• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label arkeologi bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label arkeologi bali. Tampilkan semua postingan

arkeologi bali
















 Sebagai lembaga riset , Balai Arkeologi berperan menyampaikan informasi 
hasil riset  arkeologi kepada warga . Penyampaian informasi ini dapat dilakukan 
melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, ceramah, sosialisasi, seminar pameran, dan 
terbitan berupa jurnal ilmiah. Hal ini merupakan perwujudan fungsi Balai Arkeologi 
dalam memperkenalkan dan menyebarluaskan hasil riset  arkeologi, serta melakukan 
bimbingan edukatif kepada warga  tentang benda yang bernilai budaya. Hasil 
riset  Arkeologi dapat dijadikan cerminan dari karakter budaya Nusantara yang 
sangat beragam. Seiring lunturnya rasa kebangsaan yang terjadi dewasa ini, riset  
bidang arkeologi diharapkan mampu memberikan pemahaman kepada warga  luas, 
bahwa budaya nusantara sudah terbentuk sejak masa prasejarah. Untuk mengukap hal ini
diperlukan kajian dari berbagai ahli untuk mendapatkan hasil riset  yang berkualitas. 
Salah satu situs yang memiliki keunikan dan dapat mengungkap perjalanan sejarah suatu 
wilayah adalah Situs Dorobata, Kabupten Dompu, Nusa Tenggara Barat. berdasar  
hasil riset  situs ini sudah dimaanfaatkan sejak masa Ncuhi sampai masa Islam-
kolonial. Oleh karena pentingnya situs ini, maka perlu diinformasikan kepada warga  
luas melalui terbitan Berita riset  Arkeologi. Mudah-mudahan dengan terbitnya 
jurnal ini hasil riset  Situs Dorobata dapat dimaknai positif oleh semua kalangan 
warga . 
Denpasar, 2018
Situs Doro Bata merupakan situs yang memiliki nilai penting bagi sejarah kebudayaan 
warga  Dompu, yang masih dapat disaksikan jejak-jejaknya hingga saat ini. 
Tujuan riset  ini untuk mengetahui bentuk, ruang, waktu, fungsi, dan makna 
Situs Doro Bata. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dengan teknik 
ekskavasi, studi pustaka, dan wawancara. Data dianalisis kemudian disimpulkan. 
berdasar  kegiatan riset  di situs ini, dapat diketahui bahwa Situs Doro 
Bata berbentuk teras dengan tujuh undakan dan sebuah tangga masuk dari arah 
barat, dan pada bagian puncaknya ditemukan struktur yang diduga sebagai pondasi 
bangunan dengan konstruksi kayu. Situs ini berada pada sebuah bukit yang layak 
dijadikan hunian mengingat dukungan sumber daya alam di sekitarnya. berdasar  
keterangan budayawan dan hasil studi literatur diketahui bahwa situs ini tercipta 
saat  Dompu mendapatkan pengaruh kebudayaan Majapahit pada abad ke-14, dan 
diduga ditinggalkan pada abad ke-19 saat  meletusnya Gunung Tambora. Doro 
Bata diduga sebagai tempat pemujaan hingga pemakaman dan pusat kekuasaan 
memiliki makna keharmonisan, kebersamaan, multikulturalisme, dan toleransi.   

riset  di Situs Doro Bata telah dilaksanakan sebanyak 16 tahap hingga tahun 
2018 oleh Balai Arkeologi Bali. riset  ini diawali dengan survei riset  Islam di 
Nusa Tenggara Barat yang merupakan sebuah proyek riset  purbakala Bali, yang 
dipimpin oleh Drs. Hasan Muarif Ambary dengan tim yang terdiri atas tenaga peneliti 
dari Pusat riset  Arkeologi Nasional (Puslitarkenas) dan Balai Arkeologi Bali pada 
tahun 1978. Doro Bata waktu itu mendapat perhatian karena kepercayaan warga  
setempat bahwa di atas Bukit Doro Bata ada  lubang yang memiliki keistimewaan 
yakni warga  percaya bahwa air yang ada  di lubang ini  sering dimanfaatkan 
untuk menyembuhkan sakit dan sebagainya 
Ambary mengungkapkan dalam hasil surveinya bahwa secara arkeologis bentuk 
lubang yang dibuat pada batuan bukit, permukaannya berbentuk segi empat dan bundar 
bagian tengah (gambar 1). Ambary juga mendapatkan keterangan bahwa beberapa tahun 
Gambar 1. Lubang yang dipercaya memiliki keistimewaan.
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)
yang lalu sebelum dilakukannya survei ada  batu berbentuk silinder yang tergeletak 
dekat lubang, saat dilakukan survei batu ini  sudah tidak ada. Perkiraan waktu itu 
bahwa bangunan di situs ini  dibangun pada masa pra Islam 
Pada tahun 1989 Tim Peneliti Balai Arkeologi Bali mengadakan riset  untuk 
yang pertama kalinya di situs ini, berkesimpulan bahwa pada bukit ini ada  bangunan 
berbentuk teras berundak ,Pada tahun 1991 merupakan riset  tahap 
ke-2. Bangunan di Situs Doro Bata yang berbentuk teras berundak merupakan konsep 
dari tradisi Prasejarah berlanjut. Budaya ini berkembang sebelum mendapatkan pengaruh 
Hindu-Buddha dari Kerajaan Majapahit. Teras berundak dimanfaatkan sebagai media 
pemujaan kekuatan alam dan roh suci leluhur. Kemudian  sesudah  mendapatkan pengaruh 
Hindu-Buddha bangunan ini diduga dimanfaatkan juga sebagai media pemujaan ,Kesimpulan ini bertahan hingga riset  pada tahun-tahun berikutnya sampai 
pada tahun 2010-2011 ditemukan struktur, yang diperkirakan jirat dengan tambahan 
berupa nisan polos (gambar 2) dan berhias (gambar 3) yang mengindikasikan situs ini 
juga dimanfaatkan untuk penguburan.
Nisan dan jirat yang ditemukan di situs ini merupakan bukti otentik bahwa di 
tempat ini  pernah ada pemakaman, dan dapat dijadikan indikator adanya perubahan 
secara bertahap dari konsepsi kepercayaan pra-Islam ke masa perkembangan Islam. Telah 
terjadinya alih fungsi Situs Dorobata dari pemujaan ke pemakaman. Nisan dan jirat yang 
3ditemukan di Situs Dorobata merupakan satu kesatuan utuh dari sebuah makam. Orientasi 
arah hadap makam yaitu utara-selatan, dan nisan mengarah pada gunung ,
Pada riset  tahun 2016, ditemukan tiga struktur di puncak bangunan teras 
berundak Doro Bata, yakni dua struktur batu bata dan sebuah struktur batu tufa berwarna 
putih kehijauan , Pada riset  tahun 2017 berusaha mencari kelanjutan 
struktur yang telah ditemukan pada tahun 2016, dan berhasil ditemukan, yakni: struktur 
pertama adalah sebuah sruktur pondasi bangunan berbentuk bujur sangkar, struktur 
kedua tahun 2016 diduga sebagai tembok, namun pada tahun 2017 mengalami perubahan 
kesimpulan bahwa struktur ini juga merupakan struktur pondasi bangunan. Pondasi ini 
berukuran cukup besar, dan sudah diketahui dua sudutnya, yaitu sudut barat laut dan 
timur laut, sedangkan ujung struktur yang mengarah ke selatan belum ditemukan (gambar 
4). Struktur ketiga diduga sebagai selasar atau lantai yang posisinya di tengah struktur 
kedua, yang akan diekskavasi tahun 2018 

Temuan struktur di Situs Doro Bata dari beberapa tahap penelitin, semakin 
menguatkan dugaan bahwa di situs ini pernah berdiri bangunan penting pada masanya. 
Hal ini disebabkan lokasi bangunan berada di tempat yang tinggi. Selain itu bahan struktur 
berupa bata merah, bukanlah material yang mudah dibuat atau ditemukan pada saat itu. 
Pemanfaatan Situs Doro Bata berdasar  tinggalan yang ditemukan dari riset  
sebelumnya telah membuktikan bahwa Situs Doro Bata telah dimanfaatkan dari masa ke 
masa.
Berbagai hasil riset  ini  membuktikan bahwa Situs Doro Bata merupakan 
situs penting dalam mengungkap sejarah budaya Kabupaten Dompu di masa lalu yang 
sarat akan nilai multikultur, keharmonisan, dan jatidiri bangsa. Selain itu, ada  
berbagai permasalahan di lapangan terutama di sekitar situs telah terkepung oleh 
permukiman penduduk, bahkan telah berada sangat dekat dengan kaki bukit atau bagian 
dasar dari teras berundak. Hal ini menyebabkan penting dan mendesaknya riset  ini 
dilakukan dan dirampungkan, sehingga rekomendasi pelestarian dan pengembangannya 
dapat segera diwujudkan.
Permasalahan riset  yang diketengahkan pada riset  tahun 2018 kali ini, 
yang merupakan kebaruan dari riset  sebelumnya adalah; (1) bagaimanakah bentuk 
bangunan yang berdiri di Situs Doro Bata berdasar  data arkeologi di situs ini ? 
(2) Bagaimana pertimbangan lingkungan (ruang) sehingga situs ini  layak dijadikan 
tempat hunian? (3) Kapan situs ini  dibangun, dimanfaatkan, dan ditinggalkan? 
(4) fungsi dan makna apa saja yang tercermin pada bangunan ini  dan bagaimana 
konteksnya dengan lingkungan, serta situs lain di sekitarnya?
5Arkeologi mempelajari kebudayaan warga  masa lalu melalui peninggalan 
terbatas. Oleh karena itu dirumuskanlah tujuan riset  ke dalam tiga pokok, yaitu 
rekonstruksi sejarah kebudayaan, menyusun kembali cara-cara hidup warga  masa 
lalu, serta memusatkan perhatian pada proses dan berusaha memahami proses perubahan 
budaya, sehingga dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa kebudayaan masa lalu 
mengalami perubahan bentuk, arah, dan kecepatan perkembangannya. Secara khusus 
adalah untuk mengetahui bentuk, ruang, waktu, fungsi, dan makna bangunan di Situs 
Doro Bata dan konteksnya dengan situs, serta lingkungan di sekitarnya. 
Balai Arkeologi Bali sebagai bagian dari Pusat Arkeologi Nasional merupakan 
lembaga riset  yang tugas dan fungsinya melaksanakan riset  arkeologi, dengan 
harapan dapat menggali nilai-nilai luhur tinggalan masa lampau melalui riset -
riset  yang dilakukan; Mengembangkan berbagai pendekatan, teori, metode, dan 
teknik riset  untuk mencapai hasil yang optimal; Menyebarluaskan hasil-hasil 
riset  untuk meningkatkan pengetahuan warga  dalam rangka mencerdaskan 
kehidupan bangsa, memupuk kebanggaan nasional dan memperkokoh jatidiri bangsa 
riset  ini juga diharapkan dapat digunakan untuk 
merekonstruksi sejarah kebudayaan Kabupaten Dompu, memupuk toleransi, dan jati diri 
bangsa. 
Sutaba dalam tulisannya berjudul Tahta Batu Prasejarah di Bali, menguraikan 
bahwa bentuk megalitik seperti teras berundak dan tahta batu pada masa Prasejarah 
berfungsi sebagai media pemujaan bagi pemimpin yang dihormati 
Kegunaan tulisan ini  adalah sebagai sumber dalam menganalisis konsepsi tradisi 
Prasejarah dalam mengulas bentuk, fungsi, dan makna bangunan tradisi megalitik berupa 
teras berundak di Situs Doro Bata.
Soeryanto dalam bukunya berjudul Sejarah Kabupaten Dompu, menyatakan bahwa 
sebelum Dompu mendapatkan pengaruh Hindu-Buddha sesuai dengan Bo Sangaji Kai 
daerah Dompu dipimpin oleh Ncuhi, ada  5 Ncuhi yakni Ncuhi Hu’u, Daha, Saneo, 
Nowa, dan Tonda yang masih menganut kepercayaan yang bersifat animisme, kemudian 
mendapatkan pengaruh Hindu-Buddha hingga Islam (2013, 5, 26, 32-33). Kegunaan dari 
tulisan ini adalah untuk mengetahui perubahan budaya yang pernah ada di Kabupaten 
Dompu pada masa lalu.
Konsep
Situs adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung tinggalan 
arkeologi seperti benda, bangunan dan/atau struktur sebagai hasil kegiatan manusia atau 
bukti kejadian pada masa lalu , Doro Bata dalam bahasa daerah Dompu berasal 
dari kata doro yang artinya gunung, ada pula kata dore yang artinya bukit, sedangkan 
bata berarti bata. Jadi kata Doro Bata berarti gunung bata. Untuk mengungkap tinggalan 
dalam sebuah situs secara konfrehensif diperlukan sebuah konsep yang kuat, seperti 
mulai dari studi bentuk, ruang, waktu, fungsi, dan makna. Konsep ini akan mempermudah 
dalam merekonstruksi tinggalan yang ditemukan di Situs Doro Bata. Istilah studi dalam 
riset  ini mengacu pada makna studi dan kajian yang bersifat ilmiah dan yang 
bertujuan praktis untuk memenuhi berbagai fungsi yang diharapkan ada pada situs 
 Istilah situs mengacu juga kepada makna situasi di sekitar situs, baik 
yang menyangkut tinggalan arkeologi yang ada di situs, maupun aspek kesejarahan situs. 
Pada hakikatnya studi tentang situs tidak dapat dilepaskan dari sejarah situs atau lebih 
luas sejarah kebudayaan Kabupaten Dompu yang berubah dari jaman ke jaman, seiring 
dengan perkembangan dan pola pikir warga  pendukungnya. Meskipun demikian 
dalam riset  kali ini konsep studi situs difokuskan sebagai kajian tentang situs, 
meliputi bentuk struktur bangunan, ruang, waktu, fungsi, dan makna situs kaitannya 
dengan lingkungan serta situs-situs yang ada di sekitarnya. 
Kata bentuk memiliki persamaan arti dengan kata rupa dan wujud  Kata fungsi termasuk dalam kata benda yang memiliki arti: (1) kegunaan suatu hal; 
(2) daya guna; (3) jabatan atau pekerjaan yang dilakukan; (4) kerja suatu bagian tubuh 
(Tim Prima Pena 239). Makna didefinisikan sebagai: (1) arti, maksud; (2) pengertian yang 
diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan (Depdikbud 1990, 548). Kata bentuk, fungsi, 
makna, dalam riset  ini mengacu kepada unsur-unsur materi dan fisik, kegunaan, 
dan maksud atau arti dan signifikansi dari tinggalan arkeologi yang ada di Situs Doro 
Bata, yang akan dikaji secara ilmiah guna mengungkap sejarah budayanya. Ruang yang 
dimaksud dalam riset  ini adalah pertimbangan lingkungan dalam pemilihan lokasi 
Situs Doro Bata sebagai hunian, sedangkan waktu yang dimaksud adalah periodisasi dari 
Situs Doro Bata.
Landasan Teori
riset  di Situs Doro Bata menggunakan beberapa teori untuk memecahkan 
masalah riset , yaitu teori tipologi dan religi untuk membahas rumusan masalah 
pertama mengenai bentuk artefak dan fitur. Untuk membahas analisis saling 
ketergantungan dalam hal fungsi digunakan teori fungsional, teori permukiman, dan 
religi. Untuk membahas makna akan digunkan teori semiotika, tipologi, dan religi. Untuk 
membahas permasalahan ruang dan waktu digunakan teori tipologi, teori perubahan 
sosial, teori permukiman, dan teori religi. Mendominasinya teori religi digunakan dalam 
hal ini mengingat berbagai aktivitas budaya yang dilakukan dari masa lalu hingga saat ini 
tidak dapat dilepaskan dari aspek religi. Masing-masing teori ini  diuraikan sebagai 
berikut.
Tipologi adalah studi tentang 
tipe. Tipe merupakan studi tentang pengelompokan obyek sebagai model, melalui 
kesamaan bentuk dan struktur. Studi tentang tipe juga merupakan kegiatan kategorisasi dan 
klasifikasi untuk menghasilkan tipe. Dari tipe ini  sekaligus dapat dilihat keragaman 
dan keseragamannya. mengatakan tipologi adalah kajian 
tipe. Tipe berasal dari kata typos (bahas Yunani) yang berarti impresi, gambaran atau 
figure dari suatu obyek. Secara umum tipe sering digunakan untuk menjelaskan bentuk 
keseluruhan struktur atau karakter dari suatu bentuk atau obyek tertentu. Menurut Rossi 
(1982), tipologi ditinjau dari obyek bangunan. Tipologi terbagi atas tiga hal pokok, yaitu 
site (tapak) bangunan, form (bentuk) bangunan, dan organisasi bagian-bagian bangunan.
Untuk memahami fungsi di Situs Doro Bata maka dipandang dari the functional 
theory of culture (teori fungsi kebudayaan) yang dikembangkan oleh Bronislaw 
Malinowski dan A.R Radcliffe-Brown. Dalam fungsionalisme ada kaidah yang bersifat 
mendasar yang berorientesi pada teori, yakni diktum metodologis bahwa peneliti harus 
mengekplorasi ciri sistematik budaya. Artinya, peneliti harus mengetahui perkaitan antara 
institusi-institusi atau struktur-struktur suatu warga  sehingga membentuk suatu 
7sistem yang bulat . Para penganut persepektif fungsionalis mengklaim 
bahwa fungsionalisme adalah metodologi untuk mengeksplorasi saling ketergantungan. 
Di samping itu para fungsionalis menyatakan pula bahwa fungsionalisme merupakan 
teori tentang proses kultural. Fungsionalisme persepektif teoritik dalam antropologi 
bertumpu pada analogi dengan organisme. Artinya, ia membawa kita memikirkan sistem 
sosial-budaya sebagai macam organisme, yang bagian-bagiannya tidak hanya saling 
berhubungan melainkan juga memberi andil bagi pemeliharaan stabilitas dan kelestarian 
hidup “organisme” itu 
Situs Doro Bata merupakan hal unik dan monumental di Kabupaten Dompu, yang 
berakar dari konsepsi tradisi Prasejarah yang berlanjut. Untuk memahami hal ini  
akan dicoba ditafsirkan secara semiotik, dimana Situs Doro Bata dipandang sebagai tanda 
yang mentradisi dari zaman ke zaman, dan disadari pula bahwa penanda dari suatu media 
pemujaan itu, kiranya adalah sebuah konvensi. Oleh karena itu, perlu adanya penafsiran 
dan pemahaman tanda-tanda itu, dengan melihat gejala-gejala yang terjadi di warga  
pendukung kebudayaan ini  
Tanda memiliki fungsi membuat sesuatu menjadi efesien, baik dalam berkomunikasi 
dengan orang lain, maupun dalam pemikiran dan memahami dunia. Sifat representatif 
dari tanda mempunyai hubungan langsung dengan sifat interpretatif, karena pada kata 
Situs Doro Bata, terlihat adanya media pemujaan, simbol gunung dan kesejahteraan. Hal 
ini juga menunjukkan bahwa hasil sebuah interpretasi adalah timbulnya tanda baru pada 
orang yang menginterpretasikannya , Pierce menyebut suatu 
tanda yang bernilai, terkadang mendapatkan penilaian yang sama atau terkadang lebih 
tinggi perkembangannya yang muncul dalam benak orang yang menginterpretasikannya 
Itulah sebabnya dalam memahami Situs Doro Bata sebagai tanda, 
 sesudah  melalui proses internalisasi dari apa yang diungkapkan warga  Dompu, 
kemudian dieksternalisasi berupa ungkapan bahasa atau kata sebagai penanda. Penanda 
ini menjadi petanda yang akan diinterpretasikan dan dimaknai, sebagai pemandu dalam 
perilakunya memperlakukan Situs Doro Bata. Dengan demikian akan didapatkan makna 
Situs Doro Bata ini . 
Perubahan sosial adalah proses yang berlangsung terus-menerus dalam kehidupan 
umat manusia. Hal ini mengarah kepada perubahan positif dan negatif sehingga persoalan 
perubahan sosial terus diwacanakan. Dalam konteks pembangunan, kemajuan dapat 
dicapai melalui proses perubahan sosial. Di dunia modern, perubahan sosial merupakan 
pintu menuju arah kemajuan. Perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dengan perubahan 
kebudayaan. Kedua konsep ini  hanya dapat dipisahkan untuk keperluan teori, tetapi 
keduanya tidak terpisahkan (Pelly 1994, 189). Kebudayaan dihasilkan oleh warga ; 
artinya, budaya ada karena adanya warga . Perbedaan konsep mengenai perubahan 
sosial dengan perubahan kebudayaan terletak pada pengertian warga  dan pengertian 
budaya ini . Perubahan budaya menekankan pada perubahan sistem nilai, sedangkan 
perubahan sosial lebih mengarah pada sistem kelembagaan yang mengatur tingkah 
laku warga . Memperhatikan perkembangan peradaban manusia, muncul berbagai 
pandangan tentang perubahan. Teori siklus adalah salah satu pandangan yang mencoba 
menguraikan perubahan sosial melalui perspektif yang oportunis, bahwa peradaban 
manusia berkembang secara linier (garis lurus). Asumsi yang mendasari pemikirannya 
adalah pandangan yang melihat peradaban manusia akan terus berkembang seiring 
dengan perjalanan waktu. Akan tetapi ada pendapat lain, sebagaimana orang Cina Kuno 
menerangkan bahwa perubahan peradaban umat manusia tidak hanya dalam bentuk 
8linear, tetapi dalam bentuk lingkaran (siklus). Dikemukakan bahwa perjalanan kehidupan 
manusia akan terperangkap dalam lingkaran sejarah 
menganalisis perubahan sosial dalam perspektif teori 
psikologi sosial, mengemukakan bahwa kepribadian kreatif inovatif memiliki ciri-ciri 
terbuka terhadap pengalaman baru, percaya akan penilaian sendiri, sadar akan kewajiban, 
bertanggung jawab untuk berhasil, cerdas, yaitu mempunyai persepsi bahwa dunia ini 
merupakan tantangan sehingga harus terus menerus berusaha supaya berhasil.
Kajian permukiman di Situs Doro Bata menggunakan artefak, fitur dan situs 
sebagai data utama. Dalam ilmu arkeologi, kajian permukiman dapat dibagi ke dalam 
tiga tingkatan ruang lingkup, yang meliputi: 1) aktivitas di dalam sebuah struktur atau 
sebuah “permukaan aktivitas tertentu” (occupation surface), seperti lantai di atas struktur 
teras berundak dan struktur pondasi bangunan; 2) susunan dari aktivitas dan fitur di dalam 
sebuah permukiman atau situs; dan 3) distribusi situs di dalam suatu wilayah ). Dalam kajian permukiman diharapkan mampu melakukan analisis 
terhadap tata letak (layout), menjelaskan fungsi tiap komponen di dalamnya, serta 
bagaimana unit-unit sosial di dalamnya saling berinteraksi dan membentuk organisasi 
sosial yang lebih besar ,
Religi secara harfiah diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan suatu 
kepercayaan, penghormatan, dan hasrat untuk menyenangkan terhadap suatu kekuasaan 
yang menguasai. Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan akan adanya jiwa, 
sesuatu yang bersifat supranatural, dan kekuatan supranatural. Kepercayaan ini digunakan 
untuk mengendalikan bagian alam semesta, menyangkut penanaman motivasi yang kuat, 
mendalam, dan bertahan lama, dengan menciptakan konsepsi-konsepsi bersifat umum 
tentang eksistensi, dan membungkus konsepsi-konsepsi itu sedemikian rupa dalam 
suasana faktualitas sehingga suasana motivasi itu kelihatan sangat realistis ,Religi berfungsi mengurangi kegelisahan, karena dapat menerangkan hal-hal 
yang tidak difahami oleh manusia. Dengan religi, manusia mendapatkan ketenangan 
untuk menghadapi hal-hal di luar jangkauan pikirannya, seperti kematian, bencana, 
penyakit, dan lain-lainnya. Religi dapat memberikan jawaban tentang terjadinya alam 
semesta, hubungan manusia dengan kekuatan alam, sehingga religi dapat menjadi sarana 
bagi manusia dirinya dari kehidupan duniawi yang penuh penderitaan dan mencapai 
kemandirian spiritual , Koenjaraningrat mengusulkan konsep religi 
dipecah ke dalam 5 komponen yang mempunyai perannya sendiri-sendiri, tetapi sebagai 
bagian dari suatu sistem berkaitan erat satu dengan lain. Kelima komponen itu adalah; (1) 
emosi keagamaan; (2) sistem keyakinan; (3) sistem ritus dan upacara; (4) peralatan ritus 
dan upacara; (5) umat agama (Koentjaraningrat 2005, 201-202). Namun untuk Situs Doro 
Bata, akan menggunakan komponen sistem keyakinan dan peralatan ritus dan upacara, 
yang meliputi keyakinan yang pernah berkembang di situs ini  dan media pemujaan 
berupa struktur dan peralatan lainnya yang digunakan seperti gerabah, nisan, dan lain-
lain.
METODE
Lokasi riset 
Situs Doro Bata berada di wilayah Kampung Kandai Satu, Kelurahan Kandai, 
Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Propinsi Nusa Tenggara Barat. Untuk mencapai 
lokasi ini sangatlah mudah dan dapat dilalui dengan berbagai Jenis kendaraan dengan 
jarak 1 km dari kota Dompu menuju arah Selatan. Secara geografis Situs Doro Bata 
9berada pada koordinat 8°47ʹ59ʹʹ Lintang Selatan dan 118°23ʹ36ʹʹ Bujur Timur. Batas-
batas wilayahnya sebagai berikut; di sebelah utara adalah Sungai Nae/Kelurahan Potu, 
Selatan Desa Mbawai, Timur adalah Desa Lepadi, dan Barat adalah Sungai Nae di wilayah 
Kelurahan Karijawa (gambar 5). 
Gambar 5. Peta lokasi riset .
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Bali)
Tahap Pengumpulan Data 
riset  di Situs Doro Bata merupakan riset  dengan penalaran induktif-
hipotesis, yaitu penelitan yang dimulai dengan pengamatan, pengukuran, hingga 
terbentuk hipotesis-model-teori. Sumber data riset  ini terdiri atas sumber data 
primer dan sekunder. Sumber data primer dikumpulkan melalui observasi lapangan yakni 
melalui ekskavasi dan sumber data sekunder melalui penelusuran pustaka yang relevan. 
berdasar  sifat datanya, jenis riset  ini digolongkan ke dalam riset  kualitatif, 
dilengkapi juga dengan ukuran temuan. Dalam upaya mencapai tujuan riset  maka 
dimunculkan dua paradigma riset  yaitu: sejarah budaya (cultural history) yang 
didukung oleh Arkeologi Tradisional (tradisional archaeology) dan Proses Perubahan 
Budaya (cultural proces) yang dianut oleh Arkeologi Baru (new archaeology) atau disebut 
juga dengan Arkeologi Prosesual (processual archaeology).
Berbeda dengan Arkeologi Tradisional yang menggunakan pandangan normatif, 
maka Arkeologi Prosesual lebih menekankan pada pandangan sistemik. Cara 
mengoperasikan pandangan sistemik menuntut suatu strategi riset  lapangan yang 
tepat dengan melalui pendekatan konjungtif, yang tidak hanya menganalisis setiap benda 
arkeologi buatan manusia yang ada  di situs, tetapi menyertakan ekofak (benda alam: 
biotik-abiotik: bagian ujung bukit yang dipahat dan diberi lubang segi empat yang diduga 
sebagai tempat berdirinya batu silinder). Selain itu, tinggalan arkeologi Situs Doro Bata 
mencerminkan struktur gagasan yang ada  dalam pikiran manusia 
Kegiatan ekskavasi menerapkan beberapa metode untuk mendapatkan data arkeologi 
yang nantinya dijadikan dasar pembahasan, maka pengumpulan data dilaksanakan melalui 
studi pustaka, ekskavasi, dan focus group discussion (FGD) dengan mengundang instansi 
terkait, seperti Disbudpar Kabupaten Dompu, ahli tata ruang tradisional Kabupaten 
Dompu, tokoh warga , komunitas adat, dan komunitas budaya.
Ekskavasi adalah salah satu teknik pengumpulan data utama melalui penggalian 
tanah yang dilakukan secara sistematik untuk menemukan tinggalan arkeologi dalam 
situasi insitu. Melalui ekskavasi diharapkan akan diperoleh data mengenai bentuk temuan, 
hubungan antar temuan, hubungan stratigrafis, hubungan kronologis, tingkah laku 
manusia pendukungnya serta aktivitas, alam dan manusia  sesudah  temuan terdepositkan, 
dan berusaha dicari etnografinya dari keterangan warga  
Pada kegiatan ekskavasi, digunakan dua strategi yaitu vertikal dan horisontal. Secara 
vertikal untuk melihat periode dan lapisan-lapisan budaya; sedangkan secara horizontal 
untuk melihat konteks dalam satu lapisan budaya. Dalam kegiatan pembuatan tata letak 
kotak dilakukan dengan grid system, dalam hal ini interrupted grid system yaitu sistem 
tata letak yang membagi situs dengan garis-garis yang saling berpotongan, di mana kotak 
ekskavasi ditempatkan pada interval tertentu (gambar 6).
Di Situs Doro Bata dalam pelaksanaan kegiatan ekskavasi digunakan penggabungan 
sistem kotak dengan parit, yaitu sistem pembuatan kotak ekskavasi yang bentuk dasarnya 
segi empat tanpa tinggalan pematang untuk merunut struktur yang tampak dengan 
kedalaman yang sama (Puslitbangarkenas 2008, 33). Teknik ekskavasi yang digunakan 
adalah teknik spit, yaitu menggali tanah dengan ketebalan 15 cm dari benang level untuk 
spit 1, kemudian masing-masing 10 cm untuk spit berikutnya, namun tetap memperhatikan 
lapisan tanah dan bentuk fitur.
 sesudah  ditemukan adanya temuan, maka temuan diukur dengan cara orthogonal 
system, yaitu cara mengukur temuan berdasar  keletakannya dari permukaan tanah. 
Pengukuran ini dilakukan dengan dua cara, yaitu secara horisontal dan vertikal. Pengukuran 
secara horisontal dilakukan untuk mengetahui jarak temuan terhadap kotak ekskavasi; 
sedangkan pengukuran secara vertikal untuk memberikan informasi kedalaman temuan 
Tahap Analisis Data
Analisis temuan arkeologi di Situs Doro Bata dilakukan dengan dua cara: (1) analisis 
terhadap satuan-satuan temuan arkeologi secara individual, yang disebut analisis spesifik 
(specific analysis); (2) analisis terhadap suatu himpunan temuan yang memperhatikan 
hubungan antara artefak dengan artefak, artefak dengan fitur, artefak dengan ekofak, 
dan artefak dengan sumber daya lingkungan, yang disebut analisis konteks (contextual 
analysis).
Dengan analisis spesifik dimaksudkan mengurangi atau memecah-mecah suatu 
satuan benda arkeologi berdasar  atributnya. Atribut tidak lain adalah satuan terkecil 
dari tinggalan arkeologi yang dapat diamati, yang pada umumnya terdiri dari tiga 
macam: (1) atribut bentuk dan ukuran dari temuan benda arkeologi secara keseluruhan 
atau bagian-bagiannya (formal attribute). misalnya: bentuk denah dan ukuran sebuah 
piring, bentuk denah dan ukuran bagian dasar mangkuk atau cangkir, teras berundak dan 
pondasi bangunan; jika suatu tinggalan arkeologi ditemukan tidak utuh (seperti pecahan 
dari sebuah periuk tanah liat), maka sebelum dilakukan analisis bentuk, benda itu harus 
direkonstruksi dahulu di atas kertas; (2) atribut teknologis (technological attribute) 
seperti: cara membentuk wadah dengan teknik roda putar, cara menghias tembikar dengan 
teknik tatap landas, teknik mengaitkan batu-batu teras dan pondasi bangunan, dan teknik 
gosok dan tindih dalam menyusun bata-bata teras dan pondasi; (3) atribut gaya (stylistic 
attribute) seperti warna, tekstur, dan ragam hias,  sesudah  itu barulah dilakukan analisis 
kontekstualitas dengan lingkungan dan situs-situs yang ada di sekitar Situs Doro Bata 
 sesudah  kegiatan analisis selesai, data arkeologi dapat digolongkan dengan cara 
klasifikasi taksonomik (taxonomic classification) yang memperhitungkan semua atribut 
yang ada ke dalam tipe-tipe dan variasi-variasi (type-variety system), atau dengan cara 
klasifikasi analitik (analytic classification) yang hanya memperhitungkan satu atau 
beberapa atribut tertentu karena ketiadaan atribut-atribut lain. Dengan metode klasifikasi, 
selain dapat menyederhanakan data yang berlimpah dan kompleks, juga dapat melihat 
hubungan-hubungan tinggalan arkeologi atas dasar atribut bentuk, ukuran, teknologis, 
dan stilistik, serta hubungan-hubungannya dalam dimensi waktu dan ruang. Semua data 
yang diperoleh ini  dapat diintegrasikan dalam bentuk tabel-tabel kualitatif dan 
kuantitatif 
berdasar  uraian ini  di atas dengan memperhatikan hasil riset  yang 
telah dicapai pada tahap-tahap sebelumnya, maka objek riset  pokok di Situs 
Doro Bata adalah arsitektur, keramik, gerabah, dan temuan lainnya. Arsitektur secara 
sederhana adalah seni membangun. Dalam pengertian yang lebih luas, arsitektur diartikan 
sebagai seni dan proses membangun yang disertai kemampuan tenaga dan intelektual 
tinggi. Arsitektur juga dapat diterjemahkan sebagai perubahan mengenai struktur, bentuk, 
dan warna rumah, bangunan keagamaan ataupun bangunan umum  ,Cakupan analisis arsitektur Situs Doro Bata adalah Analisis Teras Berundak 
sebagai bagian dasar dari fitur pondasi bangunan yang berdiri di atasnya.  sesudah  itu 
dianalisis arsitektur fitur pondasi bangunan yang berdiri di atas fitur teras berundak. 
Telaah yang dilakukan adalah analisis morfologi, teknologi, stilistik, dan kontekstual 
Analisis bentuk (Analisis Morfologi): analisis ini dilakukan dengan mengamati 
bentuk teras berundak yang bujur sangkar, kemudian dilakukan pengukuran panjang dan 
lebar denah; panjang, lebar, tinggi, jumlah teras; lebar dan jumlah tangga serta jumlah 
anak tangga. Hanya saja batu monolit yang berdiri di atas teras ini sudah tidak ada, hanya 
menyisakan lubang segi empat yang dipahatkan pada bagian base rock, atau batu bukit 
paling tinggi, pada bagian tengah-tengah bagian puncak teras.
Analisis Teknologis: Analisis teknologis untuk mendapatkan keterangan mengenai 
bahan, jenis bahan penyusun, disesuaikan dengan lingkungan sekitar, bahan apa yang 
tersedia, apakah diambil langsung dari alam atau melalui proses pengerjaan. Analisis 
ini perlu memperhatikan teknik pembuatan teras berundak atau sering disebut dengan 
konstruksi merupakan hasil pemahatan atau disusun dari batu alam. Selain itu diamati 
teknik hias, konstruksi yang digunakan apakah sederhana, sponingen, dan swastika 
Analisis stilistik: Analisis yang dilakukan terhadap ragam hias bangunan teras 
berundak Doro Bata. Analisis Kontekstual: pengamatan dilakukan pada lapisan stratigrafi 
dan benda-benda di sekitar teras berundak, baik di dalam maupun di luar teras berundak. 
Perlu juga diamati kondisi lingkungan di sekitarnya, seperti letak/adanya gunung dan 
laut. Keberadaan tinggalan di dalam dan di luar teras berundak seperti pecahan keramik 
(termasuk gerabah), struktur, tangga, orientasi teras/arah hadap.

Bentuk Bangunan di Situs Doro Bata
1. Teras Berundak
Situs Doro Bata merupakan salah satu situs besar, yang masih menyimpan misteri 
yang perlu diungkap. berdasar  tinggalan arkeologi yang masih tersisa di situs ini, 
mengindikasikan akan adanya sebuah tinggalan monumental. Tinggalan monumental 
ini  berupa teras berundak yang dibentuk pada sebuah bukit (gambar 7), diurug 
pada bagian pinggir dan atasnya menggunakan tanah, pasir, koral, dan kerakal sebagai 
penguat. Selain itu, bongkahan batu andesit maupun tufa sebagai penahan lereng dan 
pembentuk teras. Di atas teras yang dibuat dengan batu andesit, kemudian dipasangi batu 
bata, sehingga membentuk teras berundak (gambar 8), dan ada  tangga yang berada 
di arah barat dengan lebar 120 cm (Suantika 1991, 4). Selain di bagian sisi barat, menurut 
informasi penduduk bahwa pada bagian tenggara ada  teras yang menyerupai tangga, 
hanya saja sudut ini telah rusak dan bentuknya tidak dikenali lagi. Teras berundak ini 
jika dihitung dari batu besar yang diletakkan pada bagian sudut, diketahui berjumlah 
tujuh undakan, dengan ukuran berkisar antara 55-80 cm, dengan luas bagian dasar 
2718,3m2; dan bagian puncak 1551, 84m2. Teras berundak ini diduga dilandasi konsep 
tradisi prasejarah dan telah ada sebelum Dompu mendapatkan pengaruh Hindu-Budha 

  
2. Struktur Bangunan
Penggalian pada bagian atas Doro Bata atau pada bagian puncak teras, ditemukan 
berbagai macam tinggalan arkeologi, yang didominasi struktur batu bata dengan berbagai 
ukuran, kereweng, fragmen keramik, arang, tulang binatang, dan lain-lain. Secara umum 
temuan struktur pondasi bangunan di Situs Doro Bata kondisinya rusak, karena tanah 
yang ada di bawahnya labil. Terindikasi adanya usaha untuk memadatkan, mengingat 
tanah tempat terpasangnya struktur ini adalah tanah urug yang tertransportasi dari luar 
yang dipadatkan dengan pasir bercampur kerikil, kerakal, dan pecahan batu bata.
Pada bagian tengah atas ditemukan lubang berdiameter 28 cm di dalam pahatan 
segi empat berukuran 40 cm, dengan kedalaman 72 cm yang dibuat pada batuan bukit 
yang diurug menjadi teras berundak. Pada lubang ini ada  air yang dipercaya dapat 
menyembuhkan berbagai penyakit. Menurut keterangan warga , dahulu dekat 
lubang ini  ada  batu monolit yang tergeletak, namun tidak dapat dipastikan 
apakah itu menhir atau lingga, sebab sampai sekarang tidak ada  informasi mengenai 
keberadaannya. Ditemukan pula batu bata yang memiliki perbingkaian, sebagaimana 
lazimnya ditemukan pada bangunan candi di Nusantara (Suantika 1994, 25). Temuan 
lain yang tidak kalah penting dari situs ini adalah struktur berbentuk segi empat panjang 
yang berukuran 2 x 2,5 m. Struktur ini menyerupai sebuah jirat makam, dugaan ini 
diperkuat dengan adanya temuan nisan polos dan berhias dalam keadaan terkubur, jika 
diperhatikan posisinya berada di tengah-tengah struktur persegi empat panjang  Pendapat ini  di atas mengungkapkan adanya pemanfaatan bukit secara 
berkesinambungan sesuai masanya. Selain itu, diduga batuan bukit diurug secara bertahap, 
yang dibuktikan dengan temuan struktur batu bata pada kedalaman 75 cm, arang, batuan 
yang dibentuk menyerupai tungku, fragmen logam, dan fragmen uang kepeng pada 
kedalaman 115 cm sebagai bukti adanya aktivitas manusia.
Dari awal riset  hingga tahap XVI kali ini telah ditemukan empat struktur 
berbentuk persegi dan persegi empat panjang, berbahan batu bata yang berukuran cukup 
besar yang diduga sebagai struktur pondasi bangunan, dan di atasnya diduga berdiri 
bangunan dengan konstruksi kayu ,Pada tahun 2009 berhasil 
ditemukan struktur berbentuk persegi panjang pada bagian puncak Dorobata, yang diduga 
sebuah pondasi bangunan berukuran 6,8 m x 7,8 m . Pada tahun 2016 
berhasil ditemukan beberapa bagian struktur, kemudian dilanjutkan penggalian tahun 
2017 hingga 2018 berhasil ditemukan tiga struktur, yaitu dua buah struktur batu bata dan 
sebuah lagi struktur batu tufa putih kehijauan (gambar 9).
Ketiga struktur ini terletak di bagian timur laut puncak bukit, dengan ukuran yang 
bervariasi, yaitu 4 x 4 m (tebal 70 cm) berupa batu bata (struktur 1), 7,93 m x 6,83 m 
(tebal 1 m) dari batu bata (struktur 2), dan 3,95 m x 2,75 m (tebal 65 cm) (struktur 3) dari 
batu tufa putih kehijauan. Struktur yang berukuran 7,93 m x 6,83 m (tebal 1 m) ini diduga 
memiliki perbingkaian sebab pada saat proses ekskavasi berlangsung, hampir di seluruh 
sisi struktur ditemukan batu bata bertias miring. Struktur batu tufa (struktur 3) posisinya 
di bagian tengah struktur 2 yang memiliki jarak 95 cm, yang awalnya diduga selasar 
ternyata struktur pondasi bangunan yang memiliki keistimewaan karena menggunakan 
batuan tufa yang diolah dengan baik berbentuk persegi dan persegi panjang (gambar 10) 
Struktur batu tufa putih kehijauan diduga diambil dari sumbernya masih berupa 
bahan setengah jadi, dibentuk dan dihaluskan di dekat posisi dipasangnya batu ini yaitu 
pada bagian timur posisi temuan struktur batu tufa ini. Hal ini cukup beralasan karena 
ditemukannya limbah batu tufa putih kehijauan di sana. Batu tufa ini secara umum terdiri 
atas satu sampai dua susunan yang disusun secara horizontal. Batu ini dihaluskan dengan 
cara dipapras dengan alat semacam pancak dan disusun menggunakan perekat tanah 
liat. Batu bata ataupun batu tufa ini kondisinya rusak dan banyak yang hilang, sehingga 
kondisi struktur cenderung tidak utuh. Hilangnya batu bata maupun tufa diduga diambil 
perlapis oleh warga  pencari batu bata, sedangkan pecahan-pecahan kecilnya diurug 
kembali. 
Pada riset  tahap XVI tahun 2018 kali ini ada  informasi dari para budayawan, 
pemerhati sejarah, tokoh agama, tokoh warga , dan warga  di sekitar situs saat  
diadakan kegiatan FGD dan diseminasi. Disebutkan bahwa pada awalnya permukaan 
Doro Bata dipenuhi dengan batu bata yang tersusun rapi, meskipun beberapa bagiannya 
telas rusak. Doro Bata merupakan sebuah bukit yang keramat dan angker, sehingga jarang 
yang berani naik ke Doro Bata. Rasidin adalah seorang guru di MTs Al Ikhlas Sanawiyah, 
menyebutkan bahwa pada tahun 1967-1969 karena melihat potensi batu dan batu bata 
yang melimpah di Doro Bata, warga  mengambilnya untuk bahan bangunan. Pada 
tahun 1970 Pemerintah Daerah Kabupaten Dompu melarang pengambilan batu dan batu 
bata di Doro Bata dengan cara memasang papan nama “Situs Doro Bata Peninggalan 
Purbakala” di lereng timur.
Mengenai ada nya urugan di Doro Bata diduga diambil di sekitar situs, hal 
ini diperkuat oleh informasi dari warga  bahwa di sebelah barat lapangan (posisi 
lapangan di sebelah utara situs) ada  semacam lubang-lubang yang dikenal dengan 
galian lama, berupa tanah lempung bercampur kereweng dan fragmen keramik. Urugan 
berupa pasir dan batu yang bulat halus diduga diambil dari sungai besar di sebelah utara 
situs, ada pula yang menduga diambil dari pantai. Mengenai nisan yang ditemukan di 
Situs Doro Bata yang memiliki motif hias Makasar, diduga nisan atas makam seorang 
sultan, mengingat Sultan Muhammad Sirajudin I yang merupakan sultan ke-3 Dompu 
bergelar Sultan Manuru Bata artinya Sultan yang dimakamkan di Bata pada tahun 1667, 
 sesudah  penaklukan Makasar atas tanah Dompu. Tentu saja dugaan ini perlu diselidiki 
lebih lanjut. 
Menurut informasi dari Syafrudin adalah seorang ahli tata ruang Kabupaten 
Dompu, menyatakan bahwa di Dompu ada  sebuah kearifan lokal warga  pada 
masa Ncuhi yakni pada awalnya uma atau rumah Ncuhi dibangun berbentuk persegi 
empat dan bertiang empat, kemudian berkembang menjadi bertiang sembilan, hingga 16 
tiang, sebagai ciri status sosial, kelas ekonomi. Rumah yang bertiang 16 adalah rumah 
yang paling besar disebut Uma Ruka.  Dompu atau Dompo mengenal 3 masa, yaitu masa 
Dalu, Ncuhi, Hindu-Buddha, dan Islam. Jaman Dalu/hingga jaman Ncuhi adalah masa 
prasejarah yang salah satu tradisinya masih berlanjut hingga kini adalah tradisi megalitik 
yang muncul pada masa Perundagian. Tradisi ini  masih dapat disaksikan di Dompu 
secara umum dan Doro Bata pada khususnya dimana batuan bukit yang mengkerucut 
diurug dan dibuat berteras. Makam Sultan Syamsudin dimakamkan di atas bukit, 
beberapa tinggalan megalitik juga dijumpai di atas bukit, dengan menggunakan batu-
batu besar sebagai sarana atau media pendukung kehidupan rohani maupun jasmani. Para 
Ncuhi memilih tempat yang tinggi agar mudah melakukan pemujaan dengan membuat 
media pemujaan pada arah timur laut dari permukimannya, yang dekat dengan mata air, 
aliran sungai, dan memiliki kearifan tata ruang yang disebut Lekadana.  Lekadana adalah 
kearifan lokal dalam pemilihan lahan permukiman berdasar  daya tampung, kondisi 
hidrologi dan lain-lain 
 sesudah  masa prasejarah ada  pengaruh kebudayaan India pada kepulauan 
Sumbawa sebelum dan masa kekuasaan Majapahit di pulau ini (Utomo 2018, 3). Kerajaan 
Majapahit menguasai kepulauan ini khususnya Dompu berdasar  keterangan Kakawin 
Nagarakertagama pada tahun 1357 atau pertengahan abad ke-14 dan berakhir saat  
mendapatkan pengaruh Islam abad ke-16. Jejak-jejak pengaruh Kerajaan Majapahit dapat 
dijumpai di Situs Doro Bata meskipun sudah rusak, namun masih dapat dijumpai jejak-
jejak kemegahannya.
Pada berbagai zaman ini  di atas, ada  zona-zona inti yaitu, saat  masa 
prasejarah hingga masuknya pengaruh kebudayaan India di Dompu, areal pemujaan 
merupakan zona inti, saat  mendapatkan pengaruh Islam, istana adalah zona inti. 
Pendapat ini menguatkan dugaan bahwa Situs Doro Bata masa prasejarah dan Hindu-
Buddha merupakan media pemujaan leluhur dan kekuatan alam, dan masa Islam sebagai 
istana atau pusat kekuasaan kesultanan (Rema 2018, 83). 
Ruang (Pertimbangan Lingkungan dalam Pendirian Situs Doro Bata) 
Kabupaten Dompu terletak pada pusat kegiatan tektonik dari busur magmatik 
Sunda-Banda berarah Barat-Timur tempat bertemunya tiga lempeng tektonik besar 
Geologi Kabupaten Dompu dicirikan oleh busur kepulauan yang 
dibentuk oleh batuan gunung api dan endapan marin berumur dari Miosen akhir hingga 
Kuarter; terdiri atas satuan breksi tuf, batugamping, batulempung tufan, satuan breksi 
tanah merah, satuan breksi andesitbasal, satuan lava breksi, terumbu koral terangkat dan 
alluvium-endapan pantai. Beberapa terobosan diorit dan dasit menembus batuan berumur 
tua yang menyebabkan terjadinya ubahan hidrotermal.
Litologi daerah Dompu yang dirangkum dalam peta geologi lembar Sumbawa oleh 
Sudradjat dkk., 1998 terdiri atas; Satuan breksi tuf bersifat andesit dengan sisipan tuf 
pasiran, tuf batuapung dan batupasir tufan; setempat mengandung lahar, lava andesit 
dan basal. Breksi merupakan satuan stratigrafi tertua di wilayah Kabupaten Dompu, 
berumur Miosen Awal. Kemudian diatasnya terendapkan satuan batugamping yang terdiri 
dari batugamping, batupasir gampingan, dan rombakan batuan vulkanik gampingan; 
batugamping kadang-kadang ditemukan berupa lensa-lensa di dalam satuan-satuan 
batupasir tufan dan breksi tuf. 
Satuan batu lempung tufan terbentuk kemudian yang terdiri atas batulempung 
tufan bersisipan batupasir dan kerikil hasil rombakan batuan vulkanik, diendapkan secara 
tidak selaras di atas satuan breksi tufa, yang diduga berumur Tersier. Satuan breksi tanah 
merah merupakan endapan breksi bersusunan andesit hasil letusan G. Tanah Merah yang 
berumur Kuarter. Satuan breksi andesit-basal disusun oleh breksi vulkanik, lahar, tuf, abu, 
dan lava; diperkirakan berumur Kuarter. Satuan lava breksi terdiri atas lava breksi, lahar, 
tuf, dan abu vulkanik bersusunan andesit merupakan hasil letusan masa kini dari Gunung 
Tambora. Sementara terumbu koral terangkat yang diperkirakan berumur Plistosen terdiri 
atas batugamping terumbu karang dan pecahan batugamping koral, di beberapa tempat 
mengandung kepingan batuan vulkanik andesit. Kemudian sampai pada masa holosen 
terendapkan satuan Aluvium dan endapan pantai terdiri atas sedimen lepas kerikil, pasir, 
lempung, lumpur dengan setempat-setempat magnetit; tersebar terutama di daerah-daerah 
pedataran sungai dan pantai, menutupi satuan-satuan stratigrafi yang berumur lebih tua.
Bukit Doro Bata terletak pada sebuah cekungan, yang dibatasi oleh jajaran 
perbukitan di sekelilingnya. Sepintas puncak bukit ini seperti dataran dengan luas 
±1551,84 m2 di sekitarnya ada  sungai Sori Nae, Sori Silo, dan Sori Soa dengan 
stadia dewasa. Sungai-sungai di sekitar situs dengan air yang melimpah yang airnya 
tidak langsung dibuang ke laut, tetapi dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti 
mengairi kolam ikan keperluan mandi, cuci, mengairi sawah warga  yang subur yang 
membentang luas, sehingga tidak heran jika kerajaan Dompu di masa lalu adalah kerajaan 
yang berpenghasilan utama berupa beras ,Hal ini nampak pada bentuk 
U pada lembahnya yang secara dinamis membentuk morfologi daerah dan litologi yang 
dilewatinya. Kota Dompu dan sekitarnya, termasuk situs Doro Bata terletak pada satuan 
aluvium yang terdiri dari endapan sungai dan pantai berupa sedimen berukuran kerikil, 
pasir sampai dengan lempung. Di beberapa tempat dijumpai satuan batuan gamping 
terumbu koral, terutama menempati puncak-puncak perbukitan di sekitar Bukit Doro 
Bata yang mencirikan morfologi batuan karbonatan.
Pada kala Miosen Akhir-Plestosen (1,8-5,3 juta tahun) terbentuk satuan terumbu 
koral yang terdiri dari batugamping dan bagian bawah satuan tersusun atas konglomerat, 
batupasir dan lapisan tipis magnetit.  sesudah  mengalami proses pelapukan dan denudasi 
yang melibatkan sistem aliran sungai sebagai agen pembentukan roman muka bumi. 
Sampai pada kala holosen (~0,01 juta tahun) terbentuk endapan sedimen yang menutupi 
wilayah Kota Dompu dan sekitarnya. Di beberapa tempat sistem sungai mengikis batuan 
yang dilewatinya diperkirakan sampai pada satuan batugamping yang terletak di bawah 
atau lebih tua dari satuan terumbu koral dengan kisaran berumur Miosen Awal (5,3-23 
juta tahun) 
Jika dikaitkan dengan keberadaan bukit Doro Bata dan pengamatan stratigrafi 
endapan sedimen pada ekskavasi arkeologi di puncak bukit ini, maka dapat diasumsikan 
di atas litologi batupasir tufan yang ditemukan pada kaki bukit telah mengalami proses 
denudasional dan pengendapan oleh sungai. Sedimentasi sungai membawa material secara 
terus menerus sehingga membentuk morfologi bukit sampai akhirnya bergerak menjauhi 
puncak bukit. Material yang diendapkan membawa seluruh sedimen lepas dari dataran 
yang lebih tinggi yang mengelilingi cekungan. Sampai pada ahkirnya mengendapkan 
pula sisa-sisa budaya yang dibuktikan dengan ditemukan pecahan kereweng ataupun 
keramik pada lapisan paling bawah di atas batuan dasar (baserock) pada bukit Doro Bata
Pemilihan tempat tinggi seperti menjadi pertimbangan utama untuk membangun 
sebuah istana karena dengan tempat tinggi lebih gampang memantau dan menanggulangi 
serangan musuh, baik dari darat maupun laut. Pada arah barat dan selatan Bukit Doro 
Bata yang sekarang merupakan areal persawahan dulunya merupakan lautan terusan teluk 
Cempi. Selain sebuah terusan teluk, di wilayah ini juga ada  sebuah pelabuhan yang 
bernama Sorebawa. Kalau data ini benar berarti Dompu pada masa lalu merupakan daerah 
strategis yang memiliki kekuasaan cukup besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa 
Padompo, disebutkan pada peristiwa ini ada tiga arah yang dilalui untuk menyerang 
Dompu yaitu Teluk Cempi, Teluk Kempo atau Saleh, dan Teluk Bima 
Terkait dengan pertimbangan lingkungan Situs Doro Bata sebagai permukiman, 
nampaknya mengadopsi kearifan tradisional Dompu melalui pemilihan lokasi 
permukiman dengan mempertimbangkan aspek batuan lahan, bentuk permukaan lahan, 
ketersediaan sumber air dan kesuburan tanah yang dikenal dengan leka dana .  Kearifan ini merupakan warisan pemilihan tempat permukiman dari masa 
Ncuhi dahulu sebagai pimpinan warga  sebelum Dompu mendapatkan pengaruh 
budaya India dan Islam.   Masa itu  rumah Ncuhi menjadi tempat berasalnya semua 
perintah dalam menjalankan tatanan kehidupan bagi warga . Rumah Ncuhi selalu 
memilih areal yang tinggi, biasanya di atas bukit atau dataran tinggi. Rumah Ncuhi adalah 
tempat bersemayamnya arwah para leluhur,  kemudian dikelilingi oleh rumah penduduk 
Hal ini nampak pada permukiman penduduk pendukung situs, di 
mana areal pemukiman penduduk berada di sekeliling situs yaitu di areal Doro Mpana, 
Waru Kali, Sambi Tangga dan sekitarnya, karena di daerah ini juga ditemukan struktur 
batu bata yang setipe dengan dengan batu bata yang ditemukan di Situs Doro Bata, serta 
temuan lainnya berupa pecahan-pecahan gerabah.   
Selain pemilihan tempat yang tinggi, pemilihan lokasi pemukiman dekat dengan 
sumber mata air dan sungai dalam pendirian Situs Doro Bata nampaknya juga dilandasi 
akan adanya kepercayaan kepada arwah leluhur dan kekuatan alam. Kepercayaan 
semacam ini telah berakar masa Ncuhi yang mendiami beberapa tempat yang dianggap 
keramat oleh warga , yang secara langsung memberikan pengaruh dalam kehidupan 
warga  terutama dalam menjaga kesehatan, keselamatan dan rejeki. Tempat-tempat 
ini  adalah mata air, muara, sungai, dan tepi pantai, yang semuanya diyakini didiami 
olehnya. Dalam radius tertentu di sekeliling mata air, muara, tepi sungai ataupun tepi 
pantai tidak boleh dipergunakan untuk kegiatan terbangun dan  keramaian. Ruang ini  
dikeramatkan dan menjadi ruang imajiner 
Pada masa ini, keberadaan ncuhi (kepala suku) sangat berpengaruh, karena 
diyakini mempunyai kemampuan dan ilmu-ilmu khusus, sehingga dipercaya sebagai 
titisan dari para arwah leluhur atau Parafu. Ncuhi mempunyai peran sebagai pemimpin 
warga , yang mengatur tatanan kehidupan warga  pada saat itu. Ncuhi sendiri 
yang mementukan kapan masa tanam dimulai, upacara persembahan, juga sebagai 
sando (tabib). Karena perannya ini , maka uma ncuhi (tempat tinggal ncuhi) berada 
ditengah-tengah kawasan pemukiman. Di sekelilingnya adalah rumah para penduduk, 
kemudian areal bercocok tanam serta hutan.  Pemilihan lokasi yang tinggi adalah sesuai 
dengan kepercayaan dan keyakinan masa itu, bahwa tempat yang tinggi adalah tempat 
yang terlindungi karena merupakan kediaman para arwah leluhur, terjaga dari serangan 
binatang buas maupun musuh, mudah mengamati keadaan, serta terjaga dari cuaca 
Kearifan lokal semacam inilah diduga sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan 
lingkungan pemukiman di Situs Doro Bata, dengan menseimbangkan kebutuhan jasmani 
dan rohani, sehingga warga  pendukungnya dapat hidup sejahtera. Konsep seleksi 
lingkungan pemukiman ini berlanjut hingga mendapatkan pengaruh budaya India bahkan 
hingga mendapatkan pengaruh Islam di situs ini.
 Pola ruang tradisional Dompu pada masa lalu dalam membangun rumah di tempat 
yang tinggi dalam hal ini rumah panggung dibangun membelakangi matahari terbit dan 
tidak berlawanan dengan gunung. Pola tata ruang ini ada kemiripan dengan pola ruang yang 
dicerminkan oleh temuan struktur dan teras berundak di Situs Doro Bata dimana struktur 
pondasi bangunan yang ditemukan mepet ke arah sisi timur bukit Doro Bata, struktur ini 
ada yang berbentuk bujur sangkar dan persegi panjang. Struktur ini panjangnya mengarah 
utara-selatan dengan lebar arah timur-barat. Orientasi situs ini juga menampakkan konsep 
yang sama yang mengarah ke arah barat, dibuktikan dengan ditemukannya tangga masuk 
di arah barat teras berundak 
Waktu (Masa Pemanfaatan Situs Doro Bata) 
bahwa kepulauan Sumbawa dalam hal ini Bima 
ada  beberapa peninggalan arkeologi yang memperlihatkan pengaruh kebudayaan 
India. Peninggalan ini  antara lain dua buah arca Hindu di Desa Tato. Dua buah arca 
batu, sebuah lingga, dan beberapa pahatan berupa relief pada dinding gua yang ditemukan 
dalam sebuah gua dekat Batupahat, Bima, yang oleh penduduk sekitar disebut Wadupaa. 
Prasasti Wadu Tunti (Batu Tulis). Inskripsi ini dipahatkan pada sebuah batu besar, di 
daerah Bolo, Bima. Inskripsi ini dipahatkan dengan aksara Jawa Kuno dan berasal dari 
masa sekitar 1350/1400. Pada sisi lain batu inskripsi ini ada  pula pahatan berupa 
relief yang menggambarkan sebuah adegan berupa empat sosok tokoh kedewataan disertai 
seekor harimau, dan satu sosok tokoh di tengah yang menggambarkan Dewa Siwa. Relief 
ini  berlatar agama Hindu. Djafar menduga bahwa pengaruh kebudayaan India baru 
muncul di daerah ini sekitar abad ke-14, dan mungkin hal ini disebabkan oleh pengaruh 
politik Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada.
Muljana menguraikan mengenai pulau-pulau di sebelah timur pulau Jawa, pertama-
tama disebut Pulau Bali, yang ditundukkan pada tahun 1343, berikut pulau Lombok atau 
Gurun, yang dihuni oleh suku Sasak. Kedua pulau ini hingga sekarang menunjukkan 
adanya pengaruh kuat dari Majapahit, sehingga penguasaan Majapahit atas Bali dan 
Lombok tidak diragukan. Kota Dompo (Dompu sekarang) yang terletak di Pulau 
Sumbawa, menurut Nagarakretagama pupuh 72/2-3 dan Pararaton, ditundukkan oleh 
tentara Majapahit di bawah pimpinan Mpu Nala pada tahun 1357. Penemuan piagam 
Jawa dari abad ke-14 di Pulau Sumbawa memperkuat pemberitaan Nagarakretagama 
dan Pararaton di atas, sehingga penguasaan Jawa atas Pulau Sumbawa tak dapat lagi 
disangsikan. Piagam itu adalah satu-satunya yang pernah diketemukan di kepulauan di 
luar pulau Jawa. Rupanya Dompo dijadikan batu loncatan bagi Majapahit untuk menguasai 
pulau-pulau kecil lainnya di sebelah timur sampai Wanin di pantai barat Papua. Berbeda 
dengan di Sumatra dan Kalimantan, di daerah sebelah timur Jawa, kecuali di Bali dan 
Lombok, tidak ada hikayat-hikayat daerah, sehingga juga tidak ada dongeng tertulis 
tentang hubungan Majapahit dengan daerah-daerah ini  
Daerah-daerah di sebelah timur Jawa yang dikuasai Majapahit pada pertengahan 
abad ke-14 berdasar  pupuh 14/3 adalah: Bali, Badahulu, Lo Gajah, Gurun, Sukun, 
Taliwung, Dompo, Sapi, Gunung Api, Seram, Hutan Kadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, 
Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, 
Wandan (Banda), Ambon atau Maluku, Wanin, Seran, Timor 
termuat pada Pupuh 14/3, 72/3 . 
Terjemahan Pupuh 14/3
3. Di sebelah timur Jawa, seperti berikut:
Bali dengan Negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah 
Gurun serta Sukun. Taliwang, Pulau Sapid an Dompo
Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekalius 
Terjemahan Pupuh 72/2-3
2. Penganut karib Sri Baginda Nata
Pahlawan perang bernama Mpu Nala
Mengetahui budi pekerti rakyat
Mancanegara bergelar Tumenggung 
3. Keturunn orang cerdik dan setia
Selalu memangku pangkat pahlawan
Pernah menundukkan Negara Dompo
Serba ulet menanggulangi musuh 
Menurut catatan sejarah Dompu, sebelum terbentuknya kerajaan di daerah ini , 
telah berkuasa beberapa kepala suku yang disebut dengan Ncuhi atau raja kecil. Para Ncuhi 
ini  adalah Ncuhi Hu’u, Ncuhi Saneo, Ncuhi Nowa dan Ncuhi Tonda. Keempat Ncuhi 
ini memiliki daerah kekuasaan masing-masing. Salah satu daerah kekuasaan yang diduga 
menjadi cikal bakal Dompu adalah penobatan seorang raja oleh para Ncuhi yang terletak 
di atas gunung yang dikenal dengan Tonda. Daerah ini merupakan sebuah perbukitan 
yang dekat dengan laut dan penguasa pada waktu itu bernama Dedelanata. Dahulu daerah 
ini juga disebut dengan Riwo dan sekarang menjadi Ria. Pada tahun 1357 Masehi pusat 
kekuasaan yang berada di Tonda tepatnya Riwo dipindahkan ke Doro Bata akibat ekspansi 
Gajah Mada yang berhasil mengalahkan Dedelanata tahun 1357 hingga akhir kekuasaan 
Hindu dan awal masa Islam dengan sultan pertama yaitu Sultan Syamsudin (gambar 11) 
 Aspek kesejarahan Doro Bata, berdasar  hasil wawancara dengan tiga budayawan 
Dompu yakni H. Nurdin Umar, Haji Hasan Amin, dan Mohammad Chaidir (gambar 12) 
bahwa Doro Bata diduga sebagai pusat kekuasaan atau pemerintahan Dompu hingga 
akhir masa Hindu-Buddha dan awal masa Islam. Kebenaran dugaan ini perlu ditunjang 
dengan riset  lanjutan melalui penelusuran dokumen-dokumen yang relevan 
Menurut Suastika situs ini berasal dari abad ke-14 sampai 15 Masehi, yakni pada 
masa perkembangan kerajaan Majapahit. Pada proses perluasan dan usaha mempersatukan 
seluruh wilayah Nusantara sesuai dengan sumpah yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah 
Mada, yakni Sumpah Palapa yang bertujuan untuk mempersatukan Nusantara. Untuk itu 
dilakukan penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan di luar pulau Jawa 
Ekspansi ke daerah Sumbawa dilakukan oleh Majapahit pada tahun 1357 Masehi, 
dengan wilayah yang ditaklukkan di pulau Sumbawa adalah Bima, Dompu, dan Sape. Hal 
ini berarti daerah Sumbawa berada pada tiga pusat kekuatan atau kerajaan yaitu Bima, 
Dompu, dan Sape. Proses penaklukan ini telah membawa anasir-anasir budaya Hindu 
Majapahit ke wilayah ini  (Mulyana dikutip Suastika 2005, 9). Sebagai bukti dengan 
adanya temuan-temuan bangunan yang memakai batu bata tipe Majapahit di beberapa 
situs seperti di Situs Doro Bata dan Worokali, dapat diasumsikan bahwa pengaruh 
kebudayaan Hindu Majapahit telah masuk ke wilyah Dompu masa itu 
saat  masuknya pengaruh Kerajaan Majapahit tahun 1357 di Pulau Sumbawa, 
khususnya Dompu berdampak kepada model bangunan dan fitur lainnya yang bersifat 
Hindu-Buddha. Model bangunan ini juga tercermin pada bangunan di Situs Doro Bata, 
berdasar  atas temuan batu bata berukuran besar berbingkai sisi genta, ada pula yang 
salah satu sisinya berbentuk setengah lingkaran dan bata berhias garis, yang semuanya 
itu lazim ada  pada bangunan candi yang memiliki hiasan relief. warga  setempat 
menyebut istilah bata dengan persada yang merupakan bentuk rusakan dari kata prasada 
yang berasal dari bahasa Sanskerta. Istilah ini  dalam bahasa Bali dan Jawa mengacu 
kepada bangunan pemujaan berupa candi yang terbuat dari bata.
Temuan lain yang memperkuat dugaan ini adalah adanya temuan fragmen 
pedupaan, kendi, kereweng, keramik, uang kepeng yang cenderung digunakan sebagai 
sarana upacara. Temuan yang sangat menarik lainnya adalah nisan polos dan berhias 
yang dikelilingi oleh struktur bata persegi empat panjang di atas bukit Doro Bata yang 
diduga jirat kubur, merupakan indikasi pemakaman masa Islam. Hal ini  memperkuat 
dugaan para budayawan Dompu yang mengungkapkan bahwa situs ini merupakan pusat 
kekuasaan pada akhir masa Hindu-Buddha dan awal masa Islam. Dugaan ini diperkuat 
oleh pendapat Raffles bahwa pada tahun 1815 akibat letusan Gunung Tambora, Istana Bata 
di Doro Bata dipindahkan ke sebelah utara Sungai Nae, yang lokasinya sekarang berada 
di areal Masjid Raya Baiturahman, Dompu. Pada akhir masa pendudukan Jepang Istana 
ini dipindahkan ke posisi Rumah Sakit Umum Daerah Dompu saat ini. berdasar  data 
ini  kedudukan Doro Bata sangat penting untuk mengungkap peristiwa sejarah yang 
pernah berlangsung dan berkembang di Dompu 
ada  pendapat yang menyatakan bahwa Situs Doro Bata pernah menjadi lokasi 
dari istana Kerajaan Dompu. Pendapat ini 
merupakan penafsiran atas catatan perjalanan Owen Phillips yang diterima oleh Thomas 
Stamford Raffles pada saat terjadinya bencana alam letusan Gunung Tambora pada tahun 
1815. Kutipan pendapat Anthony Tully adalah sebagai berikut. 
“The blanket of ashes was so heavy that they collapsed the roofs of the Resident’s 
and many other dwellings in Bima and rendered them uninhabitable. The 
Dompu Palace at Dora Bata was also buried with ash...”  kemudian menjelaskan bahwa pendapat Tully (2004) 
ini  memberikan petunjuk terkait alasan ditinggalkannya Istana Dompu yang semula 
berada di B̅ata karena tertimbun abu dan tidak bisa lagi didiami. Lebih lanjut, Sjamsuddin 
menyatakan: 
“Agaknya B̅ata dahulu merupakan sebuah situs sejarah penting–mungkin 
sejak pra-Islam– yaitu istana tua (asi ntoi) yang letaknya di selatan Sori 
Na’e (Sungai Besar) yang kemudian dipindahkan ke sebelah utara sungai. 
Di sini didirikan istana baru (asi b̅o) (letaknya di Situs Masjid Raya Dompu 
sekarang). Letusan Tambora yang telah “memaksa” ini semua terjadi, 
perpindahan istana lama ke istana baru. Meskipun tidak seperti di Jawa, 
pusat pemerintahan pindah pindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena 
letusan Gunung Merapi, di Dompu pusat pemerintahan pindah dari selatan 
Sori Na’e ke sebelah utara Sori Na’e karena letusan Tambora” 
Namun, tafsiran Tully terhadap catatan Owen Phillips yang diterima oleh Raffles 
ini  perlu dikaji kembali. Catatan Owen Phillips tidak menyebutkan secara eksplisit 
nama Doro Bata (atau Dora Bata, B̅ata, dan sebagainya) di dalamnya  Hal ini 
menyebabkan tafsiran yang dilakukan oleh Tully dapat dianggap masih belum memiliki 
data dukung yang memadai untuk mencapai suatu kesimpulan bahwa Situs Doro Bata 
pernah menjadi lokasi istana Kerajaan Dompu. Hal yang menarik justru pemaparan lebih 
lanjut yang dilakukan oleh Sjamsuddin. Sayangnya, pemaparan Sjamsuddin ini  
tidak mencantumkan sumber data lain yang menjadi dasar pernyataannya, selain dari 
pernyataan yang diberikan oleh Tully. Kemungkinan besar, pernyataan Sjamsuddin 
berdasar  atas sejarah lisan yang berkembang di kalangan warga  Dompu.
Sejarah lisan sebagai data sejarah memang tidak bisa diabaikan begitu saja, tetapi 
penggunaannya tetap harus melalui serangkaian kajian. Sejarah lisan merupakan pesan 
verbal mengenai masa lalu yang ditransmisikan dari mulut ke mulut dalam periode yang 
melampaui generasi kontemporer. Dalam proses transmisi ini , ada  proses 
seleksi dan interpretasi terhadap sekumpulan informasi yang terkandung dalam suatu 
pesan verbal untuk kemudian ditransmisikan kembali ke generasi berikutnya. Oleh 
karena itu, kedalaman waktu (time depth) dari peristiwa sejarah yang diceritakan dalam 
pesan verbal (sejarah lisan) menjadi penting, yaitu makin panjang interval waktu suatu 
peristiwa sejarah dengan masa kini, makin besar kemungkinan terjadinya penyimpangan 
(alteration) dari sejarah ini  . Dalam kaitannya dengan time 
depth, pernyataan yang disampaikan oleh Sjamsuddin dapat dikatakan memiliki interval 
waktu yang pendek (±200 tahun) sehingga menurunkan risiko terjadinya penyimpangan 
sejarah. Namun, ada  kelemahan lain dari sejarah lisan, yaitu kurangnya data mengenai 
kronologi dan kesalingtergantungan antar sumber 
Pernyataan Sjamsuddin merupakan informasi penting dalam usaha penafsiran 
atas Situs Doro Bata, tetapi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pernyataan 
ini  tidak memberikan keterangan yang jelas terhadap sumber-sumber informasinya. 
Jika melihat sifat data sejarah lisan yang memiliki kesalingtergantungan (interdependence) 
antar sumber, pernyataan Sjamsuddin ini  perlu digali lebih dalam lagi terkait 
sumber yang digunakan olehnya, sekaligus menelusuri informasi dari sumber-sumber 
lain, baik dari warga  awam maupun tokoh warga . Kelemahan yang terkait 
dengan kurangnya data kronologi dan kesalingtergantungan antarsumber ini  juga 
dapat dilengkapi dari sumber-sumber luar, seperti sumber dokumen tertulis dari luar dan 
arkeologi 
Fungsi Situs Doro Bata
berdasar  uraian ini  di atas, dapat diduga bahwa Doro Bata pada masa 
Prasejarah yakni masa Dalu dan Ncuhi difungsikan sebagai tempat pemujaan roh suci 
leluhur dan kekuatan alam. Demikian juga halnya saat  mendapatkan pengaruh Hindu-
Buddha, Doro Bata diduga juga sebagai tempat pemujaan kepada para dewa dan roh 
suci leluhur. saat  mendapatkan pengaruh Islam, Doro Bata sebagai pusat kekuasaan 
kesultanan dan pemakaman. berdasar  penuturan warga , Doro Bata saat ini 
pernah dimanfaatkan sebagai tempat menunaikan Sholat Id dan tempat memohon Oi 
Parampimpi atau air suci para pemimpin saat  akan diadakan beberapa acara agama 
Islam. Pada masa kini untuk kesehariannya situs ini dipakai sebagai tempat rekreasi bagi 
anak-anak di Kandai I. 
Makna Situs Doro Bata 
Teras berundak merupakan salah satu bentuk megalitik yang umum ditemuan di 
Indonesia, yang pada Masa Prasejarah dikaitkan dengan tradisi pemujaan roh leluhur, 
yang telah dikenal sejak masa bercocok tanam dan perundagian, sebagai media untuk 
memohon kesejahteraan dan keselamatan . Hal senada diungkapkan 
Sutaba bahwa bentuk megalitik seperti teras berundak dan tahta batu pada masa 
Prasejarah berfungsi sebagai media pemujaan bagi pemimpin yang dihormati, sebagai 
media untuk menjaga hubungan baik antara warga  yang masih hidup dengan dunia 
arwah, agar keselamatan dan kesejahteraan warga  tetap terpelihara dengan baik. Hal 
ini diperkuat dengan pendapat bahwa kultus nenek moyang yang ada  di Indonesia 
dinyatakan memiliki kesamaan dengan yang ada  di Asia Tenggara dan Pasifik karena 
bersifat universal dan menjadi inti tradisi megalitik 
Pada masa prasejarah ada anggapan bahwa tanah-tanah yang meninggi seperti bukit 
dan gunung merupakan tempat para arwah leluhur yang telah suci, sehingga dianggap 
keramat dan suci. Pada masa itu manusia mempunyai kepercayaan, bahwa roh orang 
yang meninggal akan hidup abadi di alam yang berlainan dengan tempat manusia 
hidup. Arwah nenek moyang dianggap bertempat tinggal di puncak gunung atau bukit 
terdekat, maka puncak gunung dianggap sebagai tempat yang keramat atau sebagai dunia 
arwah yang dihormati. Sejalan dengan pemikiran ini, maka timbullah penghormatan 
dan pemujaan kepada kekuatan alam atau kekuatan supernatural yang tidak terjangkau 
oleh warga  luas, yaitu pemujaan kepada kekuatan alam seperti kekuatan gunung 
dan kekuatan pemberi kemakmuran. Adanya suatu kepercayaan, bahwa roh orang yang 
meninggal bersemayam di tempat-tempat yang tinggi, bukit dan gunung, dapat diketahui 
melalui tinggalan-tinggalan manusia prasejarah yang berhubungan dengan tradisi 
pemujaan nenek moyang yang umumnya dijumpai di daerah dataran tinggi 
Kepercayaan megalitik terhadap gunung sebagai kekuatan alam, kemudian menjadi 
satu dengan kepercayaan terhadap gunung sebagai tempat tinggal arwah nenek moyang dan 
gunung sebagai tempat Dewa Gunung, pandangan ini tidak saja ditemukan di Indonesia 
tetapi juga di Asia Tenggara. Kepercayaan ini  ternyata besar pengaruhnya kepada 
warga  Indonesia, tidak saja pada waktu tradisi megalitik sedang berkembang dengan 
pesat, tetapi jauh dalam zaman sejarah saat  meluasnya pengaruh agama Hindu, seperti 
di Jawa Timur abad 15 M, yaitu memandang Gunung Lawu dan Gunung Penanggungan 
sebagai gunung yang keramat. Seperti diketahui Gunung Lawu ada  Candi Sukuh dan 
Ceto yang masing-masing memiliki corak megalitik dan Gunung Penanggungan ada  
sejumlah tempat pemujaan yang mempunyai susunan teras berundak. Selain di Jawa 
Timur, di Bali kira-kira abad ke 10 M, juga memperlihatkan seperti gejala di Jawa Timur 
yang menganggap gunung sebagai tempat yang keramat, sebagai sumber kemakmuran 
Unsur religi warisan dari masa prasejarah mempunyai kadar 
keberlanjutan pada masa Hindu-Buddha, dan hal ini juga dapat disaksikan di Situs Doro 
Bata.
Pada masa prasejarah, pada bagian puncak bangunan teras berundak biasanya 
ada  menhir/arca menhir. Arca menhir dan arca lainnya yang memperlihatkan genitalia 
baik laki-laki maupun wanita, sebagai lambang nenek moyang sekaligus berfungsi sebagai 
media pemujaan yang keramat, untuk memohon keselamatan hasil pertanian, kesuburan 
tanah, keselamatan binatang, permohonan anak , Pendirian tempat pemujaan disamping karena alasan idiologi, juga ada  alasan 
teknis yakni tempat pemujaan biasanya memiliki teras karena didirikan pada tempat yang 
tinggi yang berfungsi untuk menghindari hanyutnya tanah dan tidak licin di waktu musim 
hujan 
Soeryanto menyatakan bahwa sebelum Dompu mendapatkan pengaruh Hindu-
Buddha sesuai dengan Bo Sangaji Kai daerah Dompu dipimpin oleh Ncuhi, ada  5 Ncuhi 
yakni Ncuhi Hu’u, Daha, Saneo, Nowa, dan Tonda yang masih menganut kepercayaan 
yang bersifat animisme ,  sesudah  daerah ini ditaklukkan oleh Mahapatih Gajah 
Mada pada masa keemasan kerajaan Majapahit abad ke-14, masa pemerintahan Hayam 
Wuruk, sisitem pemerintahannya menjadi kerajaan yang dipimpin oleh sangaji ,Terjadinya perubahan politik yang ditanamkan oleh Gajah Mada diikuti dengan 
perubahan sistem kepercayaan yang berkembang saat itu yaitu Hindu-Buddha , Pengaruh Majapahit di Dompu tidak bertahan lama 
seiring dengan masuknya paham baru yaitu agama Islam yang disebarkan oleh pedagang 
dari kerajaan Gowa Makassar, yang sudah dimulai sejak abad ke-16   bahwa agama Islam masuk 
ke Dompu pada abad ke-16 yang ditandai oleh perubahan dari sistem kerajaan menjadi 
kesultanan dan Sultan Syamsudin sebagai Sultan Dompu pertama yang memeluk agama 
Islam. Sejak saat itu Islam menjadi agama resmi di wilayah Kesultanan Dompu.
Menyinggung mengenai Situs Doro Bata, Situs adalah lokasi yang berada di darat 
dan/atau di air yang mengandung tinggalan arkeologi seperti benda, bangunan dan/atau 
struktur sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Apabila telah 
ditetapkan oleh pihak yang berwenang sebagai cagar budaya akan menjadi situs cagar 
budaya, benda cagar budaya, struktur cagar budaya, dan bangunan cagar budaya. Benda 
(artefak) adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun 
tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya 
yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 
Struktur adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan 
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, 
dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Bangunan adalah susunan binaan 
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan 
ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap 
Doro Bata dalam bahasa daerah Dompu berasal dari kata Doro yang artinya gunung, 
ada pula kata Dore yang artinya bukit, sedangkan Bata berarti bata. Jadi kata Doro Bata 
berarti gunung bata. Penyebutan Doro Bata itu berdasar  informasi warga  di 
sekitar situs bermula saat  warga  mengetahui ada bukit yang ditumbuhi semak 
belukar yang penuh batu bata yang menggunung, sangat ditakuti karena keramat, membuat 
penduduk di sana takut memasukinya. Selain itu warga  Kandai I menyebut bata yang 
ada di Doro Bata itu dengan istilah persada. Istilah ini mengingatkan pada istilah prasada 
dalam bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang mengacu kepada media pemujaan, yang 
bentuknya mirip dengan candi. Prasada juga disebut sebagai bangunan pemujaan yang 
merupakan bagian suatu kompleks bangunan suci. Disebutkan dalam Sumanasantaka 
yang disebut dengan prasada adalah candi, sebagai bangunan suci tempat dicandikannya 
seorang raja yang telah meninggal. Dikatakan lebih lanjut bahwa bangunan prasada 
telah terlebih dahulu berkembang di Jawa, kemudian perkembangannya berlanjut di Bali 
terbukti dengan ditemukannya bangunan-bangunan prasada di mana sampai kini masih 
dipuja dan dipelihara oleh warga ,
Konsepsi prasada mempunyai persamaan dengan konsepsi meru atau gunung. 
Kedua-duanya merupakan tempat pemujaan roh leluhur dari seorang penguasa semasa 
hidupnya, seperti raja dan mahapatih. Sehingga secara umum disebut sebagai pedharman, 
yaitu bangunan suci untuk memuja leluhur yang telah dianggap bersatu dengan Sang 
Hyang Widhi Wasa, biasanya disebut dengan Dewa Pitara. Telah diketahui fungsi 
prasada itu adalah merupakan padharman dari seorang penguasa dalam arti warga  
masa lampau telah melanjutkan tradisi penghormatan kepada roh nenek moyang ,Diterangkan pula bahwa prasada ini sekaligus sebagai tempat duduk bagi roh 
suci yang telah disucikan yang selalu mengawasi atau ikut memelihara ketentraman bumi 
atau negara yang pernah menjadi wilayah kekuasaannya sewaktu baginda masih hidup 
sebagai raja ,
Jadi Situs Doro Bata adalah lokasi yang berada di darat yang mengandung tinggalan 
arkeologi seperti benda, bangunan dan/atau struktur sebagai hasil kegiatan manusia atau 
bukti kejadian pada masa lalu. Dalam hal ini yang lebih menonjol adalah berupa fitur atau 
lebih khusus lagi adalah teras berundak dan struktur pondasi bangunan yang terbuat dari 
batu bata 

Situs Dorobata merupakan tinggalan monumental dari jejak-jejaknya berbentuk 
teras berundak, kemudian di atasnya berdasar  temuan struktur pondasi bangunan 
diduga didirikan bangunan dengan konstruksi kayu. Situs ini dijadikan hunian karena 
didukung oleh kondisi alamnya yang banyak memiliki mata air, ada  sungai-sungai 
besar dan tanahnya yang subur, serta dekat dengan teluk yang dimanfaatkan sebagai 
pelabuhan pada masa lalu. Situs ini diduga dibangun dilandasi konsep tradisi Prasejarah 
yang berlanjut, yang juga dimanfaatkan pada masa masuknya pengaruh Hindu masa 
kekuasaan Majapahit di Dompu abad ke-14 hingga masa Islam, kemudian diduga 
ditinggalkan pada abad ke-19 akibat letusan Gunung Tambora. Situs ini masa prasejarah 
diduga sebagai tempat pemujaan kepada kekuatan alam dan roh suci leluhur, masa Hindu-
Buddha sebagai tempat pemujaan para dewa dan roh suci leluhur, dan masa Islam sebagai 
istana dan pemakaman. Doro Bata sebagai tempat pemujaan hingga pemakaman dan 
pusat kekuasaan memiliki makna keharmonisan, kebersamaan, multikultur, dan toleransi, 
agar dapat mencapai kesejahteraan. 
Rekomendasi
Berasarkan hasil dan pembahasan Situs Doro Bata bahwa situs ini telah berusia 
lebih dari 50 tahun dan memiliki arti yang sangat penting bagi sejarah kebudayaan 
Kabupaten Dompu dalam memupuk keharmonisan, kebersamaan, multikultur dan 
toleransi. Mengingat tingginya nilai yang dikandung oleh situs ini dipandang layak untuk 
dilestarikan dan ditetapkan sebagai Cagar Budaya, dijadikan Taman Purbakala Kabupaten 
Dompu, destinasi pendidikan. Untuk mewujudkan hal ini  diperlukan sinergi dari 
berbagai pihak terkait.