• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label negara abad pertengahan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label negara abad pertengahan. Tampilkan semua postingan

negara abad pertengahan

 



negara abad pertengahan

berdasar   pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Abad

Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15

Masehi. Abad Pertengahan bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.

Zaman abad pertengahan ini terbagi menjadi 2 (dua) periode yaitu, sebelum perang

salib dan sesudah perang salib. Ciri utama abad pertengahan yaitu   theosentris,

dominasi gereja, dan feodalistik. Pada masa ini, seluruh tatanan kehidupan

warga   diatur sepenuhnya oleh agama (dogma) atau gereja. Sehingga Eropa

mengalami masa kegelapan. Pemikir pada masa ini ialah Augustinus, Thomas

Aquinas di masa pra Perang Salib dan Machiavelli di masa Pasca Perang Salib. Pada

masa Pra Perang Salib, aliran hukum yang berkembang ialah aliran hukum

Tuhan/teologis, sehingga sumber kedaulatan negara berasal dari Tuhan. Adapun

pasca perang salib menekankan pada kekuasaan akibat dari perpecahan setelah

Perang Salib dan dominasi kekuasaan monarki kala itu.

Pemikiran negara di masa pertengahan menjadi salah satu peletak atau dasar

bagi pemikiran negara modern. Pengaruh masa pertengahan membentuk pandangan

politik yang akan berkembang di masa-masa berikutnya, termasuk pada era

pencerahan dan pembentukan negara-bangsa modern. Terjadi pergeseran dari

kedaulatan Tuhan atau kedaulatan Raja di masa pertengahan ke kedaulatan rakyat

dan kedaulatan hukum sebagaimana di era negara modern. Oleh sebab itu,

seyogyanya kajian-kajian negara pada masa abad pertengahan tersebut harus menjadi

bahan pembelajaran bagi generasi saat ini agar hal-hal yang menyebabkan rusaknya

negara ataupun hal-hal negatif yang terjadi dalam proses bernegara di abad

pertengahan tidak terulang kembali di masa negara modern seperti saat ini.



Ilmu Negara yaitu   mata kuliah yang memberi   kemampuan analisis kepada

mahasiswa mengenai asas-asas pokok dan pengertian-pengertian pokok tentang

negara pada umumnya.1 Kajian dalam Ilmu Negara tidak terikat pada waktu dan tempat,

sehingga objek studinya bisa negara pada masa kini, masa lampau dan bahkan di

masa yang akan datang.

Negara sebagai sebuah organisasi sosial, yaitu   sesuatu yang lahir dan

berkembang bersama dengan peradaban manusia.2 Masa Yunani kuno sering dijadikan

sebagai titik awal sejarah manusia dan pengetahuan modern. Hal ini tidak berarti bahwa

sebelum masa itu tidak ada   peradaban atau tidak ada   sesuatu organisasi yang

dapat disebut dengan negara. Yunani Kuno dijadikan sebagai titik awal sejarah manusia

karena pada masa itulah mulai ada   tulisan-tulisan yang masih dapat dipelajari

hingga saat ini.

Seiring dengan perkembangan masa ke masa, pemahaman terkait kenegaraan

juga mengalami perkembangan. Dari masa Yunani Kuno hingga akhirnya berkembang ke masa Romawi Kuno hingga pada masa abad pertengahan.

Abad pertengahan merupakan objek kajian mengenai negara yang masih sering

dibahas hingga saat ini. Kemunduran Romawi merupakan awal masa abad

pertengahan. Pada abad ini ditandai dengan ketidakbebasan pemikiran manusia dalam

bingkai agama kristen ortodoks yang sangat dominan. Masa ini memiliki ciri yang khas,

bahkan disebut sebagai masa kegelapan bagi perkembangan peradaban manusia (the

dark ages).

Zaman abad pertengahan ini umurnya tergolong panjang, yaitu dimulai dari abad

ke V sampai abad ke XV. Zaman ini berbarengan dengan timbul dan berkembangnya

agama Kristen, maka sudah barang tentu kalau pada jaman ini perkembangan ilmu

pengetahuannya sedikit banyak terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama, sehingga

menimbulkan paham teokratis. Zaman abad pertengahan ini terbagi menjadi 2 periode

yaitu, sebelum perang salib (abad V-XII dengan Augustinus dan Thomas Aquinas

sebagai pemikir besarnya) dan sesudah perang salib (abad XII-XV dengan Marsilius

sebagai pemikir besarnya).

berdasar   latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam artikel ini

akan membahas mengenai :

1.) Bagaimana kajian pemikiran negara di masa abad pertengahan?, dan

2.) Bagaimana pengaruhnya terhadap pemikiran negara di masa sekarang?



1. Sekilas Mengenai Abad Pertengahan

Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai

abad ke-15 Masehi. Abad Pertengahan bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi

Barat dan masih berlanjut manakala Eropa mulai memasuki Abad Pembaharuan dan

Abad Penjelajahan. Sejarah Dunia Barat secara tradisional dibagi menjadi tiga kurun

waktu, yakni Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern. Dengan kata lain,

Abad Pertengahan yaitu   kurun waktu peralihan dari Abad Kuno ke Zaman Modern.

Abad Pertengahan masih terbagi lagi menjadi tiga kurun waktu, yakni Awal Abad

Pertengahan, Puncak Abad Pertengahan, dan Akhir Abad Pertengahan.

Zaman abad pertengahan ini terbagi menjadi 2 (dua) periode yaitu, sebelum

perang salib (abad V-XII dengan Augustinus dan Thomas Aquinas sebagai pemikir

besarnya) dan sesudah perang salib (abad XII-XV dengan Marsilius sebagai pemikir

besarnya). Dalam kedua jaman ini ada   ajaran-ajaran tentang negara dan hukum

yang saling berbeda. Pada jaman pertengahan sebelum perang salib, ajarannya

bersifat sangat teokratis. Segala sesuatu didasarkan atas kehendak Tuhan. Hal ini

terjadi karena diakuinya agama Kristen sebagai agama resmi dari negara. Akibatnya

tidak banyak pandangan-pandangan kritis terhadap segala sesuatu yang terjadi,

segala perbuatan ditujukan untuk membela kepentingan gereja.

Sedangkan pada jaman pertengahan sesudah perang salib ajaran-ajaran

kenegaraan dan hukum banyak dipengaruhi oleh pemikir-pemikir Yunani. Hal ini

dikarenakan banyak penganut-penganut Kristen yang pergi ke Timur Tengah dan

Palestina untuk membela dan menyelamatkan makan-makan Kristen yang terancam.

Disinilah mereka belajar ajaran-ajaran pemikir Yunani, yang mana setelah perang salib

selesai mereka kembali ke negaranya dan membawa ajaran dan kebudayaan Yunani

Kuno tadi yang sebelumnya tidak dikenal di dunia barat.4

Ciri utama abad pertengahan yaitu   theosentris, dominasi gereja, dan

feodalistik. Pada masa ini, seluruh tatanan kehidupan warga   diatur sepenuhnya

oleh agama (dogma) atau gereja. Oleh karenanya, akal dan rasionalitas ditekan

bahkan dibungkam agar tidak berseberangan dengan gereja. Kondisi inilah yang

kemudian mengantarkan Eropa ke arah kemunduran, atau lebih dikenal sebagai “masa

kegelapan”.

2. Pemikiran Tentang Negara di Abad Pertengahan

ada   sejumlah tokoh di masa Abad pertengahan yang membahas terkait

dengan eksistensi negara. Di antaranya yaitu   sebagai berikut :

a. Agustinus (354-430)

Agustinus merupakan penganut taat agama Kristen yang diangkat menjadi uskup

di Hippo Regius di Afrika Utara. Dia menerbitkan dua buah buku yaitu Civitas Dei

(negara Tuhan) dan Civitas Terrena (negara setan). Civitas Terrena merupakan 


kerajaan keduniawian yang penuh dengan perilaku setan. Sedangkan Civitas Dei

yaitu   kerajaan Tuhan yang langgeng dan abadi. Agar kerajaan di dunia, yang

merupakan bentuk Civitas Terrena, menjadi baik, maka harus mendapatkan ampunan

dari gereja Kristus dan mengabdi kepada Civitas Dei. Kerajaan Romawi dipandang

sebagai bentuk Civitas Terrena oleh Agustinus, dan agar menjadi baik maka pemimpin

negara harus memerintah dengan semangat Civitas Dei.6

Pada karya Augustinus De Civitate Dei atau The City of God, bagian sejarah

dijelaskan pada bagian paroh kedua yakni di bagian XI-XXIII. Pada bagian ini,

Augustinus menjelaskan asal mula atau munculnya negara manusia dan negara

Tuhan. Ia mencoba menelusuri sejarah dunia melalui sejarah suci dalam Alkitab.

Dijelaskan pada mulanya Allah menciptakan dunia. Ia menciptakan ruang dan waktu

sebagai elemen-elemen dasar dari sejarah. Oleh karena ia menjelaskan sejarah

melalui Alkitab maka Allah di dalam Kristus tetap bekerja dan berkuasa di dalam kedua

sejarah itu. Ia berkuasa atas kota surgawi dan datang ke kota duniawi untuk

menyelamatkan orang-orang berdosa sehingga orang berdosa dapat masuk dan hidup

di dalam kota Allah.

Penciptaan sejarah yang demikian berimplikasi pada pengertian bahwa waktu

memiliki awal atau permulaan. Prinsip ini dinyatakan sebagai argumentasi terhadap

pandangan yang berkembang sebelum dan pada waktu itu, yakni sejarah berpola

siklus. Pemahaman waktu merupakan suatu keharusan. Hal ini berarti bahwa dunia

tidak berada di dalam waktu melainkan secara simultan berada bersama-sama dengan

waktu, sesudahnya berarti masa lalu dan sebelumnya berarti masa depan. Di dalam

ruang dan waktu, pengaruh dosa sangat besar dan fatal.

Dosa telah memisahkan dua kota, yakni kota manusia dan kota Allah. Augustinus

menjelaskan bahwa kota manusia telah dibangun oleh Kain pada awal sejarah ras

manusia dan ini berkembang sampai ke masa kerajaan Romawi. Sementara itu, Habel

telah membangun kota Allah, yang kemudian diteruskan kepada Abraham dan

keturunannya. Ditekankan juga bahwa orang-orang yang hidup di kota Allah telah

dipredestinasikan oleh anugerah untuk berada di tempat itu. Kota manusia dan kota

Allah memiliki bentuk dan karakteristiknya sendiri-sendiri.

Bentuk dan karakter ini berakar pada kondisi manusia sejak awalnya manusia

yang berdosa dan manusia berdosa tetapi telah memperoleh anugerah pengampunan


dari Allah. Kondisi inilah yang telah membedakan keduanya. Kota manusia bercirikan

kehidupan yang sangat mengasihi dan memuliakan diri sendiri, sedangkan kota Allah,

di sisi lain, bercirikan hidup yang mengasihi dan memuliakan Allah. Kedua perbedaan

ini terus ada dan berkembang dalam lintasan sejarah dan semua perbedaan yang

berkembang ini akan menjadi sangat jelas pada akhir zaman.

b. Thomas Aquinas (1225 – 1274)

Saint Thomas Aquinas OP (bahasa Italia: Tommaso d'Aquino; 1225 – 1274)

yaitu   seorang frater Dominikan Italia, imam Katolik, dan Doktor Gereja (Pujangga

Gereja). Ia yaitu   seorang yuris, teolog, dan filsuf yang sangat berpengaruh dalam

tradisi skolastisisme, yang di dalamnya ia juga dikenal sebagai Doctor Angelicus dan

Doctor Communis.

Thomas Aquinas yaitu   seorang teolog dan filsuf Katolik yang penting dalam

sejarah pemikiran Barat. Pemikirannya mencakup berbagai bidang, termasuk teologi,

filsafat alam, metafisika, dan pengetahuan teologis. Aquinas berusaha menyatukan

iman Kristen dengan penalaran rasional, menggabungkan ajaran agama Kristen

dengan filsafat Aristoteles. Karyanya, terutama Summa Theologica, telah memberi  

sumbangan penting bagi berbagai bidang, termasuk teologi, metafisika, etika, dan

filsafat politik. Walaupun Aquinas hidup pada zaman yang berbeda, pemikirannya

masih relevan dalam konteks kontemporer.

Thomas Aquinas juga memberi   sumbangsih pemikirannya terkait dengan

konsep negara. Sebelum membahas tentang negara, kita harus membahas

bagaimana pandangan Thomas Aquinas tentang kebenaran dan hukum. Mengapa

demikian? karena kebenaran dan hukum yaitu   hal yang penting untuk berjalannya

sebuah negara.

Kebenaran menurut Thomas Aquinas yaitu   segala sesuatu yang jika ingin

diketahui manusia membutuhkan pertolongan ilahi. Hukum menurut Thomas Aquinas

dibagi empat yaitu hukum kekal/abadi, kodrat, manusia, dan ilahi.9 Hukum abadi

yaitu   keputusan Allah yang mengatur semua ciptaan, yaitu “Hukum yang yaitu  

daya pikir tertinggi, yang tampak tiada dapat berubah dan abadi bagi siapa saja yang

memahaminya.” Hukum kodrat yaitu   partisipasi manusia dalam hukum abadi dan

didapati dengan akal atau daya pikir. Hukum manusia yaitu   hukum positif: hukum


kodrat yang diaplikasikan pemerintah kepada warga  . Hukum ilahi yaitu   hukum

yang diwahyukan secara khusus di dalam kitab suci.

Thomas Aquinas beranggapan bahwa negara memiliki sistem mekanis seperti

alam semesta.10 Maka dari itu negara memiliki sifat dan karakter dasar yang sama

dengan alam semesta. Beda halnya dengan pemikiran Saint Agustinus yang

beranggapan bahwa negara pasti bisa mati. Thomas Aquinas lebih beranggapan

bahwa negara tidak lain yaitu   suatu sistem yang bertujuan untuk memiliki tatanan

hierarkis dimana yang berada diatas dan lebih tinggi dapat memerintah yang lebih

rendah. Oleh karena itu Thomas Aquinas memiliki pandangan bahwa penguasa dan

negara memerlukan suatu hukum yang dirumuskan oleh penguasa yang berdasar  

prinsip-prinsip dalam kodrati dan sangat tidak dianjurkan untuk melanggar peraturan

mutlak dari Tuhan. Akibat dari tindakan diatas. Akan muncul persentase munculnya

kekuasaan negara yang tirani. Oleh karena itu, senjata yang dianggap paling pas untuk

menghadapi penguasa yang tirani, Thomas Aquinas berpendapat bahwa hendaklah

berdoa demi mengubah hati para tirani melalui cara lain yakni keyakinan dari berdoa

kepada Tuhan.

Thomas Aquinas berpendapat bahwa eksistensi negara bersumber dari sifat

alamiah manusia. Salah satu sifat alamiah manusia. Salah satu sifat alamiah manusia

yaitu   wataknya yang bersifat sosial dan politis. Menurut Thomas Aquinas, negara

merupakan lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi

menjamin manusia memenuhi kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan

lingkungan sosial lebih kecil seperti desa dan kota. Sejalan dengan pendapat

tersebut, Thomas Aquinas menjelaskan bahwa negara merupakan bagian integral

alam semesta, memiliki sifat dan karakter dasar yang mirip dengan mekanisme kerja

alam semesta pula. Negara merupakan suatu sistem tujuan yang memiliki tatanan

hirarki, dimana yang berada di atas memiliki fungsi untuk memerintah, menata,

membimbing dan mengatur yang berada di bawah atau lebih rendah.

Perhatian Thomas Aquinas, tertuju pada pembatasan moral terhadap perilaku

para penguasa. Sehingga pembahasannya terhadap negara dikaitkan dengan

filosofinya. Negara harus tunduk dengan alam bila sebaliknya hanya akan membawa

kehancuran. Pandangan penguasa dan negara memerlukan suatu hukum yang

dirumuskan penguasa yang berdasar   hukum kudrat dan tidak boleh bertentangan


dengan hukum abdi Tuhan. Thomas Aquinas merumuskan bahwa bagaimana

seharusnya kekuasaan dipergunakan dan tujuan-tujuan, serta tugas-tugas penguasa

politik ditetapkan. Karena kekuasaan berasal dari Tuhan, haruslah dipergunakan demi

kebaikan bersama dan tidak dibenarkan, karena itu berarti pengingkaran terhadap

anugerah Tuhan.12 Pemikiran-pemikiran filsafat politik Thomas Aquinas sangat

memberi   pengaruh yang positif bagi perkembangan ilmu politik. Aquinas dapat

dianggap telah mengembangkan sebuah pandangan politik sebagai kekuasaan positif

dalam kehidupan manusia.

Kedudukan Negara di dalam warga   berpangkal pada manusia sebagai

makhluk warga   (animal social), di samping manusia sebagai makhluk politik

(animal politicum). Manusia sebagai makhluk warga   menurut kodratnya, tidak

bisa hidup dalam suatu pergaulan warga   dan senantiasa mencari warga   itu.

warga   yang memiliki kewibawaan yaitu   manusia yang menurut kodratnya

dianugerahi oleh Tuhan. Tugas Negara yaitu   menyempurnakan tertib hukum kodrat.

Selain bertugas menyempurnakan tertib hukum, Negara juga harus menyelenggarakan

kesejahteraan umum warga negaranya.

Selanjutnya, menurut Thomas Aquinas negara yaitu   kebutuhan kodrati

manusia. Negara terbentuk karena manusia memiliki sifat alami yaitu yang bersifat

sosial dan politis maka keberadaan negara yaitu   tidak terlepas dari hukum alam.

Tugas negara menurut Thomas Aquinas yaitu   menyempurnakan hukum kodrat dan

juga menyelenggarakan kesejahteraan umum. Menurut Thomas Aquinas negara tidak

boleh mencampuri urusan perseorangan kecuali kepentingan umum dirugikan. Hal ini

disebut sebagai asas subsidair.

Negara menurut Thomas Aquinas bertujuan untuk memberi   kebahagiaan

kepada manusia, yaitu untuk mencapai kesempurnaan abadi sesuai dengan syarat- syarat agama. Agar tujuan ini dicapai, diperlukan persatuan dan perdamaian yang

dapat terwujud dalam kepemimpinan satu orang. Maka bentuk negara yang sesuai

yaitu   monarki. Kalau menurut Agustinus antara gereja dan negara terpisah sama

sekali, maka menurut Thomas Aquinas negara berada di bawah gereja. Negara

didukung dan dilindungi oleh gereja demi tercapainya Civitas Dei. Teori ini kemudian

dikenal dengan istilah tweezwaarden theorie (teori dua pedang). Satu pedang yaitu  

pedang kerohanian dan pedang yang lain yaitu   pedang duniawi. Menurut Paus

kedua pedang ini diberikan kepada Paus untuk melindungi agama, kemudian Paus

memberi   pedang duniawi kepada Raja. Sehingga Kaisar berkedudukan di bawah

Paus. Namun Kaisar memiliki penafsiran sendiri. Menurutnya Kaisar langsung

mendapatkan pedang duniawi dari Tuhan tidak dari gereja, sehingga kedudukan

Kaisar sejajar dengan Paus.

c. Marsiglio di Padua (1270 – 1340)

Marsiglio di Padua, atau yang lebih sering disebut dengan Marsilius dari Padua

yaitu   anggota golongan Gibellin pendukung kaisar Louis Bavaria yang bertentangan

dengan paus Johannes XXII. Negara, menurut Marsilius, yaitu   badan yang hidup

bebas dan mempunyai tujuan untuk mempertahankan perdamaian, memajukan

kemakmuran dan memberi kesempatan pada rakyatnya untuk berkembang bebas.13

Tugas utama negara untuk itu yaitu   membuat undang-undang demi kepentingan

kesejahteraan rakyat. Kekuasaan tertinggi dalam negara terletak pada lembaga

pembuatan undang-undang (legislator). Pembuatan undang-undang yaitu   rakyat.

Jadi kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Pemerintah harus bertanggung jawab

kepada rakyat. Paus juga harus dipilih oleh rakyat.

d. Pasca Perang Salib / Masa Rennaissance

Kekuasaan gereja yang besar pada abad pertengahan mendapat berbagai kritik

dan tentangan. Muncullah gerakan teologi pembebasan yang dipelopori oleh Martin

Luther dengan gerakan reformasinya. Runtuhnya dominasi gereja yaitu   berakhirnya

abad kegelapan. Manusia mendapatkan keebasannya lagi untuk berpikir. Masa ini

dikenal dengan masa Renaissance.

Masa Renaissance muncul berlandaskan pada pemikiran Yunani yang diperoleh

eropa dari orang-orang Islam dalam Perang Salib. Renaissance juga dapat disebut

zaman kebangkitan di Eropa. Namun akibat dari Perang Salib tersebut membuat

bangsa-bangsa eks Romawi berantakan dan terpecah-pecah. Keinginan untuk adanya

kedamaian dan persatuan kembali muncul. Niccolo Machiavelli (1469-1527) yaitu  

pemikir yang melihat situasi saat itu sebagai pertentangan kekuatan. Sehingga untuk

menciptakan persatuan maka seorang pemimpin harus kuat dan menghalalkan segala

cara.

Dalam bukunya Il Principe dikatakan bahwa Pemimpin harus menjadi seekor

kancil untuk mencari lubang jaring, dan menjadi seekor singa untuk mengejutkan

serigala. (A prince being thus obliged to know well how to act as a best must imitate

the fox and the lion, for the lion cannot protect himself from traps and the fox cannot


defend himself from wolves. One must therefore be a fox to recognize traps, and a lion

to frighten wolves).14

Ajaran Machiavelli dengan tegas memisahkan antara asas-asas kesusilaan atau

moral dengan asas-asas kenegaraan, bahwa orang dalam lapangan ilmu kenegaraan

tidak perlu menghiraukan atau memperhatikan asas-asas kesusilaan atau moral.

Orang, bahkan negara kepentingannya akan terugikan apabila tidak berbuat demikian.

Ajaran Machiavelli sangat dipengaruhi keadaan Italia yang pada waktu itu mengalami

kekacauan dan perpecahan, Machiavelli menginginkan terbentuknya Zentral Gewalt

(sistem pemerintahan sentral) untuk mengembalikan keadaan menjadi tenteram

kembali. Ajaran Machiavelli meninggalkan sifat-sifat teologis jaman pertengahan,

berganti menjadi ajaran yang bersifat kosmis naturalis, realisme modern berdasar  

atas ajaran-ajaran kuno, khususnya praktek pemerintahan bangsa Romawi.

Tujuan negara menurut Machiavelli yaitu   mengusahakan ketertiban,

keamanan, dan ketentraman yang hanya dapat dicapai oleh pemerintah seorang raja

yang mempunyai kekuasaan absolut. Kepentingan negara menjadi hal yang paling

sentral atau ukuran tertinggi dalam pelaksanaan pemerintahan, negara itu adanya

untuk kepentingan negaranya sendiri, dan seharusnya negara itu mengejar tujuan dan

kepentingannya sendiri dengan cara yang dianggapnya paling tepat, meskipun dengan

cara licik sekalipun.

Perkembangan masa renaisance terjadi di seluruh wilayah daratan eropa pada

tiap-tiap negara. Salah satunya terjadi di Prancis dengan tokohnya ialah Jean Bodin

(1530 – 1596). Jean Bodin hidup pada masa kekuasaan raja Prancis semakin besar

dan kuat. Dasar kekuasaan yang absolut tersebut diberikan olehnya dengan

mengamati kecenderungan perkembangan kekuasaan raja. Dasar pemerintahan

absolut yaitu   kedaulatan raja. Namun kekuasaan yang absolut ini tetap harus

mengandung moral yang tidak boleh diabaikan. Negara merupakan keseluruhan dari

keluarga-keluarga dengan segala kepemilikannya yang dipimpin oleh akal penguasa

yang berdaulat. Sedangkan kedaulatan adah kekuasaan tertinggi yang dipegang oleh

raja dan tidak dibatasi dengan undang-undang. Bentuk negara terbaik yaitu   monarki.

Bukunya yang berjudul “Les Six Livres de la Republique” (1576) menegaskan

dan membenarkan sekaligus memberi   landasan yuridis bagi sebuah sistem

pemerintahan monarki absolut yang sifatnya turun temurun, dimana hanya orang laki￾laki sajalah yang boleh memerintah. Tujuan negara yaitu   kekuasaan, hal ini yang


mendorong Jean Bodin merumuskan pengertian kedaulatan untuk memperkuat

pendapatnya. Kedaulatan menurut Jean Bodin yaitu   “la puissance absolue et

perpetuelle d’une republique” (terjemahan bebas: “kekuasaan absolut dan berlangsung

terus menerus dalam sebuah republik), maksudnya kedaulatan ialah kekuasaan

tertinggi dalam suatu negara yang tidak boleh dibatasi oleh konstitusi, tetapi boleh oleh

hukum ilahi dan hukum alamiah, kedaulatan ialah piranti dalam tangan seorang raja

dalam bentukan monarki atau berada dalam genggaman tangan rakyat dalam suatu

negara berdasar   demokrasi.

Di samping itu, ada   pula ajaran dari John Calvin yang menyatakan bahwa ia

mendasarkan ajarannya pada Kedaulatan Tuhan, dan mengembalikan semua

kekuasaan pada Tuhan. Aliran ini tidak mengakui Gereja sebagai perantara Tuhan dan

tidak mengakui kekuasaan Paus. Kekuasaan Negara merupakan pemberian Tuhan

yang dipegang oleh Raja. Negara tidak boleh campur tangan dalam urusan keluarga

dan warga  . Asas yang dianut yaitu   kedaulatan di dalam lingkungannya sendiri.

Ajaran Calvinis ini bertentangan dengan paham otoriter.

3. Analisis Terhadap Pemikiran Negara Masa Abad Pertengahan

Sebagaimana yang telah dijabarkan bahwa pemikiran negara pada masa Abad

Pertengahan memiliki ciri khas tersendiri. Pada masa abad pertengahan, pemikiran

tentang negara sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti agama, feodalisme, dan

struktur sosial yang kaku.16 Berikut yaitu   beberapa poin penting dalam analisis

pemikiran tentang negara pada masa ini:

a. Dominasi Agama

Agama, terutama Kekristenan di Eropa, memiliki pengaruh besar terhadap

pemikiran politik. Gereja Katolik tidak hanya menjadi lembaga spiritual tetapi juga

berperan dalam urusan politik. Pemimpin gereja sering kali berinteraksi langsung

dengan penguasa sekuler, dan banyak pemikir, seperti Santo Agustinus, Thomas

Aquinas mengembangkan teori tentang negara sebagai bagian dari rencana ilahi.

b. Feodalisme

Struktur feodal membentuk cara pandang warga   tentang kekuasaan dan

loyalitas. Negara pada masa itu tidak bersifat terpusat, melainkan terdiri dari berbagai

lord yang memiliki kekuasaan atas wilayah tertentu. Kesetiaan kepada lord atau tuan

tanah lebih diutamakan daripada kesetiaan kepada negara sebagai suatu kesatuan.


c. Teori Kontrak Sosial Awal

Meskipun konsep kontrak sosial belum berkembang sepenuhnya seperti di

zaman pencerahan, beberapa pemikir awal, seperti Thomas Aquinas, mulai

membahas hubungan antara penguasa dan rakyat. Konsep keadilan dan

kesejahteraan warga   mulai muncul, meskipun dalam konteks yang sangat

berbeda dibandingkan dengan pemikiran modern.

d. Persaingan Antara Penguasa Sekuler dan Gereja

Pertikaian antara kekuasaan gereja dan negara sering kali mengarah pada

ketidakstabilan politik. Contohnya yaitu   konflik antara raja dan paus, yang

mencerminkan pergeseran kekuasaan dan bagaimana legitimasi penguasa bisa

dipertanyakan.

e. Pandangan Regional dan Etnis

warga   abad pertengahan cenderung terikat pada identitas lokal dan etnis,

yang membatasi pemikiran tentang negara dalam konteks nasional. Banyak wilayah

lebih cenderung diorganisir berdasar   komunitas lokal daripada kesatuan politik

yang lebih besar.

Pemikiran pada saat era tersebut mungkin tidak cocok dengan pemikiran

kenegaraan modern seperti saat ini, khususnya pemikiran semacam Machiavelli.

Namun pemikiran tersebut dapat dipahami latar belakang mengapa lahirnya pemikiran

semacam itu dikarenakan situasi dan kondisi negaranya yang membuat pemikiran

tersebut lahir, di mana demi bersatunya kembali Italia yang tercerai berai, maka

dibutuhkan satu pemimpin yang kuat, disegani demi bersatunya kembali negara- negara di Italia. Hal ini juga pernah terjadi ketika negara kita   pada masa Orde Lama dan

Orde Baru yang mengalami masa otoritarianisme. Pada sisi demokrasi dan HAM, hal

tersebut menjadi kritik oleh akademisi Hukum Tata Negara. Namun pada sisi lain, hal

tersebut juga dapat dipahami, sebab pada masa itu, negara kita   masih baru mengalami

kemerdekaan, menghadapi perpecahan akibat adanya wilayah yang ingin melepaskan

diri dari negara kita   dan bahkan kejadian G30S-PKI yang sempat menimbulkan huru

hara di negara kita  . Globalisasi yang melahirkan demokratisasi di negara kita   pada era

90’an dan berpuncak pada Reformasi 1998 menunjukkan bahwa cara-cara atau

pemikiran pada Abad Pertengahan tersebut tidak cocok dalam situasi negara

negara kita   saat ini. Terlebih negara kita   saat ini merupakan negara hukum dan bukan

merupakan negara kekuasaan.

Secara keseluruhan, pemikiran tentang negara pada abad pertengahan

merupakan campuran antara dominasi agama, sistem feodal, dan pengembangan

awal konsep keadilan sosial. Pengaruh ini membentuk pandangan politik yang akan

berkembang di masa-masa berikutnya, termasuk pada era pencerahan dan

pembentukan negara-bangsa modern. Dengan demikian, hal-hal yang terjadi di masa

Abad Pertengahan menjadi pembelajaran agar hal-hal yang negatif tersebut tidak

terjadi di masa negara modern seperti saat ini.


Salah satu masa dalam pemikiran terkait negara ialah masa Abad Pertengahan. Abad

Pertengahan, yang berlangsung dari abad ke-5 hingga ke-15, ditandai dengan dominasi gereja,

sistem feodal, dan pemikiran teokratis, di mana pemikiran politik sangat dipengaruhi oleh ajaran

agama. Artikel ini membahas pemikiran tentang negara pada masa Abad Pertengahan, dengan

fokus pada perkembangan pemahaman kenegaraan dari perspektif berbagai tokoh, seperti

Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsilius dari Padua. Penelitian ini menggunakan studi

kepustakaan yang bersumber dari buku serta jurnal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Agustinus mengontraskan dua jenis negara: Civitas Dei (negara Tuhan) dan Civitas Terrena

(negara duniawi), sementara Aquinas menekankan pentingnya hukum alam dan moralitas

dalam pemerintahan. Marsilius, di sisi lain, menekankan kekuasaan rakyat dan pembuatan

undang-undang sebagai inti dari pemerintahan yang baik. Makalah ini juga membandingkan

pemikiran tersebut dengan konteks kenegaraan modern, menyoroti transisi dari dominasi

agama menuju konsep negara-bangsa yang lebih sekuler dan demokratis. Melalui analisis ini,

pemikiran kenegaraan di Abad Pertengahan diidentifikasi sebagai landasan penting yang

mempengaruhi perkembangan teori politik selanjutnya, serta sebagai refleksi dari kondisi sosial

dan politik pada zamannya.