sriwijaya
By arwahx.blogspot. com at Juli 12, 2023
sriwijaya
Nusantara semakin ramai dikunjungi oleh para musafir Cina dan India. Berdasarkan buktibukti artefaktual, hubungan antara Nusantara, Asia Tenggara, India dan Cina sebenarnya telah
terjadi sejak awal tarikh Masehi mulai dihitung. Masa itu kerapkali digolongkan dengan zaman
protosejarah, yaitu suatu periode transisi antara masa prasejarah dan sejarah.
Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak kebudayaan India tertua ke-3 setelah dua kerajaan
pendahulunya pernah berkembang sekitar abad ke-4 M, yaitu Kerajaan Tarumanagara di Jawa
bag ian barat dan Kutai Kuno di Kalimantan Timur. Prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh kerajaan
Sriwijaya menggunakan bahasa Melayu Kuno, hal itu jelas menunjukkan adanya keeratan
hubungan antara penguasa dan rakyat, sedangkan prasasti-prasasti Tarumanagara dan Kutai
Kuno masih menggunakan bahasa Sansekerta, bahasa tingkat tinggi yang hanya dimiliki oleh
kaum agamawan India Kuno.
Tinggalan Sriwijaya tersebar tidak hanya di wilayah Sumatra Selatan, namun juga didapatkan
di wilayah Jambi, Pulau Bangka, Lampung, di wilayah Semenanjung Melayu, di di daerah
Thailand selatan . Berdasarkan temuannya yang tersebar meluas tersebut mudah untuk
ditafsirkan bahwa Sriwijaya pada masanya sudah tentu mempunyai armada angkatan laut
yang memadai.
Prasasti Kedukan Bukit yang dapat dijuluki sebagai prasasti Proklamasi Kerajaan Sriwijaya
menjadi tonggak pertama berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya resmi ditegakkan oleh
Dapunta Hyang pada tanggal 16 Juni 682 M.
Berdasarkan cakupan pengaruhnya yang luas memintas laut dan selat, maka dapat
dipastikan bahwa Sriwijaya adalah salah satu kerajaan bahari pada masanya. Sriwijaya
pernah mempersatukan Nusantara, setidaknya wilayah bagian barat Nusantara
di awal sejarah, sebelum kerajaan-kerajaan besar lainnya berkembang
Perdagangan di Nusantara muncul karena adanya kebutuhan akan rempah-rempah
(pala, lada, dan cengkeh). Melalui perdagangan ini terbentuklah jaringan pelayaran
dan perdagangan antara Kanton, Sriwijaya, Jawa, dan Melayu . Dari Sriwijaya
selanjutnya para pedagang menuju ke Nusantara bagian timur, India, Persia, dan
Arab .
Untuk menuju Sriwijaya, para pelaut harus melewati Pulau Bangka yang terkenal
dengan Bukit Menumbing-nya . Bukit Menumbing dijadikan pedoman oleh para
pelaut untuk memasuki Sungai Musi karena terletak di mulut Sungai Musi yang
menjadi jalan masuk ke lbukota Sriwijaya. Dalam peta Mao K'un yang dibuat oleh
Ma-huan pada sekitar awal abad ke-15, disebutkan nama Peng-chia Shan (shan
= gunung). Nama ini diidentifikasikan dengan Bukit Menumbing yang letaknya di
sebelah barat laut Pulau Bangka.
Gambaran yang diberitakan oleh orang-orang asing yang pernah berkunjung ke
Bangka dan Palembang (Sriwijaya) masih dapat disaksikan jika kita berlayar ke luar
mulut Sungai Musi . Di selat Bangka akan tampak samar-samar pada arah timur laut
sebuah bukit yang menonjol, itulah Bukit Menumbing.
lnfomasi mengenai keberadaan Sriwijaya dapat diketahui melalui beberapa bukti
prasasti yang ditemukan di beberapa stus.
• Prasasti Kota Kapur
Prasasti Kota Kapur ditemukan di situs Kota Kapur, Keeamatan Mendo Barat,
Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan BangkaBelitung. Prasasti berbentuk tugu yang
ditemukan pada tahun 1892 ini kadatuan (=kerajaan) bernama Sriwijaya. Prasasti
Kota Kapur berisi tentang kutukan bagi orang-orang yang hendak memberontak
atau tidak takluk kepada Sriwijaya. Pada bagian akhir prasasti disebutkan bahwa
prasasti tersebut ditulis pada tahun Saka 608 hari pertama paruh terang bulan
Waisakha (28 Februari 686 Masehi) ketika akan menyerang Jawa yang tidak takluk
kepada Sriwijaya.
Pada situs tersebut juga ditemukan area Wisnu yang diduga berasal dari sekitar a bad
ke-6-7 Masehi. Gaya seninya dipengaruhi oleh gaya seni area pre-Angkor (Kamboja)
yang berkembang pada sekitar abad ke-6 Masehi .
• Prasasti Kedukan Bukit
Dalam prasasti yang ditulis pada 604 S?ka (16 Juni 682 Masehi), dijelaskan mengenai
Dapunta Hiyang yang menaiki perahu 'mengambil siddhayantra' dan menyebutkan
kemenangan Sriwijaya .
• Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo menyebutkan bahwa pada tanggal 23 maret 648 M didirikan
sebuah taman yang dinamakan Sriksetra di bawah pimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa.
Selanjutnya disebutkan harapan-harapan terhadap tempat tersebut.
• Prasasti Telaga Batu
Dalam prasasti ini disebutkan berbagai maeam kutukan apabila melakukan perbuatan
jahat serta pujian untuk orang yang melakukan perbuatan baik terhadap Sriwijaya.
Agama Buddha masuk ke Nusantara dibawa oleh para pendeta yang ikut dalam
kapal dagang . Bukti-bukti arkeologis yang menunjukkan keberadaan agama Buddha
di Nusantara ditemukan di situs-situs Batujaya (Karawang, Jawa Barat), Batu Pait
(Sanggau, Kalimantan Barat), Kota Bangun (Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur),
Sempaga (Sulawesi Barat), dan Wadu Pa'a (Bima, Nusatenggara Barat). Di Sriwijaya
(Sumatera) dan Medang (Jawa) agama Buddha mulai berkembang pada abad ke-7
sampai 9 M. Berdasarkan temuan votive tablet dari Batujaya yang mirip dengan
yang ditemukan di Thailand, diduga agama Buddha pada awalnya adalah Buddha
Hinayana (Therawada).
Sriwijaya pada masa lalu menjadi tempat belajarnya para bhiksu sebelum
melanjutkan ke Nalanda (India). Seperti yang dikatakan 1-tsing yang datang ke
Sriwijaya pada abad ke-7, di Sriwijaya tinggal lebih dari 1000 bhiksu dan juga
bhiksu-bhiksu ternama, seperti Sakyakirti.
Pengaruh Sriwijaya dalam bidang agama Buddha ini tampak dari penyebaran gaya
seni pada area-area gaya Sailendra yang berkembang pada abad abad ke 8-9.
Area-area tersebut banyak ditemukan di Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu.
Diduga gaya seni ini mulanya berkembang di Jawa. Sumatra, Thailand, dan
Malaysia .
Sriwijaya sebagai sebuah kota yang bernuansa Buddhis banyak ditemukan
area Buddha, Bodhisattwa, dan perlengkapan para penziarah yaitu berupa
stupika dan votive tablet dari tanah liat.
• Arkeologi Lahan Basah
Peninggalan sebelum masa Sriwijaya terdapat di
beberapa lokasi yang berupa rawa-rawa, yaitu Situs
Karangagung Tengah dan Situs air Sugihan. Selanjutnya
ketika Sriwijaya diserang Cola tahun 1025, ibukota
Sriwijaya pindah ke Jambi. Sisa-sisa tinggalan Sriwijaya
abad ke-9 sampai 13 M ditemukan pada lahan basah,
tepatnya Daerah Aliran Sungai Batanghari.
• Wanua Sriwijaya, Rekonstruksi Kota Sriwijaya
Rekonstruksi kota Sriwijaya berdasarkan tinggalan
budaya yang menunjukkan identitas peruntukannya.
Kota ini dibagi menjadi tiga, yaitu lokasi pemukiman,
lokasi upacara keagamaan, dan Taman Sriksetra yang
pernah dibangun oleh Dapunta Hiyang Srijayanasa.
Permukiman penduduk kota Sriwijaya diperkirakan
berdasarkan temuan pecahan keramik dan tembikar,
tiang-tiang kayu, sisa industri, dan sisa barang-barang
keperluan sehari-hari. Sisa permukiman ini ditemukan
di daerah yang rendah di sepanjang tepian sisi utara
Musi. Lokasi kegiatan upaeara keagamaan ditentukan
berdasarkan temuan sisa bangunan bata, area batu
dan logam, manik manik kaca dan batu, dan barangbarang upacara keagamaan. Sisa bangunan-bangunan
tampak mengelompok di beberapa tempat agak jauh
dari tepian sungai Musi .
• Situs Karanganyar
Di sebelah selatan Bukit Siguntang, di wi layah
Kelurahan Karanganyar dan Kelurahan 36 llir,
Kecamatan \lir Barat I terdapat sebuah dataran rendah
yang berupa rawa . Berdasarkan penelitian arkeologi,
pada wilayah tersebut ditemukan sisa-sisa bangunan
air, yaitu kanal-kanal, kolam buatan, dan parit-parit
kuno.
• Situs Tingkip
Situs Candi Tingkip terletak di Desa Tingkip, Keeamatan
Surulangun, Kabupaten Musi Rawas, Propinsi Sumatra Selatan.
Pada tahun 1980 di sebidang tanah yang merupakan kebun
karet ditemukan sebuah area Buddha dan runtuhan bangunan
bangunan bata.
Area Buddha ini digambarkan berdiri pada sebuah padmasana
(teratai) dengan sikap tangannya witarkamudra, dan memakai
jubah yang digambarkan transparan menutup kedua bahunya.
Tinggi area keseluruhan 172 em. Jika dilihat dari sikap
tangannya, tampak area ini termasuk dalam kelompok areaarea pre-Angkor yang berkembang pada abad ke-6-7 Masehi
atau langgam Dwarawati yang berkembang di Thailand pada
abad ke-6-9 Masehi.
• Situs Bingin Jungut
Situs Bingin Jungut atau Situs Bingin
seeara terletak di D~sa Bingin ungut,
Keeamatan Muara Kelingi, Kabupaten
Musi Rawas, Sumatra Selatan,
tepatnya di sisi sebelah timur Sungai
Musi di Kabupaten Musi Rawas.
Pada situs ini ditemukan sebuah area
Awalokiteswara yang bertangan
empat(disimpan di Museum Nasional)
dan sebuah area Buddha yang
belum selesai (disimpan di Museum
Balaputradewa, Palembang). Selain
itu juga ditemukan struktur fondasi
bangunan bata.
• Batanghari dan Kerajaan Malayu
Daerah Aliran Sungai Batanghari diperkirakan dahulu menjadi pusat Kerajaan Malayu
yang sudah berkembang sebelum masa Sriwijaya. Berdasarkan Prasasti Karangberahi,
pada sekitar tahun 660 Kerajaan Malayu menjadi bagian dari Sriwijaya. Setelah
Sriwijaya melemah, sejak a bad ke-9 hingga a bad ke-1 0 kerajaan Malayu "merdeka"
dan mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Adityawarman dengan
pusatnya di wilayah Sumatera Barat. Pada waktu itu agama Buddha berkembang
menurut aliran Tantrayana . Tinggalan budaya dari masa ini yang banyak dikenal
adalah sebuah area Bhairawa yang ditemukan bersama runtuhan bangunan candi di
situs Padangroco.
Di wilayah DAS Batanghari terdapat Kompleks Percandian Muara Jambi yang
merupakan satu kompleks percandian yang dibangun dalam beberapa periode mulai
dari sekitar abad ke-1 0 hingga abad ke-11 Masehi .
• Kompleks Stupa di Muara Takus
Pada kompleks percandian Muara Takus terdapat lima bangunan, yaitu Stupa Mahligai,
Tua, Bungsu, Palangka, dan sebuah bangunan yang tersisa sisa fondasinya. Tinggalan
lainnya adalah tanggul (benteng) tanah yang panjangnya lebih dari 4 km .
Beberapa ahli menyatakan bahwa situs ini berasal dari sekitar abad ke-7 dan dikaitkan
dengan kedatangan 1-tsing ke Sriwijaya. Kemudian ada juga yang mengatakan berasal
dari sekitar abad ke-12 Masehi setelah perluasan dari bangunan asli yang dibangun
pada abad ke-11 Masehi.
Batanghari and Malay Kingdom
Batang Hari River Basin was initially the center of Malay Kingdom which had developed
before Sriwijaya period. Based on Karangberahi inscription, around 660 AD, Malay
kingdom was part of Sriwijaya. After Sriwijaya collapsed, since the 9th-1Oth century, Malay
kingdom became independent and reached its peak during the reign of Adityawarman with
headquarters in West Sumatra. At the time, Buddhism developed based on Tantrayanaism. One of the outstanding cultural heritage from this period is Bhairawa statue that was
discovered along with the collapse of the temple on Padangroco site.
Muara Jambi complex, which is an enshrinement complex built in a period ranging from
about the 1Oth - 11th century AD, lies in Batanghari basin.
Stupa Complex in Muara Takus
There are five buildings in Muaratakus complex, namely Mahligai Stupa, Tua, Bungsu,
Palangka, and remains of a building. Other haritages are dykes (fortress) of land in a length
of more than 4 km.
Some experts claim that the site was derived from the 7th century and was associated with
the arrival of 1-tsing to Sriwijaya. Some also predicted it was from around the 12th century
AD after t he expansion of the original building
that was built in the 11th centu ry AD
• Raksasa Menari Di Padang Lawas
Di daerah Padang Lawas pada areal seluas 1500 km persegi,
tepatnya di Sungai Barumun, Batang Pane, dan Sirunambe
ditemukan sekitar 26 runtuhan biaro yang terbuat dari bata. Di tepian Sungai
Batang Pane terdapat Biaro Gunung Tua, Si Topayan, Hayuara, Haloban, Ronda man,
Bara, Pulo, Bahal I, Bahal II, dan Bahal Ill; di tepian Sungai Sirunambe, yaitu Batu
Gana, Si Soldop, Padangbujur, Nagasaribu, dan Mangaledang; dan tepian Suangai
Barumun, yaitu, Pageranbira, Pordak Dolok, Si Sangkilon, Si Joreng Belangah
(Tandihet 1), Tandihet 11, dan Si Pamutung . Tidak semua lokasi yang disebutkan itu
terdapat runtuhan bangunan, melainkan hanya terdapat artefak seperti prasasti,
area, dan stambha (tiang batu).
Runtuhan bangunan candi di Padanglawas disebut biaro (=vihara dalam bahasa
Sanskerta), sebutan yang biasa dipakai masyarakat untuk menyebut bangunan
candi Buddha atau Hindu di Sumatera, Tetapi di India, vihara adalah biara yang
merupakan tempat tinggal para pendeta atau biksu .
Beberapa peneliti menduga bahwa tinggalar:Hinggalan budaya di Padanglawas
dikaitkan dengan Kerajaan Pane sebagaimana disebutkan dalam Prasasti
Rajendracola dari Tanjore. Menurut prasasti ini, Pane adalah salah satu kerajaan
yang diserbu oleh Kerajaan Cola
• Percandian Bumiayu
Sebagian besar tinggalan Sriwijaya bersifat agama Buddha, namun juga terdapat situs yang
memiliki latar keagamaan Hindu . Situs Pereandian Bumiayu memiliki luas sekitar 15 hektar
dan ditemukan 11 gundukan yang di bawahnya terdapat struktur bangunan bata yang
bersifat sakral maupun profan . Empat buah bangunan di antaranya sudah selesai dipugar.
Ketika dilakukan pemugaran, di antara runtuhan bangunan Candi 1 ditemukan areaarea Agastya, Siwa Mahaguru, dewa, dan area stambha yang diuga merupakan angka
tahun dalam bentuk sangkala memet (=angka tahun yang digambarkan seperti area).
Sementara itu di antara runtuhan Candi 3 diteumkan area-area dari bahan tanah liat yang
menggambarkan raksasa dan bhairawi.
..... bulan Jyestha Dapunta Hiyang bertolak dari Minanga sambil
membawa dua laksa tentara dengan perbekalan sebanyak dua ratus
(peti) berjalan dengan perahu dan yang berjalan kaki sebanyak seribu
tiga ratus dua belas datang di Mukha Upang ... "
lni lah cuplikan dari isi prasasti Kedukan Bukit yang ·mengindikasikan bahwa Sriwijaya adalah
sebuah kerajaan bahari . Tentara Sriwijaya yang naik perahu jauh lebih banyak daripada yang
berjalan kaki . Dikatakan berangkat dari sebuah tempat yang bernama Minanga dan tiba di
suatu tempat yang bernama Mukha Upang .
Bukti-bukti kuat Sriwijaya sebagai kerajaan bahari dengan ditemukannya runtuhan perahu
yang berasal dari sekitar abad ke-6-7 Masehi, yaitu di Kolam Pinisi, Samirejo, Tulung Selapan,
Karang Agung, dan Kota Kapur. Runtuhan kapal yang ditemukan tersebut pada papanpapannya mempunyai kesamaan, yaitu ditemukannya tambuko, tonjolan segiempat panjang
pada salah satu permukaan papan . Tonjolan ini mempunyai lubang pada bagian samping
yang tembus pada bagian atas. Pada lubang lubang ini biasanya ditemukan sisa dari tali ijuk.
Perahu-perahu Sriwijaya dibuat menurut tradisi budaya Asia Tenggara, yaitu dengan
menggunakan '"teknik papan-ikat dan kupingan pengikat" (sewn-plank and lashed-lug
tech nique). Dalam membangun perahu yang menggunakan teknik ini, untuk membentuk
bagian lambung caranya dengan menyatukan antara satu papan dengan papan lain
menggunakan pasak kayu/bambu yang diperkuat dengan ikatan tali ijuk pada bagian
tambuko. Bentuk perahu yang dibangun menurut tradisi budaya Asia Tenggara dapat dilihat
pada relief perahu pada Candi Borobudur.
Bukti prasasti cukup meyakinkan kepada kita bahwa Palembang merupakan pusat awal kerajaan SrTwijaya.
Namun, bukti tersebut perlu didukung bukti arkeologis lain untuk menguatkan kesimpulan tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di belahan utara Palembang , dapat diduga
bahwa seluruh Palembang sisi utara Sungai Musi merupakan kota awal SrTwijaya abad ke-7-13
Masehi. Pemukiman kota SrTwijaya terus bersinambung hingga kini dengan penduduk yang terus
bertambah.
Sebagai langkah awal pelestarian situs pusat kota Sriwijaya, muncullah gagasan pembangunan
Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) di Kota Palembang . Selanjutnya dipilihlah Situs
Karanganyar sebagai lokasi taman dengan alasan antara lain merupakan bangunan yang
"monumental" dan mencirikan kota SrTwijaya sebagai kota dengan permukiman di lahan basah.
Hingga pada tanggal 22 Desember 1994 Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya diresmikan pada
oleh Presiden Soeharto.
Tujuan utama pembangunan TPKS ini adalah untuk melestarikan sekaligus memanfaatkan
peninggalan masa SrTwijaya di wilayah Sumatra Selatan pada umumnya dan di Palembang
khususnya. Upaya pelestarian ini dimaksudkan juga untuk memamerkan peninggalan peninggalan
dari masa SrTwijaya, sehingga akan tampak peran Kerajaan SrTwijaya dalam perkembangan
sejarah kuno Indonesia. Diharapkan melalui penghayatan akan kebesaran SrTwijaya ini akan dapat
tertanam rasa cinta kepada warisan budaya nenek moyang di kalangan masyarakat Indonesia dan
khususnya masyarakat Sumatra Selatan.