dan tempat untuk bersenang-senang (pleasure) dibangun oleh
Kaisar Ch’in Shih Huang Ti dari dinasti Ch’in (221-207 SM). Pada masa kekaisaran ini, tembok Cina (The Great Wall)
diselesaikan, merupakan konstruksi dinding dan tower di pegunungan sebelah utara Cina dengan panjang sekitar 2.100
kilometer. Tembok ini difungsikan untuk mencegah masuknya bangsa barbar dari utara yang sering mengganggu daerah
pertanian dan menyerang permukiman kota. Didalam syair diceritakan pleasure-ground milik kaisar besarnya menyerupai
tembok tersebut. Syair tersebut merupakan media yang pertama sekali mengekspresikan tentang keberadaan kebun-kebun di
Cina yang menggunakan konsep dasar meletakan manusia menjadi bagian dari alam. Merupakan sikap yang berbeda
dalam kedudukan manusia terhadap alam dan sudah ada di Cina pada periode waktu tersebut.
Beberapa abad sebelum syair itu ditulis, ada tempat berburu dan kebun-kebun untuk bersenang-senang (pleasure garden) telah
digunakan oleh para pangeran-pangeran feodal Cina. Imajinasi yang digunakan oleh Ssu-ma H’Siang-ju diambil dari kebunkebun imperial ini. Syair dibuat dengan menggabungkan dari semua konsep-konseo lansekap di zamannya. Dia menyenangi
keindahan dan dramatisnya pegunungan tinggi, sungai-sungai, lembah yang dalam, hutan lebat yang merefleksikan estetika
alam Cina, menunjukan penerimaan terhadap bentuk-bentuk lansekap alami.
Suatu perbedaan pendekatan yang luar biasa antara peradaban Timur dan Barat. Ketika kebun-kebun diperadaban Barat
muncul, dengan pola yang salah (manusia mendominasi alam), di Timur alam dipandang sebagai pedoman kekuatan bahwa
manusia tidak terpisah dan kemudian menjadi superior terhadap alam, tapi lebih sebagai bagian dari lingkungan alam. Di Cina
manusia berusaha untuk mengerti prinsip-prinsip tentang menciptakan keindahan alam dan menerapkan prinsip-prinsip itu pada
lansekap buatan manusia, menjaga harmonisasinya dengan lingkungan alam.
Syair tersebut juga mengungkapkan tentang penyusunan batu-batu dengan menarik. Beberapa anak sungai dialirkan dengan
berkelok-kelok melalui kebun dimana terdapat puncak bebatuan yang tinggi dan tidak rata, menonjol dan berbintik-bintik. Disini
dapat dilihat penggunaan sculpture batu dan asosiasi simbolisnya terhadap gunung, yang merupakan karakter utama kebunkebun Cina dan Jepang selanjutnya. Keberadaan dari batu-batuan dan syair yang ada, menunjukan bahwa batu-batu tersebut
merupakan satu elemen yang ditambahkan oleh manusia pada kebun-kebun saat Dinasti Ch’in.
Syair-syair yang ada juga mengekspresikan kesenangan mereka terhadap bentuk dan pergerakan air. Air dialirkan pada jurangjurang yang dibelokan dan diputar, berkejaran dan berguling-guling, air di fountain keluar bergelembung dari ruang-ruang yang
bersih, bergemerecik dalam riak yang berkelok-kelok. Mereka membuat impresi hidup dalam kesenangannya menyebutkan
bermacam pohon, semak-belukar dan bunga-bunga yang ditanam, kesenangannya pada skala, bentuk, tekstur, warna, selera
dan keharuman. Mereka tidak perlu melebih-lebihkan atau menggunakan imajinasinya. Cina telah dianugerahi flora yang kaya
dan pada saat syair-syair ditulis, para petani hortikultur dan para desainer kebun telah bekerja dengan tumbuh-tumbuhan asli
selama ratusan tahun.
Satu hal yang luar biasa, syair tersebut menggambarkan beberapa kebun yang telah diciptakan di Cina pada seribu tahun
terakhir. Pada suatu kebun lansekap mereka mengkombinasikan antara kebun berburu dan pleasure ground. Tapi aktualnya
pada saat Ssu-ma H’Siang-ju menulis syair, kebun berburu dan pleasure garden lebih dalam bentuk-bentuk kesatuan yang
terpisah.
Kebun berburu yang disebut dengan Shang-lin, dibangun pada masa kekaisaran Shih Huang Ti. Beberapa tahun kemudian
Kekaisaran Han Wu mengambil alih, mereka memperluasnya sampai 150 kilometer ke arah atas dan bawah Sungai Kuning.
Mendekati istananya melalui sungai. Kekaisaran Wu (140-89 Masehi) membangun pleasure garden yang menyebar. Kebunkebun tersebut melingkar sejauh 10,5 kilometer. Merupakan penggabungan dari danau, jalan air, perbukitan, pulau-pulau dan
menempatkan banyak istana, paviliun untuk tinggal kerabatnya.
Sekitar seribu tahun kemudian, pada abad ke-7 masehi, Sui Yang Ti membangun sebuah imperial park dekat ibukota Lo-Yang.
Luasnya 120 hektar, melibatkan lebih dari satu juta jiwa pekerja dalam proses pembuatannya. Istana sebagai tempat tingal,
tersebar ke setiap penjuru taman dan pada taman air yang memiliki skala yang sangat besar, terdiri dari 9 danau, 4 diantaranya
tergolong sangat besar, sehingga layak disebut laut. Tanah dan batu yang dikeruk pada saat membentuk danau dipergunakan
untuk membuat miniatur pegunungan dan pulau-pulau yang diletakkan pada danau. ‘Laut Utara’, danau yang terbesar
kelilingnya 22 kilometer . Setiap danau dihubungkan dengan jalur-jalur air sehingga pleasure boat dapat berkeliling diseluruh
danau yang ada. Pleasure dapat berkeliling pada seluruh danau yang ada. Pleasure boat dibuat berbentuk naga.
Enam abad kemudian Marco Polo menulis kesaksiannya atas taman-taman yang menyerupai taman tersebut, yang dibangun
pada abad ke-13 masehi selama Dinasti Sung berkuasa di Selatan (960-1279 masehi). Tempat itu disebut ‘Celestial City of
Hangchow’, secara ekslusif diperuntukan bagi kaisar. Merupakan kombinasi tempat berburu dan kesenangan lainnya.
Visual lainnya yang dapat diperoleh dari kebun-kebun imperial adalah The Forty Scenes of The Garden of Perfect Brighteness (
Empat puluh pemandangan dari kebun penuh cahaya) atau Kebun Yuang Ming Yuan. Tempat ini dibangun selama Dinasti
Ch’ing (1644-1912 masehi). Tempat itu merupakan istana musim panas bagi Kaisar Yung Cheng (1723-1735 masehi) dan
Kaisar Chien Leng (1735-1799 masehi). Sudah tentu merupakan sebuah kebun yang indah. Walaupun kebun tersebut telah
dihancurkan oleh Inggris dan Perancis pada tahun 1860, tapi keindahannya masih dapat dilihat pada The Forty Scenes yang
dilukis pada periode itu.
2.2. ETOS DESAIN LANSEKAP CINA
Prinsip-prinsip lansekap yang diwujudkan dalam syair Shang-lin, merupakan bentuk dasar dari etos desain lansekap Cina
secara keseluruhan, mencapai titik puncaknya selama Dinasti Sung sampai lebih dari seribu tahun kemudian dan terus berlanjut
sampai abad ke-20. Kebun-kebun imperial seperti yang digambarkan pada syair merupakan tema utama dari sejarah desain
lansekap awal di Cina. Berkarakter konservatif, menjadikannya sebagai perbendaharaan bentuk-bentuk lansekap tradisional.
Seperti halnya di Mesir, hasil yang didapat dari konsep-konsep lansekap asli pada periode awal, dimunculkan kembali selama
berabad-abad sampai ribuan tahun
kemudian.
Beberapa bentuk pengulangan konsep
pada kebun-kebun imperial adalah The
Mystic Islands of the Blest. Merupakan
imajinasi dari pulau-pulau terapung
dimana terdapat keabadian (hsien) yang
dipercaya dapat memberikan
kesejahteraan dan dapat menjaga tetap
awet muda dan abadi. Istananya
dibangun dengan permata jade, menurut
bangsa Cina lebih mulia dibandingkan
mutiara. Burung dan binatang-binatang
yang terdapat di pulau semuanya
berwarna putih dan pohon-pohon
memberikan hasil buah-buahan.
Keaslian mystic isles hilang bersama zaman. Tetapi Bangsa Cina tetap mempercayainya. Kaisar dari Dinasti Ch’in yang
pertama, Shih Huang Ti, bahkan membuat ekspedisi laut untuk mencoba menemukannya dengan harapan bisa mendapatkan
rahasia keabadian. Kemudian pada masa Dinasti Han, Kaisar Wu, menciptakan sebuah mystic isles tiruan di danau Tai-I dekat
Chang-an. Dia membuatnya sebagai usaha agar keabadian dapat menempatinya sekaligus untuk memperoleh rahasianya.
Kaisar Wu menganggapnya sangat logis, karena mereka percaya bahwa keabadian dapat terbang di udara membawa
ketentraman melalui kerajaan yang penuh bunga (flowery kingdom). Kemudian pada abad ke-7 masehi, Sui Yang Ti melengkapi
lautnya (northern sea) dengan ilses of blest, lengkap dengan paviliun dan teras-teras. Bedanya diperuntukan bagi manusia
(kaisar dan kerabatnya) yang dicapai dengan perahu naga.
2.3. TEMA PULAU DAN KURA-KURA
Detail lain yang digunakan pada kebun sepanjang sejarah Cina adalah kura-kura suci (sacred tortoise) yang merupakan bagian
dari mitos mystic isles. Dipercaya bahwa pulau-pulau yang mengapung pada awalnya tidak terikat dan bergerak bebas di laut
mengganggu keabadian. Kemudian kura-kura besar mengait dan menstabilkan pulau-pulau itu. Awalnya ada 5 buah pulau, tapi
setelah ada raksasa yang mencuri 2 ekor kura-kura, 2 buah pulau hanyut dan hilang. Pulau dan kura-kura kemudian menjadi
tema yang favorit pada seni kebun Cina. Sejak periode Han tema-tema ini kemudian diserap oleh kaum Budha yang
membawanya ke Jepang dan Marco Polo membawanya ke Barat.
Filosofi alam bangsa Cina juga diekspresikan pada spektrum seni yang luas, seperti pada desain lansekap, literatur, lukisan,
keramik dan sulaman. Sejak awal dapat dilihat bagaimana estetika alami bangsa Cina terlihat sangat kontras dengan dunia
Barat.
2.4. AJARAN BUDHA MASUK KE CINA
Telah diketahui bagaimana estetika alami bangsa Cina telah terbangun berabad-abad sebelum periode Han. Selama periode
Han, hal tersebut masih terus berkembang sampai beberapa abad kemudian. Pada pemerintahan Dinasti Han, pengaruh
kebudayaan baru datang ke Cina dari Utara. Pengaruh ini datang dengan penuh damai, melalui jalur sutra (silk roads) datang
beberapa pendeta Budha dari India.
Penetrasi ajaran Budha ke Cina pada awalnya berjalan lambat. Tapi ketika Kaisar Han jatuh pada tahun 221 masehi, dibawah
tekanan bangsa Tartar dari utara, dalam keadaan yang tidak aman, para penduduk dan kaum terpelajar mengubah pemikiran
mereka untuk mencari keselamatan di dunia lain yang lebih baik. Ajaran dan tulisan Budha setelah jatuhnya Kaisar Han sampai
abad ke-3 masehi mempengaruhi hampir seluruh wilayah Cina.
Hui Yuan (334-417 masehi) adalah seorang biksu yang memberikan pengajaran tentang Amida di Cina. Dia mendapatkan
dukungan dari kaum kaya pemilik tanah dari selatan sehingga dia mampu membuat sebuah biara/kuil di Lu Shan, sebuah
komplek pegunungan yang terisolasi dari pusat kota Cina. Kuil dibangun tertutup dipuncak utara gunung Lu Shan dengan
menara di atasnya dan terletak di atas jurang yang dalam, memiliki banyak air terjun. Kelompok Teratai Putih memiliki
perwakilannya di kuil tersebut. Hui Yan menjadi terkenal di Cina karena kemampuannya untuk merencanakan lansekap. Kuilnya
menjadi pusat diskusi dan penyebaran ide-ide lansekap dan deskripsi mengenainya adalah sebagai berikut:
Tempat pengasingan Yuan (Hui Yuan) ditemukan terbuat dengan sangat indah di pegunungan. Berdiri di belakang kaki Insence Burner
Peak dan melekat pada air terjun Gorge. Disekelilingnya terdapat tumpukan batu-batu besar, diantara pohon-pohon pinus. Mata air
bersih mengelilingi tangga dan awan putih mengisi ruang-ruang di dalam kuil. Hui Yuan juga menanam hutan kecil sebagai tempat
bermeditasi. Kabut bergelantungan diantara pohon-pohon yang ada dan halaman bebatuan ditumbuhi lumut. Kemanapun mata melihat
dan kaki melangkah semua adalah keragaman dari kemurnian spiritual.(Frodsham, 1967)
Beberapa detail teknis pembuatan taman pada abad ke-5, diperoleh dari Ju Hao, seorang perajin. Dia memilih batu-batu halus
dari penggalian batu Pei-mang dan Nan-sham, serta bambu dari Ju dan Ying kemudian membuat konstruksi two-storied
pavillions diletakan pada pohon-pohon, semuanya untuk memberikan impresi dari alam pedesaan dan hutan belantara. Pada
abad ke-6 masehi, Chang Lun, menteri pertanian dibawah Kaisar Hsiao Ming (516-527 masehi) terkenal sebagai seorang
pembuat kebun. Karyanya digambarkan sebagai berikut:
Dengan bukit-bukit dan kolam, kebun ini memiliki keindahan pada beberapa pleasure ground seperti yang dimilki oleh para bangsawan.
Disini dibangun sejumlah bukit yang disebut Gunung Chin Yang. Mereka membuatnya seperti terbentuk oleh alam Memiliki dua puncak
dan melengkung pada sisi aliran air yang dalam dan lembah-lembah. Disanalah terdapat pohon-pohon tinggi yang rindang, yang
memberikan perlindungan dari sinar matahari dan bulan serta tumbuhan menjalar yang menggantung, menghalangi kabut untuk masuk.
Jalan-jalan berbentuk zig-zag ke atas bukit dan turun ke lembah.(Siren, 1949)
Sejak awal, bangsa Cina secara luar biasa telah berhasil menciptakan hubungan yang harmonis antara karakter-karakter
persegi bangunan buatan manusia dan kualitas informal dari batuan serta tumbuhan alami. Salah satu metodenya adalah
untuk mengorganisir kelompok bangunan tidak-simetri dalam hubungan diantaranya serta ruang-ruang yang mereka tempati
untuk menghasilkan efek-efek yang harmonis. Ruang-ruang terbuak antara bangunan secara hati-hati dihubungkan dengan
skala dan bentuk ke dalam bangunan. Bentuk pohon dan batu-batu ditampilkan sebagai upaya untuk mengkontraskan dengan
bentuk bangunan formal dan untuk menghubungkannya dengan lansekap alami.
Contoh terbaik yang masih terlihat dari periode ini tidak berada di Cina, tetapi di Jepang yaitu Kuil Horyuji di Nara. Gayanya
murni adalah Cina T’ang dan merupakan sebuah preservasi yang baik. Mulai dibangun pada abad ke-7 dan selesai pada abad
ke-8 masehi. Kuil Horyuji adalah gubahan yang paling menarik terhadap ruang-ruang tertutup dan terbuka seperti kuil, court,
beranda, kolam-kolam dan pohon dikombinasikan secara harmonis dalam komposisi yang luar biasa. Ketinggian pagoda
bertingkat banyak membentuk focal point yang baik. Penempatan pohon-pohon dan enclosure sangat baik sekali, sebagaimana
penggunaan pohon-pohon untuk menghubungkan bangunan dan tanaman. Melihat kuil Horyuji melalui pandangan seorang perencana, Edmund Bacon, mengatakan: hanya dengan penguasaan desain
yang luar biasa dapat meletakan pengelompokan bentuk-bentuk bangunan tidak-simetri dalam seting simetri pada
daerah pusat, pengembangan massa dari pagoda dengan ruang-ruang tidak simetri sebelumnya dan dengan atap yang tipis
untuk memudahkan turunnya air.
Dari kuil Horyuji, kita dapat menciptakan kembali bentuk-bentuk kuil Cina di abad ke-5 dan ke-6 bahkan mungkin sebelumnya.
Kita juga dapat memahami mengapa kuil-kuil hutan di timur dan barat yang dibangun oleh Hui Yuan pada abad ke-4 dan 5
menjadi kiblat bagi kaum terpelajar dan para seniman yang ingin belajar tentang desain lansekap. Sejak awal, bangunan-bangunan bangsa Cina dan lingkungannya mereka pandang sebagai suatu satu kesatuan. Para desainer
belajar tentang hubungan tempat, paviliun, teras dan jalan-jalan tertutup, area taman atau lansekap alami yang mereka tempati.
Salah satu kontribusi penting yang diberikan oleh para pakar Cina dan Jepang kepada desain lansekap adalah penanganan
hubungan antara ruang terbuka dan tertutup serta antara bentuk formal dan informal. Para desiner ini secara konstan dan
perduli terhadap desain yang akan dihasilkan, dengan menyelaraskan struktur-struktur geometri terhadap bentuk-bentuk alami.
Telah berabad-abad para desainer dari Timur menguasai keahlian ini, sementara di Barat saat ini baru mulai mempelajarinya.
2.5. KEBUN-KEBUN DAN LUKISAN PADA MASA SUNG
Praktek lansekap dan desain kebun yang didasarkan atas penyerapan dari spirit of nature, untuk digunakan sebagai tempat
kesenangan manusia tetap berlanjut pada masa T’ang (618-906 masehi) dan bersamaan dengan itu, lukisan lansekap
berkembang sebagai seni yang indah. Keduanya mencapai puncak pada masa Dinasti Sung (960-1280 masehi).
Kebun-kebun dan lukisan lansekap pada masa Sung mencapai keberhasilannya. Berikut adalah deskripsi taman pada masa
Sung yang baik, ditulis oleh Hsi Ma-kuang, seorang pejabat tinggi yang membangun taman pada tahun 1026 masehi:
Saya telah membangun sebuah taman di tempat peristirahatan dimana saya mendapatkan kesenangan bersama teman-teman saya. 8
hektar adalah luasan ruang yang saya miliki. Di tengah-tengah terdapat rumah musim panas yang besar, dimana saya membawa bukubuku sebanyak 5000 buku. Pada sisi selatan, terdapat paviliun ditengah-tengah air yang pada sisinya mengalir air dengan aliran turun
dari bukit. Di sebelah barat, air dibuat pada kolam yang dalam terbagi dalam lima cabang. Beberapa ekor angsa berenang di sana dan
selelu bermain-main. Pada perbatasan dari alur yang pertama, yang berakhir dengan air terjun kecil, berdiri batu yang curam dengan
menggantung di atasnya seperti belalai gajah. Pada puncaknya berdiri paviliun terbuka, tempat beristirahat dan tempat bersenang,
setiap pagi, merahnya matahari terbit.…
Beberapa paviliun ada disebelah utara rumah musim panas, tersebar, beberapa diantaranya di atas bukit, satu di atas yang lain, berdiri
seperti ibu diantara anak-anaknya. Wilayah yang luas ini dilatarbelakangi oleh hutan bambu, berpotongan dengan jalan untuk berjalan
kaki yang berpasir, dimana cahaya matahari tidak menembus langsung. Menuju ke timur beberapa tingkat dalam bentuk tidak beraturan,
melindungi terhadap angin dingin dari utara. Semua lembah penuh dengan tanaman yang harum, tanaman obat-obatan,semak-semak
dan bunga. Pada batas horison terdapat pohon buah-buahan seperti delima dan jeruk yang selalu berbunga dan berbuah.
Disebelah barat, berjalan diantara pohon-pohon menuju tepian sungai. Sekelilingnya adalah batu-batu dengan efek seperti ampiteater.
Pada dasarnya terdapat pintu masuk menuju gua. Ketika masuk ke dalamnya, akan menjadi lebih lebar, membuat bentuk ruang yang
tidak beraturan dengan langit-langit melengkung. Cahaya datang dari atas melalui bukaan. Batu-batu digunakan sebagai tempat duduk
dan pada saat hari panas, dapat duduk di dalam gua-gua yang terlindung, beristirahat dengan pemandangan dan suara air, alur yang
kecil keluar dari satu sisi dan mengisi lembah, kemudian aliran kecil menuju lantai melingkar pada retakan dan celah-celah hingga jatuh
pada kolam kecil terbuka. Kolam kecil lebih tinggi, berputardan mengalir ke kolam besar di bawah gua. Sekelompok kelinci bermain
disekeliling batu, ikan berkejaran di dalam kolam. (Gothein, 1928).
Banyak kebun di Cina dibangun selama periode Sung, sebagian besar sudah tidak ada lagi. Masih menguntungkan kita masih
dapat menikmati beberapa yang hampir sama dengan model pada masa Sung di Jepang, yang dipreservasi dengan baik hingga
saat ini. Dari deskripsi tadi kita dapat melihat pengaturan batu, alur air dan danau, jembatan dan ampiteater berbatu. The Forty
Scenes dari Garden of Perfect Brighteness dapat membantu dalam memvisualisasikan kebun-kebun pada masa Sung. Didasari
kebiasaan mereka pada taman-taman terdahulu, The Double Mirorr and Sound of Lute, adalah suatu contoh dengan tangga
batu dan menggantung seperti belalai gajah pada puncaknya.
Kebun-kebun lansekap dan lukisan lansekap di masa Sung, merupakan ekspresi terbaik dari seni kreatif nature oriented bangsa
Cina, dan penting harus diingat bahwa puncak kejayaan ini dicapai dari hasil lebih dari 2000 tahun perkembangan yang terus
berlanjut. Bentuk seni yang indah dan menarik tidak datang secara tiba-tiba. Mereka membuatnya melalui proses
panjang dan sangat kompleks terhadap perkembangan sosial, estetika dan intelektual.
Sekolah lansekap alami di Eropa kelihatannya ingin langsung dengan cepat, sebagai pelarian, untuk meninggalkan formalitas
dari Renaisans yang sudah ketinggalan zaman. Ini adalah sebuah ilusi. Produk yang dihasilkan oleh English School of
Landscape Gardening adalah merupakan hasil pengalaman yang diakumulasikan di Cina dan Jepang selama ribuan tahun dan
7500 kilometer jauhnya dari Inggris.
Ketika perkembangan kebun di bawah Dinasti Sung sedang
berlangsung, serangan muncul dari Timur Laut Asia, yang
menggoyang pondasi peradaban dunia. Suku nomaden
Tartar telah disatukan oleh Genghis Khan, menggunakan
nama Mongol, mereka berambisi menguasai dunia. Seperti
Alexander the Great dan bangsa Romawi, secara konstan
perang yang terus menerus adalah senjata yang digunakan
oleh Genghis Khan untuk mencapai ambisinya. Kurang dari
100 tahun, dia dan keturunannya memegang kekuasaan
hampir diseluruh Asia, Cina, Persia, India Utara, Rusia,
Hongaria dan Austria. Mongol membuat kekaisaran terbesar
di dunia.
Setelah menguasai Cina Utara, Mongol mengendalikannya
sampai tahun 1366, ketika mereka dipaksa keluar oleh
bangsa Cina kemudian muncul dinasti baru, Ming (1366-
1644 masehi). Dinasti Ming mengkonsolidasi budayabudaya yang pernah dicapai oleh Dinasti Sung. Senimanseniman masa Ming kurang spontan dan brilyan seperti ahliahli pada masa Sung. Banyak pekerjaan mereka
menandakan penurunan budaya. Banyak memori sejarah
yang masih bertahan dan taman-taman lansekap saat ini di
Cina berasal dari Dinasti Ming, termasuk Kota Terlarang,
Istana Air, Kuil Surga dan lainnya di pusat Kota Peking.
Penetrasi Eropa mulai masuk ke Cina pada masa Kaisar Ming. Pertama oleh pedagang-pedagang dari Portugis, kemudian
Belanda, Inggris dan Perancis. Pada saat pergantian kepada Dinasti Manchu (1644-1912 masehi), invasi Cina mengalami titik
puncak. Kaisar Manchu mengadopsi budaya-budaya Cina. Dinasti Manchu yang terkenal, Ch’ien Lung (1736-1795 masehi),
menyelesaikan Yuang Ming Yuan (Garden of Perfect Brighteness), dimulai oleh ayahnya Yung Cheng. Ini terdiri dari koleksikoleksi besar dari tempat-tempat buatan manusia seperti istana, paviliun, danau-danau, pegunungan dan aliran air pada
kawasan seluas lebih kurang 9 hektar. Orang-orang Perancis dan Italia tinggal dan bekerja di Yuang Ming Yuan dan
membangun beberapa bangunan dan kebun tipe Eropa pada satu wilayah.
Impresi yang membangkitkan imajinasi dari lansekap Cina dibuat di Yuang Ming Yuan bersama dengan reproduksi lansekap
buatan manusia. Proses ini berlanjut di Istana Musim Panas oleh penerus Kaisar Ch’ing. Yuang Ming Yuan menjadi gudang dari
koleksi hebat dari pekerjaan seni sejarah dan kontemporer, termasuk literatur. Lukisan dibuat pada masa Ch’ien Lung dan
ayahnya untuk merekam impresi visual dari kebun secara keseluruhan, kemudian dikenal sebagai The Forty Scenes. Satu
bundel dikirim ke Perancis, sekarang ada di Bibliotheque Nationale di Perancis.
Ch’ien Lung membuat kontrol yang efektif terhadap
kekaisarannya. Tapi di bawah kekuasaannya para pedagang
asing datang diikuti oleh intervensi militer Inggris didukung
Perancis. Pada tahun 1860, Yuang Ming Yuan dijarah dan
dihancurkan akibat serangan yang dipimpin oleh Lord Elgin,
sehingga Cina menjadi jajahan Inggris.
Jauh sebelum kedatangan bangsa Mongol, pertukaran budaya
yang penting telah terjadi. Antara Cina dan Islam di barat, Cina
dan Jepang di timur. Kedua pertukaran ini sangat berarti pada
perkembangan taman dan lansekap selanjutnya. Sejak Marco
Polo datang ke Cina, ide-ide estetika masuk ke Eropa dan
mempengaruhi budaya barat.
KEBUN DI JEPANG
Berkeliling disepanjang hutan di kaki bukit disebelah Barat Kyoto, sebuah kota tua di Jepang, melewati hutan bambu, anda akan
menemui daerah yang indah. Seluruh permukaannya tertutupi lumut. Dipenuhi dengan bayangan pohon Maple yang indah,
ramping dan batangnya yang berwarna gelap, memberikan ilusi mobilitas. Mereka seperti menari di atas permukaan lembut
lumut hijau yang berombak. Selangkah ke depan, permukaan lumut turun ke dalam tepian sebuah danau kecil yang bentuknya
tidak beraturan. Sebuah pulau dan tanjung dibentuk dengan memotong tepiannya, menyembunyikan luas danau yang
sebenarnya. Menarik untuk ditelusuri lebih jauh.
Warna hijau lumut menggema pada batang dan cabang-cabang pohon Maple yang turut ditumbuhi dengan tumbuhan sejenis
lumut. Pada musim panas, warna yang dominan adalah hijau, berasal dari hijaunya warna lumut, hijau yang lebih lembut pada
batang pohon Maple, warna hijau segar dari daun-daun muda pohon Maple dan pantulan warna hijau pada permukaan air
danau. Pada musim gugur, tajuk pohon-pohon Maple berubah menjadi warna merah, indah dan kontras terhadap warna hijau
lumut. Lumut dimana-mana, menutupi setiap permukaan tanah, berombak serta batu-batuan yang meluas hingga tepian danau.
Bahkan turut menutupi permukaan jembatan. Efek yang ditimbulkannya adalah rasa segar ketika menarik bernafas.
Tempat tersebut adalah Kebun Lumut (The Moss Garden) yang sangat terkenal. Sebuah taman kuno dari kuil Saihoji dan
merupakan salah satu dari banyak kebun lansekap bersejarah yang mengelilingi Kota Kyoto. Dibangun pada akhir abad ke-12,
kebun tertua yang masih bertahan, hasil inspirasi dari lukisan kebun dan lansekap Cina yang populer di Jepang selama
berabad-abad.
Hubungan yang tidak tetap antara Jepang dan Cina dimulai pada masa Dinasti Han, pertengahan abad ke-6. Ajaran Budha dari
Cina masuk ke Jepang. Dengan cepat menyebar melampaui ajaran Shinto yang asli Jepang. Hasilnya adalah corak baru pada
aktifitas budaya dengan maraknya keingintahuan segala hal tentang Cina. Pada abad ke-8 sebuah kota baru di bangun di Nara.
Lay out dan bentuk arsitekturnya mengikuti Kota Ch’ang-an di Cina, masa Dinasti T’ang. Semua bentuk Cina seperti: bahasa,
sistem administrasi, pakaian, arsitektur, lukisan, sculpture, dan kebun lansekap diikuti dan ditiru oleh para bangsawan dan
pendeta di Jepang. Namun dibalik serba tiruan ini, pembentukan struktur asli bangsa Jepang terus berlanjut dan bertahan,
Kurang dari satu abad setelah Nara dibangun, pemerintahan imperial mendirikan sebuah kota baru, sekitar 48 kilometer dari
Nara. Kota tersebut sekarang Kyoto, bukit-bukit disekeling Kyoto adalah contoh terbaik yang masih bertahan dari awal kebunkebun lansekap Jepang. Karena Kyoto dipertahankan sebagai kota nominal untuk sekitar seribu tahun, walaupun selalu terjadi
gangguan dari penduduk, namun Kyoto tidak pernah dijadikan sasaran penghancuran dari invasi-invasi asing. Selama periode
ini, Cina menjadi negeri asal budaya Jepang. Ide-ide yang mengalir, secara konstan diperbaharui, seiring dengan kemampuan
dan kepercayaan diri para seniman dan perajin Jepang, akhirnya kebun-kebun di Jepang mencerminkan karakter negerinya
sendiri.
Beberapa kebun lansekap abad ke-12 di Kyoto masih bertahan hingga saat ini. Berbeda dengan di Cina, saat budaya Dinasti
Sung di Cina mencapai masa jayanya, tapi hanya sedikit kebun-kebun lansekap Cina yang mampu bertahan. Hal ini menjadikan
sejarah kebun-kebun Jepang memiliki dua makna. Pertama merupakan ekspresi terbaik dari budaya Jepang, kedua
merupakan beberapa contoh pelajaran terbaik yang masih bertahan tentang budaya Cina mengenai desain lansekap.
Mungkin dua pengertian ini lebih dapat dipahami dengan contoh dari dunia Barat. Katedral-katedral gotik Eropa mencapai
kedewasaannya di Perancis, sebagai sebuah ekspresi dari semangat Kristen dan kekuatan gereja selama abad pertengahan.
Pergerakan arsitektur ini mengalir ke Inggris yang memiliki latar belakang agama dan struktur sosial yang sama. Hasilnya
adalah katedral-katedral gotik Inggris yang agung. Kemudian katedral-katedral yang ada di Perancis hancur, hanya menyisakan
deskripsi dan gambaran secara grafis. Akhirnya Katedral-katedral Inggris memberikan dua arti, sebagai arsitektur gotik Inggris
dan juga sebagai contoh-contoh yang masih bertahan dari arsitektur, budaya dan semangat Katholik Perancis.
Hal yang sama dan lebih mendekati dapat dilihat dari perkembangan desain lansekap Inggris (Natural School of Landscape
Gardening), mencapai puncaknya sekitar pertengahan abad ke-19. Pada waktu itu di Amerika bagian utara terdapat populasi
warga Eropa dengan budaya dan latar belakang yang identik dengan Inggris, tetapi menetap pada lingkungan yang baru.
Warisan akan kecintaan terhadap alam dibagikan kepada warga Amerika. Dimulai oleh Andrew Jackson Downing dan Frederick
Law Olmsted, melalui pembangunan di Amerika Utara dengan menerapkan teori dan praktek dari English School pada kondisi
yang baru. Hasilnya adalah sistem taman urban Amerika yang terkenal: The National Parks Movement dan profesi baru: arsitek
lansekap.
Meskipun orang-orang jenius seperti Olmsted dan karakter nasional yang telah diberikan pada perubahan lansekap Amerika,
namun pembangunan arsitektur lansekap di sana dengan sengaja dan mengarah kepada kelanjutan regional dari English
School. Dan merupakan pengaplikasian teori-teori dan praktek dari William Kent, Capability Brown, Humphrey Repton dan
Joseph Paxton pada keadaan dan situasi baru. Jika sebagian besar Eropa kemudian hancur, Central Park di New York dan
sistem-sistem taman di New York dan Boston akan tetap memberikan ilustrasi kepada arsitek-arsitek lansekap masa depan.
Dua situasi ini menunjukan bahwa Perancis menjadi sumber inspirasi dari katedral-katedral Inggris dan Inggris memberikan
inspirasi kepada desain lansekap Amerika. Hal ini dapat digunakan untuk membantu memahami pentingnya kontribusi Cina
pada kebun-kebun lansekap Jepang. 3.1. KOTA NARA
Awal sejarah kebun-kebun Jepang adalah pada istana para bangsawan dan pada biara-biara yang didirikan di kota Nara.
Banyak bangunan kuno dan lingkungannya masih dilindungi dengan baik. Kota Nara memiliki koleksi-koleksi yang
mengagumkan tentang sejarah material dan benda-benda milik pribadi Kaisar Shomu, yang berkuasa pada pertengahan abad
ke-8. Kaisar menetap di Shoso-in, sebuah bangunan abad ke-8, terletak di pusat Kota Nara dan memiliki bukti-bukti sejarah,
termasuk arsitektur, lukisan, syair, sculpture dan bentuk-bentuk seni lain atau artifak yang pernah digunakan oleh para
bangsawan.
Contoh desain lansekap terpenting yang masih bertahan di Kota Nara adalah komplek Kuil Horyuji (seperti yang telah dibahas
sebelumnya). Didirikan pada abad ke-7 dan selesai pada abad ke-8. Dirawat dengan sangat baik, hingga saat ini kuil tersebut
tetap terpelihara seperti ketika Nara menjadi pusat kota Jepang. Hampir seluruh bangunan terbuat dari kayu, kecuali genteng
penutup atap. Kuil Horyuji menunjukan mengapa arsitektur Cina dan Jepang sangat sulit bertahan lebih dari seribu tahun.
Karena kayu yang menjadi material utama tidak berumur panjang. Nara bukan hanya kota bersejarah di Jepang yang memiliki
karakter khusus, tapi juga memberikan gambaran tentang seni dan artifak Cina dari Dinasti T’ang yang masih bertahan.
3.2. PERIODE HEIAN
Setelah Nara berdiri kurang dari seratus tahun, pusat pemerintahan Jepang dipindah ke kota baru pada tahun 781 masehi.
Alasan kepindahan ini adalah konflik yang terjadi antara biara dan pemerintahan. Peraturan biara yang sangat kuat
mempengaruhi Nara oleh karenanya Kaisar memindahkan pusat pemerintahannya untuk menghindar dari pengaruh biara.
Tempat untuk kota baru tersebut merupakan pilihan yang sangat baik. Terletak pada lembah yang dikelilingi bukit, dekat
Gunung Hiei, puncak tertinggi di sebelah Barat Laut. Lahannya yang hijau dan menyenangkan, bukit-bukit dipenuhi hutan dan
pada lembah terdapat dua sungai yang menjadi muara dari banyak anak sungai. Kota baru tersebut diletakan di antara sungai
menempati wilayah seluas 4,5 kilometer lebar dan 5,25 kilometer panjang serta sebuah enclosure imperial dengan luas sekitar 1
hektar yang terletak didekat perbatasan sebelah utara.
Awalnya kota itu disebut Heian-Kyo, kemudian dikenal dengan Kyoto. Denahnya mengikuti pola kota Nara yang merujuk pada
lay out Kota Ch’ang-an, kota di Cina pada masa Dinasti T’ang. Heian-Kyo pada awalnya terlihat meriah dan merupakan kota
yang indah. Para bangsawan dan masyarakatnya merasa terbebas dari pengekangan para biksu. Mereka melanjutkan
membangun istana-istana dan kebun dengan skala mewah. Pengaruh Bangsa Cina terus berlanjut selama periode ini. Kaisar
Kammu, yang mengorganisir kepindahan dari Nara ke Kyoto, membangun sebuah kebun yang berukuran besar, menempati
lahan seluas 12 hektar yang memiliki perbendaharaan budaya Cina seperti: danau-danau, pulau-pulau, sungai, pohon-pohon
dan tempat berjalan kaki. Kaisar dan pemerintahannya menggunakan kebun sebagai tempat perjamuan, aktifitas olah raga dan
pelatihan militer.
Beberapa literatur kontemporer Jepang juga menjelaskan tentang kebun-kebun ini. The Tale of Gengi, ditulis oleh seorang
dayang pada masa pemerintahan Fugirawa, abad ke-11, dan merupakan puncak kejayaan periode Heian. Gengi adalah
seorang pahlawan dari cerita hikayat, dia menjadi model pada penguasa Fugirawa Michinaga. Lady Murasaki adalah idola
Gengi. Gengi membangun kebun-kebun untuk menyesuaikan musim yang disenangi oleh pasangannya. Masing-masing
menyenangi musim yang berbeda. Murasaki menyenangi musim semi:
Menuju akhir bulan ketiga (April), ketika kebun buah-buahan tidak berada dalam keadaan baik dan nyanyian burung-burung liar telah
hilang, kebun musim semi Murasaki setiap hari terlihat semakin mempesona. Hutan kecil di atas bukit melewati danau, dan jembatan
yang menghubungkan 2 buah pulau, tepian yang ditumbuhi lumut, terlihat semakin hijau, tidak setiap hari tapi setiap jam. Membuat
semua terlihat semakin menarik…..
Seandainya saja dapat pergi ke sana! Keluh para pemuda, dan akhirnya Gengi menyadari diperlukan perahu di danau. Mereka
membuatnya bergaya Cina. Semua orang tergesa-gesa membuatnya, karena hanya sedikit waktu yang dipergunakan untuk
menghiasnya. Mereka segera menggunakan perahu tersebut ketika bisa mengapung.
Sangat mungkin untuk berperahu mengelilingi seluruh kebun. Pertama menuju Danau Selatan, kemudian melewati jalan sempit lurus
menuju miniatur gunung yang terlihat seperti menghalangi, tapi kenyataannya ada jalan yang mengelilingi dan berakhir pada Fishing
Pavilion (di Danau Utara). Di sini mereka menaikan para Lady Murasaki yang telah menunggu dan dijanjikan.
Danau yang diletakan ditengah-tengah kebun, terlihat sangat besar. Berada di atas kapal merupakan pengalaman baru yang sangat
menyenangkan. Akhirnya ketika perjalanan mereka mendekati tepian berbatu, pada jalur antara dua pulau besar, dengan pengamatan
yang lebih dekat mereka menikmati setiap detail dan tebing batu terjal yang telah direncanakan dengan sangat cermat. Seolah-olah
seperti seorang pelukis telah menjiplaknya dengan kuas. Pada kebun buah-buahan, cabang-cabang pohon yang paling atas tertutupi
kabut, bunga-bunga yang terlihat seperti hamparan karpet, bercahaya menyebar ke udara. Lebih jauh mereka dapat melihat perumahan
Murasaki, ditandai dengan cabang-cabang pohon yang lebih hijau dan memenuhi halaman serta kilauan bunga di kebun buah-buahan.
Dengan jarak tersebut seperti memancarkan keharumannya ditengah-tengah pulau dan bebatuan. Di luar kebun, musim bunga Cherry
telah berlalu, tapi di sini terlihat seperti tertawa dan disekeliling istana, jalanan kecil serta portico, semuanya dipenuhi bunga. Pada
tempat penambatan perahu, pegunungan memberikan bunga-bunga kuning melalui tebing-tebing batu yang mengalirkan warnanya
melalui pantulan cermin air danau di bawahnya….. (Kuck, 1968)
Kebun yang digambarkan berdasar kepada kebun
imperial yang sebenarnya, walaupun aslinya tidak
bertahan hingga sekarang, namun beberapa kebun
lainnya menggunakan pola dan model seperti ini.
Lima ratus tahun kemudian, Pangeran Toshihito
membangun Vila dan Kebun Katsura yang
diperkirakan menempati lahan yang sama pada
kebun penguasa Fugiwara. Banyak detail-detailnya
secara umum bersumber dari The Tale of Gengi
yang sangat dikagumi Pangeran.
Menuju akhir periode Heian, desain kebun menjadi
suatu kegemaran dan keasyikan dikalangan
pemerintahan. Penguasa dan pemerintahannya
berpartisipasi langsung dalam desain kebun serta
membuat buku-buku tentang kebun. Buku Sakuteiki,
bersumber pada teori desain umum pada abad ke-11
di Kyoto. Kebun-kebun lansekap Cina tetap menjadi
sumber inspirasi utama. Prinsip-prinsip budaya
Cina, tidak hanya detail, dipelajari dan dicoba
diterapkan oleh para ahli Jepang dengan
penyesuaian pada kualitas khusus lingkungan
mereka di Jepang
3.3. PENGUASA SHOGUN
Kedamaian yang diabadikan pada periode Heian selama 300 tahun berakhir. Pemerintahan Kaisar Fugiwara sangat bergantung
pada dukungan 2 kelompok militer, Taira dan Minamoto. Pada paruh kedua abad ke-12, kelompok Taira menggunakan
kekuatannya untuk menguasai dan mengendalikan Kyoto. Para pejuang dan pemimpin Minamoto tidak siap menghadapi
keadaan ini. Mereka menyerang balik kelompok Taira dan setelah beberapa tahun kemudian Minamoto berhasil menang.
Pemimpin Minamoto, Yorimoto, menyebut dirinya sebagai Shogun atau Pemimpin Perang Tertinggi.
Sistem pemerintahan dengan kekuatan sebenarnya berada ditangan Shogun berlangsung dengan gangguan-gangguan hingga
pertengahan abad ke-19. Perubahan ini memberikan konsekuensi penting pada desain lansekap. Shogun mendirikan pusat
militernya jauh dari kota untuk menghindari intrik dipemerintahan. Kyoto dan lingkungannya menjadi pusat kebudayaan
sehingga literatur dan seni lainnya dapat tumbuh dengan subur. Dan karya-karya besar desain arsitektur, lansekap dan lukisan
dapat bertahan dengan utuh hingga saat ini.
Kebun lansekap yang dibangun di bawah penguasa Shogun adalah Kebun Lumut (The Moss Garden) di Saihoji, yang telah
dijelaskan di awal bab ini. Saihoji dibangun setelah para desainer kebun lansekap Jepang dapat mengatasi dominasi
bentuk-bentuk kebun Cina. Prinsip-prinsip natural tetap digunakan, tetapi dengan semangat Jepang. Alam kualitasnya
ditingkatkan dengan kebun dengan maksud untuk tidak menunjukkan wujud aslinya. Khususnya pada permukaan tanah,
dimana lumut menutupi bentuk asli batu-batu. Kebun tersebut terdiri dari 2 bagian, yang dipisahkan oleh sebuah dinding rendah.
Kebun bagian atas terdiri dari susunan batu yang masih utuh, batu yang tertutupi lumut pada kolam pulau kura-kura, aliran air
serta kolam. Pada kebun bawah, selama berabad-abad, lumut telah tumbuh menutupi segala yang ada, melembutkan
permukaan batu dan menciptakan efek yang tidak pernah dapat divisualisasikan oleh perancangnya. Hal ini penting bahwa
sensitifitas bangsa Jepang memungkinkan mereka untuk menerima tambahan-tambahan alami untuk menggabungkannya
dalam desain sehingga memberikan nilai lebih terhadap konsep secara menyeluruh.
Saihoji direstorasi pada abad ke-14 oleh penganut Budha Zen, Musho Kokushi. Sebuah pelestarian kebun lansekap yang
kedepannya memberikan gambaran keberlanjutan dan komprehensif terhadap desain lansekap di Jepang.
3.4. PERIODE ASHIKAGA
Musho Kokushi adalah seorang teman dan sahabat Ashikaga Takauji, Shogun pada tahun 1338 masehi. Di bawah Asikaga,
Jepang menjadi lebih makmur melalui ekspansi dagang besar-besaran dengan dataran Cina. Dengan kemakmuran dan
kesenangan tersebut, pemerintahan menyediakan waktu dan tempat terhadap bidang seni. Hal ini diikuti dengan masuknya ideide baru dari Dinasti Sung, Ch’an atau penganut Budha Zen, yang menekankan emosi masyarakatnya kepada alam, juga
merupakan bagian dari Taoisme. Ajaran Budha Zen dengan upacara minum teh yang sederhana dan cara pemujaan dengan
bertapa, diserap oleh para pejuang Jepang dan dibangun menjadi cara memuja seorang Samurai.
Bersamaan dengan tumbuhnya ajaran Budha, Agama Shinto dan para pengikutnya memiliki daya tarik terhadap
kesederhanaan, intuitif, inspirasi langsung yang dipraktekkan oleh Zen. Sebuah antusiasme baru untuk diikuti, Cina dan segala
hal mengenainya menjadi populer bagi para intelektual pada masa Ashikaga seperti: pelajar, pelukis, penyair, dan desainer
lansekap. Para pelukis lansekap Dinasti Sung menjadi pengaruh utama kepada para pelukis dan desainer lansekap Jepang.
Beberapa kebun-kebun lansekap Jepang pada periode ini telah digambarkan dengan lukisan tiga dimensi seperti yang
dilakukan pada Dinasti Sung.
Ashikaga Takauji mendirikan pusat pemerintahannya di Kyoto. Semangat dan pengaruh Dinasti Sung dan kesederhanaan cara
memuja Zen, dikombinasikan dengan kemajuan pemerintahan Kyoto, menghasilkan merebaknya seni kebun lansekap bangsa
Jepang. Yoshimitsu, cucu Ashikaga, dibantu oleh Shubun seorang kepala biara kuil Shokoku-ji di Kyoto, membangun sebuah
istana yang megah untuk dirinya di dalam sebuah kebun-danau yang besar. Sekarang dikenal sebagai Kinkaku-ji (The Golden
Pavilion). Dibangun setelah dia berhenti menjadi Shogun pada tahun 1394. The Golden Pavilion memberikan suasana
pengasingan dengan banyaknya pohon Pinus pada lingkaran danau. Bentuk danau dibuat dengan baik untuk memberikan ilusi
terhadap kesan ruang yang lebih luas dari yang sebenarnya (saat ini luasnya hanya 1,8 hektar). Danau berisi beberapa pulau,
pulau yang terbesar menciptakan latar depan dan berada tepat ditengah sehingga dapat dilihat dari paviliun. Beberapa pulau
yang lain ada yang berbentuk kura-kura (pengaruh Isles of Blest). Pohon Pinus bonsai pada pulau-pulau utama mengulangi
tema Pinus-pinus besar yang menjadi viewpoint paviliun. Hal ini meningkatkan ilusi terhadap perspektif.
Focal point kebun ini adalah paviliun dua
lantai yang terlihat seperti mengapung
akibat pantulan permukaan air danau.
Aslinya paviliun berpadu dengan hutan
pinus yang ada dan tidak menarik perhatian.
Tetapi setelah dibakar oleh seorang biksu
yang gila pada tahun 1950, paviliun tersebut
dibangun kembali dengan sebuah replika
yang diberi nama The Golden Pavilion.
Pada bangunan asli, hanya bagian langitlangitnya saja yang menggunakan material
gold leaf. Pada bangunan replika seluruh
dinding luar dilapisi dengan gold leaf.
Kebun didesain langsung oleh Yoshimitsu, ditujukan untuk dinikmati dari paviliun dan dari perahu. Ketika perahu meluncur
mengelilingi danau, akan terlihat dengan baik lansekap yang indah dan tidak dapat dinikmati dari tempat lain. Pada dasarnya
The Golden Pavilion dan kebunnnya dibangun untuk kesenangan dan bersantai. Menikmati lansekap air, pulau-pulau, gunung
serta menikmati ketenangan dari perubahan panorama yang terjadi. Seperti halnya lukisan pada Dinasti Sung, kebun ini
berwarna monochrome. Tapi mengganti warna hitam dan putih pada lukisan dengan warna hijau alami. Pada musim semi
bunga-bunga cherry, Azaleas dan bunga Iris memberikan warna lain pada kebunn. Tapi pada musim lain tetap warna hijau yang
dominan. Musim yang digemari adalah musim dingin. Danau akan membeku, salju menutupi permukaan tanah, atap paviliun,
menutupi daun-daun Pinus dan batu-batu yang ada di pulau.
Menurut para ahli desain lansekap Jepang, skala lukisan
dari Dinasti Sung sangat halus. Hal ini kemudian
dimodifikasi untuk menyesuaikan kualitas intim pada
bentuk mengalir lansekap Jepang. Batu-batu pada kebun
Cina yang selalu terlihat aktif dan berliku-liku dimodifikasi
dengan lebih dihaluskan dan lebih tenang. Sungai-sungai
besar dan danau yang luas pada lukisan, dimodifikasi
menjadi lebih intim dengan danau kecil serta pulau-pulau
batu kecil. Gunung yang terdapat di Kyoto, dipinjam
sebagai pemandangan tambahan (borrowed view).
Perbedaaan yang signifikan hanya pada hutan lebat yang
melingkar menutupi kebun, yang tidak digambarkan pada
lukisan Dinasti Sung.
Kyoto menampakan keindahannya pada pertengahan
abad ke-15. Ketika ratusan kebun dibangun di sekeliling
kota. Tapi kemudian perang saudara telah menghancurkan
sebagian dari kebun dan kota menjadi rusak. Termasuk
The Golden Pavilion dan Saihoji (The Moss Garden) juga
ikut rusak. Ketika kemudian terjadi perdamaian, posisi
Shogun Ashikaga semakin lemah dan tidak aman.
Ginkaku-ji, yang populer disebut The Silver Pavilion, dibangun oleh Yoshimasa, cucu laki-laki dari Yoshimitsu, sewaktu Shogun
semakin melemah. Dia mulai pembangunannya pada akhir abad ke-15. Sebagai orang yang berbudaya, dia memiliki
kekaguman yang luar biasa terhadap Saihoji yang pernah dinikmatinya pada setiap musim. Karena dia membangun Ginkaku-ji
didasari atas kekagumannya ini, kebunnya terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berada di kaki bukit dan lainnya berada
pada tanah rata. Kebundi kaki bukit dibentuk dengan menghubungkan antara danau dan paviliun pada kebun di bawahnya, sisi
bukit dan hutan alami di atasnya. Hubungan dengan lansekap alami adalah satu dari kualitas yang dikenal dan satu dari
kesuksesan borrowed landscape pada semua taman-taman Cina.
Kebun yang lebih rendah memiliki skala intim dengan danau kecil berbentuk tak beraturan tepat ditengah kebun. Kebun ini
adalah kebun untuk berjalan-jalan (stroll garden) karena danaunya terlalu kecil untuk berperahu. Paviliunnya masih bertahan
hingga saat ini, terbuat dari kayu alami. Detailnya sangat indah dan menyajikan ide yang sangat baik dari keaslian The Golden
Pavilion.
Akhirnya tercipta sebuah seni kebun lansekap baru. Ditimbulkan oleh perubahan miniatur dan perubahan lansekap Jepang. Hal
ini sekarang menjadi sumber inspirasi bagi arsitektur lansekap dunia Barat. The Golden Pavilion, Silver Pavilion (Ginkaku-ji),
Daisen-in, Shugaku-in, dan Vila Katsura di Kyoto, Rikugi-en, Kuraku-en di Tokyo menjadi penuntun pada desain lansekap dunia
Barat.
3.5. KEBUN PASIR
Penganut ajaran Budha Zen memberikan pengaruh besar pada perkembangan dan penyempurnaan seni kebun Jepang. Seni
tersebut berkembang bersamaan pada saat pemerintahan Shogun Ashikaga. Salah satu desain kebun yang menarik dan
berkembang akibat pengaruh ajaran Budha Zen adalah kebun pasir (The Sand Garden), mencapai puncaknya di alam semesta
dalam sebuah mikrokosmos yang disebut Ryoan-ji.
Kebun kecil yang berada di dalam court ini
merupakan bagian dari kebun yang lebih
besar, terdiri dari lima belas buah batu
yang diletakan di atas permukaan pasir
kasar, memiliki kemurnian sebagai
subyek perenungan. Kebun tersebut
tidak dapat dimasuki, kecuali
semangatnya. Sehingga efek dari
pengamatan yang sensitif dapat
memberikan nuansa karya besar dari
sebuah desain lansekap abstrak.
Dibuat pada abad ke-15, yang memiliki
murni semangat Jepang. Kemungkinan
diinspirasi dari air dan pulau di lautan
dalam. Contoh kebun lain yang menarik
dari penganut Budha Zen adalah Daisenin, yang merupakan bagian dari Kuil
Daitoku-ji.
Kebun-kebun pasir Jepang memiliki
bentuk-bentuk sederhana dan kualitas
abstrak yang mengingatkan kepada
lukisan kontemporer. Terkadang pasir
dikombinasikan dengan lumut
menggunakan cara-cara yang menarik
dan menyenangkan, seperti yang
diterapkan pada kebun Sambo-in.
3.6. PERIODE EDO
Selama pertengahan abad ke-16, para pelaut Portugis tiba di Jepang Selatan. Mereka membawa ajaran Agama Kristen dan
senjata api. Walaupun agama Kristen pernah mewarnai Jepang dalam jangka waktu yang tidak lama diawal abad ke-17, namun
Jepang segera menutup diri dari pendatang asing. Para penganut Kristen disiksa, dipaksa keluar meninggalkan Jepang. Dan
bangsa Jepang dilarang keluar dari negerinya. Hal ini bertahan selama 250 tahun pada masa Edo atau Tokugawa. Pusat
pemerintahan dipindah ke Kota Edo (sekarang Tokyo).
Tetapi bangsa Jepang tetap tidak bisa menghindari intervensi bangsa lain di dunia untuk masuk ke Jepang. Pada tahun 1853,
angkatan laut Amerika dibawah pimpinan Commander Perry, masuk ke Jepang melalui Urago. Ini diikuti dengan pedagangpedagang asing dan mengantarkan Jepang kepada era modern.
Kebun-kebun Jepang yang terpengaruh langsung terhadap
arsitektur lansekap kontemporer Barat adalah Katsura di Kyoto,
Koraku-en dan Rikugi-en di Tokyo. Semuanya pada masa Edo.
Koraku-en dan Rikugi-en kebun untuk berjalan kaki (stroll
garden) yang cukup besar. Sementara kebun Katsura berskala
lebih intim yang lebih menjelaskan identitas bangsa Jepang
dengan kombinasi yang menarik antara arsitektur dan
lansekap.
Pembangunan Katsura dipelopori oleh Pangeran Toshihito,
kesayangan Shogun Hideyoshi, selama periode Monoyama.
Kebun tersebut mulai dibangun pada tahun 1620 atau mungkin
sedikit lebih cepat. Seperti yang telah dijelaskan, Pangeran
Toshihito sangat menyenangi The Tale of Gengi. Sehingga
kebun Katsura dapat dilihat dalam miniatur yang memiliki
banyak pemandangan menarik seperti yang digambarkan oleh
Lady Murasaki. Kebun ini diselesaikan oleh Pangeran
Toshitada, putra Toshihito. Pembuat kebun terkenal, Kobori
Enshu, disebutkan juga terlibat dalam desain kebun ini. Selama berjalan mengelilingi kebun Katsura, pemandangan berubah
secara halus. Dari suasana tropis menuju ruang terbuka yang penuh
nuansa air kemudian bahkan berubah menjadi suasana lansekap
pegunungan. Yang paling menonjol adalah keberhasilan
panyatuan antara suasana di dalam dan di luar paviliun. Dimana
tempat beristirahat sebagai tempat merenung disediakan dalam
bentuk rumah tempat minum teh, diletakan secara harmonis di
dalam lansekap. Vila dan tempat minum the ini adalah desain yang
sangat bagus. Katsura adalah salah satu hasil perawatan terbaik
dari semua kebun-kebun bersejarah di kaki bukit Kyoto.
Koraku-en dibuat untuk raja-raja dari Mito, sekarang berubah
menjadi kebun publik. Didirikan oleh Togurawa Yorifisu (1603-1661
masehi), merupakan stroll garden dengan pengaruh Cina yang
sangat kuat. Ada persamaan yang muncul dengan kebun Katsura di
Kyoto. Yang paling menonjol adalah penataan jalan utama
disekeliling danau. Desainer aslinya adalah Takudaiji Sahyoe
seorang bangsawan rendah dari Kyoto. Desain kemudian
dikembangkan lebih jauh oleh Mitsukuni, raja kedua dari Mito,
dibantu oleh Chu Shun-shui, seorang pelajar dari Cina.
Rikugi-en mulai dibangun pada tahun 1702, telah di restorasi oleh
Baron Iwasaki dan sekarang menjadi kebun publik. Merupakan
contoh kedewasaan dari stroll garden Bangsa Jepang. Sekarang
dikelilingi oleh jalanan yang sibuk, bangunan-bangunan high rise
yang mengabaikan Rikugi-en dan merusak privacy-nya, walaupun
didesain dengan pohon-pohon pelindung. Terdapat beberapa bukit
yang tertutup baik dengan pepohonan. Dari salah satu bukit
diperoleh panorama yang baik ke arah danau dan pulau
ditengahnya Kebun-kebun lansekap bangsa Jepang yang telah dibahas, penuh dengan kesenangan dan detail-detail yang menarik.
Penekanan terhadap pengaruh Cina, khususnya masa dinasti Sung, terhadap kebun lansekap Jepang merupakan fakta sejarah
yang tidak dapat dipungkiri. Para desainer lansekap Jepang mempelajari karakter lansekap mereka, terutama dalam kualitas
bentuk. Dalam membuat karya lansekap yang agung, mereka merekam semangat dan alam yang dimiliki lingkungan di
Jepang, menginterpretasikannya kembali dalam pekerjaan-pekerjaan seni buatan manusia.
Walapun terdapat perbedaan antara kebun-kebun besar seperti Katsura dan Rikugi-en dengan kesederhanaan pada kebun
seperti di Ryoan-ji, namun hal ini menunjukan bahwa semuanya jelas adalah milik bangsa Jepang. Dan kontribusi mereka
kepada desain lansekap di dunia memiliki pengaruh yang sangat besar. 0
KONSEP PENGHARGAAN KEPADA ALAM
Sebagai ringkasan estetika desain lansekap yang berkembang di Cina dan Jepang adalah bahwa konsep desain lansekap
berdasarkan kepada kecintaan dan penghormatan/penghargaan terhadap alam dan bentuk-bentuk alam seperti air,
tanah, batu dan tumbuh-tumbuhan. Bentuk-bentuk yang sengaja dibuat untuk membangkitkan tema-tema kebun lansekap
yang lebih luas dan komprehensif dibandingkan ruang yang dimiliki. Merangsang pemikiran para pengamat untuk menciptakan
pemandangan besar ini ke dalam imajinasinya.
Dengan menggunakan dimensi ruang dan waktu, sebuah konsep besar dapat diwujudkan. Dengan pergerakan melalui
perubahan ruang-ruang melalui kontur yang berbeda. Hal ini merupakan perbedaan yang sangat kontras terhadap kebun-kebun
besar dari peradaban Barat, kebun-kebun dunia Barat dibuat tanpa melibatkan pengamat. Tanaman disusun secara
geometris, memberikan kesan kekuatan manusia yang berlebihan terhadap alam contohnya adalah pada taman Versailles.
Pergerakan kebun di Timur, sense of enclosure-nya selalu diikuti dengan ilusi dari illimitable space. Hal ini dihadirkan dengan
borrowed scenery, yang muncul menjadi bagian dari desain, walaupun secara fisik terletak jauh. Dengan cara ini skala
terkadang dapat berubah dengan tiba-tiba dari intim dan luas menjadi detail dan membangkitkan rasa hormat.
Teknik lain adalah dengan antisipasi perasaan, ketegangan dan kejutan dilahirkan. Semua perasaan kita diajak untuk
bermain dengan warna, bentuk dan garis, tekstur krikil, batu-batuan dan tangga batu atau pemandangan bunga.
Bentuk-bentuk kontras digunakan secara ekstensif untuk memberikan penekanan pada kualitas desain dari elemen-elemen
penting, khususnya sebagai tambahan antara obyek buatan dan alami. Tetapi kesatuan desain secara keseluruhan selalu
dihasilkan, walaupun skala dan detail sangat luas atau amat kecil dan manusia dibuat serasa berada di dalamnya atau menjadi
bagian darinya.
Pada abad ke-15 hingga 18, sejarah kebun yang unik dari Cina dan Jepang mulai diketahui di Eropa. Sehingga di Inggris
mereka terinspirasi untuk mendirikan Natural School of Landscape Garden Design. Aliran ide lain yang penting bergerak dari
Jepang ke Amerika dan Eropa pada abad ke-20, dibawa oleh orang-orang seperti Frank Lloyd Wright, Antonin Ramond dan
Thomas Church.