• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label kerajaan di sumatera. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kerajaan di sumatera. Tampilkan semua postingan

kerajaan di sumatera







Islam bukan hanya sekedar 
agama atau keyakinan, tetapi 
merupakan asas dari sebuah peradaban. 
Sejarah telah membuktikan bahwa 
dalam kurun waktu 23 tahun, Nabi 
Muhammad SAW mampu membangun 
peradaban Islam di Jazirah Arabia yang 
berdasarkan pada prinsip-prinsip 
persamaan dan keadilan. Dalam waktu 
yang singkat, pengaruh peradaban Islam 
tersebut segera menyebar ke berbagai 
belahan dunia, termasuk ke wilayah 
Nusantara.  
Ada berbagai macam teori yang 
menyatakan tentang masuknya Islam ke 
Nusantara. Beberapa teori tersebut ada 
yang menyatakan bahwa Islam masuk 
ke Nusantara sekitar abad ke-7, abad 
ke-11, dan sebagainya. Dari teori 
tersebut, proses sentuhan awal 
warga  Nusantara dengan Islam 
terjadi pada abad ke-7 melalui proses 
perdagangan, kemudian pada abad 
selanjutnya Islam mulai tumbuh dan 
berkembang. Selanjutnya melahirkan 
kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. 
Seperti kerajaan-kerajaan Islam di 
Sumatera, antara lain Samudera Pasai, 
Aceh, Minangkabau. Kerajaan-kerajaan 
Islam di Jawa, antara lain Demak, 
Pajang, Mataram, Cirebon, Banten.

Semua kerajaan tersebut 
memiliki andil dalam mengembangkan 
khazanah peradaban Islam di Nusantara, 
khususnya peradaban Islam di wilayah 
kekuasaan kerajaan tersebut.  
Dalam tulisan ini, penulis akan 
membahas mengenai tumbuh dan 
berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam 
di Sumatera dan Jawa. Beberapa 
kerajaan Islam di Sumatera dan Jawa 
sudah penulis sebutkan di atas.       

Kerajaan-Kerajaan Islam di 
Sumatera 
Banyak kerajaan-kerajaan Islam 
yang tumbuh dan berkembang di 
Sumatera. Beberapa kerajaan Islam 
tersebut antara lain:   
Samudera Pasai 
Kerajaan Samudera Pasai 
terletak di Aceh  dan merupakan 
kerajaan Islam pertama di negara kita . 
Kerajaan ini terletak di pesisir Timur 
Laut Aceh. Kapan berdirinya 
Kesultanan Samudera Pasai belum bisa 
dipastikan dengan tepat dan masih 
menjadi perdebatan para ahli sejarah. 
Namun, menurut Uka Tjandrasasmita 
(Ed) dalam buku Badri Yatim, 
menyatakan bahwa  kemunculannya 
sebagai kerajaan Islam  diperkirakan 
mulai awal atau pertengahan abad ke-
13, sebagai hasil dari proses Islamisasi 
daerah-daerah pantai yang pernah 
disinggahi pedagang-pedagang Muslim 
sejak abad ke-7 dan seterusnya.3 
Berdasarkan berita dari Ibnu Batutah, 
dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah 
berdiri kerajaan Islam, yaitu kerajaan 
Samudra Pasai.4  Hal ini dibuktikan 
dengan adanya batu nisan makam 
Sultan Malik Al Saleh (1297), Raja 
pertama Samudra Pasai.5  
Malik Al-Saleh, raja pertama 
kerajaan Samudera Pasai, merupakan 
pendiri kerajaan tersebut. Dalam 
Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan 
Pendapat lain menyatakan bahwa Raja pertama 
kerajaan Samudera Pasai wafat tahun 1292 M. 
Pendapat ini dikutip dari buku Musyrifah 
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam negara kita , 

kepada perkiraan tahun 1297 M karena
pendapat ini diperkuat oleh banyak sumber yang
penulis dapat..
nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi 
raja adalah Merah Sile atau Merah Selu. 
Ia masuk Islam setelah mendapatkan 
seruan dakwah dari Syaikh Ismail 
beserta rombongan yang datang dari 
Mekkah.6  
Pendapat bahwa Islam sudah 
berkembang di sana sejak awal abad ke-
13 , didukung oleh berita China dan 
pendapat Ibn Battutah yang 
mengunjungi Samudera Pasai pada 
pertengahan abad ke 14 M (tahun 746 
H/1345 M).7 Dalam kisah perjalanannya 
ke Pasai, Ibnu Battutah menggambarkan 
Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang 
sangat saleh, pemurah, rendah hati, dan 
mempunyai perhatian kepada fakir 
miskin. Meskipun ia telah menaklukkan 
banyak kerajaan, Malikul Zhahir tidak 
pernah bersikap sombong. Kerendahan 
hatinya itu ditunjukkan sang raja saat 
menyambut rombongan Ibnu Battutah.8  
Samudera Pasai ketika itu 
merupakan pusat studi agama Islam dan 
tempat berkumpul ulama-ulama dari 
berbagai negeri Islam untuk berdiskusi 
berbagai masalah keagamaan dan 
keduniaan.Selain itu, Sultan Malikul 
Zhahir juga mengutus para ulama untuk 
berdakwah ke berbagai wilayah 
Nusantara.
Kehidupan warga  
Samudera Pasai diwarnai oleh agama 
dan kebudayaan Islam. 
Pemerintahannya berdasarkan ajaran 
Islam, rakyatnya sebagian besar 
memeluk agama Islam. Raja-raja Pasai 
membina persahabatan dengan Campa, 
India, Tiongkok, Majapahit dan 
Malaka.
Selama abad 13 sampai awal 
abad 16, Samudera Pasai dikenal 

sebagai salah satu kota dengan bandar 
pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera 
Pasai menjadi pusat perdagangan 
internasional dengan lada sebagai salah 
satu komoditas ekspor utama. Bukan 
hanya perdagangan ekspor impor yang 
maju. Sebagai bandar dagang yang 
maju, Samudera Pasai mengeluarkan 
mata uang sebagai alat pembayaran. 
Salah satunya yang terbuat dari emas 
dikenal sebagai uang dirham.
Kerajaan Aceh 
Kurang diketahui kapan kerajaan 
ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud 
berpendapat, sebagaimana yang dikutip 
dalam buku Badri Yatim, bahwa 
Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15, 
di atas puing-puing kerajaan Lamuri, 
oleh Muzaffar Syah (1465-1497). 
Dialah yang membangun kota Aceh 
Darussalam.
Pada awalnya, wilayah kerajaan 
Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh 
dan Aceh Besar yang dipimpin oleh 
ayah Ali Mughayat Syah. Ketika 
Mughayat Syah naih tahta 
menggantikan ayahnya, ia berhasil 
memperkuat kekuatan dan 
mempersatukan wilayah Aceh dalam 
kekuasaannya, termasuk menaklukkan 
Kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 
1511, kerajaan-kerajaan kecil yang 
terdapat di Aceh dan pesisir timur 
Sumatera seperti Peurelak (di Aceh 
Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh 
Barat Daya) dan Aru (di Sumatera 
Utara) sudah berada di bawah pengaruh 
kolonial Portugis. Mughayat Syah 
dikenal sangat anti pada Portugis, 
karena itu, untuk menghambat pengaruh 
Portugis, kerajaan-kerajaan kecil 
tersebut kemudian ia taklukkan dan 
masukkan ke dalam wilayah 
kerajaannya. Sejak saat itu, Kerajaan 
Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh 
Darussalam dengan wilayah yang luas, 

hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan 
kecil di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran 
Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin 
Riayat Syah. Pada masa 
pemerintahannya, wilayah kekuasaan 
Aceh Darussalam semakin meluas 
sampai di Bengkulu di pantai Barat, 
seluruh Pantai Timur Sumatera, dan 
Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan 
perdagangan berkembang dengan pesat, 
terutama dengan Gujarat, Arab, dan 
Turki.
Puncak kekuasaan kerajaan 
Aceh terletak pada masa pemerintahan 
Sultan Iskandar Muda (1608-1637). 
Pada masa ini merupakan masa paling 
gemilang bagi Aceh, di mana 
kekuasaannya meluas dan terjadi 
penyebaran Islam hampir di seluruh 
Sumatera.16  
Di masa pemerintahan Sultan 
Iskandar Muda, Aceh Darussalam 
menjadi salah satu pusat pengembangan 
Islam di negara kita . Di Aceh dibangun 
masjid Baiturrahman, rumah-rumah 
ibadah, dan lembaga-lembaga 
pengkajian Islam. Di sana tinggal 
ulama-ulama tasawuf yang terkenal, 
seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, 
Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul 
Rauf As-Sinkili.
 
Kerajaan Minangkabau 
Kerajaan Pagaruyung disebut 
juga sebagai Kerajaan Minangkabau, 
merupakan salah satu Kerajaan Melayu 
yang pernah berdiri, meliputi provinsi 
                                                     
Sumatra Barat sekarang dan daerah-
daerah di sekitarnya. Kerajaan ini 
pernah dipimpin oleh Adityawarman 
sejak tahun 1347. Sekitar tahun 1600-
an, kerajaan ini menjadi Kesultanan 
Islam.
Munculnya nama Pagaruyung 
sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak 
dapat diketahui dengan pasti. Namun 
dari beberapa prasasti yang ditinggalkan 
oleh Adityawarman, menunjukan bahwa 
Adityawarman memang pernah menjadi 
raja di negeri tersebut.
Pengaruh Islam di Pagaruyung 
berkembang kira-kira pada abad ke-16, 
yaitu melalui para musafir dan guru 
agama yang singgah atau datang dari 
Aceh dan Malaka. Salah satu murid 
ulama Aceh yang terkenal Syaikh 
Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah 
Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin 
Ulakan, adalah ulama yang dianggap 
pertama-tama menyebarkan agama 
Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, 
Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah 
menjadi kesultanan Islam. Raja Islam 
yang pertama dalam tambo adat 
Minangkabau disebutkan bernama 
Sultan Alif. 
Dengan masuknya agama Islam, 
maka aturan adat yang bertentangan 
dengan ajaran agama Islam mulai 
dihilangkan dan hal-hal yang pokok 
dalam adat diganti dengan aturan agama 
Islam. Pepatah adat Minangkabau yang 
terkenal: "Adat basandi syarak, syarak 
basandi Kitabullah", yang artinya adat 
Minangkabau bersendikan pada agama 
Islam, sedangkan agama Islam 
bersendikan pada Al-Quran. 
                                                      
Pengaruh agama Islam 
membawa perubahan secara 
fundamental terhadap adat 
Minangkabau. Tetapi sejak kapan 
pengaruh Islam memasuki tubuh adat 
Minangkabau secara pasti, masih sukar 
dibuktikan. 
Islam juga membawa pengaruh 
pada sistem pemerintahan kerajaaan 
Pagaruyung dengan ditambahnya unsur 
pemerintahan seperti Tuan Kadi dan 
beberapa istilah lain yang berhubungan 
dengan Islam. Penamaan Nagari 
Sumpur Kudus yang mengandung kata 
kudus yang berasal dari kata Quduus 
(suci) sebagai tempat kedudukan Rajo 
Ibadat dan Limo Kaum yang 
mengandung kata qaum jelas 
merupakan pengaruh dari bahasa Arab 
atau Islam. 
Selain itu dalam perangkat adat 
juga muncul istilah Imam, Katik 
(Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu'alim) 
yang merupakan pengganti dari istilah-
istilah yang berbau Hindu dan Buddha 
yang dipakai sebelumnya.
 
Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa 
Kerajaan Demak 
Kerajaan Demak merupakan 
kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. 
Demak sebelumnya merupakan daerah 
bawahan dari Majapahit. Daerah ini 
diberikan kepada Raden Patah, 
keturunan Raja Majapahit yang 
terakhir.21 
Ketika kekuasaan kerajaan 
Majapahit melemah, Raden Patah 
memisahkan diri sebagai bawahan 
Majapahit pada tahun 1478. Dengan 
dukungan dari para adipati, Raden Patah 
mendirikan kerajaan Islam Demak 
dengan gelar Senopati Jimbung 
Ngabdurrahman Panembahan 
Palembang Sayidin Panatagama. Sejak 
saat itu, kerajaan Demak berkembang 
menjadi kerajaan maritim yang kuat. 
                                                      
Wilayahnya cukup luas, hampir 
meliputi sepanjang pantai utara Pulau 
Jawa. Sementara itu, daerah 
pengaruhnya sampai ke luar Jawa, 
seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, 
dan Maluku.
Dalam masa pemerintahan 
Raden Patah, Demak berhasil dalam 
berbagai bidang, di antaranya adalah 
perluasan dan pertahanan kerajaan, 
pengembangan Islam dan 
pengamalannya, serta penerapan 
musyawarah dan kerja sama antara 
ulama dan umara (penguasa). 
Keberhasilan Raden Patah dalam 
perluasan dan pertahanan kerajaan dapat 
dilihat ketika ia menaklukkan Girindra 
Wardhana yang merebut tahta 
Majapahit (1478), hingga dapat 
menggambil alih kekuasaan Majapahit. 
Selain itu, Patah juga mengadakan 
perlawanan terhada Portugis, yang telah 
menduduki Malaka dan ingin 
mengganggu Demak. Ia mengutus 
pasukan di bawah pimpinan putranya, 
Pati Unus atau Adipati Yunus atau 
Pangeran Sabrang Lor (1511), meski 
akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah 
kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus 
yang menggantikan ayahnya pada tahun 
1518.23 
Dalam bidang dakwah Islam dan 
pengembangannya, Raden Patah 
mencoba menerapkan hukum Islam 
dalam berbagai aspek kehidupan. Selain 
itu, ia juga membangun istana dan 
mendirikan masjid (1479) yang sampai 
sekarang terkenal dengan masjid Agung 
Demak. Pendirian masjid itu dibantu 
sepenuhnya oleh Walisongo. 
Di antara ketiga raja Demak, 
Sultan Trenggana-lah yang berhasil 
menghantarkan Kesultanan Demak ke 
masa jayanya. Pada masa Trenggana, 
daerah kekuasaan Demak meliputi 
seluruh Jawa serta sebagian besar pulau-
pulau lainnya. 
                                                     
Cepatnya kota Demak 
berkembang menjadi pusat perniagaan 
dan lalu lintas serta pusat kegiatan 
pengislaman tidak lepas dari andil 
masjid Agung Demak. Dari sinilah para 
wali dan raja dari Kesultanan Demak 
mengadakan perluasan kekuasaan yang 
dibarengi oleh kegiatan dakwah Islam 
ke seluruh Jawa.
 
Kerajaan Pajang 
Kesultanan ini merupakan 
kerajaan Islam pertama yang terletak di 
daerah pedalaman. Sebelumnya, 
kerajaan Islam selalu berada di daerah 
pesisir, karena Islam datang melalui 
para pedagang dari Asia Barat yang 
berlabuh di pesisir.
Sultan pertama Pajang adalah 
Mas Kerebet. Ia berasal dari Pangging, 
desa di lereng Gunung Merapi sebelah 
tenggara. Mas Karebet memiliki nama 
lain, yakni Jaka Tingkir. Tingkir adalah 
nama tempat Mas Karebet dibesarkan. 
Oleh Raja Demak ketiga, Jaka Tingkir 
diangkat menjadi penguasa di Pajang, 
setelah sebelumnya dinikahkan dengan 
anak perempuannya.
Setelah Sultan Trenggana 
meninggal pada tahun 1546, anaknya 
yang bernama Sunan Prawoto diangkat 
sebagai penggantinya. Akan tetapi, ia 
kemudian meninggal terbunuh dalam 
perebutan kekuasaan oleh 
keponakannya sendiri, yaitu Arya 
Panangsang. 
Selanjutnya, Arya Penangsang 
menjadi penguasa Demak. Namun 
karena Kadipaten Pajang juga telah 
beranjak kuat dan memiliki wilayah 
yang luas terjadilah pertentangan antara 
Jaka Tingkir dan Arya Penangsang. 
Dengan bantuan dari kadipaten-
kadipaten lainnya yang juga tidak 
                                                      
menyukai Arya Penangsang, Jaka 
Tingkir akhirnya berhasil membunuh 
Arya Penangsang. 
Sebagai raja Pajang, Jaka 
Tingkir bergelar Sultan Adiwijaya 
(1568-1582). Gelar itu disahkan oleh 
Sunan Giri, dan segera mendapat 
pengakuan dari para adipati di Jawa 
Tengah dan Jawa Timur. Sebagai 
langkah pertama peneguhan kekuasaan, 
Adiwijaya memerintahkan agar semua 
benda pusaka Demak dipindahkan ke 
Pajang. Setelah itu, ia menjadi salah 
satu raja yang paling berpengaruh di 
Jawa. 
Sultan Adiwijaya memperluas 
kekuasaannya di Jawa pedalaman ke 
arah timur sampai daerah Madiun, di 
aliran anak Bengawan Solo yang 
terbesar. Tahun 1554, Blora, dekat 
Jipang, diduduki pula. Kediri 
ditundukannya pada tahun 1577. Tahun 
1581, sesudah usia sultan Adiwijaya 
melampaui setengah baya, ia berhasil 
mendapatkan pengakuan sebagai sultan 
Islam dari raja-raja terpenting di Jawa 
Timur.
Kesultanan Pajang adalah 
kesultanan Islam yang menggantungkan 
hidupnya pada budaya agraris, karena 
secara geografis pajang jauh terletak di 
pedalaman Jawa. Pengaruh agama Islam 
yang kuat di pesisir menjalar dan 
tersebar ke daerah pedalaman. Pada 
masa pemerintahan Sultan Adiwijaya, 
Pajang berusaha mengembangkan 
kesusasteraan dan kesenian Islam. 
 
Kerajaan Mataram 
Pada waktu Sultan Adiwijaya 
berkuasa di Pajang, Ki Ageng 
Pemanahan dilantik menjadi adipati di 
Mataram sebagai imbalan atas 
keberhasilannya membantu menumpas 
Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki 
Ageng Pemanahan diambil anak angkat 
oleh Sultan Adiwijaya. Setelah Ki 
Ageng Pemanahan wafat pada tahun 
1575, Sutawijaya diangkat menjadi 
                                                      
Adipati di Mataram. Setelah menjadi 
Adipati, Sutawijaya ternyata tidak puas 
dan ingin menjadi raja yang menguasai 
seluruh Jawa, sehingga terjadilah 
peperangan sengit pada tahun 1528 
yang menyebabkan Sultan Adiwijaya 
mangkat. Setelah itu terjadi perebutan 
kekuasaan di antara para bangsawan 
Pajang dengan pasukan Pangeran 
Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri 
beserta pengikutnya diusir dari Pajang, 
Mataram. Setelah suasana aman, 
Pangeran Benawa (putra Adiwijaya) 
menyerahkan tahtanya kepada 
Sutawijaya yang kemudian 
memindahkan pusat pemerintahannya 
ke Kota Gede pada tahun 1568. Sejak 
saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
Dalam menjalankan 
pemerintahannya, Sutawijaya, Raja 
Mataram banyak menghadapi rintangan. 
Para adipati di pantai utara Jawa seperti 
Demak, Jepara, dan Kudus yang 
dulunya tunduk pada Pajang 
memberontak ingin lepas dan menjadi 
kerajaan merdeka. Akan tetapi, 
Sutawijaya berusaha menundukkan 
adipati-adipati yang menentangnya dan 
Kerajaan Mataram berhasil meletakkan 
landasan kekuasaannya mulai dari 
Galuh (Jawa Barat) sampai Pasuruan 
(Jawa Timur). 
Setelah Sutawijaya mangkat, 
tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, 
Mas Jolang, lalu cucunya Mas 
Rangsang atau Sultan Agung. Pada 
masa pemerintahan Sultan Agung, 
muncul kembali para adipati yang 
memberontak, seperti Adipati Pati, 
Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, 
Blora, Madiun, dan Bojonegoro. 
Untuk menundukkan 
pemberontak itu, Sultan Agung 
mempersiapkan sejumlah besar 
pasukan, persenjataan, dan armada laut 
serta penempaan fisik dan mental. 
Usaha Sultan Agung akhirnya berhasil 
pada tahun 1625. Kerajaan Mataram 
berhasil menguasai seluruh Jawa, 
kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan 
                                                      
Blambangan. Untuk menguasai seluruh 
Jawa, Sultan Agung mencoba merebut 
Batavia dari tangan Belanda. Namun 
usaha Sultan mengalami kegagalan.
Kehidupan warga  di 
kerajaan Mataram, tertata dengan baik 
berdasarkan hukum Islam tanpa 
meninggalkan norma-norma lama 
begitu saja. Dalam pemerintahan 
Kerajaan Mataram Islam, Raja 
merupakan pemegang kekuasaan 
tertinggi, kemudian diikuti oleh 
sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang 
pengadilan, dalam istana terdapat 
jabatan jaksa yang bertugas 
menjalankan pengadilan istana.
Kerajaan Mataram 
menggantungkan kehidupan 
ekonominya dari sektor agraris. Hal ini 
karena letaknya yang berada di 
pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga 
memiliki daerah kekuasan di daerah 
pesisir utara Jawa yang mayoritas 
sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah 
yang berperan penting bagi arus 
perdagangan Kerajaan Mataram. 
Kebudayaan yang berkembang 
pesat pada masa Kerajaan Mataram 
berupa seni tari, pahat, suara, dan sastra. 
Bentuk kebudayaan yang berkembang 
adalah upacara Kejawen yang 
merupakan akulturasi antara 
kebudayaan Hindu-Budha dengan 
Islam. 
Di samping itu, perkembangan 
di bidang kesusastraan memunculkan 
karya sastra yang cukup terkenal, yaitu 
Kitab Sastra Gending yang merupakan 
perpaduan dari hukum Islam dengan 
adat istiadat Jawa yang disebut Hukum 
Surya Alam.

Kerajaan Cirebon 
Kesultanan Cirebon adalah 
sebuah kerajaan Islam yang ternama di 
Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh 
                                                     
Sunan Gunung Jati. Ia kemudian 
diyakini sebagai pendiri kesultanan 
Cirebon dan Banten, serta menyebarkan 
Islam di Majalengka, Kuningan, Kawali 
Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten. 
Setelah Syarif Hidayatullah wafat pada 
tahun 1568, terjadilah kekosongan 
jabatan pimpinan tertinggi kerajaan 
Islam Cirebon. Pada mulanya, calon 
kuat penggantinya adalah pangeran 
Dipati Carbon, putra Pengeran 
Pasarean, cucu Syarif Hidayatullah. 
Namun, Pangeran Adipati Carbon 
meninggal lebih dahulu pada tahun 
1565. 
Kosongnya kekuasaan itu 
kemudian diisi dengan mengukuhkan 
pejabat istana yang memegang kendali 
pemerintahan selama Syarif 
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati 
melaksanakan dakwah. Pejabat tersebut 
adalah Fatahillah atau Fadillah Khan. 
Fatahillah kemudian naik tahta, secara 
resmi menjadi Sultan Cirebon sejak 
tahun 1568. Setelah wafat, Fatahillah 
digantikan berturut-turut oleh Pangeran 
Dipati Ratu, Pangeran Dipati Anom 
Carbon, dan Panembahan Girilaya.33  
Panembahan Girilaya memiliki 
tiga putra, yaitu Pangeran Murtawijaya, 
Pangeran Kartawijaya, dan Pangeran 
Wangsakerta. Pada penobatan ketiganya 
di tahun 1677, kesultanan Cirebon 
terpecah menjadi tiga. Ketiga bagian itu 
dipimpin oleh tiga anak Panembahan 
Girilaya, yakni: 
a. Pangeran Martawijaya atau Sultan 
Kraton Kasepuhan, dengan gelar  
Sepuh Abi Makarimi Muhammad 
Samsudin (1677-1703). 
b. Pangeran Kartawijaya atau Sultan 
Kanoman, dengan gelar Sultan 
Anom Abil Makarimi Muhammad 
Badrudin (1677-1723). 
c. Pangeran Wangsakerta atau 
Panembahan Cirebon, dengan gelar 
Pangeran Abdul Kamil Muhammad 
                                                      
Kerajaan Banten 
Semula Banten menjadi daerah 
kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Pada 
tahun 1552, Fathahillah menyerahkan 
pemerintahan Banten kepada putranya, 
Hasanuddin.  
Raja Banten pertama, Sultan 
Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 
dan digantikan oleh putranya, Maulana 
Yusuf. Sultan Maulana Yusuf 
memperluas daerah kekuasaannya ke 
pedalaman. Pada tahun 1579 M 
kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat 
ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan 
rajanya tewas dalam pertempuran. Sejak 
saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di 
Jawa Barat.35 
Pada masa pemerintahan 
Maulana Yusuf, Banten mengalami 
puncak kejayaan. Keadaan Banten aman 
dan tenteram karena kehidupan 
warga nya diperhatikan, seperti 
dengan dilaksanakannya pembangunan 
kota. Bidang pertanian juga 
diperhatikan dengan membuat saluran 
irigasi. 
Banten tumbuh menjadi pusat 
perdagangan dan pelayaran yang ramai 
karena menghasilkan lada dan pala yang 
banyak. Pedangang Cina, India, Gujarat, 
Persia, dan Arab banyak yang datang 
berlabuh di Banten. Kehidupan sosial 
warga  Banten dipengaruhi oleh 
sistem kewarga an Islam. Pengaruh 
tersebut tidak terbatas di lingkungan 
daerah perdagangan, tetapi meluas 
hingga ke pedalaman.36 
Sultan Maulana Yusuf mangkat 
pada tahun 1580. Setelah mangkat, 
terjadilah perang saudara untuk 
memperebutkan tahta di Banten. Setelah 
peristiwa itu, putra Sultan Maulana 
                                                      
Yusuf, Maulana Muhammad yang baru 
berusia sembilan tahun diangkat 
menjadi Raja dengan perwalian 
Mangkubumi. 
Masa pemerintahan Maulana 
Muhammad berlangsung tahun 1580-
1596. Kemudian digantikan oleh Abdul 
Mufakir yang masih kanak-kanak 
didampingi oleh Pangeran 
Ranamenggala. Setelah pangeran Rana 
Menggala wafat, Banten mengalami 
kemunduran.37  
Kesultanan banten mulai bangkit 
kembali, ketika dipimpin oleh Sultan 
Ageng Tirtayasa yang berkuasa pada 
tahun 1651-1680. Cita-cita Sultan 
Ageng Tirtayasa adalah mempersatukan 
wilayah Pasundan di bawah kekuasaan 
Banten dan memajukan agama Islam. 
Untuk memajukan agama Islam, Sultan 
bekerjasama dengan ulama-ulama 
tasawuf yang mumpuni, salah satunya 
adalah Syaikh Yusuf Al-Makassari. 
Menetapnya Syaikh di Kesultanan 
Banten menyebabkan banten 
berkembang menjadi salah satu pusat 
pengajaran tarekat Khalwatiyah dan 
Rifa’iyah.    
Pada masa Sultan Ageng 
Tirtayasa, pelabuhan Banten mampu 
berkembang menjadi pelabuhan ekspor 
internasional. Dari pelabuhan Banten, 
banyak komoditi dagang yang diekspor 
ke Persia, India, Arab, Manila, 
Tiongkok, Jepang. Di sektor pertanian, 
beliau membuka ladang-ladang baru, 
perluasan sawah, dan perbaikan 
pengairan.38 
 
Pola Pembentukan Budaya Islam di 
Sumatera 
Islam yang semula datang di 
Nusantara pada abad pertama Hijriyah 
dahulu, mau tidak mau menghadapi 
kenyataan adanya beraneka warna 
peradaban itu. Baik yang membawa itu 
kaum pedagang, kaum da’i ataupun 
ulama. Tetapi bagaimanapun juga, 
mungkin kurang sempurnanya ke-
Islaman kaum pedagang, kaum da’i 
                                                      
ataupun ulama tersebut, mereka 
semuanya menyiarkan suatu rangkaian 
ajaran dan cara hidup, yang secara 
kualitatif lebih maju daripada perdaban 
yang ada. Tidak hanya bidang teologi 
monotheismenya dibanding dengan 
teologi polytheisme tetapi juga di 
bidang kehidupan kewarga an yang 
tidak mengenal pembagian kasta. Bila 
dibandingkan dengan peradaban Hindu-
Budha, di mana masih dominan paham 
‘‘animisme“ dan ‘‘dinamisme‘‘ primitif, 
maka ajaran-ajaran Islam jelas secara 
kualitatif jauh lebih maju lagi.39 
Pada hakikatnya, melihat corak 
keberagaman warga  Islam di 
negara kita  yang lebih mempertahankan 
praktek budaya aslinya, Ajid Thohir 
cenderung menilai bahwa pengaruh ini 
akibat dari nilai-nilai universal yang 
terkandung dalam ajaran Islam. 
Maksudnya, Islam pada tahap ini lebih 
sebagai pihak yang menampung dan 
mengakomodasi budaya lain, bukan 
pihak yang mengubah atau 
mengkonversikan budaya itu.40  
Adapun pola pembentukan 
budaya Islam di Sumatera 
menggunakan pola Samudera Pasai. 
Sejak awal perkembangannya, 
Samudera Pasai menunjukkan banyak 
pertanda dari pembentukan suatu negara 
baru. Kerajaan ini tidak saja berhadapan 
dengan golongan-golongan yang belum 
ditundukkan dan diislamkan dari 
wilayah pedalaman, tetapi juga harus  
menyelesaikan pertentangan politik 
serta pertentangan keluarga yang 
berkepanjangan. Dalam proses 
perkembangannya menjadi negara 
terpusat, Samudera Pasai juga menjadi 
pusat pengajaran agama. Reputasinya 
sebagai pusat agama terus berlanjut 
                                                     
walaupun kemudian kedudukan 
ekonomi dan politiknya menyusut. 
Dengan pola tersebut, Samudera 
Pasai memiliki “kebebasan budaya“ 
untuk memformulasikan struktur dan 
sistem kekuasaan, yang mencerminkan 
gambaran tetantang dirinya. Pola sama 
dapat pula disaksikan pada proses 
terbentuknya kerajaan Aceh 
Darussalam.41