me-reka sama sekali tidak
menyadari bencana ini , seolah-olah mereka sedang ter-kena mantra. Sebuah keluarga
yang sedang menyantap makanan mereka membatu saat itu juga. Banyak pasangan
ditemukan membatu dalam keadaan se-dang berhubungan badan. Hal yang pa-ling menarik
yaitu bahwa ada pa-sangan berjenis kelamin sama dan pasang-an muda-mudi yang
masih kecil. Wajah dari beberapa jasad membatu yang digali dari Pompei tidak rusak,
ekspresi wajah-wajah ini pada umumnya menun-jukkan kebingungan.
Di sinilah ada aspek yang paling tak terpahami dari bencana itu. Bagaimana
mungkin ribuan orang yang menunggu untuk dijemput maut tanpa melihat dan mendengar
apa pun?
Aspek ini menunjukkan bahwa musnahnya Pompei mirip dengan peristiwa-peristiwa
penghancuran yang disebutkan dalam Al Quran, sebab Al Quran secara jelas menyebutkan
“pembinasaan yang tiba-tiba“ saat menceritakan berbagai peristiwa itu. Sebagai contoh,
“warga kota” yang disebutkan dalam Surat Yaasiin mati sesaat secara bersamaan.
Keadaan ini diceritakan dalam Surat Yaasiin ayat 29 sebagai berikut:
“Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba
mereka semuanya mati.”
Dalam ayat 31 Surat Al Qamar, sekali lagi “pembinasaan sesaat ” ditekankan saat
penghancuran kaum Tsamud dikisahkan:
“Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras
mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput ke-ring (yang
dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang.”
Kematian warga kota Pompei terjadi sesaat sebagaimana peristiwa-peristiwa yang
diceritakan pada ayat-ayat di atas.
Meskpun demikian, tidak banyak hal yang berubah di tempat Pompei pernah berdiri.
Daerah Naples, tempat terjadinya kerusakan, tidak meng-alami yang terjadi di daerah
Pompei yang tidak bermoral. Kepulauan Capri yaitu basis bagi kaum homoseksual dan
kaum nudis bertempat tinggal. Kepulauan Capri ditampilkan sebagai “surga homoseksual”
da-lam iklan pariwisata. Tidak hanya di kepulauan Capri dan di Italia saja, namun hampir di
seluruh dunia kemerosotan moral yang sama sedang terjadi, dan manusia tetap berkeras
untuk tidak mengambil pelajaran dari pengalaman mengerikan kaum-kaum terdahulu.
Picture Text
Sebuah foto satelit dari daerah tempat tinggal kaum Luth dahulu.
Danau Luth, atau disebut juga Laut Mati.
Foto-foto Danau Luth yang diambil dari satelit.
Sebuah ilustrasi yang menunjukkan letusan gunung berapi dan keruntuhan yang
mengikutinya, yang memusnahkan seluruh kaum.
Pandangan jarak jauh dari Danau Luth
Pandangan atas dari pegunungan di sekitar Danau Luth
Sisa-sisa dari kota yang terkubur ke dalam danau, ditemukan di tepian danau.
Peninggalan ini menunjukkan bahwa kaum Luth telah memiliki standar hidup yang cukup
tinggi.
Penghancuran kaum Luth telah mengilhami banyak pelukis. Salah satunya seperti
tampak di atas.
Gambar di atas menunjukkan kemewahan dan kemakmuran kota Pompei sebelum
terjadinya bencana.
Mayat-mayat membatu yang ditemukan pada penggalian di Pompei.
Contoh lain dari mayat-mayat membatu yang ditemukan
di antara reruntuhan Pompei.
Beberapa contoh lain dari mayat-mayat membatu yang ditemukan di Pompei.
Gambar di sebelah kiri yaitu contoh yang sangat tepat untuk menunjukkan betapa
cepatnya bencana ini terjadi.
BAB 4
KAUM ’AD DAN UBAR, “ATLANTIS DI
PADANG PASIR”
“Adapun kaum ‘Ad, maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat
dingin lagi amat kencang, Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh
malam dan delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu
mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah
kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara
mereka.” (QS. Al Haaqqah, 69: 6-8) !
Kaum lain yang dimusnahkan dan diberitakan dalam berbagai surat dalam Al Quran
yaitu kaum 'Ad, yang disebutkan sete-lah kaum Nuh. Nabi Hud yang diutus untuk kaum
‘Ad meme-rintahkan mereka, sebagaimana yang telah dilakukan nabi-nabi lainnya, untuk
beriman kepada Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dan mematuhi dirinya sebagai nabi
pada waktu itu. Namun mereka menang-gapinya dengan rasa permusuhan. Ia didakwa
sebagai seorang bodoh, pembohong, dan berusaha mengubah apa yang telah dilakukan para
leluhur mereka.
Dalam Surat Hud semua hal yang terjadi antara Hud dengan kaum-nya diceritakan
secara terperinci:
“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka Hud. Ia berkata, “Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu
hanyalah mengada-adakan saja.”
“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku
tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu
memikirkan(nya)?”
Dan (dia berkata): ”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhan-mu, lalu
bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu
dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu
berpaling dengan berbuat dosa.”
Kaum ‘Ad berkata: ”Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada ka-mi suatu
bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan mening-galkan sembahan-
sembahan kami sebab perbuatanmu, dan kami tidak akan sekali-kali mempercayai
kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah
menimpakan pe-nyakit gila atas dirimu.”
Hud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah
olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu
persekutukan, dari selain-Nya, sebab itu jalan-kanlah tipu dayamu semuanya
terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku
bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata
pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di
atas jalan yang lurus.
Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu
apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku
akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat
membuat mudharat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku yaitu Maha
Pemelihara segala sesuatu. “
Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Hud dan orang-orang yang
beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami; dan Kami selamatkan (pula) mereka
(di akhirat) dari azab yang berat.
Dan itulah (kisah) kaum ‘Ad yang mengingkari tanda-tanda kekua-saan Tuhan
mereka, dan mendurhakai rasul-rasul Allah dan mereka menuruti perintah semua
penguasa yang sewenang-wenang lagi menantang (kebenaran).
Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari
kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah,
kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad (yaitu) kaum Hud itu.” (QS. Huud, 11: 50-60) !
Surat lain yang menyebutkan tentang kaum ‘Ad yaitu surat Asy-Syu’araa’. Dalam
surat ini ditekankan beberapa karakteristik dari kaum ‘Ad. Menurut surat ini kaum ‘Ad
yaitu kaum yang “mendirikan ba-ngunan di setiap tempat yang tinggi” dan orang-
orangnya “membangun gedung-gedung yang indah dengan harapan mereka akan hidup di
dalamnya (selamanya)”. Disamping itu, mereka berbuat kejahatan dan berlaku bengis.
saat Hud memperingatkan kaumnya, mereka mengo-mentari kata-katanya sebagai
“kebiasaan kuno”. Mereka sangat yakin bahwa tidak ada hal yang akan terjadi terhadap
mereka.
“Kaum ‘Ad telah mendustakan para rasul.
saat saudara mereka Hud berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak
bertakwa?
Sesungguhnya aku yaitu seorang rasul; kepercayaan (yang diutus) kepadamu.
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan sekali-kali aku
tidak meminta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari
Tuhan semesta alam.
Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan un-tuk
bermain-main, dan kamu membuat benteng-benteng dengan mak-sud supaya kamu
kekal (di dunia)?
Dan apabila kamu menyiksa, maka kamu menyiksa sebagai orang-orang yang
kejam dan bengis.
Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.
Dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepa-damu apa
yang kamu ketahui.
Dia telah menganugerahkan