romawi dan persia



 romawi dan persia

Tidak banyak yang diketahui tentang sejarah Kerajaan Romawi 

karena tidak ada sumber tertulis yang berasal dari zaman tersebut dan 

kebanyakan sumber ditulis berasal dari legenda. Hal ini dikarenakan pada 

tahun 390 SM, bangsa Galia menyerang Roma dan menghancurkan semua 

catatan sejarah, sehingga tidak ada catatan sejarah dari masa kerajaan. 1

Berdasarkan benda pecah belah yang ditemukan pada situs Romawi di sungai 

Tiber di daratan Latium, diperkirakan benda tersebut sudah ada di sana sekitar 

1400 SM. Sedangkan sarjana kuno mengandalkan mitos yang ada untuk 

menentukan berdirinya Romawi, yaitu pada tahun 753 SM. 2Meski terdapat 

tumpang tindih mengenai fakta dan legenda dalam berdirinya Kota Romawi, 

namun ada beberapa tempat dan tokoh yang disebutkan dalam sejarah yang 

memiliki kesamaan dengan dalam legenda.

Menurut legenda, Kota Roma didirikan pada tahun 753 SM oleh suku 

bangsa lokal yang telah membangun perkemahan di tujuh bukit di sekeliling 

Roma. Tempat tersebut di sekitar Bukit Palatine di sepanjang sungai Tiber di Italia Tengah. Wilayah itu subur dan bukit-bukitnya menyediakan 

perlindungan sehingga tempat itu mudah dipertahankan. Hal ini ikut berperan 

dalam kejayaan Roma kelak.3 Berdasarkan legenda tersebut, Roma didirikan 

oleh kakak beradik cucu Raja Numitor, Romulus dan Remus.4 Namun mereka 

bertikai hingga Remus terbunuh sehingga Romulus menjadi raja Roma yang 

pertama. Faktanya, memang terdapat tujuh bukit yang mengelilingi Roma 

yang nantinya dijadikan pusat perdagangan yang didirikan pada tahun 625 SM 

yang disebut Forum.5

Warga Roma terdiri atas orang Sabin dan Latin yang bersatu 

membangun sebuah kota. Akan tetapi, mereka merasa bahwa mereka adalah 

bangsa Romawi. Sebagai masyarakat baru, mereka berusaha untuk menjadi 

yang lebih baik dari yang lainnya. Mereka memperoleh berbagai pemikiran 

baru mengenai kebudayaan dan masyarakat dari bangsa Etruska, serta para 

pedagang dari Yunani dan Kartago. Bangsa Etruska sendiri memiliki 

kebudayaan yang mengadopsi dari bangsa Yunani, di antaranya adalah huruf 

atau abjad, baju serta dewa yang mereka sembah adalah Dewa Yunani.6 Hal 

ini membuat budaya Yunani menjadi sama dengan budaya Romawi, bahkan 

bangsa Romawi mengambil alih budaya-budaya tersebut menjadi budaya 

utama bangsa Romawi.

Legenda mengisahkan ada tujuh raja 7

yang memerintah Romawi 

selama 240 tahun.8 Raja-raja tersebut9

adalah:

1. Romulus

Romulus adalah satu-satunya raja Romawi yang tidak dipilih rakyat 

karena ia merupakan raja pertama sekaligus pendiri Romawi. 

2. Numa Pompilius

Numa pompilius adalah orang Sabin yang dipilih karena reputasinya 

sebagai orang yang adil dan beriman. Numa memerintah selama 43 

tahun dan meninggal secara alami

3. Tullus Hostilius

Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka berperang dibanding 

mengurusi masalah keagamaan. Dia membangun tempat baru untuk 

senat, Curia Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah 

kematiannya.

4. Ancus Marcius

Setelah kematian Tullus Hostilius yang misterius, senat Romawi 

memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius sebagai raja. Seperti kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang 

jika dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan 

tetangga Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia 

banyak membangun infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, 

pelabuhan, pabrik garam, membangun jembatan pertama yang melalui 

sungai Tiber. Dia memimpin selama 25 tahun dan meninggal secara 

alami seperti kakeknya.

5. Tarquinius Priscus

Tarquinius Priscus merupakan keturunan Etruska dan diadopsi oleh 

Ancus Marcius. Dalam masa pemerintahannya, dia memenangkan 

banyak peperangan, menambahkan 100 anggota dari suku Etruska ke 

dalam senat, membangun kuil Jupiter, Circus Maximus (arena balap 

kereta kuda), mendirikan Forum Romawi, mengadakan kompetisi 

olahraga Romawi. Dia menjadi raja selama 25 tahun, dia dibunuh oleh 

anak kandung Ancus Marcius.

6. Servius Tullius

Tarquinius Priscus digantikan oleh menantunya, Servius Tullius. Servius 

adalah raja Roma kedua yang merupakan keturunan Etruska. Dia 

mendirikan Dewan Centuria dan Dewan Suku. Dia membangun kuil 

Diana dan tembok yang mengelilingi tujuh bukit di Roma. Dia 

memerintah selama 44 tahun kemudian dibunuh oleh putrinya (Tullia) 

dan menantunya (Tarquinius Superbus).7. Tarquinius Superbus

Tarquinius Superbus anak dari Tarquinius Priscus dan menantu Servius 

Tullius. Tarquinius Superbus juga adalah orang Etruska. Masa 

pemerintahan Tarquinius Superbus diisi dengan kekejaman dan teror 

sehingga rakyat memberontak padanya. Kekuasaan Tarquinius Superbus 

berakhir pada 509 SM, sekaligus menandai berakhirnya pengaruh 

Etruska di Romawi dan pembentukan Republik. Sementara Tarquinius 

Superbus melarikan diri ke kota Tusculum dan kemudian ke Cumae, di 

mana ia meninggal dunia pada 496 SM. 

Masa pemerintahan di bawah pimpinan raja pada saat itu tidak sama 

dengan kebanyakan. Hal ini dikarenakan raja tidak memiliki kekuasaan 

mutlak, mereka harus menghadapi satu majelis bangsawan. Majelis tersebut 

memiliki suara untuk memilih raja maupun menentukan apa yang dapat 

dilakukan oleh raja, terutama dalam peperangan.10

Cara pemilihan raja pada saat itu adalah ketika seorang raja mati, 

maka memasuki masa interregnum. Kekuasaan tertinggi negara berpindah ke 

Senat, yang bertanggung jawab untuk mencari raja baru. Senat akan 

berkumpul dan menunjuk salah satu anggotanya sendiri (interrex) untuk 

bertugas selama lima hari dengan tujuan mengusulkan raja berikutnya.11 Dan 

berlanjut ke senator lainnya dan akan terus berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan calon yang cocok, ia akan 

mengusulkannya pada Senat untuk dipertimbangkan. Jika Senat 

menyetujuinya, interrex akan mengusulkan kepada Majelis Curiate dan 

melakukan pemilihan oleh rakyat Romawi, menerima atau menolaknya. Raja 

terpilih harus menjalani upacara keagamaan yang dipimpin oleh seorang 

Augur sekaligus pemberian kewenangan dari Majelis Curiate.

Adanya pemerintahan yang kejam oleh raja ketujuh Romawi, 

akhirnya pada tahun 509 SM, para kaum elit bangsawan dapat menggulingkan 

monarki dan mendirikan sebuah pemerintahan baru yang dikenal sebagai 

republik yang diperintah oleh kaum patricia (kaum penguasa). Roma menjadi 

republik pertama dalam sejarah dunia.

Pada tahun 270 SM, mereka berhasil menguasai sebagian besar 

daerah Italia. Pada mulanya, Romawi tidak bermaksud menjadi kekuatan 

imperialis raksasa, mereka hanya melindungi diri dan memerangi tetangga 

yang ingin ikut campur dalam permasalahan mereka.12 Dengan alasan tersebut, 

bangsa Romawi terlibat dalam beberapa peperangan, di antaranya Perang 

Punik, yaitu bentrok dengan Kartago akibat sengketa dagang di laut 

Mediterania. Namun karena Romawi memiliki Jenderal Perang yang 

pemberani yang bernama Scipio, sehingga Romawi dapat memenangkan 

petempuran di Kartago dan mendirikan kota-kota baru. Mereka juga 

memberikan ketentraman, kemakmuran dan kewarganegaraan Romawi kepada penduduk taklukan yang mau bekerja sama. Hal ini menjadikan 

Romawi mampu menjadi pusat dunia Barat, mengambil alih peran Yunani 

dalam kurun waktu 500 tahun13 dan menjadi kekuatan yang dominan di Eropa 

dalam waktu kurang dari 200 tahun.14

Setelah sistem monarki berakhir, Romawi memiliki beberapa jabatan 

atau lembaga baru yang masing-masing menangani persoalan yang dulunya di 

bawah wewenang seorang Raja. Jabatan atau lembaga tersebut 15 adalah 

sebagai berikut.

1. Konsul

Konsul terdiri dari dua orang yang menggantikan kepemimpinan raja.

Konsul dipilih untuk masa jabatan satu tahun 16 dan konsul dapat 

membatalkan konsul yang lain. Pada awalnya, konsul memiliki 

kekuasaan seperti raja, namun kemudian dikurangi dengan adaya 

hakim-hakim yang memegang wewenang tertentu, misal Praetor

(Otoritas Yudisial) dan Censor (hak melakukan sensus).

2. Diktator

Diktator memiliki jabatan yang mirip dengan raja, namun masa 

jabatannya terbatas, yaitu enam bulan.17 Diktator memiliki wewenang penuh atas masalah-masalah sipil dan militer. Kekuasaannya mutlak 

sehingga hanya berlaku pada masa-masa darurat. Diktator Romawi 

dipilih secara bebas, biasanya berasal dari jajaran konsul.

3. Rex Sacrorum dan Pontifex Mazimus

Rex Sacrorum adalah pejabat agama tertinggi di republik secara de 

jure yang mengadakan pengorbanan tahunan untuk Jupiter. Sedangkan 

Pontifex Maximmus adalah pejabat agama tertinggi secara de facto 

yang memegang sebagian besar wewenang keagamaan. Selain itu, 

seorang Pontifex juga memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan 

mengangkat pejabat-pejabat keagamaan, bahkan mengangkat seorang 

Rex Sacrorum dan memperoleh hampir seluruh kewenangan 

keagamaan Romawi.

Romawi hampir memiliki raja kembali setelah terpilihnya Gaius 

Julius Caesar sebagai Pontifex Maximus dan Diktator seumur hidup yang 

memberinya kekuasaan lebih banyak daripada raja-raja terdahulu. 18 Julius 

Caesar adalah seorang jenderal yang sangat kuat dan ambisius dan juga salah 

satu Jenderal Triumvirat 19 , ia menaklukkan bangsa Celtik dan Gaul. Jauh 

sebelum Caesar lahir, Republik Romawi dipenuhi dengan perang saudara, 

pemberontakan kekuatan militer, korupsi dan ketidakpuasan terhadap dewan 

Senat sebagai pusat pemerintahan. Di bawah pimpinan Julius Caesar, Romawi mulai mewujudkan mimpinya dan berhasil menguasai hampir setengah Eropa. 

Namun, Caesar membuat suatu yang merusak tatanan politik Romawi iu 

sendiri dengan membuat hukum sendiri berdasarkan pemikirannya, 

menganggap dirinya sebagai Konsul dan Diktator.

20 Hal ini membuat para 

tetua berpikir tentang adanya ancaman dari Caesar. Mengetahui hal tersebut, 

Caesar melakukan kudeta dan menyerang pemerintahan Romawi. 

Kemenangan penyerangan yang dilakukannya menyebabkan Caesar menjadi 

penguasa Romawi dan menciptakan jabatan Kaisar (baru terealisasi oleh 

Octavianus). 21 Pengangkatannya sebagai diktator Romawi seumur hidup, 

memicu kemarahan kaum Republik sehingga mereka membunuh Caesar pada 

tahun 44 SM.

22

Gaius Julius Caesar Octavianus adalah penggantinya. Octavianus 

merupakan anak angkat sekaligus keponakan Julius Caesar. Bukan hanya 

jabatan yang besar yang ia warisi, ia juga harus menyelesaikan masalah￾masalah yang ditimbulkan pamannya, mendapatkan perlawanan dari para 

pesaingnya dan mengungkap pembunuhan pamannya. Setelah mengungkap 

pembunuhan Caesar, ia membagi wilayah pemerintahan kepada Triumvirat 

yang ia bentuk (Triumvirat kedua). Akan tetapi, salah satu Triumvirat 

(Antonius) dikabarkan akan memberikan kota Roma kepada Ratu Mesir (Cleopatra) sehingga menimbulkan peperangan (Pertempuran Actium pada 31 

SM). Kemenangan berada di tangan Octavianus. Kemudian Octavianus

kembali ke Romawi dan mendeklarasikan dirinya sebagai Kaisar Romawi (29 

M) dengan berbagai gelar baru, termasuk Imperator dan Kaisar Augustus

(Augustus Caesar) pada 27 M.

23 Dengan pendeklarasian ini, maka Kekaisaran 

Romawi yang dibangun selama 7 abad, resmi berdiri tepat pada tahun 27 SM.

Selama periode antara 28 SM dan 12 SM, Augustus memperoleh 

konsuler kekaisaran dan kekuasaan Tribun Rakyat, dikombinasikan dengan 

posisi Pontifex Maximus dan Princeps Senatus sehingga membuat Augustus 

menjadi sangat berkuasa. Augustus kemudian mendirikan Kekaisaran Romawi, 

ini adalah awal dari masa Principatus.

24 Meskipun menjadi kekaisaran, 

lembaga-lembaga republik masih tetap ada sampai masa Dominatus, bahkan 

Kaisar tetap berbagi gelar konsul sampai era Bizantium. Pada masa 

pemerintahan Augustus, Kekaisaran Romawi mengalami masa keemasan. Hal 

ini dapat dilihat dengan adanya perluasan daerah, kedamaian dan kemakmuran 

ekonomi terasa di seluruh penjuru kekaisaran. 

Namun pada abad ketiga Masehi, kekaisaran dihadapkan pada krisis 

dimana serangan bangsa bar-bar, perang saudara, dan hiperinflasi terjadi 

dalam waktu yang bersamaan dan terus menerus dan hampir menyebabkan runtuhnya Kekaisaran Romawi. 25 Selain itu, sejak meninggalnya Augustus 

tanpa menunjuk penerus kekaisaran menyebabkan banyak kekacauan saat 

pergantian kekuasaan terjadi. Hal ini dikarenakan Augustus sendiri tidak 

memiliki anak untuk diwarisi tahta. Hingga terdapat dua puluh lima kaisar 

yang menggantikan. Perseteruan ini berakhir pada masa pemerintahan 

Diocletian berkuasa.

Pada tahun 14 M, agama Kristen mulai tumbuh dan berkembang di 

Roma. Agama Kristen mempertobatkan mereka yang belum percaya, hal ini 

berbeda dengan agama sebelumnya yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Pada mulanya, kedatangan agama ini bisa ditoleransi oleh orang-orang 

Romawi, tetapi lambat laun mereka mereka mulai khawatir agama tersebut 

akan memecah belah persatuan bangsa Romawi. Orang-orang Romawi mulai 

menganiaya dan menindas orang-orang yang beragama Kristen. Keadaan ini 

kemudian berubah ketika Constantinus yang memeluk Kristen berkuasa. 

Constantinus mengambil langkah untuk menyelamatkan orang-orang Kristen 

dari kehancuran.

Pada masa pemerintahan Diocletian, ia memahami bahwa kekuasan 

Romawi terlalu besar dan luas. Hal ini mengakibatkan terhambatnya informasi 

dari pusat ke daerah terpencil serta kurangnya pengawasan dan penjagaan dari serangan bangsa lain. Berawal dari hal tersebut, maka Diocletian memutuskan 

untuk membagi kekaisaran menjadi dua, yaitu :

1. Kekaisaran Romawi Barat dengan ibukota Milan26 di bawah pimpinan 

Diocletian, serta

2. Kekaisaran Romawi Timur dengan ibukota Nicomedia27 di bawah 

pimpinan sahabat Diocletian, Maximian.

Setelah kekaisaran dibagi menjadi dua, masing-masing wilayah 

memiliki Augustus sebagai pemimpin utama. Setiap Augustus memilih 

Caesar (kaisar muda sebagai pembantu urusan administratif dan sebagai 

penerus kekaisaran jika Augustus meninggal dunia). Diocletian memilih 

Galerius sebagai Caesar Romawi Barat dan Maximian memilih Constantius 

Chlorus sebagai Caesar Romawi Timur. Pemerintahan seperti ini berhasil 

mencegah kehancuran Romawi dan setiap penurunan kekuasaan pun 

berlangsung damai. Setiap Caesar di barat dan timur menggantikan Augustus 

dan mengangkat Caesar baru. Galerius mengangkat keponakannya Maximinus, 

dan Constantius mengangkat Flavius Valerius Severus sebagai Caesar nya. 

Namun keadaan berubah ketika Constantius Chlorus meninggal pada tanggal 

25 Juli 306. Pasukan Constantius di daerah Eboracum segera mengangkat 

Constantine, anak Constantius, sebagai Augustus. Dan pada bulan agustus 

pada tahun yang sama, Galerius juga memutuskan untuk mengangkat Severus

menjadi Augustus.

28 Selain itu, terdapat pula beberapa orang yang 

menginginkan anak dari Maximian, Maxentius menjadi Augustus (28 Oktober 

306) yang didukung oleh kaum Praetorian. Hal ini menyebabkan Kekaisaran 

memiliki 5 pemimpin: Empat Augustus (Galerius, Constantine, Severus dan 

Maxentius dan seorang Caesar (Maximinus).

29

Dan pada tahun 307, Maximian juga memproklamirkan dirinya 

sebagai Augustus, bersebelahan dengan anaknya Maxentius. Namun tidak 

disetujui oleh Galerius dan Severus, sehingga menimbulkan perang saudara di 

daerah Italia. Serverus terbunuh di tangan Maxentius pada tanggal 16 

September 307 M. Maximinus dan Maxentius pun berusaha memikat 

Constantine untuk bekerjasama dengan cara menjodohkan Constantine dengan 

Fausta, anak Maximian sekaligus kakak kandung Maxentius. Keadaan 

semakin rumit ketika Domitius Alexander, Vicarius (semacam Gubernur) dari 

Provinsi Afrika memproklamirkan diri sebagai Augustus pada 308 M.

30

Dengan keadaan yang demikian kacau tersebut, maka diadakanlah 

Kongres Carnuntum yang dihadiri oleh Diocletian, Maximian, dan Galerius

yang menghasilkan keputusan31 sebagai berikut.

1. Galerius menjadi Augustus di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur

2. Maximinus menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Wilayah Timur3. Maximian dipecat

4. Maxentius tidak diakui, kepemimpinannya dianggap ilegal

5. Constantine mendapat pengakuan, namun jabatannya di turunkan 

menjadi Caesar di Kekaisaran Romawi Bagian Barat

6. Licinius menggantikan Maximian sebagai Augustus di Kekaisaran 

Romawi Wilayah Barat

Namun Maximinus menuntut agar gelarnya sebagai Augustus 

dikembalikan dan memproklamirkan dirinya kembali sebagai Augustus pada 

tanggal 1 Mei 310 M yang diikuti oleh Maximian yang memproklamairkan 

dirinya kembali untuk yang ketiga kalinya, menjadi Augustus. Namun 

Maximian tewas dibunuh oleh Constantine pada bulan Juli 310 M. Hingga 

akhir tahun 310 M, Kekaisaran Romawi masih dipimpin oleh 4 Augustus 

resmi (Galerius, Maximinus, Constantine, dan Licinius) dan seorang Augustus 

ilegal (Maxentius).

Galerius tewas pada bulan Mei 311 M meninggalkan Maximinus 

sebagai penguasa tunggal Kekaisaran Romawi Wilayah Timur. Disaat 

bersamaan, Maxentius mendeklarasikan perang terhadap Constantine, sebagai 

balas dendam karena membunuh ayahnya. Namun ia tewas dalam suatu 

pertempuran melawan Constantine pada tanggal 28 Oktober 312 M. Hal ini 

menyebabkan menyisakan 3 Augusti (kata jamak dari Augustus): Maximinus, 

Constantine, dan Licinius.

Licinius kemudian menikahi Constantia, adik Constantine, untuk 

mengikat persahabatan dengan Constantine. Pada bulan Agustus 313 M, 

Maximinus tewas menyisakan Licinius dan Constantine. Mereka akhirnya 

sepakat membagi 2 wilayah Kekaisaran Romawi, Constantine di Kekaisaran 

Romawi Bagian Barat, dan Lucinius di Kekaisaran Romawi Bagian Timur.

Pembagian kekuasaan ini berlangsung selama sepuluh tahun. Pada tahun 324

M, terjadi peperangan antara dua Augusti yang tersisa terjadi dan berakhir 

dengan kekalahan Lucinius, menjadikan Constantine sebagai penguasa 

tunggal di seluruh Kekaisaran Romawi. Ia memutuskan memindahkan pusat 

pemerintahan ke kota kuno Byzantium dan mengubah namanya menjadi Nova

Roma (namun dikemudian hari, kota ini dikenal dengan Constantinople, kota 

Constantine). 32 Constantinople atau Konstantinopel terus menjadi pusat 

pemerintahan Constantine yang agung sampai kematiannya pada tanggal 22 

Mei 337 M.

Kekuasaan Romawi kembali terbagi menjadi dua ketika Theodosius I 

meninggal pada tahun 395 M. Ia membagi dua kekaisaran untuk kedua 

putranya. Romawi Barat dengan ibukota Milan di bawah pimpinan Arcadius 

dan Romawi Timur dengan ibukota Konstantinopel di bawah pimpinan 

Honorius. Kekaisaran Timur terhindar dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi 

oleh Barat pada abad ketiga dan keempat. Romawi Barat kemudian runtuh pada tahun 476 M

33 akibat serangan dari bangsa Barbar dari Eropa utara. Lain 

halnya Romawi Timur, karena memiliki budaya urban yang lebih mapan dan 

sumber daya finansial yang lebih kuat, sehingga mampu menghentikan 

penyerang dengan upeti dan menyewa tentara-tentara bayaran. Theodosius II

memperkuat tembok Konstantinopel, sehingga kota tersebut aman dari 

serangan-serangan;34 tembok tersebut tidak dapat ditembus hingga tahun 1453 

oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Sultan Mahmud II atau lebih dikenal 

sebagai Muhammad Al Fatih, Sultan Turki Utsmani. Kekaisaran Romawi 

Timur ini selanjutnya disebut sebagai Kekaisaran Byzantium 35 yang 

merupakan kelanjutan dari Kekaisaran Romawi dalam Zaman Pertengahan. 

Begitu banyak anasir-anasir kekaisaran Romawi lama, sehingga tidak dapat

dipastikan kapan kekaisaran Romawi berakhir dan kapan Byzantium lahir. 

Henry S. Lucas dalam bukunya Sejarah Peradaban Barat: Abad Pertengahan

menyebutkan bahwa dari segi pemerintahan, masa transisi tersebut adalah 

masa pemeruintahan Justianus, yakni 527 hingga 565 M.36

B. Kerajaan Romawi pada Masa Awal Islam

Pada tahun 14 M, agama Kristen mulai tumbuh dan berkembang di 

Roma. Agama Kristen mempertobatkan mereka yang belum percaya. Hal ini berbeda dengan agama sebelumnya yang diwariskan dari generasi ke generasi. 

Pada mulanya, kedatangan agama ini bisa ditoleransi oleh orang-orang 

Romawi, tetapi lambat laun mereka mereka mulai khawatir agama tersebut 

akan memecah belah persatuan bangsa Romawi. Orang-orang Romawi mulai 

menganiaya dan menindas orang-orang yang beragama Kristen. Keadaan ini 

kemudian berubah ketika Constantinus yang memeluk Kristen berkuasa. 

Constantinus mengambil langkah untuk menyelamatkan orang-orang Kristen 

dari kehancuran. Bahkan Kristen menjadi agama negara pada saat itu meski 

Constantinus tidak menyatakan secara resmi. Selama beberapa abad, agama 

ini mennguasai kehidupan orang-orang Romawi. Semua yang berada di 

bawah panji kerajaan Romawi dan yang ingin mengadakan persahabatan dan 

hubungan baik dengan kerajaan ini, berada di bawah panji agama Masehi 

tersebut.37

Mazhab-mazhab agama Masehi ini mulai terpecah belah menjadi 

beberapa sekte dan golongan yang berbeda dari zaman ke zaman. Setiap 

golongan memiliki pandangan dan dasar agama sendiri yang bertentangan 

antara golongan yang satu dengan lainnya. Pertentangan antar golongan 

tersebut mengakibatkan adanya permusuhan pribadi yang terbawa karena moral dan jiwa yang sudah lemah sehingga cepat sekali berada dalam 

ketakutan, mudah terlibat dalam fanatisma yang buta dan dalam kebekuan.38

Pertentangan antara pemeluk agama yang terjadi pada setiap umat 

tersebut menandai bahwa umat tersebut mengalami kemunduran. Akan tetapi, 

keadaan tersebut tidak mempengaruhi posisi kerajaan Romawi yang tetap 

berdiri kuat dan tangguh tersebut. Golongan-golongan tersebut hidup di 

bawah satu naungan tetapi tidak sampai memunculkan polemik teologi atau 

sampai memasuki pertemuan-pertemuan yang pernah diadakan guna 

menyelesaikan suatu permasalahan. Keputusan yang telah diambil oleh suatu 

golongan tidak serta merta mengikat golongan lainnya. Dan semua golongan 

tersebut di bawah perlindungan kerajaan. Sikap saling menyesuaikan diri di 

bawah naungan imperium tersebut yang menyebabkan penyebaran agama 

Masehi tetap berjalan dan dapat diteruskan dari Mesir hingga Ethiopia.39

Masa menjelang kelahiran agama Islam, keadaan negara-negara maju 

dengan pemerintahan yang kuat dan ilmu pengetahuan yang berkembang maju, 

dapat dikatakan sebagai pusat peradaban kemajuan industri dan kesusastraan. 

Negara yang demikian itu, pada umumnya adalah negara yang kehilangan 

kepercayaan serta kepribadiannya, bahkan dapat dikatakan tidak ada orang 

baik yang mengajak pada jalan yang benar. Hal ini juga tidak jauh berbeda 

dengan keadaan di Romawi Timur yang sangatlah kacau. Hal ini disebabkan karena tingginya pajak yang harus dipikul oleh rakyat. Sehingga rakyatnya 

sendiri pun mengharapkan adanya kedatangan bangsa lain untuk menjajah 

negeri itu. Dalam kitab “Civilisation Past and Present” pernah disebutkan 

tentang adanya pertikaian dan kerusakan serta kecenderungan masyarakat 

Romawi Timur untuk berfoya-foya yang akan membawa pada tingkat 

kebiadaban dan kekerasan.40

Masyarakat Romawi Timur pada saat itu, memang lebih condong 

pada aliran kebatinan. Mereka tidak segan bertikai satu sama lain antar umat 

beragama. Selain itu, mereka juga senang dengan kesenangan dunia dan 

hiburan. Misalkan, dibangunnya stadion besar yang dapat menampung 80.000 

penonton yang di dalamnya sering diadakan pertandingan gulat antara dua 

orang dan terkadang antara orang dengan binatang buas. Tak jarang dalam 

permainan tersebut terjadi pertumpahan darah. Mereka sangat menyenangi 

uang dan kekerasan. Pembesar-pembesar mereka gemar pada segala sesuatu 

yang cabul dan berfoya-foya, suka berbuat maker jahat, sering berbuat nifak 

dan kejahatan.41

Pada tahun 610 M, Heraklius memegang tampuk kekuasaan Romawi 

Timur. Heraklius berasal dari keluarga Yunani yang dilahirkan di daerah 

Kibozshiya (Yunani) dan dibesarkan di kota Carthage (Tunisia). Ayahnya merupakan seorang penguasa Romawi yang berkuasa di Afrika.42 Pada awal 

masa pemerintahannya, kerajaan Romawi dalam masa yang sangat buruk, 

kelaparan terjadi di mana-mana, tersebar penyakit menular, kefakiran dan 

perekonomian juga sangat merosot. 

Namun, pada tahun 616 M, terjadi perubahan besar. Heraklius 

berubah menjadi seorang pemimpin yang bersemangat dan berkemauan keras 

untuk berjuang. Hal ini mendorongnya untuk melakukan penyerangan ke 

pusat pemerintahan Persia guna mengembalikan kehormatan bangsa dan 

negaranya. Ia berhasil menguasai beberapa kota penting dan pusat-pusat 

kerajaan Persia. Kerajaan Persia yang memperoleh kejayaan sebelumnya, 

yang tampak sangat kuat tak terkalahkan tersebut pada akhirnya harus 

mengalami kekalahan besar dalam peperangan ini hingga hampir tumbang. 

Kejadian ini pun, tertera dalam Al Qur’an surat Ar-Ruum ayat 1-6 yang 

menceritakan keberhasilan kerajaan Romawi dalam peperangan melawan

Persia.

Kaisar Heraklius kembali ke negerinya dan memasuki 

Konstantinopel sebagai pahlawan agung pada tahun 625 M. Kemudian ia pun 

menuju Baitul Maqdis pada tahun 627 M untuk mengembalikan Salib suci 

yang dirampas oleh bangsa Persia. Kaisar Heraklius pun disambut dengan 

hamparan permadani dan taburan bunga oleh penduduk Yerusalem. Pada perayaan kemenangannya itulah, surat Nabi sampai kepadanya. 43 Ketika 

Kaisar Heraklius memerintah kerajaan Romawi Timur, kekuasaannya hampir 

separuh dari bumi. Kekuasaannya sangatlah luas hingga mencapai tiga benua, 

yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Kerajaan Romawi Timur ini menggantikan 

kejayaan yang pernah dicapai kerajaan Romawi Kuno.

C. Sejarah Singkat Kerajaan Persia

Kekaisaran Persia adalah sejumlah kekaisaran bersejarah yang 

berkuasa di Dataran Tinggi Iran, tanah air asal Bangsa Persia, dan sekitarnya 

termasuk Asia Barat, Asia Tengah dan Kaukasus. Saat ini nama Persia dan 

Iran sudah menjadi kebiasaan; Persia digunakan untuk isu sejarah dan 

kebudayaan sedangkan Iran digunakan untuk isu politik.44

Bangsa Arya hijrah ke Iran dan mendirikan kekaisaran pertama Iran 

yang bernama Kekaisaran Media (728 – 550 SM). Kekaisaran ini telah 

menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran Iran. Kemudian disusul 

dengan Kekaisaran Akhemeniyah (546 SM) yang didirikan oleh Koresh yang 

Agung (Cyrus yang Agung). 

Cyrus Agung menjadikan Persia sebagai pusat kerajaan baru yang 

perkasa.45 Cyrus memimpin pasukan penunggang kuda dan pemanah ulung, ia 

juga menaklukkan kerajaan yang memiliki kekuasaan di sekitar Laut Mediterania. Cyrus Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang 

mewujudkan undang-undang mengenai hak-hak kemanusiaan. Hal ini tertulis 

di atas artefak yang dikenal sebagai Silinder Koresh. Ia juga merupakan 

pemerintah pertama yang memakai gelar Agung dan juga Shah Iran. Di 

zamannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya (juga 

dikenal sebagai Kekaisaran Persia).

46 Perluasan kekuasaan ini kemudian 

diteruskan oleh Raja Cambyses (531-522 SM) yang berhasil menguasai Mesir 

dan penggantinya, Darius I (Darius Agung 522 SM – 486 SM) yang 

memperluas wilayah hingga India dan Yunani. Di bawah pemerintahan Cyrus 

yang Agung dan Darius yang Agung, Kekaisaran Persia menjadi sebuah 

kekaisaran yang terbesar dan terkuat di dunia pada zaman itu. Pencapaian 

utamanya ialah sebuah kekaisaran besar pertama yang mengamalkan sikap 

toleransi dan menghormati budaya-budaya dan agama-agama lain di kawasan 

jajahannya.47

Di bawah pemerintahan Darius I pada tahun 520 SM, Persia berhasil 

mendirikan kota Persepolis dekat Pasargade. Darius I memusatkan 

administrasi di kota ini. Selain itu, terdapat monument dinasti ini. Kota ini 

pula yang dijadikan sebagai simbol kemewahan dari Kekaisaran Persia, 48

dimana terdapat tiang-tiang yang besar dan tinggi pada sisa-sisa reruntuhan kota ini pasca dibumihanguskan oleh Alexander Agung dalam 

penaklukkannya kemudian.

Raja terakhir dinasti ini, Darius III Codamanus (336-331 SM)

ditaklukkan oleh bangsa Macedonia di bawah pimpinan Alexander Agung.49

Alexander pun tidak menikmati kekuasaannya karena ia meninggal beberapa 

tahun setelahnya (323 SM). Setelah kematian Alexander, terjadilah 

perpecahan diantara para panglima militernya. Mereka pun mulai membagi 

wilayah kekuasaan yang telah ditaklukkan Alexander. Wilayah Persia sendiri 

pada akhirnya menjadi milik panglima Seleucid, salah seorang Jenderal 

Alexander. Dibawah kekaisaran Seleucid, Persia mengalami babak sejarah 

yang cemerlang. Kekaisaran ini berhasil menggabungkan Asia Kecil, Syam, 

Irak, dan Iran menjadi satu kesatuan wilayah.50 Kekuasaan dinasti Selukida 

(Seleukus, Seleukid) ini tidak berumur panjang pula.

51

Setelah kekaisaran Selukida, muncul kekaisaran Parthia. Bangsa 

Parthia adalah suku pengembara yang berasal dari Asia dan hijrah ke selatan 

menuju Persia sekitar tahun 1000 SM. Kemudian suku Parni bergabung pada 

tahun 300 SM. Orang Parthia dan Parni tinggal di utara Iran di bawah

pemerintahan bangsa Persia yang kemudian di bawah kaum Seleukid, Yunani. 

Pemimpin Parni selanjutnya menjadi Gubernur Seleukid di Parthia. Pada tahun 238 SM, ia menyatakan kemerdekaan dan mengangkat dirinya menjadi 

raja tertinggi. Parthia menjadi semakin makmur berkat perdagangan Jalur 

Sutera dari Cina.52

Terdapat dua bersaudara pemimpin yang terkenal di Parthis yang

dipanggil Mithradates. Tidak banyak hal yang diketahui tentang Parthia, 

kecuali bahwa orang Parthia menaklukkan Babilonia dan Baktria (Afganistan) 

dan bersahabat dengan Cina Han. Mereka secara teratur berperang dengan 

bangsa Romawi serta menghentikan perluasan wilayah Romawi ke timur. 

Tentara mereka kuat dan terorganisir dengan baik. Terkenal sebagai prajurit 

penunggang kuda, mereka dapat melakukan gerakan kilat dengan menerobos 

hujan anak panah dalam peperangan. Dengan cepat, mereka mampu mengatasi 

semua perlawanan bersenjata.53 Peperangan panjang antara orang Parthia dan 

Romawi menimbulkan kerugian besar dan menguras kekuatan. Setelah 

menguasai Persia selama 450 tahun, orang Parthia menjadi lemah. Arthabanos 

IV, raja Parthia terakhir sedang terlibat perseteruan dinasti dengan saudaranya 

di Mesopotamia. Dengan menggunakan peluang yang tercipta karena 

terjadinya perseteruan tersebut, Pabag yang pada awalnya adalah penguasa 

kota kecil bernama Kheir dan anak tertuanya Shapur berhasil memperluas 

kekuasaan mereka ke seluruh Persis.. Ia berhasil menggulingkan Gocihr, raja 

terakhir dinasti Bazrangid (yaitu penguasa lokal Pars yang merupakan sekutu dari Parthia) dan mengangkat dirinya sendiri menjadi penguasa baru pada 

tahun 205.54 Pabag meninggal tahun 220, Ardashir yang ketika itu adalah 

gubernur Darabgird terlibat dalam perebutan kekuasaan melawan kakaknya 

Shapur. Shapur meninggal pada tahun 222 M, hal ini memberikan kesempatan 

pada Ardashir untuk menguasai pemerintahan. Ardashir kemudian 

membangun dinasti Persia yang baru dengan nama dinasti Sasanid (Sasania)

pada tahun 226 M. Nama dinasti ini sendiri berasal dari nama kakek pihak 

ayah Ardashir, yaitu Sassan, seorang pendeta besar Kuil Anahita. Ia 

menjadikan agama Parsee (Zoroastrianisme) sebagai agama negara Persia. 

Raja Ardashir membawa orang Persia ke masa keemasan baru dengan dinasti 

Sasania. 

Setelah membangun kekuasaannya atas Persis, Ardashir dengan cepat 

meluaskan wilayahnya, menuntut upeti dari para penguasa lokal Fars, dan 

berhasil memperoleh kendali atas provinsi-provinsi sekitarnya, di antaranya 

adalah Kerman, Isfahan, Susiana, dan Mesene.

55Perluasan wilayah kekuasaan 

ini segera saja menarik perhatian Artabanus IV (216–224), yaitu penguasa 

atasan Ardashir. Pada awalnya, Artabanus IV memerintahkan gubernur 

Khuzestan untuk menyerang Ardashir (224 M), akan tetapi Ardashir mampu 

kemenangan. Artabanus sendiri akhirnya memimpin penyerangan kedua atas 

Ardashir pada tahun yang sama di Hormizdeghan. Dalam peperangan ini

Artabanus IV tewas terbunuh. Ardashir terus melanjutkan menyerangdan 

menguasai wilayah kekaisaran Parthia. Tahun 226 M, Ardashir diangkat

sebagai penguasa tunggal Persia di Ctesiphon dengan gelar Syahansyah, atau 

"Raja Segala Raja", Dengan demikian, dimulailah pemerintahan Sassania 

yang akan berlangsung selama empat abad.56

Pemerintahan Ardashir tidak serta merta berjalan mulus, karena 

terdapat pemberontakan lokal di beberapa tempat sehingga perhatian hanya 

terfokus pada wilayah tersebut. Setelah dapat melalui pemberontakan tersebut, 

Ardashir melanjutkan memperluas kekaisaran barunya tersebut ke arah timur 

dan barat laut. Ia menaklukkan propinsi-propinsi Sistan, Gorgan, Khorasan, 

Margiana (sekarang di Turkmenistan), Balkh, Khwarezmi, Bahrain dan Mosul

ke dalam kekuasaan Sassania. Selain itu, terdapat pula beberapa prasasti 

Sassania yang mengklaim menyerahnya para raja Kushan, Turan, dan Mekran

kepada Ardashir..

Selanjutnya Shapur I (241–272), putra sekaligus pengganti Ardashir, 

melanjutkan ekspansi kekaisaran dengan menaklukkan Baktria dan bagian 

barat dari Kekaisaran Kushan, serta melakukan beberapa penyerangan 

terhadap Romawi. Ketika menyerbu bagian Mesopotamia yang dikuasai 

Romawi, Shapur I berhasil merebut Carrhae dan Nisibis, akan tetapi jenderal 

Romawi Timesitheus tahun 243 M mengalahkan tentara Persia di Rhesaina

dan memperoleh kembali wilayah-wilayah yang hilang. Selain itu, Kaisar Romawi Gordian III (238–244) yang selanjutnya bergerak untuk menguasai 

hilir sungai Eufrat, juga berhasil dikalahkan di Meshike (244 M). Kekalahan 

ini menyebabkan Gordian III dibunuh oleh pasukannya sendiri. Shapur I 

berhasil memperoleh perjanjian perdamaian dengan kondisi yang sangat 

menguntungkan dari kaisar baru Romawi Philip (244–249 M). Shapur 

mendapatkan pembayaran sebesar 500.000 denari beserta pembayaran 

bulanan selanjutnya. 57 Shapur segera saja melanjutkan perang dan 

mengalahkan tentara Romawi pada Barbalissos (252 M), kemudian menyerbu

Syria dan menaklukkan Antiokhia (253 atau 256 M). Serangan balasan 

Romawi dibawah Kaisar Valerian (253–260 M) berakhir dengan kehancuran,

pasukan Romawi dikalahkan dan dikepung pada Edessa dan Valerian secara 

licik ditangkap oleh Shapur I pada perundingan perdamaian, dan menjadi 

tawanan Shapur I sepanjang hidupnya. 

Kemenangan dan keberhasilan luar biasanya menangkap seorang 

kaisar Romawi diabadikannya dalam relief-relief batu di Naqsh-e Rostam dan 

Bishapur, serta prasasti monumental dalam bahasa Persia dan Yunani di 

daerah sekitar Persepolis. Ia terus bergerak menuju Anatolia (260 M), akan 

tetapi berakhir dengan kemunduran karena kekalahannya di tangan tentara 

Romawi dan sekutunya Palmyra, yang dipimpin oleh Odaenathus. Selir-selir 

Shapur tertangkap, serta seluruh wilayah Romawi yang sebelumnya dikuasainya juga terlepas kembali.58Shapur I merupakan penguasa Sasanid 

yang terkenal. Terdapat hal-hal yang dapat dilakukan oleh Shapur I ini selain 

melakukan penaklukkan di Armenia, Suriah, Sogdiana (Afganistan) serta 

Lembah Indus (Pakistan), ia juga mendukung kebudayaan Persia dan 

mengembangkan Persia menjadi pusat agama Zoroaster. 59 Shapur I juga 

melaksanakan berbagai rencana pembangunan secara intensif. Ia mendirikan 

banyak kota, yang sebagian penduduknya adalah imigran yang berasal dari 

berbagai wilayah Romawi. Di antara para imigran terdapat kaum Kristen, 

yang memperoleh kebebasan menjalankan ajaran agamanya di bawah 

pemerintahan Sassania.60 Shapur I secara khusus mendukung Manikheisme.

Hal ini dibuktikannya dengan melindungi Mani (yang juga mendedikasikan 

salah satu kitabnya, Shabuhragan, untuk Shapur I) dan mengirimkan banyak 

misionaris Manikheisme sampai ke luar wilayahnya. Selain itu, Shapur I juga 

menjalin persahabatan dengan Rabbi Babilonia yang bernama Shmuel. 

Persahabatan ini menyebabkan komunitas Yahudi setempat memperoleh 

sedikit kelonggaran dari penerapan berbagai hukum yang menekan, yang 

dikenakan kepada mereka.61 Istana mereka menjadi pusat kebudayaan. Para 

Shah (raja) Sasanid menjalankan tradisi lama Persia kuno dengan harapan 

bahwa mereka dapat merebut kembali negeri yang pernah dikuasai Darius sebelum direbut oleh Alexander Agung. Kekaisaran kaya ini menjadi saingan 

utama Romawi.62

Raja-raja selanjutnya menerapkan kebijakan yang berkebalikan dari 

Shapur I mengenai toleransi agama. Penerus Shapur I, Bahram I (273–276 M) 

menghukum Mani dan para pengikutnya berdasarkan desakan dari pendeta 

Magi Zoroaster. Bahram I memenjarakan Mani dan memerintahkan untuk 

membunuhnya. Pemerintahan selanjutnya adalah di bawah pimpinan Bahram 

II (276–293 M) yang meneruskan kebijakan ayahnya dalam masalah agama. 

Di masa pemerintahannya, ibukota Sassania Ctesiphon mengalami 

penghancuran oleh Romawi, bahkan sebagian besar wilayah Armenia, yang 

selama setengah abad berada dalam penguasaan Persia, pada masa 

pemerintahannya diserahkan kepada Diocletian (284–305 M).63

Bahram III hanya memerintah secara singkat (293 M), dan 

penerusnya Narseh (293–302 M) kemudian kembali mengobarkan 

pertempuran terhadap Romawi. Setelah mengalami kesuksesan awal terhadap 

Kaisar Galerius pada pertempuran di dekat Callinicum di Sungai Euphrates

tahun 296 M. Namun Narseh berhasil dikalahkan dalam penyergapan ketika ia 

sedang bersama haremnya di Armenia tahun 297 M. Dalam perjanjian yang 

mengakhiri perang ini, Sassania setuju menyerahkan lima provinsi di sebelah 

timur Sungai Tigris dan bersedia untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri Armenia dan Georgia. Narseh mengundurkan diri tahun 301 M dan meninggal 

dalam kesedihan setahun kemudian. Putra Narseh, Hormizd II (302–309 M), 

kemudian naik tahta. Meskipun ia berhasil menekan pemberontakan di Sistan 

dan Kushan, Hormizd II juga seorang penguasa yang lemah dan tidak mampu 

mengontrol para bangsawan. Ia terbunuh oleh serangan suku Badui ketika 

sedang berburu pada tahun 309 M.

D. Kerajaan Persia pada Masa Awal Islam

Kondisi sosial pada masa dinasti Sassania tidak lebih baik dari 

beberapa tahun lalu, ketika masih menggunakan sistem pemerintahan kerajaan. 

Pembagian kelas pada masa dinasti Sassania, amatlah tajam. Kaum aristokrat 

dan para pendeta berkedudukan jauh lebih tinggi daripada golongan lainnya. 

Semua jabatan dan lowongan penting dicadangkan untuk mereka. 64

Sedangkan para pengrajin dan petani tidak memiliki hak sosial dan hak 

perdata. Mereka harus membayar pajak dan ikut serta dalam berperang. Para 

pengrajin dan petani menjalani kehidupan yang sangat sengsara. Mereka 

dipandang hina dan tak berharga seolah-olah perbudakan abadi yang telah 

ditakdirkan untuk mereka. Mereka bekerja tanpa mendapatkan upah atas 

pekerjaan yang mereka kerjakan.

Pada masa itu, hanya anak-anak orang kaya dan bangsawan yang 

berhak menerima pendidikan. Rakyat umum dan menengah tidak mendapatkan pengetahuan dan kehormatan. Hal ini menunjukkan bahwa 

mayoritas rakyat tidak mempunyai hak untuk menjadi orang terpelajar 

ataupun pecinta kearifan dan keadilan. 65 Tradisi mempertahankan rakyat 

untuk tetap bodoh sangatlah penting pada saat itu. Hal ini disebabkan agar 

segala keinginan yang tak semestinya dan tak pantas dari kaum minoritas 

yang manja dapat dipenuhi.

66 Masa pemerintahan keluarga Sasania pada abad 

ke enam sangat buruk sekali, keadaannya sangat dipengaruhi oleh keadaan 

para raja-raja yang berkuasa pada saat itu yang berkuasa secara turun temurun. 

Mereka beranggapan bahwa mereka lebih mulia dari manusia dan 

menganggap mereka sebagai keturunan dewa (Tuhan). Maka seringkali rakyat 

tidak menyebut nama asli raja mereka, karena dianggap sebagai anak Tuhan.

Seluruh harta kekayaan Negara menjadi milik raja. Mereka telah 

sampai pada puncak kegemaran pada kesenangan dan kemewahan dan 

persaingan untuk menonjolkan kekayaan dan kebesaran sampai pada batas 

daya khayal manusia, bahkan ahli syiir tidak sanggup membayangkannya. 

Keadaan raja yang seperti itu berbanding terbalik dengan keadaan rakyat yang 

amat sengsara dengan adanya pajak dan upeti yang sangat tinggi. Masyarakat 

Persia sangat sengsara dan memilukan. Mereka terbelenggu layaknya binatang 

ternak. Banyak diantara mereka yang meninggalkan kehidupannya untuk masuk ke kuil agar tidak ada tanggungan untuk membayar pajak dan tugas 

militer.67

Agama resmi dinasti ini adalah agama Zaratustra. Dalam bahasa 

Yunani disebut Zoroaster. Agama ini merupakan agama suku Persia kuno 

yang dibawa orang Asia Tengah. Mereka menyembah satu dewa, yaitu Ahura 

Mazda, yang diyakini ikut dalam peperangan suci melawan Ahriman 

(mewakili sikap diam) dan setan (mewakili kejahatan). 68 Karena 

pemerintahan ini berdiri atas bantuan dari para rohaniawan. Hal ini 

menyebabkan para pendeta dan pemuka agama ini memperoleh kedudukan 

yang tinggi dan kekuatan yang besar dalam dinasti. Para penguasa Sassania 

hanyalah sebagai satelit dari para pendeta, dan jika mereka tidak menaati 

kaum rohaniawan maka mereka akan mendapatkan perlawanan yang keras 

yang dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, para penguasa lebih 

memperhatikan kaum pendeta daripada kaum yang lainnya.69

Dalam bidang keagamaan, dinasti ini tidak jauh berbeda dengan 

kondisi keagamaan pada kerajaan Romawi. Pada akhirnya, rakyat memahami 

bahwa agama yang mereka anut adalah agama yang penuh dengan kekerasan. 

Hal ini dapat dilihat degan adanya penguasaan penuh dan mutlak dari para 

penguasa dan para pendeta. Rakyat yang semula dipaksakan untuk diam dan 

menerima apa yang ada di hadapannya saat itu, mulai memberontak. Mereka menciptakan agam-agama baru, yaitu mencampur agama yang ada dengan 

agama yang berasal dari luar dinasti Sassania.

Raja-raja dinasti Sassania, pada umumnya gemar akan kemewahan 

dan kerakusan. Hal tersebut dapat dilihat pada istana-istana dinasti Sassania 

yang memiliki banyak permata dan barang mewah lainnya. Terutama pada 

salah satu permadani besar yang terbentang di balai salah satu istana yang 

bernama “Babaristani Kisra” yang dibuat dengan tujuan untuk menimbulkan 

gairah ketika berpesta ria dan selalu dapat melihat pemandangan indah musim 

semi yang menggairahkan.70

Di antara raja-raja Sassania tersebut, yang paling gemar akan 

kemewahan adalah Khosru Parvez yang mempunyai ribuan istri, budak wanita, 

penyanyi dan pemusik di istananya. Hamzah Isfahani menggambarkan dalam 

bukunya Sani Mulukul Arz (raja-raja besar di dunia) bahwa “Khousru Parvez 

memiliki 3.000 istri, 12.000 penyanyi perempuan, 6.000 pengawal, 8.500 ekor 

kuda sebagai tunjangannya, 960 gajah dan 12.000 keledai untuk membawa 

bagasinya serta 1.000 unta.” Bahkan Thabari pun menambahkan, “Raja ini 

lebih gemar akan permata dan piring-piringan yang mewah ketimbang 

apapun.”71

Kedatangan Islam dan pengangkatan Muhammad sebagai nabi (611 

M) bertepatan dengan masa pemerintahan Khousru Parvez (590-628 M) di kerajaaan Persia.

72 Pada masa itu, dunia yang beradab dikuasai oleh dua 

kekuatan yang besar, yaitu Romawi di Barat dan Persia di Timur. Kedua 

kerajaan ini selalu berperang dalam waktu yang lama untuk mendominasi 

pemerintahan dunia.

Kaisar Khosru Parvez memiliki beberapa nama lain, misalnya Kaisar 

Ebrewez dan Khousru II. Ia adalah putra kaisar Murmuzad IV, putra dari 

Kaisar Khosru I atau Kaisar Anusyirwan yang terkenal dengan keadilannya. Ia 

dinobatkan menjadi raja setelah terbunuh pada tahun 590 M. Namun, salah 

seorang keluarganya, Bahram Gaubin tidak menyetujuinya dan berusaha 

menggulingkan pemerintahannya. Kekuasaan Khousru II yang diambil pun 

dapat direbut kembali setelah ia meminta bantuan pada Kaisar Romawi Timur, 

Kaisar Maurice. Khousru II juga mengirimkan bala tentaranya ke Romawi 

Timur untuk meyingkirkan Kaisar Phocas yang telah mengambil tampuk 

kekuasaan Kaisar Maurice yang dulu telah membantunya. Akan tetapi, 

penyerbuan tersebut tidak berhenti hingga Phocas terbunuh. Kaisar Khousru II 

melanjutkan penyerbuan hingga ke pusat kerajaan Romawi Timur dan 

merebut kerajaan tersebut. Ia berkuasa sampai Heraklius berhasil mengusirnya 

pada tahun 615 M.73 Khousru II memerintah kerajaan Persia selama 37 tahun. 

Pada akhirnya, ia dibunuh putranya sendiri, Syiraweh atau Shairuwaihi karena 

berusaha kabur ketika tentara Romawi Timur menyerang Persia. Syiraweh pun menjadi raja menggantikan ayahnya. Peristiwa ini terjadi tepat seperti 

ucapan Nabi ketika Nabi mengetahui bahwa surat yang beliau berikan 

mendapatkan respon yang tidak baik dari Khousru