• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label lelucon 1. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lelucon 1. Tampilkan semua postingan

lelucon 1

 


Manusia pasti berinteraksi dengan sesamanya. Dalam interaksi itu 
diperlukan adanya sarana komunikasi, yaitu penggunaan bahasa dan seperangkat 
alat ucap. Salah satu bentuk interaksi adalah dengan melakukan percakapan. 
Pengertian percakapan adalah interaksi oral dengan bertatap muka antara dua 
partisipan atau lebih serta lebih dari sekedar bertukar informasi 
Sebuah percakapan yang terjadi sangat ditentukan oleh konteks pelaku (penutur 
dan lawan tutur) usia, jenis kelamin, tempat terjadinya percakapan dan 
sebagainya. Dalam percakapan inilah ilmu pragmatik diterapkan. Pengertian 
pragmatik menurut Levinson (1987: 5) adalah kajian mengenai penggunaan 
bahasa atau kajian bahasa dan perspektif fungsional. Kajian ini mencoba 
menjelaskan aspek-aspek struktur bahasa dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh 
dan sebab-sebab nonbahasa. 
Seorang filosof dan ahli logika, Carnap (1938: 27) menjelaskan bahwa 
pragmatik mempelajari konsep-konsep abstrak. Pragmatik mempelajari hubungan 
konsep yang merupakan tanda. Selanjutnya Montague mengatakan bahwa 
pragmatik adalah studi mengenai “idexical“ atau “deictic“. Dalam pengertian ini 
pragmatik berkaitan dengan teori rujukan atau deiksis, yaitu pemakaian bahasa 
yang menunjuk pada rujukan tertentu menurut pemakaiannya.  
Nababan ,mengartikan pragmatik sebagai 
penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan (berkomunikasi) sesuai dan 
sehubungan dengan konteks dan situasi pemakainya. Pragmatik memiliki banyak 
kajian, di antaranya deiksis, praanggapan, implikatur percakapan, tindak bahasa, 
dan analisis wacana.  
Pragmatik yang diterapkan sering digunakan untuk menyegarkan suasana, 
untuk menyindir secara halus, dan sebagainya tetapi menimbulkan kesan 
menyenangkan. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis paparkan 
di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam makalah ini sebagai berikut: 
analisis penerapan pragmatik dalam percakapan yang mengandung humor segar 
secara umum dan tujuan yang ingin dicapai penulis dalam makalah ini yaitu untuk 
mengetahui gambaran penerapan pragmatik dalam percakapan yang mengandung 
humor yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat yang dapat 
diperoleh melalui makalah ini antara lain: dapat mengetahui penerapan pragmatik 
dalam kehidupan sehari-hari khususnya pada percakapan yang mengandung 
humor segar, dapat menggunakan pragmatik dengan baik dalam percakapan 
karena setiap orang tidak akan lepas dari percakapan sebagai bentuk interaksi 
dengan orang lain. 

Istilah pragmatik pertama-tama digunakan oleh filosof kenamaan Charles 
Morris (1938). Filosof ini memang memiliki perhatian besar terhadap ilmu yang 
mempelajari sistem tanda (semiotik). Pragmatik merujuk ke telaah makna dalam 
interaksi yang mencakup makna si pembicara dan konteks-konteks di mana ujaran 
yang dikeluarkan (Jucker, 1998: 830). Ninio dan Snow (1996: 45) menyatakan 
bahwa komunikasi nonverbal pada anak sebelum mengeluarkan bentuk yang 
bermakna sebenarnya merupakan kemampuan pragmatik anak. Mereka 
mengatakan anak sebanarnya sudah tahu mengenai esensi penggunaan bahasa 
pada waktu anak berumur beberapa minggu. Kent dan Miolo (1996: 304) bahkan 
mengatakan bahwa janin pun sebenarnaya telah terekspos pada bahasa manusia 
melelui lingkungan intrauterin. Hal ini kemudian tampak dari kesukaan dari suara 
ibunya dari pada suara orang lain. perbedana antara orang dewasa dengan bayi 
hanyalah bahwa bayi menaggapi ujaran orang dewasa tidak secara verbal. 
Senyum, tawa, tangis, dan teriakan kecil semua merupakan piranti pragmatik 
anak.  
dalam bukunya Dasar-Dasar Pragmatik mengemukakan 
bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa 
secara eksternal yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam 
komunikasi. Jadi makna yang dikaji dalam pragmatik adalah makna yang terikat 
konteks atau dengan kata lain mengkaji maksud penutur. 
Leech (dalam Gunawan 2004:2) melihat pragmatik sebagai bidang kajian 
dalam bidang linguistik yang memiliki kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini 
disebut semantisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik dan 
komplementarisme atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang 
saling melengkapi. Pragmatik dibedakan menjadi dua:  
1. Pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, ini dapat dibedakan menjadi dua 
yaitu pragmatik sebagai bidang kajian linguistik dan pragmatik sebagai salah 
satu segi di dalam bahasa; dan 
2. Pragmatik sebagai sesuatu yang mewarnai tindakan mengajar. 
Pragmatik pada dasarnya memperhatikan aspek-aspek proses komunikatif . Menurut Noss dan Llamzon, dalam kajian 
pragmatik ada empat unsur pokok, yaitu hubungan antarperan , latar peristiwa, 
topik dan medium yang digunakan. Pragmatik mengarah kepada kemampuan 
menggunakan bahasa dalam berkomunikasi yang menghendaki adanya 
penyesuaian bentuk (bahasa) atau ragam bahasa dengan faktor-faktor penentu 
tindak komunikatif.  
Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia dewasa 
ini, paling tidak dapat dibedakan atas dua hal, yaitu (1) pragmatik sebagai sesuatu 
yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar. 
Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu (a) pragmatik sebagai bidang 
kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa atau 
disebut „fungsi komunikatif‟ (Purwo, 1990: 2). Pragmatik juga diartikan sebagai 
syarat-syarat yang mengakibatkan serasi-tidaknya pemakaian bahasa dalam 
komunikasi; aspek-aspek pemakaian bahasa atau konteks luar bahasa yang 
memberikan sumbangan kepada makna ujaran , pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang 
membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi 
antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada 
hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan. 
Purwo (1990: 16) mendefinisikan pragmatik sebagai telaah mengenai 
makna tuturan (utterance) menggunakan makna yang terikat konteks. Sedangkan 
memperlakukan bahasa secara pragmatik ialah memperlakukan bahasa dengan 
mempertimbangkan konteksnya, yakni penggunaannya pada peristiwa komunikasi 
Satu diantara konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang 
paling menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa adalah konsep 
implikatur percakapan  Implikatur percakapan diajukan oleh 
H. P. Grice dalam “Ceramah William James” di Universitas Harvard pada tahun 
1967 untuk menanggulangi persoalan makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan 
 
oleh teori semantik biasa.  Grice mengemukakan 
bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan 
yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda ini  adalah maksud 
pembicaraan yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata lain, 
implikatur adalah maksud, keinginan, atau pun ungkapan-ungkapan hati yang 
tersembunyi.  Implikatur juga diartikan sebagai maksud yang tersembunyi di balik 
tuturan Dengan kata lain, ketika 
seseorang berbicara atau menulis, sesuatu yang dikatakan atau yang dituliskan 
tidak sama dengan yang dimaksudkan. Grice ,
menyatakan bahwa implikatur ada dua macam, yaitu implikatur konvensional 
(conventional implicature) dan implikatur percakapan (conversation implicature).  
Implikatur konvensional adalah implikatur yang sudah diketahui oleh semua 
orang, sedangkan implikatur percakapan ialah implikatur yang hanya diketahui 
oleh orang-orang tertentu yang mengetahui konteks tuturannya. Konteks 
merupakan hal-hal atau unsur-unsur yang keberadannya sangat mendukung 
komunikasi, baik bagi pembicara maupun pendengar. Ciri-ciri konteks menurut 
Hymes antara lain: 
1. chance (saluran), yaitu bagaimana hubungan antara peserta dalam peristiwa 
dipelihara dengan wacana, tulisan, tanda-tanda; 
2. code, bahasa, dialek atau gaya bahasa yang digunakan; 
3. Message-form (bentuk pesan), yaitu bentuk apa yang dimaksudkan, 
misalnya obrolan, perdebatan dan lain-lain; 
4. Event (peristiwa). 
 
Konteks secara makrostruktural adalah konteks situasi dan konteks kultural. 
Konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi. 
Konteks ini  dipakai untuk menjelaskan alasan hal-hal tertentu dituturkan atau 
ditulis dalam suatu kesempatan. Seseorang melakukan hal-hal tertentu pada suatu 
kesempatan dan memberinya makna serta nilai, keadaan seperti itu disebut dengan 
kebudayaan.  
Percakapan adalah salah satu contoh peristiwa tutur. Kaidah-kaidah untuk 
percakapan dapat dibedakan dari kaidah-kaidah untuk tipe-tipe peristiwa tutur 
yang lain, misalnya ceramah argumen, diskusi, upacara keagamaan, pengadilan di 
luar sidang, wawancara, debat, dan rapat ,Setiap peristiwa tutur 
dibedakan berdasarkan perbedaan-perbedaan pada jumlah partisipan percakapan 
serta tipe dan jumlah pembicaraan yang diharapkan dari para partisipan 
percakapan pada setiap peristiwa tutur.  
Filsuf Grice telah memberikan empat prinsip tingkah laku kerjasama yang 
diperhatikan oleh penutur dalam suatu percakapan. Pertama adalah maksim 
kuantitas yaitu, maksim yang membuat kontribusi seinformatif mungkin seperti 
yang diharapkan. Kedua maksim kualitas yaitu, maksim yang membuat kontribusi 
yang benar. Ketiga maksim hubungan yaitu, maksim yang membuat kontribusi 
yang relevan. Keempat maksim cara yaitu, maksim yang menghindari 
ketidakjelasan yaitu dengan membuat kontribusi yang singkat dan berurutan. 
 berargumentasi bahwa kalimat dapat 
disampaikan lebih banyak daripada makna harfiahnya. Kalimat “Dalam ruangan 
ini dingin”, bila diucapkan oleh seorang atasan kepada bawahannya dapat berarti 
“tutuplah jendela”. Tetapi bukan berarti bahwa analisis “Dalam ruangan ini 
dingin”, meliputi keadaan alat penunjuk daya perintah di dalam “struktur batin”. 
Gordon dan Lokoff mengusulkan supaya penutur dan petutur mengartikan kalimat 
semacam itu dengan mengacu pada postulat percakapan. Jadi “whimperatives” 
harus diartikan secara gramatikal sebagai kalimat tanya sederhana tetapi diartikan 
sebagai kalimat perintah melalui postulat percakapan. Seperti yang ditunjukkan 
oleh Clark and Clark (1977: 46) adalah kesepadanan yang luar biasa bila para 
penutur mengajukan permohonan yang tidak langsung dengan memanfaatkan 
konvensi-konvensi sosial yang meliputi penggunaan bentuk pertanyaan yang 
tepat.  
Maksim adalah aturan pertuturan dalam tuturan yang wajar membedakan maksim menjadi 
empat jenis, antara lain: 
1. maksim kuantitas (maxim of quantity), yaitu bahwa ujaran yang wajar 
dalam komunikasi ialah yang mengungkapkan hal-hal yang secukupnya, 
tidak berlebihan dan tidak kurang untuk menyampaikan informasi; 
2. maksim kualitas (maxim of quality), yaitu apa yang diungkapkan itu benar; 
3. maksim relevansi (maxim of relevance), bahwa apa yang diungkapkan itu 
relevan dengan situasi yang ada dalam dan sekitar berbahasa; 
4. maksim cara (maxim of manner), bahwa apa yang diungkapkan ini adalah 
cukup jelas dan tidak berdwimakna. 
 
Seorang filsuf yang bernama Austin (1962: 45) menyatakan bahwa ada 
ribuan kata kerja dalam bahasa Inggris seperti: ask (bertanya), request (meminta), 
require (membutuhkan), order (menyuruh), plead (menuntut) yang kesemuanya 
menandai tindak tutur. 
Searle (1976: 21) mengklasifikasikan tindak tutur dengan berdasarkan pada 
maksud penutur ketika berbicara kedalam lima kelompok besar. 
a. Representatif, tindak tutur ini mempunyai fungsi memberi tahu orang-
orang mengenai sesuatu. 
b. Komisif, tindak tutur ini menyatakan bahwa penutur akan melakukan 
sesuatu. 
c. Direktif, berfungsi membuat penutur melakukan sesuatu. 
d. Ekspresif, berfungsi untuk mengekspresikan perasaan dan sikap mengenai 
keadaan hubungan. 
e. Deklaratif, menggambarkan perubahan dalam suatu keadaan hubungan. 
 
menyatakan aspek-aspek yang harus selalu 
dipertimbangkan dalam studi pragmatik. Aspek ini  adalah: 
a. Penutur dan lawan tutur 
 Pada dasarnya konsep ini mencakup antara komunikator dan 
komunikan. Jadi ada pengirim pesan dan ada penerima pesan. Aspek-
aspek yang berkaitan dengan konsep penutur dan lawan tutur adalah usia, 
latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dan lain-
lain. 
b. Konteks tuturan 
 Merupakan konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial 
yang relevan dari tuturan yang bersangkutan. Konteks ini pada hakikatnya 
adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh 
penutur dan lawan tutur. 
c. Tujuan tuturan 
 Bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan 
untuk mengungkapkan satu maksud tuturan dan sebaliknya satu maksud 
tuturan dapat diungkapkan dengan berbagai jenis bentuk tuturan. 
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas 
 Pragmatik berkaitan dengan tindak verbal yang terjadi dalam 
situasi tertentu. Dalam hal ini pragmatik menangani bahasa dalam 
tingkatannya yang lebih konkret dibandingkan dengan tata bahasa. 
e. Tuturan sebagai produk tindak verbal 
 
 
Kelima aspek ini  menurut Leech harus selalu diperhatikan dalam 
mengkaji setiap tuturan karena setiap tuturan akan selalu terikat pada konteks 
yang melingkupinya.  Analisis wacana yang khusunya diterapkan dalam bahasa 
percakapan diartikan sebagai suatu upaya penelitian penggunaan bahasa baik sebagai medium pernyataan fakta maupun perasaan dari 
seseorang kepada orang lain. Pengertian ini dapat dipakai dalam konteks acuan 
teori psikologi sosial yang digunakan, yaitu interaksionisme simbolik. Perspektif 
ini membantu peneliti dalam mengamati penggunaan bahasa sebagai sarana untuk 
memahami posisi sosial karena identitas pribadi bahasa ini  
Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian kecil guna menyusun 
artikel ini adalah di kampus UNS dan sekitarnya, sedangkan waktunya selama 
proses perkuliahan berlangsung.  
  Sumber data yang diperoleh dalam penyusunan artikel ini adalah: 
1. Informan, yaitu orang-orang baik teman penulis maupun dosen pada saat 
memberikan perkuliahan yang di antara para informan ini terjadi 
percakapan. 
2. Peristiwa, yaitu peristiwa terjadinya percakapan yang mengandung humor. 
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data atau sampel dalam 
penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan purposive sampling, artinya 
pengambilan sampel yang didasarkan alas an atau tujuan tertentu. Sampel yang 
diambil adalah percakapan yang dirasakan oleh penulis bahwa percakapan itu 
merupakan penerapan pragmatik yang mengandung humor.   
Humor kata orang adalah obat kehidupan.  Ungkapan itu benar juga, sebab 
di kala orang sedang tertekan dan jenuh memikirkan mekanisme kehidupan, di 
kala orang harus terpenjara oleh kerutinan yang memenatkan otak, dan di saat 
orang tidak mampu lagi mengendalikan kehidupan yang memusingkan pikiran, 
humor menjadi sarana yang tepat untuk menyegarkan kembali pikiran dan otak 
mereka yang penat, stress dan penuh dengan beban kehidupan. 
Humor merupakan kemampuan mental dalam menemukan, 
mengekspresikan, atau mengapresiasikan seseuatu yang lucu atau sesuatu yang 
benar-benar tidak lazim. Humor itu banyak ragamnya, ada humor negatif dan ada 
yang positif. Humor negatif adalah humor yang berisi sesuatu yang tidak baik 
yang berbau SARA, porno, hinaan dan celaan maupun berisi sesuatu yang tidak 
baik lainnya. Sedangkan humor yang positif adalah humor yang bisa 
membangkitkan sesuatu yang baik bagi pendengarnya. Bisa saja orang yang 
mendengar humor merasa tergugah hidupnya untuk menjadi yang terbaik, bisa 
saja orang yang mendengar humor positif ini  merasa kena kritikan untuk 
menjadi orang yang baik, dan lain sebagainya. Humor yang mengandung muatan-
muatan sosial dan cultural yang tidak bisa dianggap enteng. Dalam sebuah 
percakapan sering dijumpai penggunaan pragmatik yang mengandung humor, 
kadang-kadang hal ini  baru disadari kemudian karena terjadi secara spontan 
tidak harus disusun atau dirancang terlebih dahulu. Percakapan antara dua orang 
atau lebih, bagi seorang penutur dapat dianggap humor, tetapi belum tentu orang 
lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kepekaan dan tingkat kepahaman setiap 
orang. 
Asumsi itu didasarkan atas pertimbangan rasional dan dapat dirumuskan 
sebagai panduan untuk menggunakan bahasa secara efektif dan efisien dalam 
percakapan ,Panduan ini  disebut 
 
sebagai maksim percakapan (maxim of conversation) atau prinsip-prinsip umum 
yang mendasari penggunaan bahasa yang dilandasi kerjasama secara efisien. 
Kesatuan seluruh maksim percakapan yang berjumlah empat itu disebut prinsip 
kerja sama (co-operative principle).
memandang bahwa ada kaitan yang erat antara aturan-aturan Dasar Kerja Sama 
dengan pengharapan-pengharapan serta praanggapan yang ada  dalam 
interaksi manusia. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan proposisi, yang 
sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran ini  dan bukan pula 
merupakan konsekuensi logis dari ujaran itu, untuk lebih jelas perhatikan contoh 
tuturan berikut. 
Anis : Piye makalahe Dr. Adi Sutarno, M.Pd. kae ? 
Bian : Wah, bahasa Indonesiane apik banget. 
 
Jawaban Bian ini  mengimplikasikan bahwa makalah Dr. Adi Sutarno, M.Pd. 
dari segi isi mungkin tidak baik, yang baik hanyalah bahasanya. 
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada cotoh implikatur ini : (1) 
implikatur bahwa makalah Dr. Adi Sutarno, M.Pd. tidak baik itu bukanlah bagian 
dari tuturan Bian sebab ia tidak menuturkan hal yang demikian, (2) implikatur 
ini  bukanlah konsekuensi logis dari tuturan Bian itu, (3) sangat mungkin 
sebuah tuturan memiliki lebih dari satu implikatur, hal ini bergantung pada 
konteksnya. Dari jawaban Bian itu dapat pula ditarik inferensi bahwa makalah Dr. 
Adi Sutarno, M.Pd. berbeda dengan makalah-makalah lainnya, yang bahasa 
Indonesianya jelek. Jawaban Bian juga mengimplikasikan bahwa makalah-
makalah yang disajikan dalam sebuah seminar itu bahasa Indonesianya tidak 
sebaik makalah Dr.Adi Sutarno, M.Pd. Hampir setiap tuturan memiliki makna 
atau informasi tambahan yang tidak diujarkan oleh P-nya. Walaupun tidak 
diujarkan oleh P-nya, makna ekstra itu dapat ditangkap oleh pendengar sejauh ia 
memiliki kompetensi komunikatif dalam bahasa yang bersangkutan. Anda pun 
dapat menangkap berbagai makna ekstra atau implikatur dari tuturan-tuturan si 
Bian, Cinta, dan Dinda berikut. 
(1) Anis : Eh, Rony rene lho! 
 Bian : Rokoke dhelikna! 
(2) Anis : Eh, Rony rene lho! 
 Cinta : Aku tak mulih dhisik. 
(3) Anis : Eh, Rony rene lho! 
 Dinda : Bukune beresana! 
 
Berikut hasil Analisis Penerapan Pragmatik dalam Percakapan yang 
Mengandung Humor Segar 
1)  Terlambat 
 Percakapan dalam wacana ini terjadi antara mahasiswa dengan dosen. Lokasi 
terjadinya percakapan adalah di ruang kelas, saat pembelajaran sedang 
berlangsung ada seorang mahasiswa yang terlambat dan itu tidak hanya sekali itu 
saja dilakukan tetapi sering sekali ia lakukan, sewaktu dia masuk kelas semua 
teman-temannya tertawa karena terlambatnya tidak hanya satu kali dan sudah 
hampir setengah jam lebih dan dia tidak merasa malu dengan keterlambatannya 
itu. 
  Mahasiswa 1  : “Assalamu‟alaikum, maaf pak terlambat”. 
       (spontan, seisi kelas tertawa) 
  Dosen       : ”Ya sudah, silakan masuk!” 
       (lalu tiba-tiba ada seorang mahasiswa yang celetuk) 
      Mahasiswa 2  : "Wah, itu tadi berangkat dari rumah jam 5 subuh ya? 
Ntar malam tidur di kampus aja, biar tidak terlambat lagi! 
 
Maksud dari mahasiswa 2 itu adalah agar mahasiswa 1 tidak terlambat lagi 
maka dari itu dia mengatakan dengan kalimat sindiran, apakah dengan kalimat 
sindiran itu dengan  mahasiswa 1 akan merubahnya (mengubah) atau akan 
terlambat lagi. 
2)  Kedinginan 
 Percakapan ini terjadi antara seorang ibu dengan anaknya, peristiwa ini 
terjadi  pada rumah mereka sendiri. Humor dalam percakapan ini terjadi pada saat 
seorang ibu menanyakan kepada anaknya, melihat anaknya terlihat berbeda lalu 
seorang ibu bertanya pada anaknya. 
  Ibu  : ”Ndi malam-malam begini kog pakai sepatu emangnya mau 
kemana?” 
  Anak  : ”Abis lari-lari kog Bu...!!!” 
  Ibu  : ”Malam-malam lari-lari, jangan-jangan kamu kesurupan?” 
  Anak  : ”Nggak ding Bu, saya kedinginan jadi pakai sepatu”. 
 
Maksud dari anak itu adalah supaya tidak kedinginan lalu dia memakai 
sepatu. Sepatu tidak hanya digunakan untuk berolahraga tetapi juga bisa 
digunakan untuk menghangatkan badan khususnya kaki. Jadi, anak itu 
berpenampilan rapi dan memakai sepatu pada malam hari karena ia kedinginan. 
3) Mahasiswa Layaknya Dosen 
Dalam suatu perkuliahan, seorang dosen mempersilakan seorang mahasiswa 
yang datang terlambat atau setelah perkuliahan dimulai. 
  Dosen (penutur 1)  :”Silakan masuk, Pak Dosen. Tidak biasanya 
bapak terlambat” 
  Mahasiswa (penutur 2) : ”Maaf, Pak” 
      (sebagian besar mahasiswa tertawa) 
  
Humor ini dapat diterima karena sebagian besar mahasiswa yang tertawa 
memiliki latarbelakang asosiasi, persepsi atau pemahaman yang sama dengan 
Dosen sebagai penutur pertama. Dengan pemahaman dan asosiasi rujukan yang 
sama maka komunikasi yang berbentuk humor ini dapat berjalan dengan baik 
karena telah ada  suatu kesepahaman makna antara penutur dan lawan tutur. 
Kesepahaman dalam komunikasi ini didukung dengan penampilan yang tampak 
seolah-olah mahasiswa yang terlambat ini  sebagai Pak Dosen karena 
penampilannya layaknya seorang dosen. 
4) Mahasiswi Identik Model Iklan Shampo...... (penulisan SHAMPO, KBBI cek 
sampo) 
 Hal ini sama dengan suatu kejadian di suatu perkuliahan, di mana seorang 
mahasiswa yang berperan sebagai guru berkata pada seorang mahasiswi  
 Mahaisiswi 1 : ”Mbak, Anda seperti gadis shampo” (disambut tawa 
sebagian besar mahasiswa. Kemudian ada seorang 
mahasiswa lain yang menyahut ”shampo mobil” (kemudian 
semua orang tertawa). Kejadian ini di karenakan konteks 
yang ada adalah mahasiswi yang di sebut sebagai gadis 
shampo (shampo mobil) berpenampilan layaknya model 
iklan shampo, sedangkan sebenarnya mahasiswi ini  
bukan model iklan shampo. 
 
5) Wacana ”Kaki Dulu!” 
  
 
 Pada suatu siang, di dalam sebuah bus kota yang penuh sesak ada sebuah 
percakapan singkat yang terjadi antara seorang kondektur dengan seorang wanita. 
  Wanita  : ”Pak, saya turun di sini!” 
 Kondektur  : ”Turun di sini Mbak? (lalu kondektur menyuruh sopir 
untuk menghentikan bus dan mempersilakan si wanita 
untuk turun setelah sopir menghentikan bus). Udah mbak 
silakan turun! Hati-hati, kalau turun kakinya dulu ya!”  
Wanita  : (agak kesal dan malu) ”Kalau turun dari bus ya pastinya 
kakinya dulu, masak kepalanya dulu” (kontan seisi bus 
tertawa semua mendengar percakapan antara si wanita 
ini  dengan si kondektur). 
 
 Data di atas diambil dari percakapan lisan antara seorang wanita dengan 
seorang kondektur bus. Kalimat yang digarisbawahi dianggap sebagai ucapan 
yang lucu, karena si kondektur bermaksud memberi peringatan kepada si wanita 
untuk berhati-hati pada waktu turun dari bus dengan kakinya terlebih dahulu, 
tetapi si wanita malah menjadi kesal karena menganggap si kondektur hanya 
menggoda dirinya dengan mendiktekan kepadanya pada waktu turun dari bus 
yang turun terlebih dahulu adalah kakinya bukan kepalanya dulu, padahal tanpa 
diberitahupun, pastinya si wanita sudah mengerti dan tahu akan hal itu. 
6) Wacana Ulang Tahun 
   Dua orang gadis sedang bercakap-cakap di halaman rumah gadis A 
Gadis A  : ”Eh Din, kira-kira kado apa yang yang lucu buat ulang 
tahun Adikku yang ke 5 ?” 
  Gadis B  : ”Lho, emang adikmu ada berapa sih?” 
Gadis A  : ”Ye, adikku sih 2 tapi maksudku kado apa ya yang pantas 
buat adikku yang nomor 2 yang berulang tahun yang ke 5?” 
 
 Data di atas diambil dari percakan lisan antara 2 gadis di halaman rumah 
gadis A. Kalimat yang diucapkan oleh gadis A (Ulang tahun adikku yang ke-5) 
adalah kalimat ambigu yang membuat bingung gadis B. Dalam pikiran gadis B, 
gadis A memiliki adik 5 orang padahal setahu gadis B gadis A hanya memiliki 
adik 2 orang saja. Sedangkan maksud dari gadis A sebenarnya adalah dia ingin 
menanyakan kado ulang tahun yang pantas untuk adiknya yang kedua untuk ulang 
tahunnya yang ke-5.  
 
7) Iklhas 
 Percakapan antara dua orang akhwat SKI (Sentra Kerohanian Islam) FKIP 
UNS, pada saat mempersiapkan seminar pendidikan yang bertempat di sekretariat 
SKI. 
  Ani  : ”Bagaimana dengan dekorasinya?” 
 Dian  : ”Udah di-print, tinggal dipotongi gabus dan kertas manila. Bagi 
yang tidak ada kegiatan harap keikhlasan tenaganya untuk 
membantu”. 
  Ani : ”Kalau nggak punyai keikhlasan tenaga bagaimana?” 
Dian  : ”Ya, keikhlasan waktu, keikhlasan pikiran, keikhlasan biaya, atau 
   keikhlasan doa”. 
  Ani : ”Afwan aku belum bertemu dengan keikhlasan yang Ani 
sebutkan tadi. Tapi tadi pagi aku sudah bertemu dengan ikhlas 
Thamrin”. 
 
 Seorang penutur yang bernama Ani dan lawan tuturnya yang bernama 
Dian, membicarakan tentang keikhlasan dalam beramal dengan situasi informal. 
Dian memakai keikhlasan di sini adalah melakukan amal perbuatan dengan niat 
semata-mata karena Allah SWT, yang dapat keikhlasan dengan mengorbankan 
waktu, tenaga, harta maupun doa. Sebenarnya lawan tutur si Ani sudah mengerti 
apa yang dimaksudkan oleh si Dian. Tetapi ia sengaja membuat humor untuk 
lebih menghidupkan suasana agar lebih menyenangkan, dimaksudkan dengan 
Ikhlas Thamrin oleh Ani adalah nama salah seorang temannya. Dalam percakapan 
ini ditemukan register bahasa, misalnya: Akhwat adalah wanita lesbian  dan Afwan 
adalah maaf. 
  
Berdasarkan uraian pada pembahasan masalah sebelumnya, maka penulis 
dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1) pragmatik adalah cabang ilmu 
bahasa yang memperlajari struktur bahasa secara eksternal yaitu berkaitan dengan 
bagaimana satuan bahasa itu digunakan dalam komunikasi; 2) percakapan adalah 
interaksi oral dengan bertatap muka antara dua partisipan atau lebih; 3) pemakaian 
pragmatik dalam percakapan yang mengandung humor sangat sering terjadi dalam 
kehidupan sehari-hari, yang dapat berupa sindiran, ejekan, sanjungan kelakar yang 
bersifat menghibur.