ibukota 1


Sejarawan belanda dan indonesia memiliki pandangan yang sanga berbeda 
tetang sejarah awal jakarta. Kaum nasionalis indonesia melacak sejarah jakarta 
dimulai dari masa kerajaan islam dan hindu-jawa hingga masa prasejarah. 
Sedangakan belanda memulainya dengan cerita penaklukan yang dilakukan 
VOC dan pembangunan benteng belanda tahun 1619. Asal mula jakarta dapat ditelusuri dengan dimulainya sebagai kota pelabuhan 
sunda kelapa milik kerajaan hindu-jawa kerajaan Pajajaran pada abad ke 16, 
meskipun catatan sejarah lainnya menunjukan adanya tanda kehidupan di tanah 
jakarta dengan temuan prasasti abad ke 5 yang ditemukan di daerah jakarta utara 
di desa batu tumbuh yakni prasasti tugu milik kerajaan tarumanegara. Pada abad 
ini portugis datang ke sunda kelapa dengan motif perdagangan niaga dan bekerja 
sama dengan kerajaan pajajaran.portugis membangun benteng pertama di sekitar 
ciliwung dan menandai peristiwa ini sebagai perjanjian pertama yang terjadi di 
kota jakarta. Namun hal ini membuat cemas kerajaan islam demak dan mengirim 
pasukan sebanyak 1425 tentara ke sunda kelapa yang dipimpin oleh panglima 
fatahillah untuk melumpuhkan kota pelabuhan itu. Fatahillah berhasil 
merobohkan benteng dan memukul mundur orang-orang portugis dan menandai 
kemenanganya dengan mengubah nama sunda kelapa dengan nama jayakarta. 
2.2.2 Kota Kompeni : Asal mula hingga 1800 
Pada abad 16-17 bangsa eropa datang dengan motif komersial yang tertuju 
oleh kekayaan rempah-rempah di indonesia. Bangsa belanda yang juga telah 
datang kebumi nusantara untuk berdagang tertarik dengan kota pelabuhan sunda 
kelapa yang menjadi jalur perdagangan asia dari hindia sampai ke tanjung 
harapan. Belanda menamai kongsi dagangnya dengan nama VOC (Vereenigde 
Oost-Indische Compagnie ). Pada tahun 1611, VOC membuat sebuah perjanjian 
dengan Banten untuk mendirikan sebuah kantor dagang sekaligus rumah tinggal 
dan gudang. Ketika Jan Pieterzoon Coen dilantik pada tahun 1618, kantor 
dagang yang sebelumnya berada di Banten dipindahkan ke Jayakarta dan
diperkuat dengan benteng pertahanan dan meriam.Benteng ini digunakan untuk 
mengantisipasi serangan bangsa inggris dan banten. Musuh utama VOC adalah 
bangsa inggris yang juga berkepentingan dengan perdagangan di indonesia, 
mereka sering berselisih dalam perdagangan hingga agresi terbuka. Bangsa 
inggris dan bangsa belanda pernah mengalami pertempuran kecil dimana 
kekalahan ini menyebabkan balasan pengepungan jayakarta oleh belanda. 14 
januari 1619 terjadi perjanjian antar banten dan belanda. Kemudian pasukan 
inggris mundur karena gentar dengan banten dan Pangeran jayakarta 
disingkirkan oleh banten. Pada tanggal 12 maret 1619,di dalam benteng orang￾orang belanda menamai bentengnya menjadi Batavia untuk menghormati leluhur 
bangsa belanda, yaitu orang-orang batavia. Walaupun tidak segera mendapatkan 
pengakuan resmi, nama ini terus bertahan dan diakui VOC pada 1621. Mei 1619 
J.P Coen kembali menjadi gubernur di benteng batavia VOC. kemudian 
menaklukkan Jayakarta, melancarkan serangan dan menaklukkannya pada 
tanggal 30 Mei 1619 dan nama jayakarta tidak lagi digunakan. 
Dimata orang belanda Jan pieterszoon Coen adalah pendiri imperium yang 
berpikiran jauh, sementara pihak lain melihatnya sebagai megalomaniak kejam. 
Pada tahun 1614 Coen yang berusia 28 tahun , sudah membuat rencana luar 
biasa ambisius bagi VOC yang sudah lama berdiri. Ia membayangkan belanda 
memiliki pos dagang di seluruh Asia yang nantinya akan mendominasi seluruh 
perdagangan di wilayah tersebut.Ia menekankan pentingnya pengendalian lokal 
sebagai tempat pengumpulan komoditas asia dan pusat koloniasasi karena ia 
beranggapan bahwa dominasi belanda membutuhkan banyak orang belanda yang 
berada di wilayah lokal untuk perdagangan intraregional, aktivitas militer, 
akutansi, pekerja trampil, dan pengawas perkebunan. J.P Coen adalah orang 
yang paling berjasa dalam menaklukan jayakarta. Perannya memindahkan kantor 
dagang dan membuat “pos dagang” menjadi benteng adalah langkah awal untuk 
membesarkan cengkeraman belanda di jayakarta saat itu. 
Pada ada ke 17 batavia menjadi pusat jaringan besar perdagangan Belanda 
di asia, dari cape town dan persia(iran) ke india,ceylon(sri lanka), myanmar, 
thailand,kamboja,vietnam,laos dan malaka, formosa (taiwan) serta 
dejima(jepang). Batavia pada mulanya berisikan orang-orang dari asia yang 
dibawa oleh VOC untuk kepentingan mereka. Orang cina dipaksa menetap dan 
membuka toko untuk membuat hubungan dagang dengan negara cina, budak 
budak datang darimana mana tetapi tidak dari jawa yang terlalu dicurigai mereka 
yang suatu saat akan menjatuhkan mereka.Coen melancarkan pembangunan 
terhadap Batavia, dan kota ini dijadikan sebagai pusat militer dan administrasi 
yang lokasinya strategis dan mudah mencapai jalur-jalur perdagangan ke 
Indonesia Timur, Timur Jauh, dan Eropa. Bangunan dan tata kota Batavia 
berawal dari pembangunan gudang senjata, garnisun, bengkel, pembendaharaan, 
gedung admnistrasi,akutansi dan lain-lain dari dalam benteng batavia tersendiri . 
kemudian pembangunan di menyebar ke luar benteng dimulai dari pembangunan 
gudang – gudang senjata, kanal-kanal yang dibangun demi kepentingan 
transportasi dan antisipasi banjir. Orang belanda menyukai banguna dengan area 
terbuka di depan rumah, trotoar dan pagar dipisah agar para penduduk dapat 
duduk dan bersantai di pagi dan sore hari. Belanda mengharuskan bangunan 
menggunakan bata agar mencegah menjamurnya kios-kios orang asia. 
Peninggalan bangunan belanda banyak yang diubah menjadi museum dan 
gedung pemerintahan saat ini.seperti museum fatahillah yang dulu digunakan 
untuk balai kota Batavia. Belanda sangat ingin membuat batavia terlihat kesan 
eropa. 
 
 Peta Batavia dibawah kekuasaan J.P. Coen 
Di batavia sebenarnya kesan eropa tidak didapatkan melihat sedikitnya 
penghuni eropa saat itu tidak banyak, dikarenakan juga sedikitnya wanita dari 
eropa.adapun sebagian besar wanita hanya pegawai VOC. 
Berikut statistik tahun 1673 penduduk batavia. 
• Orang Belanda : 2024 
• Orang Eurasia : 726 
• Orang Cina : 2724 
• Orang Mardjiker : 5362 
• Orang Moor dan jawa : 1339 
• Orang Melayu : 611 
• Orang Bali : 981 
• Budak : 13.278 
Total populasi : 27068 
Orang mardjiker adalah orang asia beragama kristen yang berasal dari 
wilayah-wilayah kekuasaan portugis di asia, sedangkan Moor adalah sebutan 
orang india muslim pada masa ini. Belanda tidak menganjurkan membawa 
keluarga mereka ke batavia melainkan mengharuskan menikahi perempuan 
pribumi atau mendirikan rumah dengan Nyai yang tidak lain adalah gundik. 
Pada masa ini status sosial sangat ditekankan oleh pemerintah belanda, 
lamabang tingginya mereka di sosial adalah banyaknya budak yang mereka 
punya.bahkan beberapa pengamat menyatakan bahwa begitu banyaknya para 
budak hingga mereka hanya memiliki sedikit pekerjaan sehingga mereka dapat 
berjudi. Aturan dan hukum tentang perlakuan budak banyak diperbaharui 
menjadi lebih baik.adakalanya seorang belanda diusir dari wilayah kekuasaan 
VOC seumur hidup karena menembak budak. 
Peran orang cina atau ras tionghoa sangat berarti bagi VOC,baik untuk 
hubungan dagang maupun pembangunan ekonomi batavia. Masyarakat eropa 
sanagat bergantung pada orang tionghoa sehingga menyatakan “ tidak ada 
bangsa yang lebih berguna bagi VOC dan mudah didapatkan daripada orang 
cina”. Bahkan J.P Coen memiliki sahabat pemimpin mereka yakni So bing 
Kong. Pada awalnya mereka dipaksa untuk menetap dengan berbagai 
cara.namun pada akhirnya orang cina datang dengan sendirinya. 
Dengan kedatangan VOC, hubungan orang Tionghoa dengan penduduk 
setempat yang harmonis berangsur-angsur menjadi renggang. VOC memandang 
hubungan antara etnis Tionghoa dengan penduduk setempat dapat menghalangi 
kekuasaan mereka, sehingga dimulailah tindakan memberikan eksklusifitas 
terhadap orang Tionghoa. Mereka diberikan posisi yang lebih tinggi dalam strata 
sosial di Batavia, yaitu sebagai vreemde-oosterlingan (timur asing) dan menjadi 
kaum yang lebih tinggi dibanding pribumi, sementara kaum VOC dan orang￾orang Eropa menduduki posisi paling tinggi dalam strata sosial masyarakat. 
Orang-orang Tionghoa diberi hak untuk memungut pajak, menjual candu, dan 
membuka rumah judi. 
VOC sendiri mendapatkan sebagian besar pemasukannya dari perdagangan 
di sekitar Asia, bukan dari hubungannya dengan Kerajaan Belanda sendiri. Dan 
sudah barang tentu kaum Tionghoa di Batavia memiliki hubungan dengan 
Tiongkok. Simbiosis yang mutual ini seharusnya mempererat hubungan orang 
Tionghoa dan VOC di Batavia, namun kenyataannya tidak sesederhana itu. 
Kenyataan bahwa orang Tionghoa menjadi kekuatan bisnis yang besar di 
Batavia dan menjadi saingan dari kaum Eropa menimbulkan rasa tidak senang 
dari sebagian pihak dari kaum koloni. Keberadaan orang-orang Tionghoa 
berkemampuan ekonomi rendah yang didatangkan sebagi kuli di bidang 
pertanian dan perkebunan (sektor gula dikuasai oleh mayoritas penduduk Tionghoa pada masa itu, yang termasuk sektor ekonomi yang besar di Batavia) 
menambah beban kepadatan populasi penduduk. 
Kondisi perekonomian Batavia setelah 1725 cenderung memburuk. VOC 
mengalami kekalahan dalam mempertahankan hegemoni perdagangan Eropa di 
Hindia Timur dengan kongsi dagang Inggris, yaitu East India Company (EIC). 
Hasil pembukuan menunjukkan kerugian berturut-turut. Selama satu abad, hanya 
ada satu tahun keuntungan saja. Pada tahun 1720, industri gula dan pasar gula 
internasional mengalami guncangan parah, karena munculnya kompetitor gula 
Brazil yang murah. Pada tahun 1738, surat pemerintah pada dewan VOC 
mengeluhkan “penurunan kondisi yang sangat parah” dan angka kematian yang 
begitu tinggi. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya problema beruntun yang 
menimpa kota itu. Kegagalan panen, pembayaran kredit yang terlambat, 
penurunan nilai properti, sontak melumpuhkan perekonomian dan membuat 
saudagar-saudagar merugi. Wabah penyakit, ekspor kecil dan perhitungan pasar 
yang keliru menambah besar kerugian Kondisi yang tidak stabil menimbulkan 
pemerasan dimana-mana oleh oknum pejabat yang mengejar keuntungan, 
sehingga banyak pedagang Tionghoa yang merugi. Pada akhirnya, banyak 
pedagang Tionghoa yang jatuh miskin dan kehilangan properti akibat peraturan 
yang semena-mena. Perlakuan baik yang mereka terima ketika mereka masih 
dibutuhkan tidak lagi ditemukan. 
Selain itu, orang-orang Tionghoa yang tinggal di luar tembok kota Batavia 
tidak bisa dikontrol karena berada di luar sistem institusi. Mereka tidak diatur 
dalam organisasi Tionghoa dan berada diluar jangkauan. Dengan begitu, tidak pernah terjadi perundingan dengan mereka karena tidak diwakili oleh organisasi 
yang ada. Banyak yang luntang-lantung dan menganggur. Di samping itu, 
adanya akumulasi dan konsentrasi etnis Tionghoa menimbulkan problem baru. 
Dikhawatirkan keberadaan mereka menimbulkan gangguan ketertiban dan 
ketenangan orang Belanda di Batavia. 
Akhirnya diputuskan untuk membatasi kedatangan orang Tionghoa. Para 
penduduk Tionghoa yang tidak memiliki izin tinggal dipulangkan secara paksa, 
dan mereka yang melakukan permohonan surat izin tinggal dipersulit dan 
mengalami pemerasan. Atas landasan surat izin ini banyak warga Tionghoa yang 
ditangkap dan hanya dibebaskan setelah membayar sejumlah uang. Tujuan dari 
kebijakan ini adalah agar memaksa warga-warga Tionghoa yang miskin 
meninggalkan kota dan mempertahankan keberadaan warga kaya yang lebih 
mendatangkan keuntungan. 
Sejak akhir 1739 dan awal 1740 telah beredar keributan dan perlawanan 
yang dimulai dan diikuti oleh ketidakpuasam dan kecemasan di kalangan 
Tionghoa sekitar Batavia. Pada 25 Juli 1740 dikeluarkan resolusi yang 
memerintahkan bahwa semua orang Tionghoa yang mencurigakan harus 
ditangkap dan diperiksa tanpa kecuali. Mereka yang tidak memiliki penghasilan 
atau menganggur, harus dipulangkan ke Tiongkok atau dibuang ke Sri Lanka. 
Resolusi ini terbukti memberikan dampak buruk bagi Batavia. Selama beberapa 
hari berbagai jenis bahan makanan sukar didapat, kebingungan terjadi dimana￾mana. Yang menjadi permasalahan adalah pelaksanaan yang buruk dari resolusi 
itu sendiri, karena tidak ada ketentuan pasti mengenai "orang Tionghoa yang mencurigakan" sehingga banyak terjadi salah tangkap. Sejak saat itu banyak 
orang Tionghoa yang bersembunyi, dan perekonomian sontak terhambat. Kapal￾kapal tidak ada yang membawa beras. Ketegangan semakin memuncak, terutama 
beredar rumor bahwa orang Belanda yang mengirim orang-orang Tionghoa yang 
ditawan ke Sri Lanka untuk dipekerjakan, ternyata membuang orang-orang 
Tionghoa itu di tengah laut. 
Namun ketegangan dan keributan yang terjadi tidak segera ditindak oleh 
kaum VOC, malah mereka cenderung meremehkan ancaman yang ada. Di pihak 
kolonial sendiri, situasi di Heeren XVII (dewan VOC) cenderung memanas 
akibat perselisihan antara gubernur jenderal Adriaan Valckenier dan wakil 
gubernur Baron Willem von Imhoff. 
Terjadi pembantaian massal kaum tionghoa di Batavia tahun 1740 dan 
pembantaian masa perang Jawa 1825-1830. Pembantaian di Batavia tersebut 
melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa 
kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini 
mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi 
diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini 
menciptakan pemukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di 
Hindia Belanda. 
Menurut laporan, jumlah yang meninggal dunia mencapai 10,000 orang, 
termasuk 500 tahanan dan pasien. Sebanyak 500 orang mengalami luka parah, 
dan 700 rumah dirusak dan dijarah. Laporan tersebut menyatakan bahwa orangorang Belanda maupun Eropa lainnya baik militer maupun sipil, bersama-sama 
dengan pasukan-pasukan pribumi, melakukan pembantaian dengan kejam. 
Meskipun didesas-desuskan bahwa orang-orang Tionghoa telah menimbun 
senjata dan mesiu di pinggiran kota dan menggalang persatuan dengan kaum 
pemberontak, tetapi kenyataannya mereka sama sekali tidak bisa menghadapi 
pasukan Belanda. 
 Suasana pembantaian Tionghoa di Batavia 
 Gambar 2.5 
Etnis-etnis di batavia mempunyai ciri khas yang mencolok,sehingga kita 
dengan memudahkan membedakan mereka. Orang cina yang menggelung 
rambutnya menjadi konde, orang jawa yang memakai blangkon, ada pula orang 
ambon yang rambutnya sebahu hingga Orang mardjiker yang bercirikan topi dan 
sepatu, pada masa ini orang mardjiker menyumbangkan genre musik kercongyaitu orkes musik yang sebagian besar instrumennya berasal dari eropa, terutama 
ukulele.orang mardjiker berperan sebagai pengawal dan prajurit VOC, karena 
mereka adalah orang penganut kristen, maka gereja –gereja yang dibangun saat 
ituberasal dari kaum mardjiker. Kurangnya perempuan dalam golongan etnis 
menyebabkan percampuran antaretnis, sehingga banyak perempuan cina 
keturunan tidak berasal dari cina asli. Banyaknya golongan etnis membuat 
sulitnya berkomunikasi antar etnis sehingga mereka menetapkan suatu bahasa 
perantara, awalnya bahasa yang digunakan adalah portugis dan melayu, lama 
kelamaan elemen portugis tidak diperbaharui mengakibatkan bahasa melayu 
menjadi bahasa utama. 
Wanita memegang peranan yang cukup penting masa ini sebagai sarana 
aliansi kuat antar keluarga. Seringkali pria belanda yang baru datang yang 
tergabung dalam kalangan elite dikarenakan pernikahan anata puteri dari 
keluarga terkemuka di batavia. Koneksi dan relasi adalah kata yang tepat 
mendeskripsikan wanita pada masa ini. Lintas keanekaragaman budaya dan etnis 
pun hanya bisa terjadi oleh wanita. Terlihat dari arsitektur masjid angke yang 
sangat terpengaruh gaya arsitek cina dan belanda, sedangkan mayoritas orang 
cina tidak memeluk agama islam melainkan taoisme. Ini menyimpulkan bahwa 
terjadi percampuran budaya diantara 2 etnis atau lebih. 
Orang –orang eropa menginginkan bangunan-bangunan terbaik di tanah air 
mereka dibuat juga di batavia, terlihat kanal yang mengarah ke selata kota yang 
sekarang tepi jalannya menjadi jalan Gajah Mada, rumah reinder de Klerk 
anggota dewan hindia yang menjadi gubernur jendral yang kini menjadi GedungArsip Nasional. Mereka juga yang menjalani kehidupan serba mewah ,memiliki 
banyak budak, ekslusifitas status sosial, dan pembangunan kota yang pesat 
membuat batavia menjadi kota yang maju. Batavia pun mendapat julukan “Kota 
Ratu dari Timur” 
Pada akhir abada 18 VOC mengalami kebangkrutan dalam perdagangan, 
Batavia menjadi cerminan kebangkrutan ini, pembangunan terhambat, dan bagi 
sebagian orang eropa batavia menjadi tempat tidak layak huni karena buruknya 
sistem kanal menyebabkan seringnya terjadi banjir. Penulis melakukan sejumlah angket terhadap 100 responden dengan ragam usia 17- 
30 tahun untuk mengetahui minat baca dan sejarah jakarta. Hasilnya adalah: 
1. 70 orang (54%) berusia sekitar 18-25 tahun, sebanyak 41 orang (41%) 
berusia sekitar 17-20 tahun, dan sisanya berusia 25-30 tahun. 
2. Dari 100 responden, sebanyak90 orang (90%) hanya sedikit tahu tentang asal 
usul kota jakarta (10%) tidak ingat sama sekali 
3. Dari 100 responden, hanya 35 orang saja (35%) yang masih suka dan 
membaca dan membeli buku untuk mendapatkan informasi (65%) 65 orang 
mencari lewat internet 
4. Dari 100 responden, sebanyak 88 orang (88%) sejarah adalah hal yang 
membosankan karena terkesan kuno dan 12 orang(12 %) menganggapnya 
menyenangkan 
5. Dari 100 responden, sebanyak 72 orang (72%) menyukai tontonan animasi, 
dengan genre yang sering ditonton berupa komedi (90%), adventure (62%), 
drama (38%), dan dokumenter (10%) 
Berusia sekitar 17-30 tahun, pria dan wanita, tinggal di Jakarta dan sekitarnya, 
dan memiliki pengetahuan dan pendidikan minimal SMA, menyukai sejarah, 
membaca buku, suka menonton media audio visual baik televisi maupun komputer 
dengan internet. Tingkat kemampuan ekonomi A, B dan C Berusia sekitar 17-30 tahun, unisex, bermata pencaharian seputar dunia 
pendidikan, sejarah, budaya, atau jurnalistik. Warga negara Indonesia atau asing 
yang bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki keterkaitan dengan dunia 
pendidikan, kebudayaan atau pun jurnalistik di Indonesia. Tingkat kemampuan 
ekonomi B hingga A. Faktor Pendukung 
1. Isu ras dan sosial memiliki kekuatan kontroversi yang menggelitik, dan 
sangat menimbulkan ketertarikan bagi hampir semua kalangan 
2. Sampai saat tulisan ini dibuat, film animasi dokumenter sendiri masih 
belum ada - atau jumlahnya sangat terbatas - di Indonesia. 
3. Animasi dokumenter memiliki kelebihan dalam kreativitas penyampaian 
informasi dibandingkan dengan dokumenter konvensional 
4. Perkembangan teknologi internet memungkinkan penyebaran informasi 
dan promosi yang luas untuk media audio visual
2.5.2 Faktor Penghambat 
1. Tema yang sangat standar untuk orang jakarta 
2. Banyak menilai film dokumenter itu membosankan dan tidak komersil 
3. Banyak alternatif tontonan dan hiburan lain yang lebih dikenal dapat 
merebut perhatian target market4. Adanya stereotype Sejarah itu rumit dan membosankan dan tidak terlalu 
berguna 
5. Adanya stereotype yang telah melekat di masyarakat bahwa karya 
animasi dalam negeri memiliki kualitas yang buruk dapat mengurangi 
minat terhadap film dokumenter animasi ini 

Penetapan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara negara kita pada 
awalnya merupakan penetapan yang bersumber pada kebiasaan 
dalam sejarah kolonialisme di Nusantara. Jakarta sejatinya adalah 
warisan dari VOC dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda buah 
dari pengembangan kota pelabuhan ‘Jayakarta’ pada tahun 1619. 
Pemilihan lokasi ibu kota Hindia Belanda ini didasari oleh 
pertimbangan kepentingan administrasi dari VOC yang saat itu 
memiliki hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial 
di wilayah ini  yang diberikan oleh Parlemen Belanda sejak 
tahun 1602. Berdiri dan berkembangnya benteng serta 
permukiman orang Belanda kemudian menjadi cikal bakal Jakarta 
yang saat itu diberi nama Batavia. Secara resmi, pemerintah kota 
Batavia (Stad Batavia) dibentuk pada 4 Maret 1621. Selama 8 tahun 
kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai 
pada tahun 1650. Sebagai pusat kegiatan orang-orang Belanda di 
Hindia Belanda, Batavia kemudian dikenal dengan sebutan ‘Queen 
of the East’ yang merepresentasikan kepentingan Belanda terkait 
perdagangan. 
Di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, nama Batavia 
diubah oleh pemerintah militer Jepang menjadi ‘Jakarta’. Hal ini 
dilakukan sebagai salah satu strategi untuk menarik hati penduduk 
negara kita. Seiring dengan pernyataan kemerdekaan negara kita pada 
tanggal 17 Agustus 1945, para pendiri negara menetapkan Jakarta 
sebagai ibu kota Republik negara kita. Dalam perjalanannya sempat 
terjadi perpindahan ibu kota karena adanya perjanjian dengan 
pihak penjajah Belanda serta karena kondisi darurat selama masa 
perang kemerdekaan 1945 – 1949. Namun kemudian Ibu Kota 
kembali ke Jakarta untuk seterusnya seiring dengan penyerahan 
kedaulatan negara kita dari Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, 
yang berlaku hingga saat ini. Perjalanan sejarah menunjukkan 
bahwa penetapan Jakarta sebagai Ibu Kota adalah kebiasaan dan 
praktik pemerintahan de facto sepanjang sejarah. 
Secara de jure baru sejak 1961, Jakarta ditetapkan sebagai 
Ibu Kota Negara Republik negara kita berdasar  Penetapan 
Presiden No. 2 Tahun 1961 jo. UU PNPS No. 2 Tahun 1961. Setelah 
itu, berturut-turut, berbagai Undang-Undang kembali menetapkan 
Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), mulai dari UU No. 
11 Tahun 1990, UU No. 34 Tahun 1999, hingga terakhir, yang 
masih berlaku hingga saat ini, diatur melalui UU No. No. 29 Tahun 
2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota 
Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik negara kita.  
Namun demikian, hingga kini, belum ada satupun undang-
undang yang secara khusus mengatur tentang Ibu Kota Negara. 
Undang-Undang yang disahkan sejak 1961 hingga 2007 adalah 
Undang-Undang yang menetapkan Jakarta sebagai Ibu Kota 
Negara, yang kemudian di dalamnya diatur tentang berbagai hal 
mengenai tata kelola, bentuk, dan susunan pemerintahan di 
Jakarta sebagai penyesuaian dari penetapan ini . Sehubungan 
dengan itu, belakangan ini Kementerian Dalam Negeri dan 
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menyusun Naskah 
Akademik untuk Perubahan UU No. 29 Tahun 2007 dalam rangka 
mengadakan harmonisasi dan penyesuaian mengenai beberapa hal 
terkait urusan pemerintahan yang pada praktiknya memunculkan 
akibat peran ganda Jakarta, yakni sebagai daerah otonom khusus 
Ibu Kota dan juga sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.  
Keperluan menyusun undang-undang yang mengatur secara 
spesifik tentang Ibu Kota Negara ("IKN") juga bersesuaian dengan  
momentum Pidato Kenegaraan Presiden  dalam Sidang 
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik negara kita 
pada 16 Agustus 2019 dan disusul dengan Pengumuman 
Pemindahan Ibu Kota Negara oleh Presiden pada 26 Agustus 2019 
di Istana Negara.  Pemindahan itu didasarkan pada Kajian yang 
telah dilakukan Bappenas, yang menyimpulkan bahwa performa 
Provinsi DKI Jakarta sebagai IKN, DKI Jakarta sudah tidak lagi 
dapat mengemban peran sebagai IKN dengan optimal dengan 
semakin pesatnya pertambahan penduduk yang tidak terkendali, 
penurunan kondisi dan fungsi lingkungan, dan tingkat 
kenyamanan hidup yang semakin menurun, dan ketidakmerataan 
persebaran pertumbuhan ekonomi di luar DKI Jakarta dan Pulau 
Jawa dengan wilayah lain di Negara Kesatuan Republik negara kita. 
Dengan demikian, Naskah Akademik ini sangat mendesak 
untuk disusun sebagai acuan untuk pembentukan Rancangan 
Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara ("RUU IKN"), sebagai 
Undang-Undang yang menjadi landasan hukum awal dari upaya 
pemindahan Ibu Kota Negara. Naskah Akademik ini juga diperlukan 
untuk menjelaskan dengan runut dari rinci mengenai argumentasi 
pilihan kebijakan menjadi norma di dalam materi muatan pasal. 
Pilihan kebijakan dan materi muatan pasal itu dijelaskan secara 
rasional dengan prosedur yang ilmiah. Penjelasan itu harus dimulai 
dari kajian teoritis, kajian terhadap Asas/Prinsip, kajian terhadap 
praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, pemasalahan yang 
dihadapi, serta perbandingan negara lain, kajian terhadap implikasi 
terhadap sistem aru yang akan diatur dalam RUU terhadap aspek 
beban keuangan negara dan kemanfaatan negara,  
Selanjutnya, perlu ada evaluasi dan analisis peraturan 
perundang-undangan terkait, mulai dari peraturan perundang-
undangan terkait Kegiatan pemindahan dan pembangunan Ibu 
Kota Negara, peraturan perundang-undangan terkait bentuk dan 
susunan pemerintahan Ibu Kota Negara, peraturan perundang-
undangan terkait tata Ruang, infrastruktur, dan lingkungan hidup 
Ibu Kota Negara, dan peraturan perundang-undangan terkait 
keuangan IKN, dan peraturan perundang-undangan terkait 
kegiatan pemindahan IKN. Selanjutnya, sebagai basis legitimasi 
dari sebuah Undang-Undang, perlu ada penjelasan tentang 
landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis dari RUU tentang Ibu 
Kota Negara, sehingga sasaran, arah, jangkauan pengaturan, dan 
materi muatan pasal dapat dirumuskan dengan efektif, efisien, 
harmonis dengan berbagai peraturan perundang-undangan, serta 
dapat dilaksanakan dengan baik.  
 
 
B. Identifikasi Masalah  
berdasar  Latar Belakang di atas, di dalam penyusunan 
Naskah Akademik mengemuka 4 (empat) pokok masalah yang 
harus terjawab pada keseluruhan BAB, yaitu: 
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan 
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat terkait Ibu 
Kota Negara serta bagaimana permasalahan ini  
dapat diatasi? 
2. Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang tentang Ibu 
Kota Negara sebagai dasar pemecahan masalah ini  
– yang berarti membenarkan pelibatan negara dalam 
penyelesaian masalah ini ? 
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, 
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-
Undang tentang Ibu Kota Negara? 
4. Apa saja sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup 
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dari 
Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara? 
C. Tujuan dan Kegunaan  
berdasar  Latar belakang dan Tujuan di atas, Naskah 
Akademik ini bertujuan untuk: 
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam 
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat 
terkait Ibu Kota Negara serta cara-cara mengatasi 
permasalahan ini ; 
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi 
sebagai alasan pembentukan Rancangan Undang-
Undang tentang Ibu Kota Negara sebagai dasar hukum 
penyelesaian atau solusi permasalahan dalam 
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat;  
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, 
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Undang-
Undang tentang Ibu Kota Negara; 
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang 
lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan 
dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota 
Negara. 
 
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah Akademik ini adalah 
sebagai acuan atau referensi penyusunan dan pembahasan 
Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara. 
 
D. Metode 
Pendekatan penyusunan Naskah Akademik ini menggunakan 
pendekatan yang sudah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 12 
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
("UU No. 12/2011") tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan. Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya 
merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga dipakai  metode 
penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian 
hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan 
melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Metode 
yuridis empiris dikenal juga dengan penelitian sosiolegal.  
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka 
yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa Peraturan 
Perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, 
atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil 
pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat 
dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan 
rapat dengar pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal 
adalah penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau 
penelaahan terhadap Peraturan Perundang- undangan (normatif) 
yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta 
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor 
nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap 
penyusunan RUU IKN. 
  
A. Kajian Teoritis 
Ibu kota, berdasar  Kamus Besar Bahasa negara kita (KBBI), 
didefinisikan sebagai kota tempat kedudukan pusat pemerintahan 
suatu negara atau tempat dihimpun unsur administratif eksekutif, 
legislatif, dan yudikatif. Keberadaan ibu kota dalam suatu negara 
biasanya menjadi simbol identitas bangsa yang membentuk negara 
ini . Bartolini (2005) mengatakan bahwa ibu kota negara 
merupakan komponen yang signifikan menggambarkan identitas 
nasional, sebagai lokasi kekuasaan suatu negara atau 
merepresentasikan besarnya kuasa suatu negara, dan juga sebagai 
titik fokus dari keberadaan kelompok pendukung, konflik serta 
kohesi antar kelompok yang membentuk suatu negara/bangsa. Ibu 
kota negara juga merupakan pusat politik, memiliki fungsi penting 
dalam perdebatan kekuasaan guna melegitimasi kekuasaan 
ini .  
Rossman (2017) menyatakan bahwa konsep ‘nation states’ 
kembali berkembang saat ini, dilihat dari upaya pemindahan Ibu 
Kota di 40 negara yang menggambarkan masih kuatnya keterkaitan 
antara negara dan rasa nasionalisme. Untuk negara-negara maju 
khususnya di Barat, keberadaan ibu kota lebih dipandang sebagai 
kebutuhan pengaturan administratif dan tata kelola negara. Namun 
untuk negara-negara seperti Afrika, Asia, dan Amerika Latin, yang 
sedang dalam proses pembangunan bangsa dan negara, 
keberadaan ibu kota menjadi hal yang sensitif dan dianggap sebagai 
penguat bagi simbol-simbol kebangsaan, pemersatu, serta 
pemerataan pembangunan fisik dan ekonomi wilayah suatu negara.  
Pertimbangan lokasi dalam pemilihan suatu ibu kota secara 
tidak langsung mencerminkan pola pikir para pengelola (atau 
pendiri) negara. Spanyol memiliki Madrid yang terletak di tengah 
negara, dimana pertimbangannya antara lain untuk kemudahan 
kontrol wilayah negaranya. Nigeria membangun ibu kota baru pada 
tahun 1991 di Abuja yang berada di tengah negara ini untuk 
menggantikan Lagos yang berada di garis pantai ujung Barat Daya, 
dengan alasan untuk menekankan persatuan negara yang memiliki 
keragaman etnis dan agama ini . Brazil juga memindahkan ibu 
kotanya dari kawasan pantai di Rio de Janeiro ke bagian tengah 
benua Amerika pada tahun 1961, menjadi Ibu kota baru yang 
disebut Brasilia, yang menurut sang perancang ibu kota, Oscar 
Niemeyer, dibangun dengan tema "membawa kemajuan ke kawasan 
pedalaman Brazil". 
Ada juga pertimbangan kompromi politik yang mendasari 
pemilihan suatu ibu kota negara. Amerika Serikat menetapkan 
Washington DC sebagai ibu kotanya pada tahun 1790 sesuai 
dengan hasil kompromi politik. Perbedaan pandangan mengenai 
lokasi yang tepat antara negara-negara bagian di Utara dengan 
negara-negara bagian di Selatan pada akhirnya diselesaikan oleh 
George Washington yang memilih lokasi di sekitar perbatasan 
negara- negara bagian yang terletak di tepi Sungai Potomac 
sebagaimana dikenal sekarang. 
Ibu Kota Negara Republik negara kita yang diharapkan adalah 
Ibu Kota yang mencerminkan identitas bangsa negara kita. Negara 
negara kita yang berpenduduk sekitar 237 juta jiwa, memiliki 
warisan kekayaan sekitar 1100 suku bangsa, 700 bahasa lokal, 300 
gaya seni tari, 400 lagu daerah, dan 23 lingkungan adat, hidup 
sebagai bangsa dan negara dalam berbagai keragaman dan 
perbedaan yang berjalan baik selama ini, karena didasari oleh 
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa, dan dibingkai 
melalui Bhinneka Tunggal Ika. 
Identitas dan karakter bangsa negara kita telah ditorehkan 
para bapak bangsa berdasar  pemahaman sejarah panjang 
bangsa Nusantara dalam membangun karakter negara kita. Dalam 
amanat Proklamasi, 17 Agustus 1956, Bung Karno mengingatkan 
pentingnya bangsa yang berkarakter memiliki kepercayaan pada 
nilai-nilai kepribadian dan kemandirian bangsa sendiri. Dimensi 
moral sebagai tumpuan karakter kolektif yang dapat menopang 
kemajuan peradaban bangsa ini  adalah Pancasila. Kelima sila 
yang menyatukan bangsa negara kita, adalah yang memandu 
perkembangan bangsa ke depan (Soekarno, 1958). Peran Pancasila 
sebagai ideologi negara mampu menjadi payung pemersatu bagi 
warganya yang majemuk. Makna Bhinneka Tunggal Ika bukan 
hanya dimaknai mewakili keberagaman agama, tapi suku, bahasa 
dan semua keberagaman di negara kita. 
Memperhatikan pentingnya aspek simbolisasi negara melalui 
ibu kota ini, memunculkan kebutuhan rancangan Ibu Kota Negara 
Republik negara kita yang dapat merepresentasikan identitas dan 
persatuan bangsa dalam kerangka nation and state building; 
merefleksikan kebhinnekaan negara kita; dan meningkatkan 
penghayatan terhadap Pancasila.  
Membangun dan menata kembali Ibu Kota Negara tentunya 
memerlukan konsep yang matang dan didasari pada visi jangka 
panjang suatu bangsa. Pengembangan ibu kota baru biasanya 
dikaitkan dengan perkembangan isu-isu pembangunan kota dan 
kebutuhan bangsa yang mendasari pertimbangan pemindahan ibu 
kota ini . Paradigma perencanaan dan pengembangan kota 
baru selanjutnya hadir sebagai salah satu pertimbangan penting 
dalam pengembangan ibu kota negara di lokasi yang baru. 
Paradigma pembangunan kota baru yang berkembang pada abad 
ini adalah kota modern dan berkelanjutan. Keduanya dapat 
memiliki makna yang saling melengkapi.  
 
 
 
A.1. Kota Modern 
Konsep modern diartikan oleh berbagai ahli seperti Webber, 
Harrod dan Domar, Rostow, Hoselitz, hingga Inkeles dan Smith, 
sebagai suatu karakteristik yang lebih maju, berkembang, tidak 
tradisional, maupun bentuk transisi: dari perdesaan ke perkotaan 
dan dari pertanian ke industri1. Kota modern merupakan kota yang 
secara sosiologis berkembang lebih maju, yang mendorong 
warganya untuk turut berkembang lebih modern, global, dengan 
suatu cita-cita bersama.  
Karakteristik kota modern (modern city) adalah adanya 
masyarakat modern di suatu kota yang memiliki tujuan masa depan 
bersama yang berpikir jauh ke depan (forward thinking), yang 
ditindak lanjuti dengan upaya-upaya inovatif melalui pemanfaatan 
teknologi dalam perencanaan dan pengelolaan kota, perancangan 
dan penataan bangunan, serta dalam mengatasi permasalahan 
sosial perkotaan. Kota modern juga memiliki karakteristik sebagai 
kota yang terencana, yang terukur dalam setiap tahap 
pengembangan dan target pencapaiannya.  
 
A.2. Kota Berkelanjutan 
Paradigma kota modern memiliki keterkaitan yang erat 
dengan paradigma kota berkelanjutan (sustainable city). Brundtland 
Report dalam sidang PBB tahun 1987 mendefinisikan 
pembangunan berkelanjutan sebagai proses pembangunan yang 
berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan 
kebutuhan generasi yang akan datang. Kota Berkelanjutan juga 
didefinisikan sebagai kota yang didesain, dibangun, dan dikelola 
untuk memenuhi kebutuhan warga kota dari aspek lingkungan, 
sosial, ekonomi, tanpa mengancam keberlanjutan sistem 
lingkungan alami, terbangun, dan sosial (European Commission, 
1996).  
Agenda pembangunan berkelanjutan untuk perkotaan telah 
dicanangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 
(Sustainable Development Goals) 2030. Agenda pembangunan kota 
dan permukiman dalam SDGs, bertujuan mewujudkan perkotaan 
dan permukiman yang inklusif, aman, berketahanan, dan 
berkelanjutan pada tahun 2030. SDGs untuk pembangunan kota 
yang berkelanjutan, meliputi pembangunan perumahan, 
mengedepankan transportasi umum, permukiman, perlindungan 
warisan alam dan budaya, peningkatan mitigasi dan adaptasi 
terhadap kebencanaan, membangun lingkungan kota yang bersih, 
dan membangun ruang publik yang aman, inklusif, terjangkau.  
Agenda Perkotaan Baru/New Urban Agenda (NUA), 
merupakan agenda perkotaan yang melengkapi Tujuan 
Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals 
(SDGs), merupakan kesepakatan kota-kota di dunia yang bertujuan 
untuk mewujudkan perkotaan dan permukiman yang memberikan 
hak dan kesempatan yang sama, mendorong inklusivitas dan 
memastikan setiap penduduk tanpa diskriminasi mampu 
menempati dan menciptakan kota dan permukiman yang 
berkeadilan, aman, sehat, mudah diakses, terjangkau, 
berketahanan, dan berkelanjutan. Agenda Perkotaan Baru fokus 
pada (1) Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan Untuk Kohesi 
Sosial, Inklusif, dan Mengakhiri Kemiskinan melalui penyediaan 
perumahan, air bersih dan pengolahan limbah serta ruang-ruang 
publik; (2) Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Kota dan Peluang 
Peningkatan Kesejahteraan Secara Inklusif dan Berkelanjutan 
melalui transportasi terpadu dan terintegrasi, listrik dan teknologi 
telekomunikasi, energi terbarukan, serta (3) Pembangunan 
lingkungan berkelanjutan dan kota yang berketahanan melalui 
ruang terbuka hijau yang mempunyai ketahanan terhadap 
bencana, pengelolaan sumber daya air, limbah dan sampah yang 
ramah lingkungan dan berjangka panjang, pelayanan dan 
pemanfaatan energi terbarukan pada infrastruktur, permukiman, 
industri, dan komersial, serta pengembangan teknologi untuk 
mendukung semuanya. 
 
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 
tahun 2015-2019, arahan kebijakan sangat jelas untuk 
membangun Kota Berkelanjutan dan berdaya saing, dengan lima 
kebijakan utamanya, yaitu: (1) perwujudan Sistem Perkotaan 
Nasional (SPN), dengan kawasan metropolitan baru di luar Jawa 
yang didorong sebagai pusat pertumbuhan melayani Kawasan 
Timur negara kita, dan kawasan metropolitan yang sudah ada untuk 
menjadi pusat berskala global; (2) Percepatan pemenuhan Standar 
Pelayanan Perkotaan (SPP) untuk kota aman, nyaman, layak huni, 
dengan menyediakan sarana prasarana dasar, ekonomi, kesehatan 
dan pendidikan, permukiman dan transportasi publik; (3) 
perwujudan kota hijau yang berketahanan iklim dan bencana, 
dengan penataan ruang, penyediaan sarana prasarana berkonsep 
hijau dan berketahanan; (4) Pengembangan kota cerdas yang 
berdaya saing, berbasis teknologi, dan budaya lokal; serta (5) 
peningkatan kapasitas tata kelola kota. Dengan misi pembangunan 
perlunya pengurangan kesenjangan dan upaya pemerataan keluar 
Jawa, maka Ibu Kota baru sebagai salah satu pusat pertumbuhan 
baru diharapkan dapat membawa misi sebagai kota masa depan 
yang berkelanjutan. 
 
A.3. Kota Berkelas Internasional 
Seiring dengan perkembangan paradigma kota modern dan 
berkelanjutan, globalisasi juga telah menunjukkan adanya 
paradigma kota-kota dunia untuk berkembang menjadi kota 
berkelas internasional. Kota berkelas internasional adalah kota 
yang memiliki infrastruktur dengan standar global dan terkoneksi 
dengan kota-kota lain di dunia yang menjadi pusat bisnis, budaya, 
teknologi, maupun politik secara global. Kota berkelas internasional 
adalah kota yang memiliki peran yang berarti di dunia 
internasional, sehingga kota-kota di negara lain memiliki keinginan 
untuk terkoneksi dengannya.  
Sedangkan Ibu Kota berkelas internasional pada umumnya 
meliputi infrastruktur transportasi, taman dan ruang terbuka atau 
taman hutan kota, kegiatan-kegiatan kebudayaan, obyek wisata, 
monumen-monumen bersejarah dan museum, hotel dan akomodasi 
berkelas internasional, kenyamanan sebuah kota yang 
berkelanjutan, keterjangkauan ‘cost of living’, infrastruktur dan 
kegiatan olahraga internasional, pusat-pusat konvensi dan 
pameran berkelas internasional, dan lainnya. 
Keanggotaan negara kita dalam organisasi-organisasi 
internasional dan regional, seperti anggota berbagai organisasi PBB, 
anggota G-20, anggota Kerjasama Ekonomi Negara-negara Asia 
Pasifik (APEC), anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan 
ASEAN; serta keikutsertaan negara kita secara aktif dalam berbagai 
perjanjian dan konferensi internasional dan regional, menuntut 
negara kita untuk memiliki Ibu Kota yang selalu siap dalam 
penyelenggaraan berbagai even internasional.  
 
B. Kajian terhadap Asas/Prinsip 
Asas/Prinsip dalam pembentukan norma untuk mengatur 
Ibu Kota Negara Kesatuan Republik negara kita di masa depan 
bersumber dari 1) asas pembentukan peraturan perundang-
undangan sebagaimana yang tercantum di dalam UU 12/2011 dan 
juga 2) asas perencanaan perkotaan yang bersumber dari berbagai 
best practices pengembangan Ibu Kota Negara di berbagai belahan 
dunia. Beberapa best practices pengembangan Ibu Kota yang 
mengadopsi konsep pembangunan Ibu Kota tertentu, yang dapat 
dipelajari di berbagai belahan dunia. Konsep-konsep itu antara lain 
Beautiful City (Washington D.C), Radiant City (Brasilia), Garden City 
(Canberra dan Abuja), Green City (Gaborono and New Kabul), serta 
penerapan konsep Intelligent City (Putrajaya), Eco-city (Sejong), dan 
Smart City (Rencana Ibu Kota Mesir).  
 
B.1. Asas/Prinsip Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 
berdasar  Pasal 5 UU 12/2011, seluruh peraturan 
perundang-undangan, termasuk RUU IKN, harus dibentuk dengan 
berdasar  pada asas: 
1. kejelasan tujuan;  
2. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;  
3. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;  
4. dapat dilaksanakan;  
5. kedayagunaan dan kehasilgunaan;  
6. kejelasan rumusan; dan  
7. keterbukaan.  
Di samping itu, berdasar  Pasal 6 UU yang sama, materi muatan 
di dalam RUU IKN harus mencerminkan asas: 
1. pengayoman;  
2. kemanusiaan;  
3. kebangsaan;  
4. kekeluargaan;  
5. kenusantaraan;  
6. bhinneka tunggal ika;  
7. keadilan;  
8. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;  
9. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau  
10. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.  
 
 
B.2. Asas/Prinsip Perencanaan Kota 
B.2.1.Beautiful City 
Konsep Beautiful City lebih dikenal dengan istilah City 
Beautiful Movement, merupakan filosofi reformasi kota yang 
berkembang di dunia arsitektur dan perencanaan kota 
sebagaimana dikemukakan Daniel H. Burnham (1910) yang 
menekankan pada perbaikan kota dengan mempercantiknya 
(beautification). Perbaikan ditekankan pada sektor sanitasi, estetika 
lingkungan, pembangunan civic centre, dan desain bangunan. 
Burham dan Benetts (1909) menerapkan konsep ini di kota Chicago. 
Sistem jaringan jalan dibangun secara diagonal dan melingkar yang 
dirancang untuk memudahkan pengendara menghindar dari 
kemacetan. Contoh penerapan konsep beautification pada 
pengembangan ibu kota negara dapat dilihat di Amerika Serikat, 
yang terjadi pada ibu kota Washington D.C3. Penekanan pada 
keindahan kota adalah untuk membangun standar moral 
masyarakat perkotaan melalui harmoni sosial dan kualitas hidup 
masyarakat. Namun, dikritik karena dianggap mengesampingkan 
upaya reformasi sosial yang sesungguhnya.  
 
B.2.2.Radiant City 
Radiant City dikembangkan melalui pemikiran Le Corbusier 
(1924) yang mengkombinasikan desain geometris dan efisiensi 
ruang guna mewujudkan kota kompak yang terbagi/terseparasikan 
secara tersusun dengan pola yang simpel dan rasional. Konsep ini 
menekankan upaya untuk melakukan efisiensi ruang dan 
pemanfaatan energi. 
Contoh ibu kota negara yang menggunakan konsep ini adalah 
Brasilia di Brasil, yang termasuk dalam daftar World Heritage dari 
UNESCO. Brasilia dibangun dalam tempo 41 bulan sejak tahun 
1956 hingga peresmian pada tahun 1960. Lokasinya di wilayah 
relatif kosong dan dikembangkan untuk mendorong pengisian 
ruang di bagian wilayah Brasil yang masih kosong (pemerataan 
penduduk dan ekonomi). Desain kota dibentuk oleh struktur 
jaringan jalan dan pengaturan lahan yang menyerupai pesawat 
terbang. Pusat kota terdiri dari sejumlah blok dan sektor kegiatan 
yang berbaur dan menciptakan efisiensi transportasi antar kawasan 
fungsional. Konsep ini dikritik karena lebih terfokus pada kawasan 
pusat kota dan pertimbangan fisiknya, melupakan dampak 
perkembangan perkotaan yang terjadi di kawasan pinggiran.  
 
B.2.3. Gardern City 
Konsep Garden City yang dirumuskan oleh Ebenezer Howard 
(1876) memiliki prinsip yang sejalan dengan konsep sebelumnya, 
yaitu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar 
tempat tinggalnya. Prinsip utama konsep Garden City adalah 
merancang sebuah kawasan menjadi kota yang hidup, energik dan 
aktif, dihiasi oleh keindahan dan suasana kawasan desa (atau 
pinggiran kota). Perbedaannya dengan konsep beautiful city dan 
radiant city, konsep garden city mempertimbangkan pengembangan 
wilayah pinggiran kota. Howard mencoba mengkombinasikan unsur 
kota yang energik dengan unsur permukiman desa yang sehat dan 
tentram. Tujuan utama perancangan adalah untuk memberi 
kesempatan yang sama pada setiap penduduk kota untuk 
mendapatkan tempat tinggal yang layak dan sehat. 
Konsep Garden City dalam pengembangan ibu kota telah 
diterapkan antara lain di ibu kota Australia – Canberra. Rancang 
kota Canberra mengarah pada penataan lingkungan dan akses 
warga untuk dapat menikmati pergerakan dengan berjalan kaki 
menuju pusat-pusat aktivitas, termasuk pusat pemerintahan. Tata 
bangunan dan lingkungan sangat diperhatikan untuk menciptakan 
visual kawasan yang menarik sekaligus memaksimalkan 
pemanfaatan energi terbarukan seperti matahari dan udara untuk 
pencahayaan dan meningkatkan kenyamanan penghuni. Seiring 
perkembangan kota, pada era modern 1990-an dilakukan 
intensifikasi lahan, dengan arah pengembangan kota difokuskan ke 
pinggiran kota sebagai bentuk pemanfaatan lahan secara 
berkelanjutan dan terencana. 
Ibu kota Abuja di Nigeria adalah salah satu kota di dunia yang 
mengembangkan planned city, atas dasar konsep garden city. 
Perkembangan ibu kota yang terdiri dari fungsi-fungsi kegiatan 
ditunjang oleh fasilitas ruang terbuka hijau (green area) dan fasilitas 
rekreasi di setiap lingkungan (neighbourhood). Namun dalam 
faktanya  karena kurangnya penegakan hukum, terjadi 
konversi lahan dan pelanggaran penggunaan lahan yang 
menyebabkan rancangan garden city tidak tercapai. 
 
B.2.4. Green City 
Green city atau kota hijau merupakan suatu konsep 
penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan dengan pengembangan 
kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya 
air dan energi secara efisien, mengurangi limbah, menerapkan 
sistem transportasi terpadu yang lebih efisien, menjamin kesehatan 
lingkungan, serta mensinergikan lingkungan alami dan buatan. 
Pembangunan kota diarahkan untuk meningkatkan kemampuan 
kota dan warga kota dalam melakukan mitigasi dan adaptasi 
terhadap ancaman bencana melalui keseimbangan aktivitas sosial 
warga, pemenuhan kebutuhan ekonomi, serta keberlanjutan 
lingkungan alami. Green City dikenal juga sebagai konsep kota 
ekologis (Eco City) dan kota sehat. 
Contoh pengembangan ibu kota negara dengan konsep green 
city ada  di New Kabul (Kabul Baru) di Afghanistan. Prinsip-
prinsip pembangunan berkelanjutannya berupaya 
menyeimbangkan aktivitas sosial dengan kebutuhan pelestarian 
lingkungan melalui suatu proses adaptasi perilaku dalam 
pemanfaatan energi dan penataan bangunan. Penerapan konsep ini 
memerlukan  perencanaan dan manajemen pelaksanaan yang 
tinggi, jauh di atas standar manajemen perkotaan yang umumnya 
ada di negara berkembang. 
 
B.2.5. Eco-City 
Konsep eco-city dibangun dari prinsip hidup dalam 
lingkungan alami. Tujuan utama dari pengembangan eco-city 
adalah untuk mengurangi segala jenis polusi buangan gas karbon 
(zero carbon activity), memproduksi energi sepenuhnya melalui 
sumber energi terbarukan, dan untuk mempersatukan harmonisasi 
kota dengan lingkungan alami. Eco-city juga memiliki tujuan untuk 
mendorong pembangunan ekonomi berkelanjutan, mengurangi 
kemiskinan, dan meningkatkan efisiensi serta peningkatan 
kesehatan. Konsep ini memiliki prinsip yang sejenis dengan green 
city. 
Contoh ibu kota baru yang dikembangkan dengan konsep 
eco-city adalah calon ibu kota Sejong di Korea Selatan. 
Pembangunan kota baru Sejong seluas 73 km2 (7.300 ha), yang 
diproyeksikan untuk menampung sekitar 500 ribu penduduk, 
terletak di area yang sangat strategis di tengah Semenanjung Korea, 
menghubungkan Seoul di Utara, Busan di Tenggara dan Gwangju 
di bagian Selatan. Konsep kota ini modern dan berkelanjutan, 
merupakan bentuk rancangan kota ideal di masa datang, terencana 
dengan pertumbuhan yang terukur dan bertahap sehingga 
mempermudah antisipasi perkembangan. 
Namun demikian, kota Sejong dianggap sebagai kota yang terpisah 
dari wilayah sekitarnya, menjadi kurang menarik untuk ditinggali, 
serta dianggap memboroskan anggaran pembangunan di Korea 
karena ketergantungannya pada teknologi tinggi yang cukup mahal. 
 
B.2.6. Smart City 
Smart city atau kota cerdas merupakan konsep 
pembangunan kota yang berupaya mengelola sumber daya dengan 
efisien dan memberi pelayanan secara efektif melalui informasi yang 
akurat dan dukungan infrastruktur yang dapat diakses 
masyarakat. Secara umum smart city lebih dikenal sebagai konsep 
pengembangan dan pengelolaan kota dengan pemanfaatan 
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk menghubungkan, 
memonitor, dan mengendalikan berbagai sumber daya yang ada di 
dalam kota dengan lebih efektif dan efisien untuk memaksimalkan 
pelayanan kepada warganya serta mendukung pembangunan yang 
berkelanjutan. Konsep smart city ini masih terus berkembang 
seiring dengan perkembangan pola pikir manusia terhadap 
pengembangan kota yang semakin terintegrasi dengan pemanfaatan 
teknologi. 
Contoh ibu kota negara yang dikembangkan dengan konsep 
ini adalah Ibu Kota baru untuk menggantikan Kairo. Diperkirakan 
biaya pembangunannya akan menelan dana sebesar 90 miliar Dolar 
AS. Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait masing-masing siap 
menyediakan dana lima miliar Dolar AS buat membiayai rencana 
ini. 
Ibu kota baru akan menjadi pusat administratif Mesir, yang 
terdiri dari kantor-kantor pemerintah, kantor diplomatik, 
perumahan, universitas dan taman, serta jalan raya sepanjang 10 
ribu kilometer. Jika ibu kota dipindahkan dari Kairo, semua gedung 
pemerintahan Mesir dan kedutaan asing akan turut hijrah. Selain 
menampung gedung-gedung pemerintahan, ibu kota baru ini  
akan memuat sedikitnya 2.000 sekolah, kampus, dan 600 fasilitas 
kesehatan. 
 
B.2.7. Intelligent City 
Intelligent city merupakan konsep smart city yang 
ditambahkan dengan upaya untuk mengubah / mentransformasi 
komunitas untuk menjadi lebih baik, lebih kreatif, dan terlibat 
dalam proyek-proyek pengembangan komunitas pintar yang dapat 
mendorong terciptanya suasana kota yang saling terkoneksi melalui 
dukungan teknologi. 
Salah satu contoh penerapan konsep ini adalah dalam 
pengembangan ibu kota Malaysia di Putrajaya. Pembangunan kota 
Putrajaya mengadopsi prinsip Islam terkait keseimbangan 
hubungan manusia, yaitu: hubungan manusia dengan Tuhan, 
manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan manusia. 
Karenanya, setiap segmen kawasan ibu kota dibangun dengan  
pertimbangan kebutuhan yang saling melengkapi. Sebagai contoh, 
pembangunan fasilitas perkantoran diimbangi dengan penyediaan 
hunian baik dalam bentuk apartemen, townhouse, serta 
kondominium yang diperuntukkan hanya untuk pegawai-pegawai 
negeri mereka dengan fasilitas peminjaman yang sangat murah. 
Pembangunan juga memperhatikan konsep pelestarian alam yang 
terlihat dari banyaknya areal terbuka termasuk danau buatan yang 
terintegrasi dengan lingkungan sekitarnya, menghasilkan visual 
kawasan yang menarik sekaligus memberi kenyamanan pada 
lingkungan sekitar. 
 
B.3. Asas/Prinsip Kelembagaan IKN 
 Aspek Kelembagaan yang perlu dipertimbangkan  dalam 
menyusun tata kelola, bentuk, dan susunan pemerintahan Ibu Kota 
Negara antara lain: 
Aspek Pendekatan Pembangunan 
--  Pembangunan ibukota baru tidak dapat secara efektif 
dilaksanakan oleh badan-badan pemerintah dengan 
pendekatan sektor semata; 
--  Bila pembangunan ibukota baru dilakukan secara sektoral 
(seperti oleh Kementerian Pekerjaan Umum, atau 
kementerian yang lain) akan memberikan beban koordinasi 
sangat besar dan risiko tatap muka sangat tinggi  
Aspek Cross Cutting Dan Kapabilitas 
--  Ibukota baru merupakan wilayah kebijakan yang memiliki 
Cross cutting issues karena menyangkut lintas batas-batas 
hukum, tugas dan fungsi Kementerian, Lembaga dan Daerah 
--  Pengalaman ibukota baru merupakan pengalaman yang 
langka bagi negara kita, dan kapabilitas penggunaan 
sumberdaya yang relatif besar. 
 
Aspek Keunikan Nilai (Unique Value) 
--  Pemindahan ibukota baru merupakan program unik terkait 
infrastruktur , ekonomi, politik, birokrasi dan lain sebagainya 
yang harus mampu mewujudkan nilai unik sebagai suatu 
ibukota baru 
--  Sumber daya pembangunan ibukota baru akan bersumber 
dari cross funding antara nilai ( seperti nilai sosial , politik, 
dan komersil, dll) dalam satu siklus manajemen. 
Aspek Complex Public Financing 
--  Pembangunan ibukota melibatkan skema pembiayaan yang 
sangat kompleks dan rantai jenjang yang panjang dalam 
jangka waktu yang cukup panjang. 
--  Pengelolaan ibukota baru yang modern dan efektif 
memerlukan  tata kelola pembiayaan yang memberikan 
kepastian, fleksibilitas, dan menjamin tata kelola keuangan 
yang baik. 
Aspek Pengelolaan Aset Dan Resiko 
--  Pengelolaan ibukota baru yang modern melibatkan 
pengelolaan aset jangka panjang sesuai dengan siklus 
organisasi dan kebijakan 
--  Perlunya integrasi manajemen antara keuangan, pengaturan 
kelembagaan pembangunan dan pengelolaan, teknis dan 
kinerja masa depan berkaitan dengan risiko 
Aspek Complex Organization 
--  Pengelolaan ibukota baru memerlukan  organisasi publik 
yang berotoritas khusus yang memiliki mandat dan 
kewenangan tertentu. 
--  Pengelolaan ibukota baru memerlukan  organisasi publik 
yang mampu melakukan kerja sama dengan swasta, dan 
berbagai pihak terkait. 
Aspek Multiwindow Policy 
--  Pengelolaan ibukota akan memproduksi kebijakan yang 
melibatkan banyak pintu , banyak organisasi. 
--  Pengelolaan ibukota memerlukan  mandat organisasi jangka 
panjang dan status hukum yang jelas dan transparan. 
Dari berbagai aspek pertimbangan diatas, maka kelembagaan 
pembangunan ibukota yang baru memerlukan  kelembagaan yang 
memiliki prinsip:  
1. SATU GRAND DESIGN. Satu grand design untuk memastikan 
interkonektivitas dari seluruh sistem pembangunan dan 
pengelolaan ibukota baru.  
2. SATU ORGANISASI. Satu organisasi untuk mempersiapkan 
dan melaksanakan semua komponen proyek dan pengelolaan 
ibukota baru.  
3. SATU JADWAL PELAKSANAAN. Satu jadwal perencanaan, 
dan pelaksanaan, untuk menghindari ketidaksesuaian dan 
ketidaksinkronan antar kegiatan dan antara perencanaan 
dan pelaksanaan.  
4. TRANSAKSI FLEKSIBILITAS. Transaksi fleksibilitas untuk 
memungkinkan pelayanan publik yang fleksibel, mudah 
terjangkau, dan aliran dana antar proyek dan 
menggabungkan skema pelibatan pemerintah pusat, daerah, 
BUMN dan sektor swasta di bawah satu payung.  adapun sifat kelembagaan pembangunan dan pengelolaan 
Ibu Kota Negara Republik negara kita adalah: (1) Berstatus lembaga 
pemerintah non-kementerian (LPNK) untuk persiapan dan eksekusi 
pembangunannya (2) Daerah otonomnya dikelola gubernur dan 
Kawasan Khusus Pusat Pemerintahannya dikelola oleh wakil 
Pemerintah Pusat (3) Memisahkan regulasi dan eksekusi, (4) 
Memiliki tugas unik, dan khusus/diskresi, dan bersifat multisektor 
(kolaboratif).  
Sementara itu, peran dan kerangka struktur kelembagaan 
dalam rangka persiapan, pembangunan dan pemindahan IKN 

kelembagaan pembangunan dan pengelolaan ibukota juga 
dilengkapi dengan Advisor (penasihat) kepada Implementing Body, 
dan dilengkapi project implementation bila dibutuhkan, dan dapat 
membentuk Special Purpose Company (SPC) untuk melakukan 
kerjasama dengan pihak swasta dalam skema Public Private 
Partnership (PPP).  
Analisa tentang kebutuhan, tugas dan peran kelembagaan 
pembangunan dan pengelolaan ibukota baru sebagaimana 
diuraikan diatas akan mengarahkan pada pilihan jenis 
kelembagaan yang layak sebagai pilihan. Bila memilah beberapa 
alternatif lembaga yang didasarkan pada tingkat kewenangan akan 
ada 4 alternatif lembaga. Alternatif lembaga ini  adalah (1) 
lembaga yang berbentuk badan otonomi yang disebut Badan Otorita 
Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibukota Negara, (2) 
lembaga yang berbentuk badan koordinasi dan pengendalian 
strategis, (3) menjadikan kementerian / lembaga tertentu sebagai 
koordinator pengembangan ibukota baru, dan (4) pengembangan 
ibukota baru dilakukan dengan cara mengoptimalkan fungsi 
kementerian / lembaga yang ada selama ini.  
Bila beberapa alternatif lembaga ini  dikaji dari aspek 
implikasi, keunggulan dan kelemahannya maka perbandingan 
antar lembaga   pilihan lembaga yang sesuai dengan 
kebutuhan, tugas dan peran kelembagaan pembangunan dan 
pemindahan ibukota baru adalah lembaga yang berbentuk Badan 
Otorita. 
Badan Otorita adalah badan otonom yang memiliki 
keunggulan untuk kemampuan bertindak cepat, dan kemampuan 
mengintegrasikan permasalahan lintas sektor. Hal ini sesuai 
dengan kebutuhan, tugas dan peran dimana lembaga dapat 
mengelola anggaran secara penuh secara otonom, dan memiliki 
kewenangan mengonsistenkan antara perencanaan, penganggaran 
dan pelaksanaan.  
Untuk pembagian tugas dan tanggung jawab dalam otoritas 
badan ini  maka pembagian tugas dalam Badan Otorita 
Struktur badan otoritas akan dipimpin oleh seorang ketua 
badan, dan dibantu oleh 8 wakil ketua badan yang masing- masing 
1 untuk sekretaris korporat, 1 untuk departemen audit, dan 6 
untuk pelayanan operasional. Bila mengacu pada struktur ini , 
maka pengelolaan ibukota dikelola oleh lembaga yang profilnya 
berbeda dengan profil pemerintah daerah pada umumnya bahkan 
pemerintahan DKI Jakarta saat ini. Untuk itu struktur 
kelembagaan pembangunan dan pengelolaan memerlukan  dasar 
hukum berupa UU yang memberikan diskresi pada pemerintahan 
daerah bentuk khusus. Adapun tujuan dari BO IKN adalah:  
1. Melakukan pengelolaan ibukota negara yang maju, profesional, 
modern, cerdas, dan inovatif,  
2. Menjalankan fungsi otoritas dalam wilayah ibukota negara yang 
diatur oleh UU khusus ibukota baru  
3. Merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, mengendalikan dan 
mengelola serta mengadministrasikan  
wilayah ibukota negara  
Adapun fungsi BO IKN:  
1. Mengoptimalkan sumber-sumber pendanaan & pengusahaan di 
daerah ini   
2. Mempromosikan, menstimulasi, memfasilitasi dan melakukan 
pembangunan komersial, infrastruktur dan  
perumahan di daerah ini   
3. Mempromosikan, menstimulasi dan melakukan pembangunan 
ekonomi dan sosial di daerah ini   
4. Mengendalikan dan mengkoordinasikan kinerja kegiatan di daerah 
ini .  
 
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang 
ada, pemasalahan yang dihadapi, serta perbandingan 
negara lain 
Bagian ini akan menguraikan tentang praktik 
penyelenggaraan IKN yang hingga sebelum RUU IKN berlaku 
dijalankan oleh Provinsi DKI Jakarta. Dari uraian tentang 
penyelenggaraan existing ini, diharapkan penyusunan materi 
muata RUU IKN dapat mengambil pelajaran sehingga dapat 
mengatur dengan lebih baik. Di dalam uraian ini  juga akan 
dibahas kondisi yang dihadapi oleh Provinsi DKI Jakarta selama ini. 
Dengan begitu, pada bagian berikutnya, dapat diadakan 
perbandingan bagaimana membangun dan mengelola IKN di 
berbagai negara. 
 
C.1. Praktik Penyelenggaraan, Kondisi, dan Permasalahan 
yang Dihadapi oleh Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota 
Negara 
Bagian ini akan mengkaji bagaimana sejauh ini praktik 
penyelenggaraan, kondisi yang ada, dan permasalahan yang 
dihadapi oleh Ibu Kota Negara yang hingga saat ini diemban oleh 
Jakarta pada sektor penataan ruang, penatagunaan tanah, 
pengendalian bencana, pengendalian penduduk, isu lingkungan 
hidup, manajemen pengairan, serta birokrasi, tata pemerintahan, 
dan mengenai sumber daya manusia.  
Undang-Undang No. 29 tahun 2007 menetapkan bahwa 
Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara 
Kesatuan Republik negara kita. Provinsi DKI Jakarta dalam 
kedudukannya sebagai Ibu Kota NKRI dan sekaligus berfungsi 
sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi selalu berhadapan 
dengan berbagai permasalahan diantaranya urbanisasi, keamanan, 
transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan 
masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan 
masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen. Permasalahan 
ini  muncul karena Jakarta tidak hanya menjadi pusat 
pemerintahan akan tetapi juga menjadi pusat semua aktivitas 
antara lain pusat perdagangan, pusat jasa keuangan, pusat jasa 
perusahaan, pusat jasa pendidikan, dan apabila dilihat melalui 
konteks Wilayah Metropolitan Jakarta (Jabodetabek) menjadi pusat 
industri pengolahan.  
 
 
 
Posisi Kota Jakarta saat ini sebagai pusat segalanya menjadi 
daya tarik yang begitu besar bagi masyarakat dari seluruh 
negara kita. Kesempatan mendapatkan lapangan pekerjaan, 
pendidikan dan berbagai fasilitas lengkap lainnya menjadi magnet 
yang kuat bagi masyarakat luar kota untuk datang ke Jakarta. 
Akibatnya, jumlah penduduk Wilayah Metropolitan Jakarta 
(Jabodetabekpunjur) terus mengalami peningkatan setiap 
tahunnya, baik disebabkan pertumbuhan alami maupun faktor 
migrasi. 
Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2017 
telah mencapai 10.277.628 jiwa, dan jumlah penduduk dalam 
kawasan metropolitan Jabodetabekpunjur mencapai 32.775.966 
jiwa, menunjukkan dominasi penduduk di Jakarta dan kawasan 
metropolitan Jabodetabekpunjur terhadap kota-kota lain (Gambar 
1.2). berdasar  data United Nations tahun 2013, jumlah 
penduduk Kota Jakarta menempati ranking ke 10 kota terpadat di 
dunia (), yang kemudian pada tahun 2017 meningkat 
menjadi kota terpadat ke 9 di dunia (WEF, 2017). 
Dengan tingginya tarikan faktor pemerintahan, ekonomi, dan 
politik menyebabkan tingginya urbanisasi yang perlu diimbangi 
dengan kemampuan kota dalam memfasilitasi kebutuhan semua 
penduduknya. Seiring bertambahnya penduduk berarti bertambah 
pula kebutuhan akan ruang dan sarana prasarana. Kebutuhan 
akan tempat tinggal, prasarana dan sarana seperti transportasi dan 
air bersih merupakan kebutuhan yang semakin sulit dipenuhi di 
Jakarta, dan pencemaran dan kerusakan lingkungan semakin tidak 
terbendung. 
Bertambahnya jumlah penduduk di kawasan 
Jabodetabekpunjur, dan bertambahnya jumlah kendaraan di DKI 
Jakarta, maupun di kawasan permukiman di sekitar kota inti DKI 
Jakarta yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek), 
meningkatkan tekanan pergerakan ke kota inti DKI jakarta dari 
kawasan di sekitarnya 
berdasar  kajian Badan Pengelola Transportasi 
Jabodetabek tahun 2015, total jumlah perjalanan di wilayah 
Jabodetabek tahun 2015 mencapai 47,5 juta perjalanan orang per 
hari, yang terdiri dari pergerakan dalam kota DKI sebesar 23,42 juta 
orang per hari, pergerakan komuter sejumlah 4,06 juta orang per 
hari, sementara pergerakan yang melintas DKI Jakarta atau 
internal Bodetabek mencapai 20,02 juta orang per hari. Tingginya 
mobilitas penduduk dan barang di ibukota ini  belum 
diimbangi dengan ketersediaan transportasi umum yang aman, 
nyaman dan memadai.  
Rasio infrastruktur jalan di wilayah DKI Jakarta hanya 5,42% 
dari luas wilayah, sementara yang ideal seharusnya 15% dari luas 
wilayah. Kapasitas jalan yang tidak mampu menampung beban lalu 
lintas dari wilayah Bodetabek ke pusat kota, menimbulkan 
kemacetan sangat tinggi, memicu  kecepatan rata-rata hanya 
mencapai 10-20 km per jam dalam wilayah Jakarta atau 16 km per 
jam pada jam sibuk (peak hour), dan hanya 19 km per jam dalam 
wilayah Jabodetabek  
 
 
 
Kemacetan di Jakarta menempati ranking ke 4 sebagai kota 
terpadat didunia pada tahun 2017. Pada tahun 2018 Jakarta masih 
menempati peringkat ke 7 sebagai kota dengan tingkat kemacetan 
tertinggi di dunia, dengan tingkat kemacetan sebesar 53% 
Kondisi kemacetan (gridlocks) Kota Jakarta merupakan yang 
terburuk dengan 33.240 stop start index (Pantazi, 2015). Dampak 
kemacetan di Jabodetabek saat ini menimbulkan kerugian 
ekonomi, lingkungan, dan sosial yang tidak sedikit. Kerugian 
ekonomi akibat kemacetan di Jakarta pada tahun 2013 sebesar Rp 
56 Triliun (PUSTRAL UGM 2013). Sedangkan pada tahun 2017 
kerugian akibat kemacetan di Kota Jakarta mencapai Rp 65 Triliun 
(World Bank, 2017).  
Tingkat kemacetan yang tinggi di Kota Jakarta menimbulkan 
pencemaran udara akibat kendaraan bermotor. Tercatat bahwa 
Jakarta berada pada rangking 1 sebagai kota dengan kualitas udara 
terburuk di dunia berdasar  Air Quality Index Value (AirVisual, 
2019). Kualitas udara yang tidak sehat ini  berpotensi 
memberikan dampak berupa peningkatan penyakit ISPA, mata, 
bahkan jantung dan stroke. Masalah depresi, stress dan gangguan 
kesehatan juga meningkat sebagai akibat kemacetan dalam 
komuting yang dapat berakibat pada tingkat produktivitas yang 
menurun.  
Keterbatasan Suplai Air Baku dan Penurunan Muka Tanah. 
Kondisi sumber air baku yang tercemar di Jakarta memicu  
terbatasnya suplai air baku untuk berbagai aktivitas masyarakat. 
Diketahui bahwa 61% air sungai, 57% air waduk dan 12% air tanah 
sudah tercemar berat sehingga berbahaya bagi kesehatan 
masyarakat. Keterbatasan suplai air baku di Jakarta menyebabkan 
sebanyak 40% masyarakat Jakarta menggunakan sumur bor untuk 
mendapatkan air baku. 
Pengambilan air tanah yang dilakukan sebagian besar 
penduduk Kota Jakarta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari 
menyebabkan terjadinya penurunan tanah di daerah utara Kota 
Jakarta sebesar rata-rata 7,5 hingga 10 cm per tahun. Dalam kurun 
waktu tahun 2007 sampai tahun 2017 total terjadi penurunan 
tanah sebesar 35 hingga 50 cm. Titik terparah penurunan tanah 
ada  di wilayah Cengkareng sebesar 69 cm dan Penjaringan 
(Pluit) sebesar 94 cm. 
 jakarta sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim 
disebabkan posisi geografisnya pada bagian utara pantai Jawa, 
sehingga rawan terpapar banjir dan naiknya muka air laut. Kondisi 
ini  di perburuk dengan pengambilan air tanah secara 
berlebihan dan pencemarannya. 
Jakarta merupakan muara dari 2 kanal utama yaitu Kanal 
Banjir Barat dan Kanal Banjir Timur serta 13 sungai, dan hampir 
73% kelurahan di Jakarta dilalui sungai, menyebabkannya potensi 
tinggi terhadap banjir. Banjir hampir selalu terjadi pada musim 
penghujan, dan banjir besar terjadi pada tahun 2002, 2007 dan 
2013 . Banjir terbesar tahun 2007 menenggelamkan 40% kota, 
membunuh 80 orang, dan mengungsikan sekitar 350.000 orang 
 Sekitar 50% wilayah Jakarta 
memiliki tingkat keamanan banjir di bawah 10 tahunan, jauh dari 
kondisi ideal untuk kota besar yaitu minimum 50 tahunan. 
Wilayah Jakarta yang rawan banjir sebagian besar terletak 
pada bagian utara yang merupakan pesisir Kota Jakarta. Daerah 
yang rawan banjir ini  tergolong ke dalam klasifikasi rawan 
banjir tinggi dengan jumlah rata-rata pengungsi lebih dari 500 jiwa. 
Selain daerah yang berada di pesisir, daerah lainnya yang tergolong 
ke  dalam daerah rawan banjir adalah pada sekitar Daerah Aliran 
Sungai   
Salah satu faktor penyebab banjir di Jakarta adalah 
penurunan tanah, yang memicu  muka air laut lebih tinggi 
dibandingkan  muka air aliran sungai. berdasar  studi penurunan 
permukaan tanah yang telah dilakukan ITB (2016), menurunnya 
permukaan tanah khususnya di kawasan pesisir Jakarta telah 
terjadi sejak tahun 1975, dan secara signifikan pada tahun 2010–
2016 penurunan tanah sudah terjadi sebanyak 3–18 cm/tahun, 
dan khususnya di Jakarta Utara penurunan muka tanah telah 
terjadi rata-rata 7,5 cm/tahun. Pada tahun 2016, lebih dari 70% 
lahan di Jakarta Utara sudah berada di bawah permukaan laut, 
termasuk tanggul laut dan sungai. Pengambilan air tanah yang 
berlebihan disebabkan pesatnya pembangunan permukiman, 
gedung tinggi serta kawasan industri, dan menyebabkan ekstraksi 
air tanah secara besar–besaran, menjadi penyebab utama dari 
penurunan tanah ini . 
 
 
 
Potensi Ancaman Gempa di Jakarta. Potensi gempa di 
negara kita berasal dari 2 sumber antara lain gempa yang disebabkan 
oleh oleh aktivitas tektonik dan gempa bumi yang disebabkan oleh 
aktivitas vulkanik. Sebagai daerah “Ring of Fire”, negara kita memiliki 
banyak gunung berapi. Di dekat Kota Jakarta ada  ancaman 
aktifitas Gunung Api Krakatau dan Gunung Gede yang dapat 
menyebabkan gempa vulkanik. Kedua gunung berapi ini  saat 
ini statusnya masih aktif, dan yang terbaru meletus adalah Gunung 
Anak Krakatau pada tahun 2018. Kota Jakarta juga memiliki 
potensi gempa tektonik dan Tsunami Megathrust selatan Jawa 
Barat dan Selat Sunda. Selain gempa akibat aktivitas tektonik di 
laut, Jakarta juga berpotensi mengalami gempa aktivitas tektonik 
di daratan yaitu sesar baribis, sesar lembang, dan sesar cimandiri.  
 
 
 
berdasar  permasalahan dihadapi DKI Jakarta dan 
Wilayah Jabodetabek yaitu seperti laju urbanisasi yang tinggi, 
kemacetan tinggi yang berimplikasi pada kualitas udara yang tidak 
sehat, keterbatasan suplai air baku, banjir tahunan, dan 
penurunan muka tanah serta ancaman potensi gempa. 
Sehunbungan dengan hal itu, dapat disimpulkan bahwa daya 
tampung, daya dukung lingkungan sudah sangat berat serta 
adanya keterbatasan pengembangan lahan maka tidak 
memungkinkan lagi wilayah DKI Jakarta menjadi Ibu Kota Negara 
yang efisien dan efektif serta dapat bersaing dengan Ibu Kota negara 
lain baik saat ini maupun masa depan. Untuk itu pemindahan Ibu 
Kota Negara ke wilayah lain menjadi keniscayaan.  
Birokrasi dan Penataan Aparatur Sipil Negara. Dalam hal 
penataan aparatur sipil negara, dasar kebijakan terkait dengan 
organisasi pengelolaan aparatur sipil negara yang tersedia saat ini 
adalah: 1) Peraturan Presiden Republik negara kita Nomor 81 Tahun 
2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 –2025; dan 
2) peraturan Pemerintah Republik negara kita Nomor 11 Tahun 2017 
Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. 
Regulasi ini  memberikan landasan terbentuknya 
organisasi aparatur sipil negara yang profesional dalam 
memberikan pelayanan publik, birokrasi yang bersih dan bebas 
korupsi, kolusi dan nepotisme, dan Peningkatan kapasitas dan 
akuntabilitas kinerja birokrasi. Untuk menuju pemerintahan yang 
efektif, perintah negara kita terus mendorong reformasi birokrasi 
untuk mewujudkan organisasi pemerintahan yang efektif. 
Berkaitan dengan hal ini , maka bila memakai 
pengukuran Government Effectiveness Index, Pemerintah negara kita 
masih perlu upaya keras untuk memperbaiki efektivitas kinerja 
pemerintah. hal ini bisa dilihat dari gambar grafik yang 
membandingkan indeks efektivitas pemerintah diantara negara-
negara Asia Pasifik. Grafik ini , menempatkan bahwa indeks 
efektivitas pemerintahan negara kita masih dibawah negara 
Singapura, Malaysia, China, dan Thailand. Pemindahan Ibu Kota 
dapat menjadi momentum untuk perbaikan kinerja pemerintahan 
yang diawali dari pemerintah pusat. 
Pemindahan dan pembangunan Ibu Kota negara baru 
diharapkan dapat memberikan dampak terhadap (1) perbaikan 
kinerja ekonomi, seperti tumbuhnya pusat pertumbuhan ekonomi 
baru, node baru pusat infrastruktur, dan mengurangi kesenjangan 
pembangunan wilayah, dan (2) meningkatkan perbaikan fungsi 
administrasi pemerintah dengan mewujudkan sistem administrasi 
pemerintahan yang lebih efektif. Berkaitan dengan hal ini  
maka bab ini akan fokus membahas aspek perbaikan fungsi 
administrasi pemerintah. 
Sebuah institusi birokrasi yang mematuhi peraturan dan 
kebiasaan yang ketat dalam melakukan sesuatu dianggap bukan 
pemerintah yang modern. Administrasi birokratisnya tidak memiliki 
prasyarat untuk inovasi, yaitu pemikiran kreatif, eksperimen 
gagasan dan kreativitas1. Menanggapi berbagai tuntutan ekonomi, 
politik dan ideologis, maka struktur dan proses pemerintahan 
berubah dan dimodernisasi. Pelayanan publik tradisional 
seharusnya mengembangkan cara-cara kreatif untuk mengatasi 
hambatan fiskal dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan 
yang efisien. Administrasi publik yang berorientasi proses 
konvensional seharusnya memberi jalan kepada manajemen publik 
berfokus pada hasil; dan pemerintah daerah berkolaborasi dan 
bekerja secara horizontal untuk mengatasi hegemoni lembaga 
pusat. Mengingat perkembangan ini , maka inovasi dan 
perubahan sistem yang lebih baik telah menjadi tantangan di 
pemerintahan. 
Keberhasilan pemerataan pembangunan regional (balanced 
regional development) melalui pembangunan Ibu Kota negara baru 
tergantung pada dukungan kebijakan pemerintah yang dapat 
menangani dan mengakomodasi perubahan dalam sistem 
pembangunan daerah (Lee, Choi, Park, 2005). Untuk itu model 
sistem administrasi baru merupakan salah satu bagian kebijakan 
pemerintah untuk meningkatkan fungsi administrasi pemerintah 
dalam rangka optimalisasi peran pemerintah pusat di Ibu Kota 
negara baru. Model sistem administrasi baru akan mendorong 
kebijakan pengelolaan aparatur sipil negara nanti di Ibu Kota 
negara baru. Sehingga kebijakan sistem administrasi baru dapat 
mendukung Ibu Kota Negara yang berciri smart city, green city, dan 
bertaraf internasional (smart-green-international). Ciri utama smart 
city adalah transportasi antar moda terintegrasi dengan baik (smart 
mobility), tata bangunan terencana secara efisien dan efektif (smart 
building), dan teknologi komunikasi/internet tersedia dengan 
kecepatan tinggi. 
Pengembangan administrasi baru merupakan bagian dari 
intervensi yang dilakukan para pimpinan diantaranya adalah 
melakukan strategi penyehatan lembaga atau sering disebut 
turnaround strategy atau corporate recovery (lihat misalnya: 
Chowdhury, 2002; Hofer, 1986; Slater, 1974; Suwarsono, 2007). 
Sementara itu upaya yang lebih operasional bisa dilakukan melalui 
beberapa tindakan seperti: reengineering (Hammer and Champy, 
1993); business process reengineering (Davenport and Short, 1990); 
organization restructuring (Tomasko, 1992); reorganizing (Marshall 
and Yorks, 1994);` resizing (Koys et.al, 1990); rejuvenating (Stopford 
& Baden-Fuller, 1990); downsizing (Budros, 1999; Freeman, 1994) 
atau rightsizing (Ziffane and Mayo, 1994, 1995; Davison, 2002). 
Model sistem administrasi baru yang akan dibahas lebih 
menekankan pada hard factors terutama aspek sistem yang akan 
menjadi dasar penentuan strategi, struktur dan sistem yang akan 
dibangun untuk memenuhi tuntutan kebutuhan sebagai ibu kota 
baru. Aspek struktur akan dibahas didalam penentuan struktur 
lembaga pengelola Ibu Kota. Sedangkan Soft Factors akan menjadi 
pembahasan di aspek aparatur sipil negara. 
Pengembangan sistem administrasi baru akan banyak 
dipengaruhi oleh pergeseran paradigma pemerintah dan 
manajemen publik. Benington dan Hartley (2001) telah mencirikan 
tiga paradigma pemerintahan dan manajemen publik yang 
menerapkan pelayanan dan melaksanakan perubahan. Masing-
masing paradigma berisi konsepsi dan asumsi tertentu tentang sifat 
permasalahan, dan peran politisi, manajer dan struktur penduduk. 
Tiga paradigma ditunjukkan pada gambar di bawah. Dua 
paradigma yang pertama mungkin akrab dengan administrasi 

 
publik 'tradisional' dan 'New Public Management' (NPM), sementara 
paradigma ketiga didasarkan pada bukti pola pemerintahan dan 
pemberian layanan yang muncul, yang mana kita sebut 
'pemerintahan yang berpusat pada warga' (citizen-centred 
governance), atau 'pemerintahan berbasis pada jaringan' 
(Networked Government). 
Salah satu pelajaran yang paling konsisten dari proyek 
pengembangan ibu kota baru adalah kecenderungan untuk 
menghabiskan biaya yang jauh lebih besar dibandingkan  anggaran yang 
telah direncanakan. Tabel berikut memperlihatkan biaya besar yang 
dihadapi enam contoh kasus pengembangan ibu kota negara. 
ada  banyak variasi waktu yang diperlukan dalam proses 
pemindahan ibu kota baru, mulai dari 134 tahun seperti di 
Washington DC hingga hanya 12 tahun di Putrajaya Malaysia. Tabel 
berikut memperlihatkan variasi waktu yang diperlukan untuk 
menyelesaikan suatu upaya pemindahan ibu kota baru dari mulai 
break-down project hingga operasional penuh ibu kota pusat 
pemerintahan. 
 
 
 
Beberapa aspek yang mempengaruhi jangka waktu pemindahan ibu 
kota negara adalah: 
a. Dukungan dan niat politik dari para pemangku 
kepentingan, sehingga dalam beberapa kasus, 
pengembangan ibu kota baru menjadi berlarut-larut. 
b. Aspek eksternal yang mempengaruhi implementasi 
perencanaan, seperti kasus depresi ekonomi di 
Canberra dan perang sipil Amerika di Washington DC. 
c. Hambatan fisik antara lokasi ibu kota baru dengan 
pusat ekonomi eksisting. Kondisi ini terjadi di 
Washington DC., Canberra, dan Brasilia. Contoh kasus 
dengan jangka waktu yang paling singkat di Putrajaya 
terjadi karena lokasi yang berdekatan dengan 
Kualalumpur sebagai Ibu Kota lama sekaligus pusat 
ekonomi negara. 
Strategi pemindahan ibu kota dengan membangun ibu kota 
baru dapat menunjukkan keberhasilan dalam mendukung 
pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional yang lebih baik. 
Beberapa catatan dari keberhasilan perkembangan negara setelah 
pemindahan ibu kota baru antara lain terciptanya negara yang 
memiliki kekuatan sosial dan simbol kebangsaan yang kuat dalam 
jangka panjang dan mengurangi tensi konflik sosial yang terjadi 
pada beberapa kasus ketegangan kekuatan politis dan ekonomi di 
negara studi kasus. 
Di sisi lain, terjadinya kegagalan atau kurang berhasilnya 
pemindahan ibu kota baru dalam mendorong negara ke arah 
pembangunan yang lebih baik, yaitu antara lain tidak berhasil 
mengatasi masalah kepadatan penduduk akibat lemahnya 
manajemen penduduk dan lahan di wilayah yang sudah terlanjur 
berkembang; kegagalan dalam mewujudkan pemerataan 
pembangunan ekonomi di wilayah yang sebelumnya kurang 
terbangun, akibat ketergantungan ekonomi yang terlanjut 
mengakar; serta kegagalan dalam mengalihkan kecepatan 
pertumbuhan perkotaan dari wilayah ibu kota lama ke ibu kota 
baru dan wilayah sekitarnya. 
 
C.2. Perbandingan dengan Negara Lain 
Pemindahan, pembangunan, dan penataan ulang tata kelola 
Ibu Kota Negara adalah fenomena umum yang telah dilaksanakan 
oleh banyak negara. Dalam 100 tahun terakhir, tercatat lebih dari 
31 Negara sukses memindahkan Ibu Kota negaranya.Selain itu, 
tercatat lebih dari 35 negara di berbagai wilayah berbeda telah aktif 
membahas rencana untuk memindahkan Ibu Kota 
negaranya.Sejarah mencatat, pemindahan Ibu Kota Negara terjadi 
setiap 2-3 tahun terjadi. Bahkan, akhir-akhir ini berlangsung setiap 
2 tahun sekali. Berikut daftar negara yang telah sukses 

 
memindahkan Ibu Kota Negaranya dan Negara-negara yang masih 
dalam tahap pembahasan untuk memindahkan Ibu Kota.  
Motivasi negara untuk memindahkan Ibu Kota Negaranya 
sangat beragam.Namun, secara garis besar keputusan untuk 
memindahkan Ibu Kota diambil untuk mengatasi permasalahan 
politik, ekonomi, maupun budaya di negara ini .ada  
empat motivasi utama yang memicu pemindahan Ibu Kota di 
banyak negara.Berikut kumpulan motivasi beberapa Negara yang 
telah berhasil memindahkan Ibu Kota negaranya.  
 diatas menunjukan bahwa sebagian besar pemindahan 
Ibu Kota negara didasari oleh permasalahan di Ibu Kota 
sebelumnya.Permasalahan ini  dapat berupa kemacetan, 
banjir, kepadatan penduduk, dll.Motivasi lainnya yang mendasari 
pemindahan Ibu Kota adalah upaya untuk memeratakan 
pebangunan nasional, penguatan identitas bangsa, dan isu sosial 
politik/ketahanan. Secara lebih rinci, dibawah ini akan membahas 
best practice negara yang telah berhasil memindahkan Ibu Kota 
Negaranya, serta pelajaran yang dapat diambil untuk pemindahan 
Ibu Kota Negara di negara kita.  
 
BRASILIA, BRAZIL 
Overview 
Pemindahan Ibu Kota Negara ke Brasilia adalah upaya untuk 
menciptakan kebanggaan nasional masyarakat Brasil dengan cara 
membangun Ibu Kota Negara yang modern di abad 21. Konsep ibu 
kota baru di pedalaman Brasil telah dipertimbangkan pada akhir 
abad ke-18 oleh para pejuang kemerdekaan negara. Ibu kota-kota 
brazil sebelumnya terletak di pantai Atlantik di tempat konsentrasi 
kegiatan ekonomi yang berorientasi ekspor dan ditandai oleh 
dominasi Portugis. ada  beberapa hal penting dalam memulai 
project ini, salah satunya adalah keinginan untuk 
mengintegrasikan negara secara ekonomi, politik, dan 
sosial.29Pembangunan Ibu Kota Negara baru juga merupakan salah 
satu dari rencana untuk membangun interior wilayah yang 
dinamakan cerrado di wilayah Amazon untuk membangun 
interkonektivitas antar wilayah dan untuk memindahkan pusat 
gravitasi ekonomi dan politik dari wilayah pesisir ke tengah wilayah 
Brasilia.30Tujuan utama pemindahan Ibu Kota adalah untuk 
mengintegrasikan negara dalam hal ekonomi dan spolitik dan 
menciptakan pusat pertumbuhan di tengah wilayah negara.  
Ide dan realisasi. Pembangunan tahap awal Brasilia 
dilaksanakan dengan relatif cepat karena adanya desakan politik 
untuk memindahkan Ibu Kota Negara dalam satu periode 
pemerintahan Presiden (5 tahun), yang pada saat itu berada 
dibawah pemerintahan Presiden Juscelino Kubitschek. Lokasi Ibu 
Kota baru berjarak 600 mil atau 934 km sebelah barat dari Rio de 
Janeiro dengan luas: 5,814 km2 atau 581.400 Ha. Lokasi Brasilia 
dipilih karena wilayah ini  relatif aman dari bencana alam, 
tidak ada polusi, dan memiliki iklim yang cukup baik. Aspek 
perencanan kota dibuat oleh Lucio Costa, dan desain kota dibuat 
oleh arsitek bernama Oscar Niemeyer. Konsep Brasilia dibuat 
berdasar  ide modernis dari Le Corbusier tentang potensi 
transformasi sosial yang terkandung di konsep kota. Kota terencana 
harus harus menjadi blueprits bagi transformasi sosial dan katalis 
pembangunan negara.Fungsi Kota Brasilia direncanakan sebagai 
pusat administrasi pemerintahan yang inklusif dan terbuka bagi 
seluruh lapisan masyarakat. Namun, realisasi nya kota ini tidak 
dapat dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah.  
Brasilia dianggap sebagai deklarasi kemerdekaan budaya di Brazil 
yang menegaskan elemen khas Brazilia kedalam gaya arsitektur 
kota. Arsitektur di desain melengkung dan ruang terbuka yang 
menghasilkan feeling of freedom, flight, and suppleness. Ikonografi 
(ilmu tentang seni dan membuat arca) dan topografi dibuat dengan 
menegaskan dekolonisasi dan moderenitas. Master Plan kota ini 
dibuat dengan bentuk pesawat terbang yang melambangkan 
representasi Brasilia sebagai “the capital of the airplane”, Brasilia 
merupakan tempat pertama yang dibangun dengan akses Jet, hal 
ini kontras dengan Ibu Kota terdahulu yang lebih menekankan 
akses kapal laut yang merupakan Ibu Kota peninggalan. 
Pemindahan Ibu Kota adalah misi untuk menyusun dan 
menstimulasi teknologi dan inovasi. 
Banyak pengamat yang melihat bahwa permasalahan-
permasalahan di Brasilia yang ada saat awal pemindahan telah 
diselesaikan dan diperbaiki. Brasilia berhasil menyeimbangkan 
kehidupan ekonomi dan politik dan telah berhasil mencapai misi 
untuk membangun pedalaman di Negara Brazil. Pembangunan di 
cerrado telah mengubah Brazil dari negara pengimpor makanan 
menjadi salah satu negara “breadbasket” terbaik di dunia. 
Pembangunan di Brasilia juga telah meningkatkan konektivitas 
transportasi dan mendorong munculnya pusat ekonomi sekunder 
di bagian utara yang kurang berkembang. Program jalan nasional 
sukses menghubungkan Ibu Kota baru dengan Ibu Kota negara 
bagian dan pusat penduduk dan ekonomi lainnya. Pemindahan Ibu 
Kota ke Brasilia dikenal sebagai proyek yang terorganisir dengan 
sangat baik. Pembangunan kota menghadirkan semangat 
eksperimental, spontanius, dan improvisasi. 
Perkembangan Kota Brasilia saat ini terlihat dari 
pertumbuhan penduduk dan tingkat GDP per kapitanya, sebagai 
berikut: 
a. Populasi terus meningkat dari awal pemindahan. Tahun 
1960: 136.643 orang; Tahun 2000: 2.931.823 orang; 
Tahun 2019: 4.558.991 orang 
b. Brasilia menjadi kota terbesar ketiga di Brazil setelah Rio 
de Janeiro dan Sao Paulo 
c. GDP per capita tertinggi di Brazil R$ 64.653, sebagai 
perbandingan Rio de Janeiro hanya R$ 31.064 
 
Durasi Pembangunan. Periode pembangunan selama 5 tahun 
dimulai pada akhir tahun 1956 hingga tahun 1961. Tema 
pembangunan Kota Brasilia adalah Modernist City, dengan 
infrastruktur yang dibangun meliputi fungsi pemerintahan, 
perumahan, sport center, taman, botanical garden, kebun binatang, 
bioskop, teater, restoran, pusat kebudayaan, perbankan, industri 
lokal kecil. Konsep perencanaan memiliki dua sumbu utama 
berpotongan sumbu dan sumbu perumahan. Pada titik temu antar 
sumbu ada  area komersial dan pusat kebudayaan. 
Biaya. Skema Pembiayaan konstruksi awal pembangunan 
Brasilia menggunakan biaya APBN sebesar $8.1 Milyar untuk 
infrastruktur dasar dan bangunan- bangunan penunjang penting 
seperti pemerintahan dan tempat tinggal pegawai. Selanjutnya, 
pada tahap pengembangan skema pembiayaan menggunakan Land 
Value Capture dengan cara menjual tanah di Brasilia dengan tetap 
ditopang oleh APBN. 
Lesson Learned. ada  beberapa catatan penting yang 
dapat menjadi pembelajaran dari pemindahan Ibu Kota Negara di 
Brazil, antara lain: 
• Ruang terbuka hijauyang luas dapat menjadi acuan pembangunan 
IKN baru. Lebih dari 50% wilayah Brasilia merupakan ruang 
terbuka hijau meliputi: Park, Green Spaces, Zoo, Botanical Garden, 
dan Sport Complex. Proporsi ruang Terbuka Hijau yang besar serta 
konsep pengembangan kota yang hijau, ramah lingkungan dan 
berkelanjutan penting mengingat pembangunan Brasilia di wilayah 
hutan Amazon yang menjadi paru-paru dunia. 
• Perlunya perencanaan yang matang terkait infrastruktur, dan 
intergrasinya terhadap konsep pembangunan yang diharapkan. 
Jarak antar zona peruntukan di Brasilia terlalu jauh, dan desain 
kota berfokus pada kendaraan pribadi sehingga tidak ramah 
terhadap pejalan kaki. 
• Pembangunan Ibu Kota baru tidak boleh meremehkan risiko politik 
– pemindahan Ibu Kota memerlukan  kepastian hukum untuk 
meminimalisir risiko politik kedepannya. 
• Proses pembangunan awal relatif singkat selama 5 tahun (1956- 
1961), menjadikan Brasilia sebagai katalis pertumbuhan ekonomi.  
• Pentingnya investasi di infrastruktur nasional – infrastruktur dapat 
memberikan dampak positif terhadap pemerataan pembangunan 
dan mempercepat arus ekonomi. 
 
Landmark Kota Brasilia 
 
CANBERRA, AUSTRALIA 
Overview 
Keputusan untuk memindahkan Ibu Kota di Australia dibuat 
pada tahun 1908.Tantangan saat itu adalah bagaimana mencari 
lokasi yang yang bersifat netral dan tidak memberikan special 
privilege terhadap daerah manapun. Pada saat itu, keputusan yang 
diambil adalah memindahkan Ibu Kota ke lokasi yang berjarak 
sama ke kedua kota terbesar di Australia yaitu Sydney dan 
Melbourne. Pembangunan Ibu Kota yang baru dimulai pada tahun 
1913, namun sempat ditunda karena perang dunia I dan masalah 
keuangan di Australia. 
Desain Ibu Kota dikompetisikan secara internasional pada 
tahun 1911 dan menghasilkan 137 skema yang diajukan.Desain 
yangmemenangkan kompetisi saat itu adalah desain Walter Burley 
Griffin dariyang berasal dari Amerika.Desain Griffin menggunakan 
bentuk segitiga sebagai struktur kunci desain perkotaan. Segitiga 
parliamenter dibentuk dengan tiga poros yang membentuk 
segitiga.Kota ini dibangun di tiga bukit yang membentuk struktur 
kunci dari rencana arsitektur perkotaannya. Gedung pemerintahan 
terletak di sekitar danau buatan, dan pemukiman memiliki area 
terbuka yang luas.Konsep garden-city dipilih untuk 
diimplementasikan di Canberra sehingga masyarakat Australia 
menyebut Ibu Kota baru sebagai “the bush capital”. 
Nama dan lokasi yang dipilih mempunyai arti khusus.Lokasi 
Canberra mengutamakan keserasian lansekap, topografi, dan 
keindahan alam.Nama Canberra diserap dari  lokal “Kambera” yang 
memiliki arti “tempat berkumpul (the meeting place)”. Pada zaman 
dahulu, lokasi ini merupakan tempat berkumpul orang aborigin 
dari berbagai suku untuk pertemuan seremonial. Banyak nama 
jalan di Canberra diambil dari Aborigin, dan Museum Nasional 
Australia memamerkan koleksi artefak kebudayaan Aborigin. 
Lokasi Canberra berada di wilayah inland 280 Km selatan barat 
daya Sydney dengan luas 814 km2. Konstruksi Canberra dimulai 
pada tahun 1911 dan memerlukan  waktu pembangunan selama 
50 tahun sampai benar-benar selesai. 
 
Durasi Pembangunan 
Pembangunan Infrastruktur Dasar 
• 1920 – 1930: Jalan dan sewerage dibangun, penanaman 
pohon dimulai, dan - 59 - Parlemen dibangun. Pertokoan, 
kantor, hotel, dan perumahan diselesaikan untuk 1,100 
orang pegawai.  
• 1927: - 59 - legislatif pindah ke Canberra.  
• 1935 – 1945: Pembangunan terhambat akibat great 
depression dan WWII 
 
Percepatan Pembangunan dan perkembangan daerah satelit 
melalui Y Plan  
• 1960an: Canberra tumbuh cepat sesuai pemindahan fungsi 
pemerintahan dan permukiman baru.  
• 1962: pertumbuhan kota satelit Woden Weston Creek 
berjarak 12 km dari pusat perkantoran.  
• 1967: Y Plan menjadi dasar perkembangan kota satelit 
sebagai kota, namun tetap terhubung melalui sistem 
transportasi yang komprehensiE.  
• 1971: Kebijakan pemilikan lahan untuk dikuasai pemerintah 
memicu  pemerintah membayar ganti rugi sebesar 
USD 1,8 miliar kepada swasta.  
 
Kemandirian kota dan Perkembangan Kapital pada era 100 
tahun Canberra. 1989: Struktur baru pemerintah, melibatkan dua 
tingkat sistem perencanaan yaitu Australian Capital Territory (ACT) 
dan  pusat yang bertanggung jawab untuk - 60 - strategis untuk 
pemerintahan pusat.  
 
Biaya. Tabel dibawah ini merupakan estimasi biaya konstruksi dan 
pengambilalihan lahan dari periode 1954 sampai 1987. Estimasi ini 
tidak termasuk kategori lain seperti gaji National Capital 
Development Commision (NCDC) atau yang sekarang disebut 
National Capital Authority (NCA), subsidi bagi penduduk Canberra, 
atau pengeluaran lain dari periode 1911 sampai 1953. 
 



 
• Waktu implementasi yang panjang rentan terhadap risiko 
internal 
• dan eksternal. Proses konstruksi infrastruktur dasar 
terhambat oleh proses politik dan birokrasi serta faktor 
sosial-ekonomi secara eksternal (Great Depression dan WWII). 
• Penguasaan lahan oleh pemerintah memudahkan koordinasi 
rencana dan pembangunan pada tahap selanjutnya. 
• Pentingnya membentuk Badan Otorita. Tahapan akhir 
pembangunan Canberra berhasil setelah dikelola oleh Komisi 
independenNational Capital Development Commission 
(NCDP) untuk mengelola perencanaan, pengembangan, dan 
konstruksi mampu mempercepat proses pembangunan 
dengan tetap berpedoman pada “Y Plan” 
• Perencanaan konsep Garden City di Canberra dapat menjadi 
contoh konsep pembangunan IKN dengan konsep forest city 
dengan mengintegrasikan bentang alam yang terdiri dari 
kawasan berbukit dan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan 
struktur topografi. 
 

 
WASHINGTON DC, USA 
 Overview. Pemindahan Ibu Kota ke Washington.D.C., adalah 
produk dari kompromi politik sebagai solusi untuk mendapatkan 
tempat permanen bagi Pemerintah Federal AS. Sebagai bagian dari 
kebijakan keuangan pada era Hamilton (Sekertaris 
pembendaharaan pertama AS era Presiden George Washington), 
Kongres mendukung Bank Amerika Serikat untuk bertempat di 
Philadelphia, dan sebagai gantinya, the special District of Columbia 
diberikan ke Kongres (Pemerintah) untuk dibangun pusat 
pemerintahan di sekitar Sungai Potomac. Kebijakan Hamilton 
mendorong konsolidasi kekuatan ekonomi di tangan para, investor, 
dan pedagang yang mendominasi di timur laut perkotaan, Ibu Kota 
sebagai kekuatan politik harus berada di wilayah pertanian yang 
lebih ke selatan dan terpisah dari para elit ekonomi. 
Ide dan realisasi. Setelah lokasi untuk Ibu Kota seluas 177 
km2 dipilih pada 1790, Presiden Washington menunjuk Pierre 
Charles L’enfant, seorang insinyur Prancis dan mantan perwira 
 
Angkatan Darat Kontinental untuk merancang dan merencanakan 
Ibu Kota baru. Konsep Master Plan yang dibuat saat itu adalah 
magnificent city, worthy of the nation, free of its colonial origins, and 
bold in its assertion of a new identity. Rencana besarnya adalah 
untuk memberi pride pada Capitol yang akan dibangun di sebuah 
bukit yang menghadap dataran datar di sekitar Potomac. Sebuah 
National Mall yang menghubungkan legislatif ke sungai dan akan 
dibatasi oleh berbagai bangunan megah. Diluar wilayah dirancang 
sejumlah jalan luas yang salah satunya akan terhubung dengan 
rumah presiden. Banyak dari visi besar L’Enfant diabaikan selama 
abad ke-19, tetapi mulai tahun 1922 desain nya mulai 
diimplementasikan.  
Durasi Pembangunan. Pembangunan Ibu Kota baru 
memerlukan  waktu dan proses yang cukup lama untuk menjadi 
kota yang sukses dan mandiri. Desain DC dirancang pada tahun 
1791, namun baru diimplementasikan pada tahun 1922. Pada 
tahap awal pemindahan, DC sangat bergantung pada dana dari 
pemerintah federal selama 40 tahun, terlebih pembangunan DC 
sempat terhambat karena adanya perang tahun 1812 dan 
kebakaran the White House, the Capitol Building, dan the Library 
of Congress pada tahun 1814. Masalah sosial juga timbul dari 
banyaknya budak dan meningkatnya angka populasi pada tahun 
1960an. Tahun 1872 pemerintah distrik bangkrut sesaat setelah 
runtuhnya Jay Cooke and Company (Perusahaan induk Bank 
nasional pertama di New York dan pemegang 100% obligasi untuk 
pekerjaan umum). Namun, setelah lebih dari 200 tahun 
pembangunan, DC mulai menjadi pusat pemerintahan dengan GDP 
yang tinggi dan populasi penduduk yang terus meningkat 
Biaya. Untuk mengestimasi biaya pembangunan Ibu Kota 
baru di AS cukup sulit karena: 

 
 
a. Saat awal kemerdekaan AS posisi pemerintah negara bagian 
lebih kuat dari pemerintah federal, dan negara-negara bagian 
masih mengeluarkan mata uang sendiri. 
b. Tanah yang dipakai  diberikan oleh negara bagian 
Maryland dan Virginia ke pemerintah federal tanpa biaya. 
c.  Tenaga kerja untuk awal pembangunan dilakukan oleh 
budak. Diperkirakan biaya pembangunan Ibu Kota pada 
tahap awal adalah 3 kali lipat dari Anggaran Pemerintah 
Federal selama lebih dari 10 tahun pertama. 
 
Lesson Learned. Pembangunan Ibu Kota negara baru 
membutuhan waktu puluhan bahkan ratusan tahun, untuk 
menjadi mandiri. Washington memerlukan  waktu 60 tahun 
untuk menjadi pusat populasi yang berkembang, dan hingga saat 
ini masih berusaha untuk menghasilkan sumber pendapatan 
secara mandiri.  
Pusat administrasi yang megah dan monumental 
memerlukan  investasi secara bertahap. Rencana awal 
pembangunan taman, dan  di Washington belum rampung hingga 
lebih dari 100 tahun, hingga diperlukan alokasi dana yang cukup 
besar dari Kongres. 
 
 
 

 
 
SEJONG, KOREA SELATAN 
 Overview. Pemerintah Korea Selatan menetapkan Sejong 
sebagai Ibu Kota Negara pada tahun 2005 melalui Undang-undang 
khusus.Pemindahan Ibu Kota Negara ini bertujuan untuk 
merelokasi 2/3 instansi pemerintah dari Seoul.Kota Sejong berada 
120 Km dari Seoul yang merupakan pusat perekonomian.Letaknya 
yang berada di tengah wilayah Korea Selatan menjadikan Sejong 
dipilih sebagai Ibu Kota untuk melaksanakan pemerataan 
pembangunan dan mengurangi beban Seoul. 
Kota Sejong dibangun sebagai pusat pemerintahan Korea 
Selatan dan juga sebagai pusat riset dan high-tech industri. 
Konstruksi pembangunan Kota Sejong dilakukan mulai tahun 2007 
hingga pada tahun 2017, dalam kurun waktu 10 tahun ini  
telah terbangun 40 instansi pemerintahan dan 15 lembaga 
penelitian. 
- 67 - 
 
 
Rencana pembangunan Sejong mengedepankan 
pengalokasian ruang terbuka hijau hingga seluas 50% dari total 
luas area. Perwujudan konsep green city ini juga dilakukan dengan 
pengurangan penggunaan kendaraan pribadi dan memperbanyak 
penggunaan transportasi publik. Hal ini  juga didorong oleh 
Penanaman 40 juta pohon serta pembangunan jalur sepeda 
sepanjang 350 Km. Desain Kota Sejong berbasis pada 
pengembangan transportasi publik dan pedestrian dimaksudkan 
untuk mengakomodasi kebutuhan publik. Pengembangan 
transportasi publik ini  menjadikan Kota Sejong menjadi pusat 
sistem transportasi nasional yang terhubung dengan kota-kota 
besar lainnya dalam waktu yang relatif singkat.  
Durasi Pembangunan. Untuk mengelola pembangunan dan 
pengembangan Kota Sejong, pemerintah membentuk Multi-
Functional Administrative City Construction Agency 
(MACCA).Badan ini  memiliki wewenang untuk implementasi, 
perizinan, perencanaan, dan konstruksi pada area pusat Kota 
Sejong.Target pembangunan Kota Sejong bertujuan untuk 
mencapai jumlah penduduk hingga setengah juta penduduk dalam 
rentang waktu kurang dari 25 tahun.Pada tahun 2016, populasi 
Kota Sejong sudah mencapai 250.000 jiwa dan pemindahan - 67 - 
pemerintah hampir selesai.45Berikut merupakan alur perencanaan 
dan pembangunan Kota Sejong. 
 
Biaya. Perkiraan biaya pembangunan awal pada tahun 2005 
sekitar $8 miliar namun pengembangan secara menyeluruh Kota 
Sejong saat ini diperkirakan akan menelan biaya pemerintah 
sebesar $22 miliar selama 30 tahun. Pembebasan lahan untuk kota 
baru dilakukan melalui proses partisipasi publik yang melibatkan 
pemilik tanah yang ada di pedesaan tempat Sejong akan dibangun. 
Pemilik tanah bersedia untuk bernegosiasi, karena telah 
mendukung rencana pengembangan kota baru sejak awal. 
 
Lesson Learned 
• Pentingnya kesepakatan politik dari berbagai pihak. Pada 
awal perencanaan, Sejong perlu mengkompromikan berbagai 
hal dalam menghadapi oposisi politik. Perdebatan terus 
berlanjut terkait bagaimana tentang mengatasi 
ketidakefisienan pemerintahan yang terpisah antara Seoul 
dan Sejong. 
• Perekonomian kota memerlukan  waktu puluhan tahun 
untuk berkembang secara keseluruhan. Jarak yang terlalu 
dekat membuat Sejong lebih lama untuk berkemban karena 
sebagian besar penduduk Kota Sejong masih sering 
menggunakan waktu malam hari dan akhir pekan di Seoul 
dengan adanya fasilitas commuter line. Hal ini menjadi 
“pekerjaan rumah” bagi pemerintah untuk membuat kota 
Sejong lebih hidup. 
• Pembangunan Ibu Kota baru memerlukan  komitmen dalam 
perencanaan dan penganggaran jangka. Sejong akan menelan 
biaya sebesar $22 miliar dalam jangka waktu 30 tahun 
pembangunan. Hal ini  merupakan jumlah yang jauh 
lebih besar dari perkiraan semula sehingga memerlukan  
komitmen yang serius agar proyek ini dapat diselesaikan 
dengan baik. 
 
Putrajaya memerlukan  waktu 12 tahun dari saat penetapan 
pemindahan Ibu Kota sampai dengan tahap pemindahan 
pemerintahan. Setelah lebih dari 20 tahun pembangunan, 
penduduk Putrajaya hanya berjumlah 85.000 masih relatif kecil 
dari populasi yang direncanakan. Selain itu, kegiatan ekonomi di 
luar jam kerja sangat kecil, hal itu menunjukkan bahwa Putrajaya 
mungkin akan memerlukan  waktu puluhan tahun untuk mandiri 
secara fiskal. 
Ide dan realisasi. Kebutuhan akan pusat administrasi baru 
di Malaysia muncul karena permasalahan kemacetan dan banjir di 
Kuala Lumpur.47 Gagasan mendirikan pusat administrasi federal 
di luar Kuala Lumpur dimulai pada akhir 1980-an dan diwujudkan 
pada tahun 1993 dengan keputusan resmi untuk memindahkan 
pusat administrasi Pemerintah. Pada Juni 1999, kantor Perdana 
Menteri dipindahkan ke Putrajaya. Pada tanggal 1 Februari 2001, 
Putrajaya dinyatakan sebagai Wilayah Federal dan Putrajaya 
Corporation didirikan sebagai Otoritas Lokal yang bertugas 
mengelola kotapraja. 
Biaya. Total biaya konstruksi Putrajaya diperkirakan sekitar 
$8 miliar, sebagian besar didanai dari anggaran publik. Sebagian 
biaya pengembangan diimbangi dengan penjualan beberapa  
pemerintah di Kuala Lumpur, namun sebagian besar  pemerintah 
di Kuala Lumpur dipertahankan oleh Pemerintah. 
Setelah lebih dari 20 tahun pembangunan, penduduk 
Putrajaya hanya berjumlah 85.000, masih relatif kecil dari populasi 
yang direncanakan. Tingkat pertumbuhan saat ini terus 
berkembang dari 12.240 orang pada tahun 2000 menjadi 90.000 
orang pada tahun 2019, diperkirakan akan memakan waktu lebih 
dari 80 tahun untuk mencapai target 330.000 penduduk. Rencana 
penggunaan lahan didominasi “penggunaan tunggal” dengan ruang 
terbuka yang luas dan plaza-plaza monumental yang membatasi 
nuansa urban area ini .Selain itu, aksesibilitas masih menjadi 
- 72 - 
 
 
masalah karena transportasi umum tidak sepenuhnya 
diintegrasikan ke dalam konsep perencanaan awal dan rencana 
induk awal memerlukan  revisi signifikan untuk 
memperhitungkan topografi lokal dengan lebih baik. 
 
Lesson Learned 
• Master Plan Putrajaya menegaskan konsep “Intellegent City” 
dan “City-in-a-Garden” yang mengintegrasikan sistem taman, 
aliran air, wetland, hutan, dan ruang terbuka. Konsep ini 
dapat dijadkan contoh untuk pembangunan Ibu Kota Negara 
baru di negara kita yang akan menggunakan konsep “forest 
city”. 
• Pembangunan Ibu Kota baru memerlukan  komitmen dalam 
perencanaan dan penganggaran jangka - 72 -. Aktivitas 
ekonomi diluar jam kerja di Putrajaya sangat kecil dan 
mungkin akan memerlukan  waktu yang lama bagi 
Putrajaya untuk dapat mencukupi kebutuhan secara 
ekonominya. 
• Konektivitas adalah aspek penting namum tidak cukup untuk 
menjadikan sebuat kota menjadi sukses. Putrajaya 
terkoneksi dengan baik dengan pusat ekonomi dan 
transportasi, namun masih sulit untuk menaikan populasi 
penduduk. 
• Pembangunan di wilayah yang masih kosong tanpa penduduk 
dan di lahan yang dimiliki oleh pemilik tunggal memperkecil 
risiko sosial dan politik. Lahan Putrajaya dibeli pemerintah 
dengan transaksi tunggal dengan perusahaan perkebunan. 
Hal ini menghindari masalah penolakan dari masyarakat 
lokal dan kebutuhan transmigrasi masyarakat lokal. 
 
 
- 73 - 
 
 
Landmark Kota Putrajaya 
 
 
 
 
 
 
 
 
- 74 - 
 
 
ISLAMABAD, PAKISTAN 
Overview 
Pemindahan Islamabad sebagai Ibu Kota dikarenakan adanya 
permasalahan terkait rendahnya pelayanan infrastruktur dan 
overpopulasi pada Ibu Kota sebelumnya. Islamabad terletak di 
central Pakistan yang berada di dataran tinggi serta dilalui jalur 
utama Asia.Berdiri sejak 1960 Islamabad dimaksudkan juga 
menjadi penguat identitas bangsa yang erat kaitannya dengan 
Islam.Kota ini menjadi pusat politik Pakistan yang dikelola oleh 
Korporasi Metropolitan Islamabad, yang didukung oleh Capital 
Development Authority (CDA). 
Ide dan realisasi. Pusat administrasi pemerintahan di Kota 
Islamabad mengedepankan konsep pengembangan modern dan 
clean city. Penentuan lokasi Islamabad dipengaruhi diantaranya 
sebagai Ibu Kota banyak transportasi, komunikasi, pertahanan, 
ekonomi, masyarakat, fasilitas, dll. Masyarakat yang menempati 
kota Islamabad merupakan kombinasi dari pegawai pemerintah dan 
masyarakat pada umumnya sehingga terlihat adanya variasi dalam 
hal pendapatan. Maka perlu adanya secara bertahap, baik untuk 
membantu masyarakat berpenghasilan rendah agar memiliki 
kompentensi maupun memastikan kenyamanan bagi masyarakat 
kelas atas. 
Islamabad telah direncanakan untuk menampung populasi 
sekitar 2.500.000 jiwa dalam periode dua generasi, sehingga 
diketahui bahwa populasi kota metropolitas Pakistan sebanyak 
tahun 1960: 45.408 orang; tahun 2000: 568.689 orang; tahun 
2019: 1.095.064 orang Sampai dengan tahun 1980-an Islambad 
didominasi oleh pusat administrasi, kemudian berkembang menjadi 
pusat bisnis dan perdagangan, menarik tenaga kerja dari Karachi, 
Lahore dan Quetta. Aglomerasi Islamabad- Rawalpindi menjadi kota 
nomor 3 terbesar di Pakistan (PDB per kapita tertinggi). Islamabad 
- 75 - 
 
 
telah menarik orang-orang dari seluruh Pakistan, menjadikannya 
salah satu kota Pakistan yang paling dan urban. 
Sampai dengan tahun 1980-an Islambad didominasi oleh 
pusat administrasi, kemudian berkembang menjadi pusat bisnis 
dan perdagangan, menarik tenaga kerja dari Karachi, Lahore dan 
Quetta. Aglomerasi Islamabad- Rawalpindi menjadi kota nomor 3 
terbesar di Pakistan (PDB per kapita tertinggi). Islamabad telah 
menarik orang-orang dari seluruh Pakistan, menjadikannya salah 
satu kota Pakistan yang paling dan urban. 
Kota Islambad terletak berdekatan dengan Kota Rawalpindi 
yang menawarkan Islamabad bantuan yang cukup besar dalam 
fasilitas dan kebutuhan perumahan diawal pemindahan. Bandara 
Chaklala di Rawalpindi akan membantu transportasi udara, 
bendungan Rawalpindi akan mengamankan pasokan air, koneksi 
kereta api dan jalan raya yang ada akan melayani kebutuhan 
komunikasi. Semua ini akan berkontribusi terhadap menghindari 
investasi besar selama fase pertama pengembangan Islamabad. 
Kedua kota ini  saling melayani dengan cara yang saling 
melengkapi. Islamabad akan menjadi Ibu Kota negara dan akan 
melayani terutama fungsi narative dan budaya. Rawalpindi akan 
tetap menjadi pusat regional yang melayani industri dan fungsi 
komersial. 
 
Biaya. Pembangunan Islamabad sebagai Ibu Kota baru Pakistan 
menggunakan dana dari APBN dan bantuan dari luar negeri. Biaya 
ini  mengakomodasi Master plan pada Islamabad yang 
menjadikan Ibu Kota ini memiliki fleksibilitas untuk berkembang 
secara dinamis di masa depan. 
 
Lesson Learned 
• Pentingnya memperhatikan kondisi sosial, budaya dan 
ekonomi masyarakat yang akan tinggal di Ibu Kota baru. 
- 76 - 
 
 
Islamabad direncanakan akan dihuni oleh masyarakat yang 
bervariasi kondisi pendapatannya sehingga perlu 
diakomodasi kebutuhannya agar tidak menimbulkan konflik. 
• Daya serta jumlah populasi yang akan menghuni Ibu Kota 
perlu direncanakan secara matang. Islamabad merencanakan 
akan menampung 2.500.000 jiwa, dan pada masa awal 
pembangunan telah dihuni oleh hampir dari setengah jumlah 
masyarakat yang diperkirakan. 
• Penempatan lokasi sebaiknya tidak jauh dari kota eksisting 
yang sudah berkembang. Islamabad yang terletak dekat Kota 
Rawalpindi menjadikan Islamabad dapat dilayani dengan 
berbagai infrastruktur yang telah tersedia. 
 
Landmark Kota Islamabad 
 
 
- 77 - 
 
 
 
 
 
 
ASTANA, KAZAKHSTAN 
Overview 
Terpisahnya Negara Kazakhstan dengan Union of Soviet 
Socialist Republics (USSR) membuat Presiden Nursultan pada 
tahun 1997 memutuskan Ibu Kota Kazakhstan di pindah dari 
- 78 - 
 
 
Almaty ke Astana. Astana berkembang dengan jumlah penduduk 
eksisting 380.000 jiwa.51 Pada tahun 2019 Kazakh parliament 
memberi nama Ibu Kota Baru dari Astana menjadi ”Nursultan” 
untuk menghormati jasa Presiden. 
Ide dan realisasi. Pemindahan Ibu Kota di Kazakhstan 
memiliki beberapa tujuan, yaitu, untuk memilih lokasi ”Center of 
the Eurasian Continent” sebagai representasi kebijakan luar negeri 
yang berorientasi multivektor, Ibu Kota baru sebagai  citra negara 
serta meningkatkan kesatuan nasional. Untuk mewujudkan tujuan 
ini , arsitektur bangunan di desain untuk 
mengharmonisasikan budaya timur dan barat dalam 
mengembangkan aspek kota dan lingkungan kota, arah 
pengembangan kota Astana mengedepankan inovasi, a trip to the 
spiritual realm, mengembangkan konsep harmoni dan sustainability 
diantara alam, lingkungan kota, manusia dan teknologi. 
Durasi Pembangunan. Penyusunan master plan Astana dibuat 
dalam waktu 3 tahun dari tahun 1997 sampai tahun 
2000.Penyusunan master plan dikompetisikan secara internasional 
dan mengundang arsitek dari Eropa, Asia dan Australia.Periode 
pembangunan Astana didesain sebagai rencana pembangunan 
jangka selama 30 tahun.Tahapan pembangunan dibagi menjadi 4 
fase dari tahun 2000 sampai 2030. Berikut timeline pembangunan 
Ibu Kota baru Kazakhstan: 
 
- 79 - 
 
 
 
 
Biaya. ada  tiga sumber pendanaan pembangunan Ibu 
Kota baru, yaitu dari investasi pemerintah sebesar USD 4.560 Juta 
atau sekitar (50,7%), Swasta sebesar USD 2.970 jt (33%), dan 
investasi asing sebesar USD 1.470 Jt (16,3%). Pemerintah 
memfokuskan dana ini  untuk fasilitas publik dan 
infrastruktur dasar yang berbasis non-profit, sedangkan swasta dan 
investasi asing lebih mengarah pada pembangunan yang bersifat 
profit seeking seperti pusat perbelanjaan, bangunan kantor 
komersial, dll. Berikut tabel skema pembiayaan pembangunan 
Astana secara lebih detail. 
- 80 - 
 
 
 
 
Lesson Learned 
• Pembangunan Ibu Kota baru memerlukan  komitmen dalam 
perencanaan dan penganggaran jangka - 80 -. Pembangunan 
Astana memerlukan  komitmen dan kepastian politik 
karena rencana pembangunan Astana merupakan rencana 
pembangunan jangka selama 30 tahun 2000-2030 
• Skema pembiayaan pembangunan melibatkan swasta dan 
investasi. Sumber pendanaan pembangunan mengunakan 
investasi pemerintah sebesar USD 4.560 Juta atau sekitar 
(50,7%), Swasta sebesar USD 2.970 jt (33%), dan investasi 
asing sebesar USD 1.470 Jt (16,3%).  
 
Landmark Kota Astana 
- 81 - 
 
 
 
 
 
- 82 - 
 
 
 
 
 
 
 
 
- 83 - 
 
 
D. Kajian Terhadap Implikasi terhadap Sistem Baru yang 
akan diatur dalam RUU Terhadap Aspek Beban Keuangan 
Negara dan Kemanfaatan Negara  
Perkiraan kebutuhan investasi pemindahan Ibu Kota Negara 
didasari atas konsep kota baru yang 7 mempertimbangkan bahwa : 
(a) ibu kota negara adalah kota baru yang berkelanjutan 
(sustainable) yang berciri smart, green, memiliki identitas bangsa 
dan kebhinekaan; (b) Ibu Kota negara merupakan kota baru yang 
modern dan bertaraf internasional; serta (c) Ibu Kota negara dengan 
pusat pemerintahan yang mencerminkan birokrasi dan sumber 
daya manusia pemerintahan atau sipil nasional (ASN) yang ideal. 
Ciri utama smart city antara lain adalah transportasi antar 
moda terintegrasi dengan baik (smart mobility), tata bangunan 
terencana secara efisien dan efektif (smart building), yang didukung 
dengan teknologi informasi dan komunikasi dengan kecepatan 
tinggi. Pembangunan kota yang bercirikan green city adalah 
pembangunan kota yang mengedepankan unsur-unsur hijau, 
sekaligus mempunyai kemampuan dalam adaptasi dan mitigasi 
terhadap bencana, yang bertujuan untuk menciptakan 
keseimbangan lingkungan serta kenyamanan warga yang 
menghuninya. Sementara itu, Kota bertaraf internasional harus 
didukung dengan ketersediaan fasilitas dan pelayanan kota yang 
setara dengan fasilitas dan pelayanan kota di kota-kota besar di 
dunia. 
Adapun Ibu Kota baru dengan pusat pemerintahan yang 
ideal, dicirikan dengan adanya simplifikasi proses bisnis, efisiensi 
dan efektivitas kerja, serta value ASN perlu diterapkan, sehingga 
kualitas pelayanan publik dapat lebih meningkat. Pelayanan dan 
pengelolaan kota sebagai pusat pengelolaan Ibu Kota negara harus 
dapat mencerminkan pelayanan berkelas internasional yang efisien 
dan berorientasi smart governance. 
 
- 84 - 
 
 
D.1. Perkiraan Jumlah Penduduk 
Jumlah penduduk menentukan biaya yang muncul yang 
dibutuhkan dan berpotensi menjadi beban keuangan negara dan 
daerah (IKN baru) dalam penataan ruang, pembangunan 
infrastruktur, dan biaya pelayanan publik. Dalam mewujudkan 
lingkungan ibu kota negara (IKN) ini , tata ruang kota perlu 
dirancang secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Memperhatikan 
hal ini , maka perlu diperhatikan : (1) unsur-unsur yang 
direncanakan di lokasi Ibu Kota baru, dan (2) besaran Ibu Kota baru 
yang akan dirancang. Mengingat lokasi baru Ibu Kota negara akan 
menjadi pusat pemerintahan (eksekutif), maka unsur-unsur yang 
direncanakan di Ibu Kota baru adalah: (a) Fungsi eksekutif, serta 
fungsi-fungsi yang melekat pada fungsi pusat pemerintahan, yaitu 
fungsi legislatif (MPR, DPR, dan DPD), fungsi yudikatif (Mahkamah 
Agung dan Komisi Yudisial), serta perwakilan kedutaan negara-
negara; (b) Fungsi keamanan dan pertahanan sebuah Ibu Kota 
negara; (c) Anggota keluarga dari fungsi eksekutif, legislatif, 
yudikatif, serta keamanan dan pertahanan negara; serta (d) Ibu 
Kota baru diperkirakan akan menumbuhkan kegiatan 
ekonomi/bisnis penunjang fungsi pemerintahan, sehingga 
diprediksi akan hadir pelaku ekonomi ke dalam lokasi Ibu Kota 
baru.  
Selanjutnya, perlu dipersiapkan skenario besaran kota yang 
akan dibangun sebagai Ibu Kota negara baru. Skenario pertama, 
adalah dengan asumsi bahwa seluruh ASN dipindahkan tanpa 
dilakukan right sizing jumlah ASN. Dengan demikian Ibu Kota baru 
dirancang menjadi sebuah metropolitan baru. Total ASN 
dipindahkan sejumlah 195.550 jiwa, dan total jumlah penduduk 
yang dipindahkan adalah sejumlah 1.500.000 jiwa (- 84 -cenario I 
pada tabel 7.1). Skenario ke dua, adalah dengan asumsi ASN 
dipindahkan dengan skema right sizing, kondisi ideal yang 
diharapkan dalam pengelolaan Ibu Kota negara yang modern dan 
- 85 - 
 
 
efisien. Dengan demikian Ibu Kota negara dirancang untuk tidak 
terlalu padat dan menjadi kota besar. Total ASN dipindahkan 
menjadi sebesar 137.170 jiwa, dan jumlah bangkitan penduduk 
pada lokasi baru IKN adalah sebesar 870.000 jiwa. Skenario II pada 
tabel 7.1.  
 
 
 
Skenario ke II, merupakan skenario yang memungkinkan untuk 
dilaksanakan. Jumlah ini  tidak terlalu berbeda dengan 
jumlah penduduk di ibu kota negara lain, seperti Putrajaya, Sejong 
dan Brasilia. Putrajaya direncanakan akan dihuni oleh sebanyak 
330.000 jiwa penduduk. Sejong dan Brasilia direncanakan dihuni 
sebanyak 500.000 jiwa penduduk (World Bank, 2017).  
 
D.2. Perkiraan Kebutuhan Ruang 
Kebtuhan ruang dapat menjadi ukuran beban keuangan 
negara dan daerah. Secara umum, ada  lima komponen utama 
dalam fungsi tata ruang dcenari baru IKN. Kelima komponen 
ini  meliputi pemerintahan, ekonomi, permukiman, sirkulasi 
dan infrastruktur, serta ruang terbuka hijau. Sebagai Ibu Kota baru 
yang berkelanjutan dengan nilai-nilai smart dan green, serta efisien 
dalam pengelolaannya, maka perlu seefisien mungkin dalam 
memanfaatkan luasan lahan. Untuk itu, konsep yang diusulkan 
adalah pembangunan perkantoran dan residensial. 
Perancangan porsi setiap fungsi dilakukan sebagai berikut.  
- 86 - 
 
 
1. Fungsi permukiman memerlukan  porsi sebesar 40% dari 
total luas lahan. Porsi ini  mengacu pada pengalaman 
pengembangan kota-kota besar di negara kita, dimana rata-
rata persentase luasan permukiman adalah sebesar 45.3% 
dari total luas wilayah2. Pembangunan permukiman 
dirancang secara (residensial non pimpinan kementerian) 
maka porsi luasan permukiman dirancang sebesar 40% dari 
total luasan lahan.  
2. Sesuai dengan standar Kementerian PUPR, fungsi sirkulasi 
dan infrastruktur mendapat porsi 20% dari total luas lahan. 
Secara rinci porsi ini  diperlukan untuk infrastruktur 
jalan sebesar 12%, sirkulasi air sebesar 6%, dan kebutuhan 
sirkulasi lainnya sebesar 2%3.  
3. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 26 Tahun 
2007 tentang Penataan Ruang, fungsi ruang terbuka hijau 
(RTH) publik diporsikan minimal sebesar 20% dari total 
lahan. Ketentuan proporsi RTH publik ini  ditujukan 
untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, sistem 
hidrologi, dan sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan 
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, 
sekaligus untuk meningkatkan nilai estetika kota.  
4. Selanjutnya, fungsi pemerintahan memerlukan  porsi 
sebesar 5% dari total luasan lahan. Fungsi ini  
mencakup perkantoran eksekutif, legislatif, dan yudikatif.  
5. Fungsi ekonomi memerlukan  porsi sebesar 15% dari total 
luas lahan. Luasan ini  untuk memberikan ruang bagi 
para pelaku ekonomi/bisnis untuk mendukung pelayanan 
perekonomian Ibu Kota baru.  
 
berdasar  perhitungan jumlah pegawai pemerintahan ideal 
untuk membangun Ibu Kota negara yang baru diperoleh kebutuhan 
ruang untuk residensial (menempati porsi fungsi permukiman), 
- 87 - 
 
 
sarana dan prasarana pengolahan air minum, air limbah, listrik, 
transportasi, pasar dan lainnya. Gambaran kebutuhan ruang yang 
ideal akan sebesar 40.000 Ha pada Skenario I dan 30.000 Ha 
diilustrasikan pada kolom Skenario II  
 
 
 
Kebutuhan ruang secara ideal ini  cukup memadai untuk 
pertimbangan investasi. Pengembangan pembangunan perumahan 
suatu kota baru yang dilakukan oleh swasta pada umumnya tidak 
lebih dari 3.000 Ha. Dengan luasan 30.000 Ha akan memberikan 
peluang bisnis bagi pengembang untuk turut berinvestasi baik 
dalam residensial maupun perkantoran. Dibandingkan dengan 
Skenario I, dimana diasumsikan birokrasi ASN masih beroperasi 
seperti kondisi yang ada, maka Skenario II diperkirakan lebih efektif 
untuk investasi pada luasan 30.000 Ha.  
 
berdasar  kebutuhan fungsi ruang yang telah diuraikan 
sebelumnya maka rancangan zonasi kawasan Ibu Kota Negara di 
bagi menjadi 4 zona kawasan. Pembagian zona kawasan ini  
berdasar  fungsi kawasan dengan peruntukan luas yang 
berbeda. Setiap zona kawasan memiliki prioritas pembangunan 
yang akan di mulai dari zona inti Ibu Kota Negara sampai zona 
perluasan Ibu Kota Negara yang akan terus dikembangan sesuai 
luas total kawasan yang direncanakan. 
 
- 88 - 
 
 
 
 
Pembagian rancangan zonasi terdiri dari 4 kawasan :  
a. Zona-1 Kawasan Inti Pusat Pemerintahan terdiri dari Istana 
Kepresidenan, Kantor Lembaga Negara, (Eksekutif, Legislatif 
dan Yudikatif) dikembangkan pada lahan seluas 2.000 Ha.  
b. Zona-2 Kawasan Ibu Kota Negara dengan peruntukan sebagi 
fungsi pendukung dan penunjang kawasan inti pusat 
pemerintahan yang ada dikembangkan dari kawasan 
sebelumya menjadi seluas 40.000 Ha 
c. Zona-3 Kawasan Perluasan Ibu Kota Negara I merupakan 
pengembangan zona IKN dengan fungsi ruang utama untuk 
pengembangan kawasan dengan luas 200.000 Ha 
d. Zona-4 Kawasan Perluasan Ibu Kota Negara II merupakan 
perluasan dari zona sebelumnya dengan cakupan kota 
metropolitan dengan luas lebih dari 200.000 Ha  
 
 
- 89 - 
 
 
 
 
Fungsi-fungsi kawasan direncanakan sesuai kebutuhan aktivitas di 
dalam Ibu Kota Negara. Jenis-jenis aktivitas dalam kawasan, baik 
fungsi pemerintahan maupun non-pemerintahan akan menentukan 
fasilitas-fasilitas yang direncanakan pada kawasan ini. Setiap 
fasilitas akan menentukan fungsi-fungsi pada setiap bangunan, 
serta luasan dan volume pembangunan yang direncanakan. 
Kemudian fasilitas dalam setiap kawasan mewakili prioritas 
pembangunan berdasar  zona kawasan. Terkait distribusi 
fasilitas yang dibutuhkan dikelompokan berdasar  fungsinya 
dengan rincian sebagai berikut: 
a. Fungsi Utama. Salah satu agenda utama dari pemindahan 
Ibu Kota Negara (IKN) adalah pemindahan lokasi pusat 
pemerintahan. Dengan demikian, gedung pemerintahan 
sebagai sarana operasional serta pusat aktivitas dari sebuah 
pusat pemerintahan merupakan komponen utama dari 
- 90 - 
 
 
investasi fisik yang dibangun. Rincian fasilitas yang akan di 
bangun meliputi: a) Istana Kepresidenan; b) Bangunan 
Strategis TNI/POLRI; c) Kantor Lembaga Negara (Eksekutif, 
Legislatif, Yudikatif). 
b. Fungsi Pendukung. Fungsi untuk menyediakan sejumlah 
fasilitas pendukung yang perlu disiapkan untuk menunjang 
aktivitas pusat pemerintahan yang akan dibangun. Rincian 
fasilitas yang akan di bangun meliputi: a) Perumahan ASN; b) 
Perumahan Non ASN; c) Sarana Pendidikan: SD, SMP, SMA, 
dan Perguruan Tinggi; d) Sarana Kesehatan: Puskesmas & 
Rumah Sakit; e) Fasilitas Kemanan Lingkungan 
c. Fungsi Penunjang. Pembangunan prasarana dan fasilitas 
umum diperlukan untuk menunjang seluruh aktivitas untuk 
memfasilitasi kelancaran dan kemudahan aktivitas 
masyarakat sehari-hari. Rencana fasilitas-fasilitas penunjang 
yang akan dibangun meliputi: a) Infrastruktur Penunjang: 
Jaringan jalan, Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu, sistem 
penyediaan air minum, sistem persampahan, sistem drainase 
perkotaan, saluran ducting untuk jaringan telekomunikasi; b) 
Jaringan transmisi dan distribusi listrik: PLTU Batubara; c) 
Perbaikan kapasitas bandara serta pelabuhan, dan jalan tol 
 
 
D.3. Perkiraan kebutuhan interaksi sosial, ekonomi dan budaya 
 Selain penambahan ASN, berbagai aktivitas ibu kota baru 
akan menarik pendatang lainnya. Dibutuhkan sejumlah str