asal usul sumatera barat


 
SIAPA YANG TIDAK MENGENAL SUKU MINANG?Suku ini merupakan salah satu suku yang terkenal 
dengan cerita rakyatnya yang begitu melegenda di seluruh tanah air. Suku Minang berada di 
Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang terletak di sepanjang pesisir pulau Sumatera. 
Padang sebagai ibu kota Sumatera Barat dikenal dengan masakannya yang khas dan 
dominan bumbu asli dari rempah-rempah Indonesia. Provinsi dengan jumlah penduduk 
4.846.909 jiwa ini memang dominan di huni oleh masyarakat yang beretnis Minang, karena 
itu wajar saja jika Sumatra Barat dikenal lewat suku Minangkabau. Namun provinsi yang 
begitu elok ini tentu memiliki sejarah tersendiri. Bagaimana asal-usul Sumatra Barat?  
 
Awal Mulanya Minangkabau  
 
 
Sejarah bermula pada masa kerajaan Adityawarman, yang merupakan tokoh penting di 
Minangkabau. Seorang Raja yang tidak ingin disebut sebagai Raja, pernah memerintah di 
Pagaruyung, daerah pusat kerajaan Minangkabau. Adityawarman adalah seoranga Raja yang 
berjasa memberi sumbangsih bagi alam Minangkabau, selain itu beliau juga orang pertama 
yang memperkenalkan sistem kerajaan di Sumatera Barat. Sejak pemerintahan Raja 
Adityawarman tepatnya pertengahan abad ke-17, Propinsi ini lebih terbuka dengan dunia luar 
khususnya Aceh. Karena hubungan dengan Aceh yang semakin intensif melalui kegiatan 
ekonomi masyarakat, akhirnya mulai berkembang nilai baru yang menjadi landasan sosial 
budaya masyarakat Sumatera Barat. Agama Islam sebagai nilai baru tersebut berkembang di 
kalangan masyarakat dan berangsur-angsur mendominasi masyarakat Minangkabau yang 
sebelumnya didominasi agama Buddha. Selain itu sebagian kawasan di Sumatera Barat yaitu 
pesisir pantai barat masih berada di bawah kekuasaan kerajaan Pagaruyung, namun kemudian 
menjadi bagian dari kesultanan Aceh.  
 
Melirik sejarah singkat Minangkabau, merupakan salah satu desa yang berada di kawasan 
Kecamatan Sungayang, Tanah Datar, Sumatera Barat. Desa tersebut awalnya merupakan 
tanah lapang. Namun karena adanya isu yang berkembang bahwa Kerajaan Pagaruyung akan 
di serang kerajaan Majapahit dari Provinsi Jawa maka terjadilah peristiwa adu kerbau atas 
usul kedua belah pihak. Kerbau tersebut mewakili peperangan kedua kerajaan. Karena kerbau 
Minang berhasil memenangkan perkelahian maka muncul kata manang kabau yang 
selanjutnya di jadikan nama Nagari atau desa tersebut. Upaya penduduk setempat mengenang 
peristiwa bersejarah tersebut, penduduk Pagaruyung mendirikan sebuah rumah loteng 
(rangkiang) dimana atapnya mengikuti bentuk tanduk kerbau. Menurut sejarah, rumah 
tersebut didirikan di batas tempat bertemunya pasukan Majapahit yang di jamu dengan 
hormat oleh wanita cantik Pagaruyung. Situasi masyarakat saat itu umumnya hidup dengan 
cara berdagang, bertani sawah, hasil hutan dan mulai berkembang pertambangan emas. 
Beberapa pernyataan timbul bahwa alat transportasi yang digunakan untuk menelusuri 
dataran tinggi Minangkabau adalah kerbau. Alasan menggunakan kerbau karena agama yang 
dipercaya pada waktu itu di ajarkan untuk menyayangi binatang gajah, kerbau, dan lembu. 
Karena ajaran tersebut mereka menggunakan kerbau sebagai masyarakat dengan adu kerbau.  
 
Bukti arkeolog mengatakan bahwa daerah kawasan Minangkabau yaitu Lima puluh Koto 
merupakan daerah yang dihuni pertama kali oleh nenek moyang orang Minang. Di daerah 
tersebut mengalir sungai-sungai yang dijadikan sarana transportasi pada zaman dulu. Nenek 
moyang orang Sumatera di perkirakan berlayar melalui rute ini dan sebagian diantaranya 
menetap dan mengembangkan peradabannya di sekitar Lima puluh Koto tersebut. 
Terbukanya provinsi Sumatera Barat terhadap dunia luar menyebabkan kebudayaan yang 
semakin berkembang oleh bercampurnya para pendatang. Jumlah pertumbuhan penduduk 
yang semakin bertambah menyebabkan persebaran penduduk ke berbagai lokasi Sumatera 
Barat. Sebagian menyebar ke selatan dan sebagian ke bagian barat Sumatera.  
 
Jatuhnya kerajaan Pagaruyung dan terlibatnya negara Belanda di Perang Padri, menjadikan 
daerah pedalaman Minangkabau menjadi bagian dari Pax Nederlandica oleh pemerintah 
Hindia Belanda. Kemudian daerah Minangkabau di bagi menjadi Residentie Padangsche 
Bovenlanden serta Benedenlanden. Pada zaman VOC, Hoofdcomptoir van Sumatra's 
westkust merupakan sebutan untuk wilayah pesisir barat Sumatera. Hingga abad ke-18, 
Provinsi Sumatera Barat semakin terkena pengaruh politik dan ekonomi akhirnya kawasan ini 
mencakup daerah pantai barat Sumatera. Kemudian mengikuti perkembangan administratif 
pemerintahan Belanda, kawasan ini masuk dalam Pemerintahan Sumatra's Westkust dan di 
ekspansi lagi menggabungkan Singkil dan Tapanuli. Pada 1905, wilayah Singkil dialihkan ke 
Residen Aceh, dan Tapanuli dijadikan residen Tapanuli. Memasuki tahun 1914, 
pemerintahan Sumatera’s Westkust statusnya diturunkan menjadi Residen Sumatera’s 
Westkust. Kemudian wilayah Mentawai di tambahkan di Samudera Hindia menjadi bagian 
dari Residen Sumatera. 21 tahun berikutnya tepatnya 1935 kawasan Kerinci dimasukkan juga 
ke bagian Residen Sumatera. Setelah perpecahan pemerintahan Sumatra’s Ootkust, kedua 
wilayah yaitu Kuantan Singingi dan Rokan Hulu dimasukkan ke Residen Riouw, dan dengan 
waktu yang hampir sama dibentuk Residen Djambi.  
 
Selanjutnya masa pendudukan Jepang di kawan ini, Residen Sumatera’s Westkust berganti 
nama dengan bahasa Jepang yaitu Sumatora Nishi Kaigan Shu. Karena alasan strategi militer, 
wilayah Kampar akhirnya dikeluarkan dari Residen Sumatera’s Westkust atau Sumatora 
Nishi Kaigan Shu kemudian digabung ke wilayah Rhio Shu. Sampai awal kemerdekaan 
negara Indonesia tahun 1945, daerah Sumatera Barat digabungkan dalam Provinsi 
Sumatera yang berdomisili di Bukittinggi. Tahun 1949 Provinsi Sumatera mengalami 
perpecahan menjadi 3 kawasan, yakni provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan 
Sumatera Tengah yang mencakup Sumatera Barat, Jambi dan Riau.  
 
Wilayah, Suku dan Bahasa yang digunakan Sumatera Barat  
 
 
Penduduk Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas suku Minangkabau. Selain suku Minang, 
di wilayah Pasaman di huni oleh suku Mandailing dan suku Batak. Awal munculnya 
penduduk suku tersebut pada abad ke-18 masa Perang Paderi. Daerah Padang Gelugur, 
Lunang Silaut, dan Sitiung yang merupakan daerah transmigrasi terdapat juga suku Jawa. 
Sebagian di daerah tersebut terdapat penduduk imigran keturunan Suriname yang kembali 
memilih pulang ke Indonesia pada akhir 1950-an. Para imigran tersebut di tempatkan di 
daerah Sitiung. Mayoritas penduduk suku Mentawai juga berdomisili di kepulauan Mentawai 
dan sangat jarang di temui penduduk suku Minangkabau. Beberapa suku lainnya seperti etnis 
Tionghoa memilih menetap di kota-kota besar seperti Bukittinggi, Padang, dan Payakumbuh. 
Suku Nias dan Tamil sendiri berada di daerah Pariaman dan Padang walaupun dalam jumlah 
yang sedikit.  
 
Di masa PRRI, provinsi Sumatera Tengah mengalami perpecahan yang di sebabkan adanya 
peraturan perundangan nomor 19 tahun 1957. Sumatera Tengah di jadikan 3 provinsi yaitu 
Riau, Jambi, dan Provinsi Sumatera barat. Kerinci yang sebelumnya masuk dalam bagian 
Kabupaten Pesisir Selatan Kerinci, dimasukkan ke dalam Provinsi Jambi menjadi kabupaten 
sendiri. Untuk wilayah Rokan Hulu, Kampar, dan Kuantan Singingi digabungkan ke wilayah 
Riau. Bahasa yang umumnya di gunakan bagi penduduk Sumatera Barat adalah bahasa 
Minangkabau. Bahasa tersbut dipakai dalam percakapan sehari-hari yang memiliki dialek 
seperti, dialek Pariaman, dialek Payakumbuh, dialaek Pesisir Selatan, dan dialek Bukittinggi. 
Sementara itu bahasa Mentawai mayoritas digunakan di kepulauan Mentawai juga. Bahasa 
batak yang berdialek Mandailing digunakan di wilayah Pasaman Barat dan Pasaman 
perbatasan Sumatera Utara. Berdasarkan keputusan Gubernur Sumatera Barat tahun 1958, ibu 
kota Sumatera Barat yang dulunya di Bukittinggi kemudian dipindahkan ke daerah Padang.  
 
Saat ini Sumatera Barat atau Minangkabau terdiri dari 19 kota dan kabupaten, dimana setiap 
daerah mempunyai ciri khas masing-masing. Namun, Minangkabau tetap pada pepatahnya 
“Adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” atau “Adat yang didasari oleh hukum 
Islam, dan mengacu kepada Kitabullah. Artikel by Rusdi Chaprian dan dikutip dari berbagai sumber. 
(eve)