njawab pertanyaan semacam,
“Apanya yang lebih penting?” dan “Apanya yang bagus?” Dan,
pertanyaan-pertanyaan ini jelas bukan pertanyaan saintifik.
Sains bisa menjelaskan apa yang eksis di dunia, bagaimana
sesuatu bekerja, dan apa yang mungkin terjadi di masa depan.
Berdasarkan definisi, ia tidak punya pretensi untuk tahu apa
yang harus terjadi pada masa depan. Hanya agama dan ideologi
yang mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan semacam itu.
Renungkanlah kerumitan berikut ini: dua ahli biologi dari
departemen yang sama, memiliki kemampuan profesional yang
sama, keduanya sudah mengajukan permohonan bantuan satu
juta dolar untuk mendanai proyek riset mereka yang sedang
berjalan. Profesor Slughorn ingin mempelajari sebuah penyakit
Penemuan Ketidaktahuan
325
yang menginfeksi ambing sapi, yang memicu 10 persen
penurunan produksi susu. Profesor Sprout ingin mempelajari
apakah sapi-sapi mengalami sakit mental saat mereka dipisahkan
dari anak-anaknya. Dengan asumsi bahwa jumlah uang terbatas,
dan bahwa tidak mungkin mendanai kedua proyek riset itu,
mana yang harus didanai?
Tidak ada jawaban saintifik untuk pertanyaan ini. Hanya
ada jawaban politis, ekonomis, dan religius. Dalam dunia masa
kini, jelas bahwa Slughorn memiliki peluang yang lebih baik
untuk mendapatkan uang. Bukan sebab penyakit kambing secara
saintifik lebih menarik ketimbang mentalitas sapi, namun sebab
industri susu, yang akan mendapatkan manfaat dari riset itu,
memiliki pengaruh politis dan ekonomis lebih besar ketimbang
lobi para aktivis hak-hak binatang.
Mungkin dalam satu warga Hindu yang ketat, di mana
sapi-sapi disakralkan, atau dalam warga yang berkomitmen
pada hak-hak binatang, Profesor Sprout-lah yang akan berpeluang
lebih besar. Namun, sepanjang dia hidup dalam warga yang
lebih menghargai potensi komersial susu dan kesehatan untuk
manusia-manusia penduduknya di atas perasaan sapi, maksimal
dia bisa menyusun proposal riset yang sejalan dengan asumsi-
asumsi itu. Misalnya, dia mungkin akan menulis bahwa “Depresi
memicu penurunan produksi susu. Jika kita memahami
dunia mental sapi-sapi perah, kita bisa mengembangkan medikasi
psikiatris yang akan memperbaiki kondisi mental mereka sehingga
meningkatkan produksi susu sampai 10 persen. Saya menaksir
bahwa ada nilai pasar global tahunan sebesar $250 juta untuk
medikasi psikiatris sapi”.
Sains tidak bisa menentukan prioritasnya sendiri. Ia juga tidak
mampu menentukan apa yang harus dilakukan dengan penemuan-
penemuannya. Misalnya, dari sudut pandang yang murni saintifik
tidak jelas apa yang harus kita lakukan dengan meningkatnya
pemahaman tentang genetika. Apakah kita harus memakai
pengetahuan ini untuk mengobati kanker atau menciptakan
ras yang secara genetik direkayasa menjadi manusia-manusia
super, atau merekayasa sapi-sapi perah dengan ambing-ambing
berukuran super? Jelas bahwa pemerintah liberal, pemerintahan
326
Komunis, pemeritanah Nazi, dan korporasi bisnis kapitalis akan
memakai penemuan saintifik yang sama untuk tujuan-tujuan
yang sama sekali berbeda, dan tidak ada alasan saintifik untuk
memilih satu di antara penggunaan-penggunaan itu.
Singkatnya, riset saintifik hanya bisa berkembang dalam
aliansi dengan agama atau ideologi. Ideologi menjustifikasi biaya
riset. Sebagai imbalan, ideologi memengaruhi agenda saintifik
dan menentukan apa yang harus dilakukan dengan penemuan-
penemuan itu. Oleh sebab nya, dalam memahami bagaimana
manusia meneliti Alamogordo dan Bulan—ketimbang tujuan-
tujuan alternatif lain mana pun—tidak cukup dengan mensurvei
pencapaian-pencapaian para ahli fisika, biologi, dan sosiologi.
Kita harus mempertimbangkan kekuatan ideologis, politis, dan
ekonomis yang membentuk fisika, biologi, sosiologi, dengan
mendorongnya ke arah-arah tertentu seraya mengabaikan yang
lain.
Ada dua kekuatan yang benar-benar pantas untuk kita
perhatikan: imperialisme dan kapitalisme. Celah umpan balik
antara sains, imperium, dan modal telah menjadi mesin utama
sejarah selama 500 tahun terakhir ini. Bab-bab selanjutnya akan
menganalisis bagaimana prosesnya. Pertama, kita akan melihat
bagaimana turbin kembar sains dan imperium saling mengunci,
dan kemudian menelisik bagaimana keduanya menyangkut ke
pompa uang kapitalisme.
15
Perkawinan Sains dan
Imperium
Berapa jauh Matahari dari Bumi? Ini sebuah pertanyaan yang
mengusik banyak astronom modern awal, terutama setelah
Copernicus mengemukakan bahwa Matahari, bukan Bumi, terletak
di pusat alam semesta. Sejumlah astronom dan matematikawan
berusaha mengalkulasi jaraknya, namun metode mereka membawa
hasil yang sangat beragam. Satu alat tepercaya untuk melakukan
pengukuran itu akhirnya diajukan pada pertengahan abad ke-18.
Setiap beberapa tahun, Planet Venus melintas langsung antara
Matahari dan Bumi. Durasi pelintasan berbeda saat dilihat
dari titik jauh di atas permukaan Bumi sebab perbedaan kecil
sudut yang dipakai pemantau untuk melihatnya. Jika beberapa
observasi terhadap pelintasan yang sama dilakukan dari kontinen
yang berbeda, cukup trigonometri sederhana yang dibutuhkan
untuk mengalkulasi jarak pasti dari Matahari.
Para astronom meramalkan bahwa pelintasan-pelintasan Venus
berikutnya akan terjadi pada 1761 dan 1769. Maka, ekspedisi-
ekspedisi dikirim dari Eropa ke empat sudut dunia dalam rangka
mengobservasi pelintasan-pelintasan ini dari sebanyak
mungkin titik jauh. Pada 1761, para ilmuwan mengobservasi
pelintasan dari Siberia, Amerika Utara, Madagaskar, dan Afrika
Selatan. saat pelintasan mendekat pada 1769, komunitas
saintifik Eropa meningkatkan upayanya, dan para ilmuwan
dikirim sampai sejauh Kanada utara dan California (yang saat
itu masih hutan belantara). Royal Society of London for the
Improvement of Natural Knowledge menyimpulkan bahwa itu
tidak cukup. Untuk mendapatkan hasil yang paling akurat, maka
328
wajib untuk mengirim seorang astronom ke Samudra Pasifik
bagian barat daya.
Royal Society mantap mengirim seorang astronom terkemuka,
Charles Green, ke Tahiti, dan menyiapkan apa pun dan berapa pun
uang yang dibutuhkan. Namun, sebab menyangkut pendanaan
ekspedisi yang begitu mahal, sulit dibayangkan pendanaan itu
dipakai hanya untuk sebuah observasi astronomi tunggal.
Oleh sebab itu, Green ditemani satu tim 8 ilmuwan dari
beberapa disiplin, yang dipimpin 2 ahli tanaman Joseph Banks
dan Daniel Solander. Dalam tim juga ada seniman-seniman yang
ditugasi menghasilkan lukisan lahan-lahan baru, tumbuhannya,
binatangnya, dan orang-orangnya, yang tentu saja bakal ditemui
para ilmuwan. Dilengkapi dengan alat-alat saintifik yang paling
maju yang bisa dibeli Banks dan Royal Society, ekspedisi itu
berada di bawah komando Kapten James Cook, seorang pelaut
berpengalaman, yang juga seorang ahli Ilmu Bumi dan etnografi
yang mumpuni.
Ekspedisi bertolak dari Inggris pada 1768, mengobservasi
pelintasan Venus dari Tahiti pada 1769, mengintai beberapa pulau
Pasifik, mengunjungi Australia dan Selandia Baru, dan kembali
ke Inggris pada 1771. Ekspedisi itu membawa pulang data
dalam jumlah besar di bidang astronomi, geografi, meteorologi,
botani, zoologi, dan antropologi. Temuan-temuannya memberi
kontribusi besar bagi sejumlah disiplin, memicu imajinasi bangsa
Eropa dengan cerita-cerita menakjubkan tentang Pasifik Selatan,
dan menginspirasi generasi-generasi masa depan ahli ilmu alam
dan astronomi. Salah satu bidang yang mendapat manfaat dari
ekspedisi Cook yaitu kedokteran. Pada masa itu, kapal-kapal
yang berlayar ke daratan-daratan yang jauh tahu bahwa lebih
dari setengah anggota awak mereka akan mati dalam perjalanan.
Siksaannya bukan berupa penduduk pribumi yang marah, kapal-
kapal musuh atau rindu kampung halaman, melainkan sebuah
penyakit misterius yang disebut scurvy*. Kaum pria yang terjangkit
penyakit itu menjadi lesu dan tertekan, dan gusi serta bagian-
bagian daging lain mereka berdarah. Saat penyakit berkembang,
* Sebuah penyakit yang disebabkan defisiensi vitamin C, dengan tanda-tanda
bengkak gusi dan terbukanya kembali luka yang sudah sembuh.—penerj.
gigi mereka rontok, luka-luka muncul dan mereka demam, tubuh
menguning, dan kehilangan kontrol keseimbangan. Antara abad
ke-16 sampai abad ke-18, scurvy diperkirakan menewaskan
sekitar dua juta pelaut. Tak seorang pun tahu penyebabnya, dan
apa pun pengobatan yang dicoba, para pelaut terus berguguran.
Titik baliknya terjadi pada 1747, saat seorang dokter Inggris,
James Lind, melakukan eksperimen terkontrol kepada para pelaut
yang menderita penyakit ini . Dia membagi mereka dalam
beberapa kelompok dan memberi tiap-tiap kelompok perawatan
yang berbeda-beda. Salah satu kelompok uji disuruh makan buah
jeruk, obat rakyat yang umum untuk scurvy. Para pasien dalam
kelompok ini cepat membaik. Lind tidak tahu apa kandungan
buah jeruk yang tidak dimiliki tubuh para pelaut, namun kini
kita tahu bahwa itu yaitu vitamin C. Muatan bekal makanan
dalam kapal yang umum pada waktu itu tampaknya kurang
zat-zat yang kaya akan nutrisi esensial ini. Dalam perjalanan-
perjalanan jarak jauh para pelaut biasanya hidup dengan biskuit
dan dendeng sapi, dan hampir tidak makan buah atau sayur.
Angkatan Laut Kerajaan tak yakin dengan eksperimen Lind,
namun James Cook percaya. Dia mantap untuk membuktikan
bahwa dokter itu benar. Dia memuat ke kapalnya asinan kubis
dalam jumlah besar dan memerintahkan para pelautnya makan
banyak buah-buahan dan sayur-sayuran segar setiap kali ekspedisi
bertolak. Dan, Cook tidak kehilangan seorang pelaut pun akibat
scurvy. Dalam beberapa dekade kemudian, semua angkatan laut
dunia mengadopsi diet laut Cook, dan tak terhitung nyawa
pelaut dan penumpang terselamatkan.1
Meskipun demikian, ekspedisi Cook membawa hasil lain yang
jauh lebih mengenaskan. Cook bukan hanya seorang pelaut dan
ahli Ilmu Bumi berpengalaman, melainkan juga seorang perwira
angkatan laut. Royal Society memang mendanai banyak bagian
dari biaya ekspedisi, namun kapal itu sendiri disediakan oleh
Angkatan Laut Kerajaan.
Angkatan Laut juga memperbantukan 85 pelaut dan marinir
dengan persenjataan bagus, dan memper lengkapi kapal dengan
artileri, senapan, bubuk mesiu, dan persenjataan lain. Banyak
informasi yang dikumpulkan oleh ekspedisi itu—terutama
330
data astronomi, geografi, meteorologi, dan antropologi—jelas
memiliki nilai politis dan militer. Penemuan perawatan efektif
untuk scurvy memberi kontribusi besar bagi kontrol Inggris atas
lautan dunia dan kemampuannya mengirim angkatan perang ke
sisi lain dunia. Cook mendapatkan banyak pulau dan daratan
untuk Inggris, terutama Australia. Ekspedisi Cook meletakkan
fondasi bagi pendudukan Inggris atas Samudra Pasifik barat
daya; penaklukan Australia, Tasmania, dan Selandia Baru; dan
pembasmian kultur-kultur pribumi mereka dan sebagian besar
populasi pribumi mereka.2
Pada abad sesudah ekspedisi Cook, lahan-lahan paling subur
Australia dan Selandia Baru direbut dari penghuni asalnya oleh
para pemukim Eropa. Populasi pribumi turun sampai 90 persen
dan yang selamat menjadi sasaran penindasan rasial rezim yang
kejam. Bagi Aborigin Australia dan Maori Selandia Baru, ekspedisi
Cook yaitu awal dari bencana, yang membuat mereka tak
pernah bisa pulih seperti sediakala.
Nasib lebih buruk menimpa pribumi Tasmania. Setelah 10.000
tahun selamat dalam isolasi nan megah, mereka benar-benar
tersapu, sampai laki-laki, perempuan, dan anak terakhir, dalam
satu abad kedatangan Cook. Para pemukim Eropa pertama-
tama mendesak mereka keluar dari daerah-daerah paling kaya
di pulau ini , dan kemudian, bahkan tergiur oleh belantara
yang tersisa, memburu dan membunuh mereka secara sistematis.
Beberapa orang yang selamat diarak menuju kamp konsentrasi
evangelis. Di sana, para misionaris yang punya maksud baik
namun kurang terbuka pikirannya, berusaha mengindoktrinasi
mereka dengan cara-cara dunia modern. Orang-orang Tasmania
diajari membaca dan menulis, agama Kristen, dan berbagai
“keterampilan produktif ” seperti menjahit baju dan berladang.
Namun, mereka menolak untuk belajar. Mereka bahkan menjadi
semakin melankolis, berhenti punya anak, kehilangan minat pada
kehidupan, dan akhirnya memilih satu-satunya rute untuk lari
dari dunia sains dan kemajuan modern—kematian.
Sayang, sains dan kemajuan mengejar mereka bahkan sampai
ke liang lahat. Mayat-mayat orang Tasmania terakhir direbut
331
atas nama sains oleh para antropolog dan kurator. Mereka
dibedah, ditimbang, dan diukur, serta dianalisis dalam artikel-
artikel yang dipelajari. Tengkorak-tengkorak dan tulang belulang
kemudian dipajang di museum-museum dan koleksi-koleksi
antropologi. Baru pada 1976 Museum Tasmania menyerahkan
pemakaman tulang-tulang Truganini, pribumi Tasmania terakhir,
yang meninggal 100 tahun sebelumnya. Sekolah Tinggi Operasi
Kerajaan Inggris menyimpan sampel-sampel kulit dan rambutnya
sampai 2002.
Apakah kapal Cook merupakan ekspedisi saintifik yang
dilindungi kekuatan militer atau ekspedisi militer dengan
mengikutsertakan sejumlah ilmuwan? Itu sama saja seperti
bertanya apakah tangki bahan bakar Anda setengah penuh
atau setengah kosong. Dua-duanya benar. Revolusi Saintifik
dan imperialisme modern tak terpisahkan. Orang-orang seperti
Kapten James Cook dan ahli tumbuhan Joseph Banks hampir tak
bisa membedakan sains dari imperium. Demikian pula Truganini
yang malang.
Mengapa Eropa?
Fakta bahwa orang-orang dari sebuah pulau besar di Atlantik
utara menaklukkan sebuah pulau besar di sebelah selatan Australia
yaitu sebuah kejadian yang lebih aneh dalam sejarah. Tak lama
sebelum ekspedisi Cook, pulau-pulau Inggris dan Eropa barat
secara umum yaitu perairan belakang dunia Mediterania nan
jauh. Sedikit hal yang berarti terjadi di sana. Bahkan, Imperium
Romawi—satu-satunya imperium Eropa pramodern—memperoleh
sebagian besar kekayaannya dari provinsi-provinsi Afrika Utara,
Balkan, dan Timur Tengah. Provinsi-provinsi Eropa barat Romawi
yaitu sebuah Wild West miskin, yang berkontribusi sedikit, selain
dari mineral dan budak. Eropa utara juga begitu terpencil dan
barbar sehingga tak cukup layak untuk ditaklukkan.
Baru pada akhir abad ke-15, Eropa menjadi sebuah arena
panas yang penting bagi perkembangan-perkembangan militer,
332
politik, ekonomi, dan kultural. Antara tahun 1500 sampai
1750, Eropa barat mendapatkan momentum dan menjadi tuan
bagi “Dunia Luar”, yang berarti dua kontinen Amerika dan
samudranya. Meskipun demikian, pada masa itu bahkan Eropa
bukan tandingan bagi kekuatan-kekuatan besar Asia. Orang-
orang Eropa berhasil menaklukkan Amerika dan mendapatkan
supremasi di laut, terutama sebab kekuatan-kekuatan Asiatik
menunjukkan minat kecil padanya. Era modern awal yaitu
masa keemasan Imperium Ottoman di Mediterania, Imperium
Safavid di Persia, Imperium Mughal di India, serta Dinasti Ming
dan Qing China. Mereka memperluas teritori secara signifikan
dan menikmati pertumbuhan demografis dan ekonomis yang
belum ada presedennya. Pada 1775, Asia menyumbang 80
persen ekonomi dunia. Ekonomi gabungan India dan China saja
35. Truganini, pribumi
Tasmania terakhir.
333
menyumbang dua pertiga produksi global. Jika dibandingkan,
Eropa waktu itu yaitu cebol.3
Pusat kekuatan dunia baru beralih ke Eropa pada masa
antara tahun 1750 sampai 1850, saat Eropa mempermalukan
kekuatan-kekuatan Asia dalam serangkaian perang dan
menaklukkan bagian-bagian besar Asia. Sampai tahun 1900
orang-orang Eropa dengan kokoh menguasai ekonomi dunia dan
sebagian besar teritorinya. Pada 1950, Eropa Barat dan Amerika
Serikat bersama-sama menyumbang lebih dari setengah produksi
global, sedang porsi China terpangkas menjadi 5 persen.4
Di bawah pengawasan Eropa, sebuah tatanan global dan kultur
global baru muncul. Kini seluruh manusia, pada ukuran yang
lebih besar dari yang mereka biasa akui, yaitu Eropa dalam
hal pakaian, pemikiran, dan citarasa. Mereka mungkin gigih
anti-Eropa dalam retorika, namun hampir setiap orang di muka
Planet Bumi ini memandang politik, kedokteran, perang, dan
ekonomi dengan mata Eropa, mendengarkan musik yang ditulis
dalam gaya Eropa dengan kata-kata dari bahasa-bahasa Eropa.
Bahkan, ekonomi China yang kini berkembang, yang mungkin
segera meraih kembali keunggulan globalnya, dibangun dengan
model produksi dan keuangan Eropa.
Bagaimana orang-orang berjemari kaku dari Eurasia ini
berhasil mencuat dari sudut terpencil Bumi dan menaklukkan
seluruh dunia? Para ilmuwan Eropa-lah yang sering mendapat
pujian. Tak terbantahkan bahwa sejak 1850 dan seterusnya
dominasi Eropa bertumpu terutama pada jalinan militer-industri-
sains dan keunggulan teknologikal. Seluruh imperium yang
berhasil pada abad modern akhir menggalang riset saintifik
dengan harapan panen inovasi-inovasi teknologi, dan banyak
ilmuwan menghabiskan sebagian besar waktu kerja mereka
pada senjata, kedokteran, dan mesin-mesin untuk tuan-tuan
imperium mereka. Ungkapan umum di kalangan para tentara
Eropa yang menghadapi musuh-musuh Afrika yaitu , “Majulah
dengan apa pun, kami punya senapan mesin, dan mereka tidak.”
Teknologi-teknologi sipil tak kalah pentingnya. Makanan-
makanan kalengan mengenyangkan tentara, rel kereta api dan
kapal uap mengangkut tentara dan bekal mereka, sementara satu
334
gudang baru obat-obatan mengobati tentara, pelaut, dan para
insinyur lokomotif. Kemajuan-kemajuan logistik ini memainkan
peran yang lebih signifikan dalam penaklukan Eropa atas Afrika
ketimbang senapan mesin.
namun keadaannya tidak demikian sebelum 1850.
Persekutuan militer-industri-sains masih bayi; buah-buah teknologi
dari Revolusi Saintifik belum matang; dan jurang teknologi
antara kekuatan Eropa, Asiatik, dan Afrika masih kecil. Pada
1770, James Cook sudah pasti memiliki teknologi yang jauh
lebih bagus ketimbang Aborigin Australia, namun demikian pula
China dan Ottoman. Mengapa kemudian Austrila dieksplorasi dan
dikolonisasi oleh Kapten James Cook, dan bukan oleh Kapten
Wan Zhengse atau kapten Hussein Pasha? Lebih penting lagi, jika
pada 1770 orang-orang Eropa tak punya keunggulan teknologi
yang signifikan atas Muslim, India, dan China, bagaimana
mungkin mereka berhasil dalam abad berikutnya membuka jurang
pemisah antara mereka dan kekuatan lain di dunia?
Mengapa persekutuan militer-industri-sains mekar di Eropa,
dan bukan di India? saat Inggris melompat maju, mengapa
Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat dengan cepat menyusul,
sedang China tertinggal di belakang? saat gap antara
bangsa-bangsa industri dan non-industri menjadi sebuah faktor
ekonomi dan politik yang jelas, mengapa Rusia, Italia, dan Austria
berhasil mendekatinya, sedang Persia, Mesir, dan Imperium
Ottoman gagal? Lagi pula, teknologi dari gelombang industri
pertama relatif sederhana. Apakah terlalu berat bagi China atau
Ottoman untuk merancang mesin uap, membuat senapan mesin,
dan memasang rel kereta api?
Kereta api komersial pertama di dunia terbuka untuk bisnis
pada 1830, di Inggris. Pada 1850, negara-negara Barat dibelah-
belah oleh hampir 40.000 kilometer jalur kereta api—namun
di seluruh Asia, Afrika, dan Amerika Latin hanya ada 4.000
kilometer jalur. Pada 1880, Barat memasang lagi jumlahnya
menjadi lebih dari 350.000 kilometer jalur kereta api (dan
sebagian besar ini buat oleh Inggris di India).5 Rel kereta api
pertama di China baru dibuka pada 1876. Panjangnya 25
kilometer dan dibangun oleh orang-orang Eropa—pemerintah
335
China menghancurkannya setahun kemudian. Pada 1880,
Imperium China tidak mengoperasikan satu pun rel kereta api.
Rel kereta api pertama di Persia baru dibangun pada 1888,
dan rel itu menghubungkan Teheran dengan sebuah situs suci
Muslim sekitar 10 kilometer di sebelah selatan ibu kota. Rel
itu dibangun dan dioperasikan oleh sebuah perusahaan Belgia.
Pada 1950, total jaringan rel kereta api di Persia masih teramat
kecil, 2.500 kilometer, di sebuah negara dengan ukuran tujuh
kali luas Inggris.6
China dan Persia tidak kekurangan penemuan teknologi
semacam mesin uap (yang bisa dengan bebas ditiru atau dibeli).
Mereka tak punya nilai-nilai, mitos-mitos, perangkat yudisial,
dan struktur sosiopolitik yang butuh waktu berabad-abad untuk
terbentuk dan matang di Barat dan yang tidak bisa ditiru dan
diinternalisasi secara cepat. Prancis dan Amerika Serikat dengan
cepat mengikuti jejak Inggris sebab Prancis dan Amerika sudah
memiliki mitos-mitos paling penting yang sama dengan mitos-
mitos serta struktur-struktur sosial Inggris. China dan Persia
tidak bisa mengejar dengan cepat sebab mereka memandang
dan mengorganisasi warga mereka secara berbeda.
Penjelasan ini membuka pemahaman baru tentang periode
dari 1500 sampai 1850. Pada era ini Eropa tidak memiliki
keunggulan yang jelas di bidang teknologi, politik, militer,
atau ekonomi atas kekuatan-kekuatan Asia, namun kontinen
itu membangun sebuah potensi unik, yang maknanya tiba-tiba
menjadi jelas sekitar 1850. Kesetaraan yang jelas antara dunia
Eropa, China, dan Muslim pada 1750 sesunggunya hanyalah
khayalan belaka. Bayangkan dua tukang bangunan, masing-
masing sibuk membangun menara yang sangat tinggi. Satu
tukang bangunan memakai kayu dan batu bata tanah liat,
sedang yang lain memakai baja dan beton. Mula-mula
tampak bahwa tidak banyak perbedaan antara kedua metode
itu sebab kedua menara tumbuh dengan kecepatan sama dan
mencapai ketinggian yang sama. Namun, begitu ambang batasnya
terlampaui, kayu dan batu bata tanah liat tidak bisa menahan
beban dan runtuh, sedang menara baja dan beton tumbuh
lantai demi lantai, sejauh mata bisa melihat.
336
Potensi apa yang dikembangkan Eropa pada periode modern
awal sehingga memungkinkannya mendominasi dunia modern
akhir? Ada dua jawaban yang saling melengkapi untuk pertanyaan
ini: sains modern dan kapitalisme. Bangsa Eropa biasa berpikir
dan berperilaku dalam cara saintifik dan kapitalis, bahkan sebelum
mereka menikmati keunggulan-keunggulan teknologi signifikan
yang mana pun. saat bonanza teknologi dimulai, bangsa Eropa
bisa memanfaatkannya jauh lebih bagus ketimbang bangsa lain
mana pun. Jadi, sulit untuk disebut sebagai kebetulan bahwa
sains dan kapitalisme membentuk warisan paling penting yang
diwariskan imperialisme Eropa ke dunia pos-Eropa abad ke-21.
Eropa dan bangsa Eropa tidak lagi menguasai dunia, namun sains
dan modal tumbuh semakin kuat. Kemenangan-kemenangan
kapitalisme diulas dalam bab sesudah ini. Bab ini dikhususkan
untuk kisah cinta antara imperialisme Eropa dan sains modern.
Mentalitas Penakluk
Sains modern tumbuh subur berkat imperium-imperium Eropa.
Disiplin ini jelas berutang sangat besar pada tradisi-tradisi saintifik
kuno, seperti Yunani, China, India, dan Islam kuno, namun
karakter uniknya mulai terbentuk baru pada awal periode modern,
bergandeng tangan dengan ekspansi Spanyol, Portugal, Inggris,
Prancis, Rusia, dan Belanda. Dalam periode modern awal, bangsa
China, India, Muslim, Pribumi Amerika, dan Polynesia terus
memberi kontribusi penting bagi Revolusi Saintifik. Pandangan-
pandangan mendalam para ekonom Muslim dipelajari oleh Adam
Smith dan Karl Marx, perawatan-perawatan yang dipelopori
oleh para dokter Pribumi Amerika menemukan jalan memasuki
naskah-naskah medis Inggris dan data yang diserap dari para
informan Polynesia merevolusi antropologi Barat. Namun, sampai
dengan pertengahan abad ke-20, orang-orang yang meramu
begitu banyak penemuan saintifik, untuk menciptakan disiplin-
disiplin saintifik dalam proses itu, yaitu kaum elite berkuasa
dan intelektual dari imperium-imperium global Eropa. Timur
jauh dan dunia Islam menghasilkan pikiran-pikiran sepintar dan
337
segesit orang Eropa. Namun, antara tahun 1500 sampai 1950
mereka tidak menghasilkan apa pun yang bahkan mendekati
penemuan fisika Newton atau biologi Darwinian.
Ini tidak berarti bahwa bangsa Eropa memiliki gen unik untuk
sains, atau bahwa mereka akan selamanya mendominasi studi
fisika dan biologi. Sebagaimana Islam memulai sebagai sebuah
monopoli bangsa Arab, namun kemudian diambil alih oleh orang
Turki dan Persia, demikian pula sains bermula sebagai keahlian
Eropa, namun kini menjadi suatu ikhtiar multi-etnis.
Apa yang menyatukan ikatan historis antara sains modern
dan imperialisme Eropa? Teknologi yaitu sebuah faktor penting
pada abad ke-19 dan k-20, namun pada era modern awal, ia
memiliki makna yang terbatas. Faktor kuncinya yaitu bahwa
para ahli botani pencari tumbuhan dan perwira laut pencari
koloni memiliki jalan pikiran yang serupa. Baik ilmuwan maupun
penakluk memulai dengan pengakuan ketidaktahuan—mereka
sama-sama mengatakan “Saya tidak tahu apa yang ada di luar
sana”. Mereka sama-sama merasa tergugah untuk pergi keluar
dan menghasilkan penemuan-penemuan baru. Dan, mereka
sama-sama berharap pengetahuan baru yang diperoleh akan
menjadikan mereka penguasa dunia.
Imperialisme Eropa sama sekali tidak seperti semua proyek
imperium lain dalam sejarah. Para pembangun imperium
sebelumnya cenderung berasumsi bahwa mereka sudah memahami
dunia. Penaklukan semata-mata memanfaatkan dan menyebarkan
pandangan mereka tentang dunia. Bangsa Arab, sebagai contoh,
tidak menaklukkan Mesir, Spanyol, atau India dalam rangka
menemukan sesuatu yang mereka tidak tahu. Bangsa Romawi,
Mongolia, dan Aztec dengan rakus menaklukkan tanah-tanah baru
untuk mencari kekuasaan dan kekayaan—bukan pengetahuan.
Sebaliknya, para imperialis Eropa bertolak menuju daratan-
daratan jauh dengan harapan mendapatkan pengetahuan baru
yang ada di teritori-teritori baru.
James Cook bukan penjelajah pertama yang berpikir
demikian. Para pelancong Portugis dan Spanyol abad ke-15
dan ke-16 sudah melakukan. Pangeran Henry Sang Navigator
dan Vasco da Gama mengeksplorasi pesisir-pesisir Afrika dan,
338
sambil melakukan itu, merebut kontrol atas pulau-pulau dan
pelabuhan-pelabuhan. Christopher Columbus “menemukan”
Amerika dan langsung mengklaim kedaulatan atas tanah-tanah
baru itu untuk raja-raja Spanyol. Ferdinand Magellan menemukan
jalan ke seluruh dunia, dan secara simultan meletakkan fondasi
bagi penaklukan Filipina.
Seiring berlalunya waktu, penaklukan pengetahuan dan
penaklukan teritori menjadi semakin erat terjalin. Pada abad ke-18
dan ke-19, hampir setiap ekspedisi militer penting yang bertolak
dari Eropa ke tanah-tanah jauh membawa serta, dalam kapal-kapal
mereka, para ilmuwan yang tidak ditujukan untuk berperang,
namun untuk menghasilkan penemuan-penemuan saintifik. saat
Napoleon menginvasi Mesir pada 1798, dia membawa 165 ahli
bersamanya. Di antaranya, mereka mendirikan disiplin yang
baru sama sekali, Egyptologi, dan memberi kontribusi-kontribusi
penting bagi studi agama, linguistik, dan botani.
Pada 1831, Angkatan Laut Kerajaan mengirim kapal
HMS Beagle untuk memetakan pesisir-pesisir Amerika Latin,
Kepulauan Falkland, dan Kepulauan Galapagos. Angkatan Laut
itu membutuhkan pengetahuan dalam rangka membangun
persiapan yang lebih baik guna menghadapi peperangan.
Kapten kapal, yang seorang ilmuwan amatir, memutuskan
untuk menambahkan seorang geolog dalam ekspedisi untuk
mempelajari formasi-formasi geologis yang mungkin mereka
temukan dalam perjalanan. Setelah beberapa geolog menolak
undangannya, kapten menawarkan pekerjaan itu kepada seorang
lulusan Cambridge berusia 22 tahun, Charles Darwin. Darwin
sudah belajar untuk menjadi seorang pendeta Anglican, namun
jauh lebih tertarik dengan geologi dan ilmu alam ketimbang
Injil. Dia langsung meraih kesempatan itu, dan selebihnya yaitu
sejarah. Kapten menghabiskan waktu dalam perjalanan untuk
menggambar peta-peta militer sementara Darwin mengumpulkan
data-data empiris dan memformulasi pandangan-pandangan yang
kelak menjadi teori evolusi.
Pada 20 Juli 1969, Neil Amstron dan Buzz Aldrin mendarat di
permukaan Bulan. Dalam bulan-bulan menuju ekspedisi mereka,
339
para astronot Apollo 11 berlatih di sebuah gurun terpencil
mirip Bulan di Amerika Serikat bagian barat. Area itu yaitu
wilayah beberapa komunitas pribumi Amerika, dan terbetiklah
kisah—atau legenda—yang menggambarkan pertemuan antara
para astronot dan salah satu penduduk lokal.
Suatu hari saat latihan, para astronot berpapasan dengan
seorang tua Pribumi Amerika. Laki-laki itu bertanya kepada
mereka, apa yang sedang mereka lakukan di sana. Mereka
menjawab bahwa mereka yaitu bagian dari ekspedisi riset yang
akan segera bepergian untuk mengeksplorasi Bulan. Mendengar
jawaban ini , laki-laki itu terdiam selama beberapa saat,
dan kemudian menanyakan apakah para astronot itu bisa
membantunya.
“Apa yang kamu inginkan?” tanya mereka.
“Ya, warga suku kami percaya bahwa para arwah suci
hidup di Bulan. Saya berharp Anda bisa menyampaikan sebuah
pesan penting kepada mereka dari warga saya,” kata laki-
laki itu.
“Apa pesannya?” tanya para astronot.
Pria itu menggumamkan sesuatu dalam bahasa sukunya,
kemudian meminta para astronot mengulanginya lagi dan lagi
sampai mereka bisa menghafal dengan benar.
“Apa artinya itu?” tanya para astronot.
“Oh, saya tidak bisa beri tahu kalian. Itu rahasia yang hanya
boleh diketahui oleh suku kami dan para arwah di Bulan.”
Kembali ke pangkalan mereka, para astronot mencari dan
terus mencari sampai mereka menemukan seseorang yang
mengerti bahasa suku itu, dan memintanya untuk menerjemahkan
pesan rahasia ini . saat mereka mengulangi apa yang
telah mereka hafalkan, penerjemah itu mulai tertawa terbahak-
bahak. saat tawanya sudah reda, para astronot itu bertanya
apa artinya. Orang itu menjelaskan bahwa kalimat yang mereka
hafalkan begitu hati-hati ini berarti, ‘Jangan percaya satu
kata pun yang dikatakan orang-orang ini kepadamu. Mereka
datang untuk mencuri tanah-tanahmu’.
340
Peta-Peta Kosong
Mentalitas “penjelajah dan penakluk” tergambar dengan baik
oleh perkembangan peta-peta dunia. Banyak kultur menggambar
peta dunia jauh sebelum abad modern. Jelas, tak ada dari
kultur-kultur itu yang benar-benar tahu keseluruhan dunia. Tak
ada kultur Afro-Asia yang tahu tentang Amerika, dan tak ada
kultur Amerika yang tahu tentang Afro-Asia. Namun, area-area
tak dikenal ditinggalkan begitu saja, atau dihuni oleh monster-
monster dan keajaiban-keajaiban imajiner. Peta-peta ini tidak
punya ruang kosong. Mereka memberi kesan tentang pengenalan
seluruh dunia.
Pada abad ke-15 dan ke-16, bangsa Eropa mulai menggambar
peta-peta yang hilang ruang-ruang kosong itu—satu indikasi
dari perkembangan pola pikir saintifik, di samping dorongan
imperium Eropa. Peta-peta kosong yaitu terobosan psikologis
dan ideologis, pengakuan yang jelas bahwa bangsa Eropa tidak
tahu tentang bagian-bagian besar dunia.
Titik balik penting terjadi pada 1492, saat Christopher
Columbus berlayar ke barat dari Spanyol, mencari rute baru ke
Asia Timur. Columbus masih percaya pada peta-peta dunia lama
“yang lengkap”. Dengan memakai peta-peta itu, Columbus
mengalkulasi bahwa Jepang seharusnya terletak sekitar 7.000
kilometer sebelah barat Spanyol. Faktanya, lebih dari 20.000
kilometer dan sebuah kontinen utuh tak dikenal memisahkan
Asia Timur dari Spanyol. Pada 12 Oktober 1492, sekitar pukul
2.00 dini hari, ekspedisi Columbus terhadang oleh kontinen
tak dikenal itu. Juan Rodriguez Bermejo, yang memandang dari
tiang kapal Pinta, melihat sebuah pulau yang sekarang kita sebut
Bahama, dan berteriak “Daratan! Daratan!”
Columbus percaya dia sudah mencapai sebuah pulau kecil
dekat pesisir Asia Timur. Dia menyebut orang yang dia temukan
di sana sebagai orang Hindia sebab mengira telah mendarat di
Hindia—yang sekarang kita sebut Hindia Timur atau Kepulauan
Indonesia. Columbus terjebak dalam kekeliruan ini sampai akhir
hayatnya. Ide bahwa dia menemukan banyak kontinen tak dikenal
tak terbayangkan olehnya dan oleh banyak orang dari generasinya.
341
Selama ribuan tahun, tidak hanya para pemikir dan ahli terbesar,
namun juga kitab-kitab suci, yang hanya tahu Eropa, Afrika, dan
Asia. Bagaimana mungkin mereka bisa salah? Bagaimana mungkin
Injil luput mengetahui setengah dunia? Itu seolah-olah pada 1969,
dalam perjalanan ke Bulan, Apollo 11 menabrak sebuah Bulan
tak dikenal sampai kini yang mengelilingi Matahari, yang gagal
dilihat oleh seluruh observasi sebelumnya. Dalam penolakannya
untuk mengakui ketidaktahuannya, Columbus tetaplah seorang
manusia abad pertengahan. Dia yakin dia tahu seluruh dunia,
dan bahkan penemuan pentingnya gagal meyakinkan dia untuk
36. Sebuah peta dunia dari Eropa tahun 1459. Peta itu dipenuhi
detail, bahkan saat menggambarkan bagian-bagian dari dunia
yang benar-benar tak dikenal oleh bangsa Eropa, seperti Afrika
bagian selatan.
342
mengakui hal yang sebaliknya. Orang modern pertama yaitu
Amerigo Vespucci, seorang pelaut Italia yang ikut ambil bagian
dalam beberapa ekspedisi ke Amerika pada 1499 sampai 1504.
Antara 1502 sampai 1504, dua teks yang menjelaskan ekspedisi-
ekspedisi ini diterbitkan di Eropa. Keduanya teratribusi ke nama
Vespucci. Keduanya mengemukakan bahwa tanah-tanah baru yang
ditemukan oleh Columbus bukanlah kepulauan lepas pantai Asia
Timur, melainkan sebuah benua utuh yang tak dikenal dalam
kitab-kitab Suci, para ahli geografi klasik, dan orang-orang biasa
Eropa. Pada 1507, yakin dengan argumentasi-argumentasi ini,
seorang pembuat peta terpandang bernama Martin Waldseemüller
menerbitkan sebuah peta dunia yang diperbarui, yang pertama
untuk menunjukkan tempat armada-armada Eropa yang berlayar
ke barat mendarat sebagai sebuah kontinen terpisah. Setelah
menggambar itu, Waldseemüller harus memberinya nama. Keliru
meyakini bahwa Amerigo Vespucci sendiri yang menemukannya,
Waldseemüller menamai kontinen itu untuk menghormatinya—
Amerika. Peta Waldseemüller menjadi sangat populer dan disalin
oleh banyak pembuat peta, menyebarkan nama yang dia berikan
pada tanah baru ini . Ada keadilan yang puitis dalam fakta
bahwa seperempat dunia, dan dua dari tujuh kontinennya,
dinamai dengan nama seorang Italia yang kurang terkenal sebab
klaim tunggalnya yang terkenal yaitu bahwa dia memiliki
keberanian untuk berkata, “Kami tidak tahu”.
Penemuan Amerika yaitu sebuah peristiwa fondasi bagi
Revolusi Saintifik. Ia tidak hanya mengajarkan bangsa Eropa
untuk menghargai observasi masa kini di atas tradisi-tradisi
masa lampau, namun hasrat untuk menaklukkan Amerika juga
mewajibkan bangsa Eropa untuk mencari pengetahuan baru
dengan kecepatan yang menggila. Jika mereka benar-benar ingin
mengontrol teritori-teritori baru yang mahaluas, mereka harus
mengumpulkan data baru dalam jumlah sangat besar tentang
geografi, iklim, flora, fauna, bahasa, kultur, dan sejarah kontinen
baru. Kitab-kitab suci Kristen, Artikel -Artikel geografi tua, dan
tradisi-tradisi lisan kuno tidak banyak membantu.
Oleh sebab itu, tidak hanya para ahli geografi Eropa, namun
juga para sarjana Eropa di hampir semua bidang pengetahuan
343
mulai menggambar peta dengan ruang-ruang yang tersisa untuk
diisi. Mereka mulai mengakui bahwa teori-teori mereka tidak
sempurna dan bahwa ada hal-hal penting yang mereka tidak tahu.
Bangsa Eropa ditarik ke titik-titik kosong peta seakan titik-titik
itu yaitu magnet-magnet, dan langsung mulai mengisinya. Dalam
abad ke-15 dan ke-16, ekspedisi-ekspedisi Eropa menjelajah
ke Afrika, mengeksplorasi Amerika, menyeberangi Samudra
Pasifik dan India, serta menciptakan jaringan basis-basis dan
koloni-koloni di seluruh dunia. Mereka mendirikan imperium-
imperium global pertama yang sejati dan menyulam jaringan
perdagangan global pertama. Ekspedisi-ekspedisi imperium Eropa
menstransformasi sejarah dunia: dari hanya serangkaian sejarah
orang-orang dan kultur-kultur terpisah, menjadi sejarah sebuah
warga tunggal manusia yang terpadu.
Ekspedisi-ekspedisi jelajah-dan-taklukkan ala Eropa ini begitu
akrab kita kenal sehingga kita cenderung berlebihan memandang
37. Peta Dunia Salviati, 1525. Kalau peta dunia tahun 1459 penuh
kontinen, pulau-pulau, dan penjelasan-penjelasan terperinci, peta
Salviati sebagian besar kosong. Mata digiring ke selatan sepanjang
pesisir Amerika, sampai menumbuk kekosongan. Siapa pun yang
melihat peta itu dan punya rasa ingin tahu yang minim sekalipun,
akan tergugah untuk bertanya, “Apa di balik titik ini?” Peta itu tak
memberi jawaban. Ia hanya menggugah orang untuk berlayar dan
menemukannya.
344
betapa luar biasanya mereka. Tak ada yang seperti mereka
sebelumnya. Perjalanan-perjalanan jarak jauh untuk penaklukan
bukanlah langkah alamiah. Sepanjang sejarah sebagian besar
warga manusia terlalu sibuk dengan konflik-konflik lokal
dan pertengkaran antar tetangga sehingga mereka tak pernah
berpikir tentang menjelajahi dan menaklukkan daratan-daratan
jauh. Sebagian besar imperium meluaskan kontrol mereka hanya
dengan tetangga terdekatnya—mereka menjangkau tanah-tanah
jauh hanya sebab tetangga mereka terus berkembang. Jadi, bangsa
Romawi menaklukkan Etruria dalam rangka mempertahankan
Roma (350–300 SM). Mereka menaklukkan Lembah Po dalam
rangka mempertahankan Etruria (200 SM). Mereka selanjutnya
menaklukkan Provence untuk mempertahankan Lembah Po
(120 SM), Gaul untuk Provence (50 SM), dan Inggris untuk
mempertahankan Gaul (50 M). Butuh waktu 400 tahun untuk
membawa Romawi sampai ke London. Pada 350 SM, tak ada
orang Romawi yang akan berpikir tentang berlayar langsung ke
Inggris untuk menaklukkannya.
Sesekali seorang penguasa atau petualang yang ambisius
memang akan sampai pada keputusan untuk kampanye
penaklukan jarak jauh, namun kampanye-kampanye seperti itu
biasanya mengikuti jalur-jalur imperium atau komersial yang
sudah rata. Kampanye-kampanye Alexander Yang Agung,
misalnya, tidak menghasilkan berdirinya sebuah imperium baru,
namun merupakan perebutan kekuasaan atas imperium yang sudah
ada—yakni Persia. Preseden yang paling dekat pada imperium-
imperium Eropa modern yaitu imperium-imperium laut kuno
Athena dan Carthage, dan imperium laut kuno Majapahit,
yang menyatukan banyak bagian Indonesia pada abad ke-14.
Meskipun demikian, imperium-imperium ini jarang bertualang
ke lautan tak dikenal—eksploitasi-eksploitasi laut mereka yaitu
tindakan-tindakan lokal kalau dibandingkan dengan petualangan-
petualangan global Eropa modern.
Banyak ahli mengemukakan bahwa perjalanan-perjalanan
Laksamana Cheng Ho dari Dinasti Ming China berjaya dan
meredupkan perjalanan-perjalanan penemuan Eropa. Antara
tahun 1405 sampai 1433, Cheng Ho memimpin 7 armada besar
dari China untuk mencapai jangkauan jauh Samudra Hindia.
Armada terbesarnya berisi 300 kapal dan membawa hampir
30.000 orang.7 Mereka mengunjungi Indonesia, Sri Lanka, India,
Teluk Persia, Laut Merah, dan Afrika Timur. Kapal-kapal China
berlabuh di Jeddah, pelabuhan utama Hejaz, dan di Malindi,
di pesisir Kenya. Armada Columbus pada tahun 1492—yang
terdiri dari 3 kapal kecil dengan 120 pelaut—ibarat trio nyamuk
dibandingkan dengan barisan naga Cheng Ho.8
namun ada perbedaan krusial. Cheng Ho menjelajahi
samudra-samudra itu, dan membantu para penguasa pro-China,
namun dia tidak berusaha menaklukkan atau mengolonisasi negara-
negara yang dia kunjungi. Lebih dari itu, ekspedisi-ekspedisi
Cheng Ho tidak mengakar kuat dalam politik dan kultur China.
saat faksi penguasa di Beijing berganti pada tahun 1430-an,
para penguasa baru menghentikan operasi ini secara tiba-
tiba. Armada besarnya dilenyapkan, pengetahuan teknis dan
geografisnya yang krusial hilang, dan tidak ada penjelajah dengan
postur dan sarana sebesar itu yang berlayar lagi dari pelabuhan
China. Para penguasa China pada abad-abad berikutnya, seperti
sebagian besar penguasa dalam abad-abad sebelumnya, membatasi
kepentingan-kepentingan dan ambisi-ambisi mereka pada lingkup
dekat Kerajaan Menengah ini .
Ekspedisi-ekspedisi Cheng Ho membuktikan bahwa Eropa
tidak memiliki suatu keunggulan teknologis yang mencolok. Apa
yang membuat bangsa Eropa istimewa yaitu ambisi mereka
yang tak tertandingi dan tak terpuaskan untuk menjelajah dan
menaklukkan. Meskipun mereka mungkin memiliki kemampuan
itu, bangsa Romawi tidak pernah berusaha menaklukkan India
atau Skandinavia, Persia tidak pernah berusaha menaklukkan
Madagaskar atau Spanyol, dan China tidak pernah berusaha
menaklukkan Indonesia atau Afrika. Tidak ada sesuatu yang
istimewa tentang itu. Keanehannya yaitu bahwa bangsa Eropa
modern awal terjangkiti demam yang mendorong mereka untuk
berlayar selangkah demi selangkah ke pesisir-pesisir, dan langsung
mendeklarasikan “Saya mengklaim semua teritori ini untuk raja
saya!”
346
Invasi dari Luar Angkasa
Sekitar tahun 1517, para kolonis Spanyol di Kepulauan Karibia
mulai mendengar rumor aneh tentang imperium kuat di suatu
tempat di pusat daratan Meksiko. Hanya dalam waktu 4 tahun
kemudian, ibu kota Aztec itu luluh lantak, Imperium Aztec
menjadi masa lalu, dan Hernán Cortés menguasai sebuah
Imperium Spanyol baru yang sangat besar di Meksiko.
Orang-orang Spanyol tidak berhenti takjub pada diri sendiri,
bahkan tercengang oleh keberhasilan mereka sendiri. Mereka
segera melancarkan operasi-operasi jelajah-dan-taklukkan ke
segala arah. Para penguasa sebelumnya atas Amerika Tengah—
Aztec, Toltec, Maya—jarang yang tahu bahwa Amerika Latin
itu ada, dan tidak pernah mencoba menjajahnya, dalam waktu
2.000 tahun. Namun, dalam waktu hanya 10 tahun lebih sejak
Spanyol menaklukkan Meksiko, Francisco Pizzaro menemukan
Imperium Inca dai Amerika Latin, menjajahnya pada 1532.
Kalau saja bangsa Aztec dan Inca punya sedikit minat pada
38. Kapal Cheng Ho di samping kapal Columbus.
347
dunia di sekitar mereka—dan kalau saja mereka tahu apa yang
diperbuat orang-orang Spanyol pada tetangga-tetangga mereka—
mungkin mereka melawan penaklukan Spanyol dengan lebih
gigih dan sukses. Dalam tahun-tahun antara perjalanan pertama
Columbus ke Amerika (1492) dan pendaratan Cortés di Meksiko
(1519), bangsa Spanyol menaklukkan sebagian besar Kepulauan
Karibia, memasang satu rangai koloni baru. Bagi bangsa-bangsa
pribumi yang dijajah, koloni-koloni ini yaitu neraka dunia.
Mereka dikuasai dengan tangan besi oleh kaum kolonialis
rakus lagi jahat yang memperbudak mereka dan memerintahkan
mereka bekerja di tambang-tambang dan perkebunan-perkebunan,
membunuh siapa pun yang sedikit saja berusaha melawan.
Sebagian besar penduduk pribumi mati, baik sebab kondisi-
kondisi kerja keras atau sebab keganasan penyakit-penyakit yang
menumpang ke Amerika melalui kapal-kapal layar para penakluk.
Dalam kurun waktu 20 tahun, hampir seluruh populasi pribumi
Karibia musnah. Para kolonialis Spanyol mulai mengimpor budak-
budak Afrika untuk mengisi kevakuman itu.
Genosida ini terjadi tepat di depan pintu Imperium Aztec,
namun saat Cortés mendarat di pesisir timur imperium itu,
bangsa Aztec tak tahu apa-apa. Kedatangan bangsa Spanyol setara
dengan invasi alien dari luar angkasa. Bangsa Aztec diyakinkan
bahwa mereka tahu seluruh dunia dan bahwa mereka sudah
menguasai sebagian besarnya. Bagi mereka, tak terbayangkan
bahwa di luar domain mereka bisa ada sesuatu seperti orang-
orang Spanyol ini. saat Cortés dan orang-orangnya mendarat
di pantai-pantai panas yang kini dikenal dengan nama Vera Cruz,
itulah saat pertama bangsa Aztec bertemu dengan orang-orang
yang sama sekali asing.
Bangsa Aztec tidak tahu bagaimana cara bereaksi. Mereka
kesulitan untuk memastikan apa sesungguhnya makhluk-makhluk
asing ini. Tak seperti semua manusia yang dikenal, alien berkulit
putih. Mereka juga punya banyak rambut di wajah. Sebagian
rambutnya sewarna dengan Matahari. Bau mereka busuk luar
biasa. (Kebersihan pribumi jauh lebih bagus ketimbang orang-
orang Spanyol. saat orang-orang Spanyol kali pertama tiba
di Meksiko, para pribumi dengan membawa dupa yang dibakar
348
ditugasi untuk menemani mereka ke mana pun mereka ingin.
Orang-orang Spanyol mengira itu pertanda kehormatan dari
Tuhan. Kita tahu dari sumber-sumber pribumi bahwa bau para
pendatang itu benar-benar tak tertahankan.)
Kultur material para alien itu bahkan semakin menjadi-jadi.
Mereka datang dengan kapal-kapal raksasa, yang tak pernah
dibayangkan oleh bangsa Aztec, apalagi dilihat. Mereka naik
punggung binatang-binatang besar yang menakutkan, yang
larinya secepat angin. Mereka bisa menghasilkan kilat dan petir
dari batang-batang logam yang bersinar. Mereka punya pedang-
pedang panjang yang berkilau dan senjata-senjata yang tak bisa
ditembus, berhadapan dengan pedang-pedang kayu pribumi dan
kapak-kapak batu tak ada gunanya.
Sebagian orang Aztec mengira mereka pasti para dewa. Yang
Peta 7. Imperium Aztec dan Inca pada masa penaklukan oleh Spanyol.
349
lain menduga itu yaitu setan-setan, atau hantu-hantu orang mati,
atau dukun-dukun yang kuat. Bukannya mengonsentrasikan semua
kekuatan yang tersedia dan mengusir orang-orang Spanyol, orang-
orang Aztec malah berunding, berleha-leha, dan bernegosiasi.
Mereka tak melihat alasan untuk bergegas. Lagi pula, Cortés
punya tak lebih dari 550 orang Spanyol bersamanya. Apa yang
bisa dilakukan 550 orang menghadapi imperium jutaan orang?
Cortés pun sama tak mengertinya tentang bangsa Aztec, namun
dia dan orang-orangnya memiliki keunggulan signifikan atas
musuh-musuh mereka. Kalau bangsa Aztec tak punya pengalaman
untuk bersiap menghadap kedatangan para alien bertampang
aneh dan berbau busuk itu, orang-orang Spanyol tahu bahwa
Bumi ini penuh dunia manusia yang tak dikenal, dan tak seorang
pun punya keahlian hebat dalam menginvasi tanah-tanah alien
dan mengatasi situasi yang benar-benar tidak mereka pahami.
Bagi penakluk modern dari Eropa, sebagaimana ilmuwan Eropa
modern, mencebur ke situasi yang tak dikenal itu mengasyikkan.
Maka, saat Cortés melego jangkar dekat pantai bermandi
Matahari itu pada Juli 1519, dia tidak segan untuk bertindak.
Seperti alien dalam fiksi sains yang muncul dari pesawat ruang
angkasanya, dia mendeklarasikan kepada penduduk setempat
yang terkesima: “Kami datang dalam damai. Bawalah kami ke
pemimpin kalian”. Cortés menjelaskan bahwa dia membawa
tugas perdamaian dari raja agung Spanyol, dan meminta
wawancara diplomatik dengan penguasa Aztec, Montezuma
II. (Ini kebohongan tak tahu malu. Cortés memimpin sebuah
ekspedisi independen para petualang rakus. Raja Spanyol tak
pernah mendengar tentang Cortés maupun bangsa Aztec.) Cortés
diberi bimbingan, makanan, dan bantuan militer oleh musuh-
musuh setempat dari kalangan Aztec. Dia kemudian bergerak
menuju ibu kota Aztec, kota metropolitan besar Tenochtitlan.
Orang-orang Aztec mengizinkan para alien bergerak ke
seantero ibu kota, kemudian dengan penuh hormat membimbing
pemimpin para alien bertemu dengan Kaisar Montezuma.
Di tengah wawancara, Cortés memberi sinyal, dan orang-
orang Spanyol bersenjata logam itu membantai para pengawal
Montezuma (yang hanya bersenjata pedang-pedang kayu,
350
dan pisau-pisau batu). Tamu terhormat itu menyandera tuan
rumahnya.
Cortés kini dalam situasi yang sangat pelik. Dia telah
menangkap kaisar, namun dikelilingi puluhan ribu petarung musuh
yang marah, jutaan penduduk sipil yang liar, dan segenap kontinen
yang praktis tidak dia mengerti sama sekali. Di pihaknya hanya
ada beberapa ratus orang Spanyol, dan bala bantuan Spanyol
terdekat ada di Kuba, lebih dari 1.500 kilometer jauhnya.
Cortés tetap menyandera Montezuma di istana, untuk
mengesankan bahwa raja tetap bebas dan bertugas. dan seakan-
akan “duta besar Spanyol” tak lebih dari seorang tamu biasa.
Imperium Aztec sebuah negara yang benar-benar terpusat, dan
situasi yang tak pernah dialami itu melumpuhkannya. Montezuma
terus berperilaku seakan-akan dia menguasai imperium, dan
elite Aztec terus mematuhinya, yang berarti mematuhi Cortés.
Situasi itu berlangsung selama beberapa bulan, dan dalam masa
itu Cortés menginterogasi Montezuma beserta para pengikutnya,
melatih para penerjemah untuk beberapa bahasa lokal, dan
mengirim ekspedisi-ekspedisi kecil Spanyol ke semua arah agar
bisa mengenal Imperium Aztec dan berbagai suku, warga ,
dan kota-kota yang dikuasainya.
Elite Aztec akhirnya memberontak melawan Cortés dan
Montezuma, memilih seorang kaisar baru, dan mengusir orang-
orang Spanyol dari Tenochtitlan. Namun, saat itu sejumlah
retakan sudah tampak pada bangunan imperium Aztec. Cortés
memakai pengetahuan yang sudah didapatnya untuk
memperbesar keretakan-keretakan dan memecah imperium dari
dalam. Dia yakin banyak rakyat imperium yang bersedia ikut
dengannya melawan elite penguasa Aztec. Rakyat jajahan itu
benar-benar salah perhitungan. Mereka membenci orang Aztec,
namun tak tahu apa pun tentang Spanyol atau genosida Karibia.
Mereka berasumsi bahwa dengan bantuan Spanyol, mereka
akan mengguncang penindasan Aztec. Ide bahwa Spanyol akan
mengambil alih tidak pernah terpikir oleh mereka. Mereka yakin
jika Cortés dan beberapa ratus hulubalangnya membuat ulah,
mereka bisa dengan mudah mengatasinya. Para pemberontak itu
memberi Cortés angkatan perang puluhan ribu tentara lokal,
351
dan dengan bantuan ini Cortés mengepung Tenochtitlan
dan menaklukkan kota itu.
Sampai tahap ini semakin banyak tentara dan pemukim
Spanyol mulai tiba di Meksiko, sebagian dari Kuba, yang lain
langsung berangkat dari Spanyol. saat warga lokal
menyadari apa yang sedang terjadi, keadaannya sudah terlalu
terlambat. Dalam satu abad setelah pendaratan di Vera Cruz,
populasi pribumi Amerika menyusut sampai sekitar 90 persen,
terutama sebab penyakit-penyakit tak dikenal yang mencapai
Amerika bersama para penginvasi. Orang-orang yang selamat
terjebak di bawah kaki rezim rakus dan rasis yang jauh lebih
buruk dari rezim Aztec.
Sepuluh tahun setelah Cortés mendarat di Meksiko, Pizarro
tiba di pantai Imperium Inca. Dia membawa jauh lebih sedikit
tentara ketimbang Cortés—ekspedisinya hanya berkekuatan 168
orang! Namun, Pizarro lebih unggul sebab semua pengetahuan
dan pengalaman yang didapat dari invasi-invasi sebelumnya.
Sebaliknya, Inca tidak tahu apa-apa tentang nasib Aztec.
Pizarro mencontek Cortés. Dia mendeklarasikan diri sebagai
pembawa misi perdamaian dari raja Spanyol, meminta penguasa
Inca, Atahualpa, untuk wawancara diplomasi, dan kemudian
menculiknya. Pizarro berhasil menaklukkan imperium yang
lumpuh itu dengan bantuan sekutu-sekutu lokal. Kalau saja
rakyat jajahan di Imperium Inca tahu nasib para penduduk
Meksiko, mereka tentu tidak akan menyerahkan nasib mereka
kepada para penginvasi. Namun, mereka tidak tahu. warga
pribumi Amerika tidak hanya orang yang harus membayar
harga yang sangat mahal untuk kepicikan mereka. Imperium-
imperium besar Asia—Ottoman, Safavid, Mughal, dan China—
dengan cepat mendengar bahwa bangsa Eropa telah menemukan
sesuatu yang besar. Namun, mereka tak begitu berminat pada
penemuan-penemuan itu. Mereka terus meyakini bahwa dunia
berputar di sekitar Asia, dan tak berusaha bersaing dengan Eropa
untuk menguasai Amerika atau tanah-tanah baru di Samudra
Atlantik dan Pasifik. Bahkan, kerajaan-kerajaan kecil Eropa,
seperti Skotlandia dan Denmark, mengirim beberapa ekspedisi
menjelajah-dan-menaklukkan ke Amerika, namun tak ada satu
352
pun ekspedisi penjelajahan-penaklukan dikirim ke Amerika dari
dunia Islam, India, atau China. Kekuatan pertama non-Eropa
yang berusaha mengirim ekspedisi militer ke Amerika yaitu
Jepang. Itu terjadi pada Juni 1942, saat satu ekspedisi Jepang
menaklukkan Kiska dan Attu, dua pulau kecil lepas pantai Alaska,
yang dalam proses itu menawan 10 tentara Amerika dan seekor
anjing. Jepang tidak pernah mendekati daratan utama.
Sulit untuk mengatakan bahwa Ottoman atau China terlalu
jauh, atau mereka tidak memiliki perangkat teknologi, ekonomi,
atau militer. Sumberdaya yang dikirim Cheng Ho dari China
ke Afrika Timur pada tahun 1420-an semestinya sudah cukup
untuk mencapai Amerika. Orang China memang tidak tertarik.
Itu saja. Peta dunia pertama dari China yang menunjukkan
Amerika baru dikeluarkan pada 1602—dan saat itu dikeluarkan
oleh misi Eropa! Selama 300 tahun, bangsa Eropa menikmati
penguasaan tak tertandingi di Amerika dan Oseania, di Atlantik,
dan di Pasifik. Satu-satunya pergolakan signifikan di wilayah-
wilayah itu yaitu antara kekuatan-kekuatan dari Eropa.
Kekayaan dan sumber daya yang diakumulasi oleh bangsa Eropa
akhirnya memungkinkan mereka untuk menginvasi Asia juga,
mengalahkan imperium-imperiumnya, dan memecah-belahnya.
saat Ottoman, Persia, India, dan China terbangun dan mulai
memberi perhatian, sudah terlambat.
Baru pada abad ke-20, kultur-kultur non-Eropa mengadopsi
visi yang benar-benar global. Inilah salah satu faktor yang
memicu runtuhnya hegemoni Eropa. Maka, dalam Perang
Kemerdekaan Aljazair (1945–1962), para gerilyawan Aljazair
mengalahkan angkatan perang Prancis dengan keunggulan jumlah,
teknologi, dan ekonomi yang sangat besar. Rakyat Aljazair
menang sebab mereka didukung oleh satu jaringan global
anti kolonial, dan sebab mereka bekerja keras memanfaatkan
media dunia untuk perjuangan mereka—di samping opini
publik di Prancis sendiri. Kekalahan yang ditimpakan si mungil
Vietnam Utara pada raksasa Amerika didasarkan pada strategi
yang sama. Kekuatan-kekuatan gerilya ini menunjukkan bahwa
bahkan negara adidaya bisa dikalahkan jika perjuangan lokal
menjadi perjuangan global. Menarik untuk direnungkan apa
353
jadinya kalau Montezuma mampu memanipulasi opini publik di
Spanyol dan mendapat bantuan dari salah satu pesaing-pesaing
Spanyol—Portugal, Prancis, atau Imperium Ottoman.
Laba-laba Langka dan Aksara-Aksara
yang Terlupakan
Sains modern dan imperium-imperium modern dimotivasi
oleh perasaan yang tak kunjung padam bahwa mungkin ada
sesuatu yang penting di balik horizon—sesuatu yang sebaiknya
dieksplorasi dan dikuasai. Namun, koneksi antara sains dan
imperium berlangsung jauh lebih dalam. Tidak hanya motivasi,
namun juga praktik-praktik para pembangun imperium berjalin-
jalin dengan para ilmuwan itu. Bagi bangsa Eropa modern,
membangun sebuah imperium yaitu proyek saintifik, sementara
membangun sebuah disiplin ilmu pengetahuan yaitu sebuah
proyek imperium.
saat Muslim menaklukkan India, mereka tidak membawa
serta para arkeolog untuk mempelajari secara sistematis sejarah
India, para antropolog untuk mempelajari budaya-budaya
India, para geolog untuk mempelajari tanah-tanah India, atau
para zoologis untuk mempelajari fauna India. saat Inggris
menaklukkan India, mereka membawa semua ini. Pada 10 April
1802 Survei India Raya dilakukan. Survei itu berlangsung 60
tahun dengan bantuan puluhan ribu buruh, sarjana, dan pemandu
pribumi, Inggris dengan hati-hati memetakan seluruh India,
menandai perbatasan-perbatasan, mengukur jarak, dan bahkan
menghitung untuk kali pertama ketinggian pasti Puncak Everest
dan puncak-puncak lain Himalaya. Inggris mengeksplorasi sumber
daya militer provinsi-provinsi India dan lokasi tambang-tambang
emasnya, namun mereka juga repot-repot mengumpulkan informasi
tentang laba-laba India, membuat katalog kupu-kupu warna-
warni, melacak asal-usul bahasa-bahasa kuno yang punah, dan
menggali reruntuhan-reruntuhan yang terlupakan.
Mohenjo-daro yaitu salah satu kota utama peradaban
Lembah Indus, yang berkembang pada milenium ke-3 SM dan
354
hancur sekitar tahun 1900 SM. Tak satu pun penguasa India
pra-Inggris—termasuk Maurya, Gupta, maupun sultan-sultan
Delhi, tidak juga Mughal yang agung—menengok reruntuhan-
reruntuhan itu. Namun, survei arkeologis Inggris melihat situs
itu pada 1922. Satu tim Inggris waktu itu mengekskavasinya,
dan menemukan peradaban besar pertama India, yang tak pernah
disadari oleh bangsa India sendiri.
Salah satu contoh menarik tentang keingintahuan saintifik
Inggris yaitu penelahan aksara cuneiform (bentuk runcing).
Ini yaitu aksara utama yang dipakai di Timur Tengah
selama hampir 3.000 tahun, namun orang terakhir yang bisa
membacanya meninggal sekitar awal milenium ke-1 M. Sejak
itu, para penduduk wilayah ini sering menemukan prasasti
aksara runcing pada monumen-monumen, tugu-tugu, reruntuhan-
reruntuhan kuno, dan pot-pot pecah. Namun, mereka tak tahu
cara membaca goresan-goresn aneh dan kaku itu, dan sepanjang
yang kita ketahui, mereka tidak pernah berusaha. Aksara runcing
itu mendapat perhatian bangsa Eropa pada 1618, saat duta
besar Spanyol di Persia melihatnya di reruntuhan Persepolis
kuno, tempat dia melihat prasasti-prasasti yang tak seorang
pun bisa membantu dia untuk membacanya. Berita tentang
aksara tak dikenal itu menyebar di kalangan para sarjana Eropa
dan mengusik rasa ingin tahu. Pada 1657, para sarjana Eropa
menerbitkan transkrip pertama naskah cuneiform dari Persepolis.
Setelah itu lebih banyak lagi transkrip menyusul, dan selama
hampir dua abad para sarjana di Barat berusaha memahaminya.
Tak ada yang berhasil.
Pada 1830-an, seorang perwira Inggris bernama Henry
Rawlinson dikirim ke Persia untuk membantu Shah melatih
angkatan perangnya dengan gaya Eropa. Dalam waktu luangnya
Rawlinson bepergian ke sekitar Persia dan suatu hari dia dipandu
oleh pemandu setempat ke sebuah tebing di Pegunungan Zagro
dan diperlihatkan Prasasti Behistun yang sangat besar. Dengan
tinggi sekitar 15 meter dan lebarnya 25 meter, prasasti itu
menjulang di permukaan tebing yang dibuat atas perintah Raja
Darius I sekitar tahun 500 SM. Prasasti itu ditulis dengan aksara
cuneiform dalam tiga bahasa: Persia Lama, Elamite, dan Babylon.
355
Prasasti ini sangat dikenal penduduk setempat, namun tak
satu pun bisa membacanya. Rawlinson yakin bahwa jika dia
bisa memahami tulisan itu, ia dan para sarjana lainnya akan
bisa membaca banyak prasasti dan naskah-naskah yang pada
masa itu sedang ditemukan di seluruh Timur Tengah sehingga
membuka pintu menuju sebuah dunia kuno yang terlupakan.
Langkah pertama untuk memahami aksara itu yaitu
untuk menghasilkan transkrip akurat yang bisa dikirim pulang
ke Eropa. Rawlinson menantang maut untuk melakukannya,
memanjat tebing untuk menyalin aksara-aksara yang aneh
ini . Dia mempekerjakan beberapa penduduk setempat untuk
membantunya, terutama seorang anak Kurdi yang memanjat
bagian yang paling sulit dijangkau dari tebing itu untuk menyalin
bagian yang paling tinggi dari prasasti. Pada 1847, proyek ini
rampung, dan satu salinan akurat dikirim ke Eropa.
Rawlinson tidak bergantung pada para pembantunya. Sebagai
seorang perwira, dia memiliki misi militer dan politik untuk
dijalankan, namun setiap kali punya waktu luang dia menerka-
nerka rahasia dalam tulisan itu. Dia mencoba satu demi satu
metode dan akhirnya berhasil memahami bagian Persia Lama
dari prasasti ini . Ini yang paling mudah sebab Persia Lama
tak begitu berbeda dari Persia modern, yang Rawlinson sangat
pahami. Satu pemaknaan dari bagian Persia Lama memberinya
kunci yang dia butuhkan untuk membuka rahasia-rahasia pada
bagian Elamite dan Babylon. Pintu besar itu terbuka, dan segeralah
keluar suara-suara kuno tapi begitu hidup—keriuhan pasar-pasar
Sumeria, proklamasi raja-raja Assyria, argumentasi para birokrat
Babylonia. Tanpa upaya kaum imperialis Eropa modern semacam
Rawlinson, kita tidak akan pernah tahu banyak tentang nasib
imperium-imperium Timur Tengah kuno.
Sarjana imperialis terkemuka lainnya yaitu William Jones.
Jones tiba di India pada September 1783 untuk menjadi seorang
hakim di Pengadilan Tinggi Bengal. Dia begitu terpukau oleh
keajaiban India sehingga dalam waktu kurang dari 6 bulan
sejak kedatangannya dia sudah mendirikan warga Asiatik.
Organisasi akademis ini ditujukan untuk mempelajari kultur-
kultur, sejarah-sejarah, dan warga -warga Asia, dan lebih
356
khusus India. Dalam dua tahun berikutnya Jones menerb