Sapiens 11

 







njawab pertanyaan semacam, 

“Apanya yang lebih penting?” dan “Apanya yang bagus?” Dan, 

pertanyaan-pertanyaan ini jelas bukan pertanyaan saintifik. 

Sains bisa menjelaskan apa yang eksis di dunia, bagaimana 

sesuatu bekerja, dan apa yang mungkin terjadi di masa depan. 

Berdasarkan definisi, ia tidak punya pretensi untuk tahu apa 

yang harus terjadi pada masa depan. Hanya agama dan ideologi 

yang mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan semacam itu.

Renungkanlah kerumitan berikut ini: dua ahli biologi dari 

departemen yang sama, memiliki kemampuan profesional yang 

sama, keduanya sudah mengajukan permohonan bantuan satu 

juta dolar untuk mendanai proyek riset mereka yang sedang 

berjalan. Profesor Slughorn ingin mempelajari sebuah penyakit 


Penemuan Ketidaktahuan

325

yang menginfeksi ambing sapi, yang memicu  10 persen 

penurunan produksi susu. Profesor Sprout ingin mempelajari 

apakah sapi-sapi mengalami sakit mental saat  mereka dipisahkan 

dari anak-anaknya. Dengan asumsi bahwa jumlah uang terbatas, 

dan bahwa tidak mungkin mendanai kedua proyek riset itu, 

mana yang harus didanai?

Tidak ada jawaban saintifik untuk pertanyaan ini. Hanya 

ada jawaban politis, ekonomis, dan religius. Dalam dunia masa 

kini, jelas bahwa Slughorn memiliki peluang yang lebih baik 

untuk mendapatkan uang. Bukan sebab  penyakit kambing secara 

saintifik lebih menarik ketimbang mentalitas sapi, namun  sebab  

industri susu, yang akan mendapatkan manfaat dari riset itu, 

memiliki pengaruh politis dan ekonomis lebih besar ketimbang 

lobi para aktivis hak-hak binatang.

Mungkin dalam satu warga  Hindu yang ketat, di mana 

sapi-sapi disakralkan, atau dalam warga  yang berkomitmen 

pada hak-hak binatang, Profesor Sprout-lah yang akan berpeluang 

lebih besar. Namun, sepanjang dia hidup dalam warga  yang 

lebih menghargai potensi komersial susu dan kesehatan untuk 

manusia-manusia penduduknya di atas perasaan sapi, maksimal 

dia bisa menyusun proposal riset yang sejalan dengan asumsi-

asumsi itu. Misalnya, dia mungkin akan menulis bahwa “Depresi 

memicu  penurunan produksi susu. Jika kita memahami 

dunia mental sapi-sapi perah, kita bisa mengembangkan medikasi 

psikiatris yang akan memperbaiki kondisi mental mereka sehingga 

meningkatkan produksi susu sampai 10 persen. Saya menaksir 

bahwa ada nilai pasar global tahunan sebesar $250 juta untuk 

medikasi psikiatris sapi”.

Sains tidak bisa menentukan prioritasnya sendiri. Ia juga tidak 

mampu menentukan apa yang harus dilakukan dengan penemuan-

penemuannya. Misalnya, dari sudut pandang yang murni saintifik 

tidak jelas apa yang harus kita lakukan dengan meningkatnya 

pemahaman tentang genetika. Apakah kita harus memakai  

pengetahuan ini untuk mengobati kanker atau menciptakan 

ras yang secara genetik direkayasa menjadi manusia-manusia 

super, atau merekayasa sapi-sapi perah dengan ambing-ambing 

berukuran super? Jelas bahwa pemerintah liberal, pemerintahan 


 

326

Komunis, pemeritanah Nazi, dan korporasi bisnis kapitalis akan 

memakai  penemuan saintifik yang sama untuk tujuan-tujuan 

yang sama sekali berbeda, dan tidak ada alasan saintifik untuk 

memilih satu di antara penggunaan-penggunaan itu.

Singkatnya, riset saintifik hanya bisa berkembang dalam 

aliansi dengan agama atau ideologi. Ideologi menjustifikasi biaya 

riset. Sebagai imbalan, ideologi memengaruhi agenda saintifik 

dan menentukan apa yang harus dilakukan dengan penemuan-

penemuan itu. Oleh sebab nya, dalam memahami bagaimana 

manusia meneliti Alamogordo dan Bulan—ketimbang tujuan-

tujuan alternatif lain mana pun—tidak cukup dengan mensurvei 

pencapaian-pencapaian para ahli fisika, biologi, dan sosiologi. 

Kita harus mempertimbangkan kekuatan ideologis, politis, dan 

ekonomis yang membentuk fisika, biologi, sosiologi, dengan 

mendorongnya ke arah-arah tertentu seraya mengabaikan yang 

lain.

Ada dua kekuatan yang benar-benar pantas untuk kita 

perhatikan: imperialisme dan kapitalisme. Celah umpan balik 

antara sains, imperium, dan modal telah menjadi mesin utama 

sejarah selama 500 tahun terakhir ini. Bab-bab selanjutnya akan 

menganalisis bagaimana prosesnya. Pertama, kita akan melihat 

bagaimana turbin kembar sains dan imperium saling mengunci, 

dan kemudian menelisik bagaimana keduanya menyangkut ke 

pompa uang kapitalisme.


 15

Perkawinan Sains dan 

Imperium

Berapa jauh Matahari dari Bumi? Ini sebuah pertanyaan yang 

mengusik banyak astronom modern awal, terutama setelah 

Copernicus mengemukakan bahwa Matahari, bukan Bumi, terletak 

di pusat alam semesta. Sejumlah astronom dan matematikawan 

berusaha mengalkulasi jaraknya, namun  metode mereka membawa 

hasil yang sangat beragam. Satu alat tepercaya untuk melakukan 

pengukuran itu akhirnya diajukan pada pertengahan abad ke-18. 

Setiap beberapa tahun, Planet Venus melintas langsung antara 

Matahari dan Bumi. Durasi pelintasan berbeda saat  dilihat 

dari titik jauh di atas permukaan Bumi sebab  perbedaan kecil 

sudut yang dipakai  pemantau untuk melihatnya. Jika beberapa 

observasi terhadap pelintasan yang sama dilakukan dari kontinen 

yang berbeda, cukup trigonometri sederhana yang dibutuhkan 

untuk mengalkulasi jarak pasti dari Matahari.

Para astronom meramalkan bahwa pelintasan-pelintasan Venus 

berikutnya akan terjadi pada 1761 dan 1769. Maka, ekspedisi-

ekspedisi dikirim dari Eropa ke empat sudut dunia dalam rangka 

mengobservasi pelintasan-pelintasan ini  dari sebanyak 

mungkin titik jauh. Pada 1761, para ilmuwan mengobservasi 

pelintasan dari Siberia, Amerika Utara, Madagaskar, dan Afrika 

Selatan. saat  pelintasan mendekat pada 1769, komunitas 

saintifik Eropa meningkatkan upayanya, dan para ilmuwan 

dikirim sampai sejauh Kanada utara dan California (yang saat 

itu masih hutan belantara). Royal Society of London for the 

Improvement of Natural Knowledge menyimpulkan bahwa itu 

tidak cukup. Untuk mendapatkan hasil yang paling akurat, maka 


 

328

wajib untuk mengirim seorang astronom ke Samudra Pasifik 

bagian barat daya.

Royal Society mantap mengirim seorang astronom terkemuka, 

Charles Green, ke Tahiti, dan menyiapkan apa pun dan berapa pun 

uang yang dibutuhkan. Namun, sebab  menyangkut pendanaan 

ekspedisi yang begitu mahal, sulit dibayangkan pendanaan itu 

dipakai  hanya untuk sebuah observasi astronomi tunggal. 

Oleh sebab  itu, Green ditemani satu tim 8 ilmuwan dari 

beberapa disiplin, yang dipimpin 2 ahli tanaman Joseph Banks 

dan Daniel Solander. Dalam tim juga ada seniman-seniman yang 

ditugasi menghasilkan lukisan lahan-lahan baru, tumbuhannya, 

binatangnya, dan orang-orangnya, yang tentu saja bakal ditemui 

para ilmuwan. Dilengkapi dengan alat-alat saintifik yang paling 

maju yang bisa dibeli Banks dan Royal Society, ekspedisi itu 

berada di bawah komando Kapten James Cook, seorang pelaut 

berpengalaman, yang juga seorang ahli Ilmu Bumi dan etnografi 

yang mumpuni.

Ekspedisi bertolak dari Inggris pada 1768, mengobservasi 

pelintasan Venus dari Tahiti pada 1769, mengintai beberapa pulau 

Pasifik, mengunjungi Australia dan Selandia Baru, dan kembali 

ke Inggris pada 1771. Ekspedisi itu membawa pulang data 

dalam jumlah besar di bidang astronomi, geografi, meteorologi, 

botani, zoologi, dan antropologi. Temuan-temuannya memberi 

kontribusi besar bagi sejumlah disiplin, memicu imajinasi bangsa 

Eropa dengan cerita-cerita menakjubkan tentang Pasifik Selatan, 

dan menginspirasi generasi-generasi masa depan ahli ilmu alam 

dan astronomi. Salah satu bidang yang mendapat manfaat dari 

ekspedisi Cook yaitu  kedokteran. Pada masa itu, kapal-kapal 

yang berlayar ke daratan-daratan yang jauh tahu bahwa lebih 

dari setengah anggota awak mereka akan mati dalam perjalanan. 

Siksaannya bukan berupa penduduk pribumi yang marah, kapal-

kapal musuh atau rindu kampung halaman, melainkan sebuah 

penyakit misterius yang disebut scurvy*. Kaum pria yang terjangkit 

penyakit itu menjadi lesu dan tertekan, dan gusi serta bagian-

bagian daging lain mereka berdarah. Saat penyakit berkembang, 

*  Sebuah penyakit yang disebabkan defisiensi vitamin C, dengan tanda-tanda 

bengkak gusi dan terbukanya kembali luka yang sudah sembuh.—penerj.


gigi mereka rontok, luka-luka muncul dan mereka demam, tubuh 

menguning, dan kehilangan kontrol keseimbangan. Antara abad 

ke-16 sampai abad ke-18, scurvy diperkirakan menewaskan 

sekitar dua juta pelaut. Tak seorang pun tahu penyebabnya, dan 

apa pun pengobatan yang dicoba, para pelaut terus berguguran. 

Titik baliknya terjadi pada 1747, saat  seorang dokter Inggris, 

James Lind, melakukan eksperimen terkontrol kepada para pelaut 

yang menderita penyakit ini . Dia membagi mereka dalam 

beberapa kelompok dan memberi tiap-tiap kelompok perawatan 

yang berbeda-beda. Salah satu kelompok uji disuruh makan buah 

jeruk, obat rakyat yang umum untuk scurvy. Para pasien dalam 

kelompok ini cepat membaik. Lind tidak tahu apa kandungan 

buah jeruk yang tidak dimiliki tubuh para pelaut, namun  kini 

kita tahu bahwa itu yaitu  vitamin C. Muatan bekal makanan 

dalam kapal yang umum pada waktu itu tampaknya kurang 

zat-zat yang kaya akan nutrisi esensial ini. Dalam perjalanan-

perjalanan jarak jauh para pelaut biasanya hidup dengan biskuit 

dan dendeng sapi, dan hampir tidak makan buah atau sayur.

Angkatan Laut Kerajaan tak yakin dengan eksperimen Lind, 

namun  James Cook percaya. Dia mantap untuk membuktikan 

bahwa dokter itu benar. Dia memuat ke kapalnya asinan kubis 

dalam jumlah besar dan memerintahkan para pelautnya makan 

banyak buah-buahan dan sayur-sayuran segar setiap kali ekspedisi 

bertolak. Dan, Cook tidak kehilangan seorang pelaut pun akibat 

scurvy. Dalam beberapa dekade kemudian, semua angkatan laut 

dunia mengadopsi diet laut Cook, dan tak terhitung nyawa 

pelaut dan penumpang terselamatkan.1

Meskipun demikian, ekspedisi Cook membawa hasil lain yang 

jauh lebih mengenaskan. Cook bukan hanya seorang pelaut dan 

ahli Ilmu Bumi berpengalaman, melainkan juga seorang perwira 

angkatan laut. Royal Society memang mendanai banyak bagian 

dari biaya ekspedisi, namun  kapal itu sendiri disediakan oleh 

Angkatan Laut Kerajaan.

Angkatan Laut juga memperbantukan 85 pelaut dan marinir 

dengan persenjataan bagus, dan memper lengkapi kapal dengan 

artileri, senapan, bubuk mesiu, dan persenjataan lain. Banyak 

informasi yang dikumpulkan oleh ekspedisi itu—terutama 



 

330

data astronomi, geografi, meteorologi, dan antropologi—jelas 

memiliki nilai politis dan militer. Penemuan perawatan efektif 

untuk scurvy memberi kontribusi besar bagi kontrol Inggris atas 

lautan dunia dan kemampuannya mengirim angkatan perang ke 

sisi lain dunia. Cook mendapatkan banyak pulau dan daratan 

untuk Inggris, terutama Australia. Ekspedisi Cook meletakkan 

fondasi bagi pendudukan Inggris atas Samudra Pasifik barat 

daya; penaklukan Australia, Tasmania, dan Selandia Baru; dan 

pembasmian kultur-kultur pribumi mereka dan sebagian besar 

populasi pribumi mereka.2

Pada abad sesudah ekspedisi Cook, lahan-lahan paling subur 

Australia dan Selandia Baru direbut dari penghuni asalnya oleh 

para pemukim Eropa. Populasi pribumi turun sampai 90 persen 

dan yang selamat menjadi sasaran penindasan rasial rezim yang 

kejam. Bagi Aborigin Australia dan Maori Selandia Baru, ekspedisi 

Cook yaitu  awal dari bencana, yang membuat mereka tak 

pernah bisa pulih seperti sediakala.

Nasib lebih buruk menimpa pribumi Tasmania. Setelah 10.000 

tahun selamat dalam isolasi nan megah, mereka benar-benar 

tersapu, sampai laki-laki, perempuan, dan anak terakhir, dalam 

satu abad kedatangan Cook. Para pemukim Eropa pertama-

tama mendesak mereka keluar dari daerah-daerah paling kaya 

di pulau ini , dan kemudian, bahkan tergiur oleh belantara 

yang tersisa, memburu dan membunuh mereka secara sistematis. 

Beberapa orang yang selamat diarak menuju kamp konsentrasi 

evangelis. Di sana, para misionaris yang punya maksud baik 

namun  kurang terbuka pikirannya, berusaha mengindoktrinasi 

mereka dengan cara-cara dunia modern. Orang-orang Tasmania 

diajari membaca dan menulis, agama Kristen, dan berbagai 

“keterampilan produktif ” seperti menjahit baju dan berladang. 

Namun, mereka menolak untuk belajar. Mereka bahkan menjadi 

semakin melankolis, berhenti punya anak, kehilangan minat pada 

kehidupan, dan akhirnya memilih satu-satunya rute untuk lari 

dari dunia sains dan kemajuan modern—kematian.

Sayang, sains dan kemajuan mengejar mereka bahkan sampai 

ke liang lahat. Mayat-mayat orang Tasmania terakhir direbut 



331

atas nama sains oleh para antropolog dan kurator. Mereka 

dibedah, ditimbang, dan diukur, serta dianalisis dalam artikel-

artikel yang dipelajari. Tengkorak-tengkorak dan tulang belulang 

kemudian dipajang di museum-museum dan koleksi-koleksi 

antropologi. Baru pada 1976 Museum Tasmania menyerahkan 

pemakaman tulang-tulang Truganini, pribumi Tasmania terakhir, 

yang meninggal 100 tahun sebelumnya. Sekolah Tinggi Operasi 

Kerajaan Inggris menyimpan sampel-sampel kulit dan rambutnya 

sampai 2002.

Apakah kapal Cook merupakan ekspedisi saintifik yang 

dilindungi kekuatan militer atau ekspedisi militer dengan 

mengikutsertakan sejumlah ilmuwan? Itu sama saja seperti 

bertanya apakah tangki bahan bakar Anda setengah penuh 

atau setengah kosong. Dua-duanya benar. Revolusi Saintifik 

dan imperialisme modern tak terpisahkan. Orang-orang seperti 

Kapten James Cook dan ahli tumbuhan Joseph Banks hampir tak 

bisa membedakan sains dari imperium. Demikian pula Truganini 

yang malang.

Mengapa Eropa?

Fakta bahwa orang-orang dari sebuah pulau besar di Atlantik 

utara menaklukkan sebuah pulau besar di sebelah selatan Australia 

yaitu  sebuah kejadian yang lebih aneh dalam sejarah. Tak lama 

sebelum ekspedisi Cook, pulau-pulau Inggris dan Eropa barat 

secara umum yaitu  perairan belakang dunia Mediterania nan 

jauh. Sedikit hal yang berarti terjadi di sana. Bahkan, Imperium 

Romawi—satu-satunya imperium Eropa pramodern—memperoleh 

sebagian besar kekayaannya dari provinsi-provinsi Afrika Utara, 

Balkan, dan Timur Tengah. Provinsi-provinsi Eropa barat Romawi 

yaitu  sebuah Wild West miskin, yang berkontribusi sedikit, selain 

dari mineral dan budak. Eropa utara juga begitu terpencil dan 

barbar sehingga tak cukup layak untuk ditaklukkan.

Baru pada akhir abad ke-15, Eropa menjadi sebuah arena 

panas yang penting bagi perkembangan-perkembangan militer, 


 

332

politik, ekonomi, dan kultural. Antara tahun 1500 sampai 

1750, Eropa barat mendapatkan momentum dan menjadi tuan 

bagi “Dunia Luar”, yang berarti dua kontinen Amerika dan 

samudranya. Meskipun demikian, pada masa itu bahkan Eropa 

bukan tandingan bagi kekuatan-kekuatan besar Asia. Orang-

orang Eropa berhasil menaklukkan Amerika dan mendapatkan 

supremasi di laut, terutama sebab  kekuatan-kekuatan Asiatik 

menunjukkan minat kecil padanya. Era modern awal yaitu  

masa keemasan Imperium Ottoman di Mediterania, Imperium 

Safavid di Persia, Imperium Mughal di India, serta Dinasti Ming 

dan Qing China. Mereka memperluas teritori secara signifikan 

dan menikmati pertumbuhan demografis dan ekonomis yang 

belum ada presedennya. Pada 1775, Asia menyumbang 80 

persen ekonomi dunia. Ekonomi gabungan India dan China saja 

35. Truganini, pribumi 

Tasmania terakhir.



333

menyumbang dua pertiga produksi global. Jika dibandingkan, 

Eropa waktu itu yaitu  cebol.3

Pusat kekuatan dunia baru beralih ke Eropa pada masa 

antara tahun 1750 sampai 1850, saat  Eropa mempermalukan 

kekuatan-kekuatan Asia dalam serangkaian perang dan 

menaklukkan bagian-bagian besar Asia. Sampai tahun 1900 

orang-orang Eropa dengan kokoh menguasai ekonomi dunia dan 

sebagian besar teritorinya. Pada 1950, Eropa Barat dan Amerika 

Serikat bersama-sama menyumbang lebih dari setengah produksi 

global, sedang  porsi China terpangkas menjadi 5 persen.4 

Di bawah pengawasan Eropa, sebuah tatanan global dan kultur 

global baru muncul. Kini seluruh manusia, pada ukuran yang 

lebih besar dari yang mereka biasa akui, yaitu  Eropa dalam 

hal pakaian, pemikiran, dan citarasa. Mereka mungkin gigih 

anti-Eropa dalam retorika, namun  hampir setiap orang di muka 

Planet Bumi ini memandang politik, kedokteran, perang, dan 

ekonomi dengan mata Eropa, mendengarkan musik yang ditulis 

dalam gaya Eropa dengan kata-kata dari bahasa-bahasa Eropa. 

Bahkan, ekonomi China yang kini berkembang, yang mungkin 

segera meraih kembali keunggulan globalnya, dibangun dengan 

model produksi dan keuangan Eropa.

Bagaimana orang-orang berjemari kaku dari Eurasia ini 

berhasil mencuat dari sudut terpencil Bumi dan menaklukkan 

seluruh dunia? Para ilmuwan Eropa-lah yang sering mendapat 

pujian. Tak terbantahkan bahwa sejak 1850 dan seterusnya 

dominasi Eropa bertumpu terutama pada jalinan militer-industri-

sains dan keunggulan teknologikal. Seluruh imperium yang 

berhasil pada abad modern akhir menggalang riset saintifik 

dengan harapan panen inovasi-inovasi teknologi, dan banyak 

ilmuwan menghabiskan sebagian besar waktu kerja mereka 

pada senjata, kedokteran, dan mesin-mesin untuk tuan-tuan 

imperium mereka. Ungkapan umum di kalangan para tentara 

Eropa yang menghadapi musuh-musuh Afrika yaitu , “Majulah 

dengan apa pun, kami punya senapan mesin, dan mereka tidak.” 

Teknologi-teknologi sipil tak kalah pentingnya. Makanan-

makanan kalengan mengenyangkan tentara, rel kereta api dan 

kapal uap mengangkut tentara dan bekal mereka, sementara satu 


 

334

gudang baru obat-obatan mengobati tentara, pelaut, dan para 

insinyur lokomotif. Kemajuan-kemajuan logistik ini memainkan 

peran yang lebih signifikan dalam penaklukan Eropa atas Afrika 

ketimbang senapan mesin.

namun  keadaannya tidak demikian sebelum 1850. 

Persekutuan militer-industri-sains masih bayi; buah-buah teknologi 

dari Revolusi Saintifik belum matang; dan jurang teknologi 

antara kekuatan Eropa, Asiatik, dan Afrika masih kecil. Pada 

1770, James Cook sudah pasti memiliki teknologi yang jauh 

lebih bagus ketimbang Aborigin Australia, namun  demikian pula 

China dan Ottoman. Mengapa kemudian Austrila dieksplorasi dan 

dikolonisasi oleh Kapten James Cook, dan bukan oleh Kapten 

Wan Zhengse atau kapten Hussein Pasha? Lebih penting lagi, jika 

pada 1770 orang-orang Eropa tak punya keunggulan teknologi 

yang signifikan atas Muslim, India, dan China, bagaimana 

mungkin mereka berhasil dalam abad berikutnya membuka jurang 

pemisah antara mereka dan kekuatan lain di dunia?

Mengapa persekutuan militer-industri-sains mekar di Eropa, 

dan bukan di India? saat  Inggris melompat maju, mengapa 

Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat dengan cepat menyusul, 

sedang  China tertinggal di belakang? saat  gap antara 

bangsa-bangsa industri dan non-industri menjadi sebuah faktor 

ekonomi dan politik yang jelas, mengapa Rusia, Italia, dan Austria 

berhasil mendekatinya, sedang  Persia, Mesir, dan Imperium 

Ottoman gagal? Lagi pula, teknologi dari gelombang industri 

pertama relatif sederhana. Apakah terlalu berat bagi China atau 

Ottoman untuk merancang mesin uap, membuat senapan mesin, 

dan memasang rel kereta api?

Kereta api komersial pertama di dunia terbuka untuk bisnis 

pada 1830, di Inggris. Pada 1850, negara-negara Barat dibelah-

belah oleh hampir 40.000 kilometer jalur kereta api—namun  

di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Latin hanya ada 4.000 

kilometer jalur. Pada 1880, Barat memasang lagi jumlahnya 

menjadi lebih dari 350.000 kilometer jalur kereta api (dan 

sebagian besar ini buat oleh Inggris di India).5 Rel kereta api 

pertama di China baru dibuka pada 1876. Panjangnya 25 

kilometer dan dibangun oleh orang-orang Eropa—pemerintah 



335

China menghancurkannya setahun kemudian. Pada 1880, 

Imperium China tidak mengoperasikan satu pun rel kereta api. 

Rel kereta api pertama di Persia baru dibangun pada 1888, 

dan rel itu menghubungkan Teheran dengan sebuah situs suci 

Muslim sekitar 10 kilometer di sebelah selatan ibu kota. Rel 

itu dibangun dan dioperasikan oleh sebuah perusahaan Belgia. 

Pada 1950, total jaringan rel kereta api di Persia masih teramat 

kecil, 2.500 kilometer, di sebuah negara dengan ukuran tujuh 

kali luas Inggris.6

China dan Persia tidak kekurangan penemuan teknologi 

semacam mesin uap (yang bisa dengan bebas ditiru atau dibeli). 

Mereka tak punya nilai-nilai, mitos-mitos, perangkat yudisial, 

dan struktur sosiopolitik yang butuh waktu berabad-abad untuk 

terbentuk dan matang di Barat dan yang tidak bisa ditiru dan 

diinternalisasi secara cepat. Prancis dan Amerika Serikat dengan 

cepat mengikuti jejak Inggris sebab  Prancis dan Amerika sudah 

memiliki mitos-mitos paling penting yang sama dengan mitos-

mitos serta struktur-struktur sosial Inggris. China dan Persia 

tidak bisa mengejar dengan cepat sebab  mereka memandang 

dan mengorganisasi warga  mereka secara berbeda.

Penjelasan ini membuka pemahaman baru tentang periode 

dari 1500 sampai 1850. Pada era ini Eropa tidak memiliki 

keunggulan yang jelas di bidang teknologi, politik, militer, 

atau ekonomi atas kekuatan-kekuatan Asia, namun  kontinen 

itu membangun sebuah potensi unik, yang maknanya tiba-tiba 

menjadi jelas sekitar 1850. Kesetaraan yang jelas antara dunia 

Eropa, China, dan Muslim pada 1750 sesunggunya hanyalah 

khayalan belaka. Bayangkan dua tukang bangunan, masing-

masing sibuk membangun menara yang sangat tinggi. Satu 

tukang bangunan memakai  kayu dan batu bata tanah liat, 

sedang  yang lain memakai  baja dan beton. Mula-mula 

tampak bahwa tidak banyak perbedaan antara kedua metode 

itu sebab  kedua menara tumbuh dengan kecepatan sama dan 

mencapai ketinggian yang sama. Namun, begitu ambang batasnya 

terlampaui, kayu dan batu bata tanah liat tidak bisa menahan 

beban dan runtuh, sedang  menara baja dan beton tumbuh 

lantai demi lantai, sejauh mata bisa melihat.


 

336

Potensi apa yang dikembangkan Eropa pada periode modern 

awal sehingga memungkinkannya mendominasi dunia modern 

akhir? Ada dua jawaban yang saling melengkapi untuk pertanyaan 

ini: sains modern dan kapitalisme. Bangsa Eropa biasa berpikir 

dan berperilaku dalam cara saintifik dan kapitalis, bahkan sebelum 

mereka menikmati keunggulan-keunggulan teknologi signifikan 

yang mana pun. saat  bonanza teknologi dimulai, bangsa Eropa 

bisa memanfaatkannya jauh lebih bagus ketimbang bangsa lain 

mana pun. Jadi, sulit untuk disebut sebagai kebetulan bahwa 

sains dan kapitalisme membentuk warisan paling penting yang 

diwariskan imperialisme Eropa ke dunia pos-Eropa abad ke-21. 

Eropa dan bangsa Eropa tidak lagi menguasai dunia, namun  sains 

dan modal tumbuh semakin kuat. Kemenangan-kemenangan 

kapitalisme diulas dalam bab sesudah ini. Bab ini dikhususkan 

untuk kisah cinta antara imperialisme Eropa dan sains modern. 

Mentalitas Penakluk

Sains modern tumbuh subur berkat imperium-imperium Eropa. 

Disiplin ini jelas berutang sangat besar pada tradisi-tradisi saintifik 

kuno, seperti Yunani, China, India, dan Islam kuno, namun  

karakter uniknya mulai terbentuk baru pada awal periode modern, 

bergandeng tangan dengan ekspansi Spanyol, Portugal, Inggris, 

Prancis, Rusia, dan Belanda. Dalam periode modern awal, bangsa 

China, India, Muslim, Pribumi Amerika, dan Polynesia terus 

memberi kontribusi penting bagi Revolusi Saintifik. Pandangan-

pandangan mendalam para ekonom Muslim dipelajari oleh Adam 

Smith dan Karl Marx, perawatan-perawatan yang dipelopori 

oleh para dokter Pribumi Amerika menemukan jalan memasuki 

naskah-naskah medis Inggris dan data yang diserap dari para 

informan Polynesia merevolusi antropologi Barat. Namun, sampai 

dengan pertengahan abad ke-20, orang-orang yang meramu 

begitu banyak penemuan saintifik, untuk menciptakan disiplin-

disiplin saintifik dalam proses itu, yaitu  kaum elite berkuasa 

dan intelektual dari imperium-imperium global Eropa. Timur 

jauh dan dunia Islam menghasilkan pikiran-pikiran sepintar dan 



337

segesit orang Eropa. Namun, antara tahun 1500 sampai 1950 

mereka tidak menghasilkan apa pun yang bahkan mendekati 

penemuan fisika Newton atau biologi Darwinian.

Ini tidak berarti bahwa bangsa Eropa memiliki gen unik untuk 

sains, atau bahwa mereka akan selamanya mendominasi studi 

fisika dan biologi. Sebagaimana Islam memulai sebagai sebuah 

monopoli bangsa Arab, namun  kemudian diambil alih oleh orang 

Turki dan Persia, demikian pula sains bermula sebagai keahlian 

Eropa, namun  kini menjadi suatu ikhtiar multi-etnis.

Apa yang menyatukan ikatan historis antara sains modern 

dan imperialisme Eropa? Teknologi yaitu  sebuah faktor penting 

pada abad ke-19 dan k-20, namun  pada era modern awal, ia 

memiliki makna yang terbatas. Faktor kuncinya yaitu  bahwa 

para ahli botani pencari tumbuhan dan perwira laut pencari 

koloni memiliki jalan pikiran yang serupa. Baik ilmuwan maupun 

penakluk memulai dengan pengakuan ketidaktahuan—mereka 

sama-sama mengatakan “Saya tidak tahu apa yang ada di luar 

sana”. Mereka sama-sama merasa tergugah untuk pergi keluar 

dan menghasilkan penemuan-penemuan baru. Dan, mereka 

sama-sama berharap pengetahuan baru yang diperoleh akan 

menjadikan mereka penguasa dunia.

Imperialisme Eropa sama sekali tidak seperti semua proyek 

imperium lain dalam sejarah. Para pembangun imperium 

sebelumnya cenderung berasumsi bahwa mereka sudah memahami 

dunia. Penaklukan semata-mata memanfaatkan dan menyebarkan 

pandangan mereka tentang dunia. Bangsa Arab, sebagai contoh, 

tidak menaklukkan Mesir, Spanyol, atau India dalam rangka 

menemukan sesuatu yang mereka tidak tahu. Bangsa Romawi, 

Mongolia, dan Aztec dengan rakus menaklukkan tanah-tanah baru 

untuk mencari kekuasaan dan kekayaan—bukan pengetahuan. 

Sebaliknya, para imperialis Eropa bertolak menuju daratan-

daratan jauh dengan harapan mendapatkan pengetahuan baru 

yang ada di teritori-teritori baru.

James Cook bukan penjelajah pertama yang berpikir 

demikian. Para pelancong Portugis dan Spanyol abad ke-15 

dan ke-16 sudah melakukan. Pangeran Henry Sang Navigator 

dan Vasco da Gama mengeksplorasi pesisir-pesisir Afrika dan, 


 

338

sambil melakukan itu, merebut kontrol atas pulau-pulau dan 

pelabuhan-pelabuhan. Christopher Columbus “menemukan” 

Amerika dan langsung mengklaim kedaulatan atas tanah-tanah 

baru itu untuk raja-raja Spanyol. Ferdinand Magellan menemukan 

jalan ke seluruh dunia, dan secara simultan meletakkan fondasi 

bagi penaklukan Filipina.

Seiring berlalunya waktu, penaklukan pengetahuan dan 

penaklukan teritori menjadi semakin erat terjalin. Pada abad ke-18 

dan ke-19, hampir setiap ekspedisi militer penting yang bertolak 

dari Eropa ke tanah-tanah jauh membawa serta, dalam kapal-kapal 

mereka, para ilmuwan yang tidak ditujukan untuk berperang, 

namun  untuk menghasilkan penemuan-penemuan saintifik. saat  

Napoleon menginvasi Mesir pada 1798, dia membawa 165 ahli 

bersamanya. Di antaranya, mereka mendirikan disiplin yang 

baru sama sekali, Egyptologi, dan memberi kontribusi-kontribusi 

penting bagi studi agama, linguistik, dan botani.

Pada 1831, Angkatan Laut Kerajaan mengirim kapal 

HMS Beagle untuk memetakan pesisir-pesisir Amerika Latin, 

Kepulauan Falkland, dan Kepulauan Galapagos. Angkatan Laut 

itu membutuhkan pengetahuan dalam rangka membangun 

persiapan yang lebih baik guna menghadapi peperangan. 

Kapten kapal, yang seorang ilmuwan amatir, memutuskan 

untuk menambahkan seorang geolog dalam ekspedisi untuk 

mempelajari formasi-formasi geologis yang mungkin mereka 

temukan dalam perjalanan. Setelah beberapa geolog menolak 

undangannya, kapten menawarkan pekerjaan itu kepada seorang 

lulusan Cambridge berusia 22 tahun, Charles Darwin. Darwin 

sudah belajar untuk menjadi seorang pendeta Anglican, namun  

jauh lebih tertarik dengan geologi dan ilmu alam ketimbang 

Injil. Dia langsung meraih kesempatan itu, dan selebihnya yaitu  

sejarah. Kapten menghabiskan waktu dalam perjalanan untuk 

menggambar peta-peta militer sementara Darwin mengumpulkan 

data-data empiris dan memformulasi pandangan-pandangan yang 

kelak menjadi teori evolusi.

Pada 20 Juli 1969, Neil Amstron dan Buzz Aldrin mendarat di 

permukaan Bulan. Dalam bulan-bulan menuju ekspedisi mereka, 



339

para astronot Apollo 11 berlatih di sebuah gurun terpencil 

mirip Bulan di Amerika Serikat bagian barat. Area itu yaitu  

wilayah beberapa komunitas pribumi Amerika, dan terbetiklah 

kisah—atau legenda—yang menggambarkan pertemuan antara 

para astronot dan salah satu penduduk lokal.

Suatu hari saat latihan, para astronot berpapasan dengan 

seorang tua Pribumi Amerika. Laki-laki itu bertanya kepada 

mereka, apa yang sedang mereka lakukan di sana. Mereka 

menjawab bahwa mereka yaitu  bagian dari ekspedisi riset yang 

akan segera bepergian untuk mengeksplorasi Bulan. Mendengar 

jawaban ini , laki-laki itu terdiam selama beberapa saat, 

dan kemudian menanyakan apakah para astronot itu bisa 

membantunya.

“Apa yang kamu inginkan?” tanya mereka.

“Ya, warga  suku kami percaya bahwa para arwah suci 

hidup di Bulan. Saya berharp Anda bisa menyampaikan sebuah 

pesan penting kepada mereka dari warga  saya,” kata laki-

laki itu.

“Apa pesannya?” tanya para astronot.

Pria itu menggumamkan sesuatu dalam bahasa sukunya, 

kemudian meminta para astronot mengulanginya lagi dan lagi 

sampai mereka bisa menghafal dengan benar.

“Apa artinya itu?” tanya para astronot.

“Oh, saya tidak bisa beri tahu kalian. Itu rahasia yang hanya 

boleh diketahui oleh suku kami dan para arwah di Bulan.”

Kembali ke pangkalan mereka, para astronot mencari dan 

terus mencari sampai mereka menemukan seseorang yang 

mengerti bahasa suku itu, dan memintanya untuk menerjemahkan 

pesan rahasia ini . saat  mereka mengulangi apa yang 

telah mereka hafalkan, penerjemah itu mulai tertawa terbahak-

bahak. saat  tawanya sudah reda, para astronot itu bertanya 

apa artinya. Orang itu menjelaskan bahwa kalimat yang mereka 

hafalkan begitu hati-hati ini  berarti, ‘Jangan percaya satu 

kata pun yang dikatakan orang-orang ini kepadamu. Mereka 

datang untuk mencuri tanah-tanahmu’.


 

340

Peta-Peta Kosong

Mentalitas “penjelajah dan penakluk” tergambar dengan baik 

oleh perkembangan peta-peta dunia. Banyak kultur menggambar 

peta dunia jauh sebelum abad modern. Jelas, tak ada dari 

kultur-kultur itu yang benar-benar tahu keseluruhan dunia. Tak 

ada kultur Afro-Asia yang tahu tentang Amerika, dan tak ada 

kultur Amerika yang tahu tentang Afro-Asia. Namun, area-area 

tak dikenal ditinggalkan begitu saja, atau dihuni oleh monster-

monster dan keajaiban-keajaiban imajiner. Peta-peta ini tidak 

punya ruang kosong. Mereka memberi kesan tentang pengenalan 

seluruh dunia.

Pada abad ke-15 dan ke-16, bangsa Eropa mulai menggambar 

peta-peta yang hilang ruang-ruang kosong itu—satu indikasi 

dari perkembangan pola pikir saintifik, di samping dorongan 

imperium Eropa. Peta-peta kosong yaitu  terobosan psikologis 

dan ideologis, pengakuan yang jelas bahwa bangsa Eropa tidak 

tahu tentang bagian-bagian besar dunia.

Titik balik penting terjadi pada 1492, saat  Christopher 

Columbus berlayar ke barat dari Spanyol, mencari rute baru ke 

Asia Timur. Columbus masih percaya pada peta-peta dunia lama 

“yang lengkap”. Dengan memakai  peta-peta itu, Columbus 

mengalkulasi bahwa Jepang seharusnya terletak sekitar 7.000 

kilometer sebelah barat Spanyol. Faktanya, lebih dari 20.000 

kilometer dan sebuah kontinen utuh tak dikenal memisahkan 

Asia Timur dari Spanyol. Pada 12 Oktober 1492, sekitar pukul 

2.00 dini hari, ekspedisi Columbus terhadang oleh kontinen 

tak dikenal itu. Juan Rodriguez Bermejo, yang memandang dari 

tiang kapal Pinta, melihat sebuah pulau yang sekarang kita sebut 

Bahama, dan berteriak “Daratan! Daratan!” 

Columbus percaya dia sudah mencapai sebuah pulau kecil 

dekat pesisir Asia Timur. Dia menyebut orang yang dia temukan 

di sana sebagai orang Hindia sebab  mengira telah mendarat di 

Hindia—yang sekarang kita sebut Hindia Timur atau Kepulauan 

Indonesia. Columbus terjebak dalam kekeliruan ini sampai akhir 

hayatnya. Ide bahwa dia menemukan banyak kontinen tak dikenal 

tak terbayangkan olehnya dan oleh banyak orang dari generasinya. 



341

Selama ribuan tahun, tidak hanya para pemikir dan ahli terbesar, 

namun  juga kitab-kitab suci, yang hanya tahu Eropa, Afrika, dan 

Asia. Bagaimana mungkin mereka bisa salah? Bagaimana mungkin 

Injil luput mengetahui setengah dunia? Itu seolah-olah pada 1969, 

dalam perjalanan ke Bulan, Apollo 11 menabrak sebuah Bulan 

tak dikenal sampai kini yang mengelilingi Matahari, yang gagal 

dilihat oleh seluruh observasi sebelumnya. Dalam penolakannya 

untuk mengakui ketidaktahuannya, Columbus tetaplah seorang 

manusia abad pertengahan. Dia yakin dia tahu seluruh dunia, 

dan bahkan penemuan pentingnya gagal meyakinkan dia untuk 

36. Sebuah peta dunia dari Eropa tahun 1459. Peta itu dipenuhi 

detail, bahkan saat  menggambarkan bagian-bagian dari dunia 

yang benar-benar tak dikenal oleh bangsa Eropa, seperti Afrika 

bagian selatan.


 

342

mengakui hal yang sebaliknya. Orang modern pertama yaitu  

Amerigo Vespucci, seorang pelaut Italia yang ikut ambil bagian 

dalam beberapa ekspedisi ke Amerika pada 1499 sampai 1504. 

Antara 1502 sampai 1504, dua teks yang menjelaskan ekspedisi-

ekspedisi ini diterbitkan di Eropa. Keduanya teratribusi ke nama 

Vespucci. Keduanya mengemukakan bahwa tanah-tanah baru yang 

ditemukan oleh Columbus bukanlah kepulauan lepas pantai Asia 

Timur, melainkan sebuah benua utuh yang tak dikenal dalam 

kitab-kitab Suci, para ahli geografi klasik, dan orang-orang biasa 

Eropa. Pada 1507, yakin dengan argumentasi-argumentasi ini, 

seorang pembuat peta terpandang bernama Martin Waldseemüller 

menerbitkan sebuah peta dunia yang diperbarui, yang pertama 

untuk menunjukkan tempat armada-armada Eropa yang berlayar 

ke barat mendarat sebagai sebuah kontinen terpisah. Setelah 

menggambar itu, Waldseemüller harus memberinya nama. Keliru 

meyakini bahwa Amerigo Vespucci sendiri yang menemukannya, 

Waldseemüller menamai kontinen itu untuk menghormatinya—

Amerika. Peta Waldseemüller menjadi sangat populer dan disalin 

oleh banyak pembuat peta, menyebarkan nama yang dia berikan 

pada tanah baru ini . Ada keadilan yang puitis dalam fakta 

bahwa seperempat dunia, dan dua dari tujuh kontinennya, 

dinamai dengan nama seorang Italia yang kurang terkenal sebab  

klaim tunggalnya yang terkenal yaitu  bahwa dia memiliki 

keberanian untuk berkata, “Kami tidak tahu”.

Penemuan Amerika yaitu  sebuah peristiwa fondasi bagi 

Revolusi Saintifik. Ia tidak hanya mengajarkan bangsa Eropa 

untuk menghargai observasi masa kini di atas tradisi-tradisi 

masa lampau, namun  hasrat untuk menaklukkan Amerika juga 

mewajibkan bangsa Eropa untuk mencari pengetahuan baru 

dengan kecepatan yang menggila. Jika mereka benar-benar ingin 

mengontrol teritori-teritori baru yang mahaluas, mereka harus 

mengumpulkan data baru dalam jumlah sangat besar tentang 

geografi, iklim, flora, fauna, bahasa, kultur, dan sejarah kontinen 

baru. Kitab-kitab suci Kristen, Artikel -Artikel  geografi tua, dan 

tradisi-tradisi lisan kuno tidak banyak membantu.

Oleh sebab  itu, tidak hanya para ahli geografi Eropa, namun  

juga para sarjana Eropa di hampir semua bidang pengetahuan 



343

mulai menggambar peta dengan ruang-ruang yang tersisa untuk 

diisi. Mereka mulai mengakui bahwa teori-teori mereka tidak 

sempurna dan bahwa ada hal-hal penting yang mereka tidak tahu. 

Bangsa Eropa ditarik ke titik-titik kosong peta seakan titik-titik 

itu yaitu  magnet-magnet, dan langsung mulai mengisinya. Dalam 

abad ke-15 dan ke-16, ekspedisi-ekspedisi Eropa menjelajah 

ke Afrika, mengeksplorasi Amerika, menyeberangi Samudra 

Pasifik dan India, serta menciptakan jaringan basis-basis dan 

koloni-koloni di seluruh dunia. Mereka mendirikan imperium-

imperium global pertama yang sejati dan menyulam jaringan 

perdagangan global pertama. Ekspedisi-ekspedisi imperium Eropa 

menstransformasi sejarah dunia: dari hanya serangkaian sejarah 

orang-orang dan kultur-kultur terpisah, menjadi sejarah sebuah 

warga  tunggal manusia yang terpadu.

Ekspedisi-ekspedisi jelajah-dan-taklukkan ala Eropa ini begitu 

akrab kita kenal sehingga kita cenderung berlebihan memandang 

37. Peta Dunia Salviati, 1525. Kalau peta dunia tahun 1459 penuh 

kontinen, pulau-pulau, dan penjelasan-penjelasan terperinci, peta 

Salviati sebagian besar kosong. Mata digiring ke selatan sepanjang 

pesisir Amerika, sampai menumbuk kekosongan. Siapa pun yang 

melihat peta itu dan punya rasa ingin tahu yang minim sekalipun, 

akan tergugah untuk bertanya, “Apa di balik titik ini?” Peta itu tak 

memberi jawaban. Ia hanya menggugah orang untuk berlayar dan 

menemukannya.


 

344

betapa luar biasanya mereka. Tak ada yang seperti mereka 

sebelumnya. Perjalanan-perjalanan jarak jauh untuk penaklukan 

bukanlah langkah alamiah. Sepanjang sejarah sebagian besar 

warga  manusia terlalu sibuk dengan konflik-konflik lokal 

dan pertengkaran antar tetangga sehingga mereka tak pernah 

berpikir tentang menjelajahi dan menaklukkan daratan-daratan 

jauh. Sebagian besar imperium meluaskan kontrol mereka hanya 

dengan tetangga terdekatnya—mereka menjangkau tanah-tanah 

jauh hanya sebab  tetangga mereka terus berkembang. Jadi, bangsa 

Romawi menaklukkan Etruria dalam rangka mempertahankan 

Roma (350–300 SM). Mereka menaklukkan Lembah Po dalam 

rangka mempertahankan Etruria (200 SM). Mereka selanjutnya 

menaklukkan Provence untuk mempertahankan Lembah Po 

(120 SM), Gaul untuk Provence (50 SM), dan Inggris untuk 

mempertahankan Gaul (50 M). Butuh waktu 400 tahun untuk 

membawa Romawi sampai ke London. Pada 350 SM, tak ada 

orang Romawi yang akan berpikir tentang berlayar langsung ke 

Inggris untuk menaklukkannya.

Sesekali seorang penguasa atau petualang yang ambisius 

memang akan sampai pada keputusan untuk kampanye 

penaklukan jarak jauh, namun  kampanye-kampanye seperti itu 

biasanya mengikuti jalur-jalur imperium atau komersial yang 

sudah rata. Kampanye-kampanye Alexander Yang Agung, 

misalnya, tidak menghasilkan berdirinya sebuah imperium baru, 

namun  merupakan perebutan kekuasaan atas imperium yang sudah 

ada—yakni Persia. Preseden yang paling dekat pada imperium-

imperium Eropa modern yaitu  imperium-imperium laut kuno 

Athena dan Carthage, dan imperium laut kuno Majapahit, 

yang menyatukan banyak bagian Indonesia pada abad ke-14. 

Meskipun demikian, imperium-imperium ini jarang bertualang 

ke lautan tak dikenal—eksploitasi-eksploitasi laut mereka yaitu  

tindakan-tindakan lokal kalau dibandingkan dengan petualangan-

petualangan global Eropa modern.

Banyak ahli mengemukakan bahwa perjalanan-perjalanan 

Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming China berjaya dan 

meredupkan perjalanan-perjalanan penemuan Eropa. Antara 

tahun 1405 sampai 1433, Cheng Ho memimpin 7 armada besar 



dari China untuk mencapai jangkauan jauh Samudra Hindia. 

Armada terbesarnya berisi 300 kapal dan membawa hampir 

30.000 orang.7 Mereka mengunjungi Indonesia, Sri Lanka, India, 

Teluk Persia, Laut Merah, dan Afrika Timur. Kapal-kapal China 

berlabuh di Jeddah, pelabuhan utama Hejaz, dan di Malindi, 

di pesisir Kenya. Armada Columbus pada tahun 1492—yang 

terdiri dari 3 kapal kecil dengan 120 pelaut—ibarat trio nyamuk 

dibandingkan dengan barisan naga Cheng Ho.8

namun  ada perbedaan krusial. Cheng Ho menjelajahi 

samudra-samudra itu, dan membantu para penguasa pro-China, 

namun  dia tidak berusaha menaklukkan atau mengolonisasi negara-

negara yang dia kunjungi. Lebih dari itu, ekspedisi-ekspedisi 

Cheng Ho tidak mengakar kuat dalam politik dan kultur China. 

saat  faksi penguasa di Beijing berganti pada tahun 1430-an, 

para penguasa baru menghentikan operasi ini  secara tiba-

tiba. Armada besarnya dilenyapkan, pengetahuan teknis dan 

geografisnya yang krusial hilang, dan tidak ada penjelajah dengan 

postur dan sarana sebesar itu yang berlayar lagi dari pelabuhan 

China. Para penguasa China pada abad-abad berikutnya, seperti 

sebagian besar penguasa dalam abad-abad sebelumnya, membatasi 

kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi mereka pada lingkup 

dekat Kerajaan Menengah ini .

Ekspedisi-ekspedisi Cheng Ho membuktikan bahwa Eropa 

tidak memiliki suatu keunggulan teknologis yang mencolok. Apa 

yang membuat bangsa Eropa istimewa yaitu  ambisi mereka 

yang tak tertandingi dan tak terpuaskan untuk menjelajah dan 

menaklukkan. Meskipun mereka mungkin memiliki kemampuan 

itu, bangsa Romawi tidak pernah berusaha menaklukkan India 

atau Skandinavia, Persia tidak pernah berusaha menaklukkan 

Madagaskar atau Spanyol, dan China tidak pernah berusaha 

menaklukkan Indonesia atau Afrika. Tidak ada sesuatu yang 

istimewa tentang itu. Keanehannya yaitu  bahwa bangsa Eropa 

modern awal terjangkiti demam yang mendorong mereka untuk 

berlayar selangkah demi selangkah ke pesisir-pesisir, dan langsung 

mendeklarasikan “Saya mengklaim semua teritori ini untuk raja 

saya!”


 

346

Invasi dari Luar Angkasa

Sekitar tahun 1517, para kolonis Spanyol di Kepulauan Karibia 

mulai mendengar rumor aneh tentang imperium kuat di suatu 

tempat di pusat daratan Meksiko. Hanya dalam waktu 4 tahun 

kemudian, ibu kota Aztec itu luluh lantak, Imperium Aztec 

menjadi masa lalu, dan Hernán Cortés menguasai sebuah 

Imperium Spanyol baru yang sangat besar di Meksiko.

Orang-orang Spanyol tidak berhenti takjub pada diri sendiri, 

bahkan tercengang oleh keberhasilan mereka sendiri. Mereka 

segera melancarkan operasi-operasi jelajah-dan-taklukkan ke 

segala arah. Para penguasa sebelumnya atas Amerika Tengah—

Aztec, Toltec, Maya—jarang yang tahu bahwa Amerika Latin 

itu ada, dan tidak pernah mencoba menjajahnya, dalam waktu 

2.000 tahun. Namun, dalam waktu hanya 10 tahun lebih sejak 

Spanyol menaklukkan Meksiko, Francisco Pizzaro menemukan 

Imperium Inca dai Amerika Latin, menjajahnya pada 1532.

Kalau saja bangsa Aztec dan Inca punya sedikit minat pada 

38. Kapal Cheng Ho di samping kapal Columbus.



347

dunia di sekitar mereka—dan kalau saja mereka tahu apa yang 

diperbuat orang-orang Spanyol pada tetangga-tetangga mereka—

mungkin mereka melawan penaklukan Spanyol dengan lebih 

gigih dan sukses. Dalam tahun-tahun antara perjalanan pertama 

Columbus ke Amerika (1492) dan pendaratan Cortés di Meksiko 

(1519), bangsa Spanyol menaklukkan sebagian besar Kepulauan 

Karibia, memasang satu rangai koloni baru. Bagi bangsa-bangsa 

pribumi yang dijajah, koloni-koloni ini yaitu  neraka dunia. 

Mereka dikuasai dengan tangan besi oleh kaum kolonialis 

rakus lagi jahat yang memperbudak mereka dan memerintahkan 

mereka bekerja di tambang-tambang dan perkebunan-perkebunan, 

membunuh siapa pun yang sedikit saja berusaha melawan. 

Sebagian besar penduduk pribumi mati, baik sebab  kondisi-

kondisi kerja keras atau sebab  keganasan penyakit-penyakit yang 

menumpang ke Amerika melalui kapal-kapal layar para penakluk. 

Dalam kurun waktu 20 tahun, hampir seluruh populasi pribumi 

Karibia musnah. Para kolonialis Spanyol mulai mengimpor budak-

budak Afrika untuk mengisi kevakuman itu.

Genosida ini terjadi tepat di depan pintu Imperium Aztec, 

namun  saat  Cortés mendarat di pesisir timur imperium itu, 

bangsa Aztec tak tahu apa-apa. Kedatangan bangsa Spanyol setara 

dengan invasi alien dari luar angkasa. Bangsa Aztec diyakinkan 

bahwa mereka tahu seluruh dunia dan bahwa mereka sudah 

menguasai sebagian besarnya. Bagi mereka, tak terbayangkan 

bahwa di luar domain mereka bisa ada sesuatu seperti orang-

orang Spanyol ini. saat  Cortés dan orang-orangnya mendarat 

di pantai-pantai panas yang kini dikenal dengan nama Vera Cruz, 

itulah saat pertama bangsa Aztec bertemu dengan orang-orang 

yang sama sekali asing.

Bangsa Aztec tidak tahu bagaimana cara bereaksi. Mereka 

kesulitan untuk memastikan apa sesungguhnya makhluk-makhluk 

asing ini. Tak seperti semua manusia yang dikenal, alien berkulit 

putih. Mereka juga punya banyak rambut di wajah. Sebagian 

rambutnya sewarna dengan Matahari. Bau mereka busuk luar 

biasa. (Kebersihan pribumi jauh lebih bagus ketimbang orang-

orang Spanyol. saat  orang-orang Spanyol kali pertama tiba 

di Meksiko, para pribumi dengan membawa dupa yang dibakar 


 

348

ditugasi untuk menemani mereka ke mana pun mereka ingin. 

Orang-orang Spanyol mengira itu pertanda kehormatan dari 

Tuhan. Kita tahu dari sumber-sumber pribumi bahwa bau para 

pendatang itu benar-benar tak tertahankan.)

Kultur material para alien itu bahkan semakin menjadi-jadi. 

Mereka datang dengan kapal-kapal raksasa, yang tak pernah 

dibayangkan oleh bangsa Aztec, apalagi dilihat. Mereka naik 

punggung binatang-binatang besar yang menakutkan, yang 

larinya secepat angin. Mereka bisa menghasilkan kilat dan petir 

dari batang-batang logam yang bersinar. Mereka punya pedang-

pedang panjang yang berkilau dan senjata-senjata yang tak bisa 

ditembus, berhadapan dengan pedang-pedang kayu pribumi dan 

kapak-kapak batu tak ada gunanya.

Sebagian orang Aztec mengira mereka pasti para dewa. Yang 

Peta 7. Imperium Aztec dan Inca pada masa penaklukan oleh Spanyol.



349

lain menduga itu yaitu  setan-setan, atau hantu-hantu orang mati, 

atau dukun-dukun yang kuat. Bukannya mengonsentrasikan semua 

kekuatan yang tersedia dan mengusir orang-orang Spanyol, orang-

orang Aztec malah berunding, berleha-leha, dan bernegosiasi. 

Mereka tak melihat alasan untuk bergegas. Lagi pula, Cortés 

punya tak lebih dari 550 orang Spanyol bersamanya. Apa yang 

bisa dilakukan 550 orang menghadapi imperium jutaan orang? 

Cortés pun sama tak mengertinya tentang bangsa Aztec, namun  

dia dan orang-orangnya memiliki keunggulan signifikan atas 

musuh-musuh mereka. Kalau bangsa Aztec tak punya pengalaman 

untuk bersiap menghadap kedatangan para alien bertampang 

aneh dan berbau busuk itu, orang-orang Spanyol tahu bahwa 

Bumi ini penuh dunia manusia yang tak dikenal, dan tak seorang 

pun punya keahlian hebat dalam menginvasi tanah-tanah alien 

dan mengatasi situasi yang benar-benar tidak mereka pahami. 

Bagi penakluk modern dari Eropa, sebagaimana ilmuwan Eropa 

modern, mencebur ke situasi yang tak dikenal itu mengasyikkan.

Maka, saat  Cortés melego jangkar dekat pantai bermandi 

Matahari itu pada Juli 1519, dia tidak segan untuk bertindak. 

Seperti alien dalam fiksi sains yang muncul dari pesawat ruang 

angkasanya, dia mendeklarasikan kepada penduduk setempat 

yang terkesima: “Kami datang dalam damai. Bawalah kami ke 

pemimpin kalian”. Cortés menjelaskan bahwa dia membawa 

tugas perdamaian dari raja agung Spanyol, dan meminta 

wawancara diplomatik dengan penguasa Aztec, Montezuma 

II. (Ini kebohongan tak tahu malu. Cortés memimpin sebuah 

ekspedisi independen para petualang rakus. Raja Spanyol tak 

pernah mendengar tentang Cortés maupun bangsa Aztec.) Cortés 

diberi bimbingan, makanan, dan bantuan militer oleh musuh-

musuh setempat dari kalangan Aztec. Dia kemudian bergerak 

menuju ibu kota Aztec, kota metropolitan besar Tenochtitlan.

Orang-orang Aztec mengizinkan para alien bergerak ke 

seantero ibu kota, kemudian dengan penuh hormat membimbing 

pemimpin para alien bertemu dengan Kaisar Montezuma. 

Di tengah wawancara, Cortés memberi sinyal, dan orang-

orang Spanyol bersenjata logam itu membantai para pengawal 

Montezuma (yang hanya bersenjata pedang-pedang kayu, 


 

350

dan pisau-pisau batu). Tamu terhormat itu menyandera tuan 

rumahnya.

Cortés kini dalam situasi yang sangat pelik. Dia telah 

menangkap kaisar, namun  dikelilingi puluhan ribu petarung musuh 

yang marah, jutaan penduduk sipil yang liar, dan segenap kontinen 

yang praktis tidak dia mengerti sama sekali. Di pihaknya hanya 

ada beberapa ratus orang Spanyol, dan bala bantuan Spanyol 

terdekat ada di Kuba, lebih dari 1.500 kilometer jauhnya.

Cortés tetap menyandera Montezuma di istana, untuk 

mengesankan bahwa raja tetap bebas dan bertugas. dan seakan-

akan “duta besar Spanyol” tak lebih dari seorang tamu biasa. 

Imperium Aztec sebuah negara yang benar-benar terpusat, dan 

situasi yang tak pernah dialami itu melumpuhkannya. Montezuma 

terus berperilaku seakan-akan dia menguasai imperium, dan 

elite Aztec terus mematuhinya, yang berarti mematuhi Cortés. 

Situasi itu berlangsung selama beberapa bulan, dan dalam masa 

itu Cortés menginterogasi Montezuma beserta para pengikutnya, 

melatih para penerjemah untuk beberapa bahasa lokal, dan 

mengirim ekspedisi-ekspedisi kecil Spanyol ke semua arah agar 

bisa mengenal Imperium Aztec dan berbagai suku, warga , 

dan kota-kota yang dikuasainya.

Elite Aztec akhirnya memberontak melawan Cortés dan 

Montezuma, memilih seorang kaisar baru, dan mengusir orang-

orang Spanyol dari Tenochtitlan. Namun, saat itu sejumlah 

retakan sudah tampak pada bangunan imperium Aztec. Cortés 

memakai  pengetahuan yang sudah didapatnya untuk 

memperbesar keretakan-keretakan dan memecah imperium dari 

dalam. Dia yakin banyak rakyat imperium yang bersedia ikut 

dengannya melawan elite penguasa Aztec. Rakyat jajahan itu 

benar-benar salah perhitungan. Mereka membenci orang Aztec, 

namun  tak tahu apa pun tentang Spanyol atau genosida Karibia. 

Mereka berasumsi bahwa dengan bantuan Spanyol, mereka 

akan mengguncang penindasan Aztec. Ide bahwa Spanyol akan 

mengambil alih tidak pernah terpikir oleh mereka. Mereka yakin 

jika Cortés dan beberapa ratus hulubalangnya membuat ulah, 

mereka bisa dengan mudah mengatasinya. Para pemberontak itu 

memberi Cortés angkatan perang puluhan ribu tentara lokal, 



351

dan dengan bantuan ini  Cortés mengepung Tenochtitlan 

dan menaklukkan kota itu.

Sampai tahap ini semakin banyak tentara dan pemukim 

Spanyol mulai tiba di Meksiko, sebagian dari Kuba, yang lain 

langsung berangkat dari Spanyol. saat  warga  lokal 

menyadari apa yang sedang terjadi, keadaannya sudah terlalu 

terlambat. Dalam satu abad setelah pendaratan di Vera Cruz, 

populasi pribumi Amerika menyusut sampai sekitar 90 persen, 

terutama sebab  penyakit-penyakit tak dikenal yang mencapai 

Amerika bersama para penginvasi. Orang-orang yang selamat 

terjebak di bawah kaki rezim rakus dan rasis yang jauh lebih 

buruk dari rezim Aztec.

Sepuluh tahun setelah Cortés mendarat di Meksiko, Pizarro 

tiba di pantai Imperium Inca. Dia membawa jauh lebih sedikit 

tentara ketimbang Cortés—ekspedisinya hanya berkekuatan 168 

orang! Namun, Pizarro lebih unggul sebab  semua pengetahuan 

dan pengalaman yang didapat dari invasi-invasi sebelumnya. 

Sebaliknya, Inca tidak tahu apa-apa tentang nasib Aztec. 

Pizarro mencontek Cortés. Dia mendeklarasikan diri sebagai 

pembawa misi perdamaian dari raja Spanyol, meminta penguasa 

Inca, Atahualpa, untuk wawancara diplomasi, dan kemudian 

menculiknya. Pizarro berhasil menaklukkan imperium yang 

lumpuh itu dengan bantuan sekutu-sekutu lokal. Kalau saja 

rakyat jajahan di Imperium Inca tahu nasib para penduduk 

Meksiko, mereka tentu tidak akan menyerahkan nasib mereka 

kepada para penginvasi. Namun, mereka tidak tahu. warga  

pribumi Amerika tidak hanya orang yang harus membayar 

harga yang sangat mahal untuk kepicikan mereka. Imperium-

imperium besar Asia—Ottoman, Safavid, Mughal, dan China—

dengan cepat mendengar bahwa bangsa Eropa telah menemukan 

sesuatu yang besar. Namun, mereka tak begitu berminat pada 

penemuan-penemuan itu. Mereka terus meyakini bahwa dunia 

berputar di sekitar Asia, dan tak berusaha bersaing dengan Eropa 

untuk menguasai Amerika atau tanah-tanah baru di Samudra 

Atlantik dan Pasifik. Bahkan, kerajaan-kerajaan kecil Eropa, 

seperti Skotlandia dan Denmark, mengirim beberapa ekspedisi 

menjelajah-dan-menaklukkan ke Amerika, namun  tak ada satu 


 

352

pun ekspedisi penjelajahan-penaklukan dikirim ke Amerika dari 

dunia Islam, India, atau China. Kekuatan pertama non-Eropa 

yang berusaha mengirim ekspedisi militer ke Amerika yaitu  

Jepang. Itu terjadi pada Juni 1942, saat  satu ekspedisi Jepang 

menaklukkan Kiska dan Attu, dua pulau kecil lepas pantai Alaska, 

yang dalam proses itu menawan 10 tentara Amerika dan seekor 

anjing. Jepang tidak pernah mendekati daratan utama.

Sulit untuk mengatakan bahwa Ottoman atau China terlalu 

jauh, atau mereka tidak memiliki perangkat teknologi, ekonomi, 

atau militer. Sumberdaya yang dikirim Cheng Ho dari China 

ke Afrika Timur pada tahun 1420-an semestinya sudah cukup 

untuk mencapai Amerika. Orang China memang tidak tertarik. 

Itu saja. Peta dunia pertama dari China yang menunjukkan 

Amerika baru dikeluarkan pada 1602—dan saat itu dikeluarkan 

oleh misi Eropa! Selama 300 tahun, bangsa Eropa menikmati 

penguasaan tak tertandingi di Amerika dan Oseania, di Atlantik, 

dan di Pasifik. Satu-satunya pergolakan signifikan di wilayah-

wilayah itu yaitu  antara kekuatan-kekuatan dari Eropa. 

Kekayaan dan sumber daya yang diakumulasi oleh bangsa Eropa 

akhirnya memungkinkan mereka untuk menginvasi Asia juga, 

mengalahkan imperium-imperiumnya, dan memecah-belahnya. 

saat  Ottoman, Persia, India, dan China terbangun dan mulai 

memberi perhatian, sudah terlambat.

Baru pada abad ke-20, kultur-kultur non-Eropa mengadopsi 

visi yang benar-benar global. Inilah salah satu faktor yang 

memicu  runtuhnya hegemoni Eropa. Maka, dalam Perang 

Kemerdekaan Aljazair (1945–1962), para gerilyawan Aljazair 

mengalahkan angkatan perang Prancis dengan keunggulan jumlah, 

teknologi, dan ekonomi yang sangat besar. Rakyat Aljazair 

menang sebab  mereka didukung oleh satu jaringan global 

anti kolonial, dan sebab  mereka bekerja keras memanfaatkan 

media dunia untuk perjuangan mereka—di samping opini 

publik di Prancis sendiri. Kekalahan yang ditimpakan si mungil 

Vietnam Utara pada raksasa Amerika didasarkan pada strategi 

yang sama. Kekuatan-kekuatan gerilya ini menunjukkan bahwa 

bahkan negara adidaya bisa dikalahkan jika perjuangan lokal 

menjadi perjuangan global. Menarik untuk direnungkan apa 



353

jadinya kalau Montezuma mampu memanipulasi opini publik di 

Spanyol dan mendapat bantuan dari salah satu pesaing-pesaing 

Spanyol—Portugal, Prancis, atau Imperium Ottoman.

Laba-laba Langka dan Aksara-Aksara 

yang Terlupakan

Sains modern dan imperium-imperium modern dimotivasi 

oleh perasaan yang tak kunjung padam bahwa mungkin ada 

sesuatu yang penting di balik horizon—sesuatu yang sebaiknya 

dieksplorasi dan dikuasai. Namun, koneksi antara sains dan 

imperium berlangsung jauh lebih dalam. Tidak hanya motivasi, 

namun  juga praktik-praktik para pembangun imperium berjalin-

jalin dengan para ilmuwan itu. Bagi bangsa Eropa modern, 

membangun sebuah imperium yaitu  proyek saintifik, sementara 

membangun sebuah disiplin ilmu pengetahuan yaitu  sebuah 

proyek imperium.

saat  Muslim menaklukkan India, mereka tidak membawa 

serta para arkeolog untuk mempelajari secara sistematis sejarah 

India, para antropolog untuk mempelajari budaya-budaya 

India, para geolog untuk mempelajari tanah-tanah India, atau 

para zoologis untuk mempelajari fauna India. saat  Inggris 

menaklukkan India, mereka membawa semua ini. Pada 10 April 

1802 Survei India Raya dilakukan. Survei itu berlangsung 60 

tahun dengan bantuan puluhan ribu buruh, sarjana, dan pemandu 

pribumi, Inggris dengan hati-hati memetakan seluruh India, 

menandai perbatasan-perbatasan, mengukur jarak, dan bahkan 

menghitung untuk kali pertama ketinggian pasti Puncak Everest 

dan puncak-puncak lain Himalaya. Inggris mengeksplorasi sumber 

daya militer provinsi-provinsi India dan lokasi tambang-tambang 

emasnya, namun  mereka juga repot-repot mengumpulkan informasi 

tentang laba-laba India, membuat katalog kupu-kupu warna-

warni, melacak asal-usul bahasa-bahasa kuno yang punah, dan 

menggali reruntuhan-reruntuhan yang terlupakan.

Mohenjo-daro yaitu  salah satu kota utama peradaban 

Lembah Indus, yang berkembang pada milenium ke-3 SM dan 


 

354

hancur sekitar tahun 1900 SM. Tak satu pun penguasa India 

pra-Inggris—termasuk Maurya, Gupta, maupun sultan-sultan 

Delhi, tidak juga Mughal yang agung—menengok reruntuhan-

reruntuhan itu. Namun, survei arkeologis Inggris melihat situs 

itu pada 1922. Satu tim Inggris waktu itu mengekskavasinya, 

dan menemukan peradaban besar pertama India, yang tak pernah 

disadari oleh bangsa India sendiri.

Salah satu contoh menarik tentang keingintahuan saintifik 

Inggris yaitu  penelahan aksara cuneiform (bentuk runcing). 

Ini yaitu  aksara utama yang dipakai  di Timur Tengah 

selama hampir 3.000 tahun, namun  orang terakhir yang bisa 

membacanya meninggal sekitar awal milenium ke-1 M. Sejak 

itu, para penduduk wilayah ini  sering menemukan prasasti 

aksara runcing pada monumen-monumen, tugu-tugu, reruntuhan-

reruntuhan kuno, dan pot-pot pecah. Namun, mereka tak tahu 

cara membaca goresan-goresn aneh dan kaku itu, dan sepanjang 

yang kita ketahui, mereka tidak pernah berusaha. Aksara runcing 

itu mendapat perhatian bangsa Eropa pada 1618, saat  duta 

besar Spanyol di Persia melihatnya di reruntuhan Persepolis 

kuno, tempat dia melihat prasasti-prasasti yang tak seorang 

pun bisa membantu dia untuk membacanya. Berita tentang 

aksara tak dikenal itu menyebar di kalangan para sarjana Eropa 

dan mengusik rasa ingin tahu. Pada 1657, para sarjana Eropa 

menerbitkan transkrip pertama naskah cuneiform dari Persepolis. 

Setelah itu lebih banyak lagi transkrip menyusul, dan selama 

hampir dua abad para sarjana di Barat berusaha memahaminya. 

Tak ada yang berhasil.

Pada 1830-an, seorang perwira Inggris bernama Henry 

Rawlinson dikirim ke Persia untuk membantu Shah melatih 

angkatan perangnya dengan gaya Eropa. Dalam waktu luangnya 

Rawlinson bepergian ke sekitar Persia dan suatu hari dia dipandu 

oleh pemandu setempat ke sebuah tebing di Pegunungan Zagro 

dan diperlihatkan Prasasti Behistun yang sangat besar. Dengan 

tinggi sekitar 15 meter dan lebarnya 25 meter, prasasti itu 

menjulang di permukaan tebing yang dibuat atas perintah Raja 

Darius I sekitar tahun 500 SM. Prasasti itu ditulis dengan aksara 

cuneiform dalam tiga bahasa: Persia Lama, Elamite, dan Babylon. 



355

Prasasti ini  sangat dikenal penduduk setempat, namun  tak 

satu pun bisa membacanya. Rawlinson yakin bahwa jika dia 

bisa memahami tulisan itu, ia dan para sarjana lainnya akan 

bisa membaca banyak prasasti dan naskah-naskah yang pada 

masa itu sedang ditemukan di seluruh Timur Tengah sehingga 

membuka pintu menuju sebuah dunia kuno yang terlupakan.

Langkah pertama untuk memahami aksara itu yaitu  

untuk menghasilkan transkrip akurat yang bisa dikirim pulang 

ke Eropa. Rawlinson menantang maut untuk melakukannya, 

memanjat tebing untuk menyalin aksara-aksara yang aneh 

ini . Dia mempekerjakan beberapa penduduk setempat untuk 

membantunya, terutama seorang anak Kurdi yang memanjat 

bagian yang paling sulit dijangkau dari tebing itu untuk menyalin 

bagian yang paling tinggi dari prasasti. Pada 1847, proyek ini  

rampung, dan satu salinan akurat dikirim ke Eropa. 

Rawlinson tidak bergantung pada para pembantunya. Sebagai 

seorang perwira, dia memiliki misi militer dan politik untuk 

dijalankan, namun  setiap kali punya waktu luang dia menerka-

nerka rahasia dalam tulisan itu. Dia mencoba satu demi satu 

metode dan akhirnya berhasil memahami bagian Persia Lama 

dari prasasti ini . Ini yang paling mudah sebab  Persia Lama 

tak begitu berbeda dari Persia modern, yang Rawlinson sangat 

pahami. Satu pemaknaan dari bagian Persia Lama memberinya 

kunci yang dia butuhkan untuk membuka rahasia-rahasia pada 

bagian Elamite dan Babylon. Pintu besar itu terbuka, dan segeralah 

keluar suara-suara kuno tapi begitu hidup—keriuhan pasar-pasar 

Sumeria, proklamasi raja-raja Assyria, argumentasi para birokrat 

Babylonia. Tanpa upaya kaum imperialis Eropa modern semacam 

Rawlinson, kita tidak akan pernah tahu banyak tentang nasib 

imperium-imperium Timur Tengah kuno.

Sarjana imperialis terkemuka lainnya yaitu  William Jones. 

Jones tiba di India pada September 1783 untuk menjadi seorang 

hakim di Pengadilan Tinggi Bengal. Dia begitu terpukau oleh 

keajaiban India sehingga dalam waktu kurang dari 6 bulan 

sejak kedatangannya dia sudah mendirikan warga  Asiatik. 

Organisasi akademis ini ditujukan untuk mempelajari kultur-

kultur, sejarah-sejarah, dan warga -warga  Asia, dan lebih 


 

356

khusus India. Dalam dua tahun berikutnya Jones menerb