• www.coklatx.blogspot.com

    www.coklatx.blogspot.com

  • www.kacangx.blogspot.com

    www.kacangx.blogspot.com

  • www.berasx.blogspot.com

    www.berasx.blogspot.com

Tampilkan postingan dengan label lucu 2. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lucu 2. Tampilkan semua postingan

lucu 2

Kikir Lawan Pelit
Ada seorang wanita kikir yang sebenarnya tidak senang dengan kekikirannya sendiri. Karena itu dia bermaksud menemui seorang guru untuk meminta nasihat. “Tetapi hadiah apa yang akan kuberikan kepada guru itu?” pikirnya dengan risau. Akhirnya, dia mempersiapkan dua buah hadiah. Satu, gambar ikan yang diguntingnya dari selembar kertas, dan satu lagi, sebuah botol anggur yang diisinya penuh-penuh dengan air. Ketika tiba di rumah sang guru, ternyata yang dicari sedang pergi. Karena itu diserahkannya saja hadiah-hadiah tadi kepada istri guru itu. 

“Terimalah hadiah sekedarnya dariku ini, Nyonya” Istri sang guru menerima hadiah itu dan menyuruh pelayannya untuk menyediakan teh. Si pelayan datang dengan membawa sebuah cangkir kosong lalu dengan sopan nyonya rumah berkata, “Silahkan diminum tehnya.” Lalu dia membuat gambar lingkaran di udara dengan ujung jarinya dan berkata lagi kepada tamunya, “Silahkan dimakan kuenya.” Melihat betapa ahlinya istri sang guru membalas kekikirannya, si wanita menjadi malu sendiri. Setelah menyampaikan maksud kedatangannya, dia segera permisi pulang. 

Tak lama kemudian, guru pulang. Istrinya menceritakan secara rinci tentang kunjungan wanita tadi. “Ah, kau ini,” kata suaminya dengan murung. “Kau terlalu baik melayani tamu.” 

Setelah berkata begitu, dia menggambar setengah lingkaran di udara dengan ujung jarinya, lalu berkata, “Setengah potong kue saja sudah cukup untuk menyuruhnya pulang!”

 


Pokoknya Pindah
Rumah seorang laki-laki terletak di antara dua rumah tetangganya. Di rumah yang di sebelah kiri tinggal seorang tukang kaleng. Sedangkan di sebelah kanannya pandai besi. Akibatnya si laki-laki tak pernah bisa tenang. Setiap hari selalu diganggu oleh suara ketukan-ketukan bising di rumah kedua tetangganya. Karena akhirnya sudah tak tahan lagi, dia meminta bantuan seseorang untuk membujuk kedua tetangganya itu agar mau pindah ke tempat lain. 

Mengetahui bahwa kedua tukang itu menyetujui usulnya, si laki-laki merasa gembira sekali sehingga dia menyelenggarakan pesta perpisahan dengan kedua tetangganya itu. Ketika acara makan-makan sudah hampir selesai, si laki-laki bertanya, “Kemana kalian akan pindah?” Si tukang besi dan si tukang kaleng serentak menjawab, “Keluarga yang tinggal di sebelah kiri rumah Tuan pindah ke sebelah kanan tempat tinggal Tuan, dan keluarga yang tinggal di sebelah kanan rumah Tuan akan pindah ke rumah di sebelah kiri rumah Tuan.”

 


Taktik Pengusaha
Seorang pengusaha, yang terkenal secerdik rubah dalam soal mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, pada suatu kali bekerja sama untuk membuat arak beras dengan seorang pria jujur. 
Si pengusaha berkata, “Kau yang menyediakan berasnya, aku yang akan menyediakan airnya.”
Si laki-laki jujur mengangguk-angguk lalu berujar, “Baiklah, aku akan menyediakan semua beras yang akan kita perlukan. Tetapi bagaimana caranya kita membagi hasilnya kelak?”
“Jangan khawatir,” jawab si pengusaha dengan cerdiknya. “Aku tidak akan merugikanmu. Kalau arak itu sudah selesai kita buat nanti, aku hanya akan mengambil airnya, sedangkan sisanya boleh untuk kau semua.”

 


Kalau Tak Punya Bakat Menipu
Pada suatu kali, ada seorang laki-laki yang gemar menipu, kebetulan lewat di depan sebuah rumah tempat suatu upacara pemakaman sedang dilaksanakan. 
Setelah mengetahui bahwa yang meninggal dunia di rumah itu adalah seorang laki-laki tua, dia dengan pura-pura bergegas segera masuk ke dalam. Dan begitu memasuki ruangan tempat jenazah dibaringkan, si penipu langsung menangis dengan suara mengiba-iba. 
Lalu kepada putra si almarhum orang tua, dia berkata terbata-bata, “Almarhum ayahmu dan aku sudah lama bersahabat karib. Akan tetapi sudah berbulan-bulan kami tidak bertemu. Begitu mendengar bahwa dia sudah meninggal dunia, aku segera melakukan perjalanan khusus kemari untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya.”
Perasaan anak almarhum si orang tua benar-benar tersentuh sehingga dia kemudian menjamu tamu itu untuk makan malam bersama. 

Dalam perjalanan pulang, si penipu bertemu dengan seorang laki-laki pemalas, yang cemburu melihat wajah si penipu yang memancarkan kesehatan dan kekayaan. Setelah dengan penuh perhatian mendengarkan seluruh cerita si penipu, si laki-laki pemalas bermaksud meniru perbuatan si penipu dengan berpura-pura menangis juga di rumah satu keluarga yang salah seorang anggotanya baru meninggal dunia. 
Karena merasa heran melihat ada orang yang tidak mereka kenal ikut berduka cita, salah seorang anggota keluarga itu bertanya siapa dia. Si pemalas meniru perbuatan si penipu, menjawab dengan suara terbata-bata, “Almarhum dan aku sudah lama bersahabat akrab...” Akan tetapi belum sempat dia meneruskan kata-katanya, dia mendengar suara seorang laki-laki yang membentak dengan marah. “Bajingan, berani betul kau menghina almarhumah istriku!”. Menyusul sumpah serapah itu si penipu menerima sebuah pukulan yang cukup keras. Si pemalas sama sekali tidak tahu bahwa yang meninggal dunia di rumah itu adalah seorang wanita muda!

 

Bulan Depan Jangan Lupa, Ya?
Seorang pejabat tinggi merayakan hari ulang tahunnya. Mengetahui bahwa dia dilahirkan pada tahun Tikus, maka para bawahannya mengumpulkan uang untuk membeli sebuah patung tikus terbuat dari emas sebagai hadiah ulang tahunnya. Si pejabat tinggi gembira sekali menerima hadiah itu, lalu berkata kepada para bawahannya yang datang untuk mengucapkan selamat kepadanya. “Ulang tahun istriku jatuh pada bulan depan. Jangan lupa dia dilahirkan pada tahun Lembu Jantan! Kalau nanti kalian mau memberi patung Lembu Jantan dari emas untuk dia, jangan lupa pula membuat perut patung itu dari emas padu! He,he,he... Jangan lupa, ya?”

 

Jumlah Seluruhnya
Seorang petani pergi menghadap ke Yamen* untuk melaporkan bencana yang menyerang tanaman-tanamannya. Hakim yang menerima laporan itu bertanya,”Berapa hasil panen gandummu tahun ini?”
“Kami hanya mendapat tiga persepuluh dari pada panen yang biasa.”
“Kapas?”
“Dua persepuluh.”
“Dan padi?”
“Dua persepuluh.”
Sebelum mengizinkan si petani meneruskan laporannya, hakim sudah tak mampu menahan kemarahannya. “Kau mau menipu, ya? Hasil seluruh panenmu tahun ini tujuh persepuluh, kenapa kau katakan bahwa ladangmu kena bencana?”

Si petani berpikir sejenak, kemudian dengan tenang sekali dia menjawab, “Yang Mulia, kendalikanlah kemarahan Yang Mulia. Terus terang saja, saya belum pernah melihat bencana sehebat itu walaupun usia saya sudah jauh lebih dari seratus tahun.”

Melihat tampang petani itu tidak seperti orang yang sudah berusia seratus tahun, hakim memerintahkan si petani untuk mengakui usianya sebenarnya. 
Si petani menjawab, “Saya berusia tujuh puluh tahun, putra sulung saya berusia empat puluh tahu, sedang anak bungsu saya berusia tiga puluh tahun. Bukankah umur kami seluruhnya sudah jauh lebih dari seratus tahun?”
Mendengar jawaban ini, semua yang hadir di Yamen tertawa terbahak-bahak, sehingga akhirnya hakim terpaksa percaya menerima laporan petani itu. 

*Kantor pemerintahan pada zaman Cina feodal
 



Lebih Baik Diminta Saja
Dalam suatu kesempatan seorang laki-laki makan bersama-sama seorang laki-laki buta. Setelah menghabiskan kue pertama, si buta meminta lagi. Katanya, “Minta yang hangus saja.” Dengan heran si orang kaya bertanya, “Kenapa kau malah meminta yang hangus?” Si orang buta menjawab, “Aku tahu biar bagaimanapun kau pasti akan memberikan yang hangus itu juga kepadaku, jadi sama saja kalau aku memintanya, kan?”

 

Pindah
Seorang laki-laki kaya yang bertubuh gemuk, sedang kepanasan di rumahnya. Walau sudah melakukan berbagai macam cara, namun dia masih gerah juga. Karena itu akhirnya dia memanggil salah seorang pelayannya. Pelayan itu lalu mengipasi tubuh majikannya dengan sebuah kipas yang besar sampai tak lama kemudian si orang kaya tidak kegerahan lagi. Dia mengusap-usap tubuhnya dan berkata kepada di pelayan. “Kemana larinya keringatku tadi, ya?”
Dengan tubuh bercucuran keringat, si pelayan menjawab, “Sudah pindah ke badan saya, Pak!”

 


Tak Bisa Main Paksa
Ada seorang pria yang menanami beberapa ladangnya dengan berbagai tanaman. Dia gembira sekali ketika melihat bibit yang ditanamnya sudah mulai bertunas dengan suburnya. Akan tetapi ketika pada suatu hari dia kembali melihat-lihat tanamannya itu, dia merasa bahwa pertumbuhan tunas-tunas tanaman di ladangnya itu lamban sekali. Karena itu dia segera mulai menariki tunas-tunas itu sampai lebih tinggi satu persatu. Setelah seharian bekerja keras, dia pulang ke rumah pada saat hari sudah mulai malam. Kepada keluarganya dia berkata, “Aku letih sekali. Tadi aku telah meninggikan pertumbuhan tunas-tunas tanaman kita seharian penuh tanpa istirahat!”
Anak-anaknya gembira sekali mendengar tanaman mereka di ladang sudah tumbuh lebih tinggi dengan sebegitu cepat. Akan tetapi keesokan paginya, di ladang mereka menemukan semua tunas tanaman mereka sudah berlayuan ke tanah. 

 

Mubazir
Seorang laki-laki yang tinggal di Kerajaan Cu* pada Masa Negara Dalam Keadaan Waspada, pada suatu kali bermaksud menghadiahi para pelayannya segelas anggur setelah dia mempersembahkan sesajen kepada arwah para nenek moyangnya. 

Akan tetapi karena segelas anggur terlalu sedikit untuk dibagi-bagikan kepada beberapa orang pelayan, si majikan menjadi bingung, kepada siapa dia harus memberikan minuman anggur itu? Akhirnya para pelayannya sendiri yang menemukan jalan keluar. Masing-masing mereka akan menggambar seekor ular di lantai. Siapa yang paling cepat menyelesaikan tugas itu, dialah yang berhak mendapatkan segelas anggur dari majikan mereka. 
Salah seorang pelayan berhasil menjadi orang pertama yang berhasil membuat lukisan ular itu. Sambil mengangkat gelas anggur di tangan kirinya dengan bangga dia berkata, “Aku menang. Akulah yang paling cepat. Walaupun aku menambah lukisan kaki di lukisan ularku, namun kalian semua tidak akan bisa juga mengalahkan aku.”

Ketika dia membungkuk kembali untuk melukis kaki ularnya, pelayan lain sudah berhasil menyelesaikan lukisannya. Dengan cepat dia menyambar gelas anggur dari tangan si pemenang pertama lalu berkata, “Tak ada ular yang berkaki?” Dan setelah itu dia langsung meneguk anggur pemberian majikan mereka sampai habis. Si bekas pemenang yang melukis kaki di lukisan ularnya, terbalik menjadi orang yang kalah dan menyesali nasibnya yang kehilangan anggur yang sebenarnya bisa dinikmatinya.

 

Guru Yang Memenuhi Syarat
Ada seorang laki-laki kaya tetapi kikir yang mempekerjakan seorang guru untuk mengajari anak-anaknya di rumah. Sang guru adalah orang yang tak pernah mau berdiam diri dan makannya banyak sekali. Si orang kaya akhirnya tak tahan lagi, sehingga guru itu dipecatnya. 
Dalam usahanya untuk mencari guru lain, si orang kaya menyediakan dua prasyarat: si calon guru harus pendiam dan tak suka makan. 
Pada suatu hari datang seorang laki-laki yang mengatakan dia sudah berhasil menemukan guru yang sesuai dengan prasyarat si orang kaya. Setelah mengobrol sejenak, si orang kaya mengajak tamunya itu untuk makan bersama. 
Setelah selesai makan, si orang kaya bertanya kepada tamunya, “Kapan guru itu akan datang?”
“Segera,”jawab laki-laki itu. Lalu, dengan tiba-tiba saja dia memperlihatkan sebuah patung Budha terbuat dari tanah liat kepada si orang kaya, lalu berkata, “Nah, inilah dia guru yang memenuhi kedua syarat yang Tuhan ajukan: dia tak pernah bergerak dan tak pernah makan. Ini yang Tuan inginkan, bukan?

*Sepanjang Masa Negara Dalam Keadaan Waspada (475-221 sebelum Masehi), Cina terbagi-bagi atas tujuh kerajaan besar yang salah satu diantaranya ialah Kerajaan Cu.
 




Mimpi Yang Menakutkan
Seorang laki-laki pergi berkunjung ke rumah salah seorang kawannya. Untuk menyenangkan hati tuan rumahnya si tamu berkata, “Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan kau yang hidup sampai berusia seratus tahun.”
Akan tetapi si tuan rumah kelihatan malah menjadi murung mendengar kata-kata itu. Dengan suara sedih dia berkata, “Kata orang, seseorang akan segera menemui hari kematiannya kalau dia dimimpikan orang lain dalam keadaan hidup. Aku takut kalau-kalau impianmu itu merupakan pertanda buruk bagiku.” 
Si tamu segera menyadari kesalahannya, karena itu dia segera berkata lagi, “Maaf, Aku tadi terbalik menyampaikan tentang mimpiku. Sebenarnya dalam mimpiku semalam, kulihat kau sudah mati selama seratus tahun.”

 


Ramai-ramai Melihat Ke Langit
Tiba-tiba saja seorang laki-laki yang sedang berjalan di sebuah jalanan yang ramai, menghentikan langkahnya. Lalu dia mengangkat kepalanya melihat ke langit dengan sikap yang aneh. Melihat ini orang lain yang kebetulan berada di sebelahnya mengira tentulah dia sedang melihat sesuatu benda ajaib di langit, karena itu dia pun mendongakkan kepalanya melihat ke langit juga. 
Dalam waktu singkat, sudah banyak orang lain yang kebetulan lewat di tempat itu yang ikut-ikutan melihat ke langit, dengan masing-masing menajamkan pandangan. 
Akhirnya, si laki-laki menurunkan kepalanya. Melihat begitu banyak orang yang melihat ke langit di sekitarnya, dengan terheran-heran dia bertanya, “Ada apa?”
“Bukankah kau tadi yang pertama-tama mendongak dan melihat ke langit?”
“Ya. Tetapi karena hidungku berdarah, maka aku mendongakkan kepalaku sebentar.” 

 


Untuk Mengurangi Beban
Seorang laki-laki dungu menunggang keledainya menuju ke pasar. Setelah membeli tiga karung barang-barang keperluannya, dia meletakkan ketiga karung itu di punggung keledainya. Dia sendiri kemudian naik pula ke punggung binatang itu. 

Di tengah perjalanan, keledai tak sanggup melangkah lagi karena letihnya. Seseorang yang kebetulan lewat berkata kepada si dungu. “Kau harus membantu keledaimu untuk membawa karung-karung itu. Supaya punggungnya tidak terlalu berat memikul beban.” 

Si dungu merasa apa yang dikatakan orang itu baik juga diikuti. Karena itu dipikulnya salah satu karung di bahunya, namun dia sendiri masih tetap duduk di punggung keledai itu. Karena binatang itu masih juga belum mau melangkah, si dungu menjadi naik darah lalu mencambuki keledainya sambil berteriak-teriak berang. “Dasar pemalas! Kau sudah kubantu memikul sebuah karung, tetapi kau masih juga berleha-leha dan tetap tak mau jalan!”

 


Badan Kecil Mata Besar
Ada seorang laki-laki yang gemar memakan ikan yang besar-besar, tetapi selalu memberikan ikan yang kecil-kecil untuk disuguhkan kepada tamu-tamunya setiap kali dia menyelenggarakan acara makan-makan. 
Pada suatu kali salah satu mata ikan yang besar dengan tidak sengaja terikut di piring ikan yang kecil-kecil untuk tamu. Ketika salah seorang tamu melihat mata ikan itu, dengan berolok-olok dia berkata kepada tuan rumah. “Aku ingin meminta anak ikan kepadamu sekali waktu nanti, supaya aku juga bisa memeliharanya di kolamku.”
“Akan tetapi ikan-ikanku kurang bagus. Kecil-kecil,”jawab si tuan rumah dengan ramah-tamah. 
“Biarpun badannya kecil-kecil, tetapi matanya besar-besar,”jawab si tamu berkelakar, “Ikan seperti itu jarang sekali ada!”

 

Enak di Kalian
Seorang laki-laki selalu memakai sebuah topi yang sudah kumuh dan jelek sekali kemana pun dia pergi. Orang-orang yang melihat itu, berusaha menasihatinya dengan lemah-lembut. “Topimu sudah buruk sekali, mengapa tidak kau perbaiki terlebih dulu sebelum kau pakai lagi?”
Si laki-laki menatap orang yang memberi nasihat itu dengan pandangan tidak senang, lalu berkata, “Ah, kalian memang pintar sekali. Kalian suruh aku mengeluarkan uangku untuk memperbaiki topiku supaya kalian bisa menikmati pandangan yang bagus-bagus saja!”

 


Tulisan Di Meja Berembun
Tanpa disengaja dan tidak bermaksud apa-apa seorang laki-laki menggerakkan jarinya di atas meja yang berembun menuliskan kata-kata, “Aku ingin menjadi kaisar.” Ketika melakukan itu, dia rupanya diintip oleh musuhnya, yang segera membawa meja itu ke pengadilan agar si laki-laki bisa dituduhkan sebagai pengkhianat yang bermaksud menjatuhkan kaisar. 
Pada saat itu hari masih pagi sekali, dan hakim pun belum tiba untuk melaksanakan tugasnya. Sementara si musuh menunggu di luar, matahari mulai terbit memancarkan sinarnya yang cerah sehingga embun di atas meja pelan-pelan lenyap menguap, dan tulisan yang tadinya terbaca menjadi hilang sama sekali. Kemudian terdengarlah suara hakim, “Mengapa kau pagi-pagi sudah kemari membawa meja ini?” Takut dimarahi hakim, karena kalau dia meneruskan niatnya untuk mengadu sudah tidak punya bukti lagi, maka dengan gugup laki-laki itu menjawab, “Rumah saya penuh dengan meja, Pak Hakim, dan ini adalah salah satu contohnya. Saya bawa kemari kalau-kalau Pak Hakim berkenan memilikinya.”

 
Ahli Nujum
Putra seorang ahli nujum tidak ingin mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi tukang ramal nasib juga, karena itu, setiap hari dia berkata kepada ayahnya, “Jangan menyalahkan aku lagi, Pak. Soalnya aku merasa pekerjaan seperti yang Bapak lakukan sekarang ini mudah sekali. Aku akan mencobanya besok.”
Keesokan harinya, datang seorang laki-laki untuk meramalkan nasibnya walaupun ketika itu hari sedang hujan lebat. Putra si ahli nujum bertanya kepada tamunya itu, “Apakah Tuan datang dari daerah timur laut?”
“Ya,”jawab orang itu. 
“Dan nama keluarga Tuan, Zhang?”
“Betul.”
“Tuan datang untuk meramal nasib karena disuruh istri Tuan, kan?”
”Tepat sekali.”
Setelah tamu itu pulang, si ahli nujum dengan terheran-heran bertanya kepada putranya, “Dari mana kau tahu semua itu tadi?”
Si anak laki-laki menjawab, “Pertama-tama, ketika dia datang tadi hari sedang hujan dan angin bertiup dari arah timur laut. Melihat punggung baju tamu tadi basah, maka tahulah aku bahwa dia datang dari arah itu. Kedua, nama keluarganya tertera di gagang payung yang dibawanya dan ukiran nama itu sempat terbaca olehku ketika baru tiba. Lalu yang ketiga, hujan sedang cukup lebat hari ini, tetapi biar begitupun karena disuruh istrinya maka tamu kita tadi terpaksa juga ke luar rumah menempuh cuaca seburuk ini.”

 

Bau Pacul
Seorang petani yang malas tak banyak memedulikan ladangnya lagi, kalau dia sudah menebarkan benih. Sudah tentu akibatnya, tanamannya tumbuh tidak subur setiap tahun. Melihat tanaman di ladang tetangganya tumbuh dengan suburnya, dia menjadi cemburu dan bertanya kepada si tetangga apa sebabnya tanamannya bisa begitu. Si tetangga hanya menjawab, “Kalau kau ingin tanamanmu tumbuh subur, maka kau harus membuat tanaman-tanaman itu selalu berbau cangkul.”

Si petani pemalas gembira sekali mendengar keterangan ini. Dengan segera dia membawa sebuah pacul ke ladangnya dan meletakkan pacul itu di tengah-tengah tanamannya. Setelah itu, setiap hari si petani pemalas berleha-leha di rumahnya, mengira tanamannya pasti akan tumbuh sesubur tanaman di ladang tetangganya. 
Akan tetapi ketika pada akhir bulan dia kembali melihat ladangnya, di kaget sekali melihat tanamannya malah lebih layu dan lebih kuning-kuning daripada masa-masa lalu. Diam-diam dia berpikir, “Kenapa jadi begini? Apakah tidak betul bahwa tanaman yang berbau pacul akan tumbuh dengan subur? Ataukah ini gara-gara paculku sudah tidak berbau lagi?” 

 

Balas Membalas Hadiah
Salah seorang teman seorang laki-laki menikah, untuk itu dia membungkus sekeping perak untuk hadiah. Di bagian luar bungkusan hadiah itu dia tulis, “Satu ons perak sebagai hadiah. Ini setengah ons, aku berutang setengah ons kepadamu.” Setelah hadiah itu disampaikan, si laki-laki merasa bangga sekali kepada gagasan uniknya itu.
Akan tetapi tak lama kemudian, keluarganya menyelenggarakan suatu pesta juga. Temannya yang baru menikah mengiriminya hadiah sebagai balasan hadiah yang dulu. Di luar sebuah amplop kosong tertera tulisan berbunyi, “Satu ons perak sebagai hadiah. Dikurangi setengah ons yang kau pinjam kepadaku, aku berutang sisanya kepadamu.”

 
Kenapa Malah Memancur
Tiga laki-laki suka berlagak pintar melakukan sebuah perjalanan bersama. Ketika mereka sedang menyebrangi sebuah sungai, mendadak badai menyerang mereka. Sehingga tak lama kemudian, sebuah perahu mereka bocor. Air mulai tergenang di dasar perahu, membuat ketiga laki-laki yang suka sok pintar itu menjerit-jerit ketakutan, “Bahaya, bahaya.” 

Akhirnya, salah seorang di antara mereka yang merasa dirinya paling pintar di antara ketiganya, berkata, “Tenanglah! Tenang! Aku ingat bagaimana cara termudah untuk membuang air dari baskom, jadi kita balikkan saja perahu kita supaya airnya ke luar.”
“Ah, itu sih payah,”kata si orang sok pintar lainnya, yang juga merasa dirinya yang paling pintar di antara mereka bertiga, “Lebih mudah kalau perahu kita potong dua saja supaya air mengalir ke luar.” 
Orang sok pintar yang ketiga, yang merasa dirinya paling pintar juga, berkata pula, “Kedua gagasan kalian merepotkan sekali kalau dilaksanakan. Cara yang paling mudah iadalah melubangi dasar perahu supaya air yang ada di dalamnya mengucur ke luar dengan sendirinya.”

Mereka semua setuju, maka dibuatlah lubang di tengah-tengah perut perahu itu. Semakin besar lubang dibuat, semakin banyak air yang masuk. Sudah tentu tak lama kemudian, perahu itu segera mulai tenggelam. Si orang ketiga, yang mengajarkan untuk melubangi perut perahu berkata dengan heran, “Pasti ada yang salah ini. Setahuku, air selalu mencari tempat yang rendah, tetapi kenapa di dalam perahu kita malah mengalir ke tempat yang tinggi?”

 

Tikus Sebesar Lubang
Tikus mengerat lubang, ada yang besar dan ada yang kecil, di dinding rumah seorang laki-laki. Dan tikus-tikus itu sering masuk ke dalam rumah lewat lubang-lubang itu untuk mencari makan. Supaya tikus-tikus itu tidak bisa masuk lagi, maka si laki-laki menutup lubang-lubang di dinding rumahnya. Akan tetapi yang ditutupinya hanya lubang yang kecil-kecil, sedangkan yang besar-besar dibiarkan saja. Dengan heran istrinya bertanya, “Mengapa lubang yang besar-besar itu tidak disumbat juga?”
Sambil tersenyum si laki-laki menjelaskan, “Itu bukan lubang tikus. Tak ada tikus yang sebesar itu, makanya tidak mungkin dia akan masuk melalui lubang itu!”

 

Kulitnya Jangan Sampai Rusak
Seorang ayah diterkam dan dilarikan seekor harimau. Dengan membawa kapak di tangan, anaknya memburu untuk memberikan bantuan. Melihat anaknya siap untuk menetakkan kapak ke tubuh harumau yang menyeratnya, sang ayah berteriak, "Nak, awas jangan sampai merusak kulitnya. Kakinya saja hantam! Kalau kulitnya sampai rusak, harga akan merosot di pasar!”

 

Anak Yang Patuh
Ayah dan anak sedang menghangatkan badan di depan tungku api. Si ayah berkata kepada anak laki-lakinya, “Dalam bergaul di tengah-tengah masyarakat, kau harus selalu bersikap baik kepada orang lain. Jaga agar kau jangan sampai menyakiti hati orang lain. Apa pun yang kau lihat, lebih baik kalau kau diam saja. Jangan memberikan komentar apa pun, sebab bukan tak mungkin kau malah menyakiti hati orang itu.

Belum lama dia menyelesaikan kata-kata nasihatnya itu, sepercik bara api menyambar celananya. Si anak laki-laki melihat kejadian itu, tetapi dia tidak berkata apa-apa. Bara api tadi dengan cepat menjalar ke kaki si ayah. Sehingga dengan kaget dia bangkit berdiri sambil membentak anak laki-lakinya, “Sedari tadi kau melihatnya, tetapi mengapa kau tidak mengatakannya kepadaku?!”
“Ayah, aku takut kalau-kalau kata-kataku akan menyakiti hati ayah, karena itu aku diam saja.”

 

Tuan Yang Buta
Seorang tukang kayu yang bodoh diundang oleh sebuah keluarga untuk memperbaiki palang sebuah pintu. Karena dia memang kurang ahli, maka dia malah memasang palang itu di luar pintu. Melihat ini sudah tentu si tuan rumah menjadi marah sekali. Dengan suara keras dia berkata, “Kau ini buta rupanya, ya?”
“Ah, tidak,”jawab si tukang kayu tak kalah sengitnya, “Tuanlah yang buta.”
”Kenapa kau bilang begitu?” tanya si tuan rumah berubah heran. 
Si tukang kayu menjawab, “Kalau tidak buta, tak mungkin Tuan menyuruh tukang kayu seperti aku yang membetulkan palang pintu Tuan.” 

 

Supaya Lebih Mudah 
Ada seorang laki-laki menyembelih untanya, tetapi pisaunya terlalu tumpul untuk digunakan menguliti binatang itu. Karena itu, dia pergi mencari batu asah. Setelah agak lama mencari-cari, ditemukannya batu asah itu di lantai atas rumahnya. Dia mengasah pisaunya lalu turun lagi ke bawah untuk meneruskan kerjanya, menguliti unta itu. 
Ketika pisaunya tumpul lagi, dia kembali naik ke lantai atas untuk kembali mengasah pisau itu. Setelah naik-turun begitu beberapa kali, si laki-laki merasa betapa repotnya dia bekerja dengan cara seperti itu. Tiba-tiba melintas suatu gagasan di benaknya, "Oh, bodohnya aku ini! Kenapa aku tidak mencari tali dan mengerek unta itu ke atas? Dengan begitu aku tidak perlu repot-repot naik-turun lagi.”

 
Memasak Remis
 Seorang ibu yang sudah tua membeli sekilo remis besar dan menyuruh menantu perempuannya untuk memasaknya. Ketika makanan sudah siap, si ibu tua tidak melihat remis tadi terhidang di atas meja. Karena itu dia menyuruh menantunya untuk mengeluarkan makanan itu. Akan tetapi dengan tersendat-sendat menantu perempuannya berkata, “Saya belum pernah memasak makanan seperti itu sejak kecil dulu. Sudah saya masak sampai berjam-jam tetapi makanan itu tetap masih terlalu keras untuk digigit. Karena itu saya buang semua!”

 

Utang-Piutang Dalam Mimpi 
Pada suatu malam Hak bermimpi meminjam sejumlah uang kepada Bun Siong. Begitu bertemu pada keesokan paginya, Hak langsung memaksa Bun Siong untuk membayar utangnya. Tentu saja Bun menolak, dan dengan terheran-heran berkata, “Kau kan hanya bermimpi. Padahal aku sama sekali tidak pernah meminjam uang darimu!”
“Memang dalam mimpi,” jawab Hak, “Jadi yang kuminta, kau membayar utang itu di dalam mimpi juga. Akan tetapi, biar bagaimanapun, kau tidak bisa memungkiri utang itu!”

 

Baju Lebih Penting
Seorang laki-laki memakai pakaian pinjamgan dari temannya ketika sedang melakukan perjalanan dagang. Di suatu jalan berlumpur, dengan tidak disengaja dia terpeleset sampai terjatuh. Akibatnya, tangan kanannya terluka. 
Orang yang kebetulan lewat segera membantunya bangkit kembali dan bersiap-siap untuk membalut luka di laki-laki. Akan tetapi dengan gugup dia berkata kepada penolongnya, “Tolong ambilkan air dulu, aku harus mencuci pakaianku ini bersih-bersih. Lukaku tidak parah, kok.”
Si penolong bertanya, “Jadi kau merasa lebih penting bajumu daripada lukamu?”
“Begitulah,” jawab si laku-laki dengan suara bersungguh-sungguh, “Baju ini bukan milikku. Kalau sampai kotor, aku terpaksa menggantinya. Akan tetapi tanganku adalah milikku, jadi kalau pun luka, tak ada orang yang menuntut ganti rugi kepadaku.”

 
Pantas
Seorang penjual kue menjajakan barang dagangannya dengan suara yang pelan sekali sehingga hampir-hampir tak terdengar oleh orang lain. 
Seorang laki-laki yang kebetulan berpapasan dengan si pedagang kue bertanya mengapa suaranya begitu pelan. Si pedagang kue menjawab, “Saya lapar sekali, Tuan.”
“Lha, kalau lapar mengapa kau tidak memakan beberapa buah kuemu saja?” tanya si laki-laki. 
“Karena,” jawab si pedagang kue, “Semua kue-kue ini sudah basi, Tuan.”