ometer. Butuh waktu 3 tahun dan nyawa hampir seluruh
anggota ekspedisi, termasuk Magellan. Pada 1873 M, Jules Verne
bisa membayangkan bahwa Phileas Fogg, seorang petualang kaya
asal Inggris, mungkin mampu mengelilingi dunia dalam 8 hari.
Kini siapa pun dengan pendapatan kelas menengah bisa dengan
aman dan dengan mudah mengelilingi Bumi hanya dalam 48 jam.
Pada 1500 M, manusia terkurung di atas permukaan Bumi.
Mereka bisa membangun menara-menara dan memanjat gunung-
gunung, namun langit dikhususkan bagi burung, malaikat, dan
dewa-dewa. Pada 20 Juli 1969 manusia mendarat di Bulan.
Ini bukan semata-mata pencapaian historis, melainkan sebuah
keunggulan evolusioner, bahkan kosmis. Dalam evolusi 4
miliar tahun sebelumnya, tidak ada organisme yang berhasil
meninggalkan atmosfer Bumi, dan pasti tidak satu pun yang
Penemuan Ketidaktahuan
295
meninggalkan jejak kaki atau tentakel di Bulan.
Selama sebagian besar masa sejarah, manusia tak tahu
apa-apa tentang 99,99 persen organisme di planet—yakni
mikroorganisme. Ini bukan sebab mikroorganisme itu tidak
penting bagi kita. Setiap kita membawa miliaran makhluk bersel
tunggal dalam diri kita, dan bukan hanya penumpang gratisan.
Mereka yaitu sahabat-sahabat baik kita, sekaligus musuh-musuh
paling mematikan. Sebagian dari mereka memakan makanan
kita dan membersihkan usus-usus kita, sedang yang lain
memicu sakit dan epidemi. Namun, baru pada 1674 M
mata manusia untuk kali pertama melihat mikroorganisme,
saat Anton van Leeuwenhoek mengintip melalui mikroskop
buatan sendiri dan terkesima melihat sebuah dunia lengkap berisi
makhluk-makhluk mungil bergerak-gerak dalam setetes air. Dalam
kurun 300 tahun kemudian, manusia sudah bisa berkenalan
dengan banyak sekali spesies mikroskopis. Kita telah berhasil
mengalahkan sebagian besar penyakit menular paling mematikan,
dan telah menanfaatkan mikroorganisme untuk pelayanan dan
industri medis. Kini kita merekayasa bakteri untuk memproduksi
pengobatan, membuat biofuel, dan membunuh parasit-parasit.
namun momen tunggal yang paling nyata dan paling
menentukan dalam 500 tahun terakhir ini terjadi pukul 05.29.45
pada 16 Juli 1945. Tepat pada detik itu, para ilmuwan Amerika
meledakkan bom atom pertama di Alamogordo, New Mexico.
Dari titik itu dan seterusnya, manusia memiliki kapabilitas tidak
hanya mengubah alur sejarah, namun juga mengakhirinya.
Proses historikal yang mengarah ke Alamogordo dan ke
Bulan dikenal sebagai Revolusi Saintifik. Dalam periode ini
manusia telah mendapatkan kekuatan-kekuatan besar baru dengan
menginvestasikan sumber daya di riset saintifik. Ini sebuah revolusi
sebab , sampai sekitar tahun 1500 M, manusia di muka Bumi
terlalu meragukan kemampuan mereka untuk meraih kekuatan
medis, militer, dan ekonomi yang baru. Sementara pemerintahan
dan patron-patron kaya mengalokasikan dana untuk pendidikan
dan beasiswa, tujuannya secara umum yaitu mempertahankan
kapabilitas mereka ketimbang meraih kapabilitas-kapabilitas
baru. Penguasa pramodern biasanya memberi uang kepada
296
para pendeta, filsuf, dan penyair dengan harapan mereka bisa
melegitimasi kekuasaannya dan mempertahankan tatanan sosial.
Dia tidak berharap orang-orang itu menemukan medikasi baru,
menciptakan senjata-senjata baru atau menstimulasi pertumbuhan
ekonomi. Dalam 5 abad terakhir, manusia semakin percaya bahwa
mereka bisa meningkatkan kapabilitas dengan investasi di riset
saintifik. Ini bukan keyakinan buta—ini berkali-kali terbukti
secara empiris. Semakin banyak bukti, semakin banyak sumber
daya siap dikucurkan oleh orang-orang dan pemerintahan yang
kaya terhadap ilmu pengetahuan. Kita tidak akan pernah bisa
berjalan di Bulan, merekayasa mikroorganisme dan memisahkan
atom tanpa investasi-investasi semacam itu. Pemerintahan
Amerika Serikat, misalnya, dalam beberapa dekade terakhir
ini mengalokasikan miliaran dolar untuk studi fisika nuklir.
Pengetahuan yang dihasilkan oleh riset ini memungkinkan
konstruksi stasiun-stasiun pembangkit listrik tenaga nuklir, yang
menyediakan listrik murah bagi industri Amerika, yang membayar
pajak kepada pemerintah Amerika, yang memakai sebagian
uang pajak ini untuk mendanai riset lebih lanjut di bidang fisika
nuklir.
Mengapa manusia-manusia modern mengembangkan
keyakinan pada kemampuan mereka untuk mendapatkan
kekuatan-kekuatan baru melalui riset? Apa ikatan yang
menyatukan sains, politik, dan ekonomi? Bab ini menelusuri
sifat unik sains modern dalam rangka menyediakan sebagian
jawabannya. Dua bab selanjutnya menelusuri formasi aliansi
antara sains, imperium-imperium Eropa, dan ekonomi kapitalisme.
Ignoramus
Manusia sudah berusaha memahami alam semesta sekurang-
kurangnya sejak Revolusi Kognitif. Para leluhur kita mengerahkan
waktu dan usaha cukup besar dalam rangka menemukan aturan-
aturan yang mengatur alam. Namun, sains modern membedakan
dari semua tradisi pengetahuan sebelumnya dalam hal penting:
Penemuan Ketidaktahuan
297
a. Kesediaan mengakui kebodohan. Sains modern didasarkan
pada injungsi Latin ignoramus— ‘kita tidak tahu’. Bahkan,
lebih penting lagi, ia menerima bahwa hal-hal yang kita
pikir kita tahu bisa terbukti salah saat kita mendapatkan
pengetahuan lebih banyak. Tidak ada konsep, ide, atau teori
yang sakral dan tak bisa ditantang.
b. Sentralitas observasi dan matematika. Dengan mengakui
ketidaktahuan, sains modern bertujuan mendapatkan
pengetahuan baru. Ia melakukannya dengan mengumpulkan
observasi-observasi dan kemudian memakai sarana-
sarana matematis untuk menghubungkan observasi-observasi
ini menjadi teori-teori yang komprehensif.
c. Perolehan kekuatan-kekuatan baru. Sains modern tidak puas
dengan menciptakan teori-teori. Ia memakai teori-teori
ini dalam rangka memperoleh kekuatan-kekuatan baru untuk
mengembangkan teknologi-teknologi baru.
Lubang umpan balik Revolusi Saintifik. Sains membutuhkan lebih dari
sekadar riset untuk maju. Ia bergantung pada penguatan timbal-balik
sains, politik, dan ekonomi. Institusi-institusi politik dan ekonomi
memberi sumber daya, yang tanpa itu riset saintifik hampir mustahil
dilakukan. Sebagai imbalannya, riset saintifik memberi kekuatan-
kekuatan baru yang dipakai antara lain untuk mendapatkan sumber
daya baru, sebagian di antaranya diinvestasikan kembali ke riset.
298
Revolusi Saintifik belum menjadi sebuah revolusi pengetahuan.
Terutama sekali, ia yaitu revolusi ketidaktahuan. Penemuan
besar yang dihadirkan Revolusi Saintifik yaitu penemuan bahwa
manusia tidak tahu jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
mereka yang paling penting.
Tradisi-tradisi pengetahuan pramodern seperti Islam, Kristen,
Buddhisme, dan Konfusianisme menegaskan bahwa segala hal
yang penting untuk diketahui tentang dunia sudah diketahui.
Dewa-dewa besar, atau Tuhan Yang Mahabesar, atau orang-orang
bijak pada masa lalu memiliki kebijaksanaan yang menyeluruh,
yang mereka turunkan kepada kita dalam kitab-kitab suci dan
tradisi-tradisi lisan. Orang-orang biasa mendapatkan pengetahuan
dengan menggali naskah-naskah dan tradisi-tradisi kuno ini
dan memahaminya dengan benar. Tak terbayangkan bahwa
Injil, al-Quran, dan Veda melewatkan rahasia penting alam
semesta—sebuah rahasia yang mungkin masih harus ditemukan
oleh makhluk-makhluk berdaging-dan-berdarah.
Tradisi-tradisi pengetahuan kuno hanya mengakui dua jenis
ketidaktahuan. Pertama, satu individu mungkin tidak tahu sesuatu
yang penting. Untuk mendapatkan pengetahuan yang diperlukan,
yang perlu dilakukan hanyalah bertanya kepada seseorang yang
lebih bijaksana. Tidak perlu menemukan sesuatu yang belum
diketahui siapa pun. Misalnya, jika seorang petani di suatu desa
Yorkshire sekitar abad ke-13 ingin tahu bagaimana munculnya ras
manusia, dia berasumsi bahwa tradisi Kristen sudah memegang
jawaban definitif. Yang harus dilakukan hanyalah bertanya kepada
pendeta setempat.
Kedua, sebuah tradisi menyeluruh mungkin tidak tahu tentang
hal-hal yang tidak penting. Berdasarkan definsi, apa pun yang
tidak dipedulikan oleh dewa-dewa besar atau orang-orang bijak
untuk disampaikan kepada kita berarti tidak penting. Misalnya,
jika petani Yorkshire ingin tahu bagaimana laba-laba menjalin
jejaring mereka, tak ada gunanya bertanya kepada para pendeta
sebab tidak ada jawaban untuk pertanyaan ini dalam kitab-
kitab suci Kristen. Namun, itu tidak berarti bahwa Kristen tidak
sempurna. Namun, itu berarti bahwa memahami bagaimana
laba-laba menjalin jejaring itu tidak penting. Lagi pula, Tuhan
Penemuan Ketidaktahuan
299
tahu sepenuhnya bagaimana laba-laba melakukan itu. Jika itu
merupakan informasi yang penting, dibutuhkan bagi kemakmuran
dan penyelamatan manusia, Tuhan akan memasukkan sebuah
penjelasan komprehensif dalam Injil. Kristen tidak melarang
orang mempelajari laba-laba. Namun, para ahli laba-laba—jika
ada pada abad pertengahan Eropa—harus menerima peran
periferal mereka dalam warga dan tidak relevannya temuan-
temuan mereka bagi kebenaran-kebenaran abadi Kristianitas. Tak
peduli apa pun yang mungkin bisa ditemukan oleh seorang ahli
tentang laba-laba, kupu-kupu, atau kutilang-kutilang Galapagos,
pengetahuan itu tak lebih dari hal sepele, yang tak memiliki
kebenaran-kebenaran fundamental tentang warga , politik,
dan ekonomi.
Padahal, tidak sesederhana itu. Pada setiap masa, bahkan
di kalangan orang-orang yang paling saleh dan konservatif, ada
orang-orang yang berpendapat bahwa ada hal-hal penting, yang
luput diketahui oleh segenap tradisi. Namun, orang-orang seperti
itu biasanya dipinggirkan atau disiksa—atau kalau tidak, mereka
mendirikan sebuah tradisi baru dan mulai mengemukakan bahwa
mereka tahu segala sesuatu yang harus diketahui. Misalnya,
Nabi Muhammad memulai karier religiusnya dengan mengecam
sesama orang Arab sebab hidup dalam ketidaktahuan akan
kebenaran ilahiah. Namun, Muhammad sendiri dengan cepat
mengemukakan bahwa dia tahu kebenaran sepenuhnya, dan para
pengikutnya mulai menyebutnya “Penutup para Nabi”. Oleh
sebab itu, tak diperlukan wahyu-wahyu setelah yang diberikan
kepada Muhammad.
Sains modern yaitu sebuah tradisi pengetahuan yang unik
sebab secara terbuka ketidaktahuan kolektif berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang paling penting. Darwin tidak pernah
mengemukakan bahwa dia yaitu “Penutup para Ahli Biologi”,
dan bahwa dia telah menyelesaikan urusan kehidupan sekaligus
dan tuntas. Setelah berabad-abad riset saintifik yang ekstensif,
para ahli biologi mengakui bahwa mereka masih belum punya
penjelasan yang bagus tentang bagaimana otak memproduksi
kesadaran. Para ahli fisika mengakui bahwa mereka tidak tahu
apa yang memicu Big Bang (Ledakan Besar), atau bagaimana
300
merekonsiliasi mekanika kuantum dengan teori Relativitas Umum.
Dalam kasus-kasus lain, teori-teori saintifik yang berlawanan
diperdebatkan dengan sengit atas dasar munculnya bukti baru
terus-menerus. Satu contoh terbaik yaitu perdebatan tentang
bagaimana cara terbaik menjalankan ekonomi. Meskipun para
ekonom individual mengklaim bahwa metode merekalah yang
terbaik, kekolotan berubah bersama setiap krisis finansial dan
buih pasar saham, dan biasa diterima bahwa kata terakhir tentang
ekonomi masih belum putus.
Dalam kasus-kasus lain lagi, teori-teori tertentu didukung
begitu konsisten dengan bukti yang tersedia sehingga sejak saat
itu semua alternatif tersingkir. Teori-teori semacam itu diterima
sebagai kebenaran—namun setiap orang setuju bahwa, jika kelak
ada bukti baru muncul yang berlawanan dengan teori itu, maka
teori itu akan direvisi atau dibuang. Beberapa contoh yang bagus
tentang ini yaitu teori lempengan tektonik dan teori evolusi.
Kesediaan untuk mengakui ketidaktahuan membuat sains modern
lebih dinamis, lebih lentur, dan lebih aktif mencari ketimbang
tradisi pengetahuan mana pun sebelumnya. Hal ini memperbesar
kapasitas kita untuk memahami bagaimana dunia bekerja dan
kemampuan kita untuk menemukan teknologi-teknologi baru.
namun hal itu juga mendatangkan kepada kita persoalan
serius yang sebagian besar leluhur kita tidak perlu menghadapinya.
Asumsi kita saat ini bahwa kita tidak tahu segala hal dan bahwa
pengetahuan yang kita miliki pun bersifat tentatif, berkembang
sampai ke mitos-mitos umum yang memungkinkan jutaan orang
yang tidak saling kenal bisa bekerja sama secara efektif. Jika
bukti menunjukkan bahwa banyak dari mitos itu meragukan,
bagaimana kita bisa menyatukan warga ? Bagaimana bisa
warga -warga , negara-negara, dan sistem internasional
kita berfungsi?
Semua upaya modern untuk menstabilkan tatanan sosio-
politik tak punya pilihan selain bergantung pada satu dari dua
metode yang tidak saintifik ini:
a. Ambil satu teori saintifik, dan yang berlawanan dengan
praktik-praktik umum saintifik, deklarasikan bahwa ini
kebenaran final dan absolut. Inilah metode yang dipakai
Penemuan Ketidaktahuan
301
oleh Nazi (yang mengklaim kebijakan-kebijakan rasial
mereka yaitu buah dari fakta-fakta biologi) dan Komunis
(yang mengklaim bahwa Marx dan Lenin memiliki kebenaran
ekonomi absolut yang tidak pernah bisa ditolak).
b. Tinggalkan sains dan hiduplah sesuai dengan kebenaran
absolut non-saintifik. Ini telah menjadi strategi humanisme
liberal, yang dibangun di atas keyakinan dogmatis pada nilai
unik manusia dan hak-hak asasinya—sebuah doktrin yang
secara memalukan tidak sejalan dengan studi tentang Homo
sapiens.
namun hal itu tak seharusnya mengejutkan kita. Bahkan,
sains sendiri harus bergantung pada keyakinan-keyakinan religius
dan ideologis untuk menjustifikasi dan mendanai risetnya.
Bagaimanapun, kultur modern telah bersedia mengakui
ketidaktahuan sampai ke tingkat yang jauh lebih besar ketimbang
kultur mana pun sebelumnya. Salah satu hal yang memungkinkan
tatanan-tatanan sosial modern untuk menyatu yaitu penyebaran
suatu keyakinan yang hampir religius pada teknologi dan metode
riset saintifik, yang pada tingkat tertentu telah menggantikan
keyakinan pada kebenaran-kebenaran absolut.
Dogma Sainti k
Sains modern memang tidak punya dogma. Namun, ia punya
satu kesamaan metode riset inti, yang semuanya didasarkan
pada pengumpulan observasi-observasi empiris—yakni hal-hal
yang bisa kita observasi dengan setidaknya salah satu dari indra-
indra kita—dan menyatukannya dengan bantuan sarana-sarana
matematis.
Orang-orang sepanjang sejarah mengumpulkan observasi-
observasi empiris, namun makna dari observasi-observasi ini
biasanya terbatas. Mengapa membuang-buang sumber daya
untuk mendapatkan observasi-observasi baru saat kita sudah
memiliki semua jawaban yang kita butuhkan? Namun, saat
orang modern sampai pada pengakuan bahwa mereka tidak
302
tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sangat penting,
mereka merasa perlu untuk mencari pengetahuan yang sama
sekali baru. Akibatnya, metode riset modern dominan menerima
begitu saja ketidakcukupan pengetahuan lama. Bukan mempelajari
tradisi-tradisi lama, penekanan kini ditempatkan pada observasi-
observasi dan eksperimen-eksperimen baru. saat observasi
terkini bertabrakan dengan tradisi lama, kita membuka jalan untuk
observasi. Tentu saja, para ahli fisika yang menganalisis spektra
galaksi-galaksi jauh, para arkeolog yang menganalisis temuan-
temuan dari kota Zaman Perunggu, dan para ilmuwan politik
yang mempelajari munculnya kapitalisme bukan mengabaikan
tradisi. Mereka mulai dengan mempelajari apa yang dikatakan
dan ditulis orang bijak pada masa lalu. Namun, dari tahun
pertama kuliah mereka, para calon fisikawan, arkeolog, dan
ilmuwan politik diajari bahwa misi mereka yaitu melampaui
apa yang pernah diketahui oleh Einstein, Heinrich, Schliemann,
dan Max Weber.
namun sekadar observasi bukanlah pengetahuan. Dalam
rangka memahami alam semesta, kita perlu menghubungkan
observasi-observasi dengan teori-teori yang komprehensif. Tradisi-
tradisi sebelumnya biasanya memformulasikan teori-teori mereka
dalam kerangka-kerangka cerita. Sains modern memakai
matematika.
Sangat sedikit persamaan, grafik, dan kalkulasi dalam Injil,
al-Quran, dan Veda atau kitab-kitab klasik Konfusian. saat
mitologi-mitologi dan kitab-kitab suci tradisional meletakkan
hukum-hukum umum, semua itu disajikan dalam narasi, bukan
rumus matematika. Jadi, prinsip fundamental agama Manichae
menegaskan bahwa dunia merupakan ajang pertarungan antara
yang baik dan yang jahat. Sebuah kekuatan jahat menciptakan
materi, sedang kekuatan baik menciptakan ruh. Manusia
terjebak di antara kedua kekuatan ini, dan harus memilih
yang baik atau yang jahat. Namun, nabi Mani tak berusaha
menawarkan rumus matematika yang bisa dipakai untuk
meramalkan pilihan-pilihan manusia dengan mengukur seberapa
besar kekuatan masing-masing. Dia tidak pernah mengalkulasi
bahwa “kekuatan yang bertindak pada seorang manusia sama
Penemuan Ketidaktahuan
303
dengan akselerasi arwah, dibagi massa tubuhnya”.
Inilah yang benar-benar berusaha dituntaskan oleh
para ilmuwan. Pada 1687, Isaac Newton menerbitkan The
Mathematical Principles of Natural Philosophy, yang pantas
disebut sebagai Artikel paling penting dalam sejarah modern.
Newton menyajikan sebuah teori umum tentang gerak dan
perubahan. Kebesaran teori Newton yaitu kemampuannya
menjelaskan dan meramalkan gerakan-gerakan semua tubuh
dalam alam semesta, dari jatuhnya apel sampai ke bintang-bintang
yang menembak, dengan memakai 3 hukum matematika
sederhana:
1.
2.
3.
Oleh sebab itu, siapa pun yang ingin memahami dan
meramalkan gerakan sebuah peluru meriam atau sebuah planet,
cukup membuat pengukuran-pengukuran massa benda, arah, dan
akselerasi, serta kekuatan untuk melakukan gerak itu. Dengan
memasukkan angka-angka ini ke dalam rumus Newton, posisi
masa depan sebuah benda bisa diprediksi. Rumus itu bekerja
seperti sulap. Baru sekitar akhir abad ke-19, para ilmuwan muncul
dengan beberapa observasi baru yang tidak sesuai dengan hukum
Newton, dan ini mengarah pada revolusi berikutnya di bidang
fisika—teori relativitas dan mekanika kuantum.
Newton menunjukkan bahwa Artikel alam ditulis dalam
bahasa matematika. Sebagian bab (misalnya) bermuara pada satu
persamaan yang tegas; namun para ahli yang berusaha memasukkan
biologi, ekonomi, dan psikologi ke dalam persamaan-persamaan
304
Newton mendapati bahwa bidang-bidang ini memiliki tingkat
kerumitan yang membuat upaya itu sia-sia. Namun, ini tidak
berarti mereka menyerah dalam hal matematika. Sebuah cabang
baru matematika dikembangkan dalam 200 tahun terakhir ini
untuk menangani aspek-aspek realitas yang lebih rumit: statistik.
Pada 1744, pendeta Presbyterian di Skotlandia, Alexander
Webster dan Robert Wallace, memutuskan untuk mendirikan
lembaga dana asuransi jiwa yang akan menyediakan pensiun
bagi para janda dan yatim dari para pendeta yang meninggal.
Mereka mengajukan bahwa setiap pendeta gereja membayar
seporsi kecil pendapatannya ke lembaga dana itu, yang akan
menginvestasikan uangnya. Jika pendeta meninggal, jandanya
akan menerima deviden dari keuntungan lembaga. Ini akan
memungkinkan janda ini hidup nyaman sampai akhir
hayat. Namun, untuk menentukan berapa banyak para pendeta
harus membayar agar lembaga dana punya cukup uang untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya, Webster dan Wallace harus
mampu memprediksi berapa banyak pendeta yang meninggal
setiap tahun, berapa banyak janda dan yatim yang akan mereka
tinggalkan, dan berapa tahun para janda hidup setelah kematian
para suaminya.
Perhatikanlah apa yang tidak dilakukan kedua pendeta
itu. Mereka tidak berdoa kepada Tuhan untuk menemukan
jawabannya. Mereka juga tidak mencari jawaban dalam kitab-
kitab suci atau di antara karya-karya para teolog kuno. Mereka
pun tidak memasuki suatu perselisihan filosofis yang abstrak.
Sebagai orang Skot, mereka termasuk yang praktis. Jadi, mereka
menghubungi seorang profesor matematika dari University of
Edinburgh, Colin Maclaurin. Ketiganya mengumpulkan data
pada usia berapa orang-orang meninggal dan memakai ini
untuk mengalkulasi berapa banyak pendeta yang kemungkinan
meninggal pada tahun tertentu.
Pekerjaan mereka didasarkan pada beberapa terobosan
mutakhir dalam bidang statistika dan probabilitas. Salah
satunya yaitu Hukum Angka Besar Jacob Bernoulli. Bernoulli
telah mengodifikasi prinsip bahwa, meskipun mungkin sulit
untuk memprediksi dengan pasti sebuah peristiwa tunggal,
Penemuan Ketidaktahuan
305
seperti kematian orang tertentu, terbuka kemungkinan
untuk memprediksi dengan akurasi tinggi rata-rata hasil dari
banyak peristiwa serupa. Begitulah, saat Maclaurin tak bisa
memakai matematika untuk memprediksi apakah Webster
dan Wallace akan mati tahun depan, dia bisa, dengan tersedianya
cukup data, memberi tahu Webster dan Wallace berapa banyak
pendeta Prebysterian di Skotlandia yang hampir pasti mati tahun
depan. Beruntunglah, mereka memiliki data siap pakai yang
bisa mereka gunakan. Tabel-tabel aktuaris yang diterbitkan 50
tahun sebelumnya oleh Edmond Halley terbukti sangat berguna.
Halley telah mengalisis catatan-catatan 1.238 kelahiran dan 1.174
kematian yang dia dapatkan dari Kota Breslau, Jerman. Tabel-
tabel Halley memungkinkan untuk melihat, misalnya, seseorang
yang berusia 21 tahun memiliki peluang 1:100 meninggal pada
tahun tertentu, namun seseorang yang berusia 50 tahun memiliki
peluang 1:39.
Dengan memproses angka-angka ini, Webster dan Wallace
menyimpulkan bahwa, rata-rata akan ada 930 pendeta
Prebysterian Skotlandia pada kurun waktu kapan pun, dan rata-
rata 27 pendeta meninggal setiap tahun, 18 di antara mereka akan
meninggalkan janda. Lima dari mereka yang tidak meninggalkan
janda akan meninggalkan anak-anak yatim, dan dua dari yang
meninggalkan janda juga akan meninggalkan anak-anak dari
pernikahan sebelumnya yang belum mencapai usia 16 tahun.
Mereka menghitung lebih jauh berapa lama kemungkinan janda
akan meninggal atau menikah lagi (dengan dua kemungkinan
ini pembayaran pensiun akan berhenti). Angka-angka itu
memungkinkan Webster dan Wallace menentukan berapa banyak
uang yang harus dibayar oleh para pendeta yang ikut dana pensiun
untuk orang-orang yang mereka cintai. Dengan membayar £2
12s. 2d. setahun, seorang pendeta bisa menjamin bahwa istrinya
yang janda kelak akan menerima sedikitnya £10 setahun—jumlah
yang besar untuk masa itu. Kalau dia menganggap jumlah itu
tidak cukup, dia bisa memilih untuk membayar lebih, sampai
ke tingkat £6 11s. 3d. setahun—yang akan memberi jandanya
bahkan jumlah yang lebih banyak sebesar £25 setahun.
306
Menurut kalkulasi mereka, pada 1765, Fund for a Provision
for the Widows and Children of Ministers of the Church of
Scotland akan memiliki modal total £58.348. Kalkulasi mereka
secara menakjubkan terbukti akurat. saat tahun itu tiba,
modal lembaga pensiun itu bertengger di angka £58.347—hanya
selisih kurang dari £1 dari prediksi! Ini bahkan lebih bagus
dari nubuat Habakkuk, Jeremiah, atau St. John. Kini, lembaga
dana Webster dan Wallace, yang dikenal degan sebutan Scottich
Widows merupakan salah satu perusahaan pensiun dan asuransi
terbesar di dunia. Dengan aset bernilai £100 miliar, perusahaan
itu melayani asuransi tidak hanya para janda Skotlandia, namun
juga siapa pun yang bersedia membeli polisnya.7
Kalkulasi-kalkulasi probabilitas seperti yang dipakai
oleh kedua pendeta Skotlandia itu menjadi dasar tidak hanya
ilmu aktuarial, yang penting bagi bisnis pensiun dan asuransi,
namun juga bagi ilmu demografi (didirikan oleh pendeta lainnya,
Robert Malthus, seorang Anglikan). Demografi pada gilirannya
merupakan landasan bagi Charles Darwin (yang hampir menjadi
seorang pastor Anglikan) membangun teori evolusinya. Meskipun
tidak ada persamaan yang bisa memprediksi apa jenis organisme
yang akan berevolusi di bawah seperangkat kondisi tertentu,
ilmu genetika memakai kalkulasi-kalkulasi probabilitas untuk
menghitung kemungkinan bahwa suatu mutasi tertentu akan
menyebar pada satu populasi tertentu. Model-model probalistik
serupa telah menjadi bagian penting bagi ilmu ekonomi, sosiologi,
psikologi, ilmu politik, dan ilmu-ilmu sosial serta alam lainnya.
Bahkan, fisika pada akhirnya menambahkan ke dalam persamaan-
persamaan klasik Newton awan probabilitas mekanika kuantum.
Kita cukup melihat sejarah pendidikan untuk menyadari
seberapa jauh proses ini telah membawa kita. Pada sebagian
besar periode sejarah, matematika yaitu bidang esoterik yang
bahkan orang-orang terdidik jarang mempelajarinya secara serius.
Di Eropa abad pertengahan, logika, tata bahasa, dan retorika
membentuk inti pendidikan, sementara pengajaran matematika
jarang melampaui aritmatika dan geometri sederhana. Tidak ada
yang mempelajari statistik. Raja tak terbantahkan dari semua
ilmu pengetahuan yaitu teologi.
Penemuan Ketidaktahuan
307
Kini sedikit mahasiswa yang mempelajari retorika; logika
dibatasi pada jurusan-jurusan filsafat dan teologi di seminari-
seminari. Namun, semakin banyak mahasiswa termotivasi—atau
dipaksa—mempelajari matematika. Ada arus yang tak bisa dilawan
menuju ilmu-ilmu eksakta—yang didefinisikan eksakta sebab
penggunaan sarana-sarana matematisnya. Bahkan, bidang-bidang
studi yang secara tradisional menjadi bagian dari humaniora,
seperti studi tentang bahasa manusia (linguistik) dan jiwa manusia
(psikologi), semakin bergantung pada matematika dan berusaha
menampilkan diri sebagai ilmu eksakta. Mata kuliah Statistika
kini menjadi bagian dari persyaratan dasar tidak hanya dalam
bidang fisika dan biologi, namun juga dalam psikologi, sosiologi,
ilmu ekonomi, dan ilmu politik.
Dalam katalog mata kuliah Jurusan Psikologi di universitas
almamater saya, mata kuliah wajib pertama dalam kurikulum
yaitu “Introduction to Statistics and Methodology in
Psychological Research”. Mahasiswa tahun kedua psikologi harus
mengambil “Statistical Methods in Psychological Research”.
Konfusius, Buddha, Yesus, dan Muhammad pasti bingung jika
Anda beri tahu mereka bahwa dalam rangka memahami pikiran
manusia dan mengobati penyakitnya Anda harus pertama-tama
mempelajari statistik.
Pengetahuan yaitu Kekuatan
Sebagian besar orang mengalami kesulitan menelan sains modern
sebab bahasa matematisnya yang sulit untuk diserap pikiran kita,
dan temuan-temuannya sering bertentangan dengan pengertian
umum. Dari 7 miliar penduduk dunia, berapa banyak yang
benar-benar memahami mekanika kuantum, biologi sel, atau
makro ekonomi? Bagaimanapun, sains menikmati prestise tinggi
sebab kekuatan-kekuatan baru yang ia berikan kepada kita.
Para presiden dan para jenderal mungkin tidak memahami fisika
nuklir, namun mereka punya pengetahuan yang baik tentang apa
yang bisa diakibatkan oleh bom nuklir.
Pada 1620, Francis Bacon menerbitkan manifesto saintifik
308
berjudul The New Instrument. Di dalamnya dia mengemukakan
bahwa “pengetahuan yaitu kekuatan”. Ujian riil “pengetahuan”
bukanlah apakah ia benar, namun apakah ia memperkuat kita.
Para ilmuwan biasanya berasumsi bahwa tidak ada teori yang
100 persen benar. Akibatnya, kebenaran menjadi ujian lemah
bagi pengetahuan. Tes riilnya yaitu pemanfaatan. Sebuah teori
yang memungkinkan kita melakukan hal-hal baru merupakan
pengetahuan.
Selama berabad-abad, sains telah memberi kita banyak alat-
alat baru. Sebagian yaitu alat mental, seperti yang dipakai
untuk memprediksi tingkat kematian dan pertumbuhan ekonomi.
Yang lebih penting lagi yaitu alat-alat teknologikal. Koneksi
yang menyatukan sains dan teknologi begitu kuat sehingga kini
orang cenderung mencampuradukannya. Kita cenderung berpikir
bahwa tidak mungkin mengembangkan teknologi-teknologi baru
tanpa riset saintifik, dan nilai riset menjadi kecil jika tidak
menghasilkan teknologi-teknologi baru.
Padahal, hubungan antara sains dan teknologi yaitu
fenomena yang sangat baru. Sebelum tahun 1500, sains dan
teknologi yaitu bidang yang terpisah sama sekali. saat
Bacon menghubungkan keduanya pada abad ke-17, itu yaitu
sebuah ide revolusioner. Dalam abad ke-17 dan ke-18 hubungan
ini menguat, namun simpulnya baru terikat pada abad ke-19.
Bahkan, pada 1800, sebagian besar penguasa yang menginginkan
angkatan perang yang kuat, dan sebagian besar raksasa bisnis yang
menginginkan bisnis yang sukses, tidak peduli untuk mendanai
riset dalam fisika, biologi, atau ilmu ekonomi.
Saya tidak bermaksud mengklaim tidak ada pengecualian
dalam aturan ini. Seorang sejarawan yang bagus bisa menemukan
preseden untuk segala hal. Namun, sejarawan yang lebih baik lagi
tahu saat preseden-preseden ini menjadi pertanyaan-pertanyaan
yang menyelimuti gambaran besar. Secara umum, sebagian besar
penguasa dan pebisnis pramodern tidak mendanai riset tentang
sifat alam semesta dalam rangka mengembangkan teknologi-
teknologi baru, dan sebagian besar pemikir tidak berusaha
menerjemahkan temuan-temuan mereka menjadi wahana-wahana
teknologis. Para penguasa mendanai institusi-institusi pendidikan
Penemuan Ketidaktahuan
309
yang mandatnya yaitu menyebarkan pengetahuan tradisional
untuk tujuan menjaga tatanan yang sudah ada.
Di mana-mana orang memang mengembangkan teknologi-
teknologi baru, namun semua itu biasanya diciptakan oleh
para pengrajin terdidik dengan cara coba-coba, bukan oleh
para sarjana dengan menempuh riset saintifik yang sistematis.
Pabrikan-pabrikan gerobak membangun pedati yang sama dari
bahan yang sama dari tahun ke tahun. Mereka tidak menyisihkan
satu persentase dari keuntungan tahunan dalam rangka meneliti
dan mengembangkan model-model pedati baru. Desain pedati
terkadang diperbaiki, namun itu biasanya berkat keahlian tukang
kayu tertentu, yang tidak pernah menjejakkan kaki di sebuah
universitas dan bahkan tidak bisa membaca.
Itu berlaku di sektor pemerintah maupun swasta. Kalau
negara-negara modern menyerukan para ilmuwannya untuk
menyediakan solusi-solusi di hampir semua bidang kebijakan
nasional, dari energi sampai kesehatan sampai pembuangan
sampah, kerajaan-kerajaan kuno jarang melakukannya. Kontras
di antara negara kuno dan masa kini paling mencolok dalam
persenjataaan. saat Presiden Dwight Eisenhower yang segera
habis masa pemerintahannya, pada 1961, memperingatkan
tumbuhnya kekuatan kompleks militer-industri, dia mengabaikan
sebagian dari rumus persamaan itu. Dia seharusnya menyiagakan
negaranya untuk kompleks militer-industri-sains sebab perang-
perang masa kini yaitu produksi santifik. Kekuatan-kekuatan
militer dunia menginisiasi, mendanai, dan menyetir bagian besar
dari riset saintifik dan pengembangan teknologi manusia.
saat Perang Dunia Pertama terkunci dalam perang parit
tak berkesudahan, kedua pihak memanggil para ilmuwan
mereka untuk memecah kebuntuan dan menyelamatkan negara.
Orang-orang berpakaian putih menjawab panggilan itu, dan dari
laboratorium-laboratorium menggelindingkan aliran tanpa putus
senjata-senjata keajaiban baru: pesawat tempur, gas beracun,
tank, kapal selam, dan yang lebih efisien lagi, senapan-senapan
mesin, senjata artileri, senapan, dan bom.
Sains memainkan peran yang bahkan lebih besar pada
Perang Dunia Kedua. Pada akhir 1944, Jerman terpukul mundur
310
dan kekalahan mendekat. Setahun sebelumnya, sekutu Jerman,
Italia, telah menggulingkan Mussolini dan menyerah kepada
Sekutu. Namun, Jerman terus berperang, sekalipun angkatan
perang Inggris, Amerika, dan Soviet mendekat. Satu alasan yang
dipkirkan oleh tentara-tentara dan penduduk sipil Jerman untuk
tidak menyerah yaitu sebab mereka percaya para ilmuwan
Jerman akan segera membalikkan gelombang dengan apa yang
disebut sebagai senjata-senjata ajaib seperti roket V-2 dan
pesawat bertenaga jet. Sementara Jerman merancang roket-roket
dan jet-jet ini , Manhattan Project milik Amerika berhasil
mengembangkan bom atom. Pada saat bom sudah siap, awal
Agustus 1945, Jerman sudah menyerah, namun Jepang masih
terus berperang. Pasukan Amerika terdorong untuk menginvasi
pulau-pulaunya. Jepang bertekad melawan invasi dan perang
sampai mati, dan selalu ada alasan untuk yakin bahwa tidak ada
yang namanya ancaman gertak sambal. Para jenderal Amerika
33. Roket V-2 Jerman siap luncur. Jerman tidak mengalahkan
Sekutu, namun menahan harapan seluruh rakyat Jerman akan
datangnya keajaiban teknologi sampai hari terakhir perang.
Penemuan Ketidaktahuan
311
memberi tahu Presiden Harry S. Truman bahwa invasi Jepang
akan menewaskan sejuta tentara Amerika dan memperpanjang
perang sampai 1946. Truman memutuskan untuk memakai
bom baru itu. Dua pekan dan dua bom atom kemudian, Jepang
menyerah tanpa syarat dan perang pun berakhir.
namun sains tidak hanya soal senjata-senjata ofensif. Ia
memainkan peran besar dalam pertahanan kita juga. Kini banyak
orang Amerika percaya bahwa solusi bagi terorisme yaitu
teknologi ketimbang politik, dan Amerika Serikat bisa mengirim
pesawat-pesawat mata-mata ke setiap gua Afganistan, benteng
Yaman, dan kamp-kamp Afrika Utara. Begitu selesai, para pewaris
Osama Bin Laden tidak akan mampu membuat secangkir kopi
tanpa ada pesawat mata-mata CIA meneruskan informasi vital ini
ke markas besarnya di Langley. Alokasikan jutaan lagi untuk riset
otak, dan setiap bandara bisa diperlengkapi dengan alat pemindai
ultracanggih yang bisa langsung mengenali pikiran-pikiran marah
dan pembenci dalam otak orang. Apakah itu akan berhasil?
Siapa tahu. Apakah bijak mengembangkan pesawat mata-mata
dan alat pemindai pembaca pikiran? Tidak dengan sendirinya
begitu. Taruhlah hal itu benar, seperti yang Anda baca dalam
baris-baris kalimat ini, Departemen Pertahanan Amerika Serikat
sedang mentransfer jutaan dolar ke laboratorium-laboratorium
nanoteknologi dan otak untuk mengerjakan ini semua dan ide-
ide semacam itu. Obsesi pada teknologi militer ini—dari tank ke
bom atom sampai pesawat mata-mata—yaitu fenomena yang
sangat baru sebetulnya. Sampai dengan abad ke-19, mayoritas
besar revolusi militer yaitu produk dari perubahan-perubahan
organisasional ketimbang teknologis. saat peradaban-peradaban
asing bertemu untuk kali pertama, jurang teknologi terkadang
memainkan peran penting. Namun, bahkan dalam kasus-
kasus semacam itu, sedikit yang berpikir tentang penciptaan
atau perluasan jurang semacam itu secara sengaja. Sebagian
besar imperium tidak muncul berkat kehebatan teknologi, dan
penguasa-penguasa mereka tidak banyak memikirkan perbaikan
teknologi. Bangsa Arab tidak mengalahkan Imperium Sassanid
berkat kehebatan panah atau pedangnya, Seljuk tidak punya
keunggulan teknologi atas Byzantium, dan Mongolia tidak
312
menaklukkan China dengan bantuan senjata baru yang unggul.
Faktanya, dalam semua kasus ini yang dikalahkan memiliki
teknologi militer dan sipil yang superior.
Angkatan Perang Romawi yaitu contoh yang sangat bagus.
Ia yaitu angkatan perang terbaik pada masanya, namun secara
teknologis, Romawi tidak punya keunggulan atas Carthage,
Macedonia, atau Imperium Selucid. Keunggulannya terletak
pada organisasi yang efisien, kedisiplinan tinggi, dan cadangan
sumber daya manusia yang besar. Angkatan perang Romawi
tidak pernah mendirikan departemen riset dan pengembangan,
dan senjata-senjatanya tetap kurang lebih sama selama berabad-
abad. Jika legiun-legiun Scipio Aemilianus—jenderal yang
meratakan Carthage dan mengalahkan Numantia pada abad
ke-2 SM—tiba-tiba bangkit lagi 500 tahun kemudian pada abad
Constantine Yang Agung, Scipio tentu memiliki peluang yang
bagus untuk mengalahkan Constantine. Sekarang bayangkan apa
yang akan terjadi pada seorang jenderal dari periode modern
awal—katakanlah Albrecht von Wallenstein, seorang pemimpin
pasukan Imperium Romawi Suci dalam Perang Tiga Belas
Tahun—jika dia memimpin angkatan perang musketeer (pasukan
bersenapan), pasukan bertombak, dan kavaleri melawan satu
batalion kontemporer American Army Rangers. Wallenstein
yaitu seorang ahli taktik brilian, dan orang-orangnya yaitu
profesional ulung, namun keterampilan mereka akan sia-sia
menghadapi persenjataan modern.
Sebagaimana di Roma, demikian pula di China kuno,
sebagian besar jenderal dan filsuf tidak berpikir dalam tugas
mereka untuk mengembangkan senjata-senjata baru. Intervensi
militer paling penting dalam sejarah China yaitu bubuk mesiu.
Meskipun demikian, sebagaimana sangat kita ketahui, bubuk
mesiu ditemukan secara tidak sengaja oleh ahli kimia Daois yang
mencari obat keabadian hidup. Karier selanjutnya bubuk mesiu
semakin menarik. Orang mungkin mengira bahwa para ahli
kimia Daois akan memakai campuran baru itu hanya untuk
petasan. Sekalipun saat Imperium Song runtuh menghadapi
invasi Mongol, tidak ada kaisar yang mendirikan Manhattan
Project ala abad pertengahan untuk menyelamatkan imperium
Penemuan Ketidaktahuan
313
dengan menemukan sebuah senjata kiamat. Baru pada abad ke-
15—sekitar 600 tahun setelah penemuan bubuk mesiu—meriam
menjadi faktor penentu pertempuran-pertempuran Afro-Asia.
Mengapa butuh waktu begitu lama bagi zat pembunuh potensial
itu untuk sampai pada penggunaan dalam militer? sebab ia
muncul pada masa saat tak ada raja, ahli, atau pedagang yang
berpikir bahwa sebuah teknologi militer baru bisa menyelamatkan
mereka atau menjadikan mereka kaya.
Situasi mulai berubah pada abad ke-15 dan ke-16, namun
200 tahun kemudian berlalu sebelum sebagian besar penguasa
menunjukkan minat mendanai riset dan pengembangan senjata
baru. Logistik dan strategi terus memiliki dampak semakin
besar pada hasil pemerangan ketimbang teknologi. Mesin
militer Napoleonik yang menumpas angkatan perang kekuatan-
kekuatan Eropa dan Austerlitz (1805) bersenjatakan kurang lebih
persenjataan yang sama dengan yang dipakai angkatan perang
Louis XIV. Napoleon sendiri, meskipun ia seorang artileri, tak
terlalu berminat pada senjata-senjata baru, sekalipun para ilmuwan
dan penemu berusaha membujuk dia mendanai pengembangan
mesin-mesin terbang, kapal selam, dan roket.
Sains, industri, dan teknologi militer berkelindan hanya
setelah ada kemajuan sistem kapitalis dan Revolusi Industri.
Namun, begitu hubungan ini tercipta, ia cepat mentransformasi
dunia.
Cita-Cita Kemajuan
Sampai dengan Revolusi Saintifik, sebagian besar kultur manusia
tidak memercayai kemajuan. Mereka berpikir masa kejayaan
yaitu masa lalu, dan bahwa dunia ini stagnan, kalau bukan
memburuk. Kepatuhan yang ketat pada kearifan tiap-tiap
masa mungkin bisa membawa kembali kejayaan masa lalu, dan
kehebatan manusia mungkin bisa memperbaiki secara masuk
akal keadaan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, diyakini
bahwa tidak mungkin pengetahuan manusia bisa mengatasi
problem-problem fundamental dunia. Kalau Muhammad,
314
Yesus, Buddha, dan Konfusius saja—yang tahu segala hal yang
harus diketahui—tidak mampu menghapus kelaparan, penyakit,
kemelaratan, dan perang dari dunia, bagaimana kita bisa berharap
bisa melakukannya?
Banyak agama meyakini bahwa suatu hari nanti seorang
almasih akan muncul dan mengakhiri semua perang, kelaparan,
dan bahkan kematian itu sendiri. Namun, pandangan bahwa
manusia bisa melakukan itu dengan menemukan teknologi
baru dan menciptakan alat-alat baru malah lebih buruk dari
menggelikan—itu namanya kesombongan. Kisah Menara Babel,
kisah Icarus, kisah Golem, dan tak terhitung mitos-mitos
mengajarkan orang bahwa setiap upaya untuk melampaui batas
manusia tak terelakkan mengarah pada kekecewaan dan bencana.
saat kultur modern mengakui bahwa ada banyak hal
penting yang masih belum diketahui, dan saat pengakuan
akan ketidaktahuan itu bersekutu dengan ide bahwa penemuan-
penemuan saintifik bisa memberi kita kekuatan-kekuatan baru,
orang mulai curiga bahwa jangan-jangan kemajuan riil itu
memang bisa terjadi. saat sains mulai mengatasi satu problem
yang tak terpecahkan satu demi satu, banyak orang menjadi
yakin bahwa manusia bisa mengatasi problem apa pun dan yang
mana pun dengan meraih serta menerapkan pengetahuan baru.
Kemiskinan, sakit, perang, kelaparan, usia tua, dan kematian itu
sendiri bukanlah nasib tak terelakkan bagi manusia. Semua itu
hanyalah buah dari ketidaktahuan kita.
Contoh yang terkenal yaitu petir. Banyak kultur percaya
bahwa petir yaitu palu dewa yang marah, yang dipakai
untuk menghukum para pendosa. Pada pertengahan abad ke-18,
dalam salah satu eksperimen yang paling dielu-elukan dalam
sejarah sains, Benjamin Franklin menerbangkan sebuah layang-
layang saat badai petir untuk menguji hipotesisnya bahwa
petir hanyalah sebuah arus listrik. Observasi empiris Franklin,
digabung dengan pengetahuannya tentang kualitas-kualitas energi
listrik, memungkinkan dia menemukan batang petir dan melucuti
senjata para dewa.
Kemiskinan yaitu contoh bagus lainnya. Banyak kultur
memandang kemiskinan sebagai bagian tak terelakkan dari
Penemuan Ketidaktahuan
315
dunia yang tidak sempurna. Menurut Perjanjian Baru, tak lama
sebelum penyaliban, seorang perempuan mengurapi Kristus
dengan minyak mulia bernilai 300 denarii. Para murid Yesus
menghardik perempuan itu sebab membuang-buang uang
sebanyak itu, alih-alih memberi nya kepada orang miskin,
namun Yesus membela dia, dengan berkata, “Orang miskin akan
selalu ada bersamamu, dan kamu bisa membantu mereka kapan
pun kamu mau. Tapi, kamu tidak akan selalu bersamaku”
(Markus 14:7). Kini, semakin sedikit dan semakin sedikit orang,
termasuk semakin sedikit orang Kristen, yang setuju dengan Yesus
dalam hal ini. Kemiskinan semakin dipandang sebagai problem
teknis yang bisa diubah melalui intervensi. Ada kearifan umum
bahwa kebijakan-kebijakan yang didasarkan pada temuan-temuan
terbaru dalam agronomi, ekonomi, kedokteran, dan sosiologi
bisa mengeliminasi kemiskinan.
Dan sungguh, banyak bagian dari dunia ini sudah dibebaskan
dari bentuk-bentuk paling buruk dari kemiskinan. Sepanjang
sejarah, warga -warga menderita sebab dua jenis
kemiskinan: kemiskinan sosial, yang mencegah seseorang meraih
34. Benjamin Franklin melucuti senjata para dewa.
316
kesempatan yang tersedia bagi orang lain; dan kemiskinan biologis,
yang menempatkan kehidupan individu-individu pada risiko
sebab tiadanya makanan dan tempat tinggal. Mungkin kemiskinan
sosial tidak pernah bisa dientaskan, namun di banyak negara di
seluruh dunia, kemiskinan biologis yaitu keadaan masa lalu.
Sampai dengan masa yang mutakhir, sebagian besar orang
mengambang sangat dekat dengan garis kemiskinan biologis, yang
di bawahnya orang tidak punya cukup kalori untuk bertahan
hidup lama. Bahkan, miskalkulasi-miskalkulasi atau kemalangan-
kemalangan kecil bisa dengan mudah mendorong orang ke
bawah garis itu, menuju kelaparan. Bencana-bencana alam dan
bencana-bencana akibat ulah manusia sering menjerumuskan
segenap populasi ke dalam neraka, yang memicu kematian
jutaan orang. Kini sebagian besar penduduk dunia memiliki
jaring pengaman yang dibentangkan di bawah mereka. Individu-
individu dilindungi dari kemalangan personal dengan asuransi,
jaminan sosial yang disponsori negara dan semaraknya organisasi
non-pemerintah internasional. saat bencana melanda satu
wilayah, upaya-upaya bantuan seluruh dunia biasanya berhasil
mencegah keadaan memburuk. Orang masih menderita dari
berbagai degradasi, penistaan, dan sakit terkait kemiskinan,
namun di sebagian besar negara tak seorang pun yang kelaparan
sampai mati. Malah, di banyak warga semakin banyak
orang yang berada dalam bahaya kematian akibat kegemukan
ketimbang kelaparan.
Proyek Gilgamesh
Dari seluruh problem manusia yang seakan-akan tak bisa diatasi,
ada satu yang tetap paling mengusik, paling menarik, dan paling
penting: problem kematian itu sendiri. Sebelum era modern akhir,
sebagian besar agama dan ideologi menerima begitu saja bahwa
kematian yaitu nasib kita yang tak terelakkan. Lebih dari itu,
sebagian besar agama menjadikan kematian sebagai sumber utama
pemaknaan kehidupan. Coba bayangkan Islam, Kristen, atau
agama kuno Mesir dalam sebuah kata tanpa kematian. Kredo-
kredo ini mengajarkan kepada warga bahwa mereka harus
Penemuan Ketidaktahuan
317
siap menghadapi kematian dan menggantungkan harapan pada
kehidupan akhirat ketimbang mencari cara mengatasi kematian
dan hidup selamanya di sini di muka Bumi. Pikiran-pikiran
terbaik sibuk memberi makna pada kematian, bukan berusaha
menghindarinya. Itulah tema mitos yang paling kuno yang sampai
kepada kita—mitos Gilgamesh Sumeria kuno. Pahlawannya
yaitu pria paling kuat dan paling ulung di seluruh dunia, Raja
Gilgamesh dari Uruk, yang bisa mengalahkan siapa pun dalam
pertarungan. Suatu hari, sahabat Gilgamesh, Enkidu, meninggal.
Gilgamesh duduk di samping mayatnya dan memperhatikannya
selama beberapa hari, sampai dia melihat seekor belatung jatuh
dari lubang hidung sahabatnya itu. Saat itu Gilgamesh menggigil
sangat ketakutan, dan dia bertekad bahwa dia sendiri tidak akan
pernah mati. Dia berusaha mencari cara untuk mengalahkan
kematian. Gilgamesh kemudian melakukan sebuah perjalanan
ke ujung dunia, membunuh singa-singa, memerangi manusia-
manusia kalajengking, dan mencari jalan menuju neraka. Di sana
dia memecahkan raksasa batu Urshanabi* dan laki-laki perahu
di sungai orang-orang mati, dan mendapati Utnapishtim, orang
terakhir yang selamat dari banjir primordial. Namun, Gilgamesh
gagal dalam pencariannya. Dia kembali pulang dengan tangan
hampa, sefana biasanya, namun dengan sepotong kearifan baru.
saat para dewa menciptakan manusia, menurut hasil belajar
Gilgamesh, mereka menetapkan kematian sebagai akhir tak
terelakkan bagi manusia, dan manusia harus belajar untuk hidup
dengan itu.
Para murid kemajuan tidak mau menerima sikap kalah
ini . Bagi orang-orang sains, kematian bukan akhir yang
tak terelakkan, namun semata-mata problem teknis. Orang mati
bukan sebab para dewa memutuskannya, namun sebab berbagai
kegagalan teknis—serangan jantung, kanker, infeksi. Dan, setiap
problem teknis memiliki solusi teknis. Jika jantung berdebar, ia
bisa distimulasi dengan alat pemacu atau diganti dengan jantung
baru. Jika kanker menyerang, ia bisa dibunuh dengan obat atau
radiasi. Jika bakteri berbiak, mereka bisa ditundukkan dengan
* Juru kemudi.—penerj.
318
antibiotik. Benar, saat ini kita tidak bisa mengatasi semua problem
teknis itu. Namun, kita sedang bekerja untuk itu. Pikiran terbaik
kita bukan untuk menyia-nyiakan waktu mereka untuk berusaha
memaknai kematian. Namun, mereka sibuk menginvestigasi
sistem psikologis, hormonal, dan genetika yang memicu
penyakit dan usia tua. Mereka mengembangkan kedokteran baru,
perawatan revolusioner, dan organ-organ artifisial yang akan
memperpanjang hidup kita dan mungkin suatu hari mengalahkan
Malaikat Maut.
Sampai dengan masa kini, Anda tidak akan pernah
mendengar ilmuwan, atau siapa pun, berbicara begitu blak-
blakan. “Mengalahkan kematian?! Omong kosong apa itu!
Kita hanya berusaha mengobati penyakit kanker, tuberkulosis,
dan Alzheimer”, mereka menegaskan. Orang menghindari
isu kematian sebab tujuannya tampak terlalu sulit. Mengapa
menciptakan ekspektasi-ekspektasi yang tidak masuk akal?
Namun, kita sekarang sampai pada titik saat kita bisa jujur
tentang itu. Proyek terkemuka Revolusi Saintifik yaitu memberi
manusia kehidupan abadi. Bahkan, jika mengalahkan kematian
tampak seperti tujuan yang jauh, kita sudah mencapai beberapa
hal yang tak terbayangkan beberapa abad lalu. Pada 1199, Raja
Richard Si Hati Singa terkena panah di bahu kirinya. Kini kita
mengatakan bahwa dia mengalami luka ringan. Namun, pada
1199, sebab tiadanya antibiotik dan metode sterilisasi efektif,
luka ringan itu menjadi infeksi dan terbentuklah gangren
(pembusukan). Satu-satunya cara untuk menghentikan penyebaran
gangren pada abad ke-12 di Eropa yaitu dengan memotong
daging yang terinfeksi, namun tidak mungkin sebab infeksi itu
ada di bahu. Gangren menyebar ke seluruh tubuh Si Hati Singa
dan tak ada yang bisa membantu sang raja. Dia meninggal dalam
penderitaan mendalam dua pekan kemudian.
Sampai dengan abad ke-19, para dokter terbaik masih belum
tahu bagaimana mencegah infeksi dan menghentikan pembusukan
lapisan daging. Di rumah sakit-rumah sakit lapangan, para dokter
rutin mengamputasi tangan dan kaki tentara yang mengalami
bahkan luka ringan, sebab takut gangren. Amputasi-amputasi ini,
di samping semua prosedur medis lainnya (cabut gigi), dilakukan
Penemuan Ketidaktahuan
319
tanpa anestesi. Anestesi pertama—entah dengan kloroform atau
morfin—memasuki era pemakaian reguler dalam kedoteran Barat
baru terjadi pada pertengahan abad ke-19. Sebelum ditemukannya
kloroform, empat tentara harus memegangi seorang rekan yang
terluka sementara dokter memangkas daging yang terluka. Pada
pagi hari setelah pertempuran Waterloo (1815), tumpukan tangan
dan kaki yang dipotong bisa dilihat di dekat rumah sakit-rumah
sakit lapangan. Pada masa itu, para tukang kayu dan tukang jagal
yang diikutkan dalam angkatan perang sering dikirim untuk dinas
di korps medis sebab operasi memerlukan lebih dari sekadar
pengetahuan memakai pisau dan gergaji.
Dalam dua abad setelah Waterloo, keadaan berubah di luar
perkiraan. Pil, injeksi, dan operasi-operasi canggih menyelamatkan
kita dari banjir penyakit dan cedera yang dulu berakhir dengan
“hukuman mati” yang tak terelakkan. Semua itu juga melindungi
kita dari tak terhitung jenis sakit harian, yang oleh warga
pramodern diterima begitu saja sebagai bagian dari kehidupan.
Rata-rata angka harapan hidup melonjak dari sekitar 25 tahun
menjadi 40 tahun sampai 67 tahun di seluruh dunia, dan sampai
80 tahun di negara-negara maju.8
Kemunduran terburuk terjadi di lingkup angka kematian
anak. Sampai dengan abad ke-20, antara seperempat sampai
sepertiga anak di warga -warga agrikultur tidak pernah
mencapai usia dewasa. Sebagian besar takluk pada penyakit
kanak-kanak seperti difteri, campak, dan cacar. Di Inggris abad
ke-17, 150 dari setiap 1.000 kelahiran meninggal pada tahun
pertama mereka, dan sepertiga dari semua anak mati sebelum
mereka mencapai usia lima belas tahun.9 Kini, hanya 5 dari
1.000 bayi Inggris mati di tahun pertama mereka, dan hanya 7
dari 1.000 mati sebelum usia 15 tahun.10
Kita bisa menangkap pengaruh penuh dari angka-angka ini
dengan mengesampingkan statistika dan mencermati kisa-kisah
lain. Satu contoh yang bagus yaitu keluarga Raja Edward I
Inggris (1237–1307) dan istrinya, Ratu Eleanor (1241–1290).
Anak-anak mereka menikmati kondisi terbaik dan lingkungan
pengasuhan paling baik yang bisa diberikan oleh Eropa abad
pertengahan. Mereka hidup dalam istana-istana, makan sebanyak
320
makanan yang mereka suka, punya banyak pakaian hangat, tungku
api dengan persediaan baik, air terbersih, satu pasukan pembantu,
dan dokter-dokter terbaik. Beberapa sumber menyebutkan enam
belas anak dilahirkan Ratu Eleanor antara 1255 sampai 1284:
1. Seorang putri tanpa nama, lahir tahun 1255, meninggal saat
lahir.
2. Seorang putri, Catherine, meninggal pada usia 1 atau 3 tahun.
3. Seorang putri, Joan, meninggal pada usia 6 bulan.
4. Seorang putra, John, meninggal pada usia 5 tahun.
5. Seorang putra, Henry, meninggal pada usia 6 tahun.
6. Seorang putri, Eleanor, meninggal pada usia 29 tahun.
7. Seorang putri, tanpa nama, meninggal pada usia 5 bulan.
8. Seorang putri, Joan, meninggal pada usia 35 tahun.
9. Seorang putra, Alphonso, meninggal pada usia 10 tahun.
10. Seorang putri, Margaret, meninggal pada usia 58 tahun.
11. Seorang putri, Berengeria, meninggal pada usia 2 tahun.
12. Seorang putri, tanpa nama, meninggal tak lama setelah
kelahiran.
13. Seorang putri, Mary, meninggal pada usia 53 tahun.
14. Seorang putra, tanpa nama, meninggal tak lama setelah
kelahiran.
15. Seorang putri, Elizabeth, meninggal pada usia 34 tahun.
16. Seorang putra, Edward.
Si bungsu, Edward, yaitu anak laki-laki pertama yang
selamat dari tahun-tahun kanak-kanak yang berbahaya, dan
kematian ayahnya mengukuhkan putra mahkota Inggris menjadi
Raja Edward II. Dengan kata lain, Eleanor butuh 16 kali mencoba
menjalankan misi paling fundamental seorang ratu Inggris—
memberi suaminya laki-laki pewaris. Ibu Edward II pasti seorang
Penemuan Ketidaktahuan
321
perempuan yang memiliki kesabaran dan ketabahan istimewa.
Tidak demikian dengan perempuan yang dipilih Edward menjadi
istrinya, Isabella dari Prancis. Dialah penyebab terbunuhnya
Edward pada usia 53 tahun.11
Sepanjang yang bisa kita ketahui, Eleanor dan Edward I
yaitu pasangan sehat dan tak menurunkan penyakit bawaan
mematikan ke anak-anaknya. Meskipun demikian, 10 dari
16—62 persen—meninggal pada usia kanak-kanak. Hanya 6
yang berhasil hidup melewati usia 11 tahun, dan hanya 3—
hanya 18 persen—yang hidup melampaui usia 40 tahun. Selain
kelahiran-kelahiran ini, Eleanor sangat mungkin mengalami
beberapa kehamilan yang berakhir dengan keguguran. Rata-rata,
Edward dan Eleanor kehilangan anak setiap 3 tahun, 10 anak
susul-menyusul. Hampir mustahil bagi orangtua zaman sekarang
menanggung beban kehilangan seperti itu.
Berapa lama yang dibutuhkan untuk merampungkan
Proyek Gilgamesh—pencarian imortalitas? 500 tahun? 1.000
tahun? saat kita mengenang betapa sedikit yang kita tahu
tentang tubuh manusia pada tahun 1900, dan betapa banyak
pengetahuan yang kita dapatkan dalam satu abad saja, maka ada
alasan untuk optimistis. Para insinyur genetika belum lama ini
berhasil memperbesar 6 kali lipat rata-rata harapan hidup cacing-
cacing Caenorhabditis elegans worms.12 Bisakah mereka lakukan
hal yang sama untuk Homo sapiens? Para ahli nanoteknologi
sedang mengembangkan sistem kekebalan bionik yang tersusun
atas jutaan robot nano, yang akan menghuni tubuh-tubuh kita,
membuka saluran-saluran darah yang terblokade, memerangi
virus dan bakteri, mengeliminasi sel-sel kanker dan bahkan
membalikkan proses-proses penuaan.13 Beberapa ahli yang serius
mengemukakan bahwa pada 2050, sebagian manusia akan menjadi
a-mortal (bukan imortal sebab mereka tetap masih bisa mati
akibat kecelakaan, sedang a-mortal berarti bahwa dengan
absennya trauma fatal kehidupan mereka bisa diperpanjang tak
terbatas).
Entah Proyek Gilgamesh berhasil atau tidak, dari perspektif
sejarah, menarik untuk melihat bahwa sebagian besar agama
dan ideologi modern-akhir sudah menempatkan kematian
322
dan kehidupan setelah mati di luar rumus persamaan. Sampai
dengan abad ke-18, agama-agama memandang kematian dan
kehidupan sesudahnya penting untuk memaknai kehidupan.
Dimulai dari abad ke-18, agama-agama dan ideologi-ideologi
seperti liberalisme, sosialisme, dan feminisme kehilangan minat
pada kehidupan setelah mati. Apa, sih, sesungguhnya yang
terjadi pada seorang komunis setelah dia mati? Apa yang terjadi
pada seorang kapitalis? Apa yang terjadi pada seorang feminis?
Tak ada gunanya mencari jawaban dalam tulisan Marx, Adam
Smith, atau Simone de Beauvoir. Satu-satunya ideologi modern
yang masih menempatkan kematian pada peran sentral yaitu
nasionalisme. Dalam momen-momennya yang lebih puitis dan
putus asa, nasionalisme menjanjikan bahwa siapa pun yang mati
demi negara akan hidup selamanya dalam kenangan kolektif.
Namun, janji ini begitu membingungkan, yang bahkan orang
paling nasionalis pun tidak benar-benar tahu seperti apa.
Cukongnya Sains
Kita kini hidup dalam abad teknik. Banyak orang yakin bahwa
sains dan teknologi menyimpan jawaban untuk semua masalah
kita. Kita cukup biarkan para ilmuwan dan teknisi melanjutkan
pekerjaan mereka, dan mereka akan menciptakan surga di sini,
di muka Bumi. Namun, sains bukanlah sebuah usaha yang
berlangsung di atas suatu pesawat moral atau spiritual yang
superior di atas aktivitas manusia lain. Seperti semua bagian
dari kultur kita, ia dibentuk oleh kepentingan ekonomi, politik,
dan keagamaan.
Sains yaitu urusan yang sangat mahal. Seorang ahli
biologi yang berusaha memahami sistem kekebalan manusia
memerlukan laboratorium, tabung-tabung uji, bahan kimia,
dan mikroskop elektron, belum lagi para asisten lab, tukang
listrik, tukang ledeng, dan tukang bersih. Seorang ekonom yang
berusaha membuat model pasar kredit harus membeli komputer,
membuat bank-bank data raksasa, dan mengembangkan program-
program pemrosesan data yang rumit. Seorang arkeolog yang
Penemuan Ketidaktahuan
323
ingin memahami perilaku para pemburu-penjelajah kuno harus
bepergian ke tempat-tempat yang jauh, menggali reruntuhan-
reruntuhan kuno dan menetapkan tahun fosil tulang belulang
dan artefak-artefak. Semua itu butuh uang.
Dalam 500 tahun terakhir sains modern telah mencapai
keajaiban-keajaiban terutama berkat kesediaan pemerintahan-
pemerintahan, bisnis-bisnis, dan yayasan-yayasan serta donor
swasta untuk menyalurkan miliaran dolar ke riset saintifik.
Miliaran dolar ini telah memberi jauh lebih banyak ketimbang
yang diberikan oleh Galileo Galilei, Christopher Columbus, dan
Charles Darwin. Seandainya orang-orang genius istimewa ini tidak
pernah lahir, pengetahuan-pengetahuan mereka mungkin jatuh ke
orang lain. Namun, jika pendanaan yang cukup tidak tersedia,
tidak ada kehebatan intelektual yang bisa menggantikannya.
Kalau saja Darwin tidak pernah dilahirkan, misalnya, kita
kini merujukkan teori evolusi ke Alfred Russel Wallace, yang
menyodorkan ide evolusi via seleksi alam yang independen dari
Darwin dan hanya beberapa tahun sesudahnya. Namun, jika
kekuatan-kekuatan Eropa tidak pernah mendanai riset geografis,
zoologis, dan botanikal di seluruh dunia, Darwin maupun
Wallace tidak akan memiliki data empiris yang dibutuhkan untuk
mengembangkan teori evolusi. Bahkan, sangat mungkin mereka
tidak pernah mencobanya.
Mengapa miliaran dolar itu mulai mengalir dari pundi-pundi
pemerintahan dan bisnis ke lab-lab dan universitas-universitas?
Dalam lingkaran akademis, banyak orang yang cukup naif untuk
memercayai sains murni. Mereka percaya bahwa pemerintah dan
bisnis secara altruis memberi mereka uang untuk melakukan apa
pun proyek riset yang mereka gemari. Namun, ini hampir tidak
dapat menggambarkan realitas pendanaan sains.
Sebagian besar studi saintifik didanai sebab seseorang
percaya studi-studi itu bisa membantu mencapai tujuan politik,
ekonomi, atau keagamaan tertentu. Misalnya, pada abad ke-16,
raja-raja dan para bankir menyalurkan sumber daya yang sangat
besar untuk mendanai ekspedisi-ekspedisi geografi di seluruh
dunia, namun tidak sepeser pun untuk mempelajari psikologi
anak. Ini sebab para raja dan para bankir menduga bahwa
324
penemuan pengetahuan geografis baru akan memungkinkan
mereka menaklukkan wilayah-wilayah baru dan mendirikan
imperium-imperium dagang, sedang mereka tak melihat
keuntungan apa pun dalam memahami psikologi anak.
Pada 1940-an, pemerintah Amerika Serikat dan Uni Soviet
menyalurkan sumber daya yang sangat besar ke studi fisika nuklir,
dibandingkan ke arkeologi bawah laut. Mereka menduga bahwa
dengan mempelajari fisika nuklir mereka bisa mengembangkan
senjata-senjata nuklir, sedang arkeologi bawah laut tak
mungkin membantu mereka menang perang. Para ilmuwan sendiri
kini tidak selalu menyadari kepentingan politik, ekonomi, dan
keagamaan yang mengendalikan aliran uang; banyak ilmuwan,
memang, yang bekerja atas dasar keingintahuan intelektual
murni. Namun, jarang sekali ilmuwan yang mendiktekan agenda
saintifik mereka.
Andaipun kita ingin mendanai sains murni yang tak ter-
pengaruh oleh kepentingan politik, ekonomi, atau keagamaan,
itu yaitu hal yang mustahil untuk dilakukan. Bagaimanapun,
sumber daya-sumber daya kita terbatas. Mintalah seorang
anggota kongres untuk mengalokasikan tambahan jutaan dolar
ke National Science Foundation untuk riset dasar, dan dia akan
bertanya dengan alasan kuat apakah uang itu tidak lebih baik
dipakai buat pelatihan guru atau memberi keringanan pajak
bagi pabrik yang kesulitan dalam distriknya. Untuk menyalurkan
sumber daya terbatas kita harus me