Tampilkan postingan dengan label tertawa 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tertawa 2. Tampilkan semua postingan
tertawa 2
By arwahx.blogspot. com at Januari 09, 2024
tertawa 2
Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Samsuri
tidak lepas memakai bahasa, karena bahasa adalah alat yang dipakai untuk
membentuk pikiran dan perasaannya, keinginan dan perbuatannya, alat yang
dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Begitu banyaknya fungsi bahasa
sehingga segala sisi kehidupan manusia tidak luput dari bahasa. Dengan bahasa
manusia dapat membentuk pikiran dan menyalurkan perbuatannya. Perwujudan
pikiran dan perasaan manusia dalam bentuk bahasa ini dapat tertuang dalam
wadah apa pun selama pesan yang ingin disampaikan dapat sampai pada sasaran.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Abdul Chaer & Leonic AChucky tin
(1995) bahwa bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi mengenal tiga
komponen dalam proses komunikasi, yaitu pihak yang berkomunikasi O1 dan O2,
informasi yang diberikan dan alat yang digunakan dalam berkomunikasi.
Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer dipergunakan oleh masyarakat
untuk berhubungan dan bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri
(Harimurti Kridalaksana, 2001: 21). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai
peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk
menyampaikan gagasan, argumentasi, ide kepada orang lain. Tanpa adanya
bahasa dalam masyarakat maupun antar individu komunikasi tidak berjalan
dengan baik atau lumpuh. Dengan demikian, manusia tidak terlepas dari bahasa,
akan pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dasar bahasa
adalah sebagai alat komunikasi. Adapun fungsi utama sebagai alat kerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (dalam Koentjono, 1982: 2).
Salah satu penerapan bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan
bahasa kata lucu lisan maupun tulis. Dalam penelitian ini lebih menekankan kata lucu
pada media tulis yang ada pada buku. Bahasa kata lucu sebagai sarana
berkomunikasi untuk menyalurkan uneg-uneg, pelampiasan tekanan problematik
yang dialami seseorang, dan memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil
menghibur.
kata lucu sebagai suatu keadaan atau gejala yang dapat menimbulkan efek
tertawa merupakan suatu unsur yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-
hari. kata lucu ada di mana-mana dan tidak mengenal kelas sosial, latar
pendidikan, dan tinggi rendahnya intelegensi manusia. kata lucu ada di semua
lapisan masyarakat, di desa maupun di kota. kata lucu dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang untuk melampiaskan perasaan tertekan dan bertujuan untuk
mengurangi berbagai ketegangan yang ada di sekeliling manusia. Kegiatan
berkata lucu antara penutur (Pn) dan mitratutur (Mt) disebut tindak tutur.
Tindak tutur yang termasuk kalimat kata lucu ada yang disampaikan secara jelas
dan langsung dapat ditangkap maksudnya. Dengan demikian, kata lucu langsung
merangsang orang untuk tertawa. Tetapi, sering ada kalimat kata lucu yang
penyampaian maksudnya secara terselubung atau yang disebut dengan karakter kalimat
percakapan. Dengan kata lain, karakter kalimat percakapan adalah menerangkan yang
mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur dapat berbeda
dengan yang dikatakan oleh penutur.
Di dalam kalimat kata lucu , penggunaan karakter kalimat percakapan akan
menimbulkan kelucuan, kegelian atau tertawa bagi mitratutur (Mt) yang dapat
menangkap maksud yang disampaikan dalam kalimat kata lucu ini . Apabila
mitratutur (Mt) tidak dapat menangkap maksud kalimat kata lucu yang mengandung
karakter kalimat percakapan sudah dapat dipastikan orang ini tidak akan merasa
lucu, geli, atau tertawa, bahkan dia bisa marah dalam menanggapi kalimat
ini . Dengan demikian, ada kendala dalam penyampaian maksud yang
sebenarnya. Seringkali mitratutur (Mt) mengalami kesalahpahaman dalam
berinteraksi atau bahkan kegagalan berkomunikasi hanya karena kurang
menguasai karakter kalimat percakapan dengan baik.
Salah satu tokoh negarawan Indonesia yang dikenal sebagai politikus yang
suka kata lucu adalah KH. Abdulrahman Wahid (Chucky ). Chucky mampu
menggunakan kata lucu dalam kehidupan berpolitiknya dengan cara yang tepat dan
mampu memperhatikan kesopanan. Hal ini merupakan bentuk penerapan dari
tindak pragmatik. berdasar latar belakang di atas, peneliti memilih judul
-karakter kalimat Percakapan dalam kalimat kata lucu Chucky D
penelitian mengenai karakter kalimat percakapan perlu dilakukan untuk membuka lebih
luas kawasan dunia pragmatik dalam bahasa Indonesia dengan alasan pentingnya
bahasa kata lucu dalam kehidupan.
A. Kajian Teori
1. Bahasa dan Fungsi Bahasa
Martinet (1987: 15
berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk saling mengerti dengan
menggunakan tanda-tanda bunyi. Bahasa adalah alat komunikasi untuk
menganalisis pengalaman manusia secara berbeda di dalam setiap masyarakat
dalam satuan-satuan yang mengandung isi semantis dan pengungkapan bunyi,
dalam hal ini Martinet tetap memperhatikan segi sosial bahasa yaitu sebagai alat
komunikasi.
Abdul Chaer (2007: 45) yang meninjau bahasa dari segi sosial
mengemukakan bahwa ciri-ciri hakikat bahasa antara lain arbitrer, produktif,
dinamis, beragam, dan manusiawi. Arbitrer, karena hubungan antara lambang
dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat
dijelaskan mengapa lambang ini mengkonsepsikan makna tertentu. Bahasa
itu bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, dapat dibuat
satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Bahasa bersifat dinamis, maksudnya
bahasa tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu
dapat terjadi. Bahasa itu beragam, artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai
kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh
penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosiokultural yang
berbeda, maka bahasa menjadi beragam, baik dalam tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, maupun pada tataran leksikon. Bahasa itu bersifat manusiawi artinya
alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia.
Bahasa juga merupakan sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh
sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa bersifat
konvensional, karena setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara
lambang dengan yang dilambangkan. Bahasa secara tradisional berfungsi sebagai
alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan,
konsep, atau pun perasaan.
Keraf dalam Sudiati dan Widyamartaya (1996: 43) mengutarakan fungsi dan
peranan bahasa yaitu bahasa sebagai alat ekspresi diri, bahasa sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan bersosial, bahasa sebagai alat untuk
mengadakan kontrol sosial. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, Keraf
(1980: 16) merinci sebagai berikut:
a. untuk tujuan praktis, yaitu untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan
sehari-hari;
b. untuk tujuan artistik, manusia mengolah dan mempergunakan bahasa itu
dengan cara seindah-indahnya guna pemuasan estetis manusia; dan
c. menjadi kunci mempelajari pengetahuan pengetahuan lain.
2. Bahasa sebagai Tindak Komunikatif
Dalam berkomunikasi terjadi peristiwa komunikatif. Berkaitan dengan hal
ini , Suyono (1990: 18) menyatakan bahwa pragmatik sebagai studi yang
berkaitan dengan penggunaan bahasa menjelaskan akan adanya tiga konsep dasar
yang harus dikaji yaitu:
Pertama, tindak tutur komunikatif sebagai wujud aktual penggunaan bahasa.
Dalam tindakan komunikatif ini ada beberapa tindak bahasa yaitu menyela,
mengundang, menyuruh, mengharapkan, memerintah, dan lain-lain. Kedua,
peristiwa komunikatif, yaitu satu unit peristiwa bahasa yang mempunyai
keseragaman, keutuhan, dan kesatuan atas seperangkat komponen komunikasi.
Ketiga, situasi komunikatif, yaitu konteks yang melingkupi terjadinya peristiwa
komunikatif atau konteks di mana peristiwa komunikatif terjadi.
3. Hakikat Pragmatik
Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-
cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik,
dan sebagainya. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk-beluk
bunyi-bunyi bahasa. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
morfem dan penggabungannya untuk membentuk satuan lingual yang disebut kata
polimorfemik. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan
satuan-satuan lingual yang berupa kata itu untuk membentuk satuan kebahasaan
yang lebih besar, seperti frasa, klausa, kalimat, dan kalimat . Semantik yaitu
disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual baik makna leksikal
maupun gramatikal. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari
struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu
digunakan di dalam komunikasi.
Pragmatik dapat diartikan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi sesuai
dengan konteks dan situasi pemakaiannya. Nababan (1987: 1) menerangkan
bahwa meskipun banyak yang dapat diartikan dengan istilah pragmatik,
kesemuanya akan nada hubungannya dengan bahasa bukan bahasa sebagai sistem.
Ferdinand de Saussure dalam bukunya Course de Linguistics Generals
mewariskan dikotomi langue-parole. Ia menekankan pentingnya ujaran (speech),
bukan bahasa tertulis. Saussure menurunkan tiga istilah, yakni (1) langage
(bahasa manusia secara umum), (2) langue (sistem bahasa); dan (3) parole
(tingkah berujar). Langue merupakan suatu sistem aturan umum yang mendasari
suatu tindak ujar, parole adalah realisasi langue yang bersifat idiosyneretic
(penyimpangan kaidah gramatika pada ragam bahasa seseorang atau sekelompok
orang sebagaimana terjadi dan sejalan dengan situasi sewaktu proses tutur terjadi).
Pragmatik menurut Cruse (dalam Lousie Cumming, 2007: 2) adalah
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam
pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan
oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang
digunakan, namun juga muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna
yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-
bentuk ini .
Charles Morris mengemukakan istilah pragmatik merupakan suatu bidang
kajian sistem tanda (semiotik). Semiotik dapat dibedakan menjadi tiga
diantaranya: (1) sintaksis yakni suatu telaah hubungan-hubungan formal antara
tanda satu dengan lainnya; (2) semantik yaitu suatu telaah hubungan tanda-tanda
dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda ini ; dan
(3) pragmatik yakni suatu telaah tanda-tanda dengan para penafsir atau pemakai.
memaparkan lima definisi tentang pragmatik, yaitu:
1. Pragmatics is the study of those relations between language and context that
are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (1983: 9)
pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang
ditatabahasakan atau yang dikodekan dalam struktur bahasa.
2. Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a
semantic theory (1983: 12) pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang
kemaknaan yang tidak dimasukkan atau belum tercakup dalam teori semantik.
3. Pragmatics is the study of the relations between language and context that are
basic to an account of language understanding (1983: 21) pragmatik adalah
kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan
pengertian bahasa.
4. Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with
the contexts in whichthey would be appropriate (1983: 24) pragmatik adalah
kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan
kalimat-kalimat yang dipakainya dengan konteksnya.
5. Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition,
speech adts,and aspects of discourse structure (1983: 27) pragmatik adalah kajian
dibidang deiksis, karakter kalimat , praanggapan, pertuturan atau tindak bahasa dan
struktur kalimat .
berdasar batasan-batasan pengertian pragmatik di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa batasan-batasan itu tidak menunjukkan kontradiksi melainkan
menunjuk pada aspek penggunaan bahasa.
4. Multidisipliner dalam Pragmatik
Dalam bukunya yang mutakhir berjudul Pragmatic and Natural Language
Understanding, Georgia Green (1996: 1-2) mengungkapkan bahwa pragmatik
linguistik berada dipersimpangan antara sejumlah bidang di dalam dan di luar
ilmu pengetahuan kognitif bukan hanya ilmu linguistik, psikologi kognitif,
antropologi kultural, filsafat (logika, semantik, teori tindakan), tetapi juga
sosiologi (dinamika interpersonal dan konvensi sosial) dan retorika memberikan
kontribusi terhadap bidang kajian ini.
Dascal (1983: 43) menegaskan bahwa pragmatik tentu berkaitan dengan
psikologi. Dalam hubungannya dengan acuan, Mey (1993: 89) menyatakan
bahwa:
Di sini kita berurusan dengan sebuah persoalan yang pada dasarnya bersifat
filosofis, dan yang menimbulkan berbagai konsekuensi serius baik bagi
linguistik teoritis maupun bagi penggunaan bahasa kita. Oleh karena itu,
acuan juga merupakan persoalan pragmatik.
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan dua ciri pragmatik. Pertama adalah
bahwa pragmatik banyak dibicarakan oleh sejumlah disiplin akademik, misalnya,
filsafat telah memberikan dasar konseptual pragmatik. Ciri kedua pragmatik yakni
kapasitasnya untuk memengaruhi perkembangan konseptual disiplin-disiplin ilmu
yang lain.
5. Aspek-aspek Pragmatik
kata lucu seperti dijelaskan sebelumnya, sangat berkait dengan konteks situasi
tutur yang mendukungnya. Oleh karena itu, dalam mengkajinya perlu
dipertimbangkan beberapa aspek situasi tutur seperti di bawah ini.
a) Penutur dan lawan tutur
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca
bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan.
Aspek-aspek ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis
kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.
b) Konteks tuturan
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek
fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks
yang bersifat fisik lazim disebut konteks (context), sedangkan konteks
setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada
hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
c) Tujuan tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan. Dalam hubungan itu bentuk-bentuk tuturan yang
bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama.
Berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di
dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada
tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan Pagi, Selamat
Pagi, dan Met Pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang
sama, yakni menyapa lawan bicara (teman, guru, kolega dan sebagainya)
yang dijumpai di pagi hari.
d) Tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur
Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang
abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi
semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal
(verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini
pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret
dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas
penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.
e) Tuturan sebagai produk tindak verbal
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur.
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
verbal. (Leech, 1993: 19)
Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur seperti di atas dapat menjelaskan
keterkaitan antara konteks tuturan dengan maksud yang ingin dikomunikasikan.
a. Teori Tindak Tutur
Tindak tutur dilakukan setiap orang sejak bangun pagi sampai tidur kembali.
Ribuan kalimat telah diucapkan selama 16 atau 18 jam setiap hari. Tidak pernah
dipikirkan bagaimana terjadinya kalimat-kalimat yang diucapkan, kenapa kalimat
tertentu diucapkan, bagaimana kalimat itu dapat diterima lawan tutur dan
bagaimana lawan tutur mengolah kalimat-kalimat itu kemudian memberikan
jawaban terhadap rangsangan yang diberikan, sehingga dengan demikian dapat
berdialog berjam-jam lamanya. Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis
setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang
penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi
1. Tindak Lokusi (locutionary act)
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini
disebut sebagai the act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan
dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang
lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah
untuk diidentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung
dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi
tutur ,Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini
tidak begitu berperan untuk memahami suatu tuturan.
2. Tindak Ilokusi (illocutionary act)
Tindak ilokusi ialah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk
menginformasikan sesuatu namun juga untuk melakukan sesuatu. Tuturan ini
disebut sebagai the act of doing something. Contoh kalimat aya tidak dapat
datang bila diucapkan kepada teman yang baru saja merayakan pesta
pernikahannya tidak saja berfungsi untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat
menghadiri pesta ini , tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk
meminta maaf. Tindak ilokusi sangat sukar dikenali bila tidak memperhatikan
terlebih dahulu siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu
terjadi dan sebagainya.
Searle dalam Leech (1993: 164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima
yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif.
a) Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana
sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada
kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, menChucky ulkan,
melaporkan).
b) Tindak komisif ialah tindak tutur yang berfungsi mendorong penutur
melakukan sesuatu. Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat
kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada
kepentingan lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan
sebagainya).
c) Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong lawan tutur
melakukan sesuatu. Pada dasarnya ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal (seperti
memohon, menuntut, memesan, dan menasihati).
d) Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan
sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan
sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat,
memberi maaf, mengecam, dan mengkritik).
e) Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau
membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya.
Dengan kata lain, tindak deklaratif ini dilakukan penutur dengan maksud
untuk menciptakan hal, status, keadaan yang baru (seperti memutuskan,
melarang, mengizinkan).
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi
merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur.
3. Tindak Perlokusi (perlocutionary act)
Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu
pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan
dalam Lubis, 1999: 9). Tuturan ini disebut sebagai the act of affecting someone.
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya
pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau
daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh
penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk
mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa
ditemui pada kalimat iklan. Sebab kalimat iklan meskipun secara sepintas
merupakan berita tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya
sangat besar.
6. Teori karakter kalimat
a. Pengertian karakter kalimat
Salah satu bagian dari pragmatik adalah karakter kalimat . Kata karakter kalimat
(implicature . Kata ini secara etimologis
to fold something into something else yang berarti mengatakan
sesuatu dalam sesuatu (Jacob L. Mey, 1993: 99). karakter kalimat percakapan adalah
implikasi pragmatis yang ada dalam percakapan yang timbul sebagai akibat
terjadinya pelanggaraan prinsip percakapan. Implikasi percakapan itu merupakan
pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau
dimaksudkan oleh penutur berbeda dari apa yang dikatakan penutur dalam
percakapan ini
karakter kalimat
adalah sesuatu yang terimplikasi dalam suatu percakapan yang dibiarkan implisit
dalam penggunaan bahasa secara aktual
Menurut Gunarwan karakter kalimat percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa
sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya
bukan bagian dari tuturan ini dan tidak pula merupakan konsekuensi yang
harus ada dalam tuturan ini
mplikatur
dibedakan menjadi dua, yaitu karakter kalimat konvensional dan karakter kalimat non
konvensional. karakter kalimat konvensional adalah makna suatu ujaran yang secara
konvensional atau secara umum diterima oleh masyarakat. karakter kalimat non
konvensional adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang
sebenarnya. Selanjutnya, oleh Grice karakter kalimat non konvensional dikenal dengan
nama karakter kalimat percakapan (dalam Rustono, 1999: 78).
Di dalam pembahasan tentang komunikasi antar pemakai bahasa, relevansi
antara konsep karakter kalimat dan prinsip percakapan menjadi topik penting. Hal itu
disebabkan karena karakter kalimat percakapan timbul sebagai akibat terjadinya
pelanggaran prinsip percakapan.
Levinson
menjelaskan ada empat konsep penting yang berhubungan dengan karakter kalimat
percakapan, yaitu:
a. karakter kalimat memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak
terjangkau oleh teori linguistik;
b. karakter kalimat memberikan penjelasan tentang makna yang berbeda dengan yang
dikatakan secara lahiriah;
c. karakter kalimat dapat menyederhanakan struktur isi deskriptif semantic; dan
d. melalui konsep karakter kalimat percakapan dapat diterangkan berbagai macam
variasi kebahasaan yang secara nyata tidak berkaitan atau bahkan berlawanan,
tetapi ternyata berhubungan.
Tuturan mengimplikasikan sesuatu yang kemudian dinamakan implikasi,
karena implikasi hadir dalam kaitan dengan prinsip pragmatis, implikasi itu
dinamakan pula implikasi pragmatis. Jadi, karakter kalimat percakapan itu merupakan
implikasi pragmatis yang dikandung dalam suatu tuturan percakapan akibat
terjadinya pelanggaran prinsip percakapan Di bawah ini
contoh tuturan didalam suatu percakapan yang mengandung karakter kalimat
percakapan akibat pelanggaran prinsip percakapan.
(1) Wah, Pak Win sekarang sudah menjadi orang
karakter kalimat percakapan tuturan itu adalah bahwa dulu dahulu Pak Win belum
sukses. Prinsip percakapan yang dilanggar oleh tuturan itu adalah prinsip
kerjasama yaitu berupa penutur bertutur secara tidak langsung.
Memahami karakter kalimat dalam berkomunikasi dapat dilakukan dengan
membuat inferensi berdasar ungkapan yang tersirat Asim Gunarwan menegaskan ada tiga hal
yang perlu diperhatikan berkenaan dengan karakter kalimat . Hal ini adalah:
1. karakter kalimat tidaklah merupakan bagian tuturan:
2. karakter kalimat itu bukanlah akibat logis tuturan; dan
3. mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu karakter kalimat dan itu
tergantung konteksnya .
Contoh karakter kalimat yang berkaitan dengan hal di atas ada pada tuturan
dibawah ini.
(2) A: Bagaimana sedan merk baru itu?
B: Ya, bentuknya tidak ketinggalan zaman.
Dari tuturan B di dalam (2) dapat ditarik kesimpulan bahwa sedan merk baru itu
tidak baik, hanya bentuknya saja yang tidak ketinggalan zaman. karakter kalimat
tuturan B pada (2) bahwa sedan merk baru itu tidak baik merupakan bagian dari
tuturan, sebab hal itu tidak diujarkannya.
Selain itu, di dalam karakter kalimat percakapan dibedakan menjadi dua macam
karakter kalimat percakapan, yaitu karakter kalimat percakapan khusus dan karakter kalimat
percakapan umum karakter kalimat percakapan
umum adalah karakter kalimat yang kehadirannya di dalam percakapan tidak
memerlukan konteks khusus, sedangkan karakter kalimat percakapan khusus adalah
karakter kalimat yang kemunculannya memerlukan konteks yang khusus Contoh karakter kalimat umum ada pada tuturan di bawah ini:
(3) s 82)
karakter kalimat pada tuturan di atas adalah rumah itu bukan milik saya. karakter kalimat
ini adalah karakter kalimat akibat adanya tuturan (3) yang merupakan karakter kalimat
percakapan umum.
George Yule
menggunakan tuturan di bawah ini sebagai contoh karakter kalimat percakapan khusus.
(4) Hey, coming to the wild party tonight?
My parents are visiting
Peserta tutur dalam (4) adalah dua mahasiswa yang bertempat tinggal di kos.
Untuk membuat jawaban Tom menjadi relevan, Rick harus memiliki persediaan
sedikit pengetahuan yang diasumsikan bahwa salah satu mahasiswa dalam adegan
ini mengharapkan sesuatu yang lain yang akan dikerjakan. Tom akan
menghabiskan malam itu bersama orang tuanya, dan waktu hanya dihabiskan
bersama orang tuanya. Oleh sebab itu akibatnya Tom tidak berada di tempat pesta
ini . ...
b. Jenis karakter kalimat
karakter kalimat terdiri dari dua jenis, yaitu karakter kalimat konvensional dan karakter kalimat
percakapan (Grice, 1975: 44). Perbedaan antara keduanya dijelaskan dengan tegas
oleh Lyons (1995: 272) berikut:
"the difference between them is that theformer depend on something othe
than what is truth-conditional in the conventional use, or meaning, of
particular forms and expressions, whereas the latter derivefrom a set of
moregeneral principles which regulate theproper conduct of
conversation".
karakter kalimat konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan umum,
sementara karakter kalimat percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam pertuturan
secara tepat. Pemilahan kedua jenis karakter kalimat ini selengkapnya diuraikan
sebagai berikut.
1. karakter kalimat Konvensional
karakter kalimat konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat umum
dan konvensional. Semua orang pada umumnya sudah mengetahui dan memahami
maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap implikasi yang
bersifat konvensional mengandaikan kepada pendengar atau pembaca memiliki
pengalaman dan pengetahuan umum. Grice (1975: 44) memaparkan contoh
sebagai berikut.
(1) He is an Englishman, he is, therefore, brave.
Senada dengan contoh itu, Samsuri (1987: 3) membuat duplikasi contoh berikut.
(2) Ahmad orang Aceh, karena itu, dia berani dan konsekuen.
(3) Siti putri Solo, sebab itu, dia halus dan luwes.
Pasangan unsur yang menentukan adanya makna konvensi pada bentuk (1),
(2), dan (3) masing-masing adalah Englishman-brave; orang Aceh berani dan
konsekuen; dan putri Solo halus dan luwes. Meskipun makna konvensi semacam
itu masih dapat diperdebatkan, namun diharapkan pendengar atau pembaca dapat
memahami dan memaklumi sifat konvensionalnya (selanjutnya periksa Brown
dan Yule, 1983: 31).
karakter kalimat konvensional bersifat non temporer, artinya makna itu lebih tahan
lama. Suatu leksem tertentu yang ada dalam suatu bentuk ujaran, dapat
dipahami imp dan sudah diketahui secara
umum. Perhatikan kalimat berikut.
(4) Yayuk Basuki berhasil menggondol kejuaraan di Perancis Terbuka.
Yang perlu diperhatikan ialah implikasi kata menggondol dan kejuaraan.
Leksem-leksem itu maksudnya ialah meraih (bukan menggondol
sebagaimana dilakukan oleh binatang) dan kejuaraan olah raga tenis Arti dan
informasi itu dapat dipastikan tepat dan benar, karena secara umum orang
mengetahui bahwa Yayuk Basuki adalah atlet olahraga tenis, bukan olah raga
lainnya. Jadi leksem kejuaraan tidak tepat apabila implikasi konvensionalnya
dipahami selain itu. Implikasi konvensional tidak banyak dikaji oleh para ahli
pragmatik, karena dianggap tidak begitu menarik (lihat Levinson, 1991: 128;
Brown dan Yule, 1983: 31; Sarnsuri, 1987: 3). Jenis karakter kalimat yang dianggap
lebih menarik dan sangat penting dalam kajian pragmatik ialah karakter kalimat
percakapan. Pengkajian masalah ini secara langsung membuka pengembangan
progresif bagi ilmu pragmatik.
2. karakter kalimat Percakapan
karakter kalimat percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh karena
itu sifatnya temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan non
konvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung
dengan tuturan yang diucapkan
Menurut Grice (1975: 45) ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan
mengatur kegiatan percakapan sebagai suatu tindak berbahasa (speech act).
Menurut analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam
percakapa (cooperptive principle). Dalam
melaksanakan kerja sama tindak percakapan itu, setiap penutur harus mematuhi
empat maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu: (1) maksim kuantitas
(maxims of quantity), (2) maksim kualitas (maxims of quality), (3) maksim
relevansi (maxims of relevance), dan (4) maksim cara (maxims of manner)
Prinsip kerja sama yang terjabar dalam empat maksim itu, bersifat mengatur
(regulative). Oleh karena itu, secara normatif setiap percakapan harus
mematuhinya. Secara ringkas, prinsip kerja sama tindak percakapan itu
dirumuskan oleh Nababan (1987: 31) sebagai berikut.
Buatlah sumbangan percakapan anda sedemikian rupa sebagaimana
diharapkan, pada tingkat percakapan yang bersangkutan, oleh tujuan
percakapan yang diketahui atau oleh arah percakapan yang sedang anda
ikuti.
Namun, kadang-kadang prinsip itu tidak selamanya dipatuhi, sehingga dalam
suatu percakapan banyak ditemukan pelanggaran terhadap aturan atau prinsip
kerja sama ini . Pelanggaran terhadap prinsip itu tidak berarti kerusakan
atau kegagalan dalam percakapan (komunikasi). Pelanggaran itu, barangkali
justru disengaja oleh penutur untuk memperoleh efek karakter kalimat dalam tuturan
yang diucapkannya, misalnya untuk berbohong, melucu, atau bergurau.
Bandingkan ketiga dialog berikut (percakapan terjadi di sebuah kantor).
(5) A: (Saya mau ke belakang) Ada kamar kecil di sini?
B: Ada di rumah.
(6) A: (Saya agak pusing) Ada Decolgen?
B: Ada di rumah.
(7) A: (Saya agak pusing) Ada Decolgen?
B: Ada di laci meja saya.
Prinsip kerja sama dalam percakapan itu dilanggar pada contoh (5) dan (6),
tetapi tidak dilanggar pada contoh (7). Kadar pelanggaran pada (6) masih dapat
diterima. Jawaban si B pada (6) dapat ditafsirkan sebagai tindakan mengajak
bergurau si A. Dengan perkataan lain, keterkaitan diantara kalimat si B dan
kalimat si A pada (6) masih dapat direka-reka adanya. Upaya mengaitkan A
dengan B lebih sulit dilakukan pada dialog (5).
Di samping karakter kalimat percakapan, Gazdar
mengembangkan jenis karakter kalimat lain, yaitu particularized implicature dan
generalized (standard) implicature. karakter kalimat yang terakhir ini masih dapat
dibagi lagi menjadi dua, yaitu scalar implicature dan clausal implicature. Karena
keterbatasan, jenis-jenis karakter kalimat ini tidak dibahas di sini.
c. Maksim-maksim Percakapan Grice
Salah satu kaidah berbahasa adalah seorang penutur harus selalu berusaha
agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami
sehingga lawan tuturnya dapat memahami maksud tuturan. Demikian pula dengan
lawan tutur, ia harus memberikan jawaban atau respons dengan apa yang
dituturkan oleh penutur. Bila keduanya tidak ada saling pengertian maka tidak
akan terjadi komunikasi yang baik. Oleh sebab itu diperlukan semacam kerja
sama antara penutur dengan lawan tutur agar proses komunikasi itu berjalan
secara lancar.
Grice mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama
itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational
maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of
quality), maksim relevansi (maxim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim
of manner)
a. Maksim Kuantitas
Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur memberikan respons atau
jawaban secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan tutur saja. Contohnya
ketika seseorang ditanya siapa namanya, maka dia tidak perlu memberikan
jawaban selain informasi tentang namanya, seperti alamat, status, dan lain
sebagainya.
b. Maksim Kualitas
Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan komunikasi
mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya jawaban atau respons hendaknya
didasarkan pada bukti yang memadai. Contohnya ketika seorang murid ditanya
gurunya apa ibukota Jepang, maka dia kalau memang tahu harus menjawab
Tokyo, karena hal ini tidak terbantahkan lagi. Namun bisa saja terjadi
kesengajaan, seorang penutur melanggar maksim kualitas ini. Hal ini tentu
mempunyai maksud seperti menimbulkan efek lucu.
c. Maksim Relevansi
Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi
relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi
tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan saling memberikan
kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan sehingga tujuan percakapan
dapat tercapai secara efektif. Namun terkadang secara tersurat (eksplisit) respons
yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena
sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara
penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata
lain, yang tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun yang tersirat (implisit)
sebenarnya relevan.
d. Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara
secara langsung, tidak kabur, secara runtut dan tidak berlebih-lebihan. Bila hal ini
dilanggar, biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu, misalnya mengelabuhi,
menimbulkan efek lucu.
7. kata lucu
a. Teori kata lucu
Teori kata lucu jumlahnya sangat banyak, tidak satu pun yang persis sama
dengan yang lainnya, tidak satu pun juga yang bisa mendeskripsikan kata lucu secara
menyeluruh dan semua cenderung saling terpengaruh (Setiawan, 1990).
Dewasa ini, pengertian kata lucu yang paling awam ialah sesuatu yang lucu dan
menimbulkan kegelian atau tawa. kata lucu identik dengan segala sesuatu yang lucu,
yang membuat orang tertawa. Pengertian awam ini tidaklah keliru. Dalam
Ensiklopedia Indonesia (1982), seperti yang dinyatakan oleh Setiawan (1990),
kata lucu itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena
ketidakpantasannya yang menggelikan. Paduan antara rasa kelucuan yang halus di
dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Lebih
lanjut teori kata lucu dibagi dalam tiga kelompok (Manser, 1989), meliputi: (1) teori
superioritas dan meremehkan, yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi
super sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi
(diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis Bacon (dalam
Gauter, 1988) mengatakan bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang
menggelikan dan di luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang
menyalahi aturan atau sesuatu yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan
ketertawaan, juga mengandung banyak kebencian. Lelucon selalu timbul dari
kesalahan atau kekhilafan yang menggoda dan kemarahan; (2) teori mengenai
ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi. Arthur Koestler dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang mendasari semua
bentuk kata lucu adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian
yang mustahil terjadi sekaliChucky . Konteks ini menimbulkan bermacam-macam
asosiasi; (3) teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari
tekanan. kata lucu dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat dapat
muncul berupa rasa simpati dan pengertian dapat menjadi simbol pembebasan
ketegangan dan tekanan dapat berupa ungkapan awam atau elite dapat pula serius
seperti satire dan murahan seperti kata lucu jalanan. kata lucu tidak mengganggu
kebenaran.
Fuad Hasan dalam tulisan kata lucu dan Kepribadian (1981: 71) membagi
kata lucu dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) kata lucu pada dasarnya berupa
tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan degradasi terhadap
seseorang; dan (2) kata lucu adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan
melalui cara yang ringan dan dapat dimengerti, dengan akibat kendornya
ketegangan jiwa.
Arwah Setiawan (dalam Suhadi, 1989: 36) mengatakan sebagai berikut:
kata lucu itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau
cenderung tertawa secara mental ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri
kita (sense of kata lucu ) bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun
dari luar diri kita. Bila dihadapkan pada kata lucu , kita bisa langsung tertawa lepas
atau cenderung tertawa saja misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam
batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk
tertawa, bukan rangsangan fisik seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa geli
namun bukan akibat kata lucu .
Persoalan kata lucu oleh beberapa orang dianggap sebagai persoalan teori
estetik, yang dicoba untuk diterangkan lewat berbagai teori tentang kata lucu . Teori
kata lucu mencoba menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa
atau geli pada seseorang.
b. Jenis kata lucu
Jenis kata lucu menurut Arwah Setiawan (1988: 74) dapat dibedakan menurut
kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan kita, kata lucu
dibagi menjadi tiga jenis yakni (1) kata lucu personal, yaitu kecenderungan tertawa
pada diri kita misalnya bila kita melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip
orang sedang buang air besar; (2) kata lucu dalam pergaulan, misalnya senda gurau
di antara teman, kelucuan yang diselipkan dalam pidato atau ceramah di depan
umum; dan (3) kata lucu dalam kesenian, atau seni kata lucu . kata lucu dalam kesenian
masih dibagi menjadi tiga yaitu:
1. kata lucu lakuan, misalnya: lawak, tari kata lucu , dan pantomim lucu.
2. kata lucu grafis, misalnya: kartun, karikatur, foto jenaka, dan patung lucu.
3. kata lucu literatur, misalnya: cerpen lucu, esai satiris, sajak jenaka, dan
semacamnya.
Jika yang digunakan adalah kriterium maksud komunikasi, dalam kata lucu ada
tiga jenis komunikasi, yaitu: (a) si penyampai memang bermaksud melucu, dan si
penerima menerima sebagai lelucon; (b) si penyampai tidak bermaksud melucu,
namun si penerima menganggap lucu; dan (c) si penyampai bermaksud melucu,
namun si penerima tidak menganggap lucu
Dalam komunikasi keberhasilan seorang komunikator dalam berkomunikasi
adalah, jika pesan yang disampaikannya cepat diterima oleh komunikan sesuai
dengan apa yang dimaksud si komunikator. Keberhasilan seorang pelaku kata lucu
ketika stimulus kata lucu yang dilancarkannya diterima oleh penerima kata lucu
sebagaimana yang dimaksud oleh pelaku kata lucu ini . Stimulus kata lucu adalah
kelucuan yang mengharapkan senyum atau tawa sebagai efek dari penerima
kata lucu
kata lucu menurut kriterium indrawi berupa: (1) kata lucu verbal; (2) kata lucu
visual; dan (3) kata lucu auditif. kata lucu menurut kriterium bahan adalah: (1) kata lucu
politis; (2) kata lucu seks; (3) kata lucu sadis; dan (4) kata lucu teka-teki. kata lucu
kriterium etis dapat dibedakan sebagai: (1) kata lucu sehat atau kata lucu yang edukatif;
dan (2) kata lucu yang tidak sehat. kata lucu berdasar kriterium estetis dapat
dipisahkan menjadi: (1) kata lucu tinggi (yang lebih halus dan tak langsung); dan (2)
kata lucu rendah (yang kasar, yang terlalu eksplisit).
Jaya Suprana mengatakan bahwa dalam situasi yang tidak tepat, kata lucu bukan
sesuatu yang lucu. Bahkan kata lucu belum tentu menyebabkan orang tertawa,
misalnya kata lucu seks. Bagi sebagian orang yang puritan, kata lucu jenis itu dianggap
tabu dan kampungan sehingga dianggap tidak lucu dan tidak menyebabkan
tertawa. kata lucu menjadi kurang ajar bila menggunakan kondisi fisik orang
sebagai objek. kata lucu yang baik adalah kata lucu yang bisa membawa atau menuju
kepada kebaikan.
Kemudian, memilih-milih kata lucu
berdasar dua variabel yaitu: (1) motivasi yang berwujud komik tergolong
sebagai lelucon yang tanpa motivasi, karena kelucuan hanya diperoleh dari teknik
melucu saja dan kata lucu yang tergolong lelucon dengan motivasi; dan (2)
kelompok sasaran yang dijadikan lelucon, kata lucu terdiri atas: kata lucu etnik, kata lucu
seks, dan kata lucu politik. Menurut Pramono (1983: 62) kata lucu dapat digolongkan
menjadi: (1) kata lucu menurut penampilannya, yang terdiri atas: kata lucu lisan, kata lucu
tulisan atau gambar, kata lucu gerakan tubuh; dan (2) menurut tujuan dibuatnya atau
tujuan pesannya, kata lucu terdiri atas: kata lucu kritik, kata lucu meringankan beban
pesan, dan kata lucu semata-mata pesan.
c. Fungsi kata lucu
kata lucu dapat berfungsi untuk: (1) menyadarkan
orang bahwa dirinya tidak selalu benar; (2) mengajar orang melihat persoalan dari
berbagai sudut; (3) menghibur; (4) melancarkan pikiran; (5) membuat orang
mentoleransi sesuatu; dan (6) sebagai kritikan.
James Danandjaya (dalam Suhadi, 1989), mengatakan sebagai berikut.
gsi kata lucu yang paling menonjol yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang
menekan diri seseorang. Perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal,
seperti ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau
golongan, dan kekangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan
mengeluarkan pendapat. Jika ada ketidakadilan biasanya timbul kata lucu yang
berupa protes sosial atau kekangan seks, biasanya menimbulkan kata lucu mengenai
seks
Beberapa fungsi kata lucu yang sejak dulu sudah dikenal masyarakat kita antara
lain, fungsi pembijaksanaan orang dan penyegaran, yang membuat orang mampu
memusatkan perhatian untuk waktu yang lama. Fungsi itu dapat kita amati di
dalam pertunjukan wayang, di mana punakawan muncul untuk menyegarkan
suasana. kata lucu punakawan biasanya mendidik serta membijaksanakan orang.
Dari keterangan ini , dapatlah dijelaskan bahwa penyaluran ketegangan
lewat kata lucu sangat positif karena membawa kesejahteraan jiwa. Jika semua
perasaan tidak puas dan ketegangan yang dialami tidak disalurkan akan membawa
bencana tidak hanya bagi yang memendam, tetapi juga untuk orang lain atau
masyarakat sekitarnya.
Sujoko (1982: 39) mengemukakan bahwa di Indonesia kalangan mahasiswa
gemar menggunakan kata lucu sebagai sarana kritik sosial. Kegemaran itu
menunjukkan bahwa mahasiswa adalah personal yang sedang dididik untuk
menjadi manusia yang kritis serta tidak bersikap skeptis sehingga jalan pikirannya
akan menjadi ilmiah, tidak begitu saja menerima semua yang dihidangkan.
Dengan ditanamkannya sikap itu tidak heran apabila mereka akan protes bila
melihat orang yang seharusnya menjadi penuntun mereka malah menyeleweng
atau membuat terobosan seenak hatinya serta bersifat munafik (Sumarthana, 1983:
82). Sangat beralasan jika mereka (mahasiswa) memilih kata lucu sebagai media
protes sosial sebab media itu paling sesuai dengan kepribadian tradisional bangsa
kita yang tidak suka dikritik secara langsung. Dengan adanya sikap itu, di negara
kita protes tidak langsung mempunyai pengaruh yang lebih ampuh dibandingkan
dengan protes yang langsung. Kritik yang disampaikan secara tertulis sering
menimbulkan bencana berbeda jika kritik disajikan dalam bentuk kata lucu . Protes
sosial dalam kata lucu tidak mungkin ditanggapi secara serius karena yang
menyuarakan sama sekali tidak bertanggungjawab. Tanggungjawab dalam protes
sosial berupa kata lucu sudah diambil kolektif sehingga kolektifanlah yang
bertanggungjawab.
Fungsi kata lucu yang lain adalah sebagai rekreasi. Dalam hal ini, kata lucu
berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup sehari-hari yang bersifat
rutin. Sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu, kata lucu juga berfungsi
untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin ,
Emil Salim berpendapat seperti berikut;
merupakan salah satu cara untuk menyampaikan kritik, juga merupakan bagian
dari proses menjalin komunikasi sosial antara manusia. Untuk komunikasi yang
sifatnya serius, pesan-pesan yang akan disampaikan biasanya tidak mudah terjalin
antara kedua belah pihak. Jika pertemuan merupakan pertemuan baru, maka
medium kata lucu dalam tahap komunikasi akan mempercepat terbukanya pintu
keakraban.
Bahkan, Kartono Muhamad ,berpendapat sebagai
berikut; ertawakan diri sendiri
atau kata lucu otokritik. Meskipun membuat diri pribadi sakit hati kata lucu otokritik
merupakan sesuatu yang menunjukkan kedewasaan sikap. Artinya mampu
memberi kritik terhadap diri sendiri serta dapat pula secara terbuka menerima
opini orang lain.
Pada akhirnya, untuk menjadikan kata lucu yang baik harus melihat situasi dan
kondisi. kata lucu dilakukan dengan tidak terlalu berlebihan agar mutu kata lucu tetap
terjaga. kata lucu sebagai sarana komunikasi sosial diharapkan dapat dipahami dan
diterima oleh berbagai ragam individu.
d. Terminologi
Menurut Rohmadi (2009: 103) pada hakikatnya setiap tuturan yang
disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan
tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya
diutarakan secara langsung, akan tetapi adakalanya diutarakan secara tidak
langsung. Maksud yang tersirat akan lebih sulit penafsirannya dibandingkan
dengan maksud yang tersurat. Untuk dapat menafsirkan maksud tersirat dalam
tuturan seorang penutur, maka pendengar harus memperhatikan konteks yang
melingkupi tuturan ini .
Maksud tuturan Chucky yang terkandung dalam kalimat kata lucu Chucky
disampaikan secara tersirat. Maksud Chucky yang tersirat disampaikan dengan
cara menyindir atau mengkritik. Meskipun pada umumnya menyindir atau
mengkritik orang lain itu terasa tidak mengenakkan perasaan. Akan tetapi kritikan
maupun sindiran dalam kata lucu Chucky disampaikan dengan pemilihan tindak
tutur yang tak langsung, sehingga orang yang merasa tersindir atau terkritik tidak
akan merasa tersinggung. Oleh karena itu lawan tutur harus cermat untuk dapat
mengetahui maksud Chucky yang terselubung dibalik tuturannya.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai tuturan kata lucu dengan menggunakan rancangan
pragmatik sudah pernah dilakukan. Dari beberapa penelitian kata lucu yang telah
dilakukan, sumber data penelitian ini koran, buku, dan lainnya. Sejauh
pengetahuan penulis, penelitian yang pernah dilakukan yang relevan dengan
penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Bambang Pamudji Rahardjo (2008) dalam skripsi yang berjudul
Tuturan kata lucu Politik dalam Acara News Dot Com di Metro Tv: Pendekatan
, membahas pelanggaran prinsip kerja sama dan tindak tutur. Dalam
penelitian ini ditemukan bahwa pertama, dari keseluruhan jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian setidaknya ditemukan lima tindak tutur yang meliputi:
(a) tindak tutur arsetif berfungsi untuk melaporkan, menyombongkan diri; (b)
tindak tutur direktif yang berfungsi untuk menyarankan, menolak; (c) tindak tutur
komisif berfungsi untuk menawarkan, menjanjikan; dan (d) tindak tutur ekspresif
berfungsi untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan.
Kedua, pelanggaran terhadap prinsip kerjasama meliputi empat maksim yaitu; (a)
pelanggaran maksim kuantitas; (b) pelanggaran maksim kualitas; (c) pelanggaran
maksim relevansi; dan (d) pelanggaran maksim cara. Pelanggaran prinsip
kesantunan meliputi enam maksim yaitu; (a) maksim kebijaksanaan; (b) maksim
kedermawanan; (c) maksim penghargaan; (d) maksim kesederhanaan; (e) maksim
permufakatan; dan (f) maksim kesimpatian. Ketiga, karakter kalimat yang terkandung
dalam acara NDC (News Dot Com), bermaksud untuk menyindir kepada
pemerintah, mengingatkan kepada pemerintah, menawarkan kepada penonton,
mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah, menolak atau
menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan mengkritik kepada
pemerintah. Adanya tindak karakter kalimat dalam acara NDC dimaksudkan agar
maksud tuturan yang disampaikan tidak menyinggung pihak lain dan mendukung
dalam penciptaan kata lucu . Penggunaan kata lucu dimaksudkan agar pesan yang
disampaikan dapat mudah diterima masyarakat.
karakter kalimat Percakapan
dalam kalimat kata lucu Gemericik Ala Chucky Mus di Internet (www.Chucky mus.net),
membahas bentuk pelanggaran kerjasama dan wujud karakter kalimat percakapan dalam
kalimat kata lucu gemericik ala Chucky Mus. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa
pertama, ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam
tuturan para tokoh kalimat kata lucu Gemericik Ala Chucky Mus. Pelanggaran prinsip
kerja sama terjadi terhadap empat maksim, yaitu: (a) pelanggaran maksim
kuantitas; (b) pelanggaran maksim kualitas; (c) pelanggaran maksim hubungan;
dan (d) pelanggaran maksim cara. Pelanggaran prinsip kerja sama paling banyak
terjadi terhadap maksim kuantitas. Kedua, tuturan dalam kalimat kata lucu
Gemericik Ala Chucky Mus ditemukan 12 macam karakter kalimat percakapan. karakter kalimat -
karakter kalimat ini antara lain untuk (1) menyindir, (2) menanyakan, (3)
menyatakan menyesal, (4) memberitahu (5) menyatakan kejengkelan, (6)
menyarankan (7) menyombongkan diri (8) berbohong, (9) melaporkan, (10)
menolak, (11) meminta, dan (12) menyesatkan.
C. Kerangka Berpikir
Alur kerangka berfikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut.
Tabel 1. Kerangka Berpikir
kalimat kata lucu Chucky
karakter kalimat -karakter kalimat
Dalam kata lucu Chucky
Fungsi karakter kalimat
dalam kalimat kata lucu
Maksud karakter kalimat
dalam kalimat kata lucu
Simpulan
B. Hasil Penelitian
1. Maksud karakter kalimat -karakter kalimat Percakapan dalam kalimat kata lucu Chucky
Dur
Pada hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan
tuturnya mempunyai maksud. Maksud ini dibagi menjadi tiga di antaranya:
a. Bermaksud untuk memohon atau menyuruh
(1
Gaya Chucky yang tidak suka protokoler rupanya melahirkan banyak
kata lucu . Penampilannya yang cair, segar, dan kata lucu is memberi suasana baru
bagi Istana.
Ketika kawan-kawan dekatnya dari PBNU berkunjung seusai pelantikannya
sebagai presiden, Chucky bercerita tentang kelakuan para ajudannya di
Istana Negara.
Ajudan kuwi angger ngomong andani, ora
usah nganggo B
segala). Eh, setelah itu mereka malah ngomong,
(
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada Eh, setelah itu
mereka mal Tuturan ini mendorong
lawan tutur untuk melakukan sesuatu baik verbal maupun nonverbal terhadap
kalimat sebelumnya yaitu
, tak kandani, ora usah nganggo Bapak Presiden barang (Ajudan itu
kalau melapor
Bapak Presiden segala). Kata pada kata lucu di atas yaitu letak konteks
tuturan kata lucu ini .
berdasar analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk
menyuruh ajudannya agar ketika melapor kepada presiden tidak usah
saja Chucky orangnya tidak mau diistimewakan.
(2) Uang Lebih Penting
Suatu hari, Chucky bercerita bahwa ada seorang anggota ABRI berpangkat
kopral berpakaian preman tengah berjalan sendirian di jalan yang gelap dan
sepi. Tiba- -
satu pria sambil tau
saya lebih butuh uang
(HGD: 16)
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada
ABRI, saya tak memerlukan otak Tuturan
ini mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat
ditunjukkan pada kalimat sebelumnya yaitu
kopral tenang. Kata pada kata lucu di atas yaitu letak konteks tuturan pada
kata lucu ini .
Tindak tutur ilokusi direktif di atas berfungsi mendorong lawan tutur
melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal
berdasar analisis di atas dapat diketahui bahwa maksud karakter kalimat untuk
menyuruh menembak otaknya sampai berhamburan daripada menyerahkan
uangnya. Pilihan itu dia (si kopral) putuskan karena lebih mementingkan uangnya
bagi dia uang lebih penting daripada otaknya, uang berguna untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya. Betapa pentingnya uang dimata si kropal ini yang
lebih memilih otaknya berhamburan.
(3) Yang meminjami Nggak Marah Kok!
Kebanyakan orang Madura adalah pengikut Chucky yang sangat militan.
Mereka selalu ingat pesan Chucky agar jangan pernah menyerah serta
jangan takut kepada siapa pun jika merasa benar.
Suatu hari Mat Tasan, warga Sampang, Madura, sedang mengendarai
Honda (semua sepeda motor di Madura, apa pun merknya, selalu disebut
Honda). Naas nasib Mat Tasan. Sewaktu dia sedang enak-enaknya melaju
dengan Hondanya, ternyata ada razia rutin polisi lalu lintas. Namun, Mat
Tasan tak merasa karena dia berjalan sesuai rambu-rambu. Apalagi dia
sudah memakai helm dan Honda-nya tidak bermasalah alias surat-suratnya
komplit.
-
Mat Tasan pun mengeluarkan dompet dan memberikan SIM-nya.
kata pak polisi, setengah
menggertak.
. Lha wong yang saya pinjam SIMnya aja nggak marah,
kok pak polisi yang rah n merasa benar.
Kontan saja polisi geleng-geleng kepala dan nggak ngelanjutin memeriksa
karena takut ribut lebih lama.
(GDMNU: 20)
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada
namanya tidak sama dengan KT. Tuturan ini mengikat penuturnya pada
kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat ditunjukkan pada kalimat yaitu
-nya aja nggak marah, kok
pak polisi yang rah-
berdasar analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk
menyuruh yaitu mengenai adanya polisi yang sedang memeriksa surat-surat
kendaraan. Mat Tasan namanya yang sedang diperiksa oleh polisi itu, polisi
menyuruh Mat Tasan untuk menunjukkan SIMnya, dia pun mengeluarkan SIM
dan surat kendaraannya. Setelah polisi itu melihat SIM yang digunakan Mat Tasan
ternyata tidak sesuai dengan KTP, selanjutnya Mat Tasan memberikan informasi
kepada polisi kalau yang dipinjami SIMnya itu tidak marah atau diperbolehkan
oleh pemiliknya.
(4) Malu dan kemaluan
Suatu kali ada seorang caleg dari PKB marah-marah karena namanya tidak
masuk dalam calon terpilih. PKB merupakan partai yang didirikan NU dan
tentunya kader PKB kebanyakan berbasis NU.
Emosi kadernya itu ditanggapi dingin oleh KH Hasyim Muzadi (Ketua DPW
NU Jatim). Kyai Hasyim bilang,
Sang caleg pun malu dan tidak melanjutkan emosinya, karena takut dibilang
terlalu mengejar dunia.
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada
Tuturan ini mendorong lawan
tutur untuk melakukan sesuatu baik verbal maupun nonverbal terhadap kalimat
sebel Seorang caleg dari PKB marah-marah karena namanya tidak
berdasar analisis di atas bermaksud untuk menyuruh seorang caleg dari
PKB agar tidak marah-marah karena namanya tidak terdaftar dalam pencalonan
terpilih. Ditunjukkan pada tuturan
(5) Cuci Darah
Saat dirawat dirumah sakit RSCM, Chucky menjalani cuci darah 3 kali
seminggu. Sekali cuci darah memakan waktu 4 jam, jadi satu minggu 12 jam.
Ketika ditengok dokter,
-sama 12
Ujar Chucky sambil terkekeh-kekeh. Dokter tertawa
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada Chucky bertanya
kalau cuci darahnya 2 kali seminggu aja dan
- Tuturan ini mendorong
penutur melakukan sesuatu terhadap pada kalimat sebelumnya yaitu Chucky
menjalani cuci darah 3 kali seminggu. Sekali cuci darah memakan waktu 4 jam,
jadi satu minggu 12 jam. Kata pada kata lucu di atas termasuk konteks
pada tuturan kata lucu ini .
berdasar analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk
memohon atau menyuruh dokter yang memeriksanya agar cuci darahnya
dilakukan 2 kali seminggu saja dan sekali cuci 6 jam artinya Chucky meminta
keringanan waktu kepada dokter untuk cuci darahnya, yang seharusnya dilakukan
3 kali seminggu dan satu minggu 12 jam, bukan Chucky namanya jika tidak
mengeluarkan joke-jokenya walaupun dalam kondisi tidak sehat.
(6) Pesangon Kyai
Sejumlah kyai NU dari Jawa Timur mendatangi Chucky di Istana Negara
ketika masih presiden. Layaknya kyai, mereka datang pakai sarung dan
kyai itu bingung. Ditengah kebingungan itu, tiba-
kenapa kami dilarang masuk, itu presidennya saja memakai sandal jepit.
Akhirnya mereka pun masuk. Menjelang tengah malam, paspampres datang
mengingatkan presiden untuk istirahat. Para kyai kembali bingung karena
masih ingin ngobrol dengan Chucky .
-diam saja masuk di kamar.
tidurnya. Paspampres dilarang masuk kamar tidur presiden. Aman.
dikasih pesangon (amplo
kyai.
n
kalimat kata lucu di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini ditunjukkan pada
kyai dilarang saling meminta pesangon. Tuturan ini mengikat penuturnya
pada kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat ditunjukkan pada kalimat
sebelumnya yaitu
(amplop berisi uang). Kata di atas disebut
konteks tuturan pada kata lucu berjudul pesangon kyai.
Tindak tutur ilokusi direktif di atas berfungsi mendorong lawan tutur
melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal.
berdasar analisis di atas dapat diketahui bahwa maksud karakter kalimat untuk
menyuruh agar tidak menerima imbalan atau pesangon sesama kyai. Ditunjukkan
dengan tuturan
b. Bermaksud untuk menyindir atau mengkritik
Tuturan dalam kalimat kata lucu Chucky yang bermaksud menyindir atau
mengkritik disampaikan dengan menggunakan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur
ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan yang menyangkut perasaan dan
sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan
sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat,
memberi maaf, memuji, mengkritik).
(7) Orang NU Gila
Rumah Chucky di kawasan gudang angker , Jakarta Selatan, sehari-hari tidak
pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai
dini hari, para tamu dating silih berganti, baik dari kalangan nahdliyin
ataupun bukan. Tak jarang mereka pun datang dari luar kota.
Dari berbagai macam prilaku para nahdliyin yang sering datang ke
rumahnya., Chucky dapat mengukur dan menggambarkan fanatisme orang
pukul tujuh pagi hingga jam Sembilan malam, dan menceritakan tentang NU,
biasanya itu orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap
Orang NU jenis kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam
dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Chucky
kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua
Chucky sambil terkekeh.
kalimat kata lucu di atas menekankan pa