• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label sejarah sumatera 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah sumatera 1. Tampilkan semua postingan

sejarah sumatera 1

Daerah Sumatera Utara sekarang meliputi Sumatera Timur, 
(Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu), Tanah Karo, 
Simalungun, Tapanuli (Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli 
Selatan dan Nias). 
Pada mulanya Propinsi Aceh sekarang termasuk Daerah Suma￾tera Utara. Sejak tahun 1961 Aceh menjadi satu propinsi dengan 
nama Daerah Istimewa Aceh . 
Daerah ini terletak di daerah tropis antara l 0 - - 4 ° Lin tang 
Utara dan 98° -- 100° Bujur Timur.. Di sebelah utara berbatasan 
dengan Daerah lstimewa Aceh, di sebelah selatan berbatasan de￾ngan Sumatera Barat/Riau, di sebelah timur berbatasan dengan 
Selat Sumatera, dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudra 
Indonesia . 
Luas wilayahnya 70.787 kilometer persegi atau sama dengan 
3 ,72% dari luas .seluruh Indonesia. Secara geologis Sumatera Utara 
termasuk gugusan pulau-pulau Sunda Besar dalam rangkaian Pegu￾nunga.n Mediterrance . Daerah pantai timur adalah dataran rendah 
yang luas dan banyak mengandung minyak bumi. Daerah pedalam￾an (atau bagian tengah) terdiri atas dataran tinggi dan tanah ber￾kit-bukit dengan hutan lebat dalam rangkaian Pegunungan Bukit 
Barisan yang bersifat vulkanis. Beberapa puncak gunungnya ber￾ketinggian antara. 2000 - - 2400 meter diatas permukaan lau t. Beberapa di antaranya dapat disebutkan: Gunung Sibayak 
2170 m, Sinabung 2400 m, Sibuaten 2375 m, Pusuk Bubit 2003 m) 
Simanuk-manuk 23 30 m, Surungan 2100 m, Martim bang J 680 m, 
Saut 1804 m, Sib~al-buali 1819 m, Lubuk Raya 1990 m, Malea 
2014 m, Sorik Marapai 21 72 m. Beberapa diantaranya masih 
berapi dan sebagian besar telah padam. Di antara gunung-gunung 
ini  antara lain: Tanah Tinggi Karo , Lembah, Toba Holbung, 
Dataran Tinggi Humbang, Lembah Silindung, Lembah Pahae , Si￾pirok, Angkola, Padang Lawas dan Mandailing. Di bagian barat 
terdapat dataran rendah yang sempit. Pembentukan dataran ren￾dah yang luas dibagian timur itu didukung oleh beberapa faktor 
antara lain, sungai-sungai yang bermuara di pantai timur banyak 
membawa lumpur dari pergunungan , Selat Sumatera dangkal, 
dan Jau tnya tenang. 
sebab pegunungan Bukit B!risan bersifat vulkanis maka Da￾taran Tinggi Toba, Tanah Karo, dan Mandailing dapat ditanami 
buah-buahan, kopi, sayur-sayuran, dan padi. 
Daerah Sumatera Utara kaya dengan bahan tambang, seperti: 
minyak tanah, batubara, timah/seng, emas, tembaga, belerang, 
batu kapur <Ian lain-lain. Di kawasan Sumatera Utara terdapat 
kurang-lebih 71 buah sungai (besar dan kecil), di antaranya 23 
buah yang bermuara di pantai timur, sebagian bermuara ke panta1 
barat, kurang Jebih 14 buah sungai. Selebihnya terdapat di Pulau 
Nias. Beerapa di antaranya dapat dilayari sampai ke pedalaman 
antara 25 sampai 255 kilometer dari pantai, misalnya Sungai 
Barumun di Labuhan Batu, tetapi belakangan ini, akibat pene￾bangan hutan yang sembarangan, sebagian besar dasar sungai se￾makin dangkal sehingga tak dapat dilayari lagi. 
Satu anugerah atau pemberian alam kepada masyarakat Su￾matera Utara ialah adanya sebuah danau yang besar di punggung 
Bukit Barisan. Danau ini terkenal dengan nama Tao (Danau T oba) 
yang sekaligus berfungsi sebagai jalur lalu-lintas antarkota di seki￾tarnya, perikanan, tempat rekreasi baik domestik maupun dari Juar 
negeri, dan tempat menyimpan air untuk sungai serta ·air terjun. 
Daerah sekitar danau ini rata-rata berhawa sejuk yang baik sekali 
un tuk tern pat istir.ahat. Hal ini akan jelas nampak pad a letak be-berapa kota antara lain: Kabanjahe ( 1208 m) di atas permukaan 
laut, Parapat (920 m), Sidamanik (1000 m), Seribudolok 1418 m, 
Tarutung 1976 m, Siborong-borong 1320 m, dan Sidikalang 
1066 m. 
Kota-kota lainnya kebanyakan berada di bawah 500 m, antara 
lain : Medan (14 m) P. Siantar (400 m), Tanjung Balai (0 m), Binjei 
(28 m), P. Berandan (4 m), dan P. Sidempuan (283 m). Kenyata￾annya temperatur di daerah Sumatera Utara rata-rata tinggi, yakni 
32,6° per bulan. Curah hujan cukup banyak antara 2000 hingga 
3000 milimeter per tahun. sebab kawasannya berada di dae￾rah tropis, maka sinar matahari terus nampak terang, rata-rata 
antara 30% hingga 67% per bulan. Kabut hanya terdapat di bebe￾rapa tempat yang tingginya berada lebih dari 1000 m di atas per￾mukaan laut. 
Kecepatan angin minimum rata-rata 7 -- 11 m, perjam/maksi￾mum 20 - - 30 kilometer per jam. Salah satu angin bertiup panas 
terdapat di Kabupaten Langkat, yaitu angin bohorok yang sering 
merusak tanaman.tembakau di Deli. 
Sebagai akibat banyaknya sungai, di dataran rendah terdapat 
endapan laut dan sungai, sedangkan pada bagian bukit dan gunung 
terdapat tanah . batuan beku yang berasal dari gunung berapi di 
sekitarnya. sebab curah hujan yang banyak sepanjang tahun, 
maka flora di daerah ini lebat antara lain berupa hutan, padang 
rumput, dan rawa~rawa. Hasil hutan yang terpenting meliputi 
meranti, damar laut, merbau, kapur-sampinur, dan lain-lain. Ber￾bagai jenis kayu terdapat di hutan primer, hutan sekunder, hutan 
rawa, padang rumput, hutan cadangan, hutan produksi, dan hutan 
lindung. Di dalam hutan itu terdapat berbagai jenis binatang liar 
yang makin lama semakin langka jumlahnya sehingga perlu dilin￾dungi dari kemusnahan. Dunia fauna melipti gajah, badak, mawas, 
gibbon, kambing hutan, tenggiling, siamang, burung enggang, rusa, 
kijang, monyet, kancil, harimau, beruang, tapir dan lain-lain. 
Jumlah fauna ini  semakin langka sebab adanya perburuan 
secara liar untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Di daerah Sumatera Utara berlaku hukum adat baik di￾kalangan suku bangsa Batak maupun suku bangsa Melayu. Masya￾rakat Batak menuruti garis bapak (partilineal). Setiap orang 
Batak memiliki marga. Turunannya memakai marga ayahnya. Se￾suai denan sistem adat turun-temurun, perkawinan antar￾marga dilarang. Setiap marga tertentu menjadi inti pada kampung 
tertentu yang disebut marga tanah. Golongan pendatang di kam￾pung itu mendapat tanah sebab menjadi menantu di tempat . 
Seorang perempuan yang kawin, praktis masuk marga suaminya. 
Antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan hak warisan . 
Umumnya laki-laki yang hendak mewarisi tanah, rumah dan rm￾saka sedang perempu1m tidak, tetapi kepada perempuan juga dibe￾rikan berupa• benda tidak bergerak atau benda bergerak yang di￾sebut pauseang. Jika pauseang itu berupa tanah, maka tanah itu 
akan kem bali kepada pihak saudara laki-lakinya kalau hubungan 
kekeluargaan mereka tidak terus berlanju t; dengan kata Jain, 
jika tak satu pun di antara cucu (laki-laki) yang kawin dengan 
cucu (perempuan) dari saudara laki-lakinya maka benda pauseang 
tadi akan ditarik kem bali oleh pemilik semula. Masyarakat Batak 
(Toba. Karo , Simalungun, Pakpak/Dairi dan Angkola Mandailing) 
dibagi atas golongan fungsional yaitu : dongan sabutuha, boru dan 
hula-hula. Ketiga golongan fungsional ini disebut Dalihan Na Tolu. 
Golongan hula-hula adalah kelompok pemberi anak gadis, sedang￾kan golongan sabutuha adalah kelompok satu marga. Jika masya￾rakat terlibat dalam · acara. adat, maka golongan borulah yang 
berfungsi untuk bertugas merampungkan acara itu sampai selesai. 
Golongan ·hula-hula tinggal mengatur, sedangkan golongan sabu￾tuha dapat memberi bantuan berupa tenaga atau uang. 
Kedudukan hula-hula dalam kehidupan masyarakat Batak 
tinggi dan terhormat. J ika tugas boru dilaksanakan dengan baik , 
mereka akan mendapatkan keberuntungan, tetapi sebaliknya jika 
mereka melalaikan tugas-tugasnya akan mendapatkan malapetaka. 
Di kalangan masyarakat Melayu Langkat, hal serupa juga ada 
tetapi tata pelaksanaannya sudah lebih renggang. Golongan fung￾sional di sini disebut puang, anak beru., dan ahli famili, tetapi bu-kan berarti mereka tidak mengenal adat. Orang Melayu sangat 
bangga dengan kebudayaannya. Bagi mereka, hidup tanpa budaya 
berarti hidup tanpa arti. Mereka mengajar anak-anaknya dengan 
budi bahasa melalui pepatah-pepitih antara lain, "Budi bahasa tak 
diperjualbelikan" dan "orang berbudi, kita berbahasa" . Kebuda￾yaan Melayu mengajarkan agar setiap orang memiliki perasaan 
belas kasihan dan bersimpati terhadap orang-orang yang lebih 
rendah status sosialnya, sating bahu-membahu dan bekerjasama 
dengan orang-orang yang sederajat, serta bersikap saling meng￾hormati terhadap orang-orang yang status sosialnya lebih tinggi. 
Sesungguhnya suku bangsa Melayu itu rajin. Di saat--saat perniaga￾an diadakan, mereka dapat kem bali bersikap tegar. M ereka tidak 
dapat menerima penghinaan . mudah tersinggung, dan tidak senang 
untuk waktu yang lama. Jika dihina, bisa balas dendam , jika diper￾lakukan baik dan keyakinannya kokoh, mereka jadi tulus ikhlas 
setia dan dapat dipercaya. Pada hakekatnya kebudyaan Melayu 
terikat benar dengan kebudayaannya. Jika mereka sedang berada 
di rumah mereka selalu pakai kain sarung (terutama kain pelekat). 
Bila masuk rumah, sepatu dan sandal (terumpah) dibuka lalu dile￾takkannya di depan pintu . Orang Melayu umumnya (termasuk 
suku bangsa Batak dan Nias) makan dengan tangan dan berjalan￾jalan di sekitar rumahnya suka sekali memakai terumpah. 
Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan, menyu￾sul adat kebiasaan. Jadi, bagi orang luar (asing) tidak akan menge￾nal orang Melayu kalau tidak mengenal adatnya. Orang Melayu 
berpegang teguh kepada adatnya. Hal itu tercermin dari pepatah￾pepatah berikut. "Biar mati anak, jangan mati adat" dan "Mati di 
kandang tanah, hidup di kandung adat". Hal ini nampak pada 
upacara lenggang ·. perut di mana kandungan . wanita baru mulai 
pada minggu-minggu pertama, terutama pada kandungan pertama 
kali. Ketika anak lahir (setelah berumur 7 hari), diadakan adat 
cukur rambut. Pada waktu anak mulai berjalan, diadakan adat 
turun tanah, yaitu saat pertama kali anak itu memijakkan kaki ke 
bumi atau tanah. 
Kenyataannya, mulai dari lahir hingga dewasa, sampai tua, 
orang Melayu diawasi oleh adat. Hukum adat yang terpenting ada-!ah. adat perpatih dan adat temenggung. Adat perpatih serupa de￾ngan adat Minangkabau yang matrilineal, sedang adat temengung 
serupa dengan adat Jawa yang parental. 
Sebagai akibat perubahan waktu dan zaman, adat Melayu se￾perti adat Batak dan suku bangsa lainnya, semakin lama semakin 
berkurang dilaksanakan terutama disebabkan pengaruh kehidup￾an kota. 
Masyarakat N ias terika t kepada ke luarga besar yang berasal 
dari satu leluhurnya yang disebut. mado-mado (bersifat patrilineal) 
yang sama artinya dengan "marga" di kalangan suku bangsa Batak. 
Dahulu perkawinan antarmarga terlarang, tetapi belakangan ini 
dapat berlangsung setelah melalui lima sampai sepuluh generasi 
berikutnya. Dengan kata lain laki-laki marga Zega dapat kawin de￾ngan perempuan bent Zega setelah lima generasi berselang. Seperti 
umumnya yang berlaku di kalangan orang Batak, setelah seseorang 
rnernpunyai anak. rnaka nama kecilnya tak boleh dipanggil lagi : 
cukup dengan menyebut nama anu (nama anaknya) atau ina an11 
(nama anaknya). Beberapa hal dalam ad at Nias yang masih rnengi￾kat sampai saat ini ialah uang mahar yang terlalu. tinggi. Selain itu 
ikatan adat masih melarang seorang gadis berbicara dengan seorang 
pemuda . Kehidupan masyarakat Nias benar-benar masih didomi￾nasi oleh adat. 
Suku Melayu mendiami desa pantai atau tepi sungai, sedang￾kan suku bangsa Batak mendiami desa pedalarnan. Tempat tinggal 
suku bangsa Melayu disebut kampung atau dusun, sedangkan suku 
bangsa Batak mendiami huta atau kuta. Tempat itu di Nias disebut 
banua. 
Di Sumatera Timur khususnya di kalangan masyarakat Melayu , 
beberapa kampung atau dusun (desa) tergabung menjadi satu 
kejeruan. Beberapa kejeruan bergabung dalam satu kerajaan yang 
dipimpin oleh orang besar berempat atau dikenal dengan istilah 
datuk empat suku. Orang-orang besar ini disebut Dewan Kerajaan 
atau Dewan Menteri yang diketuai oleh bendahara (menteri uta￾ma). 
Masing-masing orang besar berempat atau datuk empat suku 
ini mempunyai bawahan yang jumlahnya bergantung kepada luas daerah yang diwakilinya sehingga ada menteri de/apan, menteri 
enambelas dan menteri tigapuluh dua. Setiap orang besar berem￾pat ini (mewakili raja atau sultan di daerahnya) masing-masing 
mempunyai gelar yang sesuai dengan kedudukannya dalam keraja￾an/kesultanan. Gelar itu secara berturut-turut mulai dari keduduk￾an teratas hingga terendah adalah: paduka, seri, maha , dan raja. 
Dengan demikian maka ada sebutan: Bendahara Paduka Seri Ma￾haraja , Seri Maharaja, Paduka Mahamenteri dan Paduka Raja atau 
Datuk Paduka Setia Maharja, Tengku Seri Maharaja Datuk Maha￾menteri, dan Datuk Paduka Raja. 1 l 
Keadaan di kalangan masyarakat Batak lain lagi. Beberapa 
huta atau kuta tergabung dalam satu horja, beberapa horja terga￾bung dal~m satu bius. Beberapa bius kecil tergabung dalam satu 
bius indJ.!k.2) Setiap bius induk dipimpin oleh raja berempat. 
Berbeda dengan datuk berempat suku, kedudukan raja berempat 
ini sama tingginya. Dalam setiap kegiatan asean taon (kerja tahun) 
yang dilakukan hampir setiap tahun maka Raja Berempat bertugas 
mengerahkan seluruh anggota masyarakat demi kepentingan dan 
ke.selamatan bersama. Sesungguhnya upacara asean taon (kerja 
tahun = pesta panen) tak lain dari pemujaan atau permohon￾an kepada debata ( malajadi nabolon), sebagai ucapa1: terima -kasih 
atau permintaan agar tanam-tanaman berubah , ternak berkembang 
biak dan manusia selamat sejahtera. Setiap bius kecil dipimpin 
oleh raja-raja bius yang mempunyai staf antara empat hingga 32 
orang, .sehingga ada sebutan: Raja Naopat, Raja Naualu, Raja 
Masampulu Dua, Raja Nasampulu Onom dan Raja Natolupulu 
Dua . Hal ini tidak jauh berbeda dengan keadaan di kalangan ma￾syarakat Melayu. Angka dasarnya adalah empat yang bervariasi 
menjadi delapan, puabelas, enambelas, dan tigapuluh dua. Sebagai 
contoh, Raja Berempat di Bius godang (induk) Balige terdiri atas 
Pande Na Bolon, Pande Raja, Pande Mulia, Pande Namora. 
Mereka ini yang menjadi pimpinan bius pada upacara ke￾giatan agama. Kemudian ada juga fungsi saniangnaga, parsinabul, 
parsirambe, dan namburbulang. Mereka ini adalah paidua (adik) 
dari Raja Berempat di atas yang digelar Raja Naualu sebagai pim￾pinan horja dan kawasannya. Di samping itu masih ada fungsi pengerah massa dan keamanan yang terdiri atas undotsolu. pangu￾luraja, pande aek dan pangu/uhudalu yang digelari Raja Nasam￾puludua, tetapi di luar raja-raja bius ini  di atas masih ada lagi 
fungsionaris : Raja Parbaringin, Datu Bolon dan Sibaso Bolon.3 ) 
Sampai masuknya imperialisme di Sumatera Utara, pendidikan 
berlangsung secara infonnal dalam kehiduppan sehari-hari baik 
dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat 
desa. Pengetahuan sopan-santun, adat-istiadat, dan kepercayaan di￾wariskan kepada generasi penerus melalui pergaulan dan pertemu￾an mengenai kepercayaan. Mulai dari cara bertani, berladang, 
berternak, meramu, berbicara, bercerita, dan mandon dalam ber￾bagi upacara kepercayaan, membangun rumah, dan keterampilan 
lainnya dalam kehidupan sehari, diwariskan secara tidak langsung 
kepada generasi penerus. Bila keadaan terpaksa, seorang laki-laki 
harus berumah tangga meskipun umurnya masih muda. Untuk 
mematangkan dirinya, yang bersangkutan haru spergi merantau 
untuk mencari pengalaman. Kepergiannya merantau dianggapnya 
sebagai suatu sekolah untuk mendapatkan bekal tanggung jawab 
se bagai kepala rumah tangga. 
Seorang datuk atau pawang sangat berperan dalam kehiduppan 
suku bangsa Melayu. Datuk atau pawanglah yang menjadi tempat 
bertanya untuk menetapkan hari-hari baik atau buruk. Datuk atau 
pawanglah yang menetapkan pelaksanaan acara turun ke tanah, 
memasuki rumah baru, dan pelaksanaan acara menjamu laut agar 
masyarakat selamat dan hasil ikan lebih banyak. Datuk atau pa￾wanglah yang menentukan pantangan-pantangan dan tabfi yang 
sekali-kali tak boleh dilanggar anggota masyarakat. Segala tin￾dakan a tau perbuatan yang mengikuti petunjuk datuk atau pawang 
akan mem bawa keselamatan dan berkat bagi masyarakat. Sebalik￾nya jika pantangan atau tabu dilanggar seseorang, maka malape￾taka atau bala .. akan menimpa masyarakat banyak. 
Di daerah pedalaman (di kalangan suku bangsa Batak) terdapat 
juga ha! yang demikian itu. Baik turun ke sawah maupun turun ke 
air, dilaksanakan menurut petunjuknya. Waktu merainu bahan 
rumah, mendirikan rumah, memasuki rumah baru, upacara kela￾hiran hingga mengubur orang mati dan lain-lain tetap berkaitan 
dengan kepercayaan dan adat istiadat yang dilaksanakan secara turun-temurun. Jika seseorang telah berumahtangga, yang bersang￾kutan telah dianggap dewasa walaupun psikologis masih remaja. 
Tingkat k~hidupan seseorang dalam masyarakat ditentukan pula 
oleh umur, jumlah turunan, harta kekayaan, dan kharisma. 
Masuknya Agama Islam membuat kedudukan datuk atau pa￾wang semakin merosot di hati anggota masyarakat. Sedikit demi 
sedikit kedudukan mereka digantikan oleh para ulama sebab aga￾ma dan ilmu pengetahuan diajarkan melalui pengajian. Demikian 
juga setelah masuknya Agama Kristen di pedalaman Sumatera 
Utara, kedudukan datuk semakin berkurang, sebab para pendeta 
berusaha selain mendirikan gereja untuk tempat beribadah, juga 
membangun rurriah sekolah dan rumah sakit atau balai pengobatan 
Sebaliknya, baik Agama Islam maupun Agama Kristen mengaki￾batkan nilai-nilai tradisional satu demi satu semakin hilang dari 
tata kehidupan sehari-hari, sebab setiap acara yang bertalian de￾ngan kebiasaan dan adat tradisional ataupun alat musik tradisional 
dicap sebagai per bu a tan animis ( pelbegu) dan dilarang oleh agama. 
Pendidikan secara "Barat" di Sumatera (abad ke- 19) dimulai dari 
Tapanuli Selatan, kemudian barulah ke Tapanuli Utara dan akhir￾nya di perkebunan-perkebunan Sumatera Timur. Akhirnya baik 
keluarga raja maupun keluarga sultan, pimpinan kejeruan, dan bius 
(desa) satu demi satu jatuh ke dalam pengaruh-imperialisme . Bebe￾rapa orang pribumi yang telah berpendidikan dan dekat hubungan￾nya dengan Belanda, diangkat menjadi pegawai pemerintah 
pad a waktu itu. Mereka iku t melaksanakan pemerintahan kolo￾nial di daerah masing-masing. Hal itu berlaku untuk seluruh daerah 
Sumatera Utara. 
Tetapi ada juga satu atau dua orang yang berusaha mendirikan 
sekolah sendiri yang bersifat nasional. Malah terbit pula buku￾buku yang menentang imperialisme secara tak langsung. 
l .3. Sosial Ekonomi 
Secara sepintas dal~m uraian terdahulu telah disinggung se￾dikit tentang keadaan perekonomian Daerah Sumatera Utara. 
Ditinjau dari letaknya, Daerah Sumatera Utara sangat menguntung 
kan sebab : l) Berfungsi sebagai penghubung antara Daerah Istimewa Aceh 
dengan Sumatera Barat/Riau bail< hubungan udara, darat mau￾pun laut, 
2) Berfungsi sebagai penghubung pantai timur (Belawan) dengan 
pantai barat (Sibolga). 
3) Kedua pelabuhan ini  dapat disinggahi kapal-kapal besar 
(dari dalam dan luar negeri), dan 
4) Sumatera Utara kaya akan hasil hutan , tambang dan perkebun￾an dengan Kota Medan sebagai pusat perdagangan. 
Semua itu didukung oleh berbagai faktor, antara lain pantai 
timur Sumatera Utara yang kaya dengan tambang minyak bumi. 
Dataran rendahnya luas dan dapat dijadikan perkebunan b~sar, 
sedangkan bagian bukit dan dataran tinggi dapat ditanami sayur￾sayuran , buah-buahan, padi, kopi, dan lain-lain. 
Setelah Anderson (Orang lnggris) mengunjungi pantai tirnur 
Sumatera tahun 1822, ia melaporkan pada atasannya, bahwa Deli 
adalah daerah subur. Waktu itu lada dan tembakau diekspor ke 
Penang, sedangkan padi, tebu, kapas,jagung, danfain-lain ditanam 
sekedar untuk kebutuhan sendiri. Di samping itu ada juga tanaman 
enau dan pinang. Pada masa itu binatang gajah dan badak sering 
mengganggu pertanian, tetapi sebalil<nya gading gajah menjadi ba￾han ekspor yang bernilai tnggi. 
sebab masyarakatnya makmur, maka kampung--kampung 
mempunyai rumah-rumah besar dan bagus. Kampung-kampung 
itu dibuat berpagar bambu dan dikelilingi tanaman buah-buahan. 
Di sana-sini terlihat ternak ayam dan kambing. Rata-rata kehidup￾an rakyat Melayu Deli lebih maju dari pelabuhan-pelabuhan lain￾nya di pantai timur. Sebagai contoh ekspor Deli ke Penang tahun 
1822 berjumlah 26.000 pil<ul lada sehingga sultan berpendapatan 
4500 ringgit burung (rial) Spanyol.4 l 
Semen tara itu hubungan dengan Sunggal jadi retak sebab ba￾rang ekspornya menjadi sumber cukai bagi Deli. Sebalil<nya kehi￾dupan masyarakat di Serdang lebih segar dibandingkan dengan 
Deli, bahkan di pelabuhan banyak tongkang penuh · berisi lada 
yang siap untuk diekspor. Kehidupan di Langkat tidak jauh berbe-da dengan kehidupan di Deli. Mereka mengekspor hasil hutan, ha￾sil bumi, dan emas dengan tongkang atau perahu ke Penang, Ma￾laka dan antarpantai. Barang ekspor terdiri atas lada, rotan , lilin, 
buah-buahan hutan, gambir, emas, gading, tembakau ; dan beras. 
Baik lada maupun kayu dar( l..angka~ terkenal baik mutunya. Hasil 
kayu dari Langkat antara lain: merbau me~ang, cempedak, bingai, 
dan lain-lain dapat dijadikan bahan pembuat tongkang atau perahu 
dalam ukuran dua sampai tigapuluh ton. ·Ba;rang-barang yang di￾impor terdiri atas: garam, bahan/cita, sarung bugis, songket, batu￾bara , sutera Aceh dan pakaian jadi. Menurut laporan Anderson , 
pada masa itu ekspor lada dari Langkat mencapai 20.000 pikul 
setahun dengan mutu baik. Raja Langkat berpenghasilan minimal 
3.000 dollar setahun .
5 ) 
Sementara orang-orang Batubara hidup dari bertanam kelapa, 
menjadi nelayan atau pelaut. Banyak dari mereka menjadi nahko￾da di pantai . dari Deli hingga Asahan. Di sana pun terdapat ba￾nyak perahu dan tongkang yang siap melayani barang-barang 
ekspor. 
Menurut Netscher, hingga Agustus 1862 kehidupan ekonomi 
Deli dalam hubungan dengan Semenanjung menunjukkan angka￾angka ekspor selama 12 bulan yaitu ekspor Jada (8300 pikul), ro￾tan (2000 ikat) dari 100 biji , 200 ekor kuda, 500 pikul pinang, 
300 pikul pala, 500 pikul tembakau, 500 pikul lilin, 250 pikul 
wajan dan 400 pasang gading gajah6 ) Waktu itu harga pasaran tem￾bakau dua ringgit burung sepikul. Jelasnya, daerah Deli yang 
tanahnya subur memberi kemakmuran bagi rakyat maupn pe￾ngusahaperkebunan waktu itu . 
Umumnya, 40 tahun sebelum laporan Anderson, rakyat Su￾matera Timur hid~p makmur dari hasil pertanian. Hal itu dimung￾kinkan oleh keadaan tanah yang memiliki tanah endapan laut dan 
sungai yang dapat diolah menjadi pertanian dan perkebunan. Ba￾tuan beku misalnya, dapat diolah meenjadi tanah tegallan, wawah, 
dan perkebunan. Tanah endapan kapur dapat diolah menjadi 
peerkebunan kelapa dan karet. lni semua terdapat di dataran 
rendah, khususnya di pantai tirnur Sumatera Utara. 
Dataran tinggi diolah menjadi perladangan, persawahan, dan perkebunan untuk tanaman sayur-sayuran, buah-buahan, kopi, 
padi, dan kapas. TahWl 1841 Tanah Batak terkenal sebab 
kop1. Sejak itu pulalah Tapanuli Selatan wajib menanam.. kopi 
hingga 1918. Hasil hutan lainnya dari dataran tinggi dan Pegunung￾an Bukit Barisan meliput( rotan, damar, kemenyan, kapur barus 
dan beberapa jenis pohon hutan yang bermutu. Laut-laut di seki￾tar Sumatera Utara kaya ~an ikan. sebab ·hasil-hasil yang banyak 
dan bermacam ragam· itulah, maka Daerah Sumatera Utara sangat 
penting dilihat dari segi ekonmis. Hubungan perdagangan antara 
pesisir dengan pedalaman dilakukan melalui sungai, jalan kaki, dan 
kuda beban. Hasil bumi dan hasil hutan dibawa ke pesisir dan se￾baliknya garam, ikan asin, kain, dan lain-lain dibawa ke pedalaman 
Tahun 1862 ada seorang Arab kelahiran Surabaya bemama Sayld 
Abdullah menghubungi orang-orang · Eropa di Batavia agar mau 
berusaha menanam tembakau di Deli. Setahun kemudian ( 1863) 
Jacobus Nienhuys tiba di Deli. Tanahh diperolehnya secara perco￾baan. Hasilnya tidak seirnbang dengan modal dan tenaga yang 
dikeluarkan, tetapi tahun berikutnya Nienhuys berhasil meng￾ekspor 50 bal tembakau dengan nilai 48 seper Y2 kilo tembakau. 
Sejak itu keuntungan mereka meningkat 100 persen pada tahWl 
I 868 dan 200 persen pada tahun I 7 69. Tetapi kemudian tirn bu! 
masalah baru. Mereka kewalahan tentang kurangnya tenaga kerja 
yang dibu tuhkan; semula diperkirakan 88 orang tenaga kerja 
Tionghoa dan 23 orang Melayu buruh harian. 
Untuk mengatasi masalah tenaga kerja itu, buruh Tionghoa 
dirnasukkan dari Semenanjung melalui perantara (makelar). Dala·m 
pada itu perkebunan Nienhuys (Deli Myi) semakin luas sehingga 
semua tanah milik petani Deli, Serdang, dan Langkat menjadi areal 
perkebunan terus meningkat. Hal itu dapat dilihat dari catatan 
ekspor tern bakau, tahun 186 7 m: 210 bal, tahun 1868 menjadi 
890 bal, tahun 1869 1381 bal, tahun 1870 3922 bal dan tahun 
1872 6409 bat.7 1 ' 
sebab P,ertumbuhan tenaga terus meningkat maka sejak tahun 
1900 telah ada 14 .151 orang Jawa yang bekerja sebagai kuli kon￾trak di Deli di samping 30.647 orang Timur Asing. Kehidupan 
mereka rata-rata .sederhana sekali dengan gaji tiga atau empat dollar sebulan.8 1. Dengan kata lain, selama 60 tahun Poenale 
Sane tie (sejak 1872) buruh perkebunan di Sum.atera Timur sangat 
menderita "di tengah-tengah sultan dan perusahaan asing yang hi￾dupnya makmur. 
1.4 Penduduk 
Penduduk Sumatera Utara pada dasamya adalah suku bangsa 
Melayu. yaitu Melayu Tua dan Melayu Muda. Suku bangsa Batak 
termasuk Melayu Tua meliputi Toba, Karo, Simalungun, Pakpak/ 
Dairi dan Angkola Mandailing. Suku bangsa Melayu Muda lebih 
umum dikenal sebagai suku bangsa Melayu yang mendiami Suma￾tera Timur. Suku bangsa Nias tersendiri, sebab letaknya yang ter￾pisah dari daratan Sumatera Utara. Kebanyakan penduduk pesisir 
Sumatera Timur adalah suku-suku bangsa Talang, Sakai, Akat, 
Rawa dan orang Utan. Orang Talang adalah orang-orang Jawa yang 
datang mengembara dan menduduki sebagian Tanah Jawa dan 
Batu Kihini di Pasir Mandoge. Kepala orang itu disebut patih, 
tetapi kemudian mereka diusir oleh orang-orang Batak yang datang 
dari Samosir. Orang Sakai lari ke Malaka."9 I 
Kemudian hari datanglah orang Bugis, Aceh, dan Minangkabau 
Mereka membentuk kerajaan-kerajaan sehingga terjadi perbauran 
antara bahasa Batak dengan bahasa Melayu. Beberapa jumlah pen￾duduk Sumatera Utara sebelum dan pada waktu masuknya penga￾ruh kolonialisme dan imperialisme tak dapat digambarkan secara 
pasti, tetapi dari beberapa penulis asing dapat diketahui gambaran 
kasar µada daerah-daerah tertentu. Menurut Anderson (dalam 
bentuk taksiran) penduduk Deli sejumlah 7 .000 jiwa tahun 1822. 
Penduduk Sungai berjumlah 20.000 jiwa, penduduk Serdang di￾taksir 3.000 jiwa (Melayu) dan 8.000 jiwa (suku bangsa Batak). 
Langkat berpenduduk 7 .000 jiwa (Melayu), Stabat 1.000 jiwa, 
Selesai 1.400 jiwa, Bahorok 700 jiwa, dan daerah. pedalaman 
13 .000 jiwa (suku bangsa Batak Karo). Jumlah suku bangsa Ma￾layu (1823) yang berdornisili di sepanjang pantai Sumatera Timur 
(mulai dari Tamiang hingga Siak) ditaksir berjumlah 350.000 jiwa. 
Jumlah penduduk Tanah Karo disebutkan dengan istilah "banyak 
sekali" (tetapi Anderson hdak rnembuatt notasi jumlah). Penduduk Batubara berjumlah 10.000 jiwa (suku bangsa Melayu)10) 
Penduduk Simalungun tak disebutkan, jadi tak ada perhitungan 
jumlah, baik yang pasti maupun dalam bentuk taksiran. Lain 
pula dengan keadaan penduduk di Tapanuli pada masa itu. Me￾nuru t Willem Middendorp, tahun 1880 penduduk setiap huta 
di Sarnosir adalah 35 jiwa. Tahun 1878 di Humbang terdapat 16 
rumah setiap huta.11 ). Di sini tidak jelas disebutkan berapa jum￾lah huta yang ada di Tapanuli Utara, yang disebutkan hanyalah 
jumlah jiwa dan rumah per huta serta penduduk Mandailing 300 - -
400 jiwa per huta12 l. Keadaan ini tercatat pada tahun 1845 . Je--
lasnya dari data-<iata penduduk di atas, garnbaran penduduk 
Sumatera kurang lengkap sebab penduduk Pakpak/Dairi, La.buh￾an Batu, dan Nias serta buruh perkebunan belum disertakan . 
Gambaran yang lebih lengkap tentang penduduk Sumatera Utara 
dapat dilihat pada Volkstelling 1930, IV halaman 161 - - 180. 
Menurut sumber ini suku bangsa Melayu berjumlah 953.397 jiwa 
dan suku bangsa Batak seluruhnya berjumlah 1.169 .947 jiwa 
(tidak termasuk yang bermigrasi ke daerah lain.~ebanyak 37. 612 
jiwa13 ) 
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih rincimengenai pen￾duduk Sumatera Utara khususnya tentang keadaan suku bangsa 
Batak dapat dilihat pada tabel Enumeration of the Tapanuli 
and Fast Coast Barak in 1930. 
Enumeration of the Tapanuli and East Coast Batak in 1930 
Batak Group In Tapanuli on East Coast Total 
Tapanuli Batak 778.197 126 .425 904.6.23 
Toba 523.524 74.139 597.663 
Pakpak 19.936 197 20.133 
Angkola 79.849 6.706 86.555 
Mandailing 89.475 45.308 134.783 
Padang Lawas 65 .414 75 65.489 
East Coast Batak 9.912 240.573 250.485 
Karo 8.912 145 .429 154.350
Simalungun 
Other Batak 
Total Batak 
991 
488 
778.596 
18 
95.144 
14.351 
381.349 
96.135 
14.839 
1. I 69.947 
Source: Volkstelling, 1930, IV, pp 162 - 163, VIll, pp 194 
Pada awal abad ke-20 banyak penduduk pindah dari Tapanuli 
Selatan ke Sumatera Timur. Sebagian dari mereka ditampung se￾bagai karyawan pada perkebunan-perkebunan di samping sebagai 
P.egawai-pegawai Pemerintah Belanda dan kerajaan-kerajaan yang 
ada. 
Keadaan penduduk Tapanuli Utara berbeda. Mereka sengaja 
diberi kesempatan pindah ke Sumatera Timur sebab Pemerintah 
Belanda kewalahan mencukupi kebutuhan beras untuk perkebun￾an-perkebunan. Mereka itu ditem-patkan di tanah-tanah pertanian 
yang dapat diairi dengan cara irigasi. ' 
Penduduk Nias tahun 1930 berjumlah 202.400 jiwa. Jadi 
penduduk Sumatera (suku bangsa Melayu, Batak, dan Nias) ber￾jumlah 2.325.744 jiwa (belum termasuk buruh perkebunan yang 
berasail dari .Pulau.Jawa dan Cina dari Semenanjung dan Tiongkok) 
Pada tahun 1872, pekerja Eropa di Deli berjumlah 75 orang, 
kuli Tionghoa 4.000 orang, Keling dan pribumi (dari Pulau Jawa) 
berjumlah ratusan saja 15 ). Mereka itu bekerja pada 13 perkebun￾an tembakau di Deli, satu di Langkat dan satu di Serdang. 
Pada awal abad ke-20, jumlah itu meningkat menjdi 14.152 
orang , (suku bangsa Jawa), 30.647 orang (Timur Asing) atau de￾ngan imigran Tionghoa 56.683 orang. Di antaranya 20.549 orang 
telah dipulangkan ke tempat asalnya (di Semenanjung atau 
Tiongkok 16 ) I tulah keadaan selama periode l 900 hingga 1901 . 
Tahun berikutnya (1902), tenaga kerja perkebunan seluruhnya 
menjadi 99.568 orang. Tahun 1903 jumlah tenaga kerja (buruh) 
di Sumatera Timur meningkat menjadi 60.000 (Tionghoa) dan 
40 .000 pribumi (sebagian besar dari Jawa17 l. Hingga tahun 1921 
imigran Jawa yang bekerja di perkebunan berjumlah 49.179 orang 
Im igran Ti onghoa 1 7.4 3 2 orang.
Data penduduk di atas belum jelas mana yang bekerja se￾bagai kuli kontrak dan berapa imigran yang bekefja sebagai tenaga 
kerja upahan. Gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada catatan 
perkebunan dari tahun 1926. Waktu itu kuli kontrak (Jawa) ber￾jumlah 194.400 orang, terdiri atas 142.000 orang laki-laki dan 
5 2 .400 perempuan. Kuli Tionghoa berjumlah 27 .100 orang (be￾Jum termasuk imigran 19). 
Menurut Parker waktu Anderson mengunjungi pantai timur 
Sumatera (1823), orang Cina sangat sedikit di daerah Sumatera 
Timur. Sebelumnya, pernah armada -Cina mengunjungi Pulau 
Kampai di Teluk Hari dan kemungkinan mereka telah mengun· 
jungi (Paya Pasir Kota Cina) di Labuhan Deli, demikian juga masa 
pemerintahan Sultan Husein (Deli). Waktu perkebunan Markubung 
dibuka, 88 orang kuli Tionghoa dimasukkan dari Penang hingga 
akhir abad ke-19. fomlah itu meningkat menjadi 18.352 orang. 
Pada permulaan abad ke-20, kuli Tionghoa di Deli berjumlah 
37 .608 orang. 
Orang Tionghoa yang bermukim di daerah Deli seluruhnya 
99.236 orang, di antaranya 92.646 orang laki-laki yang umumnya 
merek a dimasukkan sebagai kuli kontrak . 
Berdasarkan data penduduk perkebunan (dari tahun 1926) 
dan data penduduk asli (dari tahun 1930), penduduk Sumatera 
Utara pada permulaan abad ke-20 berjumlah kurang-Jebih 2,5 juta 
orang. 
1.5 Migrasi Cina ke Sumatera Utara 
Sejak akhir abad ke-19, pertum buhan perkebunan-perkebun.an 
di Sumatera Timur sangat pesat sekali. Keadaan ini menyebabkan 
pihak perkebunan Belanda mengalami suatu permasalahan, yaitu 
masalah buruh yang sangat diperlukan untuk mengelola perkebunan 
yang demikian luas dan bertebaran di Deli. Untuk itu pihak perke￾bunan mengadakan hu bungan dengan bandar Penang, sebab di￾sana banyak cukong yang dapat menyediakan buruh-buruh. Hal ini 
dilakukan sebab penduduk setempat, yaitu penduduk Deli' yang 
terdiri atas suku bangsa Melayu dan Karo tidak mempunyai ke￾imigran untuk menjadi buruh perkebunan. Pada mulanya seorang
pen_gusaha perkebunan tembakau yang tereknal yaitu Nienhuys 
mengadakan hubungan dengan seorang Jawa yang berada di 
Penang untuk menyediakan sejumlah kuli bagi perkebunannya. 
Untuk tujuan itu telah diadakan suatu kontrak, tetapi kontrak itu 
tidak dapat dipenuhi sebab orang yang berasal dari J awa lebih 
banyak perhatiannya untuk melaksanakan dahwah Islam dari 
kegiatan dagang. Karena: ha! ini , maka Nienhuys memutuskan 
kontrak dengan haji yang berasal dari Penang itu . Sejak itu 
Nienhuys mulai melakukan hubungan dengan orang-orang Cina 
yang telah lama bermukim di Penang dan disebut dengan Lau￾Keh (sebutan bagi orang Cina yang telah lama di perantauan). 
Melalui orang-orang Cina inilah kemudian didatangkan pekerja￾p~kerja dari Negeri Cina yang umumnya berasal dari daerah sekitar 
Swatao, Amoy Kanton. Pada waktu itu keadaan politik dan per￾ekonomian Tiongkok sangat merosot sekali, sebagai akibat peme￾rintahan penguasa Manchu. Keadaan ini menarik banyak orang 
Cina ini  untuk pindah ke Sumatera Timur dan diharapkan 
dapat dikenal dengan sebutan Negeri Selatan atau Nan Yang, 
suatu daerah surga dan kaya. Sumatera Timur yang mereka sebut 
derigan Su Tung (Su = Sumatera ; Tung = Timur). Kedatangan 
orang Cina ke Sumatera Utara itu berkelompok dan dikepalai oleh 
seorang kepala suku . Melalui tokoh-tokoh Cina yang berada di 
Penang , mereka menandatangani kontrak-kontrak kerja dengan 
pihak perkebunan yang berada di Sumatera Timur. Di antara suku￾suku bangsa Cina yang datang ke Sumatera Timur adalah suku 
Kong Hu yang berasal dari Propinsi Kwantung, Suku Hok Chieu, 
Hai Lam, Tio Chiu berasal dari Hokien dan suku K'hek yang se￾ring juga disebut dengan orang-orang Hakka. Mereka itu semuanya 
berasal dari Tiongkok Selatan . 
Pekerja-pekerja Cina yang datang itu sesampainya di perke￾bunan tetap berada di bawah pimpinan kepala sukunya dan juga 
langsung d!perintah oleh kepala sukunya. Jadi pengusaha Belanda 
di perkebunan senantiasa berhubungan dengan para pimpinan 
suku orang-orang Cina itu dalam melaksahakan tugas-tugas pe￾kerjaan di perkebunan itu . Jadi kedudukan pimpinan suku itu 
seperti mandur atau pengawas buruh-buruh Cina. Pada setiap per-
kebunan terdapat banyak buruh Cina dan banyak pula pimpinan￾pimpinan buruhnya. Pimpinan buruh Cina biasa diseb4t dengan 
tandil. 
Pekerjaan buruh-buruh Cina itu biasanya menggali parit dan 
mencangkul tanah-tanah yang akatl ditanami dengan tembakau . 
Mereka umumnya bekerja tekun dan rajin, sebab pekerjaan itu 
dilakukan dengan sistem borongan. sebab ketekunan pekerja￾pekerja Cina itu , maka tandil-tandil banyak memperoleh keuntung 
an dan cepat menjadi kaya. Pada umumny a, setelahmereka mem￾punyai modal dan kontrak kerja telah selesai, mereka pindah ke 
kota. Di kota-kota mereka bekerja .sebagai perajin a tau berdagang. 
Orang-orang K'hek umumnya membu ka perusahaan kerajinan 
seperti bertukang, sedangkan Hokkieh be rdagang; demikian pula 
dengan orang-orang Kong Hu. Di kot a mereka juga berada di 
bawah pengawasan pimpinan sukunya masing-masing. Kelompok￾kelompok suku itu terus berkembang dan sengaja <lipelihara tern s 
oleh Pemerintah Kolonia! Belanda. Kepala-kepala suku itu di 
kota-kota diangkat oleh Belanda sebagai p impinan dari kelompok 
orang-orang Cina. Melalui mereka inilah Beland.~ melakukan hu￾bungan dengan orang-orang Cina, baik mengenai pajak atau hal￾hal yang lain. Pada waktu itu pengurus bangsa Cina tidak berada 
di bawah kepala-kepala kampung tetapi mempunyai bagian tersen￾diri yang langsung berada di bawah penguasa Belanda. Dengan 
kedudukan kepala-kepala suku Cina ini mereka menjadi sangat 
penting sekali dan mudah memperoleh fasilitas-fasilitas. Mereka 
diangkat oleh pihak Belanda dengan pangkat letnan, kapten , dan 
mayor sesuai dengan kedudukannya dan pengaruhnya dalam ka￾langan masyarakat Cina. Kelompok-kelompok suku itu dalam 
masyarakat Cina perantauan di Sumate ra Timur dan Sumatera 
Utara umumnya tidak saja berfungsi se bagai suatu bentuk sosia l 
saja tetapi justru merupakan suatu kekuatan ekonomi pula. Me￾la lui masyarakat suku-suku itulah mereka dapat mengumpulkan 
modal dan membentuk suatu kegiatan dalam usaha perdagangan . 
Salah seorang pimpinan suku bangsa Cina yang terkenal di Medan 
da n dihormati sebagai seorang raja kecil 1alah Tjong A Fie. Pada 
mulanya ia juga merupakan pimpinan suatu kelompok suku yang 
datang dari Negeri Cina. sebab keuletan nya dan kesungguhan-nya, maka ia dapat menjadi seorang yang dipercaya oleh orang￾orang Belanda terutama dari pihak perkebunan . Pengaruhnya 
sangat besar di kalangan Cina sehingga ia diangkat sebagai mayor 
dari kelompok masyarakat Cina di Medan. Ia adalah suatu contoh 
dari orang Cina yang berhasil menjadi hartawan dan kemudian 
menjadi seorang yang terpandang dari kalangan masyarakat Kota 
Medan sekitar abad ke-20. 
Dari urian ini  jelaslah bahwa kelompok Cina yang ber￾mukim di Sumatera Utara atau khususnya di Sumatera Timur 
dahulu datang sebagai pekerja dan dalam beberapa generasi mereka 
telah beru bah menjadi pedagang sebab keuletannya serta kete￾kunannya .


Sebelum a bad ke - 18, Sumatera Utara boleh dikatakan 
merupakan daerah yang berada dalam pengaruh kekuasaan Aceh 
yang menguasai perdagangan pesisir pantai utara Pulau Sumatera 
dan juga pantai barat. Penguasaan Aceh terhadap daerah-daerah ini 
sudah berlangsung sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Mucta. 
Pada masa pemerintahan raja ini  jalur perdagangan dan pela -
yaran yang dilakukan oleh saudagar-saudagar Indonesia melalui 
pantaj barat Sumatera sebab Selat Malaka dikuasai oleh Portugis 
sejak Malaka dikuasai. 
Jalur perdagangan dan pelayaran ini  memberikan penga￾ruh yang cukup besar bagi perkembangan daerah pantai Sumatera 
Utara di bagian barat, di mana terdapat bandar-bandar perdagang￾an seperti Barus, Natal, dan lain-lain. Faktor-faktor ini lah 
yang menyebabkan hubungan sangat erat dengan dunia luar lebih 
dahulu terjadi di daerah pantai barat daripada pantai timur. Pantai 
timur baru memainkan peranan penting dalam percaturan politik 
dan perdagangan pada abad ke-19. Untuk mengetahui lebih lan￾jut mengenai keadaan Sumatera Utara pada waktu itu dapat kita 
ikuti tinjauan secara rinci keadaan sosial dan ekonominya.
Sebagairnana telah diketahui masyarakat Sumatera Utara 
terdiri atas. berbagai suku bangsa yang mendiami wilayah yang ~er￾beda-beda pula. Pada umumnya di daerah pedalarnan berdiarn su￾ku bangsa Batak dan di daerah pesisir suku bangsa Melayu pesisir. 
Suku bangsa Batak hidup dari mengolah tanah-tanah pertanian, 
sedangkan suku bangsa Melayu hidup dari hasil penangkapan ikan 
dan berdagang. Hasil-hasil pertanian itu sebagian besar adalah 
untuk k~butuhan sendiri dan selebihnya ditukar dengan barang￾barang konsumsi lainnya dengan pedagang-pedagang dari pantai. 
Masyarakat Batak yang tinggal di pedalaman boleh dikatakan 
tertu tup hubungannya dengan dunia luar. Dalam masyarakat yang 
tertutup itu peranan adat sangat menentukan sekali. Kehidupan 
masyarakat dalam segala sendi diatur oleh hukum adat. Keadaan 
itu memang sudah berjalan dengan sendirinya sebab masyarakat 
nya homogen dan belum bercarnpur dengan bangsa asing. Kontak￾kontak dengan kebudayaan asing secara langsung pun sedikit se￾kali. 
Penduduk pantai yang kebanyakan terdiri atas suku bangsa 
Melayu tidak tertutup dan mempunyai hubungan yang luas dengan 
dunia luar. Penduduknya sebenarnya terdiri atas berbagai 
suku bangsa , tetapi setelah menetap di daerah· pesisir, meteka me￾ngakui dan mengasirnilasikan dirinya sebagai suku bangsa Melayu . 
Kenyataan ini dapat terlihat dalarn penelitian yang diadakan . 
Di daerah pesisir tirnur Sumatera Utara suku-suku Melayu itu, ka￾lau. diselusuri garis keturunannya , berasal dari berbagai ketu￾runan. Di daerah Asahan mereka mengaku berasal dari keturunan 
Batak Toba. Di daerah Batu Bara terdapat pula suatu daerah pe￾mukirnan suku bangsa Minangkabau, di sekitar Bedagai mengaku 
keturunan Banjar, dan di Langkat dan Deli Serdang mengaku ber￾asal dari Batak Karo. Dari kenyataan di atas jelas, yang menjadi 
suku bangsa Melayu di daerah pesisir tirnur berasal dari berbagai 
suku bangsa. Keadaan semacam ini juga terdapat di daerah pantai 
barat Sumatera Utara. Di Barus dan Sibolga terkenal pula dengan 
sebutan penduduk pesisir. Mereka berasal dari suku bangsa Batak , 
suku bangsa Mnangkabau, malahan ada yang berasal dari bangsa asing India. 
Walaupun tadinya berasal dari berbagai keturunan, na￾mun mereka mengasimilasikan dirinya ke dalam suku bangsa Me￾layu. Adaptasi demikian mungkin terj adi sebab mereka pada 
umumnya telah meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama dan me￾nganut agama yang sama yaitu Agama Islam. Peraturan masyarakat 
nya pun tidak lagi dilakukan menurut hukum adat, tetapi menurut 
hukum Islam. Walaupun demikian beberapa kebiasaan adat lama 
yang tidak bertentangan dengan Agama Islam masih dilanjutkan￾nya. Keadaan ini masih jelas kelihatan dalam beberapa upacara￾upacara seperti dalam perkawinan, kelahiran bayi, dan lain-lain. 
Penduduk pesisir inilah sebenarnya yang melakukan hubungan de￾ngan penduduk pedalaman, misalnya dalam perdagangan dan. lain￾lain. Mereka memang dapat mengadakan kontak dengan daerah 
pedalaman secara garis keturunan . 
2. I .2 Jalur pedagangan 
Menurut data yang ditemukan di daerah pes1sIT telah 
lama terjadi hubungan dagang dengan daerah-daerah luar Sumatera 
Utara. Keadaan ini berlangsung baik di daerah pesisir pantai timur 
maupun di daerah pesisir pantai barat. Di pesisir pantai barat ter￾dapat bandar-bandar dagang seperti Barus dan Natal yang telah 
ada sejak abad ke-1 '2 yaitu Kata Cina Paya Pasir dan di Perdagang￾an yang sering disebut oleh orang Tionghoa dengan sampan Tao. 
Menurut pengamatan penulis, tempat te rsebut adalah kota-kota 
dagang yang tertua. Dari daerah ini lintas perdagangan bergerak ke 
pedalaman. Untuk menghubungkan dae rah pedalaman dengan 
pantai atau kota-kota dagang, sungai me rupakan suatu sarana yang 
penting . 
Di kota-kota pantai itu berdiam para pedagang asing seperti 
Cina, India, dan pedagang pribumi yang menjadi pedagang peng￾galas atau penghubung dengan daerah pedalaman. Jumlah peda￾gang asing itu cukup banyak dan ini dapat dibuktikan dengan ada￾nya kuil-kuil dan diketemukannya barang-barang keramik. Peda￾gang-pedagang Indonesia hanyalah pekerj a-pekerja dari penguasa pantai yang memberikan kepercayaan untuk membawa barang￾barang miliknya yang akan ditukar dengan barang-barang milik 
penduduk daerah pedalaman. Barang-barang yang dibawa ke pe￾dalaman antara lain garam dan barang-barang yang nilainya tinggi 
seperti candu. Di sekitar Pulau Samosir dan di pedalaman Simalu￾ngun terdapat pipa-pipa untuk mengisap candu yang dimiliki oleh 
pengetaua adat dan raja-raja. Perdagangan candu ini mungkin ma￾sih berusia muda sebab pengenalannya di Asia baru a bad ke-19. 
Perdagangan lada, kapur barus, dan hasil-hasil hutan lainnya sudah 
lama berlangsung. Dari daerah Deli dan Langkat terdapat lada dan 
di Tapanuli Utara terdapat kemenyan serta kapur barus. Melalui su· 
ngai-sungai barang itu diangkut ke pelabuhan di pesisir pantai. Su￾ngai Asahan merupakan jalur perdagangan ke daerah sekitar Danau 
Toba. Dari Sungai Bah Bolor dan Sungai Padang ke daerah peda￾laman Simalungun. Sungai Deli dan Sungai Wampu menghubung￾ka_n daerah pedalaman sekitar Tanah Karo dan pinggiran Danau 
T oba. Di pantai bara t Suma tera lJ tara yang merupakan perairan 
samudra , peranan- sungai-sungai sebagai jalur perdagangan juga sa￾ngat penting. Keadaan inilah yang menyebabkan kebanyakan kota￾kota pelabuhan terletak di muara-muara sungai. Dahulu sungai￾sungai dapat dilayari oleh kapal-kapal kecil atau sampan-sampan . 
Kenyataan ini dapat dilihat dari bekas-bekas garis pantai yang kita 
temukan pada sisa-sisa sungai itu . 
Dari gambaran ini  dapat kita ketahui bagairnana jalur 
perdagangan pada waktu itu, dan bagaimana pula peranan pen￾duduk setempat dalam perdagangan. Segala kegiatan perdagangan 
itu pada umumnya dilakukan secara barter antara penduduk pesi￾sir dengan pedalaman . Mengenai penggunaan mata uang tidak per￾nah ditemukan bukti-buktinya. Mata uang yang ditemukan adalah 
ma ta uang Portugis, VOC , dan mata uang asing lainnya yang dite￾mukan di pedalaman dan tidak dijadikan sebagai alat tukar tetapi 
mempunyai peranan dalam kegiatan adat sebagai benda magis saja. 
Pedagang-pedagang asing yang berdiam di pelabuhan-pelabuhan 
itu bertindak sebagai penumpuk bahan-bahan ini . Mereka me￾ngangkutnya bila kapal-kapal dagang dari negerinya datang me￾nyinggahi pelabuhan ini . Suasana perdagangan seperti itu 
sudah berlangsung sejak lama sarnpai datangnya pedagang bangsa Eropa ke daerah ini. Mereka melakukan suatu cara baru untuk 
memperoleh barang-barang dagangan dengan cara monopoli hasil￾hasil yang terdapat di suatu daerah. Dengan cara demikian mulai 
terjadi suatu perombakan tradisi perdagangan kuno dan Jahirlah 
suatu i /1 rrique-in rrique. 
2. I .3 Penguasa-penguasa di Sumatera U tara 
Dilihat dari segi geografi , kedudukan Sumatera Utara sa￾ngat strategis di bidang lalu -lintas perd agangan kuno , sehingga 
daerah ini sejak abad-abad permulaan Masehi telah terlibat dalarn 
kegiatan perdagangan dengan negara-negara luar. Bukti-bukti tertu￾lis memang tidak terd apat, tetapi beberapa peninggalan yang lain 
dapa t memberikaf! petunjuk-petunjuk ke arah itu . 
Daerah ini dapa t mengadakan hubungan dengan dunia lu ar ka￾rena adanya sungai-sungai besar. Melalui sungai-sungai inilah sega￾Ja kebutuhan barang-barang yang berasa l dari Juar dimasuk kan. 
Kota perdagangan mernpakan pelabuhan bagi Kerajaan Naghur. 
Kerajaan ini berkem bang sampai pad a a bad ke-17. Sultan Aceh 
Alaudd in pe rnah mencoba untuk menak lukkannya , tetapi tidak 
berhasil. Sampai dewasa ini di d aerah seki tar Simalungun masih 
terdapat nama-nama desa yang memakai Naghur seperti Naghur 
Bayu, Naghur Usang, dan Naghur Raja . Mungkin di sekitar daerah 
in i dahulu merupakan pusat kerajaan. Sisa keraton tidak pernah 
ditemuk an karen a bahan-bahan yang dipergunakan pada umum￾nya terbuat dari kayu sehingga mudah musnah . 
Di daerah Tapanuli Ut ara pada masyarakat Batak Toba terda￾pat struktur sosial berdasarkan kesatuan-kesatuan yang disebut 
bius (republik de sa). Disebut demikian sebab dalarn masyarakat 
Batak tiap desa merupakan suatu kesatu an yang berdiri sendiri 
dalam pemerintahannya. Republik desa itu merupakan suatu ke￾sa tuan otonomi dalarn kedudukan hukumnya. Pengaturan masya￾rakatnya diatur menurut hukum adat yang disebut Oalihan Na 
Tolu. Pem impin desa ialah seorang yang dianggap mempunyai ke￾dudukan magi atau sahala. Pemimpin biasanya mempunyai karis￾ina dan mempunyai kelebihan-kelebihan dari anggota masyarakat lainnya. Pemimpin suatu desa dianggap juga seorang yang berjasa 
dalam melakukan sesuatu seperti pendiri atau perdagangan desa 
dengan laku. Kedudukannya disebut sebagai raja huta. 
Seorang raja huta membawahi suatu unit politik yang meliputi 
suatu daerah pertanian yang dimiliki oleh anggota masyarakat 
huta. Kumpulan dari huta kemudian merupakan suatu unit ke￾kuasaan yang disebut dengan horja, dan di atas horja disebut pula 
bius. Setiap daerah mempunyai kebebasan sendiri dan mereka 
terikat seluruhnya oleh hukum adat . Pimpinan dalarn horja disebut 
raja punjungan dan bius raja parbaringin. Kedua kedudukan pe￾mimpin itu hanya melaksanakan upacara-upacara keagamaan saja, 
sedangkan yang melaksanakan pemerintahan secara langsung ialah 
raja huta. 
Di Tapanuli Selattan, sebelum masa kekuasaan Belanda, me￾merintahkan diatur menurut hukum adat. Suatu desa diperintahi 
oleh kepala desa yang disebut dengan kepala kampung. Kepala 
huria membawahi beberapa karnpung. Di Tanah Karo kesatuan 
unit politik yang kecil disebut rumah siwaluh jabu Pimpinan 
dari siwaluh jabu itu disebut raja jabu . Unit yang kecil itu berga￾bung dalam suatu kesatuan politik yang lebih besar lagi yang di￾sebut kuta . Pimpinan kuta disebut penghulu atau juga raja. Kesa￾tuan kuta-kuta yang merupakan suatu keturunan berada dalarn 
suatu kesatuan pula yang disebut urung. Seluruh sistem pemerin￾tah diatur menurut ketentuan adat yang 1bersistem pemerintah 
diatur menurut ketentuan adat yang berlaku . Susunan pemerin￾tahan seperti ini berlangsung di Tanah · Karo · sampai terbenttuk￾nya kekuasaan Belanda di Tanah Karo kemudian. Misalnya dalarn 
lingkungan masyarakat Karo terdapat nama-nama yang memakai 
marga Sembiring Brahmana . Pelawi. Colia , dan Pandia. Ini mem￾buktikan bahwa daerah ini telah mempurryai hubungan yang erat 
dengan luar atau India sehingga kebudayaan Hindia itu memasuki 
daerah ini. Mengenai kerajaan-kerajaan purba yang ada di daerah 
ini tidak ada bukti-bukti tertulis sehingga melahirkan kekaburan 
jalannya sejarah daerah ini. sebab itu tidak dapat kita ke-· 
tahui bagaimana keadaan pemerintahan dan kekuasaan pada 
abad-abad I Masehi di daerah Sumatera Utara. Sejak masa Kerajaan Srriwij aya , daerah. Sumatera: Utara pasti telah turut serta dalarn 
kegiatan perdagangan asing terutama d i pantai timur. Sriwijaya 
dapat meengamankan daerah lintasan pe layaran Selat Malaka se￾hingga jalur !in tasan dagang itu tum buh enguasa-pen~ uasa pan tai 
yang tunduk padda Kerajaan Sriwijaya. Dengan sendirinya kera￾jaan itu tidak terkenal dan tidak disebu t-sebut dalam sejarah 
kuna Indonesia . Tetapi setelah Kerajaan Sriw ijaya mulai pudar 
pada abad ke-1 3 , mulailah terdengar berita-berita ten tang kerajaan￾kerajaan kecil di Sumatera Timur dengan sebut;rn Kerajaan Aru . 
Panai dan lain-lain menurut berita yang terd apat pada peralatan . 
Dalam Sejarah Melay u telah mulai d isebut-sebut adanya Kera￾jaan Aru pada ab ad ke-15 yang terletak di daerah Langkat. Lokasi 
kerajaan ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pas ti ka￾rena belum ada suatu penyelidikan mengenai kerajaan ini . Sete·rus￾nya di daerah Barumun telah pula ditemukan adanya candi-candi di 
Po rtib i Padang Law as. dan ini menunjukkan bahwa .suatu penguasa 
dahulunya pernah berkuasa d i daerah ini. Penguasa ini  te n tu￾nya mempunyai pengaruh yang cukup besar sehingga ia dapa t me￾laksanakan suatu pembangun an candi-candi. Berdasarkan suatu per￾hitungan , kerajaan ini  berdiri pada abad ke-13 . sebab pa￾tu ng-patu ng yan g te rdapat di situ meru pakan perpaduan bentuk 
antara u nsur-unsu r Budha dengan Ciw a. 
2.2 Perebutan Negara-Negara Eropa di Sumatera Utara 
Sumatera Utara sudah lama dike nal oleh bangsa asing, yak· 
ni seja k masa pe rdaga ngan kuna antara Tiongk ok dengan nega ra￾negara di T imur Te ngah. Pada masa itu beberapa dae rah pantai 
te lah pem ah disinggahi o leh pegagang-pedagang asing. K alau be nar 
Barosai yang dise bu t o leh ahli geografi Mesir pacla zaman purbaka￾la yang te rletak di timur itu Barus, maka bandar inilah yang ter￾tua di Sumatera Utara dan pernah menj ad i pusat perdagangan pada 
zaman purba di samping Natal. Bagaimana jalan perdagangan te r￾se but sete ru snya tidak banyak kita menge t ahuinya sebab datany a 
sangat sed ik it. Walaupun demikian , di Barus sendiri ditemukan be -
kas-be kas pemukiman dari zaman dahulu d an juga makam-makam 
Islam tua . Data ini tidak berasal dari suatu masa yang lama atau zaman kuna melainkan sesudah abad-abad Masehi. Menurut berita, 
pada abad ke-9 di Barus telah ada Agama Kristen Nestorius yang 
dibawa oleh orang-orang Armenia. Pada masa pelayaran bangsa 
Portugis ke timur daerah ini tidak menjadi jalan lintasan perda￾gangan sebab bangsa Portugis telah mengamankan Selat Malaka 
setelah bandar itu dikuasainya. Tetapi setelah bangsa Belanda 
sampai ke Bantam melalui Samudra Indonesia, daerah pantai barat 
mulai lagi mendapat perhatian dari bangsa Eropa lainnya kecuali 
Portugis. Demikian pula pedagang-pedagang Indonesia yang ber￾saing dengan Portugis menjadikan jalur pantai barat Sumatera 
sebagai daerah persinggahan para pedagang Indonesia. 
Jatuhnya Bandar Malaka ke tangan bangsa Belanda dan ber￾akhirnya supremasi bangsa Portugis di timur dan dalam pelayaran 
di abad ke-17, mulai terjadi perebutan wilayah antara negara￾negara Eropa atas wilayah sekitar Selat Malaka terutama Pulau 
Sumatera. Bangsa Belanda dan lnggris mempunyai perhatian besar 
terhadap penguasaan wilayah Pulau Sumatera sebab kedua bangsa 
ini merupakan bangsa pelaut dan pedagang yang menggantikan ke￾dudukan bangsa Belanda di Eropa abad ke-17. Bangsa Belanda de￾ngan Verenigde Oost lndiesche Compagnie dan bangsa Inggris de￾ngan East lndien Company mulai melakukan kegiatan-kegiatan 
pelayaran ke timur dan mereka itu berlomba-lomba menguasai 
wilayah-wilayah di timur. Perlombaan untuk menguasai itu meli￾batkan juga penguasaan mereka terhadap daerah Sumatera Utara. 
Untuk mengetahui bagaimana perkembangannya atau prosesnya 
penguasaan ini  dapat diikuti pada uraian berikut: 
2 .2 .1 Penanaman Kekuasaan lnggris di Asia 
Sejak pemerintahan Elisabeth I, dunia pelayaran di Inggris 
sangat berkembang. Sir Walter Raleight mengadakan pelayaran ke 
Amerika dan berhasil mendirikan koloni lnggris yang pertama di 
Virginia. Kemudian pad a tahun 15 77, Francis Drake yang berasal 
dari Plymouth berhasil mencapai Kepulauan Maluku dan kembali 
ke Inggris melalui Tanjung Pengharapan. Sejak pelayaran ini  
perhatian lnggris terhadap perdagangan di Asia Timur mulai men￾dapat perhatian dan mengharapkan dapat pula dapat memiliki   wilayah-wilayah di timur. Pada tahun 1583 Ralph Fitch menjad i 
orang pertama di Inggris yang sampai di Onnuz . Ia ditangkap pe￾nguasa Portugis di sana, tetapi kemudian dapat melarikan diri 
dan berhasil mencapai Hugli , yaitu suatu daerah yang terdapat di 
delta Sungai Gangga . Dari sana ia melanj utkan perjalanannya ke 
Pegu, Burma sampai di Malaka pada tahun 1588 . Pada tahun 
1591 ia kembali ke lnggris Dari perjalanannya ini, perhatian ter￾hadap perdagangan dengan dunia timur semak in bertambah dan 
banyak pedagang-pedagaang yang ingin melakukan perdagangan￾nya ke timur. Hancurnya armada Spanyo l yang menjadi kebang￾gaannya, pada akhir abad ke-16 memberi peluang besar pul a bagi 
kelanju tan pelayaran-pelayaran armada lnggris ke timur a tau ke 
Asia . Thomas Caveendish kemudian mengikuti pelayaran Drake 
sampai ke pulau-pulau Maluku dan pulan gnya ia singgah pula d i 
Pulau Jawa. Setelah itu , beberapa ka li diadakan pelayaran ke 
Asia yang dibiayai oleh pedagang-pedagang Inggris. Pelayaran 
Lancaster pada tahun 1591 telah pula menyinggahi daerah utara 
Pulau Sumatera dan ia berdiam pula untuk beberapa lamanya d i 
Pulau Penang sebelum ia kembali ke Inggris. 
Keberhasilan dari pelayaran ini menyebabkan pedagang-peda￾gang lnggris itu pad a tahun 1600 mendirik an persekutuan dagang￾nya yang disebut East Indian Compagm · atau disingkat dengan 
EiC. Ked atangan lnggris ke timur ini menyebabkan Portugis mula i 
mendapat persaingan dari orang-orang Eropa dalam perdagangan -
nya di timur. lnggris cepat pula mendirik an Joji-loji dagangny a di 
timur seperti Calcutta dan Bombay. Demikian pula di Indonesia 
seperti di Jakarta pad a abad ke-1 7. Keda ta ngan Lancaster ke Aceh 
pada tahun 1602 membuka harapannya untuk melanjutkan perda￾gangan dengan Aceh , sebab ia memperoleh Jada dengan harga 
yang murah dari daerah penghasil rempa h yaitu Tiku dan Paria￾man. Kedua daerah di pantai Sumatera itu merupakan daerah pela￾buhan dagang yang penting di abad ke-1 7 dan dikuasai oleh sultan 
Aceh. Keinginan lnggris untuk menguasai daerah perdagangan di 
Sumatera itu telah ada sejak itu, tetapi masih memerlukan waktu 
yang lebih lama sebab persaingannya yang banyak dari bangsa 
Belanda dan Portugis di perairan Indonesia . Sejak lumpuhnya armada Spanyol di akhir abad ke-16 dan 
kurangnya rempah-rempah yang diterima oleh pedagang-pedagang 
Belanda, rriulai tim bul hasrat pedagang-pedagang Beland a untuk 
mengadakan pelayaran ke Indonesia atau ke Asia. Perintis pertama 
pelayaran ke Indonesia yang dipelopori oleh de Houtman dan de 
Kyzer berhasil membuka lembaran baru dalam sejarah pelayaran 
bangsa Belanda. Setelah itu mulailah Belanda mengorganisasi pe￾layaran dan perdagangan ke Indonesia melalui Vereenigde Oost 
!ndiesche Compagnie atau VOC. Belanda mulai meletakkan batu 
pertamanya dalam menguasai perdagangan di Asia yaitu dengan 
menguasai J ayakarta dan mendirikan Batavia pad a tahun 1619. 
Dalam perdagangannya di Asia, terutama di Maluku, Belanda men￾dapa t persaingan yang besar sekali d ari bangsa-bangsa E ropa lain￾nya seperti Portugis, lnggris, dan Spanyol. Untuk mengatasi per￾saingan ini Belanda melakukan berbagai cara seperti pada mulanya 
mengikat perjanjian dengan raja-raja di daerah-daerah yang dida￾tanginya. Perjanjian monopoli yang dilakukan VOC itu juga tidak 
menguntungkan sebab banyak pedagang-pedagang Indonesia yang 
tidak dapat menerima monopoli yang dilakukan oleh Belanda. 
Belanda mengalami kesulitan sebab banyaknya bandar-ban￾dar dagang yang dapat mengimbangi Batavia seperti Bantam, Ma￾taka, dan Makasar yang sekarang disebut Ujung Pandang. Jalur per￾dagangan mendirikan lojinya di Pulau Desima . Dengan penguasaan 
Belanda atas daerah dagang itu, dengan sendirinya bandar-bandar 
dagang Indonesia itu dapat dikuasainya dan pengaruh serta peran￾an pedagang Eropa lainnya dapat diperkecil. di antaranya Portugis. 
Satu per satu pelabuhan dagang Indonesia sejak dari timur yaitu 
Makasa r pada tahun 166 7 dan Banten tahun 1684,jatuh ke tangan 
pengaruh VOC. Dengan jatuhnya kedua pusat dagang itu , orang￾orang Eropa selain Belanda telah dapat diusir dari pantai-pantai 
di tirnur yaitu Pulau Jawa, Sulawesi, dan Maluku . Sebaliknya 
daerah pantai barat yaitu Sumatera masih saja terjadi perdagangan 
bebas sebab belurn ada satu pun raja-raja Indonesia di daerah 
ini. Pada waktu itu sedang bertarung dua kekuasaan untuk me￾nguasai Sumatera yaitu Jnggris dan Belanda . Setelah Malaka dan Ujung Pandang jatuh , boleh dikatakan 
pernnan Protugis di Indonesia semakin menurun. Satu-jatunya 
daerah yang dikuasainya di Indonesia hanyalah Timor. Kenapa 
kedudukan Portugis itu menjadi demikian merosot? Bangsa 
Portugis datang ke Indonesia bukan saj a berdagang tetapi juga 
menyebarkan Agama Kristen sebagai tugas yang telah dibebankan 
oleh Sri Pa us dalam perjanjian Tordicella, sehingga tindakan me￾reka di Indonesia yang sebagian besar beragama Islam tidak disu￾kai. Bukan saja tidak disukai tetapi malah terjadi suatu kontlik 
antara Portugis dengan raja-raja Indonesia seperti dengan Kerajaan 
Temate dan Tidore di Maluku dan Kerajaan Aceh di masa Iskandar 
Muda. 
Di daerah pantai barat Belanda telah dapat menguasai wilayah 
Indonesia sejak Maluku sampai ke Pulau Jawa , sedangkan Pulau 
::iumatera Belanda menghadapi persaingan pula dari bangsa Inggris 
yang te la h berusaha menanamkan pengaruhnya di sana. lnggris 
yang telah mendirikan kedudukannya atau tempat berpijak 
di India , mulai mengembangkan sayapnya untuk menguasai wi￾layah di Asia. Pada tahun 1785 lnggris memperoleh Penang se te￾lah melakukan suatu persetujuan dengan :mltan Kedah . Dari Pe￾nang, melalui Raffle s Inggris mengad ak an perjanjian dengan 
sultan Johor. Sebagai akibat adanya perjanjian ini, Singapura 
diserahka n kepad a lnggris. 
2 .2 .3 Persaingan I nggris dan Belanda u n tu k Menguasai Suma tera 
Hubungan Negeri Belanda dengan Inggris pada abad ke-1 7 
be rlanjut sampai mereka datang di Indonesia. Inggps daeat mela￾kukan pela yaran dengan aman di Selat Malaka ke Negeri Cina , de -
mikian pula pelayaran kembali ke India . Keadaan itu berubah se￾telah Be landa mengadakan hubungan dengan Amerika Serika t 
seja k negeri itu menyatakan kemerdekaannya. Sejak itu Belanda 
mulai memperkuat kedudukannya di Sela t Malaka. Dengan di￾kuasainya daerah itu , [nggris mulai menjadikan Penang sebagai 
pusat perdagangan yang menghubungkan Cina, Sumatera. dan 
India. Sejak itu kedudukan Bengkulen yan g telah dikuasai lnggris 
pada tahun 1686 , mulai mempunyai arti penting pula . Bengkulen menjadi titik penguasaan lnggris untuk pelayaran Selat Sunda dan 
Penang di Selat Malaka. Perang koalisi yang terjadi di Eropa me￾nyebabkan jatuhnya Malaka ketangan lnggris sehingga dengan 
demikian titik yang strategis untuk menguasai Pulau Sumatera 
menunggu waktu saja lagi. Sejak itu Belanda sudah mencurigai 
gerak gerik Inggris tetapi Beland a tid ak dapat berbuat banyak ka￾rena negerinya terlibat dalam peperangan di Eropa sebagai akibat 
gejolak Revolusi Perancis. Sewaktu Raffles menjadi gubernur 
jenderal di Batavia ia mulai melakukan kegiatan-kegiatan seperti 
ekspedisi dan pengiriman missi-missi Agama Kristen. Kegiatan yang 
dilaku~an Raffles ini tiada lain berdasarkan pandangan bahwa 
Sumatera akan dijadikan suatu basis perdagangan lnggris di Asia. 
Segala tindakan Raffles itu mendapat protes dari Pemerintah Be￾landa yang pada waktu itu melarikan diri ke Inggris. Di dalam Per 
setujuan London 1814 ( Conventie London) Raffles kecewa ka￾rena apa yang menjadi cita-citanya untuk menguasai jajahan Be￾landa di Timur jauh itu gaga! sebab berdasarkan persetujuan itu 
haru s dikembalikan kepada Belanda kecuali Malaka . Kekecewaan 
ini terjadi kareria-penguasa Inggris melihat kepentingan perdagang￾an yang lebih diutamakan dari pada kepentingan politik. De￾ngan kem balinya kekuasaan Be Janda di Indonesia termasuk Su￾ma tera dan daerah Selat Malaka maka perdagangan lnggris akan 
terhalang. sebab itulah Raffles (setelah Conventie London 
1814) menguasai Singapura sebab melihat bandar i tu pen￾ting · bagi perdagangan lnggris di masa depan. Walaupun demi￾kian Raffles masih berusaha untuk menguasai Sumatera dan gerak￾geriknya itu kelihatan di Bengkulen dan Palembang. Kegiatan 
Raffles itu tiada lain sebab ia ingin menjadikan seluruh Pulau 
Sumatera bagian dari Kerajaan Inggris, walaupun Pemerintah 
Inggris sendiri tidak berpikir demikian. 
Sementara itu kedudukan Belanda di India mulai tidak berarti 
sebab tidak mem berikan keun tungan-keun tungan un tuk perda￾gangari. Lagi pula telah banyak kantor-kantor dagang Belanda di￾tutup. Keadaan ini mengalihkan perhatian Belanda untuk mem￾perkokoh kekuasaannnya di Selat Malaka yang sangat penting ar￾tinya bagi perdagangan Asia. sebab itu lnggris dan Belanda me-ngadakan perundingan tingkat pemerintah untuk membahas per￾soalan ini  Perundingan berlangsung di London pada tahun 
1820 , dan Belanda menuntut haknya atas Singapura. Perun dingan 
itu ba ru membuahkan suatu persetujuan disebut Tracraat Landen 
1824 , yang isinya seperti tertuang dalam lampiran berikut : 
Fasal I 
Fasal ' 
Fasal 3 
LAMPI RAN 
Kedua pihak berjanji memberikan kesempatan bernia￾ga bagi warga negara masing-masing di wilayah ke pu￾Jauan Timur dan di daratan l ndia dan Sri Langka se￾bagai warga yang diutamak an dengan arti bahwa 
warga masing-masing akan mematuhi hukum setem￾pat . 
Warga dan kapal dari salah satu bangsa yang keluar 
masuk dari dan ke pelabuhan Timur tidak akan mem￾bayar lebih tinggi dari selipat dari bea cukai keluar 
masuk dari pelabuhan Timur yang dibayar oleh warga 
dari penguasanya. Cukai bea masuk dari Belanda dipe￾labuhan lnggris untuk tana h daratan India atau un tuk 
Sri Langka akan dibayar de ngan ketentuan berikut 
bahwa jumlah ini tidak boleh lebih tinggi dari selipat 
dari yang dibayar oleh warga kapal lnggris. 
Mengenai barang yang bebas cukai jika diangkut oleh 
warga dan kapal negara pemiliknya, maka jumlah 
lebih dari 6 perseratus. 
Kedua pihak berjanji tidak akan mengik at perj anjian 
dengan salah satu negara diperairan Timur yang 
mungkin akan mewujudkan tertutupnya kesempatan 
berniaga dari pihak lain dan jika perjanjian demikian 
ada dianggap menjadi dibata l. 
Kedua pihak berpendirian bahwa perjanjian yang di￾ikat sebelum ini oleh salah satu pihak akan diberita￾hukan kepada pihak lainnya tentang perjanjian-per￾janjian yang diikatnya dengan negara lain diperairan 
Timur .. Demikian pula pemberitahuan sedemikian akan dilakukan ji￾ka salah satu pihak membuat perjanjian itu dimasa datang. 
Fasal 4 
Pasal 5 
Pasal 6 
Pasal 7 
Raja-raja lnggris dan Belanda berjanji akan memerin￾tahkan kepada pembesar masing-masing baik sipil 
maupun militer bahkan juga kepada kapal barang ma￾sing-masing mengenai kebebasan bertindak sebagai 
yang dimaksud dalam pasal 1, 2, dan 3 supaya mereka 
patuhi dan tidaklah boleh sekali-kali terhambat per￾hubungan antara rakyat di kepulauan Timur dengan 
pelabuhan-pelabuhan dari pemerintah keduanya. De￾mikian pula tidak boleh menghambat perhubungan 
antara rakyat keduanya dengan pelabuhan-pelabuhan 
dari negara raja-raja di Indonesia yang lain. 
Kedua Raja-raja lnggris dan Belanda berjanji akan 
membasmi bajak laut dengan giat. Tidak dibolehkan 
memperlindungi kapal bajak laut. Tidak dibolehkan 
diberi kesempatan barang-barang dirampok. dimiliki 
dibawa, disimpan maupun diperjualkan oleh kapal￾kapal begitu. 
Telah disetujui bahwa masing-masing pemerintah me￾larang kepada pembesar dan agen masing-masing un￾tuk mendirikan kantor baru dikepulauan Timur, sebe￾lum diberi kuasa oleh masing-masing pemerintahnya 
di Eropah . 
Untuk melaksanakan kegiatan pasal 1, 2. 3. dan 4 
monopoli di pulau-pulau Maluku dan khususnya Am￾bon. Banda dan Ternate kecuali pulau sekitarnya 
akan dihapuskan pada waktu yang dianggap oleh pe￾merintah Belanda keadaannya sudah mengijinkan. 
Dan bilamana perniagaan diperkenankan kepada nege￾ri-negeri lain selain negeri asli sendiri, maka warga lng￾gris akan mendapat kesempatan yang serupa kela￾pangannya dengan lainnya . Pasal 8 
Pasal 9 
37 
Raja Belanda menyerahkan kepada raja Inggris segala 
establismen!'lya di tanah besar India dan melepaskan 
segala hak istimewa yang diperolehnya sebab pemi￾likan ini. 
Loji lnggris di Fort Marlborough dan segala miliknya 
di pulau Sumatera dengan ini diserahkan kepada raja 
Belanda. 
Raja lnggris berjanji bahwa di pulau itu tidak akan dibangun 
kantor-kantor Inggris. Tidak ada dibikin perjanjian dengan siapa￾pun dari raja-raja dan kepala-kepala bumi putera di situ untuk ber￾ada di bawah kekuasaan lnggris. 
Pasal 10 : Kota Jan benteng Malaka dan sekitarnya dengan ini 
diserahkan kepada raja Inggns. Raja Belanda berjanj i 
atas nama rakyatnya tidak akan membuka kanto r di￾bagian semenanjung Maiaka adan membuat perjanjian 
denan raja-raja bumi putera atau ne.garayang ad a d1 
Semenanjung itu. 
Pasal I I : Raja Inggris melepaskan segala niatnya terhadap di 
dudukinya pula Belitung dan wilayahnya oieh agen 
pemerintcih Belanda. 
Pasal ~ Raja Belanda meiepaskan sega la niatnya terhadap di￾dudukinya pulau Singapura ole h rakyat raja Inggris. 
Di samping itu raja lnggris berjanji tid ak akan mendirikan kan￾to rnya di pulau-puiau Karimun atau pulau-p ulau Bantam. Bintang. 
Lingga a tau pulau-pulau lainnya yang te rietak di sebelah sela tan 
Sela t Singa pura dan juga tidak akan mem buat perjanjian de nga n 
ke pala di sit u supaya takluk dibawah kuasa lnggris. 
Pasa l J 3 Semua jajal:ian milik dan establismen yang tcrsebut di￾pasal-pasa l di atas haruslah diserahkan oleh pem besar 
nega ra yang bersangkutan se lam batnya tanggal I '7 Ma￾ret 18~5. Pendudukan terseb ut harus berada dalam
Pasal 14 
Pasal 15 
Pasal 16 
Pasal 1 7 
38 
keadaan ketika perjanjian ini diumumkan di India, 
tapi tidak boleh ada tuntutan dari siapa kepada siapa￾pun alat-alat atau suatu bentuk keperluan yang di￾tinggalkan oleh negara yang menyerahkan baik me￾ngenai perolehannya yang ditinggalkan maupun me￾ngenai hutannya dari bentuk apapun. 
Semua penduduk dari negeri-negeri dimana terjadi 
pertukaran ini selama tempo 6 tahun terhitung sesu￾dah perjanjian ini di ratifikasi mendapat kebebasan￾nya untuk menentukan bagaimana diperbuatnya de￾ngan harga bendanya untuk memindahkannya dengan 
tidak boleh ad a rintangan siapapun untuk melakukan￾nya. 
Kedua pihak berjanji tidak akan menyerahkan kepada 
negara lain atau establismen yang dimaksud dalam pa￾sal 8, 9, 11 , dan 12. Jika ada diantara tempat dimak￾sud hendak ditinggalkan oleh salah satu pihak, hak￾haknya dengan serta merta pindah ke tangan pihak 
lain. 
Telah disetujui bahwa segala perhitungan dan pena￾gihan yang tumbuh dari pemulangan Jawa dan esta￾blismen lainnya kepada pembesar raja Belanda di In￾dia Timur, baikpun yang merupakan persoalan dari 
suatu konvensi di J awa pad a tanggal 24 J uni 181 7, te￾lah diikat oleh kedua bangsa maupun segala apa yang 
lain, tidak akan merupakan dakwa-dakwi lagi, kecuali 
mengenai pembayaran sebanyak 100.000 paun Inggris 
dari pihak Belanda yang dilakukan di London sebe￾lum akhir tahun 1825. 
Perjanjian ini akan diratifikasi dan peratifikasi akan 
dipertukarkan di London, tiga bulan sesudah tanggal 
ini, a tau jika mungkin lebih cepat lagi
Untuk meneguhkan perjanjian ini ditana tangani oleh ma￾sing-masing utusan dikuatkan oleh cap materai dari pelambangan 
masing-masing. 
Diperbuat di London 27 Maret Tah un Masehi 1824 
( t t) A. R. Falck 
H. Fagel 
C. Watkin William Wyinn 
George Canning 
Yang penting dari perjanjian ini bukan saja bahwa merek a 
mempertukarkan jajahan masing-masing yang satu menerima Su￾ma tera dan yang lain menerima Semenanjung Melayu , melainkan 
j uga mengenai masalah kedudukan Kerajaan Aceh . Tentang ini ti￾dak ditentukan sebagai merupakan sesuatu pasal dari perjanjian, 
tetapi ditentukan oleh pengakuan terpisah pihak Belanda sendiri 
berupa nota yang isinya mengatakan bahwa Belanda tidak ingin 
memperkosa kedaulatan/kemerdekaan Aceh. Selain pasal 6 di atas 
melarang dengan tegas tidak boleh diperl uas daerah sebelum dibe￾ritahukan pada pucuk pemerintahan pihak lain maka adanya peng￾ak uan Belanda dalam notanya tadi dapatlah dianggap sebagai ja￾minan bahwa Belanda harus membiarkan Aceh merdeka. Dengan 
ke tentuan Tractaat London ini maka kedudukan lnggris di Suma￾te ra harus segera diserahkan kepada Belanda, dan lnggris tidak bo￾le h menanamkan pengaruhnya di pulau itu Sebaliknya Belanda 
haus meninggalkan seluruh kegiatannya untuk menanamkan ke￾kuasaannya di daerah Asia. Mengenai daerah Kesultanan Aceh me￾mang tidak ~da suatu keterangan pun , tetapi kemudian ada keten￾t uan yang diperundingkan antara kedua negara itu bahwa kedau￾latan Aceh tidak boleh diganggu gugat dan Belanda harus menjaga 
keamanan di Selat Malaka dari gangguan pembajak-pembajak laut. 
Walaupun demikian lnggris melalui beberapa pedagang mencoba 
untuk menanamkan kekuasaannya di pantai timur Sumatera se￾perti di Siak dan Jambi tetapi mendapat prates dari pihak Belanda. 
Pada tahun 1858 Siak mengakui kedaulatan Belanda atas Wilayah￾nya dan Inggris mengakui perjanjian ini dengan imbalan dihapus￾kannya pajak-pajak yang berbeda antara barang-barang masuk 
yang dibawa pedagang-pedagang Inggris ke koloni Belanda ( Dif￾ferateele rachten).
Kedudukan Belanda menjadi lebih kuat lagi setelah diadakan pe￾nandatanganan perjanjian pada 3 November 1871 antara Ing￾gris dengan Belanda yang dikenal dengan Traktaat Sumatera. 

Dengan traktat ini Belanda mendapat hak pengakuan untuk men￾jalankan politik tangan terbuka bagi seluruh Sumatera termasuk 

Aceh dan Inggris tidak akan mengganggunya. 

Dengan penjelasan di atas maka Belanda telah mulai melaku￾kan penjajahan secara terbuka atas Pulau Sumatera, tetapi perkem￾bangannya melalui suatu proses yang cukup lama. Untuk jelasnya 

baiklah di bawah ini diuraikan proses ini  : 

2.3 Penjajahan Belana di Sumatera Utara 

Pantai Barat Sumatera merupakan daerah yang sangat rawan 

sekali, sebab disanalah bercongkol pedagang-pedagang asing dan 

perebutan pengaruh antara Inggris dengan Belanda untuk mena￾namkan pengaruhnya. Wilayah kekuasaan Aceh semakin lama se￾makin ciut dan tidaklah mengherankan kalau Aceh melihat tindak￾an-tindakan negara-negara Barat itu sehagai keinginan menghancur￾kan pengaruh Aceh di pantai Barat Sumatera. sebab itulah maka 

Aceh mengirimkan pasukan-pasukannya untuk menghancurkan ke￾dudukan negara-negara Barat itu di daerah ini . Pasukan-pa￾sukan Aceh itu sering disebutkan dalam sejarah negara-negara Ba￾rat itu sebagai perampok-perampok atau dengan istilah lain Zeero￾ver. Dari kenyataan diatas maka Belanda setelah ia memperoleh 

peluang menanamkan pengaruh di Sumatera maka sebagai titik to￾lak untuk menguasai Sumatera Utara lebih dahulu menguasai dae￾rah pantai Barat Sumatera . 

2 .3. I Penguasaan Daerah Pantai Barat Sumatera Utara 

Setelah Perang Paderi usai, Belanda mulai berusaha untuk 

melanjutkan penguasaannya ke bagian lain dari daerah utara 

Sumatera Barat. Memang daerah-daerah yang ditinggalkan Inggris 

di pantai Sumatera Utara telah dikuasainya tetapi penguasaan seca￾ra intensif belumlah dilaksanakan. Untuk melaksanakan ha! ter￾sebut, Belanda menempatkan seorang pelopor dengan tugas mem￾bentuk suatu organisasi seorang pe!opor dengan tugas membentuk suatu organisasi yang lebih baik, yaitu Michiels. Ia diangk.at sebagai 

gubemur pantai barat atau Gouvernuer van Sumatra's Westkust. 

Sebagai seorang gubemur di pantai barat ia menaruh perhatian 

untuk menguasai seluruh Sumatera. Hal ini dapat terlihat dari 

salah satu pernyataannya, yang diterjemahannya kurang lebih 

sebagai berikut : 

"Orang Aceh telah diusirnya dari Singkel. Sisa dari pulau itu 

menurut menteri van den Bosch dalam seperempat abad di￾kuasa i, tetapi Michiels dan I tahun dapat dikuasai dengan 

pasukan yang kecil saja. 3) 

Pandangan Miechiels ini tentunya beralasan sebab ia mempu￾nyai pengalaman-pengalaman dalam menguasai bagian-bagian lain 

di Indonesia. Di daerah lain dapat dengan pasukan yang kecil un￾t uk menguasai suatu daerah. Politik Devide et Empera dapat dila￾k ukannya sehingga dengan tenaga yang kecil mereka kemudian da￾pat mt' nguasai daerah ini . Bertitik tolak di Sumatera , usa￾hanya dapat dilakukan sebab peperanga n di Jawa atauPenang Di￾ponegoro telah berakhir sehingga Belanda dapat lebih intensif 

mengarahkan penguasaannya di Sumatera bagian utara, terutama 

pada daerah pesisir barat Pulau Sumate ra. Kenyataan-kenyataan 

ini dapat kita lihat dari uraian berikut : 

Dalam tahun 1839 Gunung Sitoli diduduki dan langsung ber￾ada di bawah pengawasan gubernur pan tai barat. Tujuannya se￾bagi perbentengan terhadap Aceh. 

Pada ta hun 184 7 Lagundi di Nias Se Ia tan diduduki oleh pasu￾kan topografi clan desa-desa sekitarnya dibakar dan kemudian 

ditinggalk an. 

Pada tahun 1852 Gubernur Van Swieten berusaha untuk me￾masukkan unsur-unsur kebudayaan Barat untuk melemahkan pen￾d uduk . Untuk itu ia mengirim Residen Tapanuli Couperus me￾ngadakan inspeksi ke Pulau Nias. Ia menganjurkan agar dikirim 

zending-zending tetapi pemerintah menolaknya sesuai dengan 

RR. art . 82.4 ) 

Dari keterangan ini  di atas jelas bahwa setelah mendi￾rikan daerah kekuasaannya di pantai barat , Belanda mengalami 

banyak kesulitan dari pelaut-pe!aut Aceh yang merasa terdesak sebab perluasan kekuasaan Belanda ke bagian utara Sumatera. 

Belanda memang telah mendirikan Jembaga-lembaga kekuasaannya 

di Tapanuli dan Singkel, tetapi daerah yang dikuasainya hanyalah 

daerah pesisir. Sebagian besar daerah pedalaman tidak dapat dikua￾sai karna keadaan wilayahnya berbeda sekali dengan daerah 

lain seperti di Jawa . Pengaruh Aceh terhadap daerah-daerah di 

bagian utara pulau Sumatera besar sekali dan hal inilah yang 

sangat mengelisahkan sehingga Belanda ingin menguasai daerah 

itu secepatnya. Hal ini melahirkan prasangka buruk terhadap 

Belanda. Dalam masyarakat Batak sendiri sampai sekarang ada 

istilah "Si Bontar Mata", suatu istilah untuk menyatakan orang itu 

berkulit putih. Justru sebab prasangka yang demikianlah maka 

beberapa pejabat Belanda seperti Residen Couperus mengusulkan 

agar Pemerintah Belanda segera mengembangkan missi gereja ke 

daerah Nias maupun daerah-daerah Jainnya. Dengan jalan mem￾perluas penyebaran Agama Kristen dalam kalangan penduduk 

pribumi , diharapkan dengan mudah daerah itu dikuasai. Hal ini 

tidak dapat dicampuri oleh Pemerintah Belanda sebab mereka 

terikat dengan 8.2 art. (Art. 82 RR), di mana pemerintah tidak 

mencampuri masalah keagamaan . Walaupun demikian Belanda 

tetap memberikan kesempatan kepada organisasi swsta untuk 

kegia tan itu . Selain melalui unsur keagamaan, Belanda berusaha 

pula memajukan masyarakat daerah itu dengan memasukkan 

kebudayaan Barat. Belanda bermaksud memasukkan pendidikan 

Ban~t dan ini telah dimulai di Tapanuli Selatan. 

Dengan cara demikian Belanda mencoba melemahkan sikap 

penduduk yang anti Belanda. Selain itu, tindakan Belanda dapat 

pula melahirkan kelompok-kelompok dalam masyarakat yang 

berbeda pandangan dan sikapnya sehingga politik pecah belah 

atau devide et impera dapat dilaksanakan. Usaha Belanda untuk 

menguasai daerah pantai . barat Sumatera Utara dimulai dari 

daerah pantai Pulau Nias setelah melalui beberapa kali ekspedisi 

yang berhasil diamankan. Pada tahun 1866 di Goenoeng Sitoli 

telah ditempatkan seorang kontroler serta sepasukan tentara 

Belanda. Daerah yang dikuasai Belanda pada waktu itu sangat 

kecil. hanya sekitar Goenoeng Sitoli tetapi setelah tahun 1880, 

hampir meliputi seluruh Pulau Nias. Untuk memudahkan kekuasaan Belanda, ffilSSI gereja dari Jerman yaitu Rheiniesche Mission 

diberikan kesempatan untuk melakukan penyebaran Injil . Pada 

mulanya missi Jerman itu (1865) hanya bergerak sekitar Goeneng 

Sitoli. Pada tahun 1892 mulailah penginjilan dilakukan ke luar 

daerah Goenoeng Sitoli yaitu ke daerah pedalaman. Banyak pen￾d ud uk yang mencurigai tindak-tanduk Belanda, mungkin karen a 

daerah ini dahulu lebih erat hubungannya dengan Aceh . Kenyata￾an ini dapat dibuktikan dari pernyataan missionaris sebagai beri￾k ut: 

"Sekarang adalah saat yang baik un tuk menguasai Nias, pen￾duduk kembali ke tempat kediamannya dan desa-<lesa sudah 

penuh dengan penduduk". 5) 

Dari kenyataan di atas jelaslah bagaima peranan missi dalarn 

mengamankan daerah yang belum dikuasai Belanda melalui peng￾injilanny a sehingga missi ini  seakan -akan dijadikan perisai 

oleh Belanda untuk kepentingan kekuasaannya. Setelah daerah 

itu dapat dikristenkan , maka akan rnudah bagi Belanda untuk 

menanamkan pengaruh dan kek uasaannya. Selanjutnya missio￾naris ini  menyatakan sebagai berikut . 

"Untuk melindungi penduduk serta missionaris yang telah 

kem bali, tah un 1900 sampai 1901 diadakan kegiatan-kegiatan 

patroli". 6) 

Dengan cara ini maka seluruh daerah Nias pada perrnulaan 

abad ke 20 telah dikuasai Belanda. Daerah Nias pada rnulanya 

hanya diperintahkan oleh seorang kontro ler, kemudian telah di￾tempatkan seorang asisten residen dan menjadi wilayah Keresi￾denan Tapanuli. Daerah pesisir yang lain yang dikuasai Belanda 

ialah Natal. Natal diperoleh Belanda dari Inggris setelah lnggris 

rneninggalkan Sumatera sesuai dengan persetujuan yang dilakukan 

kedua negara itu. Pada masa penjajahan lnggris, untuk menanam￾kan kekuasaannya telah dicoba melakukan penginjilan ke daerah 

Natal ini. Pendeta Ward dan Burton yang berasal dari gereja Baptis 

tidak berhasil melakukan penginjilan, sebab daerah ini .pen dud uk -

nya telah menganut Agama Islam. Kegagalan missi ini menyebab-kan Belanda dalam menanamkan kekuasaannya di Tapanuli 

Selatan menempuh jalan lain untuk dapat sukses. 

Sebagaimana telah dinyatakan di atas, daerah pantai barat 

Sumatera merupakan daerah kekuasaan gubernur pantai barat 

yang berkedudukan di Padang. Daerah pesisir pantai barat Suma￾tera j uga merupakan bagian dari wilayah kekuasaan gubern ur 

pantai barat . Pantai barat Sumatera Utara yang dikuasai Belanda 

itu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan karesidenan yang 

berpusat di Air Bangis. Setelah wilayah Belanda di pantai barat 

semakin meluas, daerah pantai barat Sumatera Utara berada di 

bawah Keresidenan Ta pan uli yang berked ud ukan di Sibolga. 

Belanda mulai menguasai Tapanuli dari daerah selatan, yaitu 

melalui Natal. Sejak be rdirinya , kekuasaan gubernur pantai barat 

di 1\atal telah ditempatkan seorang asisten residen yang menguasai 

wilayah Mandailing dan Angkola. Di sini pernah berk uasa Asisten 

T.Y. Willer dan kemudian Douwes Dekker yang kemudian ter￾kenal dengan nama Multatuli. Di dalam penguasaan daerah Tapa￾nuli Selatan ini Belanda menghadapi kesulitan-kesu.litan , sebab 

pend ud uk mempunyai prasangka terhadap Belanda , apalagi 

sebab penduduknya beragama Islam. Selain itu. pengaruh Perang 

Paderi yang j uga melibatkan daerah ini menyebabkan Belanda 

mengalami kesukaran untuk memperluas kekuasaann ya. 

Untuk menghadapi persoalan ini Belanda Jebih hati-hati se￾hingga dalam usahanya menyebarkan pengaruhnya terpaksa men￾dekati para tokoh terkemuka dalam masyarakat seperti ketua 

;idat . Belanda berusaha memasukkan pengaruh Barat melalu.i 

jalur pendidibn Di setiap tempat yang dikuasai pada pertengahan 

abad ke-19, Beland a mendirikan sekolah-sekolah i ·olkschool 

untuk rnemikat hati rakyat. Dengan cara demiki an Belanda sudah 

dapat membentuk golongan di kalangan rakyat yang sekurang￾kurangnya tidak menentang Bel anda. Cara yang dilakukan Belanda 

ini ternyata berhasil. Melalu.i daerah Tapanuli Selatan ini.lah se￾benarnya pengaruh Barat masuk ke Sumatera Utara yaitu Natal. 

Sebagai permulaan dari penguasaan daerah Tapanuli Selatan atau 

Mandailing dan Angkola. pesisir selatan dan pantai barat Sumatera 

Utara telah dikuasai . Di bagian utara pantai barat Sumatera Utara sebenarnya 

Belanda telah mendirikan kantor-kanto r dagang yakni Be￾landa inilah kemudian terjadi perluasan pengaruh ke daerah 

Belanda inilah kemudian terjadi perluasan pengaruh ke daerah 

pesisir utara pantai Sumatera Utara bagian barat. Dari Barus 

melalui missi gereja Kristen, Belanda meluaskan pengaruhnya ke 

daerah pedalaman. Pada pertengahan a bad ke-19, Belanda relah 

pula menguasai daerah pesisir ini sepenuhnya sejalan dengan pe￾nguasaan Belanda ke Nias. Kenyataan ini jelas diketahui dengan 

berdirinya Keresidenan Tapanuli yang berpusat di Sibolga pada 

tahun 1842. 

2.3.2 Penguasaan Belanda atas Daerah pedalaman Tapanuli 

Di daerah pedalaman Tapanuli berd iam suku bangsa Barak 

yang pada waktu itu sebagian besar masih belum beragama. 

Mereka terdiri ar as suku bangsa Batak Toba dan Dairi. Di daerah 

selatan berdiam suku bangsa Barak Angkola. Batak Angkola yang 

mendiami daerah sekirar Sipirok sebagian menganut Agama Islam . 

Daerah ked iaman mereka itu boleh dikar akan tertutup. Hubungan 

dengan dunia luar d:ierah Barus di utara dan selatan dilakukan 

melalui daerah Nar~il . sedangkan yang be rada di daerah Porsea 

rerjalin hubW1gan dengan daerah pantai timur Sumatera Utara . 

Dae rah-daerah yang rerturup mempunya1 corak kehid upan yang 

agak oerlainan dengan daerah pe sisir. Keb udayaan dan ada rnya 

masih men unjuk kan kemurnian . Pad a V\ dktu kaum Paderi me￾nguasai daerah Tapanuli . mereka juga sam pai ke daerah Batak 

rerseb ut. Pasukan Paderi mencoba secara paksa agar pend ud uk 

te rsebut menganut ,-\gama !slam . sehingga penduduk daerah it u 

menent angnya. Penyebaran Agama Islam terhadap daerah Bara k 

Toba tidal< berhasil malahan penduduk menjadi anti rerha dap￾nya. Keadaan ini men yebabkan mereka me njadi curiga terhadap 

sesuatu yang datang dari luar. Hubungan d engan Aceh ada tetapi 

cenderung bersifat perdagangan . Kuda-kuda Barak yang terd apat 

di Tanah Barak dijual ke Aceh Lmtuk perlengkapan tentara Aceh . 

Melalui pe rdagangan inilah terjadi pemasu kan unsur-unsur yang 

bersifat Islam di kalangan suku bangsa Bara k seperti mistik-misrik agama. sebab itu kehidupan masyarakat Batak masih dalam 

keadaan yang asli. 

Susunan pemerintahan jauh berbeda dengan daerah lain. Peme￾rintahan yang bersifat monarchie tidak dikenal mereka itu. Setiap 

desa merupakan suatu kesatuan tersendiri dan mempunyai ke￾d ud ukan yang berdaulat. Ikatan di antara mereka hanyalah diatur 

oleh adat yang merupakan suatu unsur persatuan di antara mereka 

itu. Di antara desa dengan desa sering terjadi peperangan disebab￾kan masalah-masalah daerah pertanian dan lain-lain. Walaupun 

demikian di antara kepala-kepala adat itu ada yang mengakui se￾orang raj a yang bukan berk uasa sebab mahkotanya tetapi sebab 

dianggap oleh rakyat sebagai mempunyai kesaktian. Raja itu ialah 

Sisingamangaraja yang bertahta di Bakkara. Kepatuhan penduduk 

terhadapnya sangat besar dan ini disebabkan mereka percaya bah￾wa Sisingamangaraja itu dapat melakukan berbagai kesaktiannya. 

Kalau suatu daerah dengan daerah yang lain berperang dan Sisinga￾mangaraja sedang berada di daerah itu maka perang terhenti. 

Demikian menurut penuturan penduduk di daerah ini . Dari 

penguraian di atas jelas daerah itu sangat terisolasi dan jarang 

terjadi hubungan dengan daerah-daerah lain. sebab itulah 

maka Belanda berusaha memasuki daerah ini  dan dapat pula 

melebarkan pengaruhnya ke daerah itu. Sebagaimana telah dikata￾kan jalan yang terbaik untuk menguasai daerah itu satu-satunya 

cara 'hanyalah dengan mengirim missi Agama Kristen ke pedalam￾an. 

Sebelum Belanda memasuki daerah pedalaman ini  ter￾lebih dahulu Belanda mengumpulkan data sebanyak-banyak￾nya tentang tanah Batak ini . Beberapa akhli orientalis di￾kirim Belanda untuk menyelidiki dan mengumpulkan data tentang 

daerah Batak. Di antara ahli ini  yang terkenal ialah Van der 

Tuuk. Ia lama tinggal di Barus dan hidup sebagai pedagang kopi. 

Melalui pekerjaannya itu ia banyak bergaul dengan penduduk yang 

berasal dari daerah pedalaman. Salah satu hasil yang terkenal dari 

Van der Tuuk adalah penyusunan Ka mus Batak dan Belanda. Hasil 

yang dicapai oleh Van der Tuuk itu sangat besar sekali peranan￾nya bagi sukses Belanda memasuki pedalaman Tanah Batak ke￾mudian. Sebelum adanya penyelidikan oleh Yan der Tuuk telah dua 

kali terjadi kegagalan dalam penyebaran Injil ke daerah pedalaman 

ini. Para penginjil yang kedua malah mengalami keadaan yang 

tragis. Lyman dan Munso, dua orang penginjil dari Boston , Ameri￾ka , terbunuh di Lubu Pinang pada tahun 1834. Mereka t erb unuh 

karen a kecurigaan penduduk terhadap orang-orang asing yang 

dianggap mengganggu ketenteraman keh1dupan mereka. Hal ini 

diseba bkan mereka telah merasakan pahitnya daerah merek a 

sewaktu terjadinya serangan Paderi sehmgga merek a senantiasa 

waspada. Kegagalan Missi Babtis dari Amerika itu kemudian di￾ambil alih oleh missi dari Negeri Beland a. Dengan berped oman 

kepad a hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Yan der 

Tuuk . . \/ederlandsche Z endings Gen corschap pada tahun 185 6 

mengirim missinya ke Tanah Batak. 

Berbeda dengan missi sebelumnya yang memusatkan tempat 

penginjilan di Sibolga, missi Belanda ini berpusat di Sipirok yait u 

daerah Angkola . Dipilihnya tempat ini sebagai pusat missi sebab 

daerah ini mempunyai banyak persamaan dengan daerah Batak 

Toba dari pada daerah Sibolga yang berada di daerah pesisir. di 

mana ke b udayaannya telah lebih mend ekati kebudayaan Melayu. 

Keput usan yang diambil oleh missi Belanda ini menyimpang dari 

ketentuan Yan der Tuuk. Namun demikian missi ini berhasil 

j uga menyebarkan penginjilan. Sebagai penginjil yang pertama ber￾gerak dari Sipirok ialah G. Yan Asselt. la memulai penginjilannya 

dari Sipirok ke utara yaitu Tanah Toba. Dalam penginjilan ke 

Tanah Batak ini ia dibantu oleh Klammer, Heine, dan Bets. Dari 

Sipirok ia bergerak ke Tapanuli Utara , tempat kediaman suku 

bangsa Batak Toba . Daerah yang pertama sekali dilalui adalah 

d aerah Sarulla dan kemudian Silindung. Kedua daerah ini mem￾punyai panorama yang indah sehingga sangat menarik perhatian 

bagi para zending itu. Berbeda dengan missionaris sebelumnya. 

merek a lebih mudah mendekati pend uduk setempat sehingga 

pekerj aan penginjilannya lebih berhasil dan sukses. Di daerah 

Sigumpulon Heine berhasil menarik beberapa orang ·penduduk 

untuk menganut Agama Kristen. Wala upun penduduk ad a yang 

menerirna agama baru itu, tetapi mereka sangat sulit meninggalkan 

segala kebiasaan yang terdapat dalam kehid upan masyarakat Batak yang sangat terikat kepada Dalihan na Tolu, yaitu Hula￾hula , Boru, dan Dongan Tubu. sebab itu, apa yang telah di￾rintis oleh. Heine kemudian mentah kembali. Hal yang pen ting 

adalah bahwa mereka telah mengenal suatu agama yang baru yaitu 

Kristen dan ini sangat penting bagi kelanjutan missinya. Dari 

segi keberhasilan kalau diteliti memang tidak sebagaimana yang 

diharapkan, tetapi Van Asselt telah meletakkan suatu dasar bagi 

kelanjutan missi Kristen. 

sebab lambannya gerak Nederlandsche Zending Genoots￾chap dalam penyebaran Injil. maka usaha missi itu kemudian di￾lanjutkan oleh missi dari Jerman yaitu Rheinische Mission Ges￾chelschap. Missi Jerman yang beraliran Luther itu lebih dapat 

menyesuaikan dirinya dengan penduduk Batak , tidak seperti missi 

Belanda yang bersipat puritan. Pelopor dari RMG adalah Nomen￾sen. Berbeda dengan missi Belanda ia mengambil kebudayaan 

pertama sekali di Barus. Di sini ia kembali mengikuti jejak Van der 

Tuuk dengan lebih dahulu mengadakan persiapan-persiapan dalam 

penyebaran Injil ke Tanah Batak. 

Dengan mengetahui bahasa dan kebudayaan Batak, mulailah 

ia menuju ke pedalaman. Perjalanan pertamanya ke Sipirok dan 

dari sana ia kemudian melanjutkan ke daerah Silind Lmg. Tuj uan 

akhir ini sesuai dengan instruksi dari pusat penginjilannya di Bar￾men. Dalam missinya ini Nomensen berhasil mengristenkan 

penduduk sekitar Silindung dan di antaranya Raja Pontas Lumban 

Tobing. seorang raja adat. Keberhasilannya ini terjadi sebab se￾beh1m ia melakukan penginjilan , lebih dahulu ia mengadakan 

hubungan dengan raja-raja adat. 

Sisingamangaraja XI I aktif pula mengembangkan kepacayaan 

ya1tu Pormalim . Dengan penyebaran agama ini di kalangan masya￾rakat Batak . ia mengharapkan pemerintahnya dapat lebih ter￾konso lidasi dan persat uan di kalangan masyarakat Batak dapat 

tercapai sebab selama ini antara desa dengan desa sering terjadi 

perkelahian . Dengan tindakan-tindakan Sisingamangaraja XII 

itu maka dalam waktu yang singkat tercapai suatu kesatuan 

baik dalam pemerintahan maupun dalam agama seperti Parbari￾ngin untuk pemerintah dan Pormalim untuk unsur-unsur keagama-an. Pendudik Tanah Batak sangat patuh dan taat kepada Sisinga￾mangaraja . Ia bukan hanya dipuja sebagai raja saja tetapi lebih dari 

itu ialah raja yang sakti. 

Kemaj uan-kemajuan Sisingamangaraja dalam mengkonsolidasi￾kan masyarakat Batak sangat menggelisahkan penguasa Belanda di 

Sibolga sebab dengan sendirinya usaha untuk menguasai T anah 

Batak menjadi lambat dan mungkin saja tidak tercapai. Belanda 

menguasai daerah Toba dan seluruh Tapanuli . Setelah Perang 

Sisingamangaraja . Belanda mulai mengat ur suatu pemerintahan 

di sana. Pemerintahan itu tentunya mempunyai bentuk yang sama 

dengan daerah-daerah lain yang telah dikuasainya. Tapanuli se￾bagaimana telah dibicarakan dalam penguraian di atas adalah suatu 

daerah keresidenan. Daerah keresidenan itu dibagi atas daerah 

yang lebih kecil yang disebut afdeling dan onderafdeling. Tiap￾tiap afdeling diperintah oleh seorang asisten residen dan kontro￾ler untuk wilayah onderafdeling. 

Karesidenan Tapanuli dibagi menjadi t1ga daerah afdel ing yai tu 

:Vias, Mandai!ing en Angkola. dan Batak landen. Kedudukan resi￾den berada di Sibolga . Tiap-tiap afdeling itu dibagi lagi menjadi 

daerah onderafdeling dan disesuaikan dengan kebutuhan daerah 

masing-masing. Di bawah kekuasaan Belanda terdapat kekuasaan 

yang dikepalai oleh penduduk pribumi. Oahulu, sebelum adanya 

kekuasan Belanda, telah ada suatu organisasi pemerintahan pen￾d uduk Tanah Batak. Daerah Batak Toba dibagi menjadi bi us-bi us 

yang masing-masing berdiri sendiri dan mempunyai kedudukan 

yang sama secara horizontal. Di bawah bi us itu terdapat kekuasa￾an raja huta. Hubungan antara raja bius dengan raja huta adalah 

hubungan vertikal. Sesudah Belanda menguasai daerah Tapanuli , 

maka diadakan perubahan-perubahan. Perubahan-perubahan itu 

dilakukan tanpa menghapuskan susunan yang telah ada dalam 

pemerintahan desa. Tujuan Belanda tiad a Iain adalah agar yang 

berhubungan dengan penduduk haruslah penduduk priburni 

sendiri. Ini menyebabkan di Sumatera Utara susunan pemerintah￾an di kalangan bawah atau tingkat distrik berbeda-beda. 

Di tapanuli Utara , untuk tingkat desa atau huta diangkat 

penghulu yang tugasnya mengurus rodi dan pajak di desa sehingga ia disebut juga penghulu rodi. Pemerintahan bius dihapuskan dan 

diganti dengan onder district yang membawahi negeri dan di 

bawahnya terdapat huta. K umpulan negeri disebut distrik yang 

dikepalai oleh kepala distrik yaitu asisten demang. Di atas asisten 

demang terdapat pula demang yang mengepalai suatu distrik. Di 

Tapanuli Selatan kenegerian itu disebut kuria dan kepalanya di￾sebut kepala kuria. Sebenarnya kekuasaan sejak distrik ke bawah 

diberikan kepada penduduk pribumi adalah untuk memperlancar 

jalannya pemerintahan dan pengutipan pajak-pajak penduduk. Se￾lain itu, tugas kepala-kepala anak negeri adalah untuk melaksana￾kan peradilan adat . Pelaksanaan pemerintahan ini berlangsung 

terus sampai akhir pemerintahan Belanda di Tapanuli, yaitu 

dengan masuknya tentara Jepang ke daerah ini. Dengan sistem 

pemerintahan yang diajarkan Belanda di atas, kedudukan kepala￾kepala bius dan pimpinan-pimpinan informal dalam masyarakat 

Batak banyak yang tersingkir dan hal inilah yang melahirkan 

perasaan tidak puas terhadap pemerintahan Belanda, sehingga 

sangat besar pengaruhnya kepada perlawanan penduduk di daerah 

ini terhadap pemerintahan penjajahan Belanda seperti Perang 

Sisingamangaraja dan perlawanan-perlawanan yang lain . 

2.3 .3 Penguasaan Belanda atas Wilayah Sumatera Timur 

. Wilayah pantai barat Sumatera Timur semakin pen ting pada 

pertengahan abad ke-1 9, sebab banyaknya negara-negara asing 

ingin. menguasai daerah ini. Hal ini disebabkan daerah pantai 

timur telah mempunyai kegiatan-kegiatan perdagangan dan hu￾bungan dagang dengan Singapura. Salah seorang pedagang Inggris 

yang telah melihat prospek ini ialah Wilson. Ia mengadakan hu￾bungan dengan sultan Siak, malahan ia membantu sultan dalam 

perselisihan tahta kerajaan. Atas bantuannya ia meminta pem￾bayaran yang tinggi, tetapi ditolak sultan sehingga Wilson kem u￾dian menentang sultan. Akibatnya sultan melarikan diri dan 

meminta pertolongan Belanda. Atas kegiatan Wilson itu kemudian 

Belanda memperotes terhadap lnggris yang melakukan pelanggaran 

terhadap Traktat London sehingga lnggris kemudian melarang 

kegiatan-kegiatan Wilson ini . Dengan prates ini  Wilson 

meninggalkan daerah ini  dan Belanda memulai kegiatannya untuk menanamkan kekuasaan. Belanda melakukan suatu per￾janjian dengan sultan yang terkenal dengan Perjanjian Siak ( J 858). 

Dalam perjanjian itu Siak mengakui kekuasaan Belanda yang 

meliputi wilayah Kesultanan Siak sampai ke daerah Tamiang di 

utara yang berbatasan dengan Kerajaan Aceh. 

Kerajaan-kerajaan yang terletak di pantai timur Sumatera itu 

saling bersaing pula. Salah satu kerajaan yang terkemuka di 

antara kerjaan itu adalah Kerajaan Deli. Kerajaan ini sejak per￾tengahan abad ke-19 sangat maju perdagangannya dengan daerah￾daerah luar terutama sekali dengan Singapura dan Penang. Dari 

d aerah ini terdapat juga hasil Jada dan pedagang-pedagang asing 

banyak pula memasukkan segala kebutuhan seperti kain-kai.n dari 

Madras dan candu sebagai tukarannya. sebab itu Kerajaan Deli 

menjadi terkenal. Kemajuan ini menerbitkan iri hati kerajaan￾kerajaan yang lain . Kerajaan Deli mend a pat perlind ungan dari 

Kerajaan Aceh. 

Ked ud ukan Kerajaan Deli dengan sendirinya melahirkan iri￾hati Kerajaan Langkat. Kerajaan Langkat yang juga ingin maju 

dan berkembang mengadakan hubungan pula dengan Belanda . 

Bertepatan pula pada waktu itu di Kerajaan Langkat terjadi per￾selisihan antara sultan dengan Tuanku Hasyim yang mengancam 

kerajaan. Untuk itu sultan Langkat meminta bantuan kepada 

Belanda . Pada 1 Februari 1862 sultan Langkat menghadap Asisten 

Residen Bengkalis Eliza Netscher. Asist en residen ini tidak me￾nyia-nyiakan kesempatan yang baik ini dan mengusahakan agar 

kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur dapat pula mengakui Per￾janjian Siak tahun 1858. Pada I Agustus 1862 berangkatlah 

Residen Eliza Netscher bersama-sama asisten residen dan kon￾troler disertai pula pejabat-pejabat dari KesuJtanan Siak. Mereka 

menggunakan kapal perang Reinier Classen. Dalam perjalanan itu 

Belanda menyinggahi kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur untuk 

meminta pernyataan mengakui ketentuan Perjanjian Siak yang 

telah ditandatangani dan juga berlaku di kerajaan-kerajaan ini . 

Kerajaan yang disinggahi adalah Kerajaan Panai, Bilah, Serdang, 

Asahan ,_, dan Deli, Raja-raj a dari kerajaan -kerajaan terse but harus 

menandatangani suatu ketentuan yang disebut Akte van Erken-ning (Pernyataan Persetujuan). Akte ini merupakan suatu per￾nyataan dari setiap raja dari kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur 

untuk mengakui kekuasaan Belanda atas wilayahnya. Dalam akte 

ini disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan itu harus mengakui Keraja￾an Siak sebagai atasannya dan Pemerintah Hindia Belanda sebagai 

pemegang kedaulatan dari kerajaan itu. Kemudian juga disebutkan 

bahwa raja-raja itu tidak boleh berhubungan dengan orang-orang 

Eropa lainnya tanpa izin Pemerintah Belanda. Dengan akte ter￾sebut jelas sekali bahwa seluruh kerajaan di daerah pantai harus 

mengakui