• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label astrologi melayu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label astrologi melayu. Tampilkan semua postingan

astrologi melayu





Dari banyaknya permasalahan yang dihidangkan penyelesaiannya, baik 
dalam hal ramalan maupun pengobatan, kitab Tāj al-Mulk tampak memang 
dimaksudkan sebagai buku pegangan praktis yang bisa menjawab banyak 
permasalahan yang dihadapi oleh tidak hanya kalangan istana, melainkan juga 
kalangan warga  umum. Oleh sebab itu, di bawah konteks keagamaan 
yang mitis, kandungan kitab seperti ini segera mendapat sambutan warga  
Aceh dan Banjar. Perpaduan agama, tradisi, pengalaman, dan berbagai metode 
ramalan lokal dan Timur Tengah diracik sebagai penjelasan atas ketidaktahuan 
manusia menghadapi pelbagai misteri-misteri kehidupan. Sebenarnya, hal ini 
                                                          
merupakan fenomena umum yang dikenal dalam berbagai tradisi, seperti Feng 
Shui dan Vashta Sastra,bahkan dalam bentuk yang beragam di era modern, di 
mana penjelasan empiris dianggap tidak mencukupi untuk memahami berbagai 
sisi kehidupan manusia dan fenomena alam.  
 
Artikel ini menelaah identitas kitab Tāj al-Mulk, yaitu suatu kitab ramalan dan pengobatan 
yang sudah lama menjadi bagian dari rujukan tradisi warga  Banjar. Dari analisis teks, kitab 
ini ternyata tidak ditulis Tuan Hasan Bāsūt, melainkan ditulis oleh Syekh 'Abbās dari beberapa 
karyanya yang kemudian dikompilasi oleh Haji 'Ismā'īl. Penulisannya dilatarbelakangi oleh 
kepentingan yang sangat historis, yaitu tradisi meramal di Istana, untuk berbagai kepentingan, 
termasuk untuk ramalan kemungkinan menang-kalah dalam perang. Karya ini sebab merupakan 
kompilasi tidak ditulis dengan sistematika yang baik, seperti adanya pengulangan dengan 
memakai sumber-sumber kitab ramalan yang sudah beredar, seperti Syams al-Ma'ārif al-Kubrā 
karya al-Būnī. Meski ditulis di Aceh pada abad ke-19 masa  Sultan al-Manshūr Billāh, tapi 
kitab telah lama menjadi rujukan tradisi warga  Banjar, seperti dalam menentukan jodoh, 
mendirikan rumah, dan ramalan nasib.    
 

naskah dalam bentuk tulis tangan (manuskrip, MS) al-Ushūl al-Khamsah yang 
ditulis oleh ‗Abd al-Jabbār (320-416 H) ditemukan di perpustakaan di Roma 
dan temuan itu menjadi dasar yang cukup oleh Daniel Gimaret untuk 
membantah tesis yang selama ini berkembang di kalangan umat bahwa Syarh al-
Ushūl al-Khamsah yaitu  karya ‗Abd al-Jabbār, sebagaimana diakui oleh 
pentahqīqnya, ‗Abd al-Karīm ‗Utsmān, melainkan ditulis oleh muridnya, 
Qawām ad-Dīn Mānakdīm.2  
Lemahnya tradisi intelektual umat Islam seperti ini, memang harus 
diakui, antara lain, disebabkan oleh lemahnya kajian filologis di kalangan umat 
Islam. Berbeda dengan kebanyakan intelektual Islam, selain menjadi spesialis 
bidang tertentu ilmu Islam islamisis sering juga merupakan seorang filolog. 
Keadaan ini berakibat dalam hal validitas kajian-kajian dan keterpacayaan 
datanya yang dikemukakan oleh sarjana Islam jika hanya bertolak pada sumber-
sumber kedua.     
Studi Naskah-naskah Klasik (Turāts) di Nusantara 
Di Nusantara ada  naskah-naskah klasik, baik tentang keislaman 
maupun umum. Menurut survey Ismail Husein, naskah-naskah Nusantara 
tersebar di 26 negara, antara lain di Malaysia, Singapura, Brunei, Srilangka,                                                           
Thailand, Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika 
Selatan, Belanda, Spanyol, Itali, Perancis, Amerika, dan Belgia. Naskah 
Nusantara jumlahnya mencapai ribuan, khusus naskah Melayu diperkirakan 
mencapai 5.000 naskah berdasar  berbagai katalog Melayu dan lebih dari 
seperempatnya ada di Indonesia dan ditemukan di Jakarta. Tentang naskah 
berbahasa Arab, Ismail Husein memperkirakan jumlah mencapai antara 500-
600 naskah.  Sedangkan, naskah yang tidak berbahasa  Arab, menurut 
informasi dari Perpustakaan Nasional Jakarta, sekitar 1.000 naskah.  Banyaknya 
naskah yang belum dikaji menuntut adanya peneliti-peneliti naskah. Akses ke 
naskah-naskah ini  telah dipermudah dengan adanya katalog naskah, 
seperti katalog naskah Melayu, Jawa, Bugis-Makasar, dan sebagainya.
 Di Nusantara perkembangan kajian filologi dapat dilihat dalam tiga 
tahap . tahap  pertama ditandai dengan kegiatan pengumpulan naskah-naskah oleh 
para pedagang Barat di abad ke-16 M. Kegiatan pengumpulan naskah-naskah 
ini  didasarkan oleh kepentingan komersial, yaitu untuk diperjual-belikan 
seperti diketahui dilakukan di Eropa dan Timur Tengah. Salah seorang yang 
bergerak dalam perdagangan naskah-naskah ini  yaitu  Peter Foros atau 
Pietr William. Kolektor naskah-naskah Nusantara dari para pedagang yaitu  
Edward Picocke, pemilik naskah Sri Rama (naskah tertua) dan William Laud. 
Pada tahap  kedua, kajian naskah dilakukan oleh para penginjil. Pada tahun 1629, 
terbit terjemah Alkitab yang pertama dalam bahasa Melayu yang diterbitkan 
oleh Jan Jacobsz Palestein dan diterjemahkan oleh Albert Cornelisz Ruil. 
Penginjil terkenal yang menaruh minat cukup besar dalam koleksi naskah 
yaitu  Dr. Melchior Leijdecker. Ia menerjemahkan Injil dalam bahasa Melayu 
yang tinggi. Kegiatan untuk mempelajari bahasa dan naskah Nusantara sesudah  
VOC semakin marak dengan upaya yang dilakukan oleh Zending dan 
Bijbelgenootschap. Lembaga ini pada tahun 1814 mengirim seorang penginjil 
Protestan bernama G. Bruckner ke Semarang. Tugasnya yaitu  menyebarkan 
Injil di masyarkat Jawa, menerjemahkannya dalam bahasa Jawa, dan menulis 
buku tata bahasa Jawa yang di dalamnya ada teks dan terjemahan bahasa Jawa. 
Pada tahap  ketiga,  terjadi perkembangan paling signifikan dalam pernaskahan. 
Kehadiran tenaga misionaris dan zending yang menguasai linguistik 
mendorong tumbuhnya kegiatan penelitian naskah di Nusantara. Di samping 
tenaga Belanda, juga ada tenaga Inggris, seperti John Leyden, J. Logan, W. 
Marsden. J. Crawfurd, dan peneliti Jerman yang terkenal Hans Overbeck 
                                                          
dikirim untuk penelitian naskah. Sejak itu, berkembang temuan-temuan 
penting, seperti ―Terbitan sebuah Primbon Jawa dari abad ke-16‖ yang 
dilakukan oleh H. Kraemer dan diterbitkan oleh G. W. J. Drewes dan ―Naskah 
Sunan Bonang‖ pada tahun 1916 yang disunting oleh B. J. O. Schrieke dengan 
judul ―Het Boek van Bonang‖ pada tahun 1969 diterbitkan lagi oleh Drewes 
dengan judul ―The Admonition of Syekh Bari‖.4   
 Pada abad ke-20 di Nusantara berkembang kajian naskah-naskah 
keagamaan yang dikenal dengan ―kesastraan kitab‖, seperti penelitian Naquib 
al-Attas pada  karya Hamzan Fansuri yang kemudian diterbitkan dengan 
judul ―The Mysticism of Hamzah Fansuri‖ dengan metode kritik dan P. 
Voorhoeve atas karya Nuruddin ar-Raniri.  Sedangkan, naskah sejarah, antara 
lain, seperti suntingan J. J. Ras ―Hikajat Bandjar‖ berdasar  sebuah naskah 
sejarah di kerajaan Banjar. Penelitian-penelitian ini  menerapkan 
pendekatan kritik teks.5     
 Di bidang keagamaan, tidak hanya dalam bidang fiqh, melainkan dalam 
bidah tashawuf yang ditemukan jumlah banyak, sebab proses islamisasi dan 
perkembangan Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran tashawuf di 
dalamnya. Karya tashawuf yang harus disebutkan di sini yaitu  Zubdat al-Asrār 
fī Tahqīq Ba‟dh Masyārib al-Akhyār karya Yusuf Makasar yang ditemukan dalam 
katalog naskah Arab karya L. W. C. Van Den Berg ―Codicum Arabicicorum in 
Bibliotheca‖ terbitan tahun 1873. Naskah ini ditulis pada zaman Abū al-Ma‘ālī 
Abū al-Mafākhir Tirtayasa, sultan Banten, pada tahun 1086 H. Naskah ini juga 
ditemukan dalam katalog Voorhoeve, Handlist of Arabic Manuscripts in the Library 
of the University of Leiden and Other Collection in the Netherlands.6 
Naskah-naskah Klasik di Banjar 
 Tidak hanya di Nusantara secara umum, melainkan juga di tanah Banjar 
ada  naskah-naskah keagamaan, baik yang ditulis oleh orang Banjar sendiri 
maupun orang non-Banjar, namun telah lama beredar di wilayah ini. Kajian-
kajian teks diperlukan untuk tujuan mengidentifikasi naskah dalam beberapa 
hal, seperti penulisnya, latar belakang penulis, dan kajian isi naskah. Naskah-
naskah yang ditulis oleh ulama Banjar yang telah dikaji dan masih terbuka 
untuk dikaji ulang antara Tuhfat ar-Rāghibīn fī Bayān Haqīqat Īmān al-Mu`minīn wa  
 
                                                           
Mā Yufsiduh min Riddat al-Murtaddīn7 dan Kanz al-Ma‟rifah.8 Juga ada  naskah 
tashawuf yang ditulis oleh Anang Muhammad Yusuf di penghujung abad ke-19 
M. (1316-1332 H.), suatu tahap  sangat belakang perkembangan sufisme di 
Kalimantan Selatan, yakni Mukāsyafat al-Asrār ar-Rubūbiyyah (Menyingkap 
Rahasia-rahasia Ketuhanan), yang menjadi satu kesatuan dengan Bāb at-
Tashawwuf dan Tuhfat al-Ahbāb (Hadiah Para Pencinta). 
 Di samping karya yang ditulis oleh ulama Banjar, juga beredar karya-
karya yang belum dikaji secara filologis, antara lain, Kitāb Tāj al-Mulk al-Mursha‟ 
bi Anwā‟ ad-Durar. Kajian antropologis yang dilakukan Alfani Daud 
menunjukkan bahwa keberislaman urang Banjar, antara lain, dibentuk oleh kitab 
ini  yang sudah lama beredar di daerah ini. 
Tāj al-Mulk: Siapa Penulisnya dan Latarbelakang Penulisannya 
   Judul lengkap karya ini yaitu  Kitāb Tāj al-Mulk al-Mursha‟ bi Anwā‟            
ad-Durar (Mahkota Kerajaan yang Berhiaskan dengan Bermacam-macam 
Mutiara). Di masyarkat Kalimantan Selatan, kitab ini lebih dikenal dengan Tajul 
Muluk. Dalam halaman depan kitab ini dijelaskan sebagai berikut: 
 Inilah kitab yang bernama Tāj al-Mulk al-Mursha‟ bi Anwā‟ ad-Durar wa 
al-Jawāhir al-Manzhūmāt artinya ّنوك رًق  pakaian segala raja-raja yang aturkan 
dengan  beberapa bagai daripada mutiara yang terkarang. Bermula arti              
ّنوك رًق  itu kopiah emas yang dibubuh permata dengan intan dan yakut dan 
zamrud dan mutiara lu`lu`. Maka ّنوك رًق  itu pakaian raja-raja dan 
hulubalang dan orang yang besar-besar.9  
 Kitab ini diterbitkan bersama-sama dengan dua kitab lain, yaitu Hidāyat 
al-Mukhtār: Tarjamat Arba‟īn Hadītsan fī Fadhl al-„Ilm asy-Syarīf  (Petunjuk Orang 
yang Terpilih: Terjemah Empat Puluh Hadīts tentang Keutamaan Ilmu yang 
Mulia) karya al-‗Allāmah al-Hāfizh ‗Abd al-‗Azhīm al-Mundzirī yang 
diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh al-‗Ālim al-‗Allāmah Tuan Hasan Bāsūt 
                                                          
ibn al-Marhūm Tuan Ishāq Fathānī ditempatkan sesudah Tāj al-Mulk dan Kitāb 
Bad` Khalq as-Samāwāt wa al-Ardh (Kitab Awal Penciptaan Langit dan Bumi) 
yang diterjemahkan oleh Nūr ad-Dīn bin ‗Alī Jinjī ad-Dānī asy-Syāfi‘ī.10 
Nama ―Tāj al-Mulk‖ sama sekali tidak disebut oleh penulisnya dalam 
khuthbat al-kitāb.  Nama kitab yang disebut dalam khuthbat al-kitāb yaitu  Sirāj 
azh-Zhalām fī Ma‟rifat as-Sa‟d wa an-Nahs fī asy-Syahr wa al-Ayyām (Pelita 
Kegelapan untuk mengetahui Keberuntungan dan Ketidakberuntungan dalam 
Bulan dan Hari). Nama Tāj al-Mulk disebut dalam puisi (nazhm syi‟r) yang 
disusun oleh Syekh Ismā‘īl Aceh untuk memberikan informasi bagi 
pembacanya tentang isi kitab ini. Di antara 34 bait puisi yang ditulis oleh Syekh 
'Ismā'īl pada awal kitab ini, bait-bait berikut menjelaskan identitas penulisannya: 
 
دڠاَرفًس مثيأ الله ىست ٍ  د لوي واكڠالله واَ ٍ 
اسوك حيأ يتر وك ٍْوذ  يجوف ٍيهكس لله دًحنا 
اذرس واس ىراس حثحص  يثَ ٍكأ جوهص ٍيدًك 
ارك ّهيَاڠاوًس باجػ ٍ  ٌاوذ يْو دؼت ايأ 
اردوس يْو باسح ىهػ  لوي2 جروس واك 
لاوت رف ٍكوت حثحص يْو   ولاظنا جارسبارك اًَ 
 سيردإ يثَڬاررج ور  ووجَ ىهػ حقيرط مصأ 
ي خرأڠ هيْڠ  يُيسدﭘ .اذ11  لاڬ ٍيإ بارك ىناد دثسرذ 
Dalam khuthbat al-kitāb, disebutkan bukanlah ad-Dānī seperti yang tercantum di 
halaman depan kitab ini, melainkan ar-Rānī, yaitu nama tempat. Mungkin yang dimaksudkan 
yaitu  ar-Raniri sekarang. Khutbat al-kitāb bisa menjelaskan identitas dan latarbelakang 
penulisan kitab ini. Menurut penulisnya, kitab ini ditulis atas titah raja atau sultan Iskandar Sani 
‗Alīy ad-Dīn pada tanggal 20 Syawwāl 1040 H.   

Dalam bait-bait yang lain disebutkan sebagai berikut: 
 
اَايد ِوتاي لاكس ةئاجػ  يسإ رد اًَ كهًنا جاذ 
اَايد ِوتاي ٌار وذا ؤهيا  ٍرَا اذايرف سيأ ّيفك 
رفذ ىديس يْوﭽايْ  ي كيڠ كوذڠ ٍيا رًق ّنوك 
اواج ٍكوت يسراف ٍكوت  كوذ ٍكوتڠ ىدُْ عروأ 
روأڠ اجرك غي يكرذ  كوذ فارذڠ ينوثًرسا 
ىرقنا وأ الله ٌايأ  َ د ّسورفڬحكي ىر 
رك ٍيْاڠاُت ؤهيا ٍ  ٌاوذ يْو الله الله 
نوذ ولاسنا بات ىدكڠ  .اسقرف12  ٍيا بارك حجاحرت غي فايس 
  
Kutipan di atas menjelaskan bahwa nama karya ini yaitu  Tāj al-Mulk 
atau Sirāj azh-Zhalām tentang ilmu hisāb (makna generik: hitungan) atau ilmu 
nujum yang konon dikatakan berasal dari Nabi Idrīs as. Kutipan ini juga 
menjelaskan arti tāj: ―kopiah emas yang bertatahkan permata  intan‖ (mahkota, 
bahasa Aceh: ّنوك قرً ) yang diproduksi oleh orang Turki.13 Bait-bait syair ini 
digubah oleh Syekh Ismā‘īl bin 'Abdul Muthallib al-Āsyī selain untuk 
menjelaskan isi kitab ini, juga memberi informasi tempat membelinya di Kadai 
(toko buku) ―Babus Salam‖ saat  itu.  
Nama Tāj al-Mulk diberikan oleh Syekh Ismā‘īl, sedangkan Sirāj                 
azh-Zhalām diberikan oleh penulisnya sendiri. berdasar  penjelasan Haji 
Ismā‘īl, karya  ini  ia  kumpulkan  dari  beberapa  kitab  yang  berisi  petunjuk-
petunjuk  
singkat tentang faedah-faedah tertentu (fawā`id)14 yang berjudul Sirāj Nūr azh-
Zhalām oleh Syekh ‗Abbās orang Aceh dalam bidang ramalan yang disebutnya 
                                                          
dengan ―ilmu hisāb‖, ―ilmu bintang‖, ―ilmu handasah‖, dan ―ilmu falakiyyah‖.
Ilmu ini sekarang biasanya disebut dengan astrologi. Jadi, penulis sesungguhnya  
bukanlah Tuan Hasan Bāsūt, sebagaimana diyakini umumnya, maupun Syekh 
Ismā‘īl, melainkan Syekh ‗Abbās. Tuan Hasan Bāsūt  hanya menerjemahkan 
kitab Hidāyat al-Mukhtār fī Fadhl al-'Ilm wa Fadhl Shāhibih min Kalām Sayyid al-
Akhyār koleksi al-Hāfiz 'Abd al-'Azīm al-Munzhirī karya Syekh Tuan Hasan 
Basūt bin Tuan Ishaq Fathani yang menjadi bagian dari kitab ini. Sedangkan, 
                                                           

Syekh Ismā‘īl hanya mengkompilasi beberapa karya yang kemudian 
memberikan nama lain, yaitu Tāj al-Mulk. 
1. Biografi Syekh 'Abbās (Penulis)  
Nama lengkapnya yaitu  Syekh 'Abbās bin Muhammad al-Āsyī, seorang 
pengikut madhhab fiqh Syāfi'ī dan tarekat Khalwatiyah. Menurut Tuanku Abdul 
Jalil (sekretaris Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh), Syekh 'Abbās 
bergelar Teungku Chik Kutarang. Syekh 'Abbās sendiri menjelaskan asal-
usulnya: "Syekh 'Abbās, Aceh nama negerinya, Masjidul Jāmi' Ulu Susu 
tempatnya, Kuta Karang nama kampungnya". Ia yaitu  seorang hakim (qādhī) 
Malikul Adil pada masa Sultan Alaiddin Ibrahim Mansyur Syah (memerintah 
1857-1876M). Tahun kehidupan belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, dari 
penanggalan penyelesaian dua karya, yaitu Sirāj az-Zalām (1266H/1849M) dan 
Qunū` liman Ta'aththuf (sic, mungkin Ta'aththaf) yang masih berupa manuskrip 
(1259H/1843M), ia hidup belakangan dibandingkan dua ulama besar Aceh 
Syekh Muhammad bin Khathīb Langien (penulis Dawā` al-Qulūb, 1237H/1821) 
dan Syekh Muhammad bin Syekh Abdullah Ba'īd (penulis Hukum Jarah, 
1236H/ 1820M). Syekh 'Abbās menimba ilmu di Makkah, dan merupakan 
teman ulama seperti Syekh Zainuddin Aceh, Syekh Isma'il Minangkabau, 
Khathīb Sambas, dan Syekh Muhammad Shalih Rawa. Di antara gurunya 
yaitu  Sayyid Ahmad al-Marzūqī al-Mālikī, Syekh 'Utsmān ad-Dimyāthī, Syekh 
Muhammad Sa'īd Qudsī, Syekh Muhammad Shālih bin Ibrāhīm ar-Ra`īs, Syekh 
'Umar 'Abd ar-Rasūl, dan Syekh 'Abd al-Hāfiz al-'Ajamī. Selain Sirāj az-Zalām 
dan Qunū' (MS 220 di Muzium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur), Kitāb al-
Rahmah (tentang pengobatan), Tazkirah al-Rākidīn (berupa puisi dan prosa, 
naskah Leiden, 1304H), dan Maw'izah al-Ikhwān (prosa). Sebagian karya ini 
masih tersimpan di Muzium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur, Pusat 
Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia, dan koleksi pribadi Wan 
Mohd. Shaghir Abdullah.16 
2. Biografi Syekh 'Ismā'īl (Kompilator dan Penyalin) 
Syekh 'Ismā'īl, ketua perkumpulan mahasiswa Melayu pertama di Mesir, 
dikenal sebagai kompilator dan penyalin. Di samping Tāj al-Mulk, ia juga 
                                                          
mengkompilasi Jam' Jawāmi' al-Mushannafāt yang cukup terkenal di dunia 
Melayu. Dari naskah surat-surat yang dikirim oleh Syekh Ahmad al-Fathanī di 
Makkah kepada Syekh 'Ismā'īl di Cairo, disimpulkan bahwa Syekh 'Ismā'īl 
yaitu  muridnya dan dilantiknya sebagai ketua perkumpulan mahasiswa di 
Cairo. Sedangkan, Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin dilantik sebagai ketua 
Pelajar Putera Diraja Riau d Cairo. Pada tahun 1292-1299 H, Syekh Ahmad            
al-Fathani diketahui menjadi perintis jalan bagi orang-orang Melayu untuk 
belajar di Masjid al-Azhar. sesudah  kembali ke Makkah, ia memotivasi murid-
muridnya di sana untuk belajar di al-Azhar. Menurut keterangan Syekh 'Abd     
al-Shamad al-Palimbani dalam Zahrah al-Murīd, Syekh 'Ismā'ī menerima talqīn 
zikr dari Syekh Muhmmad 'Alī – Syekh Muhammad As'ad – Syekh Sa'd dst 
sama dengan silsilah tarekat Syattārīyah versi Syekh Daud bin 'Abdullāh               
al-Fathanī.  
Syekh 'Ismā'īl tidak hanya mengkompilasi karya Syekh 'Abbās, tapi 
kemngkinan besar juga, karya-karya Syekh Ahmad al-Fathani yang sekarang 
ditulis dalam bahasa Melayu dialihbahasakan oleh Syekh 'Ismā'īl bersama Syekh 
Daud al-Fathanī, Syekh Idrīs bin Husein al-Kalantanī, dan Syekh 'Abd                  
ar-Rahmān Gudang al-Fathanī. Kitab-kitab yang dikompilasinya dalam Jam' 
Jawāmi' al-Mushannafāt yaitu  Hidāyat al-'Awwām karya Syekh Jalaluddin bin 
Kamaluddin Aceh, Farā`idh al-Qur`ān (anonim), Kasyf al-Kirām dan Talkhīish al-
Falāh keduanya karya Syekh Muhammad Zain Aceh, Syifā` al-Qulūb karya Syekh 
'Abdullāh Aceh, Mawā'iz al-Badī'ah karya Syekh 'Abd ar-Ra`ūf Fansuri, Dawā` 
al-Qulūb karya Syekh Muhammad bin Syekh Khathīb Langien, I'lām al-Muttaqīn 
karya Syekh Jamaluddin bin Syekh 'Abdullāh.17 
Dalam khuthbat al-kitāb dijelaskan oleh penulisnya nama kitab ini dan 
latar belakang penulisannya: 
 وى و ةسورلمحا ىشلآا فى ةعيرشلا ءاول لمالحا هالجا و ةزعلا وذ نىرمأ دقف ,دعب امأ
 لماعلا رىوج ناطلسلا نبا هاش للهبا روصنلما ناطلسلا مركلما  مظعلما ناطلسلا نالاوم
 ةلاسر ول لمعأ نأ هاش ةفرعم و بىرعلا رهشلا مياأ ةفرعم نايب فى ىوالجبا ةرصتمخ
.... كلذل جاتيح امد كلذ يرغو سحنلا و دعسلا نم روهشلاو ميالأا تاعاس 
                                                           
 جارس اهتيسمو ...كلانى الم ونظل انيستح كلذل لاىأ نكأ لم نإو كلذل هرمأ تلثتماف
...ميالأا و رهشلا فى سحنلا و دعسلا ةفرعم فى ملاظلا18 
Adapun sesudah itu, aku telah diperintahkan oleh yang memiliki 
kemulian dan kebesaran yang membawa panji-panji syari‘at di Aceh yang 
dilindungi agar aku menuliskan untuknya suatu risalah singkat dalam 
bahasa Jawa [maksudnya, bahasa Melayu] untuk mengetahui hari-hari bulan 
Arab dan untuk mengetahui sat-saat dalam hari dan bulan yang 
memberikan keberuntungan dan mengakibatkan ketidakberuntungan serta 
hal-hal lain yang diperlukan. Perintahnya ini  kukabulkan, meskipun 
aku bukanlah orang yang ahli untuk itu agar ia berbaik sangka tentang hal 
itu. Risalah ini kuberinama ―Sirāj azh-Zhalām fī Ma‟rifat as-Sa‟d wa an-Nahs fī 
asy-Syahr wa al-Ayyām‖. 
 
Kitab ini mulai ditulis oleh Syekh 'Abbās pada hari Senin tanggal 9 Rajab 
1226 H. di Mesjid Jami‘ Ulu Susu di kota tempat kelahirannya (Kuta Karang). 
Menurut Wan Mohd. Shaghir 'Abdullah, karya ini mulai disalin oleh Syekh 
'Ismā'īl pada hari Sabtu, 28 Rabī'ul Awwal 1306H/ 1888M di Makkah. Cetakan 
pertama diterbitkan oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Ka`inah, Makkah, 1311H/ 
1893 M dengan diedit oleh Syekh 'Isma'īl sendiri dan ditelaah ulang oleh 
gurunya, Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani.19   
Sebagaimana tampak dalam kutipan di atas, penulisan kitab ini 
dilatarbelakangi oleh titah raja, dengan sanjungan "pembawa panji-panji 
syarī'ah" (hāmil liwā` al-syarī'ah), penguasa "Aceh yang dilindungi" (al-Āsyī                 
al-mahrūsah), sebab Aceh saat  dikelilingi oleh benteng pertahanan.20 Raja 
ini  yaitu  Sultan Alaiddin Ibrahim Manshūr Billāh Syāh bin as-Sulthān 
Johor (versi lain: ibn Sultan Fathanī) al-‗Ālam Syāh (1857-1870), yang 
menitahkan kepada penulis untuk menulis karya yang berisi ramalan tentang 
hari-hari dan bulan-bulan yang memberi keberuntungan atau 
ketidakberuntungan, seperti untuk perencanaan perang.  
Iklim intelektual dan kultural Aceh saat  itu diwarnai dengan munculnya 
karya-karya cemerlang ulama yang kemudian mempengaruhi keberislaman 
Nusantara. Hubungan ulama dan penguasa terjalin baik. Iklim seperti 
                                                           

diwujudkan dengan baik oleh raja-raja pendahulunya. Pada abad ke-17, 
misalnya, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan 
Sultan Iskandar Sani (1636-1641) ada  kemajuan dalam peradaban Islam. 
Pada masa pemerintah Sultan Iskandar Muda, misalnya, dibangun Mesjid 
Baiturrahman yang megah yang bisa disaksikan hingga sekarang. Pada masanya 
juga, dijalin hubungan dengan Pahang dengan menikahkan putrinya, 
Safiatuddin dengan putra Ahmad Syah, Sultan Pahang, yang kemudian sesudah  
menjadi raja bergelar Sultan Iskandar Sani. Pada masa pemerintahan yang 
disebut terakhir ini, berkembang karya-karya penting ulama Aceh, seperti ash-
Shirāth al-Mustaqīm dalam bidang fiqh karya Nūr ad-Dīn ar-Rānirī (w. 22 Dzū 
al-Hijjah 1069/ 21 September 1658 M) asal Gujarat yang kemudian diberi 
penjelasan secara panjang lebar oleh Sabīl al-Muhtadīn karya Muhammad Arsyad 
al-Banjarī di Kesultanan Banjar dan Bustān as-Salāthīn dalam bidang tashawuf.21  
3. Latarbelakang Penulisan 
Latar belakang ―tradisi meramal di Istana‖ ini tampak pada halaman-
halaman awal karya ini, seperti tentang perhitungan hari yang tepat untuk 
berperang22 dan tentang ramalan yang menang (ghālib) dan yang kalah (maghlūb) 
berdasar  simbol pertarungan: kuda, singa, lembu, kijang, gajah, anjing, 
harimau, dan babi.23 Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh semangat anti-
penjajah Belanda saat . Menurut M. Adnan Hanafiah, Syekh 'Abbās pernah 
mengatakan dalam risalahnya: "Segala bentuk perbuatan yang memberi manfaat 
kepada kafir dihukumkan orang itu menjadi kafir".24  
Pada bagian penutup kitāb Sirāj azh-Zhalām ini, juga tampak  sekali bahwa 
kitab ini ditulis terutama untuk kepentingan kerajaan, misalnya, tentang 
pentingnya musyawarah bagi para raja dan mempertimbangkan pendapat ulama 
dan hukamā`. Kutipan berikut menjelaskan arah utama penulisan kitab ini: 
(terjemah bebasnya) 
(Inilah suatu nasehat) Seogianya, bagi raja-raja atau orang yang memiliki 
jabatan penting jika ingin mengangkat seorang hulubalang atau yang 
sederajat pangkatnya, panglima perang, atau jabatan-jabatan lain, pertama-
tama harus dimusyawarahkan dengan orang yang memiliki ilmu dan akal. 
Jika telah dimusyawarahkan, harus shalat istikhārah untuk meminta 
                                                           

petunjuk kepada Allah swt. dan dikenali orang yang akan diangkat atas 
dasar lauh al-hayāt (literal: ―papan kehidupan‖) dan lauh al-mamāt (literal: 
―papan kematian‖) (metode ramalan ini dikutip dari Syams al-Ma‟ārif al-
Kubrā karya al-Būnī—Wrd), sebagaimana telah dikemukakan. Jika orang 
yang bersangkutan jatuh pada lauh al-hayāt, maka seogianya dilaksanakan 
pengangkatan. Sedangkan, jika jatuh pada lauh al-mamāt, harus bersabar 
dahulu. Hal itu sebab harus mengambil petunjuk yang baik, sebagaimana 
disebutkan dalam sebuah hadīts ―wa kāna Shallā Allāh „alayh wa sallam yuhibb 
al-fa`l al-hasan‖, artinya: Rasulullah saw. mengambil petunjuk (اُفًس) yang 
baik.  
(Kata Imam Ghazālī rahimahullāh ta‟ālā dalam Ihyā` „Ulūm ad-Dīn): Tidak 
sempurna suatu pekerjaan, kecuali dengan bertemunya dua hal, yaitu 
bertemunya antara akal dan ilmu, antara dua akal, atau antara dua ilmu, 
sebagaimana halnya tidak sempurna ilmu fiqh, kecuali dengan ilmu nahwu 
dan sharf. Begitu juga, tidak terwujud anak, kecuali dengan keberadaan dua 
ibu dan ayahnya. Jika telah tercapai kesesuaian antara akal dan ilmu, antara 
dua akal, atau antara dua ilmu, harus dikerjakan. Jika tidak ada kesesuaian 
antara keduanya, jangan dikerjakan.  
 
Syekh ‗Abbās juga menjelaskan, seperti halnya prediksi Ibn Khaldūn 
dalam Muqaddimahnya, tentang sebab-sebab keruntuhan suatu kekuasaan. 
Menurutnya, runtuhnya suatu kekuasaan raja sebab empat faktor. Pertama, 
menjalankan roda pemerintah tidak secara sungguh-sungguh. Kedua, 
keputusan (kharāj) raja hanya didasarkan pertimbangan akal semata yang tidak 
sesuai dengan ilmu. Ketiga, keputusan (kharāj) raja hanya didasarkan 
pertimbangan ilmu semata yang tidak sesuai dengan akal. Keempat, keputusan 
yang didasarkan atas suatu pertimbangan akal saja dengan mengabaikan 
pertimbangan-pertimbangan akal lain. Di samping empat faktor ini , 
faktor yang menyebabkan runtuhnya suatu kekuasaan yaitu  sebab tirani 
(zhulm) yang dilakukan oleh raja. Untuk menopang kesimpulannya ini, ia 
mengutip satu bait syair dan hadīts Nabi saw: 
و ام نم دي لاإ دي الله اهقوف   و ام نم لماظ لاإ ىلبيس لماظب 
                                                           
Tidak ada suatu tangan kekuasaan, melainkan tangan kekuasaan Allah di 
atasnya, dan tidak ada seorang yang melakukan kezhaliman, melainkan ia 
juga akan dibalas dengan penzhalim yang lain. 
نم رفح ويخلأ نمؤلما ارئب هامر الله اهيف   (ثيدلحا) 
Barangsiapa yang menggali sumur untuk saudara sesama mukmin, Allah 
akan melemparnya ke dalam sumur yang digalinya itu. 
 
Untuk menjelaskan faktor penyebab runtuhnya suatu kekuasaan, 
menurut Qānūn as-Siyāsah, faktor penyebab hilangnya wibawa seorang raja 
yaitu  sebab menghina ulama dan hukamā`, serta melakukan maksiat.26 
Jika teks ‗Abbās ini  kita lihat dengan ―lensa pembesar‖ sejarah, kita 
bisa mengatakan bahwa tradisi meramal kejadian yang berhubungan dengan 
upaya mencari sandaran mistis dan magis untuk melanggengkan kekuasaan 
merupakan ciri kerajaan-kerajaan di Nusantara di abad ke-13 H/ 18 M yang 
sejak awal proses islamisasinya dikokohkan dengan peran tashawuf di 
dalamnya, seperti di kerajaan di Buton.27 Latarbelakang itu bisa menjelaskan 
betapa ulama menjadi bagian penting dalam  kerajaan, sehingga beberapa 
karya-karya ulama Nusantara terdahulu yang hingga kini mempengaruhi pola 
pikir kaum muslimin di hampir semua belahan tanah air muncul sebab 
permintaan kerajaan. Bahkan, hal ini juga terjadi di Timur Tengah, seperti latar 
belakang ditulisnya al-Risālah asy-Syāfi'ī dan al-Muwaththa` Mālik. 
Sistematika Kitab 
Sebagaimana dijelaskan oleh Haji Ismā‘īl, kitab ini merupakan kumpulan 
dari beberapa kitab dan karya yang ukurannya kecil (risālah) yang ditulis oleh 
Syekh ‗Abbās. Sebagai sebuah kumpulan karya yang ditulis dalam beberapa 
kesempatan, karya ini tampak tidak sistematis dan runtut. Kitab ini, menurut 
Haji Ismā‘īl, ditulis dalam 50 bab tentang obat penyakit28 dan tentang ramalan 
keberuntungan hari-hari dalam sebulan yang terdiri dari dua bab yang 
dilengkapi dengan satu pengantar (muqaddimah) dan penutup (khātimah).
sebab tidak ada keterangan tentang judul-judul karya Syekh ‗Abbās 
                                                           

selengkapnya yang dikumpulkan oleh Haji Ismā‘īl, kita sulit untuk 
mengidentifikasi karya-karya selain Sirāj azh-Zhalām, kecuali dengan adanya 
tulisan basmalah yang biasanya mengawali suatu bahasan atau suatu karya. Oleh 
sebab itu, kita dapat mengasumsikan karya ini terdiri dari: 
1. Risālah  Sirāj azh-Zhalām (1-26) yang  berisi:  
a. Pengetahuan tentang penanggalan bulan-bulan Arab (Bab I) yang terdiri 
dari 8 pasal yang dimaksudkan untuk meramal keberuntungan dan 
ketidakberuntungan (Arab: nahs, Indonesia: naas, sial). Pasal-pasal ini  
yaitu  pasal tentang tahun basīth dan kabīsat dalam penanggalan Arab, 
pasal tentang hari awal masuk tahun Arab, pasal tentang mengetahui awal 
masuknya bulan Arab, selain Muharram, pasal tentang patokan untuk 
mengetahui awal hari bulan dengan metode dā`irah hawālah (dengan 
lingkaran yang ditulisi nama-nama bulan), pasal tentang jumlah tahun yang 
dikonversi ke hurup untuk ramalan, pasal tentang saat-saat dalam sehari 
semalam yang didasarkan atas nama-nama planet (saturnus [zuhal], mars 
[marīkh], merkurius [„uthārid], bulan [qamar], jupiter [musytarī], venus 
[zuharah], dan manusia [syams]), dan pasal tentang arti tujuh planet ini  
dalam hubungannya dengan ramalan nasib manusia. 
b. Tentang hari-hari dalam sebulan dan hubungannya dengan keberuntungan 
dan ketidakberuntungan, yang terdiri dari sembilan pasal dan satu nasehat 
bagi raja-raja (Bab II), yaitu penjelasan hari-hari dalam sebulan 
berdasar  ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, hari-hari ketidakberuntungan 
dalam sebulan berdasar  ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, penjelasan hari-
hari keberuntungan dan ketisdakberuntungan dalam seminggu 
berdasar  pendapat sebagian hukamā`, saat-saat keberuntungan dan 
ketidakberuntungan dalam sehari, penjelasan tentang awal hari dalam 
bulan, tentang wali-wali yang diberikan wewenang oleh Tuhan untuk 
mengendalikan dan memelihara bumi dan manusia (rijāl al-ghayb), tentang 
ghālib dan maghlūb  berdasar  ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, tentang ghālib 
dan maghlūb  berdasar  ―madzhab‖ Abū Ma‘syar, ramalan keberuntungan 
dan ketidakberuntungan menurut al-Būnī dalam Syams al-Ma‟ārif al-Kubrā, 
dan nasehat bagi para raja jika ingin mengangkat pejabat. 
2. Kitāb al-Fāl. Istilah fāl berasal dari kata Arab ―fa`l‖ (لأف) yang memuat arti: 
good omen; favorable auspice; optimistic outlook; hope; omen; auspice; sign. Yang 
dimaksud di sini yaitu  ―membaca fa`l‖ (qara`a al-fa`l), yaitu ―to tell fortunes, 
 
predict the future‖, atau meramal nasib.30 Kitab ini berisi penjelasan teknik 
meramal dengan fāl nama-nama malaikat, yaitu Jibrā`īl/Jibrīl, Isrāfīl, Mīkā`īl, 
dan ‗Izrā`īl, dan nama-nama rasul, yaitu Mūsā, Dāwūd, Ibrāhīm, Ismā‘īl, 
Yūsuf, Yahyā, Nūh, Idrīs, Ya‘qūb, ‗Īsā dan Muhammad saw, fāl ayat-ayat al-
Qur‘an, yaitu meramal dengan berpatokan kepada hurup pertama hijā`īyah 
dari potongan ayat al-Qur‘an pada baris ketujuh dari atas yang dibuka 
sebelumnya secara acak dan dihitung pada lembaran ketujuh ke depan dari 
halaman yang ditemukan. Di samping ramalan, kitab ini juga berisi 
pengobatan, yaitu: sakit pinggang, kadas dan kurap, sakit perut, kemasukan 
syetan, sukar melahirkan.31  
3. Bahasan selanjutnya (h. 33-54) masih berkaitan dengan pengobatan. 
Namun, baru pada bahasan tentang pengobatan sakit kepala, uraian yang 
dikemukakan dianggap sebagai bab 1. Atas dasar ini, saya beranggapan 
bahwa uraian yang dimulai pada bab 1 hingga bab 50 yaitu  satu karya 
tersendiri Syek ‗Abbās. Bahasan ini memuat pengobatan berbagai penyakit 
seperti sakit mata,32 batuk, gangguan pada telinga (tuli, mengeluarkan darah 
atau nanah),33 obat gila, demam dan pencegahannya, obat anak suka 
menangis (panangisan), obat kelesuan atau kelelahan, obat sakit pinggang, 
sariawan, keluar nanah, obat sakit burut (hernia), bisul yang parah (barah), 
terhenti menstruasi yang bukan sebab hamil, supak, digigit anjing, racun 
atau bisa, patang tulang dan keseleo, penahan darah keluar, bintik-bintik 
hitam pada tubuh, pengobatan beberapa penyakit dengan majun, dan 
pencegah tikus tanaman. Kitab ini tidak hanya memuat pengobatan dengan 
tanaman, melainkan dengan bacaan tertentu.  
4. Kitab yang berisi beberapa persoalan: terapi tubuh, pengobatan alam dan 
bacaan, ramalan, dan ta‘bir mimpi.34 Kitab ini memuat, antara lain, azimat 
parkasih (supaya dicintai oleh lawan jenis), obat vitalitas, memperpanjang 
dan memperbesar ukuran alat vital, pencegah hama di pertanian, ramalan 
nasib atas dasar napas manusia yang dibagi kepada napas matahari (kanan, 
simbol keberuntungan) dan napas bulan (kiri, ketidakberuntungan), ramalan 
nasib atas dasar gerak bagian tubuh tertentu manusia, ramalan tentang 
                                                           
kecocokan calon suami isteri atas dasar namanya yang dikonversi ke angka, 
ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan bulan dan wilayah dengan 
teknik  pari naga, ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan hari-hari 
dalam seminggu bagi hulu balang, ramalan kemenangan dan kekalahan 
(ghālib dan maghlūb), ramalan untuk mendirikan rumah, cara membuat ragi 
untuk tape, dan ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan   daerah 
untuk bepergian. Kitab ini diakhiri dengan bahasan tentang tabir mimpi 
yang berkaitan dengan persoalan gaib, seperti tentang Allah swt, Nabi 
Muhammad saw., Nabi Adam as., khulafā` rāsyidūn, Arasy, surga, neraka, al-
shirāth al-mustaqīm, lauh mahfūzh, hari kiamat, atau tentang benda-benda alam, 
seperti matahari, awan, atau tentang aktivitas keseharian, seperti mimpi 
berperahu dan makan. 
5. Bahasan (h. 72-113) tentang berbagai persoalan seperti dalam bahasan tema 
dalam halaman-halaman sebelumnya. Saya beranggapan bahwa semua 
bahasan dalam halaman-halaman ini  merupakan karya tersendiri Syekh 
‗Abbās, sebab diawali dengan basmalah, hamdalah, dan shalawat, dan diakhiri 
dengan ungkapan ―tamma hādzā al-kitāb wa yalīhi fawā`id an-nafīsah‖ (telah 
selesai semua bahasan dalam kitab ini dan berikutnya yaitu  beberapa 
petunjuk yang berharga). Kitab ini dimulai dengan tabir mimpi hal-hal yang 
berkaitan dengan anggota tubuh manusia, binatang yang berkaki empat, 
binatang yang melata, pohon, bukit, rumah, pakaian, sungai, telaga, laut, 
makanan, aktivitas ibadah, api, negeri, dusun, jalan, batu, bumi, buah-
buahan, bunyi-bunyian, dan hal-hal yang kotor. sesudah  bahasan tentang 
tabir mimpi, penulisnya mengemukakan bahasan tentang pengobatan 
dengan majun (ma‟jūn), ramalan tentang tanah untuk mendirikan rumah, 
obat balgham (dahak), ramalan tentang 10 sifat ―simbol kebintangan‖ 
perempuan, obat racun dan luka, azimat untuk kanak-kanak cengeng, 
ramalan kayu yang akan dijadikan tiang rumah, kayu yang dihuni oleh hantu, 
kayu yang dijadikan bahan bangunan rumah raja-raja, syarat mahalat (azimat 
yang dipakai untuk membentengi) rumah dari gangguan syetan, dan hal-
hal teknis lain saat  ingin membangun rumah dilihat dari keberuntungan 
dan ketidakberuntungan. Sebagian dari uraian tentang tata cara rumah 
merujuk ke tradisi kalangan raja-raja di istana. Selanjutnya, bahasan  
pengetahuan tentang ―nahas akbar‖ dalam setiap bulan dalam setahun, 
seperti sepuluh hari dalam bulan Shafar, ramalan nasib atas dasar gerak 
anggota tubuh tertentu, dan ramalan bulan untuk mendirikan rumah, azimat 
  
untuk mengusir tikus dan belalang. Pada bagian akhir, penulis mengemukan 
azimat cinta dan ramalan tentang saat-saat dalam sehari untuk keluar rumah.  
6. Bagian fawā`id (sic, al-fawā`id) an-nafīsah memuat bahasan tentang 
pengobatan, seperti dengan zanjabīl dan ―butiran hitam‖ atau al-habbat as-
sawdā` (seperti disebut dalam hadīts Rasul saw.). Bagian ini juga memuat 
ramalan sifat manusia atas dasar warna tubuh dan bentuk anggota-anggota 
tubuh yang dikatakan bersumber dari ilmu firasat hukamā`, faedah makanan 
tertentu bagi kesehatan, seperti daging, ikan, terong, dan bawang, waktu 
yang baik dan tidak baik untuk berhubungan badan serta tata caranya, dan 
ramalan-ramalan nasib, tempat di bagian-bagian tubuh perempuan di mana 
sperma berada dalam sebulan,  ramalan keharmonisan calon suami isteri, 
faedah basmalah, sifat-sifat Nabi Muhammad saw., dan pengobatan dengan 
ayat-ayat al-Qur‘an yang dikenal dengan ruqyah dengan sumber populer, 
Fawā`id asy-Syarjī. Pada bagian akhir, bahasan yang dikemukakan yaitu  
tema yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, seperti obat sakit mata, 
azimat mengusir belalang, azimat vitalitas seksual, azimat menghindarkan 
pencurian, hikmah kehilangan harta, dan obat sakit panas. Kitab terakhir 
yang disertakan dalam Tāj al-Mulk yaitu  Hidāyat al-Mukhtār.          
Sumber-sumber dan Dasar Pijakan 
berdasar  penjelasan Syekh ‗Abbās sendiri,35 karya ini merujuk kepada 
risalah yang ditulis oleh Imam Ja‘far ash-Shādiq, imam Syī‘ah keenam terkenal 
yang menjadi bagian dari rantaian dalam genealogi kesufian syekh-syekh tarekat 
Naqsyabandiyah,36 risalah Abū Ma‘syar, Wasīlat ath-Thālib (di bagian lain karya 
ini disebut Wasīlat at-Thullāb) karya Yahyā bin Muhammad al-Khaththāb, 
„Umdat ath-Thullāb fī Tārīkh al-„Arab, Syams al-Ma‟ārif al-Kubrā wa Lathā`if al-
„Awārif  karya Ahmad bin ‗Alī al-Būnī (w. 622 H), Syarh (Nazhm) Natījat al-
Mīqāt karya Muhammad al-Marzūqī, Nazhm as-Sirāj al-Munīr, dan Syarh Nazhm 
al-Kawākib. Di samping itu, Syekh ‗Abbās juga menyebut rujukan-rujukan 
dalam uraiannya: Lathā`if al-Minan al-Kubrā karya ‗Abd al-Wahhāb asy-Sya‘rānī, 
Fawā`id asy-Syarjī, Ihyā` „Ulūm ad-Dīn.37 Syekh ‗Abbās juga menyebut tokoh-
tokoh pengobatan tanpa merujuk karyanya, seperti Ibn Hakīm ‗Abdullāh dari 
                                                           
Byzantium,38 Khauj Muhammad Turkī yang pengobatannya bersumber dari 
Hakīm Bahwānī Baghdādī dan pengobatan yang dipraktikkan oleh Sultan 
Mahmud dari Malaka, terutama pengobatan majun yang merupakan khas 
Timur Tengah. Dalam pengobatan ruqyah, Syekh ‗Abbās, antara lain, merujuk 
kepada nama Qādhī Majd ad-Dīn asy-Syīrāzī dalam Tafsīr al-Fātihah dan Syekh 
Abū al-Hasan ad-Dainūrī tanpa menyebut karyanya.40 Ia juga mengutip Syekh 
Abū Bakr as-Sarrāj dalam Qaryat as-Salāmah dan Syekh al-Manāwī dalam Faydh 
al-Qadīr (syarh al-Jāmi‟ ash-Shaghīr Jalāl ad-Dīn as-Suyūthī).
Dari nama dan karya yang dijadikan rujukan ini , dasar pijakan kitab 
ini dapat dijelaskan sebagai berikut. 
1. Metode ruqyah, yaitu pengobatan yang memakai ayat-ayat al-Qur‘an 
yang diriwayatkan juga pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. 
Metode ini juga diterapkan oleh kitab-kitab lain tentang pengobatan Islam, 
seperti Khazīnat al-Asrār (Perbendaharaan Rahasia-rahasia) karya 
Muhammad Haqqī an-Nāzilī, seorang syekh tarekat Naqsyabandiyah. 
Bahkan, menurut an-Nāzilī, ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur‘an, asma` Allah 
swt, dan doa-doa yang ma‘tsūr tidak hanya dibolehkan, melainkan dianggap 
sunnat oleh sebagian ulama, semisal at-Tamīmī dalam Khawāsh al-Qur`ān,  
al-Qasthalānī dalam syarh al-Bukhārīnya, al-Qurthubī, ar-Rabī (murid            
asy-Syāfi‘ī), Ibn Baththāl, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Qādhī Husayn,               
al-Baghawī, az-Zarkasyī (sebagaimana dikutip as-Suyūthī dalam al-Itqān), 
dan Ahmad bin Hanbal.42 Dalam hal-hal seperti ini, Tāj al-Mulk memiliki 
kesamaan dengan kitab Khazīnat al-Asrār an-Nāzilī dan Syams al-Ma‟ārif              
al-Kubrā al-Būnī yang menguraikan nilai magis ayat al-Qur‘an dan asma` 
Allah, atau kitab-kitab lain yang sejenisnya. 
2.  Pengobatan Nabi (ath-Thibb an-Nabawī), seperti al-habbat as-saudā`, 
meskipun dalam beberapa hal, sabda-sabdanya Nabi ditafsirkan untuk 
kepentingan ramalan, seperti tentang firasat orang yang beriman.  
3.  ―Tashawuf klinis‖, yaitu bagian dari ajaran tashawuf  tentang simbolisme 
hurup-hurup al-Qur‘an yang dipakai untuk pengobatan dan ramalan. 
Menurut Annemarie Schimmel, simbolisme hurup yang berkembang di 
kalangan sufi bertolak dari tafsir khas sufi yang semula dikembangkan oleh 
                                                           

Ja‘far ash-Shādiq (w. 164-166), imam Syī‘ah keenam, yang melihat empat 
segi makna al-Qur‘an, yaitu: pernyataan yang bisa dipahami oleh orang 
kebanyakan, kiasan yang hanya bisa dipahami oleh orang istimewa, 
sentuhan keanggunan (lathā`if) yang bisa dipahami oleh para wali, dan 
―kenyataan‖ (kebenaran) yang hanya dipahami oleh para nabi.43 Tafsir 
Ja‘far ini  mempengaruhi pembentukan gagasan sufi tentang tafsir.44 
Simbolisme hurup sufi beranggapan bahwa hurup-hurup dalam firman 
Tuhan bukan sekadar penuturan verbal, melainkan ―cadar menuju ke 
―yang-lain-an‖  yang harus diterobos oleh ahli mistik‖.  Menurut Niffarī, 
selama masih terikat pada hurup-hurup itu, si ahli mistik boleh dikatakan 
memuja berhala. Hal itu berarti bahwa ia mengingkari agama, dan tidak 
mencapai tempat yang tidak berhurup dan berbentuk lagi. Dalam kaitan hal 
ini dengan diskusi kita, perkembangan terpenting dalam simbolisme hurup 
sufi yang mengarah ke ilmu nujum yaitu  teknik jafr yang pertama kali 
dipakai oleh Ja‘far ash-Shādiq. Jafr merupakan perenungan mengenai 
peristiwa-peristiwa yang lampau dan yang akan datang berdasar  
gabungan-gabungan kata. sesudah  mengalami kemorosotan mutunya, 
hitungan ini  menjadi kenujuman. Dengan menghitung jumlah kata 
dalam satu halaman al-Qur‘an dan menghitung-hitung nilai angkanya,  di 
mana setiap hurup abjad Arab memiliki nilai angka, orang dapat 
menggambarkan nama dan tempat. Cara seperti ini sebenarnya juga 
ditempuh oleh kaum Kabal Kristen yang mengusut peristiwa-peristiwa 
sejarah dalam kata-kata dan angka-angka yang ada  dalam Injil, 
terutama dalam bagian Wahyu. Kecenderungan dalam tashawuf Syī‘ah awal 
ini dikembangkan oleh suatu kelompok Syī‘ah yang dikenal dengan nama 
Hurūfī, ―mereka yang berurusan dengan hurup‖. Pendirinya yaitu  
Fadhlullāh Astarābādī yang dihukum mati sebab bid‟ah pada tahun 1398. 
Pengikutnya mencakup para penyair dan pengarang Parsi dan Turki, antara 
lain yang pernah dicatat oleh Nesīmī. Penyair Turki ini menyatakan 
gagasan-gagasan Hurūfī yang diramu dengan ajaran-ajaran sufi yang 
berlebihan dan peniruan menarik pada  al-Hallāj dalam sajak-sajak yang 
sangat bersemangat. Fadhlullāh mengajarkan bahwa Adam telah 
dianugerahi sembilan hurup, Ibrāhīm empat belas, Muhammad dua puluh 
delapan, dan ia sendiri mendapat kehormatan untuk mengetahui 32 hurup 
                                                          
(empat hurup tambahan dalam abjad Arab versi Parsi).45 Perkembangan 
belakangan ramalan ini di kalangan Syī‘ah yaitu  tafsiran alif oleh seorang 
pengarang Syī‘ah dari Sindh yang menghitung nilai-nilai dari tiga hurup 
yang membentuk alif: a = 1, lam= 30, dan fa` = 80,  jumlah= 111. Pada 
gilirannya, hal ini menunjukkan pada kesetian muslim Syī‘ah yang juga 
berdasar  tiga hurup, yaitu a = 1, ―Allah‖; m = 40, ―Muhammad‖; dan 
„ayn = 70 ― ‗Alī‖. Jadi, jumlahnya yaitu  111.46    
Syekh ‗Abbās dalam Tāj al-Mulk dengan eksplisit bahwa risalah yang 
ditulisnya ini, jika ada kekeliruan, harus dirujuk kepada risālah Ja‘far ash-Shādiq 
yang disebutnya pertama di antara sumber-sumber yang lain.47 saat  ia 
menguraikan fāl al-Qur‘an, seseorang, menurutnya, harus menghadiahkan 
pahala bacaan surat al-Fātihah kepada ruh Thāhā Muhammad saw.,  para nabi, 
wali, para wali yang bergelar ―atqiyā, ashfiyā`, nujabā`, abdāl, awtād, ghauts, dan 
quthb‖. sesudah  itu, pahala bacaan ini  juga dihadiahkan kepada ruh 
Sayyidinā Ja‟far ash-Shādiq radhiyallāh anhu dan syekh yang memiliki fāl ini.48 
4.  Astrologi Arab-Islam. Ilmu falak (astronomi), yang darinya kemudian 
berkembang istilah falakiyyah (astrologi) di warga  yang dianggap 
sebagai ilmu meramal, semula ditemukan sejak kurang lebih 3.000 tahun 
sebelum masehi di kerajaan Babylonia yang terletak antara Sungai Tigris 
dan Efrat (selatan Irak). Ilmu ini dipelajari oleh kaum muslimin sebab 
berguna untuk menentukan waktu shalat lima waktu, arah kiblat, dan 
penentuan awal bulan qamariyyah (peredaran bulan mengelilingi matahari). 
Dalam Islam, tokoh terkenal di bidang ini yaitu  Muhammad bin Mūsā al-
Khawārizmī dengan karyanya, al-Mukhtashar fī Hisāb al-Jabr wa al-Muqābalah 
yang ditulis sekitar kurang lebih tahun 825 M di Baghdad.49 Ramalan Syekh 
‗Abbās dalam hal ini merujuk ke karya-karya astrologi Arab-Islam, seperti 
Syarh Natījat al-Mīqāt karya Syekh al-Marzūqī dan Syarh Nazhm al-Kawākib. 
5.  Tradisi Timur-Tengah dan tradisi lokal kalangan kerajaan di Asia Tenggara, 
misalnya tentang majun (ma‟jūn). Tradisi Asia Tenggara terlihat dari 
penjelasan Syekh ‗Abbās tentang tata-cara membangun rumah, antara 
penjelasan tentang kayu-kayu yang dipakai oleh pararaja. Tata cara 
membangun rumah seperti ini, tentu saja, bukan tradisi Timur Tengah, 
                                                         
melainkan kerajaan di Asia Tenggara, sebab kayu tidak lazim dipakai 
sebagai bahan perumahan di Timur Tengah. Hal ini sangat mungkin terjadi 
sebab Kesultanan Aceh memiliki hubungan baik dengan kesultanan-
kesultanan di Asia Tenggara, termasuk Kesultanan Malaka. 
Contoh-contoh 
1. Ramalan-ramalan 
a. Hari-hari naas atau nahs dalam sebulan berdasar  ―madzhab‖ Ja‘far                
ash-Shādiq.50 Pendapat ini, menurut Syekh ‗Abbās, dikutipnya dari Syams                         
al-Ma‟ārif al-Kubrā dan Irsyād as-Sārī.  Ia mengutip syair Ja‘far tentang hal ini: 
كبمح ىعري كاوى لهف     دوعت لايل دضب لملأا 
Orang yang mencintaimu akan menjaga keiginanmu, lalu apakah malam-
malam akan kembali menghalangi cita-cita. 
 
Makna bait syair ini dijelaskan dalam bait syair berikut ini: 
امف ناك طوقنم صحنف لصح   و ام ناك اسومهم دعسف لزج 
(Hurup) yang bertitik menunjukkan ketidakberuntungan yang terjadi, 
sedangkan (hurup) yang tidak bertitik menunjukkan keberuntungan yang 
banyak.  
 
 
 
 
 
 
 
Dengan patokan ini, disusun tabel ramalan keberutungan dan 
ketidakberuntungan hari-hari dalam sebulan berikut: 
 
1 2 3 4 5 
6 7 8 9 10 
11 12 13   14 15 
                                                           
50Syekh 'Abbās, Tāj al-Mulk, h. 17.  
WARDANI                                                                                      Astrologi dan Pengobatan 
 
111 
16   17 18 19 20 
21  22 23 24 25 
26   27 28 29 30 
b. Hari-hari naas menurut sebagian hukamā`: 
1 2 3 4 5 
6 7 8 9 10 
11 12 13   14 15 
16   17 18 19 20 
21  22 23 24 25 
26   27 28 29 30 
Keterangan: angka yang ditulis tebal (bold) yaitu  tanggal naas. 
c. Ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan hari-hari dalam seminggu 
dan saat-saat dalam sehari: 
 Pagi Menjelang 
siang 
Tengah 
hari 
Menjelang  
Petang 
Petang 
Minggu G Gm G M L 
Senin L A M G Gm 
Selasa G L Gm M G 
Rabu Gm G M L G 
Kamis G L Gm G M 
Jum‘at L G L Gm G 
Sabtu M G G Gm G 
 
 
 
Keterangan: 
G = ghālib (menang) atau akan memperoleh keberuntungan 
Gm = akan memperoleh keberuntungan, namun ada sedikit kendala 
atau bahaya 
M = maghlūb (kalah) atau menghadapi ketidakberuntungan 
  AL-BANJARI                                                                             Vol. 9, No.1, Januari 2010 112 
L =  keadaan netral, yaitu tidak  ghālib maupun maghlūb.  
d.  Ramalan orang yang menang (ghālib) dan yang kalah (maghlūb) menurut 
―madzhab‖  Ja‘far ash-Shādiq dengan langkah-langkah sebagai berikut: 
1) Dua nama orang yang akan berkelahi atau berperang dihitung 
berdasar  nilai hurup abjad yang membentuk namanya. Ada dua 
cara. Pertama, hisāb jamal kabīr, yaitu hitungan hurup-hurup abjad Arab. 
Misalnya Ahmad (دًحأ) dengan nilai hurup masing-masing: alif=1,   
hā`= 8, mīm= 40, dan dāl= 4, jadi jumlahnya yaitu  53. Kedua, hisāb 
jamal shaghīr, yaitu menghitungkan sebutan hurup-hurup yang 
membentuk nama. Misalnya Ahmad (دًحأ). Sebutan nama-nama hurup 
abjad Arab yang membentuk nama ini dihitung secara rinci, yaitu alif 
terdiri dari alif= 1, lām= 30, dan fā`= 80, huruf hā` terdiri hā`= 8 dan 
alif= 1, hurup mīm terdiri dari mīm= 40, yā`= 10, dan mīm= 40, dan  
hurup dāl terdiri dari dāl=  4, alif= 1, dan lām= 30.  
2) Mencari angka sisa dengan mengurangi nilai nama ini  sembilan-
sembilan (kelipatan sembilan). Misalnya, nama Ahmad dari hasil 
metode  hisāb jamal kabīr yaitu   yang sesudah  dikurangi dengan 
kelipatan sembilan yaitu  8.  
3) Perbandingan angka sisa kedua nama  diramal berdasar  ketentuan 
ramalan yang dikemukakan Ja‘far ash-Shādiq. Misalnya perbandingan 1 
dengan 9 (1: 9) menunjukkan bahwa nama yang memiliki angka sisa 
satu akan menang, sedangkan sembilan akan kalah. 
 
 
 
 
Tabel ramalan menang-kalah 
                                                           

No. Ghālib Maghlūb  No. Ghālib Maghlūb 
1. 1 9 24. 3 (menyerang) 3 (diserang) 
2. 8 1 25. 9 4 
3. 1 7 26. 4 8 
4. 6 1 27. 7 4 
                                                                                      
e.  Ramalan untuk mengetahui keberuntungan dan ketidakberuntungan untuk   
melakukan sesuatu berdasar  ayat-ayat al-Qur‘an. Caranya: 
1) Berwudhu 
2) Ambil mushhaf al-Qur‘an dengan rasa tawadhu kepada Allah swt disertai 
dengan niat yang baik  
3) Membaca surah al-Fātihah sekali  
4) Membaca surah al-Ikhlāsh  tiga kali 
5) Membaca surah al-Falaq sekali 
6) Membaca surah an-Nās sekali 
7) Membaca doa berikut: 
 ةف أر كيلع تلكوت نىإ مهللا كبيغ فى نونكلما كرس فى بوتكلما وى ام نىرأف كباتكب
.ينحمارلا محرأ يا كتحمرب محمد قبح قلحا يلع لزنأ قلحا تنأ مهللا نوزخلما  
8) Membaca shalawat sepuluh kali. 
9) Dibayangkan apa yang ingin dilakukan, kemudian buka mushhaf                   
al-Qur‘an secara acak. Selanjutnya, sesudah  mushhaf dibuka, hitunglah 
tujuh halaman ke depan dari halaman yang telah dibuka. Pada halaman 
5. 1 5 28. 4 6 
6. 4 1 29. 5 4 
7. 1 3 30. 4 (menyerang ) 4 (diserang) 
8. 2 1 31. 9 5 
9. 1(menyerang ) 1 (diserang) 32. 8 5 
10. 9 2 33. 5 7 
11. 2 8 34. 6 5 
12. 7 2 35. 5 (menyerang ) 5 (diserang) 
13. 2 6 36. 9 6 
14. 2 5 37. 8 6 
15. 2 4 38. 6 7 
16. 3 2 39. 6 (menyerang ) 6 (diserang) 
17. 2 (menyerang ) 2 (diserang) 40. 9 7 
18. 3 9 41. 8 7 
19. 8 3 42. 7 (menyerang ) 7 (diserang) 
20 7 3 43. 8 9 
21. 6 3 44. 8 (menyerang ) 8 (diserang) 
22. 3 5 45. 9 (menyerang ) 9 (diserang) 
23. 4 3 
  
ini, temukan hurup pada ayat yang terletak pada baris ke tujuh dari atas 
mushhaf. Hurup awal ayat ini  diyakini menentukan nasib. Misalnya, 
jika awal ayat ini  yaitu  alif, hal ini merupakan hurup awal dari 
ayat “alā inna awliyā` Allāh lā khawf „alayhim wa lā hum yahzanūn”. 
berdasar  metode ramalan ini, ayat ini  diyakini menunjukan 
bahwa pekerjaan yang akan dilakukan yaitu  sangat baik.52 
f.  Ramalan jodoh dengan cara, di mana masing-masing nama calon suami dan 
isteri dihitung nilai hurup-hurup hija‘iyahnya seperti dijelaskan dalam tabel 
konversi berikut.  
Tabel konversi hurup hija’iyah ke angka 
ا = 1 خ =600 ش =300 غ =1000 ن =50 
ب = 2 د =4 ص =90 ف =80 و =6 
ت =400 ذ =700 ض =800 ق =100 ْ =5 
ث =500 ر =200 ط =9 ك =20 ء  =1 
ج =3 ز =7 ظ =900 ل =30 ي =10 
ح =8 س =60 ع =70 م =40   
Jumlah hitungan nama ini   kemudian dikurangi dengan kelipatan 
delapan. Perbandingan angka sisa sesudah  dikurangi dengan kelipatan delapan 
ini  menunjukkan apakah kedua calon suami isteri yaitu  pasangan yang 
ideal atau bukan. Misalnya, satu banding satu (1:1) menunjukkan bahwa 
pasangan calon suami isteri yaitu  pasangan yang ideal, namun jika terjadi 
cekcok, akan terjadi perceraian. Perbandingan nilai 1:2 menunjukkan bahwa 
pasangan calon suami isteri akan sentosa, kasih sayang, dan murah rezeki. 
Perbandingan nilai 1:3 menunjukkan akan ada cekcok, namun akan mudah 
 ditemukan jalan damai. Perbandingan 1:4 menunjukkan tidak sejalan dan tidak 
akan memperoleh kedamaian. Perbandingan nilai 1:5 menunjukkan bahwa 
pasangan ini tidak akan bahagia. 
g.  Ramalan karakter atau sifat manusia atas dasar bentuk tubuh tertentu, 
seperti hidung, telinga, warna mata, muka, dan leher. Misalnya, ―hidung 
yang sederhana dan sedikit panjang menunjukkan bahwa yang bersangkutan 
lebih banyak memakai rasio dan pemahaman, hidung yang panjang dan 
mancung memakai rasio secara serasi, hidung yang rendah dan besar 
tanda bebal (idiot) dan menuruti hawa napsu, hidung yang tipis batangnya 
tanda suka berkelahi, hidung yang luas lintangnya tanda tanda dengki dan 
pemarah, hidung yang sangat tebal sama tengah tanda pendusta dan kurang 
cerdas, dan hidung yang pendek ujungya tanda pendusta.  

2. Pengobatan dan Tips Khusus 
a.  Tips atau adab melakukan sexual intercourse sebagaimana dalam kutipan 
berikut: 
Kata ahl ath-thīb (sic, seharusnya thibb, ahli pengobatan) dan segala 
hukamā`, rahmatullah „alayhim (semoga rahmat Allah swt tercurah kepada 
mereka): ―Maka yang amat baik jimā‟ yaitu  sesudah  mengencerkan 
makanan dan badan dalam keadaan sederhana (nyaman), yaitu antara sejuk 
dan hangat dan antara kering dan  basah, jangan saat  sangat lapar atau 
sangat kenyang. Jika ia tersalah jimā‟ pada keadaan-keadaan seperti itu, 
maka akan sangat memberi mudharat kepada fisik. Dan seogianya juga, 
akan sangat memberi mudharat jika tatkala selesai melakukan jimā‟ minum 
minuman atau makan makanan yang sejuk. Begitu juga, jangan melakukan 
jimā‟, kecuali saat  dorongan syahwat yang kuat (ghalib syahwat) dan dengan 
disertai tanda-tandanya dengan membedakannya dengan keadaan 
lemahnya. Melakukan jimā‟ dengan cara terbaik yaitu  jika ditandai dengan 
keadaan badan yang terasa dingin sesudah  melakukannya dan tertidur. 
Adapun yang terlebih baik kelakuan jimā‟ itu yaitu  posisi laki-laki di atas 
perempuan (dogy). Hendaklah, pertama-tama, ia bersenda gurau dan 
diremas payudaranya supaya mempercepat keluar maninya, serta diangkat 
kedua pahanya, kemudian disentuh zakarnya pada ari-ari perempuan. 
Selanjutnya, ia perhatian mata perempuan, jika dilihatnya kedua mata 
                                                           
perempuan ini  telah berubah segala kelakuannya (geraknya) disertai 
dengan napas yang kuat yang menunjukkan keinginan kuatnya untuk 
berjimā‟, maka saat  itu jimā‟lah. Jika kedua mani hasil jimā‟ ini  
bertemu, itulah yang membuahkan kehamilan.  
 
b.  Pengobatan wanita yang sukar melahirkan. Ayat berikut ditulis di atas 
piring putih kemudian dibasuh dan diminum oleh wanita ini . Ayat 
dimaksud yaitu : 
مسب الله الرحمن الرحيم بر و تاومسلا بر الله ناحبس  , اركلا ميللحا الله لاإ ولإ لا .
 موي منهأك اىاحض وأ ةيشع لاإ اوثبلي لم انهوري موي منهأك , ميظعلا شرعلا بر و ضرلأا
.نوقسافلا موقلا لاإ كلهي لهف غلاب رانه نم ةعاس لاإ اوثبلي لم نودعوي ام نوري 
 
Pengaruh Tāj al-Mulk di Kalimantan Selatan 
 Sejak ditulis oleh Syekh 'Abbās di Aceh pada masa Sultan al-Manshūr 
Billāh pada abad ke-19 M, Tāj al-Mulk tersebar hingga ke Kalimantan Selatan. 
Kitab ramalan dan pengobatan ini dijual di toko-toko buku dan telah lama 
menjadi bagian dari tradisi warga  Banjar. Tidak atau belum diketahui 
kapan kitab ini mulai menjadi rujukan ramalan dan pengobatan warga  
Banjar. Namun, suatu hal yang bisa diketahui yaitu  bahwa jaringan ulama 
Aceh-Banjar telah lama terjalin sejak era Muhammad Arsyad al-Banjari pada 
abad ke-18 M.    
Sebelum masuknya Islam, warga  Banjar dipengaruhi oleh 
kepercayaan animisme dan dinamisme, agama Hindu, dan tradisi keagamaan 
lokal. Model keberagamaan memiliki ciri orientasi ke alam dalam manusia 
berinteraksi dengan pelbagai misteri adikodrati yang dipersepsikannya. Kultur 
ini menjadikan tradisi ramalan ini lebih mudah diterima, sebab memuat 
tafsiran mistis atas pelbagai misteri alam dan kehidupan manusia. Dalam 
Hikajat Bandjar, berkembang mitos-mitos keajaiban, seperti kaitannya 
keturunan raja dengan nama-nama tokoh penting, baik dalam Hindu maupun 
Islam, untuk menguatkan legitimasi kekuasaan, sehingga ada kesamaan-
kesamaan (paralel) antara berbagai mitos Banjar dengan berbagai hikayat-
                                                          
hikayat lain. Memang, tidak mungkin diterimanya Tāj al-Mulk dalam 
warga  Banjar berkaitan langsung dengan kepentingan kerajaan Banjar, 
sebab kerajaaan ini telah dihapus pada tanggal 11 Juni 1860 M., apalagi jika 
dikaitkan dengan peran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjarī (lahir 1710) yang 
dikenal dengan kritik teologisnya, seperti dalam Tuhfat ar-Rāghibīn, pada  
tradisi-tradisi lokal yang dianggap menyimpang. Namun, berbagai tradisi 
keagamaan lokal dan mitos istana masih tersisa dalam "nalar" warga  
Banjar. 
 Meskipun ada beberapa  kitab-kitab serupa yang beredar, seperti 
Mujarrabāt, Dayrabbī, Abī Ma'syar, dan al-Būnī, Tāj al-Mulk tetap merupakan 
salah satu referensi tradisi warga . Di kalangan warga  Banjar, sudah 
dikenal ramalan (babilangan) model Tāj al-Mulk untuk memilih jodoh, 
mendirikan rumah, berpergian, tafsir mimpi, berbagai pengobatan tradisional. 
Mimpi kadang-kadang membayangkan suatu peristiwa yang akan terjadi atau 
meramalkan suatu peristiwa yang akan datang sering terdengar dalam 
percakapan sehari-hari di warga  Banjar. "De droom is…een alamat, zoals de 
Bandjarees zegt", kata Mallinckrodt dalam suratnya kepada Kern pada tahun 
1927.57