astrologi melayu
By arwahx.blogspot. com at Januari 26, 2024
astrologi melayu
dalam hal ramalan maupun pengobatan, kitab Tāj al-Mulk tampak memang
dimaksudkan sebagai buku pegangan praktis yang bisa menjawab banyak
permasalahan yang dihadapi oleh tidak hanya kalangan istana, melainkan juga
kalangan warga umum. Oleh sebab itu, di bawah konteks keagamaan
yang mitis, kandungan kitab seperti ini segera mendapat sambutan warga
Aceh dan Banjar. Perpaduan agama, tradisi, pengalaman, dan berbagai metode
ramalan lokal dan Timur Tengah diracik sebagai penjelasan atas ketidaktahuan
manusia menghadapi pelbagai misteri-misteri kehidupan. Sebenarnya, hal ini
merupakan fenomena umum yang dikenal dalam berbagai tradisi, seperti Feng
Shui dan Vashta Sastra,bahkan dalam bentuk yang beragam di era modern, di
mana penjelasan empiris dianggap tidak mencukupi untuk memahami berbagai
sisi kehidupan manusia dan fenomena alam.
Artikel ini menelaah identitas kitab Tāj al-Mulk, yaitu suatu kitab ramalan dan pengobatan
yang sudah lama menjadi bagian dari rujukan tradisi warga Banjar. Dari analisis teks, kitab
ini ternyata tidak ditulis Tuan Hasan Bāsūt, melainkan ditulis oleh Syekh 'Abbās dari beberapa
karyanya yang kemudian dikompilasi oleh Haji 'Ismā'īl. Penulisannya dilatarbelakangi oleh
kepentingan yang sangat historis, yaitu tradisi meramal di Istana, untuk berbagai kepentingan,
termasuk untuk ramalan kemungkinan menang-kalah dalam perang. Karya ini sebab merupakan
kompilasi tidak ditulis dengan sistematika yang baik, seperti adanya pengulangan dengan
memakai sumber-sumber kitab ramalan yang sudah beredar, seperti Syams al-Ma'ārif al-Kubrā
karya al-Būnī. Meski ditulis di Aceh pada abad ke-19 masa Sultan al-Manshūr Billāh, tapi
kitab telah lama menjadi rujukan tradisi warga Banjar, seperti dalam menentukan jodoh,
mendirikan rumah, dan ramalan nasib.
naskah dalam bentuk tulis tangan (manuskrip, MS) al-Ushūl al-Khamsah yang
ditulis oleh ‗Abd al-Jabbār (320-416 H) ditemukan di perpustakaan di Roma
dan temuan itu menjadi dasar yang cukup oleh Daniel Gimaret untuk
membantah tesis yang selama ini berkembang di kalangan umat bahwa Syarh al-
Ushūl al-Khamsah yaitu karya ‗Abd al-Jabbār, sebagaimana diakui oleh
pentahqīqnya, ‗Abd al-Karīm ‗Utsmān, melainkan ditulis oleh muridnya,
Qawām ad-Dīn Mānakdīm.2
Lemahnya tradisi intelektual umat Islam seperti ini, memang harus
diakui, antara lain, disebabkan oleh lemahnya kajian filologis di kalangan umat
Islam. Berbeda dengan kebanyakan intelektual Islam, selain menjadi spesialis
bidang tertentu ilmu Islam islamisis sering juga merupakan seorang filolog.
Keadaan ini berakibat dalam hal validitas kajian-kajian dan keterpacayaan
datanya yang dikemukakan oleh sarjana Islam jika hanya bertolak pada sumber-
sumber kedua.
Studi Naskah-naskah Klasik (Turāts) di Nusantara
Di Nusantara ada naskah-naskah klasik, baik tentang keislaman
maupun umum. Menurut survey Ismail Husein, naskah-naskah Nusantara
tersebar di 26 negara, antara lain di Malaysia, Singapura, Brunei, Srilangka,
Thailand, Mesir, Inggris, Jerman, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika
Selatan, Belanda, Spanyol, Itali, Perancis, Amerika, dan Belgia. Naskah
Nusantara jumlahnya mencapai ribuan, khusus naskah Melayu diperkirakan
mencapai 5.000 naskah berdasar berbagai katalog Melayu dan lebih dari
seperempatnya ada di Indonesia dan ditemukan di Jakarta. Tentang naskah
berbahasa Arab, Ismail Husein memperkirakan jumlah mencapai antara 500-
600 naskah. Sedangkan, naskah yang tidak berbahasa Arab, menurut
informasi dari Perpustakaan Nasional Jakarta, sekitar 1.000 naskah. Banyaknya
naskah yang belum dikaji menuntut adanya peneliti-peneliti naskah. Akses ke
naskah-naskah ini telah dipermudah dengan adanya katalog naskah,
seperti katalog naskah Melayu, Jawa, Bugis-Makasar, dan sebagainya.
Di Nusantara perkembangan kajian filologi dapat dilihat dalam tiga
tahap . tahap pertama ditandai dengan kegiatan pengumpulan naskah-naskah oleh
para pedagang Barat di abad ke-16 M. Kegiatan pengumpulan naskah-naskah
ini didasarkan oleh kepentingan komersial, yaitu untuk diperjual-belikan
seperti diketahui dilakukan di Eropa dan Timur Tengah. Salah seorang yang
bergerak dalam perdagangan naskah-naskah ini yaitu Peter Foros atau
Pietr William. Kolektor naskah-naskah Nusantara dari para pedagang yaitu
Edward Picocke, pemilik naskah Sri Rama (naskah tertua) dan William Laud.
Pada tahap kedua, kajian naskah dilakukan oleh para penginjil. Pada tahun 1629,
terbit terjemah Alkitab yang pertama dalam bahasa Melayu yang diterbitkan
oleh Jan Jacobsz Palestein dan diterjemahkan oleh Albert Cornelisz Ruil.
Penginjil terkenal yang menaruh minat cukup besar dalam koleksi naskah
yaitu Dr. Melchior Leijdecker. Ia menerjemahkan Injil dalam bahasa Melayu
yang tinggi. Kegiatan untuk mempelajari bahasa dan naskah Nusantara sesudah
VOC semakin marak dengan upaya yang dilakukan oleh Zending dan
Bijbelgenootschap. Lembaga ini pada tahun 1814 mengirim seorang penginjil
Protestan bernama G. Bruckner ke Semarang. Tugasnya yaitu menyebarkan
Injil di masyarkat Jawa, menerjemahkannya dalam bahasa Jawa, dan menulis
buku tata bahasa Jawa yang di dalamnya ada teks dan terjemahan bahasa Jawa.
Pada tahap ketiga, terjadi perkembangan paling signifikan dalam pernaskahan.
Kehadiran tenaga misionaris dan zending yang menguasai linguistik
mendorong tumbuhnya kegiatan penelitian naskah di Nusantara. Di samping
tenaga Belanda, juga ada tenaga Inggris, seperti John Leyden, J. Logan, W.
Marsden. J. Crawfurd, dan peneliti Jerman yang terkenal Hans Overbeck
dikirim untuk penelitian naskah. Sejak itu, berkembang temuan-temuan
penting, seperti ―Terbitan sebuah Primbon Jawa dari abad ke-16‖ yang
dilakukan oleh H. Kraemer dan diterbitkan oleh G. W. J. Drewes dan ―Naskah
Sunan Bonang‖ pada tahun 1916 yang disunting oleh B. J. O. Schrieke dengan
judul ―Het Boek van Bonang‖ pada tahun 1969 diterbitkan lagi oleh Drewes
dengan judul ―The Admonition of Syekh Bari‖.4
Pada abad ke-20 di Nusantara berkembang kajian naskah-naskah
keagamaan yang dikenal dengan ―kesastraan kitab‖, seperti penelitian Naquib
al-Attas pada karya Hamzan Fansuri yang kemudian diterbitkan dengan
judul ―The Mysticism of Hamzah Fansuri‖ dengan metode kritik dan P.
Voorhoeve atas karya Nuruddin ar-Raniri. Sedangkan, naskah sejarah, antara
lain, seperti suntingan J. J. Ras ―Hikajat Bandjar‖ berdasar sebuah naskah
sejarah di kerajaan Banjar. Penelitian-penelitian ini menerapkan
pendekatan kritik teks.5
Di bidang keagamaan, tidak hanya dalam bidang fiqh, melainkan dalam
bidah tashawuf yang ditemukan jumlah banyak, sebab proses islamisasi dan
perkembangan Islam di Nusantara tidak bisa dilepaskan dari peran tashawuf di
dalamnya. Karya tashawuf yang harus disebutkan di sini yaitu Zubdat al-Asrār
fī Tahqīq Ba‟dh Masyārib al-Akhyār karya Yusuf Makasar yang ditemukan dalam
katalog naskah Arab karya L. W. C. Van Den Berg ―Codicum Arabicicorum in
Bibliotheca‖ terbitan tahun 1873. Naskah ini ditulis pada zaman Abū al-Ma‘ālī
Abū al-Mafākhir Tirtayasa, sultan Banten, pada tahun 1086 H. Naskah ini juga
ditemukan dalam katalog Voorhoeve, Handlist of Arabic Manuscripts in the Library
of the University of Leiden and Other Collection in the Netherlands.6
Naskah-naskah Klasik di Banjar
Tidak hanya di Nusantara secara umum, melainkan juga di tanah Banjar
ada naskah-naskah keagamaan, baik yang ditulis oleh orang Banjar sendiri
maupun orang non-Banjar, namun telah lama beredar di wilayah ini. Kajian-
kajian teks diperlukan untuk tujuan mengidentifikasi naskah dalam beberapa
hal, seperti penulisnya, latar belakang penulis, dan kajian isi naskah. Naskah-
naskah yang ditulis oleh ulama Banjar yang telah dikaji dan masih terbuka
untuk dikaji ulang antara Tuhfat ar-Rāghibīn fī Bayān Haqīqat Īmān al-Mu`minīn wa
Mā Yufsiduh min Riddat al-Murtaddīn7 dan Kanz al-Ma‟rifah.8 Juga ada naskah
tashawuf yang ditulis oleh Anang Muhammad Yusuf di penghujung abad ke-19
M. (1316-1332 H.), suatu tahap sangat belakang perkembangan sufisme di
Kalimantan Selatan, yakni Mukāsyafat al-Asrār ar-Rubūbiyyah (Menyingkap
Rahasia-rahasia Ketuhanan), yang menjadi satu kesatuan dengan Bāb at-
Tashawwuf dan Tuhfat al-Ahbāb (Hadiah Para Pencinta).
Di samping karya yang ditulis oleh ulama Banjar, juga beredar karya-
karya yang belum dikaji secara filologis, antara lain, Kitāb Tāj al-Mulk al-Mursha‟
bi Anwā‟ ad-Durar. Kajian antropologis yang dilakukan Alfani Daud
menunjukkan bahwa keberislaman urang Banjar, antara lain, dibentuk oleh kitab
ini yang sudah lama beredar di daerah ini.
Tāj al-Mulk: Siapa Penulisnya dan Latarbelakang Penulisannya
Judul lengkap karya ini yaitu Kitāb Tāj al-Mulk al-Mursha‟ bi Anwā‟
ad-Durar (Mahkota Kerajaan yang Berhiaskan dengan Bermacam-macam
Mutiara). Di masyarkat Kalimantan Selatan, kitab ini lebih dikenal dengan Tajul
Muluk. Dalam halaman depan kitab ini dijelaskan sebagai berikut:
Inilah kitab yang bernama Tāj al-Mulk al-Mursha‟ bi Anwā‟ ad-Durar wa
al-Jawāhir al-Manzhūmāt artinya ّنوك رًق pakaian segala raja-raja yang aturkan
dengan beberapa bagai daripada mutiara yang terkarang. Bermula arti
ّنوك رًق itu kopiah emas yang dibubuh permata dengan intan dan yakut dan
zamrud dan mutiara lu`lu`. Maka ّنوك رًق itu pakaian raja-raja dan
hulubalang dan orang yang besar-besar.9
Kitab ini diterbitkan bersama-sama dengan dua kitab lain, yaitu Hidāyat
al-Mukhtār: Tarjamat Arba‟īn Hadītsan fī Fadhl al-„Ilm asy-Syarīf (Petunjuk Orang
yang Terpilih: Terjemah Empat Puluh Hadīts tentang Keutamaan Ilmu yang
Mulia) karya al-‗Allāmah al-Hāfizh ‗Abd al-‗Azhīm al-Mundzirī yang
diterjemahkan ke bahasa Melayu oleh al-‗Ālim al-‗Allāmah Tuan Hasan Bāsūt
ibn al-Marhūm Tuan Ishāq Fathānī ditempatkan sesudah Tāj al-Mulk dan Kitāb
Bad` Khalq as-Samāwāt wa al-Ardh (Kitab Awal Penciptaan Langit dan Bumi)
yang diterjemahkan oleh Nūr ad-Dīn bin ‗Alī Jinjī ad-Dānī asy-Syāfi‘ī.10
Nama ―Tāj al-Mulk‖ sama sekali tidak disebut oleh penulisnya dalam
khuthbat al-kitāb. Nama kitab yang disebut dalam khuthbat al-kitāb yaitu Sirāj
azh-Zhalām fī Ma‟rifat as-Sa‟d wa an-Nahs fī asy-Syahr wa al-Ayyām (Pelita
Kegelapan untuk mengetahui Keberuntungan dan Ketidakberuntungan dalam
Bulan dan Hari). Nama Tāj al-Mulk disebut dalam puisi (nazhm syi‟r) yang
disusun oleh Syekh Ismā‘īl Aceh untuk memberikan informasi bagi
pembacanya tentang isi kitab ini. Di antara 34 bait puisi yang ditulis oleh Syekh
'Ismā'īl pada awal kitab ini, bait-bait berikut menjelaskan identitas penulisannya:
دڠاَرفًس مثيأ الله ىست ٍ د لوي واكڠالله واَ ٍ
اسوك حيأ يتر وك ٍْوذ يجوف ٍيهكس لله دًحنا
اذرس واس ىراس حثحص يثَ ٍكأ جوهص ٍيدًك
ارك ّهيَاڠاوًس باجػ ٍ ٌاوذ يْو دؼت ايأ
اردوس يْو باسح ىهػ لوي2 جروس واك
لاوت رف ٍكوت حثحص يْو ولاظنا جارسبارك اًَ
سيردإ يثَڬاررج ور ووجَ ىهػ حقيرط مصأ
ي خرأڠ هيْڠ يُيسدﭘ .اذ11 لاڬ ٍيإ بارك ىناد دثسرذ
Dalam khuthbat al-kitāb, disebutkan bukanlah ad-Dānī seperti yang tercantum di
halaman depan kitab ini, melainkan ar-Rānī, yaitu nama tempat. Mungkin yang dimaksudkan
yaitu ar-Raniri sekarang. Khutbat al-kitāb bisa menjelaskan identitas dan latarbelakang
penulisan kitab ini. Menurut penulisnya, kitab ini ditulis atas titah raja atau sultan Iskandar Sani
‗Alīy ad-Dīn pada tanggal 20 Syawwāl 1040 H.
Dalam bait-bait yang lain disebutkan sebagai berikut:
اَايد ِوتاي لاكس ةئاجػ يسإ رد اًَ كهًنا جاذ
اَايد ِوتاي ٌار وذا ؤهيا ٍرَا اذايرف سيأ ّيفك
رفذ ىديس يْوﭽايْ ي كيڠ كوذڠ ٍيا رًق ّنوك
اواج ٍكوت يسراف ٍكوت كوذ ٍكوتڠ ىدُْ عروأ
روأڠ اجرك غي يكرذ كوذ فارذڠ ينوثًرسا
ىرقنا وأ الله ٌايأ َ د ّسورفڬحكي ىر
رك ٍيْاڠاُت ؤهيا ٍ ٌاوذ يْو الله الله
نوذ ولاسنا بات ىدكڠ .اسقرف12 ٍيا بارك حجاحرت غي فايس
Kutipan di atas menjelaskan bahwa nama karya ini yaitu Tāj al-Mulk
atau Sirāj azh-Zhalām tentang ilmu hisāb (makna generik: hitungan) atau ilmu
nujum yang konon dikatakan berasal dari Nabi Idrīs as. Kutipan ini juga
menjelaskan arti tāj: ―kopiah emas yang bertatahkan permata intan‖ (mahkota,
bahasa Aceh: ّنوك قرً ) yang diproduksi oleh orang Turki.13 Bait-bait syair ini
digubah oleh Syekh Ismā‘īl bin 'Abdul Muthallib al-Āsyī selain untuk
menjelaskan isi kitab ini, juga memberi informasi tempat membelinya di Kadai
(toko buku) ―Babus Salam‖ saat itu.
Nama Tāj al-Mulk diberikan oleh Syekh Ismā‘īl, sedangkan Sirāj
azh-Zhalām diberikan oleh penulisnya sendiri. berdasar penjelasan Haji
Ismā‘īl, karya ini ia kumpulkan dari beberapa kitab yang berisi petunjuk-
petunjuk
singkat tentang faedah-faedah tertentu (fawā`id)14 yang berjudul Sirāj Nūr azh-
Zhalām oleh Syekh ‗Abbās orang Aceh dalam bidang ramalan yang disebutnya
dengan ―ilmu hisāb‖, ―ilmu bintang‖, ―ilmu handasah‖, dan ―ilmu falakiyyah‖.
Ilmu ini sekarang biasanya disebut dengan astrologi. Jadi, penulis sesungguhnya
bukanlah Tuan Hasan Bāsūt, sebagaimana diyakini umumnya, maupun Syekh
Ismā‘īl, melainkan Syekh ‗Abbās. Tuan Hasan Bāsūt hanya menerjemahkan
kitab Hidāyat al-Mukhtār fī Fadhl al-'Ilm wa Fadhl Shāhibih min Kalām Sayyid al-
Akhyār koleksi al-Hāfiz 'Abd al-'Azīm al-Munzhirī karya Syekh Tuan Hasan
Basūt bin Tuan Ishaq Fathani yang menjadi bagian dari kitab ini. Sedangkan,
Syekh Ismā‘īl hanya mengkompilasi beberapa karya yang kemudian
memberikan nama lain, yaitu Tāj al-Mulk.
1. Biografi Syekh 'Abbās (Penulis)
Nama lengkapnya yaitu Syekh 'Abbās bin Muhammad al-Āsyī, seorang
pengikut madhhab fiqh Syāfi'ī dan tarekat Khalwatiyah. Menurut Tuanku Abdul
Jalil (sekretaris Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh), Syekh 'Abbās
bergelar Teungku Chik Kutarang. Syekh 'Abbās sendiri menjelaskan asal-
usulnya: "Syekh 'Abbās, Aceh nama negerinya, Masjidul Jāmi' Ulu Susu
tempatnya, Kuta Karang nama kampungnya". Ia yaitu seorang hakim (qādhī)
Malikul Adil pada masa Sultan Alaiddin Ibrahim Mansyur Syah (memerintah
1857-1876M). Tahun kehidupan belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, dari
penanggalan penyelesaian dua karya, yaitu Sirāj az-Zalām (1266H/1849M) dan
Qunū` liman Ta'aththuf (sic, mungkin Ta'aththaf) yang masih berupa manuskrip
(1259H/1843M), ia hidup belakangan dibandingkan dua ulama besar Aceh
Syekh Muhammad bin Khathīb Langien (penulis Dawā` al-Qulūb, 1237H/1821)
dan Syekh Muhammad bin Syekh Abdullah Ba'īd (penulis Hukum Jarah,
1236H/ 1820M). Syekh 'Abbās menimba ilmu di Makkah, dan merupakan
teman ulama seperti Syekh Zainuddin Aceh, Syekh Isma'il Minangkabau,
Khathīb Sambas, dan Syekh Muhammad Shalih Rawa. Di antara gurunya
yaitu Sayyid Ahmad al-Marzūqī al-Mālikī, Syekh 'Utsmān ad-Dimyāthī, Syekh
Muhammad Sa'īd Qudsī, Syekh Muhammad Shālih bin Ibrāhīm ar-Ra`īs, Syekh
'Umar 'Abd ar-Rasūl, dan Syekh 'Abd al-Hāfiz al-'Ajamī. Selain Sirāj az-Zalām
dan Qunū' (MS 220 di Muzium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur), Kitāb al-
Rahmah (tentang pengobatan), Tazkirah al-Rākidīn (berupa puisi dan prosa,
naskah Leiden, 1304H), dan Maw'izah al-Ikhwān (prosa). Sebagian karya ini
masih tersimpan di Muzium Islam Pusat Islam Kuala Lumpur, Pusat
Manuskrip Melayu Perpustakaan Negara Malaysia, dan koleksi pribadi Wan
Mohd. Shaghir Abdullah.16
2. Biografi Syekh 'Ismā'īl (Kompilator dan Penyalin)
Syekh 'Ismā'īl, ketua perkumpulan mahasiswa Melayu pertama di Mesir,
dikenal sebagai kompilator dan penyalin. Di samping Tāj al-Mulk, ia juga
mengkompilasi Jam' Jawāmi' al-Mushannafāt yang cukup terkenal di dunia
Melayu. Dari naskah surat-surat yang dikirim oleh Syekh Ahmad al-Fathanī di
Makkah kepada Syekh 'Ismā'īl di Cairo, disimpulkan bahwa Syekh 'Ismā'īl
yaitu muridnya dan dilantiknya sebagai ketua perkumpulan mahasiswa di
Cairo. Sedangkan, Syekh Muhammad Thahir Jalaluddin dilantik sebagai ketua
Pelajar Putera Diraja Riau d Cairo. Pada tahun 1292-1299 H, Syekh Ahmad
al-Fathani diketahui menjadi perintis jalan bagi orang-orang Melayu untuk
belajar di Masjid al-Azhar. sesudah kembali ke Makkah, ia memotivasi murid-
muridnya di sana untuk belajar di al-Azhar. Menurut keterangan Syekh 'Abd
al-Shamad al-Palimbani dalam Zahrah al-Murīd, Syekh 'Ismā'ī menerima talqīn
zikr dari Syekh Muhmmad 'Alī – Syekh Muhammad As'ad – Syekh Sa'd dst
sama dengan silsilah tarekat Syattārīyah versi Syekh Daud bin 'Abdullāh
al-Fathanī.
Syekh 'Ismā'īl tidak hanya mengkompilasi karya Syekh 'Abbās, tapi
kemngkinan besar juga, karya-karya Syekh Ahmad al-Fathani yang sekarang
ditulis dalam bahasa Melayu dialihbahasakan oleh Syekh 'Ismā'īl bersama Syekh
Daud al-Fathanī, Syekh Idrīs bin Husein al-Kalantanī, dan Syekh 'Abd
ar-Rahmān Gudang al-Fathanī. Kitab-kitab yang dikompilasinya dalam Jam'
Jawāmi' al-Mushannafāt yaitu Hidāyat al-'Awwām karya Syekh Jalaluddin bin
Kamaluddin Aceh, Farā`idh al-Qur`ān (anonim), Kasyf al-Kirām dan Talkhīish al-
Falāh keduanya karya Syekh Muhammad Zain Aceh, Syifā` al-Qulūb karya Syekh
'Abdullāh Aceh, Mawā'iz al-Badī'ah karya Syekh 'Abd ar-Ra`ūf Fansuri, Dawā`
al-Qulūb karya Syekh Muhammad bin Syekh Khathīb Langien, I'lām al-Muttaqīn
karya Syekh Jamaluddin bin Syekh 'Abdullāh.17
Dalam khuthbat al-kitāb dijelaskan oleh penulisnya nama kitab ini dan
latar belakang penulisannya:
وى و ةسورلمحا ىشلآا فى ةعيرشلا ءاول لمالحا هالجا و ةزعلا وذ نىرمأ دقف ,دعب امأ
لماعلا رىوج ناطلسلا نبا هاش للهبا روصنلما ناطلسلا مركلما مظعلما ناطلسلا نالاوم
ةلاسر ول لمعأ نأ هاش ةفرعم و بىرعلا رهشلا مياأ ةفرعم نايب فى ىوالجبا ةرصتمخ
.... كلذل جاتيح امد كلذ يرغو سحنلا و دعسلا نم روهشلاو ميالأا تاعاس
جارس اهتيسمو ...كلانى الم ونظل انيستح كلذل لاىأ نكأ لم نإو كلذل هرمأ تلثتماف
...ميالأا و رهشلا فى سحنلا و دعسلا ةفرعم فى ملاظلا18
Adapun sesudah itu, aku telah diperintahkan oleh yang memiliki
kemulian dan kebesaran yang membawa panji-panji syari‘at di Aceh yang
dilindungi agar aku menuliskan untuknya suatu risalah singkat dalam
bahasa Jawa [maksudnya, bahasa Melayu] untuk mengetahui hari-hari bulan
Arab dan untuk mengetahui sat-saat dalam hari dan bulan yang
memberikan keberuntungan dan mengakibatkan ketidakberuntungan serta
hal-hal lain yang diperlukan. Perintahnya ini kukabulkan, meskipun
aku bukanlah orang yang ahli untuk itu agar ia berbaik sangka tentang hal
itu. Risalah ini kuberinama ―Sirāj azh-Zhalām fī Ma‟rifat as-Sa‟d wa an-Nahs fī
asy-Syahr wa al-Ayyām‖.
Kitab ini mulai ditulis oleh Syekh 'Abbās pada hari Senin tanggal 9 Rajab
1226 H. di Mesjid Jami‘ Ulu Susu di kota tempat kelahirannya (Kuta Karang).
Menurut Wan Mohd. Shaghir 'Abdullah, karya ini mulai disalin oleh Syekh
'Ismā'īl pada hari Sabtu, 28 Rabī'ul Awwal 1306H/ 1888M di Makkah. Cetakan
pertama diterbitkan oleh Mathba'ah al-Miriyah al-Ka`inah, Makkah, 1311H/
1893 M dengan diedit oleh Syekh 'Isma'īl sendiri dan ditelaah ulang oleh
gurunya, Syekh Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani.19
Sebagaimana tampak dalam kutipan di atas, penulisan kitab ini
dilatarbelakangi oleh titah raja, dengan sanjungan "pembawa panji-panji
syarī'ah" (hāmil liwā` al-syarī'ah), penguasa "Aceh yang dilindungi" (al-Āsyī
al-mahrūsah), sebab Aceh saat dikelilingi oleh benteng pertahanan.20 Raja
ini yaitu Sultan Alaiddin Ibrahim Manshūr Billāh Syāh bin as-Sulthān
Johor (versi lain: ibn Sultan Fathanī) al-‗Ālam Syāh (1857-1870), yang
menitahkan kepada penulis untuk menulis karya yang berisi ramalan tentang
hari-hari dan bulan-bulan yang memberi keberuntungan atau
ketidakberuntungan, seperti untuk perencanaan perang.
Iklim intelektual dan kultural Aceh saat itu diwarnai dengan munculnya
karya-karya cemerlang ulama yang kemudian mempengaruhi keberislaman
Nusantara. Hubungan ulama dan penguasa terjalin baik. Iklim seperti
diwujudkan dengan baik oleh raja-raja pendahulunya. Pada abad ke-17,
misalnya, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan
Sultan Iskandar Sani (1636-1641) ada kemajuan dalam peradaban Islam.
Pada masa pemerintah Sultan Iskandar Muda, misalnya, dibangun Mesjid
Baiturrahman yang megah yang bisa disaksikan hingga sekarang. Pada masanya
juga, dijalin hubungan dengan Pahang dengan menikahkan putrinya,
Safiatuddin dengan putra Ahmad Syah, Sultan Pahang, yang kemudian sesudah
menjadi raja bergelar Sultan Iskandar Sani. Pada masa pemerintahan yang
disebut terakhir ini, berkembang karya-karya penting ulama Aceh, seperti ash-
Shirāth al-Mustaqīm dalam bidang fiqh karya Nūr ad-Dīn ar-Rānirī (w. 22 Dzū
al-Hijjah 1069/ 21 September 1658 M) asal Gujarat yang kemudian diberi
penjelasan secara panjang lebar oleh Sabīl al-Muhtadīn karya Muhammad Arsyad
al-Banjarī di Kesultanan Banjar dan Bustān as-Salāthīn dalam bidang tashawuf.21
3. Latarbelakang Penulisan
Latar belakang ―tradisi meramal di Istana‖ ini tampak pada halaman-
halaman awal karya ini, seperti tentang perhitungan hari yang tepat untuk
berperang22 dan tentang ramalan yang menang (ghālib) dan yang kalah (maghlūb)
berdasar simbol pertarungan: kuda, singa, lembu, kijang, gajah, anjing,
harimau, dan babi.23 Hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh semangat anti-
penjajah Belanda saat . Menurut M. Adnan Hanafiah, Syekh 'Abbās pernah
mengatakan dalam risalahnya: "Segala bentuk perbuatan yang memberi manfaat
kepada kafir dihukumkan orang itu menjadi kafir".24
Pada bagian penutup kitāb Sirāj azh-Zhalām ini, juga tampak sekali bahwa
kitab ini ditulis terutama untuk kepentingan kerajaan, misalnya, tentang
pentingnya musyawarah bagi para raja dan mempertimbangkan pendapat ulama
dan hukamā`. Kutipan berikut menjelaskan arah utama penulisan kitab ini:
(terjemah bebasnya)
(Inilah suatu nasehat) Seogianya, bagi raja-raja atau orang yang memiliki
jabatan penting jika ingin mengangkat seorang hulubalang atau yang
sederajat pangkatnya, panglima perang, atau jabatan-jabatan lain, pertama-
tama harus dimusyawarahkan dengan orang yang memiliki ilmu dan akal.
Jika telah dimusyawarahkan, harus shalat istikhārah untuk meminta
petunjuk kepada Allah swt. dan dikenali orang yang akan diangkat atas
dasar lauh al-hayāt (literal: ―papan kehidupan‖) dan lauh al-mamāt (literal:
―papan kematian‖) (metode ramalan ini dikutip dari Syams al-Ma‟ārif al-
Kubrā karya al-Būnī—Wrd), sebagaimana telah dikemukakan. Jika orang
yang bersangkutan jatuh pada lauh al-hayāt, maka seogianya dilaksanakan
pengangkatan. Sedangkan, jika jatuh pada lauh al-mamāt, harus bersabar
dahulu. Hal itu sebab harus mengambil petunjuk yang baik, sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadīts ―wa kāna Shallā Allāh „alayh wa sallam yuhibb
al-fa`l al-hasan‖, artinya: Rasulullah saw. mengambil petunjuk (اُفًس) yang
baik.
(Kata Imam Ghazālī rahimahullāh ta‟ālā dalam Ihyā` „Ulūm ad-Dīn): Tidak
sempurna suatu pekerjaan, kecuali dengan bertemunya dua hal, yaitu
bertemunya antara akal dan ilmu, antara dua akal, atau antara dua ilmu,
sebagaimana halnya tidak sempurna ilmu fiqh, kecuali dengan ilmu nahwu
dan sharf. Begitu juga, tidak terwujud anak, kecuali dengan keberadaan dua
ibu dan ayahnya. Jika telah tercapai kesesuaian antara akal dan ilmu, antara
dua akal, atau antara dua ilmu, harus dikerjakan. Jika tidak ada kesesuaian
antara keduanya, jangan dikerjakan.
Syekh ‗Abbās juga menjelaskan, seperti halnya prediksi Ibn Khaldūn
dalam Muqaddimahnya, tentang sebab-sebab keruntuhan suatu kekuasaan.
Menurutnya, runtuhnya suatu kekuasaan raja sebab empat faktor. Pertama,
menjalankan roda pemerintah tidak secara sungguh-sungguh. Kedua,
keputusan (kharāj) raja hanya didasarkan pertimbangan akal semata yang tidak
sesuai dengan ilmu. Ketiga, keputusan (kharāj) raja hanya didasarkan
pertimbangan ilmu semata yang tidak sesuai dengan akal. Keempat, keputusan
yang didasarkan atas suatu pertimbangan akal saja dengan mengabaikan
pertimbangan-pertimbangan akal lain. Di samping empat faktor ini ,
faktor yang menyebabkan runtuhnya suatu kekuasaan yaitu sebab tirani
(zhulm) yang dilakukan oleh raja. Untuk menopang kesimpulannya ini, ia
mengutip satu bait syair dan hadīts Nabi saw:
و ام نم دي لاإ دي الله اهقوف و ام نم لماظ لاإ ىلبيس لماظب
Tidak ada suatu tangan kekuasaan, melainkan tangan kekuasaan Allah di
atasnya, dan tidak ada seorang yang melakukan kezhaliman, melainkan ia
juga akan dibalas dengan penzhalim yang lain.
نم رفح ويخلأ نمؤلما ارئب هامر الله اهيف (ثيدلحا)
Barangsiapa yang menggali sumur untuk saudara sesama mukmin, Allah
akan melemparnya ke dalam sumur yang digalinya itu.
Untuk menjelaskan faktor penyebab runtuhnya suatu kekuasaan,
menurut Qānūn as-Siyāsah, faktor penyebab hilangnya wibawa seorang raja
yaitu sebab menghina ulama dan hukamā`, serta melakukan maksiat.26
Jika teks ‗Abbās ini kita lihat dengan ―lensa pembesar‖ sejarah, kita
bisa mengatakan bahwa tradisi meramal kejadian yang berhubungan dengan
upaya mencari sandaran mistis dan magis untuk melanggengkan kekuasaan
merupakan ciri kerajaan-kerajaan di Nusantara di abad ke-13 H/ 18 M yang
sejak awal proses islamisasinya dikokohkan dengan peran tashawuf di
dalamnya, seperti di kerajaan di Buton.27 Latarbelakang itu bisa menjelaskan
betapa ulama menjadi bagian penting dalam kerajaan, sehingga beberapa
karya-karya ulama Nusantara terdahulu yang hingga kini mempengaruhi pola
pikir kaum muslimin di hampir semua belahan tanah air muncul sebab
permintaan kerajaan. Bahkan, hal ini juga terjadi di Timur Tengah, seperti latar
belakang ditulisnya al-Risālah asy-Syāfi'ī dan al-Muwaththa` Mālik.
Sistematika Kitab
Sebagaimana dijelaskan oleh Haji Ismā‘īl, kitab ini merupakan kumpulan
dari beberapa kitab dan karya yang ukurannya kecil (risālah) yang ditulis oleh
Syekh ‗Abbās. Sebagai sebuah kumpulan karya yang ditulis dalam beberapa
kesempatan, karya ini tampak tidak sistematis dan runtut. Kitab ini, menurut
Haji Ismā‘īl, ditulis dalam 50 bab tentang obat penyakit28 dan tentang ramalan
keberuntungan hari-hari dalam sebulan yang terdiri dari dua bab yang
dilengkapi dengan satu pengantar (muqaddimah) dan penutup (khātimah).
sebab tidak ada keterangan tentang judul-judul karya Syekh ‗Abbās
selengkapnya yang dikumpulkan oleh Haji Ismā‘īl, kita sulit untuk
mengidentifikasi karya-karya selain Sirāj azh-Zhalām, kecuali dengan adanya
tulisan basmalah yang biasanya mengawali suatu bahasan atau suatu karya. Oleh
sebab itu, kita dapat mengasumsikan karya ini terdiri dari:
1. Risālah Sirāj azh-Zhalām (1-26) yang berisi:
a. Pengetahuan tentang penanggalan bulan-bulan Arab (Bab I) yang terdiri
dari 8 pasal yang dimaksudkan untuk meramal keberuntungan dan
ketidakberuntungan (Arab: nahs, Indonesia: naas, sial). Pasal-pasal ini
yaitu pasal tentang tahun basīth dan kabīsat dalam penanggalan Arab,
pasal tentang hari awal masuk tahun Arab, pasal tentang mengetahui awal
masuknya bulan Arab, selain Muharram, pasal tentang patokan untuk
mengetahui awal hari bulan dengan metode dā`irah hawālah (dengan
lingkaran yang ditulisi nama-nama bulan), pasal tentang jumlah tahun yang
dikonversi ke hurup untuk ramalan, pasal tentang saat-saat dalam sehari
semalam yang didasarkan atas nama-nama planet (saturnus [zuhal], mars
[marīkh], merkurius [„uthārid], bulan [qamar], jupiter [musytarī], venus
[zuharah], dan manusia [syams]), dan pasal tentang arti tujuh planet ini
dalam hubungannya dengan ramalan nasib manusia.
b. Tentang hari-hari dalam sebulan dan hubungannya dengan keberuntungan
dan ketidakberuntungan, yang terdiri dari sembilan pasal dan satu nasehat
bagi raja-raja (Bab II), yaitu penjelasan hari-hari dalam sebulan
berdasar ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, hari-hari ketidakberuntungan
dalam sebulan berdasar ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, penjelasan hari-
hari keberuntungan dan ketisdakberuntungan dalam seminggu
berdasar pendapat sebagian hukamā`, saat-saat keberuntungan dan
ketidakberuntungan dalam sehari, penjelasan tentang awal hari dalam
bulan, tentang wali-wali yang diberikan wewenang oleh Tuhan untuk
mengendalikan dan memelihara bumi dan manusia (rijāl al-ghayb), tentang
ghālib dan maghlūb berdasar ―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq, tentang ghālib
dan maghlūb berdasar ―madzhab‖ Abū Ma‘syar, ramalan keberuntungan
dan ketidakberuntungan menurut al-Būnī dalam Syams al-Ma‟ārif al-Kubrā,
dan nasehat bagi para raja jika ingin mengangkat pejabat.
2. Kitāb al-Fāl. Istilah fāl berasal dari kata Arab ―fa`l‖ (لأف) yang memuat arti:
good omen; favorable auspice; optimistic outlook; hope; omen; auspice; sign. Yang
dimaksud di sini yaitu ―membaca fa`l‖ (qara`a al-fa`l), yaitu ―to tell fortunes,
predict the future‖, atau meramal nasib.30 Kitab ini berisi penjelasan teknik
meramal dengan fāl nama-nama malaikat, yaitu Jibrā`īl/Jibrīl, Isrāfīl, Mīkā`īl,
dan ‗Izrā`īl, dan nama-nama rasul, yaitu Mūsā, Dāwūd, Ibrāhīm, Ismā‘īl,
Yūsuf, Yahyā, Nūh, Idrīs, Ya‘qūb, ‗Īsā dan Muhammad saw, fāl ayat-ayat al-
Qur‘an, yaitu meramal dengan berpatokan kepada hurup pertama hijā`īyah
dari potongan ayat al-Qur‘an pada baris ketujuh dari atas yang dibuka
sebelumnya secara acak dan dihitung pada lembaran ketujuh ke depan dari
halaman yang ditemukan. Di samping ramalan, kitab ini juga berisi
pengobatan, yaitu: sakit pinggang, kadas dan kurap, sakit perut, kemasukan
syetan, sukar melahirkan.31
3. Bahasan selanjutnya (h. 33-54) masih berkaitan dengan pengobatan.
Namun, baru pada bahasan tentang pengobatan sakit kepala, uraian yang
dikemukakan dianggap sebagai bab 1. Atas dasar ini, saya beranggapan
bahwa uraian yang dimulai pada bab 1 hingga bab 50 yaitu satu karya
tersendiri Syek ‗Abbās. Bahasan ini memuat pengobatan berbagai penyakit
seperti sakit mata,32 batuk, gangguan pada telinga (tuli, mengeluarkan darah
atau nanah),33 obat gila, demam dan pencegahannya, obat anak suka
menangis (panangisan), obat kelesuan atau kelelahan, obat sakit pinggang,
sariawan, keluar nanah, obat sakit burut (hernia), bisul yang parah (barah),
terhenti menstruasi yang bukan sebab hamil, supak, digigit anjing, racun
atau bisa, patang tulang dan keseleo, penahan darah keluar, bintik-bintik
hitam pada tubuh, pengobatan beberapa penyakit dengan majun, dan
pencegah tikus tanaman. Kitab ini tidak hanya memuat pengobatan dengan
tanaman, melainkan dengan bacaan tertentu.
4. Kitab yang berisi beberapa persoalan: terapi tubuh, pengobatan alam dan
bacaan, ramalan, dan ta‘bir mimpi.34 Kitab ini memuat, antara lain, azimat
parkasih (supaya dicintai oleh lawan jenis), obat vitalitas, memperpanjang
dan memperbesar ukuran alat vital, pencegah hama di pertanian, ramalan
nasib atas dasar napas manusia yang dibagi kepada napas matahari (kanan,
simbol keberuntungan) dan napas bulan (kiri, ketidakberuntungan), ramalan
nasib atas dasar gerak bagian tubuh tertentu manusia, ramalan tentang
kecocokan calon suami isteri atas dasar namanya yang dikonversi ke angka,
ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan bulan dan wilayah dengan
teknik pari naga, ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan hari-hari
dalam seminggu bagi hulu balang, ramalan kemenangan dan kekalahan
(ghālib dan maghlūb), ramalan untuk mendirikan rumah, cara membuat ragi
untuk tape, dan ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan daerah
untuk bepergian. Kitab ini diakhiri dengan bahasan tentang tabir mimpi
yang berkaitan dengan persoalan gaib, seperti tentang Allah swt, Nabi
Muhammad saw., Nabi Adam as., khulafā` rāsyidūn, Arasy, surga, neraka, al-
shirāth al-mustaqīm, lauh mahfūzh, hari kiamat, atau tentang benda-benda alam,
seperti matahari, awan, atau tentang aktivitas keseharian, seperti mimpi
berperahu dan makan.
5. Bahasan (h. 72-113) tentang berbagai persoalan seperti dalam bahasan tema
dalam halaman-halaman sebelumnya. Saya beranggapan bahwa semua
bahasan dalam halaman-halaman ini merupakan karya tersendiri Syekh
‗Abbās, sebab diawali dengan basmalah, hamdalah, dan shalawat, dan diakhiri
dengan ungkapan ―tamma hādzā al-kitāb wa yalīhi fawā`id an-nafīsah‖ (telah
selesai semua bahasan dalam kitab ini dan berikutnya yaitu beberapa
petunjuk yang berharga). Kitab ini dimulai dengan tabir mimpi hal-hal yang
berkaitan dengan anggota tubuh manusia, binatang yang berkaki empat,
binatang yang melata, pohon, bukit, rumah, pakaian, sungai, telaga, laut,
makanan, aktivitas ibadah, api, negeri, dusun, jalan, batu, bumi, buah-
buahan, bunyi-bunyian, dan hal-hal yang kotor. sesudah bahasan tentang
tabir mimpi, penulisnya mengemukakan bahasan tentang pengobatan
dengan majun (ma‟jūn), ramalan tentang tanah untuk mendirikan rumah,
obat balgham (dahak), ramalan tentang 10 sifat ―simbol kebintangan‖
perempuan, obat racun dan luka, azimat untuk kanak-kanak cengeng,
ramalan kayu yang akan dijadikan tiang rumah, kayu yang dihuni oleh hantu,
kayu yang dijadikan bahan bangunan rumah raja-raja, syarat mahalat (azimat
yang dipakai untuk membentengi) rumah dari gangguan syetan, dan hal-
hal teknis lain saat ingin membangun rumah dilihat dari keberuntungan
dan ketidakberuntungan. Sebagian dari uraian tentang tata cara rumah
merujuk ke tradisi kalangan raja-raja di istana. Selanjutnya, bahasan
pengetahuan tentang ―nahas akbar‖ dalam setiap bulan dalam setahun,
seperti sepuluh hari dalam bulan Shafar, ramalan nasib atas dasar gerak
anggota tubuh tertentu, dan ramalan bulan untuk mendirikan rumah, azimat
untuk mengusir tikus dan belalang. Pada bagian akhir, penulis mengemukan
azimat cinta dan ramalan tentang saat-saat dalam sehari untuk keluar rumah.
6. Bagian fawā`id (sic, al-fawā`id) an-nafīsah memuat bahasan tentang
pengobatan, seperti dengan zanjabīl dan ―butiran hitam‖ atau al-habbat as-
sawdā` (seperti disebut dalam hadīts Rasul saw.). Bagian ini juga memuat
ramalan sifat manusia atas dasar warna tubuh dan bentuk anggota-anggota
tubuh yang dikatakan bersumber dari ilmu firasat hukamā`, faedah makanan
tertentu bagi kesehatan, seperti daging, ikan, terong, dan bawang, waktu
yang baik dan tidak baik untuk berhubungan badan serta tata caranya, dan
ramalan-ramalan nasib, tempat di bagian-bagian tubuh perempuan di mana
sperma berada dalam sebulan, ramalan keharmonisan calon suami isteri,
faedah basmalah, sifat-sifat Nabi Muhammad saw., dan pengobatan dengan
ayat-ayat al-Qur‘an yang dikenal dengan ruqyah dengan sumber populer,
Fawā`id asy-Syarjī. Pada bagian akhir, bahasan yang dikemukakan yaitu
tema yang dikemukakan pada bagian sebelumnya, seperti obat sakit mata,
azimat mengusir belalang, azimat vitalitas seksual, azimat menghindarkan
pencurian, hikmah kehilangan harta, dan obat sakit panas. Kitab terakhir
yang disertakan dalam Tāj al-Mulk yaitu Hidāyat al-Mukhtār.
Sumber-sumber dan Dasar Pijakan
berdasar penjelasan Syekh ‗Abbās sendiri,35 karya ini merujuk kepada
risalah yang ditulis oleh Imam Ja‘far ash-Shādiq, imam Syī‘ah keenam terkenal
yang menjadi bagian dari rantaian dalam genealogi kesufian syekh-syekh tarekat
Naqsyabandiyah,36 risalah Abū Ma‘syar, Wasīlat ath-Thālib (di bagian lain karya
ini disebut Wasīlat at-Thullāb) karya Yahyā bin Muhammad al-Khaththāb,
„Umdat ath-Thullāb fī Tārīkh al-„Arab, Syams al-Ma‟ārif al-Kubrā wa Lathā`if al-
„Awārif karya Ahmad bin ‗Alī al-Būnī (w. 622 H), Syarh (Nazhm) Natījat al-
Mīqāt karya Muhammad al-Marzūqī, Nazhm as-Sirāj al-Munīr, dan Syarh Nazhm
al-Kawākib. Di samping itu, Syekh ‗Abbās juga menyebut rujukan-rujukan
dalam uraiannya: Lathā`if al-Minan al-Kubrā karya ‗Abd al-Wahhāb asy-Sya‘rānī,
Fawā`id asy-Syarjī, Ihyā` „Ulūm ad-Dīn.37 Syekh ‗Abbās juga menyebut tokoh-
tokoh pengobatan tanpa merujuk karyanya, seperti Ibn Hakīm ‗Abdullāh dari
Byzantium,38 Khauj Muhammad Turkī yang pengobatannya bersumber dari
Hakīm Bahwānī Baghdādī dan pengobatan yang dipraktikkan oleh Sultan
Mahmud dari Malaka, terutama pengobatan majun yang merupakan khas
Timur Tengah. Dalam pengobatan ruqyah, Syekh ‗Abbās, antara lain, merujuk
kepada nama Qādhī Majd ad-Dīn asy-Syīrāzī dalam Tafsīr al-Fātihah dan Syekh
Abū al-Hasan ad-Dainūrī tanpa menyebut karyanya.40 Ia juga mengutip Syekh
Abū Bakr as-Sarrāj dalam Qaryat as-Salāmah dan Syekh al-Manāwī dalam Faydh
al-Qadīr (syarh al-Jāmi‟ ash-Shaghīr Jalāl ad-Dīn as-Suyūthī).
Dari nama dan karya yang dijadikan rujukan ini , dasar pijakan kitab
ini dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. Metode ruqyah, yaitu pengobatan yang memakai ayat-ayat al-Qur‘an
yang diriwayatkan juga pernah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw.
Metode ini juga diterapkan oleh kitab-kitab lain tentang pengobatan Islam,
seperti Khazīnat al-Asrār (Perbendaharaan Rahasia-rahasia) karya
Muhammad Haqqī an-Nāzilī, seorang syekh tarekat Naqsyabandiyah.
Bahkan, menurut an-Nāzilī, ruqyah dengan ayat-ayat al-Qur‘an, asma` Allah
swt, dan doa-doa yang ma‘tsūr tidak hanya dibolehkan, melainkan dianggap
sunnat oleh sebagian ulama, semisal at-Tamīmī dalam Khawāsh al-Qur`ān,
al-Qasthalānī dalam syarh al-Bukhārīnya, al-Qurthubī, ar-Rabī (murid
asy-Syāfi‘ī), Ibn Baththāl, Ibn Qayyim al-Jawziyyah, al-Qādhī Husayn,
al-Baghawī, az-Zarkasyī (sebagaimana dikutip as-Suyūthī dalam al-Itqān),
dan Ahmad bin Hanbal.42 Dalam hal-hal seperti ini, Tāj al-Mulk memiliki
kesamaan dengan kitab Khazīnat al-Asrār an-Nāzilī dan Syams al-Ma‟ārif
al-Kubrā al-Būnī yang menguraikan nilai magis ayat al-Qur‘an dan asma`
Allah, atau kitab-kitab lain yang sejenisnya.
2. Pengobatan Nabi (ath-Thibb an-Nabawī), seperti al-habbat as-saudā`,
meskipun dalam beberapa hal, sabda-sabdanya Nabi ditafsirkan untuk
kepentingan ramalan, seperti tentang firasat orang yang beriman.
3. ―Tashawuf klinis‖, yaitu bagian dari ajaran tashawuf tentang simbolisme
hurup-hurup al-Qur‘an yang dipakai untuk pengobatan dan ramalan.
Menurut Annemarie Schimmel, simbolisme hurup yang berkembang di
kalangan sufi bertolak dari tafsir khas sufi yang semula dikembangkan oleh
Ja‘far ash-Shādiq (w. 164-166), imam Syī‘ah keenam, yang melihat empat
segi makna al-Qur‘an, yaitu: pernyataan yang bisa dipahami oleh orang
kebanyakan, kiasan yang hanya bisa dipahami oleh orang istimewa,
sentuhan keanggunan (lathā`if) yang bisa dipahami oleh para wali, dan
―kenyataan‖ (kebenaran) yang hanya dipahami oleh para nabi.43 Tafsir
Ja‘far ini mempengaruhi pembentukan gagasan sufi tentang tafsir.44
Simbolisme hurup sufi beranggapan bahwa hurup-hurup dalam firman
Tuhan bukan sekadar penuturan verbal, melainkan ―cadar menuju ke
―yang-lain-an‖ yang harus diterobos oleh ahli mistik‖. Menurut Niffarī,
selama masih terikat pada hurup-hurup itu, si ahli mistik boleh dikatakan
memuja berhala. Hal itu berarti bahwa ia mengingkari agama, dan tidak
mencapai tempat yang tidak berhurup dan berbentuk lagi. Dalam kaitan hal
ini dengan diskusi kita, perkembangan terpenting dalam simbolisme hurup
sufi yang mengarah ke ilmu nujum yaitu teknik jafr yang pertama kali
dipakai oleh Ja‘far ash-Shādiq. Jafr merupakan perenungan mengenai
peristiwa-peristiwa yang lampau dan yang akan datang berdasar
gabungan-gabungan kata. sesudah mengalami kemorosotan mutunya,
hitungan ini menjadi kenujuman. Dengan menghitung jumlah kata
dalam satu halaman al-Qur‘an dan menghitung-hitung nilai angkanya, di
mana setiap hurup abjad Arab memiliki nilai angka, orang dapat
menggambarkan nama dan tempat. Cara seperti ini sebenarnya juga
ditempuh oleh kaum Kabal Kristen yang mengusut peristiwa-peristiwa
sejarah dalam kata-kata dan angka-angka yang ada dalam Injil,
terutama dalam bagian Wahyu. Kecenderungan dalam tashawuf Syī‘ah awal
ini dikembangkan oleh suatu kelompok Syī‘ah yang dikenal dengan nama
Hurūfī, ―mereka yang berurusan dengan hurup‖. Pendirinya yaitu
Fadhlullāh Astarābādī yang dihukum mati sebab bid‟ah pada tahun 1398.
Pengikutnya mencakup para penyair dan pengarang Parsi dan Turki, antara
lain yang pernah dicatat oleh Nesīmī. Penyair Turki ini menyatakan
gagasan-gagasan Hurūfī yang diramu dengan ajaran-ajaran sufi yang
berlebihan dan peniruan menarik pada al-Hallāj dalam sajak-sajak yang
sangat bersemangat. Fadhlullāh mengajarkan bahwa Adam telah
dianugerahi sembilan hurup, Ibrāhīm empat belas, Muhammad dua puluh
delapan, dan ia sendiri mendapat kehormatan untuk mengetahui 32 hurup
(empat hurup tambahan dalam abjad Arab versi Parsi).45 Perkembangan
belakangan ramalan ini di kalangan Syī‘ah yaitu tafsiran alif oleh seorang
pengarang Syī‘ah dari Sindh yang menghitung nilai-nilai dari tiga hurup
yang membentuk alif: a = 1, lam= 30, dan fa` = 80, jumlah= 111. Pada
gilirannya, hal ini menunjukkan pada kesetian muslim Syī‘ah yang juga
berdasar tiga hurup, yaitu a = 1, ―Allah‖; m = 40, ―Muhammad‖; dan
„ayn = 70 ― ‗Alī‖. Jadi, jumlahnya yaitu 111.46
Syekh ‗Abbās dalam Tāj al-Mulk dengan eksplisit bahwa risalah yang
ditulisnya ini, jika ada kekeliruan, harus dirujuk kepada risālah Ja‘far ash-Shādiq
yang disebutnya pertama di antara sumber-sumber yang lain.47 saat ia
menguraikan fāl al-Qur‘an, seseorang, menurutnya, harus menghadiahkan
pahala bacaan surat al-Fātihah kepada ruh Thāhā Muhammad saw., para nabi,
wali, para wali yang bergelar ―atqiyā, ashfiyā`, nujabā`, abdāl, awtād, ghauts, dan
quthb‖. sesudah itu, pahala bacaan ini juga dihadiahkan kepada ruh
Sayyidinā Ja‟far ash-Shādiq radhiyallāh anhu dan syekh yang memiliki fāl ini.48
4. Astrologi Arab-Islam. Ilmu falak (astronomi), yang darinya kemudian
berkembang istilah falakiyyah (astrologi) di warga yang dianggap
sebagai ilmu meramal, semula ditemukan sejak kurang lebih 3.000 tahun
sebelum masehi di kerajaan Babylonia yang terletak antara Sungai Tigris
dan Efrat (selatan Irak). Ilmu ini dipelajari oleh kaum muslimin sebab
berguna untuk menentukan waktu shalat lima waktu, arah kiblat, dan
penentuan awal bulan qamariyyah (peredaran bulan mengelilingi matahari).
Dalam Islam, tokoh terkenal di bidang ini yaitu Muhammad bin Mūsā al-
Khawārizmī dengan karyanya, al-Mukhtashar fī Hisāb al-Jabr wa al-Muqābalah
yang ditulis sekitar kurang lebih tahun 825 M di Baghdad.49 Ramalan Syekh
‗Abbās dalam hal ini merujuk ke karya-karya astrologi Arab-Islam, seperti
Syarh Natījat al-Mīqāt karya Syekh al-Marzūqī dan Syarh Nazhm al-Kawākib.
5. Tradisi Timur-Tengah dan tradisi lokal kalangan kerajaan di Asia Tenggara,
misalnya tentang majun (ma‟jūn). Tradisi Asia Tenggara terlihat dari
penjelasan Syekh ‗Abbās tentang tata-cara membangun rumah, antara
penjelasan tentang kayu-kayu yang dipakai oleh pararaja. Tata cara
membangun rumah seperti ini, tentu saja, bukan tradisi Timur Tengah,
melainkan kerajaan di Asia Tenggara, sebab kayu tidak lazim dipakai
sebagai bahan perumahan di Timur Tengah. Hal ini sangat mungkin terjadi
sebab Kesultanan Aceh memiliki hubungan baik dengan kesultanan-
kesultanan di Asia Tenggara, termasuk Kesultanan Malaka.
Contoh-contoh
1. Ramalan-ramalan
a. Hari-hari naas atau nahs dalam sebulan berdasar ―madzhab‖ Ja‘far
ash-Shādiq.50 Pendapat ini, menurut Syekh ‗Abbās, dikutipnya dari Syams
al-Ma‟ārif al-Kubrā dan Irsyād as-Sārī. Ia mengutip syair Ja‘far tentang hal ini:
كبمح ىعري كاوى لهف دوعت لايل دضب لملأا
Orang yang mencintaimu akan menjaga keiginanmu, lalu apakah malam-
malam akan kembali menghalangi cita-cita.
Makna bait syair ini dijelaskan dalam bait syair berikut ini:
امف ناك طوقنم صحنف لصح و ام ناك اسومهم دعسف لزج
(Hurup) yang bertitik menunjukkan ketidakberuntungan yang terjadi,
sedangkan (hurup) yang tidak bertitik menunjukkan keberuntungan yang
banyak.
Dengan patokan ini, disusun tabel ramalan keberutungan dan
ketidakberuntungan hari-hari dalam sebulan berikut:
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
50Syekh 'Abbās, Tāj al-Mulk, h. 17.
WARDANI Astrologi dan Pengobatan
111
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
26 27 28 29 30
b. Hari-hari naas menurut sebagian hukamā`:
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
11 12 13 14 15
16 17 18 19 20
21 22 23 24 25
26 27 28 29 30
Keterangan: angka yang ditulis tebal (bold) yaitu tanggal naas.
c. Ramalan keberuntungan dan ketidakberuntungan hari-hari dalam seminggu
dan saat-saat dalam sehari:
Pagi Menjelang
siang
Tengah
hari
Menjelang
Petang
Petang
Minggu G Gm G M L
Senin L A M G Gm
Selasa G L Gm M G
Rabu Gm G M L G
Kamis G L Gm G M
Jum‘at L G L Gm G
Sabtu M G G Gm G
Keterangan:
G = ghālib (menang) atau akan memperoleh keberuntungan
Gm = akan memperoleh keberuntungan, namun ada sedikit kendala
atau bahaya
M = maghlūb (kalah) atau menghadapi ketidakberuntungan
AL-BANJARI Vol. 9, No.1, Januari 2010 112
L = keadaan netral, yaitu tidak ghālib maupun maghlūb.
d. Ramalan orang yang menang (ghālib) dan yang kalah (maghlūb) menurut
―madzhab‖ Ja‘far ash-Shādiq dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Dua nama orang yang akan berkelahi atau berperang dihitung
berdasar nilai hurup abjad yang membentuk namanya. Ada dua
cara. Pertama, hisāb jamal kabīr, yaitu hitungan hurup-hurup abjad Arab.
Misalnya Ahmad (دًحأ) dengan nilai hurup masing-masing: alif=1,
hā`= 8, mīm= 40, dan dāl= 4, jadi jumlahnya yaitu 53. Kedua, hisāb
jamal shaghīr, yaitu menghitungkan sebutan hurup-hurup yang
membentuk nama. Misalnya Ahmad (دًحأ). Sebutan nama-nama hurup
abjad Arab yang membentuk nama ini dihitung secara rinci, yaitu alif
terdiri dari alif= 1, lām= 30, dan fā`= 80, huruf hā` terdiri hā`= 8 dan
alif= 1, hurup mīm terdiri dari mīm= 40, yā`= 10, dan mīm= 40, dan
hurup dāl terdiri dari dāl= 4, alif= 1, dan lām= 30.
2) Mencari angka sisa dengan mengurangi nilai nama ini sembilan-
sembilan (kelipatan sembilan). Misalnya, nama Ahmad dari hasil
metode hisāb jamal kabīr yaitu yang sesudah dikurangi dengan
kelipatan sembilan yaitu 8.
3) Perbandingan angka sisa kedua nama diramal berdasar ketentuan
ramalan yang dikemukakan Ja‘far ash-Shādiq. Misalnya perbandingan 1
dengan 9 (1: 9) menunjukkan bahwa nama yang memiliki angka sisa
satu akan menang, sedangkan sembilan akan kalah.
Tabel ramalan menang-kalah
No. Ghālib Maghlūb No. Ghālib Maghlūb
1. 1 9 24. 3 (menyerang) 3 (diserang)
2. 8 1 25. 9 4
3. 1 7 26. 4 8
4. 6 1 27. 7 4
e. Ramalan untuk mengetahui keberuntungan dan ketidakberuntungan untuk
melakukan sesuatu berdasar ayat-ayat al-Qur‘an. Caranya:
1) Berwudhu
2) Ambil mushhaf al-Qur‘an dengan rasa tawadhu kepada Allah swt disertai
dengan niat yang baik
3) Membaca surah al-Fātihah sekali
4) Membaca surah al-Ikhlāsh tiga kali
5) Membaca surah al-Falaq sekali
6) Membaca surah an-Nās sekali
7) Membaca doa berikut:
ةف أر كيلع تلكوت نىإ مهللا كبيغ فى نونكلما كرس فى بوتكلما وى ام نىرأف كباتكب
.ينحمارلا محرأ يا كتحمرب محمد قبح قلحا يلع لزنأ قلحا تنأ مهللا نوزخلما
8) Membaca shalawat sepuluh kali.
9) Dibayangkan apa yang ingin dilakukan, kemudian buka mushhaf
al-Qur‘an secara acak. Selanjutnya, sesudah mushhaf dibuka, hitunglah
tujuh halaman ke depan dari halaman yang telah dibuka. Pada halaman
5. 1 5 28. 4 6
6. 4 1 29. 5 4
7. 1 3 30. 4 (menyerang ) 4 (diserang)
8. 2 1 31. 9 5
9. 1(menyerang ) 1 (diserang) 32. 8 5
10. 9 2 33. 5 7
11. 2 8 34. 6 5
12. 7 2 35. 5 (menyerang ) 5 (diserang)
13. 2 6 36. 9 6
14. 2 5 37. 8 6
15. 2 4 38. 6 7
16. 3 2 39. 6 (menyerang ) 6 (diserang)
17. 2 (menyerang ) 2 (diserang) 40. 9 7
18. 3 9 41. 8 7
19. 8 3 42. 7 (menyerang ) 7 (diserang)
20 7 3 43. 8 9
21. 6 3 44. 8 (menyerang ) 8 (diserang)
22. 3 5 45. 9 (menyerang ) 9 (diserang)
23. 4 3
ini, temukan hurup pada ayat yang terletak pada baris ke tujuh dari atas
mushhaf. Hurup awal ayat ini diyakini menentukan nasib. Misalnya,
jika awal ayat ini yaitu alif, hal ini merupakan hurup awal dari
ayat “alā inna awliyā` Allāh lā khawf „alayhim wa lā hum yahzanūn”.
berdasar metode ramalan ini, ayat ini diyakini menunjukan
bahwa pekerjaan yang akan dilakukan yaitu sangat baik.52
f. Ramalan jodoh dengan cara, di mana masing-masing nama calon suami dan
isteri dihitung nilai hurup-hurup hija‘iyahnya seperti dijelaskan dalam tabel
konversi berikut.
Tabel konversi hurup hija’iyah ke angka
ا = 1 خ =600 ش =300 غ =1000 ن =50
ب = 2 د =4 ص =90 ف =80 و =6
ت =400 ذ =700 ض =800 ق =100 ْ =5
ث =500 ر =200 ط =9 ك =20 ء =1
ج =3 ز =7 ظ =900 ل =30 ي =10
ح =8 س =60 ع =70 م =40
Jumlah hitungan nama ini kemudian dikurangi dengan kelipatan
delapan. Perbandingan angka sisa sesudah dikurangi dengan kelipatan delapan
ini menunjukkan apakah kedua calon suami isteri yaitu pasangan yang
ideal atau bukan. Misalnya, satu banding satu (1:1) menunjukkan bahwa
pasangan calon suami isteri yaitu pasangan yang ideal, namun jika terjadi
cekcok, akan terjadi perceraian. Perbandingan nilai 1:2 menunjukkan bahwa
pasangan calon suami isteri akan sentosa, kasih sayang, dan murah rezeki.
Perbandingan nilai 1:3 menunjukkan akan ada cekcok, namun akan mudah
ditemukan jalan damai. Perbandingan 1:4 menunjukkan tidak sejalan dan tidak
akan memperoleh kedamaian. Perbandingan nilai 1:5 menunjukkan bahwa
pasangan ini tidak akan bahagia.
g. Ramalan karakter atau sifat manusia atas dasar bentuk tubuh tertentu,
seperti hidung, telinga, warna mata, muka, dan leher. Misalnya, ―hidung
yang sederhana dan sedikit panjang menunjukkan bahwa yang bersangkutan
lebih banyak memakai rasio dan pemahaman, hidung yang panjang dan
mancung memakai rasio secara serasi, hidung yang rendah dan besar
tanda bebal (idiot) dan menuruti hawa napsu, hidung yang tipis batangnya
tanda suka berkelahi, hidung yang luas lintangnya tanda tanda dengki dan
pemarah, hidung yang sangat tebal sama tengah tanda pendusta dan kurang
cerdas, dan hidung yang pendek ujungya tanda pendusta.
2. Pengobatan dan Tips Khusus
a. Tips atau adab melakukan sexual intercourse sebagaimana dalam kutipan
berikut:
Kata ahl ath-thīb (sic, seharusnya thibb, ahli pengobatan) dan segala
hukamā`, rahmatullah „alayhim (semoga rahmat Allah swt tercurah kepada
mereka): ―Maka yang amat baik jimā‟ yaitu sesudah mengencerkan
makanan dan badan dalam keadaan sederhana (nyaman), yaitu antara sejuk
dan hangat dan antara kering dan basah, jangan saat sangat lapar atau
sangat kenyang. Jika ia tersalah jimā‟ pada keadaan-keadaan seperti itu,
maka akan sangat memberi mudharat kepada fisik. Dan seogianya juga,
akan sangat memberi mudharat jika tatkala selesai melakukan jimā‟ minum
minuman atau makan makanan yang sejuk. Begitu juga, jangan melakukan
jimā‟, kecuali saat dorongan syahwat yang kuat (ghalib syahwat) dan dengan
disertai tanda-tandanya dengan membedakannya dengan keadaan
lemahnya. Melakukan jimā‟ dengan cara terbaik yaitu jika ditandai dengan
keadaan badan yang terasa dingin sesudah melakukannya dan tertidur.
Adapun yang terlebih baik kelakuan jimā‟ itu yaitu posisi laki-laki di atas
perempuan (dogy). Hendaklah, pertama-tama, ia bersenda gurau dan
diremas payudaranya supaya mempercepat keluar maninya, serta diangkat
kedua pahanya, kemudian disentuh zakarnya pada ari-ari perempuan.
Selanjutnya, ia perhatian mata perempuan, jika dilihatnya kedua mata
perempuan ini telah berubah segala kelakuannya (geraknya) disertai
dengan napas yang kuat yang menunjukkan keinginan kuatnya untuk
berjimā‟, maka saat itu jimā‟lah. Jika kedua mani hasil jimā‟ ini
bertemu, itulah yang membuahkan kehamilan.
b. Pengobatan wanita yang sukar melahirkan. Ayat berikut ditulis di atas
piring putih kemudian dibasuh dan diminum oleh wanita ini . Ayat
dimaksud yaitu :
مسب الله الرحمن الرحيم بر و تاومسلا بر الله ناحبس , اركلا ميللحا الله لاإ ولإ لا .
موي منهأك اىاحض وأ ةيشع لاإ اوثبلي لم انهوري موي منهأك , ميظعلا شرعلا بر و ضرلأا
.نوقسافلا موقلا لاإ كلهي لهف غلاب رانه نم ةعاس لاإ اوثبلي لم نودعوي ام نوري
Pengaruh Tāj al-Mulk di Kalimantan Selatan
Sejak ditulis oleh Syekh 'Abbās di Aceh pada masa Sultan al-Manshūr
Billāh pada abad ke-19 M, Tāj al-Mulk tersebar hingga ke Kalimantan Selatan.
Kitab ramalan dan pengobatan ini dijual di toko-toko buku dan telah lama
menjadi bagian dari tradisi warga Banjar. Tidak atau belum diketahui
kapan kitab ini mulai menjadi rujukan ramalan dan pengobatan warga
Banjar. Namun, suatu hal yang bisa diketahui yaitu bahwa jaringan ulama
Aceh-Banjar telah lama terjalin sejak era Muhammad Arsyad al-Banjari pada
abad ke-18 M.
Sebelum masuknya Islam, warga Banjar dipengaruhi oleh
kepercayaan animisme dan dinamisme, agama Hindu, dan tradisi keagamaan
lokal. Model keberagamaan memiliki ciri orientasi ke alam dalam manusia
berinteraksi dengan pelbagai misteri adikodrati yang dipersepsikannya. Kultur
ini menjadikan tradisi ramalan ini lebih mudah diterima, sebab memuat
tafsiran mistis atas pelbagai misteri alam dan kehidupan manusia. Dalam
Hikajat Bandjar, berkembang mitos-mitos keajaiban, seperti kaitannya
keturunan raja dengan nama-nama tokoh penting, baik dalam Hindu maupun
Islam, untuk menguatkan legitimasi kekuasaan, sehingga ada kesamaan-
kesamaan (paralel) antara berbagai mitos Banjar dengan berbagai hikayat-
hikayat lain. Memang, tidak mungkin diterimanya Tāj al-Mulk dalam
warga Banjar berkaitan langsung dengan kepentingan kerajaan Banjar,
sebab kerajaaan ini telah dihapus pada tanggal 11 Juni 1860 M., apalagi jika
dikaitkan dengan peran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjarī (lahir 1710) yang
dikenal dengan kritik teologisnya, seperti dalam Tuhfat ar-Rāghibīn, pada
tradisi-tradisi lokal yang dianggap menyimpang. Namun, berbagai tradisi
keagamaan lokal dan mitos istana masih tersisa dalam "nalar" warga
Banjar.
Meskipun ada beberapa kitab-kitab serupa yang beredar, seperti
Mujarrabāt, Dayrabbī, Abī Ma'syar, dan al-Būnī, Tāj al-Mulk tetap merupakan
salah satu referensi tradisi warga . Di kalangan warga Banjar, sudah
dikenal ramalan (babilangan) model Tāj al-Mulk untuk memilih jodoh,
mendirikan rumah, berpergian, tafsir mimpi, berbagai pengobatan tradisional.
Mimpi kadang-kadang membayangkan suatu peristiwa yang akan terjadi atau
meramalkan suatu peristiwa yang akan datang sering terdengar dalam
percakapan sehari-hari di warga Banjar. "De droom is…een alamat, zoals de
Bandjarees zegt", kata Mallinckrodt dalam suratnya kepada Kern pada tahun
1927.57