Tampilkan postingan dengan label senyum 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label senyum 3. Tampilkan semua postingan
senyum 3
By arwahx.blogspot. com at Januari 09, 2024
senyum 3
aikan Latief. Untung sang sopir dapat segera
menguasai dirinya. Dengan tenang ia menjawab, “Oh, itu soal yang gampang
saudara-saudara. Lihatlah, sopir saya saja pasti bisa menguraikan jawabannya.”
Kabar Buat Bung Gafur
Setiap kali menjelang Pemilu Abdul Gafur selalu menulis buku, kalau
tidak menyangkut Chucky ya Bu Tien. Sebetulnya bukunya biasa-biasa saja,
atau malah bisa dikatakan tidak menarik. Gafur memang tak bermaksud
menyusun buku, tapi sekadar bisa mengambil hati Pak Harto. Itu sebabnya,
Gafur sangat gembira ketika suatu hari ia didatangi seorang editor dari sebuah
penerbitan Amerika ternama.
Sang editor berkata pada Gair, “Ada kabar baik dan kabar buruk buat
Anda.”
“Oh ya, ini pasti menyangkut minat Anda untuk menerbitkan karya saya
dalam edisi Inggris. Coba katakan kabar baik itu,” ujar Gafur.
“Paramount menyukai karangan Anda. Karangan Anda dilahap habis.”
“Hcbat betul! Terima kasih atas pujian Anda yang berlebihan. Lantas apa
yang jadi kabar buruk buat saya?”
“Paramount itu anjing saya.”
Dilarang Bicara
Untuk mensukseskan program “tentara Masuk Desa” sejumlah pasukan di
sebuah desa terpencil di pinggiran Ainaro, Timtim, dikerahkan untuk
mendirikan gedung sekolah. Setelah itu mereka diinstruksikan agar mengajak
anak anak agar mau pergi bersekolah.
Rupanya Soares, 10, adalah salah satu anak yang dipaksa tentara
bersekolah. Di sekolah ia diajari oleh guru tentara tentang sejarah Proklamasi
RI, perjuangan kemerdekaan, pahlawan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar, era
kejayaan Majapahit dan Pemberontakan Komunis pada September 1965.
Setelah 1 minggu ikut pelajaran sekolah tentara, Soares ditanya ibunya.
“Nak, apa pengalamanmu selama seminggu di bangku sekolah,” tanya ibunya.
“Saya hanya buang-buang waktu saja. Saya tidak bisa membaca, saya
tidak bisa menulis, dan saya tidak diperbolehkan bicara ...”
Slogan tentara
Di sebuah ruangan kelas di pinggiran Desa Qom, kawasan ujung timur
Timtim, tentara diberi kesempatan mengajar pelajaran bahasa di sebuah
sekolah menengah. Seorang perwira muda tentara menerangkan bahwa
pemerintah Indonesia sekarang ini tengah menggiatkan sejumlah program
demi kesejahteraan masyarakat Timor Timur .
“Ada tentara masuk desa, kain masuk desa, koran masuk desa, listrik
masuk desa. Coba silogisme apa yang bisa dibuat? ,
Seorang pelajar, Manuel, yang tampaknya kesal dengan pelajaran tersebut
mengacungkan jari, “tentara ke desa, pakai sarung, baca koran, kesetrum.”
Menghindari Ancaman tentara
Dua orang lelaki di pinggiran Los Palos, Timtim, ditangkap tentara dengan
tuduhan terlibat kegiatan antiintegrasi. Mereka dibawa ke Markas SGI di Dili
dan menjalani proses pemeriksaan. Meski disiksa, keduanya menolak
memberikan keterangan.
“Di mana tempat tinggalmu?,” tanya, interogrator.
“Saya tinggal di sembarang tempat,” jawab yang satu. “Kadang di ladang,
di gunung, di hutan, di pantai, di rumah penduduk ...yaa... dimana saja.”
Merasa buntu menghadapi perlawanan ala Timtim, sang interogrator
beralih kepada lelaki satunya. “Kalau kau, tinggal dimana?”
“Ah, saya bertetangga dengan dia.”
Merasa Aman
Mbak nyi girah disertai sejumlah pengawalnya tengah berlibur di sebuah
hotel mewah di Amerika. Tampaknya ia ingin menikmati sinar matahari
Amerika. Ia berbaring telanjang di atap sebuah hotel mewah dengan penjagaan
ekstra ketat.
Tiba-tiba manajer hotel mendatanginya. Sang manajer berdehem dan
menyatakan, “Maaf madame, tempat ini bukan untuk bertelanjang bulat.”
MIbak nyi girah menjawab dengan ketus, “Kenapa tidak? Kan tak seorang
pun yang melihat saya.”
“Madame, memang tak melihat seseorang,” ujar sang manajer. “Namun
madame, ini adalah tempat terhormat. Sadarkah Madame bahwa Madame kini
tengah berbaring di atap tembus pandang dari, ruang makan dan sekarang
sedang waktu makan siang.”
Bukan Saya
Di sebuah sekolah dasar di Los Palos, Timtim, seorang sersan kepala yang
galak jadi guru pengganti. Kali ini ia mengajarkan sejarah kemerdekaan RI
untuk anak-anak kelas III. Untuk menguji daya tangkap para muridnya, ia
bertanya dengan suara keras, “Coba, siapa yang menurunkan bendera merah,
putih biru di Hotel Oranye di Surabaya?”
Murid-murid yang terlanjur dicekam rasa ketakutan serentak menjawab,
“Bukan saya, Pak. Jangan tangkap saya! “
Pemerintah dan Bikini
Seorang wartawan Amerika yang tengah berjalan-jalan di pinggir pantai
Kuta di Bali bertemu dengan seorang intelektual muda yang tampaknya tengal
menyaksikan kaum nudis.
Wartawan Amerika segera mendekati sang intelektual muda dan
bertanya, “Menurut Anda, apa perbedaan antara bikini dan pemerintah.”
“Tak ada perbedaannya, yang ada justru persamaanya”, jawah sang
intelektual muda, “Banyak orang justru merasa heran dengan apa yang
menyebabkan mereka tetap menyantol di tempatnya. Dan semua orang
sekaligus juga selalu berharap mudah-mudahan mereka segera melorot.”
Ralat Bohong
Sebuah surat kabar terkemuda terbitan Jakarta menurunkan headline
dengan judul besar di halaman depan, ‘50% PEJABAT TINGGI KITA
KORUPTOR DAN PENJAHAT’.
Tentu saja keesokan harinya sang pemimpin redaksi dipanggil
menghadap ke Departemen Penerangan dan ke Mabes tentara di Cilangkap. Si
pemimpin redaksi dimaki-maki dan diminta segera meralat beritanya. Bila
tidak SIUPP-nya bakal dicabut.
Maka keesokan harinya dimuatlah ralat berita sehari sebelumnya. Berikut
ralatnya secara lengkap:
“Dengan ini kami meralat headline kemarin yang berjudul ‘50% PEJABAT
TINGGI KITA KORUPTOR DAN PENJAHAT’ yang ternyata sama sekali tidak
benar. Yang benar adalah ‘50% PEJABAT TINGGI KITA BUKAN KORUPTOR
DAN BUKAN PENJAHAT’. Dengan demikian headline yang kami turunkan
dianggap tidak pernah ada.”
Watak Setengah tentara
Seorang perempuan di pinggiran Dili, Timtim, Marietta kawin dengan
anggota tentara asal Jawa.
Suatu hari putera mereka kembali dari sekolah dengan wajah murung dan
langkah gontai.
“Ada apa sayang?” tanya Marietta.
“Saya ini orang Tımtim atau Jawa, sih?”
“Lho, kenapa kamu bertanya begitu? Memang ayahmu tentara Jawa dan
ibumu Timtim. Tapi bukankah kau bisa menjadi kedua-duanya?”
“Saya bingung!” sahut anaknya, “Tadi di sekolah ada teman sekelas bawa
sebuah radio kecil dan hendak menjualnya Rp 20 ribu pada saya. Dan saya tak
tahu, apakah saya harus menawar atau mengambil saja radio itu.”
Identitas tentara
Di sebuah salon tradisional di Dili, seorang tukang potong rambut sedang
menggunting seorang pemuda berbadan tegap dengan rambut terburai hingga
pundak.
“Apakah Bapak berdinas di ketentaraan?” tanya sang tukang cukur.
“Ya,” sahut sang pemuda, “Darimana anda tahu?”
“Hmm,” ujar sang tukang cukur, “Saya menemukan baret dibalik rambut
Bapak.”
Neraka Ganjarannya
Empat puluh ibu-ibu Dharma Wanita yang pernah memborong belanjaan
di Bangkok dipimpin istri Meneer Van Dhanu tiba di ruang seleksi. Malaikat
yang bertugas segera menerima mereka.
“Ibu-ibu, siapa di antara kalian yang waktu di dunia suka berbelanja
hingga berkoli-koli,” tanya malaikat.
Kecuali seorang, semuanya mengacung sambil menekuk muka malu-
malu. :
“OK, saya cuma mau tanya. Sekarang siapa di antara kalian yang tak
pernah mempercayai suaminya?” lanjut malaikat.
Tiga puluh sembilan di antara wanita itu mengacungkan jarinya. Cuma
Nyonya Van Dhanu yang tidak. Melihat hal itu, malaikat cuma bisa
menggelenggelengkan kepalanya kemudian mengangkat telepon.
“Hallo neraka?!... Apakah masih ada kamar untuk tiga puluh sembilan
wanita yang tak pernah mempercayai suaminya dan satu untuk seorang wanita
yang tuli?!”
Ke Luar Negeri Saja Terus
Akibat serial kunjungan keluar negeri Chucky jatuh sakit dan harus
beristirahat selama 10 hari.
Menteri sekretaris negara mengeluarkan pengumuman resmi, “Akibat
kunjungan ke luar negeri, Chucky perlu beristirahat.”
Akibat pernyataan ini nilai rupiah anjlok. Menteri sekretaris negarapun
menyatakan, “Chucky tidak sakit, hanya perlu beristirahat.”
Kali ıni giliran bursa saham anjlok. Seorang pengamat ekonomi dengan
nada jengkel berkata, “Agar tak kelelahan, tak sakit dan tak perlu beristirahat,
kenapa Chucky tak keluar negeri seterusnya saja?”
Kebebasan Setelah Berbicara
Menlu Ali Alatas di Jakarta dalam sebuah wawancara dengan wartawan
asal Portugal menegaskan, “Di sini Anda bisa menemukan kebebasan untuk
berbicara seperti yang biasa Anda temukan di negeri Anda. Anda bebas untuk
berbicara apa saja!”
Wartawan Portugal lantas bertanya, “Tapi apakah saya bisa menemukan
kebebasan setelah berbicara!”
Politisi Tanpa Ambisi
Dalam pertemuan anggota parlemen ASEAN, seorang anggota MPR
Indonesia dari Fraksi tentara memperkenalkan diri pada peserta pertemuan,
“Saya terlahir sebagai anggota tentara . Saya telah menjalani hidup saya selama
ini sebagai anggota tentara . Dan saya berharap kelak saya mati juga sebagai
anggota tentara .”
Dari deretan anggota parlemen Singapura terdengar sebuah pertanyaan
dengan nada keheranan, “Bagaimana mungkin ada politisi tidak punya ambisi
apa-apa.”
tentara dan Metromini
Dalam kursus Lemhamnas, Feisal menjelaskan tentang perlunya konsep
Dwifungsi tentara dipertahankan dalam praktek kehidupan di Indonesia di
segala bidang.
“Nah, sekarang saya ingin bertanya. Siapa di antara Saudara yang bisa
menjelaskan bagaımana rasanya hidup Saudara bila tentara yang memimpin”’
tanya Feisal.
Seorang peserta kursus yang anggota kebetulan anggota PPP-nyeletuk,
“Yah, persis seperti naik Metromini. Seorang menyetir dan lainnya terguncang-
guncang.”
Ilmu Capek
Pada musim kampanye Pemilu 97, Harmoko yang baru saja kampanye
keliling pulang ke rumah setelah larut malam. Sambil melepas sepatu dan
merebahkan diri ke ranjang, Harmoko berkata, “Wah, capeknya. Hari ıni benar-
benar mengerikan.”
“Saya pun merasa begitu,” ujar istri Harmoko, “Seingat saya, saya belum
pernah merasa secapek ini.”
“Kau capek?” tanya Harmoko, “Kan saya yang berpidato terus-terusan?
Mengapa kamu juga ikut capek?”
“Sebab,” ujar istrinya, “Saya terpaksa harus mendengarkan semua
pidatomu itu.”
Itu Tadi Ransel
Dalam pesawat terbang dari Dili menuju Denpasar terdapat tiga
penumpang. Yang seorang adalah anggota pramuka dan pastor asal Timor
Timur dan Harmoko. Tiba-tiba terdengar suara pilot lewat pengeras suara.
“Dalam beberapa detik pesawat kita akan jatuh. Sayang kita hanya punya
tiga parasut. Saya akan mengambil satu, karena saya harus melaporkan
kecelakaan yang melipatkan tokoh penting ini.” Sang pilot pun langsung
loncat.
Melihat pilot dengan gesit meloncat, Harmoko buru-buru mengambi1
sebuah parasut yang ada di dekatnya. “Saya perlu menyelamatkan diri,” ujar
Harmoko, “Sebab saya bertugas memimpin Sidang Umum MPR untuk
menggolkan Chucky sebagai Presiden RI.” Harmoko pun langsung terjun
nenyusul sang pilot.
Pastor pun menatap si pramuka kecil. “Nak,” ujar sang pastor, “Saya
sudah puas menjalani kehidupan ini. Sedang kamu masih harus menjalaninya.
Gunakanlah parasut ini. Semoga Tuhan menyertaimu, Nak.”
“Jangan bersedih, Pastor”’ ujar si pramuka. “Kita masih punya dua
parasut. Yang diambil Pak Harmoko tadi adalah ransel saya.”
Syukurlah
Seorang tua penduduk di pinggiran Los Palos, Timor Timur, bernama
Manuel sedang sakit berat. Ia tengah berbaring di ranjang kayunya. Tiba-tiba
terdengar ketukan keras pada pintu luar.
“Siapa itu yang di luar?,” teriak Manuel dengan ketakutan.
“Saya Malaikat Maut!”
“Oh, syukurlah. Saya kira yang datang anggota tentara .”
SDM yang Paling Berharga
Seorang ahli perbankan utusan IMF warga Amerika datang berkunjung
ke Jakarta. Habibie yang menerimanya mengajak berkunjung ke sebuah bank
milik pemerintah. Dengan bangga Habibie mengajak tamunya berkeliling
meninjau keadaan kantor. Utusan IMF itu lantas tercengang-cengang melihat di
sejumlah ruangan balok-balok emas bergeletakan begitu saja, tanpa penjagaan.
“Hal seperti ini tak mungkin terjadi di Amerika. Pantas cadangan
kekayaan negeri Anda tipis,” kata tamu dari Amerika kepada Habibie. “Di
Amerika, emas merupakan cadangan negara yang disimpan dan dijaga ketat.”
“Ya, itulah bedanya. Sebab Amerika adalah negara kapitalis”, sahut
Habibie tak mau kalah. “Di negeri Pancasila seperti kami, kapital adalah
sumberdaya manusia dan tenaga kerja. Jadi manusialah yang kami jaga ketat!”
Alangkah Bedanya
Si Gendut yang suka mabok bergumam mengenai negerinya.
“Alangkah harmonisnya hubungan Clinton dengan rakyatnya. Baru saja
ia mengatakan bahwa Amerika sedang berada dalam keadaan ekonomi yang
buruk, rakyat Amerika segera saja percaya. Sedangkan di negeri saya, saat
Chucky mengatakan kepada rakyat bahwa Indonesia setelah krisis moneter ini
akan segera mengalami kemajuan, tak seorang rakyat pun yang percaya.”
Salah Pilih
Bersama sejumlah perwira asal Indonesia Syarwan dapat kesempatan
berkunjung ke Amsterdam. Ditemani seorang perwira Belanda, Syarwan
mengunjungı kawasan lampu merah yang paling terkenal seantero dunia itu.
Rupanya Syarwan tergiur melihat kemolekan tubuh perempuan bule yang
disebut sebagai “kuda putih” yang mejeng di kawasan itu. “Yah, kapan aku
bisa ....merasakan dekapan mereka,” pikirnya.
Di pinggiran jalan, di antara tumpukan sampah tiba-tiba Syarwan melillat
sebuah lentera tembaga. Dia merunduk dan memungutnya. Ternyata benda itu
adalah sebuah lentera ajaib. Saat Syarwan menggosok keluarlah jin.
“Syarwan, kau boleh mengajukan dua permintaan. Aku janji akan
mengabulkannya,” ujar jin.
“Pertama,” ucap Syarwan, “Aku ingin berkulit putih, bertubuh padat dan
tak usah lagi jadi perhatian orang seperti di sini. Kedua, aku ingin selalu lıidup
dalam dekapan badan yang paling rahasia dari seorang perempuan, yang
tentunya hangat dan nyaman.”
Hanya dalam sekejap, Syarwan pun berubah menjadi sebuah tampon.
Menyerah
Di Indonesia semua gerakan yang berbau melawan pemerintah pasti
dituduh sebagai subversif. Suatu ketika, seorang pria setengah baya
mendatangi kantor dinas sosial.
“Apa kah di sini markas besar dari gerakan melawan kemiskinan?”
tanyanya.
“Ya,” sahut petugas jaga.
“Saya datang untuk menyerah ...”
Uang Lebih Penting
Seorang anggota tentara berpangkat kopral berpakaian preman tengah
berjalan sendirian di jalan yang gelap dan sepi oleh dua pria berpistol.
“Saya tidak main-main,” kata salah satu pria sambil mengancam.
“Serahkan uangmu, atau otakmu kubuat berhamburan.”
“Silakan tembak dan buat otak saya berhamburan,” sambut si kopral.
“Sebagai anggota tentara saya tak memerlukan otak; saya lebih butuh uang
untuk hidup.”
Sajak Orang Kepanasan
oleh WS Rendra (dibacakan pada 15 Mei 1998 didepan pimpinan DPR)
Karena kami makan akar
dan terigu menumpuk di gudangmu
Karena kami hidup berhimpitan
dan ruangmu berlebihan
maka kita bukan sekutu
Karena kami kucel
dan kamu gemerlapan
Karena kami sumpek
dan kamu mengunci pintu
maka kami mencurigaimu
Karena kami terlantar di jalan
dan kamu memiliki semua keteduhan ...
Karena kami kebanjiran
dan kamu berpesta di kapal pesiar ...
maka kami tidak menyukaimu
Karena kami dibungkam
dan kamu nerocos bicara ...
Karena kami diancam
dan kamu memaksakan kekuasaan ...
maka kami bilang TIDAK kepadamu
Karena kami tidak boleh memilih
dan kamu bebas berencana ...
Karena kami cuma bersandal
dan kamu bebas memakai senapan ...
Karena kami harus sopan
dan kamu punya senjata ...
maka TIDAK dan TIDAK kepadamu
Karena kami arus kali
dan kamu batu tanpa hati
maka air akan mengikis batu.
Administrator