• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label tertawa 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label tertawa 2. Tampilkan semua postingan

tertawa 2



Bahasa merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Samsuri 
tidak lepas memakai bahasa, karena bahasa adalah alat yang dipakai untuk 
membentuk pikiran dan perasaannya, keinginan dan perbuatannya, alat yang 
dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi.  Begitu banyaknya fungsi bahasa 
sehingga segala sisi kehidupan manusia tidak luput dari bahasa. Dengan bahasa 
manusia dapat membentuk pikiran dan menyalurkan perbuatannya. Perwujudan 
pikiran dan perasaan manusia dalam bentuk bahasa ini dapat tertuang dalam 
wadah apa pun selama pesan yang ingin disampaikan dapat sampai pada sasaran. 
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Abdul Chaer & Leonic AChucky tin 
(1995) bahwa bahasa dalam fungsinya sebagai alat komunikasi mengenal tiga 
komponen dalam proses komunikasi, yaitu pihak yang berkomunikasi O1 dan O2, 
informasi yang diberikan dan alat yang digunakan dalam berkomunikasi. 
Bahasa sebagai lambang bunyi yang arbitrer dipergunakan oleh masyarakat 
untuk berhubungan dan bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri 
(Harimurti Kridalaksana, 2001: 21). Bahasa sebagai alat komunikasi mempunyai 
peranan yang penting dalam interaksi manusia. Bahasa dapat digunakan untuk 
menyampaikan gagasan, argumentasi, ide kepada orang lain. Tanpa adanya 
bahasa dalam masyarakat maupun antar individu komunikasi tidak berjalan 
dengan baik atau lumpuh. Dengan demikian, manusia tidak terlepas dari bahasa, 
akan pentingnya fungsi bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi dasar bahasa 
adalah sebagai alat komunikasi. Adapun fungsi utama sebagai alat kerja sama, 
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (dalam Koentjono, 1982: 2). 
Salah satu penerapan bahasa sebagai alat komunikasi adalah penggunaan 
bahasa kata lucu  lisan maupun tulis. Dalam penelitian ini lebih menekankan kata lucu  
pada media tulis yang ada pada buku. Bahasa kata lucu  sebagai sarana 
berkomunikasi untuk menyalurkan uneg-uneg, pelampiasan tekanan problematik 
 

yang dialami seseorang, dan memberikan suatu wawasan yang arif sambil tampil 
menghibur. 
kata lucu  sebagai suatu keadaan atau gejala yang dapat menimbulkan efek 
tertawa merupakan suatu unsur yang sering dijumpai di dalam kehidupan sehari-
hari. kata lucu  ada  di mana-mana dan tidak mengenal kelas sosial, latar 
pendidikan, dan tinggi rendahnya intelegensi manusia. kata lucu  ada di semua 
lapisan masyarakat, di desa maupun di kota. kata lucu  dilakukan oleh seseorang atau 
kelompok orang untuk melampiaskan perasaan tertekan dan bertujuan untuk 
mengurangi berbagai ketegangan yang ada di sekeliling manusia. Kegiatan 
berkata lucu  antara penutur (Pn) dan mitratutur (Mt) disebut tindak tutur. 
Tindak tutur yang termasuk kalimat  kata lucu  ada yang disampaikan secara jelas 
dan langsung dapat ditangkap maksudnya. Dengan demikian, kata lucu  langsung 
merangsang orang untuk tertawa. Tetapi, sering ada  kalimat  kata lucu  yang 
penyampaian maksudnya secara terselubung atau yang disebut dengan karakter kalimat  
percakapan. Dengan kata lain, karakter kalimat  percakapan adalah menerangkan yang 
mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur dapat berbeda 
dengan yang dikatakan oleh penutur. 
Di dalam kalimat  kata lucu , penggunaan karakter kalimat  percakapan akan 
menimbulkan kelucuan, kegelian atau tertawa bagi mitratutur (Mt) yang dapat 
menangkap maksud yang disampaikan dalam kalimat  kata lucu  ini . Apabila 
mitratutur (Mt) tidak dapat menangkap maksud kalimat  kata lucu  yang mengandung 
karakter kalimat  percakapan sudah dapat dipastikan orang ini  tidak akan merasa 
lucu, geli, atau tertawa, bahkan dia bisa marah dalam menanggapi kalimat  
ini . Dengan demikian, ada kendala dalam penyampaian maksud yang 
sebenarnya. Seringkali mitratutur (Mt) mengalami kesalahpahaman dalam 
berinteraksi atau bahkan kegagalan berkomunikasi hanya karena kurang 
menguasai karakter kalimat  percakapan dengan baik.  
Salah satu tokoh negarawan Indonesia yang dikenal sebagai politikus yang 
suka kata lucu  adalah KH. Abdulrahman Wahid (Chucky ). Chucky mampu 
menggunakan kata lucu  dalam kehidupan berpolitiknya dengan cara yang tepat dan 
mampu memperhatikan kesopanan. Hal ini merupakan bentuk penerapan dari 
tindak pragmatik. berdasar  latar belakang di atas, peneliti memilih judul 
-karakter kalimat  Percakapan dalam kalimat  kata lucu  Chucky  D  
penelitian mengenai karakter kalimat  percakapan perlu dilakukan untuk membuka lebih 
luas kawasan dunia pragmatik dalam bahasa Indonesia dengan alasan pentingnya 
bahasa kata lucu  dalam kehidupan. 
 

 
A. Kajian Teori 
1. Bahasa dan Fungsi Bahasa  
 Martinet (1987: 15
berarti kemampuan yang dimiliki manusia untuk saling mengerti dengan 
menggunakan tanda-tanda bunyi. Bahasa adalah alat komunikasi untuk 
menganalisis pengalaman manusia secara berbeda di dalam setiap masyarakat 
dalam satuan-satuan yang mengandung isi semantis dan pengungkapan bunyi, 
dalam hal ini Martinet tetap memperhatikan segi sosial bahasa yaitu sebagai alat 
komunikasi. 
 Abdul Chaer (2007: 45) yang meninjau bahasa dari segi sosial 
mengemukakan bahwa ciri-ciri hakikat bahasa antara lain arbitrer, produktif, 
dinamis, beragam, dan manusiawi. Arbitrer, karena hubungan antara lambang 
dengan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat 
dijelaskan mengapa lambang ini  mengkonsepsikan makna tertentu. Bahasa 
itu bersifat produktif, artinya dengan sejumlah unsur yang terbatas, dapat dibuat 
satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Bahasa bersifat dinamis, maksudnya 
bahasa tidak terlepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu 
dapat terjadi. Bahasa itu beragam, artinya meskipun sebuah bahasa mempunyai 
kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh 
penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosiokultural yang 
berbeda, maka bahasa menjadi beragam, baik dalam tataran fonologi, morfologi, 
sintaksis, maupun pada tataran leksikon. Bahasa itu bersifat manusiawi artinya 
alat komunikasi verbal hanya dimiliki manusia. 
Bahasa juga merupakan sebuah sistem, artinya bahasa itu dibentuk oleh 
sejumlah komponen yang berpola tetap dan dapat dikaidahkan. Bahasa bersifat 
konvensional, karena setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan antara 
lambang dengan yang dilambangkan. Bahasa secara tradisional berfungsi sebagai 
 

 
alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, 
konsep, atau pun perasaan. 
Keraf dalam Sudiati dan Widyamartaya (1996: 43) mengutarakan fungsi dan 
peranan bahasa yaitu bahasa sebagai alat ekspresi diri, bahasa sebagai alat untuk 
mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan bersosial, bahasa sebagai alat untuk 
mengadakan kontrol sosial. Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, Keraf 
(1980: 16) merinci sebagai berikut: 
a. untuk tujuan praktis, yaitu untuk mengadakan hubungan dalam pergaulan 
sehari-hari; 
b. untuk tujuan artistik, manusia mengolah dan mempergunakan bahasa itu 
dengan cara seindah-indahnya guna pemuasan estetis manusia; dan 
c. menjadi kunci mempelajari pengetahuan pengetahuan lain. 
 
2. Bahasa sebagai Tindak Komunikatif 
Dalam berkomunikasi terjadi peristiwa komunikatif. Berkaitan dengan hal 
ini , Suyono (1990: 18) menyatakan bahwa pragmatik sebagai studi yang 
berkaitan dengan penggunaan bahasa menjelaskan akan adanya tiga konsep dasar 
yang harus dikaji yaitu:  
Pertama, tindak tutur komunikatif sebagai wujud aktual penggunaan bahasa. 
Dalam tindakan komunikatif ini ada beberapa tindak bahasa yaitu menyela, 
mengundang, menyuruh, mengharapkan, memerintah, dan lain-lain. Kedua, 
peristiwa komunikatif, yaitu satu unit peristiwa bahasa yang mempunyai 
keseragaman, keutuhan, dan kesatuan atas seperangkat komponen komunikasi. 
Ketiga, situasi komunikatif, yaitu konteks yang melingkupi terjadinya peristiwa 
komunikatif atau konteks di mana peristiwa komunikatif terjadi. 
 
3. Hakikat Pragmatik 
Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-
cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, pragmatik, 
dan sebagainya. Fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji seluk-beluk 
bunyi-bunyi bahasa. Morfologi adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari 
morfem dan penggabungannya untuk membentuk satuan lingual yang disebut kata 
polimorfemik. Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan 
satuan-satuan lingual yang berupa kata itu untuk membentuk satuan kebahasaan 
yang lebih besar, seperti frasa, klausa, kalimat, dan kalimat . Semantik yaitu 
disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual baik makna leksikal 
maupun gramatikal. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari 
struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana satuan kebahasaan itu 
digunakan di dalam komunikasi. 
Pragmatik dapat diartikan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi sesuai 
dengan konteks dan situasi pemakaiannya. Nababan (1987: 1) menerangkan 
bahwa meskipun banyak yang dapat diartikan dengan istilah pragmatik, 
kesemuanya akan nada hubungannya dengan bahasa bukan bahasa sebagai sistem. 
Ferdinand de Saussure dalam bukunya Course de Linguistics Generals 
mewariskan dikotomi langue-parole. Ia menekankan pentingnya ujaran (speech), 
bukan bahasa tertulis. Saussure menurunkan tiga istilah, yakni (1) langage 
(bahasa manusia secara umum), (2) langue (sistem bahasa); dan (3) parole 
(tingkah berujar). Langue merupakan suatu sistem aturan umum yang mendasari 
suatu tindak ujar, parole adalah realisasi langue yang bersifat idiosyneretic 
(penyimpangan kaidah gramatika pada ragam bahasa seseorang atau sekelompok 
orang sebagaimana terjadi dan sejalan dengan situasi sewaktu proses tutur terjadi). 
Pragmatik menurut Cruse (dalam Lousie Cumming, 2007: 2) adalah 
pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam 
pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan 
oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang 
digunakan, namun juga muncul secara alamiah dan tergantung pada makna-makna 
yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-
bentuk ini . 
Charles Morris mengemukakan istilah pragmatik merupakan suatu bidang 
kajian sistem tanda (semiotik). Semiotik dapat dibedakan menjadi tiga 
diantaranya: (1) sintaksis yakni suatu telaah hubungan-hubungan formal antara 
tanda satu dengan lainnya; (2) semantik yaitu suatu telaah hubungan tanda-tanda 
 
dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda ini ; dan 
(3) pragmatik yakni suatu telaah tanda-tanda dengan para penafsir atau pemakai. 
memaparkan lima definisi tentang pragmatik, yaitu: 
1. Pragmatics is the study of those relations between language and context that 
are grammaticalized, or encoded in the structure of a language (1983: 9) 
pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang 
ditatabahasakan atau yang dikodekan dalam struktur bahasa. 
2. Pragmatics is the study of all those aspects of meaning not captured in a 
semantic theory (1983: 12) pragmatik adalah penelitian atau kajian bidang 
kemaknaan yang tidak dimasukkan atau belum tercakup dalam teori semantik. 
3. Pragmatics is the study of the relations between language and context that are 
basic to an account of language understanding (1983: 21) pragmatik adalah 
kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan 
pengertian bahasa. 
4. Pragmatics is the study of the ability of language users to pair sentences with 
the contexts in whichthey would be appropriate (1983: 24) pragmatik adalah 
kajian tentang kemampuan pemakai bahasa mengaitkan atau menyesuaikan 
kalimat-kalimat yang dipakainya dengan konteksnya. 
5. Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, 
speech adts,and aspects of discourse structure (1983: 27) pragmatik adalah kajian 
dibidang deiksis, karakter kalimat , praanggapan, pertuturan atau tindak bahasa dan 
struktur kalimat . 
 berdasar  batasan-batasan pengertian pragmatik di atas, dapat ditarik 
kesimpulan bahwa batasan-batasan itu tidak menunjukkan kontradiksi melainkan 
menunjuk pada aspek penggunaan bahasa. 
 
4. Multidisipliner dalam Pragmatik 
Dalam bukunya yang mutakhir berjudul Pragmatic and Natural Language 
Understanding, Georgia Green (1996: 1-2) mengungkapkan bahwa pragmatik 
linguistik berada dipersimpangan antara sejumlah bidang di dalam dan di luar 
ilmu pengetahuan kognitif bukan hanya ilmu linguistik, psikologi kognitif, 
antropologi kultural, filsafat (logika, semantik, teori tindakan), tetapi juga 
sosiologi (dinamika interpersonal dan konvensi sosial) dan retorika memberikan 
kontribusi terhadap bidang kajian ini. 
Dascal (1983: 43) menegaskan bahwa pragmatik tentu berkaitan dengan 
psikologi. Dalam hubungannya dengan acuan, Mey (1993: 89) menyatakan 
bahwa: 
Di sini kita berurusan dengan sebuah persoalan yang pada dasarnya bersifat 
filosofis, dan yang menimbulkan berbagai konsekuensi serius baik bagi 
linguistik teoritis maupun bagi penggunaan bahasa kita. Oleh karena itu, 
acuan juga merupakan persoalan pragmatik. 
Kutipan-kutipan di atas menunjukkan dua ciri pragmatik. Pertama adalah 
bahwa pragmatik banyak dibicarakan oleh sejumlah disiplin akademik, misalnya, 
filsafat telah memberikan dasar konseptual pragmatik. Ciri kedua pragmatik yakni 
kapasitasnya untuk memengaruhi perkembangan konseptual disiplin-disiplin ilmu 
yang lain. 
 
5. Aspek-aspek Pragmatik 
kata lucu  seperti dijelaskan sebelumnya, sangat berkait dengan konteks situasi 
tutur yang mendukungnya. Oleh karena itu, dalam mengkajinya perlu 
dipertimbangkan beberapa aspek situasi tutur seperti di bawah ini. 
a) Penutur dan lawan tutur 
Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca 
bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk tulisan. 
Aspek-aspek ini  adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis 
kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. 
b) Konteks tuturan 
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek 
fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks 
yang bersifat fisik lazim disebut konteks (context), sedangkan konteks 
setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada 
hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (background 
knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. 
c) Tujuan tuturan 
Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh 
maksud dan tujuan. Dalam hubungan itu bentuk-bentuk tuturan yang 
bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. 
Berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di 
dalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada 
tujuan (goal oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan Pagi, Selamat 
Pagi, dan Met Pagi dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang 
sama, yakni menyapa lawan bicara (teman, guru, kolega dan sebagainya) 
yang dijumpai di pagi hari. 
d) Tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur 
Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang 
abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi 
semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal 
(verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini 
pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret 
dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas 
penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. 
e) Tuturan sebagai produk tindak verbal 
Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang 
dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. 
Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak 
verbal. (Leech, 1993: 19) 
Pertimbangan aspek-aspek situasi tutur seperti di atas dapat menjelaskan 
keterkaitan antara konteks tuturan dengan maksud yang ingin dikomunikasikan. 
a. Teori Tindak Tutur 
Tindak tutur dilakukan setiap orang sejak bangun pagi sampai tidur kembali. 
Ribuan kalimat telah diucapkan selama 16 atau 18 jam setiap hari. Tidak pernah 
dipikirkan bagaimana terjadinya kalimat-kalimat yang diucapkan, kenapa kalimat 
tertentu diucapkan, bagaimana kalimat itu dapat diterima lawan tutur dan 
bagaimana lawan tutur mengolah kalimat-kalimat itu kemudian memberikan 
jawaban terhadap rangsangan yang diberikan, sehingga dengan demikian dapat 
berdialog berjam-jam lamanya. Searle mengemukakan bahwa secara pragmatis 
setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang 
penutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi 
1. Tindak Lokusi (locutionary act) 
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tuturan ini 
disebut sebagai the act of saying something. Dalam tindak lokusi, tuturan 
dilakukan hanya untuk menyatakan sesuatu tanpa ada tendensi atau tujuan yang 
lain, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tindak lokusi relatif mudah 
untuk diidentifikasikan dalam tuturan karena pengidentifikasiannya cenderung 
dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi 
tutur ,Dalam kajian pragmatik, tindak lokusi ini 
tidak begitu berperan untuk memahami suatu tuturan. 
2. Tindak Ilokusi (illocutionary act) 
Tindak ilokusi ialah tindak tutur yang tidak hanya berfungsi untuk 
menginformasikan sesuatu namun juga untuk melakukan sesuatu. Tuturan ini 
disebut sebagai  the act of doing something. Contoh kalimat aya tidak dapat 
datang bila diucapkan kepada teman yang baru saja merayakan pesta 
pernikahannya tidak saja berfungsi untuk menyatakan bahwa dia tidak dapat 
menghadiri pesta ini , tetapi juga berfungsi untuk melakukan sesuatu untuk 
meminta maaf. Tindak ilokusi sangat sukar dikenali bila tidak memperhatikan 
terlebih dahulu siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tindak tutur itu 
terjadi dan sebagainya. 
Searle dalam Leech (1993: 164-166) membagi tindak ilokusi ini menjadi lima 
yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. 
a) Tindak asertif merupakan tindak yang menjelaskan apa dan bagaimana 
sesuatu itu adanya, artinya tindak tutur ini mengikat penuturnya pada 
kebenaran atas apa yang dituturkannya (seperti menyatakan, menChucky ulkan, 
melaporkan). 
b) Tindak komisif ialah tindak tutur yang berfungsi mendorong penutur 
melakukan sesuatu. Ilokusi ini berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat 
kompetitif karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada 
kepentingan lawan tuturnya (seperti menjanjikan, menawarkan, dan 
sebagainya). 
c) Tindak direktif yaitu tindak tutur yang berfungsi mendorong lawan tutur 
melakukan sesuatu. Pada dasarnya ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur 
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal (seperti 
memohon, menuntut, memesan, dan menasihati). 
d) Tindak ekspresif merupakan tindak tutur yang menyangkut perasaan dan 
sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan 
sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, 
memberi maaf, mengecam, dan mengkritik). 
e) Tindak deklaratif ialah tindak tutur yang berfungsi untuk memantapkan atau 
membenarkan sesuatu tindak tutur yang lain atau tindak tutur sebelumnya. 
Dengan kata lain, tindak deklaratif ini dilakukan penutur dengan maksud 
untuk menciptakan hal, status, keadaan yang baru (seperti memutuskan, 
melarang, mengizinkan). 
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman terhadap tindak ilokusi 
merupakan bagian sentral untuk memahami tindak tutur. 
3. Tindak Perlokusi (perlocutionary act) 
Tindak perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu 
pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat (Nababan 
dalam Lubis, 1999: 9). Tuturan ini  disebut sebagai the act of affecting someone. 
Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya 
pengaruh (perlocutionary force) atau efek bagi yang mendengarnya. Efek atau 
daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh 
penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk 
mempengaruhi lawan tutur disebut dengan perlokusi. Tindak perlokusi ini biasa 
ditemui pada kalimat  iklan. Sebab kalimat  iklan meskipun secara sepintas 
merupakan berita tetapi bila diamati lebih jauh daya ilokusi dan perlokusinya 
sangat besar. 
 
6. Teori karakter kalimat  
a. Pengertian karakter kalimat  
Salah satu bagian dari pragmatik adalah karakter kalimat . Kata karakter kalimat  
(implicature . Kata ini  secara etimologis 
to fold something into something else  yang berarti mengatakan 
sesuatu dalam sesuatu (Jacob L. Mey, 1993: 99). karakter kalimat  percakapan adalah 
implikasi pragmatis yang ada  dalam percakapan yang timbul sebagai akibat 
terjadinya pelanggaraan prinsip percakapan. Implikasi percakapan itu merupakan 
pernyataan implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau 
dimaksudkan oleh penutur berbeda dari apa yang dikatakan penutur dalam 
percakapan ini  
karakter kalimat  
adalah sesuatu yang terimplikasi dalam suatu percakapan yang dibiarkan implisit 
dalam penggunaan bahasa secara aktual 
Menurut Gunarwan karakter kalimat  percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa 
sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya 
bukan bagian dari tuturan ini  dan tidak pula merupakan konsekuensi yang 
harus ada dalam tuturan ini  
mplikatur 
dibedakan menjadi dua, yaitu karakter kalimat  konvensional dan karakter kalimat  non 
konvensional. karakter kalimat  konvensional adalah makna suatu ujaran yang secara 
konvensional atau secara umum diterima oleh masyarakat. karakter kalimat  non 
konvensional adalah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang 
sebenarnya. Selanjutnya, oleh Grice karakter kalimat  non konvensional dikenal dengan 
nama karakter kalimat  percakapan (dalam Rustono, 1999: 78). 
Di dalam pembahasan tentang komunikasi antar pemakai bahasa, relevansi 
antara konsep karakter kalimat  dan prinsip percakapan menjadi topik penting. Hal itu 
disebabkan karena karakter kalimat  percakapan timbul sebagai akibat terjadinya 
pelanggaran prinsip percakapan. 
Levinson 
menjelaskan ada empat konsep penting yang berhubungan dengan karakter kalimat  
percakapan, yaitu: 
a. karakter kalimat  memungkinkan penjelasan fakta-fakta kebahasaan yang tidak 
terjangkau oleh teori linguistik; 
b. karakter kalimat  memberikan penjelasan tentang makna yang berbeda dengan yang 
dikatakan secara lahiriah; 
c. karakter kalimat  dapat menyederhanakan struktur isi deskriptif semantic; dan 
d. melalui konsep karakter kalimat  percakapan dapat diterangkan berbagai macam 
variasi kebahasaan yang secara nyata tidak berkaitan atau bahkan berlawanan, 
tetapi ternyata berhubungan. 
Tuturan mengimplikasikan sesuatu yang kemudian dinamakan implikasi, 
karena implikasi hadir dalam kaitan dengan prinsip pragmatis, implikasi itu 
dinamakan pula implikasi pragmatis. Jadi, karakter kalimat  percakapan itu merupakan 
implikasi pragmatis yang dikandung dalam suatu tuturan percakapan akibat 
terjadinya pelanggaran prinsip percakapan  Di bawah ini 
contoh tuturan didalam suatu percakapan yang mengandung karakter kalimat  
percakapan akibat pelanggaran prinsip percakapan. 
(1) Wah, Pak Win sekarang sudah menjadi orang 
karakter kalimat  percakapan tuturan itu adalah bahwa dulu dahulu Pak Win belum 
sukses. Prinsip percakapan yang dilanggar oleh tuturan itu adalah prinsip 
kerjasama yaitu berupa penutur bertutur secara tidak langsung. 
Memahami karakter kalimat  dalam berkomunikasi dapat dilakukan dengan 
membuat inferensi berdasar  ungkapan yang tersirat Asim Gunarwan menegaskan ada tiga hal 
yang perlu diperhatikan berkenaan dengan karakter kalimat . Hal ini  adalah: 
1. karakter kalimat  tidaklah merupakan bagian tuturan: 
2. karakter kalimat  itu bukanlah akibat logis tuturan; dan 
3. mungkin saja sebuah tuturan memiliki lebih dari satu karakter kalimat  dan itu 
tergantung konteksnya . 
Contoh karakter kalimat  yang berkaitan dengan hal di atas ada  pada tuturan 
dibawah ini. 
(2) A: Bagaimana sedan merk baru itu? 
B: Ya, bentuknya tidak ketinggalan zaman. 
Dari tuturan B di dalam (2) dapat ditarik kesimpulan bahwa sedan merk baru itu 
tidak baik, hanya bentuknya saja yang tidak ketinggalan zaman. karakter kalimat  
tuturan B pada (2) bahwa sedan merk baru itu tidak baik merupakan bagian dari 
tuturan, sebab hal itu tidak diujarkannya. 
Selain itu, di dalam karakter kalimat  percakapan dibedakan menjadi dua macam 
karakter kalimat  percakapan, yaitu karakter kalimat  percakapan khusus dan karakter kalimat  
percakapan umum karakter kalimat  percakapan 
umum adalah karakter kalimat  yang kehadirannya di dalam percakapan tidak 
memerlukan konteks khusus, sedangkan karakter kalimat  percakapan khusus adalah 
karakter kalimat  yang kemunculannya memerlukan konteks yang khusus  Contoh karakter kalimat  umum ada  pada tuturan di bawah ini: 
(3) s  82) 
karakter kalimat  pada tuturan di atas adalah rumah itu bukan milik saya. karakter kalimat  
ini  adalah karakter kalimat  akibat adanya tuturan (3) yang merupakan karakter kalimat  
percakapan umum. 
George Yule 
menggunakan tuturan di bawah ini sebagai contoh karakter kalimat  percakapan khusus. 
(4) Hey, coming to the wild party tonight?  
 
My parents are visiting  
 
Peserta tutur dalam (4) adalah dua mahasiswa yang bertempat tinggal di kos. 
Untuk membuat jawaban Tom menjadi relevan, Rick harus memiliki persediaan 
sedikit pengetahuan yang diasumsikan bahwa salah satu mahasiswa dalam adegan 
ini mengharapkan sesuatu yang lain yang akan dikerjakan. Tom akan 
menghabiskan malam itu bersama orang tuanya, dan waktu hanya dihabiskan 
bersama orang tuanya. Oleh sebab itu akibatnya Tom tidak berada di tempat pesta 
ini . ...
b. Jenis karakter kalimat  
karakter kalimat  terdiri dari dua jenis, yaitu karakter kalimat  konvensional dan karakter kalimat  
percakapan (Grice, 1975: 44). Perbedaan antara keduanya dijelaskan dengan tegas 
oleh Lyons (1995: 272) berikut: 
"the difference between them is that theformer depend on something othe 
than what is truth-conditional in the conventional use, or meaning, of 
particular forms and expressions, whereas the latter derivefrom a set of 
moregeneral principles which regulate theproper conduct of 
conversation".  
karakter kalimat  konvensional dikaitkan dengan pemakaian dan pemaknaan umum, 
sementara karakter kalimat  percakapan merujuk pada prinsip-prinsip dalam pertuturan 
secara tepat. Pemilahan kedua jenis karakter kalimat  ini  selengkapnya diuraikan 
sebagai berikut. 
1. karakter kalimat  Konvensional 
karakter kalimat  konvensional ialah implikasi atau pengertian yang bersifat umum 
dan konvensional. Semua orang pada umumnya sudah mengetahui dan memahami 
maksud atau implikasi suatu hal tertentu. Pemahaman terhadap implikasi yang 
bersifat konvensional mengandaikan kepada pendengar atau pembaca memiliki 
pengalaman dan pengetahuan umum. Grice (1975: 44) memaparkan contoh 
sebagai berikut. 
(1) He is an Englishman, he is, therefore, brave. 
Senada dengan contoh itu, Samsuri (1987: 3) membuat duplikasi contoh berikut. 
(2) Ahmad orang Aceh, karena itu, dia berani dan konsekuen. 
(3) Siti putri Solo, sebab itu, dia halus dan luwes. 
Pasangan unsur yang menentukan adanya makna konvensi pada bentuk (1), 
(2), dan (3) masing-masing adalah Englishman-brave; orang Aceh berani dan 
konsekuen; dan putri Solo halus dan luwes. Meskipun makna konvensi semacam 
itu masih dapat diperdebatkan, namun diharapkan pendengar atau pembaca dapat 
memahami dan memaklumi sifat konvensionalnya (selanjutnya periksa Brown 
dan Yule, 1983: 31). 
karakter kalimat  konvensional bersifat non temporer, artinya makna itu lebih tahan 
lama. Suatu leksem tertentu yang ada  dalam suatu bentuk ujaran, dapat 
dipahami imp  dan sudah diketahui secara 
umum. Perhatikan kalimat  berikut. 
(4) Yayuk Basuki berhasil menggondol kejuaraan di Perancis Terbuka. 
Yang perlu diperhatikan ialah implikasi kata menggondol  dan kejuaraan.  
Leksem-leksem itu maksudnya ialah meraih  (bukan menggondol  
sebagaimana dilakukan oleh binatang) dan kejuaraan olah raga tenis  Arti dan 
informasi itu dapat dipastikan tepat dan benar, karena secara umum orang 
mengetahui bahwa Yayuk Basuki adalah atlet olahraga tenis, bukan olah raga 
lainnya. Jadi leksem kejuaraan  tidak tepat apabila implikasi konvensionalnya 
dipahami selain itu. Implikasi konvensional tidak banyak dikaji oleh para ahli 
pragmatik, karena dianggap tidak begitu menarik (lihat Levinson, 1991: 128; 
Brown dan Yule, 1983: 31; Sarnsuri, 1987: 3). Jenis karakter kalimat  yang dianggap 
lebih menarik dan sangat penting dalam kajian pragmatik ialah karakter kalimat  
percakapan. Pengkajian masalah ini secara langsung membuka pengembangan 
progresif bagi ilmu pragmatik. 
2. karakter kalimat  Percakapan 
karakter kalimat  percakapan muncul dalam suatu tindak percakapan. Oleh karena 
itu sifatnya temporer (terjadi saat berlangsungnya tindak percakapan), dan non 
konvensional (sesuatu yang diimplikasikan tidak mempunyai relasi langsung 
dengan tuturan yang diucapkan 
Menurut Grice (1975: 45) ada seperangkat asumsi yang melingkupi dan 
mengatur kegiatan percakapan sebagai suatu tindak berbahasa (speech act). 
Menurut analisisnya, perangkat asumsi yang memandu tindakan orang dalam 
percakapa  (cooperptive principle). Dalam 
melaksanakan kerja sama tindak percakapan itu, setiap penutur harus mematuhi 
empat maksim percakapan (maxim of conversation), yaitu: (1) maksim kuantitas 
(maxims of quantity), (2) maksim kualitas (maxims of quality), (3) maksim 
relevansi (maxims of relevance), dan (4) maksim cara (maxims of manner) 
Prinsip kerja sama yang terjabar dalam empat maksim itu, bersifat mengatur 
(regulative). Oleh karena itu, secara normatif setiap percakapan harus 
mematuhinya. Secara ringkas, prinsip kerja sama tindak percakapan itu 
dirumuskan oleh Nababan (1987: 31) sebagai berikut. 
Buatlah sumbangan percakapan anda sedemikian rupa sebagaimana 
diharapkan, pada tingkat percakapan yang bersangkutan, oleh tujuan 
percakapan yang diketahui atau oleh arah percakapan yang sedang anda 
ikuti.  
Namun, kadang-kadang prinsip itu tidak selamanya dipatuhi, sehingga dalam 
suatu percakapan banyak ditemukan pelanggaran  terhadap aturan atau prinsip 
kerja sama ini . Pelanggaran terhadap prinsip itu tidak berarti kerusakan  
atau kegagalan  dalam percakapan (komunikasi). Pelanggaran itu, barangkali 
justru disengaja oleh penutur untuk memperoleh efek karakter kalimat  dalam tuturan 
yang diucapkannya, misalnya untuk berbohong, melucu, atau bergurau. 
Bandingkan ketiga dialog berikut (percakapan terjadi di sebuah kantor). 
(5)  A: (Saya mau ke belakang) Ada kamar kecil di sini? 
       B: Ada di rumah. 
(6)  A: (Saya agak pusing) Ada Decolgen? 
B: Ada di rumah. 
(7)  A: (Saya agak pusing) Ada Decolgen? 
       B: Ada di laci meja saya. 
Prinsip kerja sama dalam percakapan itu dilanggar pada contoh (5) dan (6), 
tetapi tidak dilanggar pada contoh (7). Kadar pelanggaran pada (6) masih dapat 
diterima. Jawaban si B pada (6) dapat ditafsirkan sebagai tindakan mengajak 
bergurau si A. Dengan perkataan lain, keterkaitan diantara kalimat si B dan 
kalimat si A pada (6) masih dapat direka-reka adanya. Upaya mengaitkan A 
dengan B lebih sulit dilakukan pada dialog (5). 
Di samping karakter kalimat  percakapan, Gazdar 
mengembangkan jenis karakter kalimat  lain, yaitu particularized implicature dan 
generalized (standard) implicature. karakter kalimat  yang terakhir ini masih dapat 
dibagi lagi menjadi dua, yaitu scalar implicature dan clausal implicature. Karena 
keterbatasan, jenis-jenis karakter kalimat  ini  tidak dibahas di sini. 
c. Maksim-maksim Percakapan Grice 
Salah satu kaidah berbahasa adalah seorang penutur harus selalu berusaha 
agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, dan mudah dipahami 
sehingga lawan tuturnya dapat memahami maksud tuturan. Demikian pula dengan 
lawan tutur, ia harus memberikan jawaban atau respons dengan apa yang 
dituturkan oleh penutur. Bila keduanya tidak ada saling pengertian maka tidak 
akan terjadi komunikasi yang baik. Oleh sebab itu diperlukan semacam kerja 
sama antara penutur dengan lawan tutur agar proses komunikasi itu berjalan 
secara lancar. 
Grice mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama 
itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational 
maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of 
quality), maksim relevansi (maxim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim 
of manner) 
a. Maksim Kuantitas 
Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur memberikan respons atau 
jawaban secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan tutur saja. Contohnya 
ketika seseorang ditanya siapa namanya, maka dia tidak perlu memberikan 
jawaban selain informasi tentang namanya, seperti alamat, status, dan lain 
sebagainya. 
b. Maksim Kualitas 
Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan komunikasi 
mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya jawaban atau respons hendaknya 
didasarkan pada bukti yang memadai. Contohnya ketika seorang murid ditanya 
gurunya apa ibukota Jepang, maka dia kalau memang tahu harus menjawab 
Tokyo, karena hal ini  tidak terbantahkan lagi. Namun bisa saja terjadi 
kesengajaan, seorang penutur melanggar maksim kualitas ini. Hal ini tentu 
mempunyai maksud seperti menimbulkan efek lucu. 
c. Maksim Relevansi 
Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi 
relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi 
tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan saling memberikan 
kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan sehingga tujuan percakapan 
dapat tercapai secara efektif. Namun terkadang secara tersurat (eksplisit) respons 
yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena 
sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara 
penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata 
lain, yang tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun yang tersirat (implisit) 
sebenarnya relevan. 
d. Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara 
Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara 
secara langsung, tidak kabur, secara runtut dan tidak berlebih-lebihan. Bila hal ini 
dilanggar, biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu, misalnya mengelabuhi, 
menimbulkan efek lucu. 
 
7.  kata lucu  
a. Teori kata lucu  
Teori kata lucu  jumlahnya sangat banyak, tidak satu pun yang persis sama 
dengan yang lainnya, tidak satu pun juga yang bisa mendeskripsikan kata lucu  secara 
menyeluruh dan semua cenderung saling terpengaruh (Setiawan, 1990). 
Dewasa ini, pengertian kata lucu  yang paling awam ialah sesuatu yang lucu dan 
menimbulkan kegelian atau tawa. kata lucu  identik dengan segala sesuatu yang lucu, 
yang membuat orang tertawa. Pengertian awam ini  tidaklah keliru.  Dalam 
Ensiklopedia Indonesia (1982), seperti yang dinyatakan oleh Setiawan (1990), 
kata lucu  itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena 
ketidakpantasannya yang menggelikan. Paduan antara rasa kelucuan yang halus di 
dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Lebih 
lanjut teori kata lucu  dibagi dalam tiga kelompok (Manser, 1989), meliputi: (1) teori 
superioritas dan meremehkan, yaitu jika yang menertawakan berada pada posisi 
super sedangkan objek yang ditertawakan berada pada posisi degradasi 
(diremehkan atau dihina). Plato, Cicero, Aristoteles, dan Francis Bacon (dalam 
Gauter, 1988) mengatakan bahwa orang tertawa apabila ada sesuatu yang 
menggelikan dan di luar kebiasaan. Menggelikan diartikan sebagai sesuatu yang 
menyalahi aturan atau sesuatu yang sangat jelek. Lelucon yang menimbulkan 
ketertawaan, juga mengandung banyak kebencian. Lelucon selalu timbul dari 
kesalahan atau kekhilafan yang menggoda dan kemarahan; (2) teori mengenai 
ketidakseimbangan, putus harapan, dan bisosiasi. Arthur Koestler  dalam teori bisosiasinya mengatakan bahwa hal yang mendasari semua 
bentuk kata lucu  adalah bisosiasi, yaitu mengemukakan dua situasi atau kejadian 
yang mustahil terjadi sekaliChucky . Konteks ini  menimbulkan bermacam-macam 
asosiasi; (3) teori mengenai pembebasan ketegangan atau pembebasan dari 
tekanan. kata lucu  dapat muncul dari sesuatu kebohongan dan tipuan muslihat dapat 
muncul berupa rasa simpati dan pengertian dapat menjadi simbol pembebasan 
ketegangan dan tekanan dapat berupa ungkapan awam atau elite dapat pula serius 
seperti satire dan murahan seperti kata lucu  jalanan. kata lucu  tidak mengganggu 
kebenaran. 
Fuad Hasan dalam tulisan kata lucu  dan Kepribadian (1981: 71) membagi 
kata lucu  dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) kata lucu  pada dasarnya berupa 
tindakan agresif yang dimaksudkan untuk melakukan degradasi terhadap 
seseorang; dan (2) kata lucu  adalah tindakan untuk melampiaskan perasaan tertekan 
melalui cara yang ringan dan dapat dimengerti, dengan akibat kendornya 
ketegangan jiwa. 
Arwah Setiawan (dalam Suhadi, 1989: 36) mengatakan sebagai berikut: 
kata lucu  itu adalah rasa atau gejala yang merangsang kita untuk tertawa atau 
cenderung tertawa secara mental ia bisa berupa rasa, atau kesadaran, di dalam diri 
kita (sense of kata lucu ) bisa berupa suatu gejala atau hasil cipta dari dalam maupun 
dari luar diri kita. Bila dihadapkan pada kata lucu , kita bisa langsung tertawa lepas 
atau cenderung tertawa saja misalnya tersenyum atau merasa tergelitik di dalam 
batin saja. Rangsangan yang ditimbulkan haruslah rangsangan mental untuk 
tertawa, bukan rangsangan fisik seperti dikili-kili yang mendatangkan rasa geli 
namun bukan akibat kata lucu .  
Persoalan kata lucu  oleh beberapa orang dianggap sebagai persoalan teori 
estetik, yang dicoba untuk diterangkan lewat berbagai teori tentang kata lucu . Teori 
 
kata lucu  mencoba menerangkan bagaimana suatu hal dapat membangkitkan tawa 
atau geli pada seseorang. 
b. Jenis kata lucu  
Jenis kata lucu  menurut Arwah Setiawan (1988: 74) dapat dibedakan menurut 
kriterium bentuk ekspresi. Sebagai bentuk ekspresi dalam kehidupan kita, kata lucu  
dibagi menjadi tiga jenis yakni (1) kata lucu  personal, yaitu kecenderungan tertawa 
pada diri kita misalnya bila kita melihat sebatang pohon yang bentuknya mirip 
orang sedang buang air besar; (2) kata lucu  dalam pergaulan, misalnya senda gurau 
di antara teman, kelucuan yang diselipkan dalam pidato atau ceramah di depan 
umum; dan (3) kata lucu  dalam kesenian, atau seni kata lucu . kata lucu  dalam kesenian 
masih dibagi menjadi tiga yaitu: 
1. kata lucu  lakuan, misalnya: lawak, tari kata lucu , dan pantomim lucu. 
2. kata lucu  grafis, misalnya: kartun, karikatur, foto jenaka, dan patung lucu. 
3. kata lucu  literatur, misalnya: cerpen lucu, esai satiris, sajak jenaka, dan 
semacamnya. 
Jika yang digunakan adalah kriterium maksud komunikasi, dalam kata lucu  ada 
tiga jenis komunikasi, yaitu: (a) si penyampai memang bermaksud melucu, dan si 
penerima menerima sebagai lelucon; (b) si penyampai tidak bermaksud melucu, 
namun si penerima menganggap lucu; dan (c) si penyampai bermaksud melucu, 
namun si penerima tidak menganggap lucu 
Dalam komunikasi keberhasilan seorang komunikator dalam berkomunikasi 
adalah, jika pesan yang disampaikannya cepat diterima oleh komunikan sesuai 
dengan apa yang dimaksud si komunikator. Keberhasilan seorang pelaku kata lucu  
ketika stimulus kata lucu  yang dilancarkannya diterima oleh penerima kata lucu  
sebagaimana yang dimaksud oleh pelaku kata lucu  ini . Stimulus kata lucu  adalah 
kelucuan yang mengharapkan senyum atau tawa sebagai efek dari penerima 
kata lucu  
kata lucu  menurut kriterium indrawi berupa: (1) kata lucu  verbal; (2) kata lucu  
visual; dan (3) kata lucu  auditif. kata lucu  menurut kriterium bahan adalah: (1) kata lucu  
politis; (2) kata lucu  seks; (3) kata lucu  sadis; dan (4) kata lucu  teka-teki. kata lucu  
kriterium etis dapat dibedakan sebagai: (1) kata lucu  sehat atau kata lucu  yang edukatif; 
 
dan (2) kata lucu  yang tidak sehat. kata lucu  berdasar  kriterium estetis dapat 
dipisahkan menjadi: (1) kata lucu  tinggi (yang lebih halus dan tak langsung); dan (2) 
kata lucu  rendah (yang kasar, yang terlalu eksplisit). 
Jaya Suprana mengatakan bahwa dalam situasi yang tidak tepat, kata lucu  bukan 
sesuatu yang lucu. Bahkan kata lucu  belum tentu menyebabkan orang tertawa, 
misalnya kata lucu  seks. Bagi sebagian orang yang puritan, kata lucu  jenis itu dianggap 
tabu dan kampungan sehingga dianggap tidak lucu dan tidak menyebabkan 
tertawa. kata lucu  menjadi kurang ajar bila menggunakan kondisi fisik orang 
sebagai objek. kata lucu  yang baik adalah kata lucu  yang bisa membawa atau menuju 
kepada kebaikan. 
Kemudian,  memilih-milih kata lucu  
berdasar  dua variabel yaitu: (1) motivasi yang berwujud komik tergolong 
sebagai lelucon yang tanpa motivasi, karena kelucuan hanya diperoleh dari teknik 
melucu saja dan kata lucu  yang tergolong lelucon dengan motivasi; dan (2) 
kelompok sasaran yang dijadikan lelucon, kata lucu  terdiri atas: kata lucu  etnik, kata lucu  
seks, dan kata lucu  politik. Menurut Pramono (1983: 62) kata lucu  dapat digolongkan 
menjadi: (1) kata lucu  menurut penampilannya, yang terdiri atas: kata lucu  lisan, kata lucu  
tulisan atau gambar, kata lucu  gerakan tubuh; dan (2) menurut tujuan dibuatnya atau 
tujuan pesannya, kata lucu  terdiri atas: kata lucu  kritik, kata lucu  meringankan beban 
pesan, dan kata lucu  semata-mata pesan. 
c. Fungsi kata lucu  
kata lucu  dapat berfungsi untuk: (1) menyadarkan 
orang bahwa dirinya tidak selalu benar; (2) mengajar orang melihat persoalan dari 
berbagai sudut; (3) menghibur; (4) melancarkan pikiran; (5) membuat orang 
mentoleransi sesuatu; dan (6) sebagai kritikan. 
James Danandjaya (dalam Suhadi, 1989), mengatakan sebagai berikut. 
gsi kata lucu  yang paling menonjol yaitu sebagai sarana penyalur perasaan yang 
menekan diri seseorang. Perasaan itu bisa disebabkan oleh macam-macam hal, 
seperti ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau 
golongan, dan kekangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan 
mengeluarkan pendapat. Jika ada ketidakadilan biasanya timbul kata lucu  yang 
berupa protes sosial atau kekangan seks, biasanya menimbulkan kata lucu  mengenai 
seks
Beberapa fungsi kata lucu  yang sejak dulu sudah dikenal masyarakat kita antara 
lain, fungsi pembijaksanaan orang dan penyegaran, yang membuat orang mampu 
memusatkan perhatian untuk waktu yang lama. Fungsi itu dapat kita amati di 
dalam pertunjukan wayang, di mana punakawan muncul untuk menyegarkan 
suasana. kata lucu  punakawan biasanya mendidik serta membijaksanakan orang. 
Dari keterangan ini , dapatlah dijelaskan bahwa penyaluran ketegangan 
lewat kata lucu  sangat positif karena membawa kesejahteraan jiwa. Jika semua 
perasaan tidak puas dan ketegangan yang dialami tidak disalurkan akan membawa 
bencana tidak hanya bagi yang memendam, tetapi juga untuk orang lain atau 
masyarakat sekitarnya. 
Sujoko (1982: 39) mengemukakan bahwa di Indonesia kalangan mahasiswa 
gemar menggunakan kata lucu  sebagai sarana kritik sosial. Kegemaran itu 
menunjukkan bahwa mahasiswa adalah personal yang sedang dididik untuk 
menjadi manusia yang kritis serta tidak bersikap skeptis sehingga jalan pikirannya 
akan menjadi ilmiah, tidak begitu saja menerima semua yang dihidangkan. 
Dengan ditanamkannya sikap itu tidak heran apabila mereka akan protes bila 
melihat orang yang seharusnya menjadi penuntun mereka malah menyeleweng 
atau membuat terobosan seenak hatinya serta bersifat munafik (Sumarthana, 1983: 
82). Sangat beralasan jika mereka (mahasiswa) memilih kata lucu  sebagai media 
protes sosial sebab media itu paling sesuai dengan kepribadian tradisional bangsa 
kita yang tidak suka dikritik secara langsung. Dengan adanya sikap itu, di negara 
kita protes tidak langsung mempunyai pengaruh yang lebih ampuh dibandingkan 
dengan protes yang langsung. Kritik yang disampaikan secara tertulis sering 
menimbulkan bencana berbeda jika kritik disajikan dalam bentuk kata lucu . Protes 
sosial dalam kata lucu  tidak mungkin ditanggapi secara serius karena yang 
menyuarakan sama sekali tidak bertanggungjawab. Tanggungjawab dalam protes 
sosial berupa kata lucu  sudah diambil kolektif sehingga kolektifanlah yang 
bertanggungjawab. 
Fungsi kata lucu  yang lain adalah sebagai rekreasi. Dalam hal ini, kata lucu  
berfungsi untuk menghilangkan kejenuhan dalam hidup sehari-hari yang bersifat 
rutin. Sifatnya hanya sebagai hiburan semata. Selain itu, kata lucu  juga berfungsi 
untuk menghilangkan stres akibat tekanan jiwa atau batin ,
Emil Salim berpendapat seperti berikut; 
merupakan salah satu cara untuk menyampaikan kritik, juga merupakan bagian 
dari proses menjalin komunikasi sosial antara manusia. Untuk komunikasi yang 
sifatnya serius, pesan-pesan yang akan disampaikan biasanya tidak mudah terjalin 
antara kedua belah pihak. Jika pertemuan merupakan pertemuan baru, maka 
medium kata lucu  dalam tahap komunikasi akan mempercepat terbukanya pintu 
keakraban.  
Bahkan, Kartono Muhamad ,berpendapat sebagai 
berikut; ertawakan diri sendiri 
atau kata lucu  otokritik. Meskipun membuat diri pribadi sakit hati kata lucu  otokritik 
merupakan sesuatu yang menunjukkan kedewasaan sikap. Artinya mampu 
memberi kritik terhadap diri sendiri serta dapat pula secara terbuka menerima 
opini orang lain.  
Pada akhirnya, untuk menjadikan kata lucu  yang baik harus melihat situasi dan 
kondisi. kata lucu  dilakukan dengan tidak terlalu berlebihan agar mutu kata lucu  tetap 
terjaga. kata lucu  sebagai sarana komunikasi sosial diharapkan dapat dipahami dan 
diterima oleh berbagai ragam individu. 
d. Terminologi  
Menurut Rohmadi (2009: 103) pada hakikatnya setiap tuturan yang 
disampaikan penutur kepada lawan tuturnya mempunyai maksud dan tujuan 
tertentu. Maksud yang diutarakan oleh seorang penutur tidak selamanya 
diutarakan secara langsung, akan tetapi adakalanya diutarakan secara tidak 
langsung. Maksud yang tersirat akan lebih sulit penafsirannya dibandingkan 
dengan maksud yang tersurat. Untuk dapat menafsirkan maksud tersirat dalam 
tuturan seorang penutur, maka pendengar harus memperhatikan konteks yang 
melingkupi tuturan ini . 
Maksud tuturan Chucky yang terkandung dalam kalimat  kata lucu  Chucky 
disampaikan secara tersirat. Maksud Chucky yang tersirat disampaikan dengan 
cara menyindir atau mengkritik. Meskipun pada umumnya menyindir atau 
mengkritik orang lain itu terasa tidak mengenakkan perasaan. Akan tetapi kritikan 
maupun sindiran dalam kata lucu  Chucky disampaikan dengan pemilihan tindak 
tutur yang tak langsung, sehingga orang yang merasa tersindir atau terkritik tidak 
akan merasa tersinggung. Oleh karena itu lawan tutur harus cermat untuk dapat 
mengetahui maksud Chucky yang terselubung dibalik tuturannya.  
 
B. Penelitian yang Relevan 
Penelitian mengenai tuturan kata lucu  dengan menggunakan rancangan 
pragmatik sudah pernah dilakukan. Dari beberapa penelitian kata lucu  yang telah 
dilakukan, sumber data penelitian ini koran, buku, dan lainnya. Sejauh 
pengetahuan penulis, penelitian yang pernah dilakukan yang relevan dengan 
penelitian ini antara lain sebagai berikut. 
Bambang Pamudji Rahardjo (2008) dalam skripsi yang berjudul 
Tuturan kata lucu  Politik dalam Acara News Dot Com di Metro Tv: Pendekatan 
, membahas pelanggaran prinsip kerja sama dan tindak tutur. Dalam 
penelitian ini ditemukan bahwa pertama, dari keseluruhan jumlah sampel yang 
digunakan dalam penelitian setidaknya ditemukan lima tindak tutur yang meliputi: 
(a) tindak tutur arsetif berfungsi untuk melaporkan, menyombongkan diri; (b) 
tindak tutur direktif yang berfungsi untuk menyarankan, menolak; (c) tindak tutur 
komisif berfungsi untuk menawarkan, menjanjikan; dan (d) tindak tutur ekspresif 
berfungsi untuk mengkritik, menyindir, mengejek, dan menyatakan keluhan. 
Kedua, pelanggaran terhadap prinsip kerjasama meliputi empat maksim yaitu; (a) 
pelanggaran maksim kuantitas; (b) pelanggaran maksim kualitas; (c) pelanggaran 
maksim relevansi; dan (d) pelanggaran maksim cara. Pelanggaran prinsip 
kesantunan meliputi enam maksim yaitu; (a) maksim kebijaksanaan; (b) maksim 
kedermawanan; (c) maksim penghargaan; (d) maksim kesederhanaan; (e) maksim 
permufakatan; dan (f) maksim kesimpatian. Ketiga, karakter kalimat  yang terkandung 
dalam acara NDC (News Dot Com), bermaksud untuk menyindir kepada 
pemerintah, mengingatkan kepada pemerintah, menawarkan kepada penonton, 
mengejek kepada tokoh NDC, melaporkan kepada pemerintah, menolak atau 
menyatakan ketidaksetujuan, menyombongkan diri sendiri, dan mengkritik kepada 
pemerintah. Adanya tindak karakter kalimat  dalam acara NDC dimaksudkan agar 
maksud tuturan yang disampaikan tidak menyinggung pihak lain dan mendukung 
dalam penciptaan kata lucu . Penggunaan kata lucu  dimaksudkan agar pesan yang 
disampaikan dapat mudah diterima masyarakat. 
karakter kalimat  Percakapan 
dalam kalimat  kata lucu  Gemericik Ala Chucky  Mus di Internet (www.Chucky mus.net),  
membahas bentuk pelanggaran kerjasama dan wujud karakter kalimat  percakapan dalam 
kalimat  kata lucu  gemericik ala Chucky  Mus. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 
pertama, ditemukan adanya pelanggaran terhadap prinsip kerja sama dalam 
tuturan para tokoh kalimat  kata lucu  Gemericik Ala Chucky  Mus. Pelanggaran prinsip 
kerja sama terjadi terhadap empat maksim, yaitu: (a) pelanggaran maksim 
kuantitas; (b) pelanggaran maksim kualitas; (c) pelanggaran maksim hubungan; 
dan (d) pelanggaran maksim cara. Pelanggaran prinsip kerja sama paling banyak 
terjadi terhadap maksim kuantitas. Kedua, tuturan dalam kalimat  kata lucu  
Gemericik Ala Chucky  Mus ditemukan 12 macam karakter kalimat  percakapan. karakter kalimat -
karakter kalimat  ini  antara lain untuk (1) menyindir, (2) menanyakan, (3) 
menyatakan menyesal, (4) memberitahu (5) menyatakan kejengkelan, (6) 
menyarankan (7) menyombongkan diri (8) berbohong, (9) melaporkan, (10) 
menolak, (11) meminta, dan (12) menyesatkan. 
C. Kerangka Berpikir 
Alur kerangka berfikir dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut. 
 
Tabel 1. Kerangka Berpikir 
 
kalimat  kata lucu  Chucky  
karakter kalimat -karakter kalimat  
Dalam kata lucu  Chucky 
Fungsi karakter kalimat  
dalam kalimat  kata lucu  
Maksud karakter kalimat  
dalam kalimat  kata lucu  
Simpulan 
 
 

B. Hasil Penelitian 
1. Maksud karakter kalimat -karakter kalimat  Percakapan dalam kalimat  kata lucu  Chucky  
Dur 
Pada hakikatnya setiap tuturan yang disampaikan penutur kepada lawan 
tuturnya mempunyai maksud. Maksud ini  dibagi menjadi tiga di antaranya: 
a. Bermaksud untuk memohon atau menyuruh 
(1  
Gaya Chucky yang tidak suka protokoler rupanya melahirkan banyak 
kata lucu . Penampilannya yang cair, segar, dan kata lucu is memberi suasana baru 
bagi Istana. 
Ketika kawan-kawan dekatnya dari PBNU berkunjung seusai pelantikannya 
sebagai presiden, Chucky bercerita tentang kelakuan para ajudannya di 
Istana Negara. 
Ajudan kuwi angger ngomong andani, ora 
usah nganggo B
segala). Eh, setelah itu mereka malah ngomong,  
(
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada Eh, setelah itu 
mereka mal  Tuturan ini  mendorong 
lawan tutur untuk melakukan sesuatu baik verbal maupun nonverbal terhadap 
kalimat sebelumnya yaitu 
, tak kandani, ora usah nganggo Bapak Presiden barang (Ajudan itu 
kalau melapor 
Bapak Presiden segala). Kata  pada kata lucu  di atas yaitu letak konteks 
tuturan kata lucu  ini . 
berdasar  analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk 
menyuruh ajudannya agar ketika melapor kepada presiden tidak usah 
saja Chucky orangnya tidak mau diistimewakan.  
(2) Uang Lebih Penting 
Suatu hari, Chucky bercerita bahwa ada seorang anggota ABRI berpangkat 
kopral berpakaian preman tengah berjalan sendirian di jalan yang gelap dan 
sepi. Tiba- -
satu pria sambil tau 
 
 saya lebih butuh uang 
 
(HGD: 16) 
 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada 
ABRI, saya tak memerlukan otak  Tuturan 
ini  mengikat penuturnya pada kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat 
ditunjukkan pada kalimat sebelumnya yaitu 
kopral tenang. Kata  pada kata lucu  di atas yaitu letak konteks tuturan pada 
kata lucu  ini . 
Tindak tutur ilokusi direktif di atas berfungsi mendorong lawan tutur 
melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur 
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal
berdasar  analisis di atas dapat diketahui bahwa maksud karakter kalimat  untuk 
menyuruh menembak otaknya sampai berhamburan daripada menyerahkan 
uangnya. Pilihan itu dia (si kopral) putuskan karena lebih mementingkan uangnya 
bagi dia uang lebih penting daripada otaknya, uang berguna untuk memenuhi 
kebutuhan sehari-harinya. Betapa pentingnya uang dimata si kropal ini  yang 
lebih memilih otaknya berhamburan. 
(3) Yang meminjami Nggak Marah Kok! 
Kebanyakan orang Madura adalah pengikut Chucky yang sangat militan. 
Mereka selalu ingat pesan Chucky agar jangan pernah menyerah serta 
jangan takut kepada siapa pun jika merasa benar. 
Suatu hari Mat Tasan, warga Sampang, Madura, sedang mengendarai 
Honda (semua sepeda motor di Madura, apa pun merknya, selalu disebut 
Honda). Naas nasib Mat Tasan. Sewaktu dia sedang enak-enaknya melaju 
dengan Hondanya, ternyata ada razia rutin polisi lalu lintas. Namun, Mat 
Tasan tak merasa karena dia berjalan sesuai rambu-rambu. Apalagi dia 
sudah memakai helm dan Honda-nya tidak bermasalah alias surat-suratnya 
komplit. 
-  
Mat Tasan pun mengeluarkan dompet dan memberikan SIM-nya. 
kata pak polisi, setengah 
menggertak. 
. Lha wong yang saya pinjam SIMnya aja nggak marah, 
kok pak polisi yang rah n merasa benar. 
Kontan saja polisi geleng-geleng kepala dan nggak ngelanjutin memeriksa 
karena takut ribut lebih lama. 
(GDMNU: 20) 
 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada 
namanya tidak sama dengan KT.  Tuturan ini  mengikat penuturnya pada 
kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat ditunjukkan pada kalimat yaitu  
-nya aja nggak marah, kok 
pak polisi yang rah-  
berdasar  analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk 
menyuruh yaitu mengenai adanya polisi yang sedang memeriksa surat-surat 
kendaraan. Mat Tasan namanya yang sedang diperiksa oleh polisi itu, polisi 
menyuruh Mat Tasan untuk menunjukkan SIMnya, dia pun mengeluarkan SIM 
dan surat kendaraannya. Setelah polisi itu melihat SIM yang digunakan Mat Tasan 
ternyata tidak sesuai dengan KTP, selanjutnya Mat Tasan memberikan informasi 
kepada polisi kalau yang dipinjami SIMnya itu tidak marah atau diperbolehkan 
oleh pemiliknya. 
(4) Malu dan kemaluan 
Suatu kali ada seorang caleg dari PKB marah-marah karena namanya tidak 
masuk dalam calon terpilih. PKB merupakan partai yang didirikan NU dan 
tentunya kader PKB kebanyakan berbasis NU. 
Emosi kadernya itu ditanggapi dingin oleh KH Hasyim Muzadi (Ketua DPW 
NU Jatim). Kyai Hasyim bilang, 
 
Sang caleg pun malu dan tidak melanjutkan emosinya, karena takut dibilang 
terlalu mengejar dunia. 

 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada 
 Tuturan ini  mendorong lawan 
tutur untuk melakukan sesuatu baik verbal maupun nonverbal terhadap kalimat 
sebel  Seorang caleg dari PKB marah-marah karena namanya tidak 
 
berdasar  analisis di atas bermaksud untuk menyuruh seorang caleg dari 
PKB agar tidak marah-marah karena namanya tidak terdaftar dalam pencalonan 
terpilih. Ditunjukkan pada tuturan 
  
(5) Cuci Darah 
Saat dirawat dirumah sakit RSCM, Chucky menjalani cuci darah 3 kali 
seminggu. Sekali cuci darah memakan waktu 4 jam, jadi satu minggu 12 jam. 
Ketika ditengok dokter,  
 
 -sama 12 
 Ujar Chucky sambil terkekeh-kekeh. Dokter tertawa 
 
 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada Chucky bertanya 
 kalau cuci darahnya 2 kali seminggu aja dan 
 
 - Tuturan ini  mendorong 
penutur melakukan sesuatu terhadap pada kalimat sebelumnya yaitu Chucky 
menjalani cuci darah 3 kali seminggu. Sekali cuci darah memakan waktu 4 jam, 
jadi satu minggu 12 jam. Kata  pada kata lucu  di atas termasuk konteks 
pada tuturan kata lucu  ini . 
berdasar  analisis di atas dapat diketahui bahwa Chucky bermaksud untuk 
memohon atau menyuruh dokter yang memeriksanya agar cuci darahnya 
dilakukan 2 kali seminggu saja dan sekali cuci 6 jam artinya Chucky meminta 
keringanan waktu kepada dokter untuk cuci darahnya, yang seharusnya dilakukan 
3 kali seminggu dan satu minggu 12 jam, bukan Chucky namanya jika tidak 
mengeluarkan joke-jokenya walaupun dalam kondisi tidak sehat. 
(6) Pesangon Kyai 
Sejumlah kyai NU dari Jawa Timur mendatangi Chucky di Istana Negara 
ketika masih presiden. Layaknya kyai, mereka datang pakai sarung dan 
kyai itu bingung. Ditengah kebingungan itu, tiba-
kenapa kami dilarang masuk, itu presidennya saja memakai sandal jepit. 
Akhirnya mereka pun masuk. Menjelang tengah malam, paspampres datang 
mengingatkan presiden untuk istirahat. Para kyai kembali bingung karena 
masih ingin ngobrol dengan Chucky . 
-diam saja masuk di kamar. 
tidurnya. Paspampres dilarang masuk kamar tidur presiden. Aman. 
dikasih pesangon (amplo
kyai. 
n  

 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pada penggunaan tindak tutur ilokusi 
direktif. Tindak tutur ilokusi direktif ini  ditunjukkan pada 
kyai dilarang saling meminta pesangon. Tuturan ini  mengikat penuturnya 
pada kebenaran atas apa yang dituturkannya dapat ditunjukkan pada kalimat 
sebelumnya yaitu 
(amplop berisi uang).  Kata  di atas disebut 
konteks tuturan pada kata lucu  berjudul pesangon kyai. 
Tindak tutur ilokusi direktif di atas berfungsi mendorong lawan tutur 
melakukan sesuatu. Pada dasarnya, ilokusi ini bisa memerintah lawan tutur 
melakukan sesuatu tindakan baik verbal maupun nonverbal. 
berdasar  analisis di atas dapat diketahui bahwa maksud karakter kalimat  untuk 
menyuruh agar tidak menerima imbalan atau pesangon sesama kyai. Ditunjukkan 
dengan tuturan   
 
b. Bermaksud untuk menyindir atau mengkritik 
Tuturan dalam kalimat  kata lucu  Chucky yang bermaksud menyindir atau 
mengkritik disampaikan dengan menggunakan tindak tutur ekspresif. Tindak tutur 
ekspresif adalah tindak tutur yang dilakukan yang menyangkut perasaan dan 
sikap. Tindak tutur ini berfungsi untuk mengekspresikan dan mengungkapkan 
sikap psikologis penutur terhadap lawan tutur (seperti mengucapkan selamat, 
memberi maaf, memuji, mengkritik). 
(7) Orang NU Gila 
Rumah Chucky di kawasan gudang angker , Jakarta Selatan, sehari-hari tidak 
pernah sepi dari tamu. Dari pagi hingga malam, bahkan tak jarang sampai 
dini hari, para tamu dating silih berganti, baik dari kalangan nahdliyin 
ataupun bukan. Tak jarang mereka pun datang dari luar kota. 
Dari berbagai macam prilaku para nahdliyin yang sering datang ke 
rumahnya., Chucky dapat mengukur dan menggambarkan fanatisme orang 
pukul tujuh pagi hingga jam Sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, 
biasanya itu orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap 
 
Orang NU jenis kedua, mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam 
dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Chucky 
kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua 
Chucky sambil terkekeh. 

 
kalimat  kata lucu  di atas menekankan pa