cut nyak dien 1
By arwahx.blogspot. com at Januari 26, 2024
cut nyak dien 1
Perang Aceh yang berlangsung lama merupakan tantangan cukup
berat bagi kolonialisme Belanda untuk melebarkan kekuasaannya di
bumi Indonesia ini. Perlawanan heroik yang disuguhkan rakyat Aceh
terhadap kolonialisme Belanda kiranya tidak akan terlupakan, terutama
peranan dan partisipasi rakyat Aceh di wilayah VI Mukim. Rakyat VI
Mukim turut memperkuat barisan perlawanan terhadap kolonialisme
Belanda; dan yang mempunyai arti penting, wilayah ini melahirkan
seorang " srikandi " yang terkenal bernama Cut Nyak Din. Namanya
telah diabadikan sebagai "pahlawan nasional" dalam lembaran sejarah
Indonesia.
Cut Nyak Din yang akan kita uraikan ini merupakan gambaran
kaum wanita Aceh yang dari dahulu turut memegang peranan baik
dalam bidang politik maupun bidang lainnya. Dalam menghadapi
gelombang penjajahan, kaum wanita Aceh termasuk Cut Nyak Din
tampil ke depan untuk memberikan komando perang. Tangkas, gigih
dan tabah dalam mempertahankan tanah air, bangsa dan agama dari
nafsu penjajahan Belanda. Mereka tidak rela tanah-air yang dicintainya
diperkosa oleh penjajah. I)
Dalam uraian ini kita akan coba melihat, sampai seberapa jauh
peranan dan keikutsertaannya sebagai seorang pejuang dalam periode
Aceh 1873 -- 1905, dan apa sumbangannya sebagai seorang istri
kepada suami dalam hubungannya dengan perjuangan yang
berlangsung.
Berbicara tentang Cut Nyak Din, akan tergambarlah kehidupan
keluargannya yang memegang peranan penting diwilayah VI Mukim.
Secara keseluruhan peranan penting wilayah VI Mukim tidaklah
terlepas dari motor yang digerakkan oleh keluarga Cut Nyak Din.
Kemudian tampil pula Cut Nyak Din membawakan peranan baik
aktif maupun pasif dalam menentang kolonialisme Belanda. Peranan
yang dibawanya tidaklah terlepas dari peristiwa atau pertempuran yang
terjadi antara rakyat Aceh melawan kolonialisme Belanda.
Cut Nyak Din tidak lama menikmati masa remaja, karena dalam
usia yang sangat muda ia telah dikawinkan oleh orang tuanya.
Perkawinan ini sesungguhnya tidak terlepas dari cita-cita orang tuanya
untuk meneruskan kedudukan mereka sebagai penguasa di wilayah VI
Mukim. Tetapi berkat bimbingan orang tua dan atas kebijaksanaan
suaminya, Teuku Cik Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Din tumbuh menjadi
manusia yang dewasa dan dapat mengikuti irama rumah tangga yang
dibina bersama suaminya. Dalam rumah tangga ia menjadi seorang
istri yang bijaksana, sabar dan dapat mendorong suami untuk maju
dengan sumbangan pikiran yang diberikannya.
saat tentara Belanda melancarkan serangan ke wilayah VI
Mukim, ia hadapi dengan tenang dan ia re la berpisah dengan suaminya
selama kurang lebih dua setengah tahun. Ia bersama anaknya yang
masih bayi dan orang tuanya turut serta bersama rakyat meninggalkan
kampung untuk menghindari kejaran musuh. Semua yang gialaminya
dalam pengungsian menambah ketabahan dan kekokohan hatinya
untuk menghadapi segala cobaan. Semangatnya makin tertempa dan
mulailah tumbuh suatu benih perlawanan yang terus mekar dalam
dadanya terhadap kolonialisme Belanda.
Kehadiran Teuku Umar di sampingnya makin membawa
pengharapan sesudah suaminya, Teuku Cik Ibrahim Lamnga, gugur.
Hatinya semakin penuh, tekadnya tambah bulat untuk meneruskan
perlawanan dan ingin membalas atas kekalahan suaminya. Hadimya
Teuku Umar dalam barisan perlawanan rakyat Aceh menambah kuat
pula tokoh yang makin kokoh seperti Cut Nyak Din. Dalam
menghadapi musuh ia memberikan dukungan moral yang sangat
berharga dan pikiran yang berguna. Kemudian ia mengobarkan
semangat rakyat Aceh untuk terus memberikan perlawanan.
Darah bangsawan yang dimilikinya. yang diturunkan oleh
Uleebalang Nanta, tidaklah membuat Cut Nyak Din merasa dirinya
tinggi atau merasa lebih dari orang lain. Pergaulan yang luas
mendekatkan ia dengan rakyat banyak. Ia tidak memandang enteng
semua kekuatan yang ada, bahkan ia mendekati semua golongan baik
rakyat, golongan bangsawan yang terdiri atas Uleebalang maupun
golongan ulama menjadi kawan dalam menuju cita-citanya. Pegangan
hidupnya adalah agama. Tindakannya jelas menunjukkan adanya
persatuan kata dan perbuatan sehingga tidaklah heran banyak rakyat,
ulama dan para tokoh Aceh sangat menyenanginya. Hidupnya sangat
sederhana, tidak pernah terlintas dalam angan-angannya untuk hidup
senang seperti kaum bangsawan lainnya. Semua tenaga dan pikirannya
dicurahkan untuk perjuangan.
saat suaminya, Teuku Umar, mengubah siasat memihak kepada
Belanda, Cut Nyak Din dengan bijaksana menyadarkan dan berusaha
dengan berbagai cara untuk mengembalikan Teuku Umar ke jalan yang
benar, jalan yang sedang ditempuh rakyat Aceh. Ia tidak selalu melihat
pangkat dan harta yang didapat dari musuh, bahkan dengan tandas
dikatakannya bahwa itu adalah suatu pengkhianatan terhadap bangsa.
Ia menuntut kepada Teuku Umar supaya kaum penjajah Belanda diusir
dari tanah Aceh, bukan menjilat dan menghambakan diri kepadanya.
Cut Nyak Din bergerilya selama 20 tahun bersama Teuku Umar.
Ia ikut aktif mendampingi suaminya menjelajahi hutan, turut pindah
dari tempat yang satu ke tempat yang lain mendampingi suami dalam
pertempuran menghadapi musuh. Cut Nyak Din turut berperan sebagai
motor penggerak yang mengantarkan Teuku Umar pada puncak
kariernya sebagai pejuang sampai tewas oleh peluru Belanda.
Gugurnya Teuku Umar tidak membuat Cut Nyak Din patah
semangat perlawanannya. Bahkan ia maju ke depan memimpin
pasukan. Ia kembali mengadakan aksi sampai fisiknya menjadi lemah.
sesudah lebih kurang enam tahun lamanya meneruskan perlawanan, ia
tertawan bersama pasukannya. Kemudian ia diasingkan ke Pulau Jawa
sampai wafat.
Lampadang adalah kampung tempat kelahiran Cut Nyak Din,
Luasnya kira-kira I 0 hektar. Kampung ini termasuk wilayah VI
Mukim dengan ibu kotanya Paukan Bada. Wilayah VI Mukim terletak
di pantai utara bagian barat Aceh Besar. Di bagian utara wilayah ini
berbatasan dengan taut dengan Uleele sebagai pelabuhannya. Antara
Tanjung dan Uleele ada sebuah danau yang tenang, dan dapat
dipakai untuk berlabuh perahu dan kapal. Di bagian timur wilayah ini,
yaitu yang berbatasan dengan Meuraksa ada Kampung Bitae dan
Lamjamu. Di bagian selatan dan barat daerah ini dipagari oleh
Pegunungan Ngalau Ngarai Beradin. Di bagian pantainya ada
Kampung Lamtengah, tempat kelahiran penyair Aceh terkenal
Dulkarim (Abdul Karim). Di Kampung Lampagar ada makam
Sultan Sulaiman dan Lamtah yang dihancurkan oleh serangan Belanda
dalam tahun 1875. Di bagian selatan Peukan Bada, di samping Cut
Cako ada Ngalau Ngarai Beradin, sebuah tempat yang strategis
dan menjadi tempat bertahan pejuang Aceh dan kemudian Kampung
Lampisang tempat Cut Nyak Din dan Teuku membangun rumah
tangga sesudah kembali dari pengungsian.1>
Keadaan alam yang baik dan subur ini kiranya menentukan mata
pencaharian rakyatnya menjadi petani, berlayar dan berdagang
penghasil lada yang sangat penting dalam pasaran dunia dan dengan
mengua8ai daerah ini berarti dapat menarik keuntungan yang
banyak bagi Aceh. Karena perkembangan ini Ratu Tajjul Alam
mengangkat Uleebalang Panglima Nanta untuk mengatur dan
mengawasi daerah vazal ini.6> Salah seorang keturunannya, ialah
Makhdun Sati. Dalam tubuh Makhdun Sati mengalir darah Aceh dan
darah Minangkabau.
Dalam zaman pemerintahan Sultan Jamalul Alam (1703 -- 1726),
Makhdun Sati beserta rombongan yang terdiri 12 perahu berlayar
menuju arah utara melalui pantai barat Pulau Sumatra. Pelayaran ini
terdorong oleh adanya berita yang menarik hati mereka, bahwa di
ujung utara Pulau Sumatra banyak ada kekayaan alam yang
terpendam berupa emas. Dengan menempuh perjalanan panjang dan
lama, rombongan Makhdun Sati sampai di Pasir Karam. Daerah ini
terletak di pantai barat Aceh dekat Meulaboh. Kemudian rombongan
ini tinggal menetap untuk membuat perkampungan da11 melalui hidup
baru biarpun daerah ini masih asing bagi mereka.
saat rombongan Makhdum Sati mendarat di Pasir Karam,
sepasukan tentara Aceh sedang bertempur menghadapi pengacau suku
Mantir yang belum memeluk ajaran Islam.8) Pasukan Aceh yang sedikit
jumlahnya ini hampir terdesak oleh pengacau Mantir yang lebih
banyak jumlahnya. Melihat tekanan yang diberikan suku Mantir,
Makhdun Sati dengan rombongannya yang merasa berkewajiban
menolong sesama Islam memberikan bantuan. Kerjasama yang rapi
menyebabkan gerombolan pengacau Mantir dapat dikalahkan dan
mereka yang tinggal melarikan diri ke arah hulu ke pegununggan.
Dengan kekalahan suku Mantir, daerah ini menjadi aman.
Sebagai rasa terima kasih kepada bantuan Makhdun Sati,
pimpinan pasukan Aceh dengan ikhlas memberikan daerah Pasir
Karam untuk dibagi-bagikan kepada rombongan Makhdun Sati sebagai
tempat tinggal mereka. Kemudian dengan penuh ketekunan rriereka
membuka persawahan dan peladangan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Rumah-rumah dibangun dengan bergotong-royong, sesuai
dengan:rumah adat yang ditinggalkannya. dalam waktu singkat
Makhdun Sati serta pengikutnya telah menjadi orang-orang makmur.
Selanjutnya mereka dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat
setempat, sehingga persaudaraan terjalin secara akrab seperti di
kampung yang di tinggalkannya. Kemudian Makhdun Sati berserta
rakyatnya menyatakan kesetiaannya kepada kekuasaan Sultan Aceh.
Karena tidak adanya kepuasan, maka Makhdun Sati membawa
rakyatnya bergerak ke utara lagi ke muara Sungai Wolya. Daerah ini
lebih subur daripada daerah Pasir Karam Daerah ini terletak antara
daerah Pidie dan Gleupang. Kemudian mereka membuka persawahan
dan ladang untuk menanam lada. Di samping itu mereka menemukan
bijih emas yang dibawa arus Sungai Wolya. Kerena itu rakyat
Makhdun Sati setiap hari dengan tekun mengumpulkan bijih-bijih
emas pada tempat ini. Dengan penuh ketekutan mereka dapat
mengumpulkan emas dalam jumlah yang banyak. Berkat kemakmuran
yang diperoleh rakyat, Makhdun Sati membangun sebuah kota di Kuala
Bie sebelah utara Pasir Aceh lengkap dengan rumah adatnya. Kata ini
menjadi kota dagang dan terus berkembang serta menjadi lebih ramai
dengan kedatangan pedagang dari berbagai penjuru . Perkembangan
kota menjadi kota dagang turut mengangkat nama Makhdun Sati.
Rakyatnya makin makmur karena dapat mengambil keuntungan dari
pedagang ini .
Serita kemakmuran daerah Makhdun Sati terdengar oleh Sultan
Aceh yang berkuasa. Daerah ini merupakan wilayah Aceh yang harus
tunduk pada peraturan sultan. Setiap daerah harus menyerahkan upeti
kepada sultan sebagai tanda setia. Karena itu sultan mengirim utusan
kepada Makhdun Sati sebagai penguasa daerah agar menyerahkan
upeti. Tetapi Makhdun Sati dengan keras menolak apa yang
dikehendaki Sultan Aceh. Sebagai rasa tidak senang, ia menyerahkan
upeti kepada sultan berupa besi tua yang berkarat sebagai
persembahan. Menerima itu sultan sangat marah, ia merasa dihina
oleh perbuatan Makhdun Sati. Karena itu sultan rnengirirn sepasukan ten
tara di bawah pimpinan Panglima Penghulu Perahu dari Keumangan untuk
mengambil tindakan. Pasukan Penghulu Penaru dapat menghancurkan
kekuatan Makhdun Sati. Hampir Makhdun Sati dapat ditawan dan
dibawa menghadap sultan Aceh. Karena kesalahannya yang berat,
yakni melawan kekuasaan yang sah dengan menggerakkan rakyatnya,
maka majelis pengadilan kerajaan menjatuhkan hukuman mati buat
Makhqij.n Sati. Tetapi dengan beberapa pertimbangan sultan
mengam bil kebijaksanaan untuk memberi ampunan atas kesalahan
yang diperbuat Makhdun Sati. Makhdun Sati menginsafi tindakkannya
yang salah, karena itu sesudah diberi ampunan, ia mengabdi kepada
sultan Aceh. Karena itu ia diangkat oleh sultan menjadi barisan
pengawal istana kesultanan dan ia mendapat tempat di wilayah VI
Mukim, dekat Betay.
Pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Muhammad Syah
( 1787 -- 1795) timbul sedikit kegoncangan politik dalam pemerintah
Aceh, sungguh pun Sultan telah berusaha menjalankan pemerintahan
dengan baik. Ia berusaha menempatkan diri dengan adil dan terus
mengadakan hubungan baik dengan Panglima Sagi XXII Mukim yang
masih mempunyai hubungan darah dengan Sultan lskandar Muda.
Tetapi karena suatu hal kecil saja, Panglima Sagi XXII Mukim merasa
sakit hati pada sultan. Karena hal ini , Panglima Sagi XXII
mengerahkan kekuatannya untuk menyerang kraton hendak
menjatuhkan sultan dan akan menggantikannya. Serangan dilakukan
dari berbagai jurusan. Hubungan istana ke luar diputuskan; suplai
makanan ke istana diawasi dengan ketat, sehingga istana hampir
kehabisan bahan makanan. Panglima Istana yang mengatur pertahanan
tak dapat berbuat banyak. Mereka hanya bertahan dalam benteng
menunggu kehancuran. Sedangkan serangan yang dilancarkan pasukan
Panglima Sagi XXII Mukim makin rapat dan sangat mencemaskan isi
kraton.
Dalam kerrielut yang menentukan ini, kalah atau menang
Makhdun Sati dengan pengikutnya datang dari VI Mukim secara diam
diam di waktu malam memberikan bantuan kepada sultan.9l
Pasukannya bergerak cepat memotong pasukan Panglima Sagi XXII
Mukim dan berusaha terus mendesak keluar. Sebelum fajar
menyingsing pasukan ini telah dapat memukul mundur pasukan
Panglima Sagi XXII Mukim dan pasukan penyelamat secara diam
diam pula menghilang kembali ke VI Mukim. Kiranya bantuan ini
dapat menyelamatkan kedudukan sultan.
Atas jasa Makhdun Sati kepada Sultan Alaidin Muhammad Syah,
sultan menganugrahkan pangkat kehormatan kepadanya menjadi
Panglima Sagi dan dengan nama tambahan "Nanta", seperti nama
neneknya. Dan karena kesetiaannya kepada sultan, namanya menjadi
Seutia Raja. Kemudian ditambahkan pula nama kebesaran, Uleebalang
Poteo, 10l yang artinya hulubalang sultan dan bebas dari Panglima Sagi.
Keputusan sultan ini dicantumkan sebagai tambahan dalam
Undang-undang Mahkota Alam. Dengan demikian namanya secara
lengkap menjadi Panglima Nanta Cik Seutia Raja.
sesudah kedudukannya dikukuhkan sultan Aceh, daerah kekuasaan
Nanta Cik diperluas dengan menambah pulau-pulau yang terletak
dipantai wilayah VI Mukim. Kepadanya diberikan kekuasaan penuh
untuk mengatur daerah ini seperti pengaturan kapal dan perahu
keluar-masuk dan memungut bea cukai lain-lainnya.
Nama kebesaran dan kedudukannya boleh terus diwariskan
kepada anak-cucunya. Kedudukan Nanta makin bertambah kuat
sesudah ia kawin dengan anak Teuku Nek bangsawan dari Meuraksa.
Teku Nek adalah seorang yang terpandang dan di segani. Ia pernah
diangkat menjadi panglima perang dalam masa pemerintahan Sultan
Sulaiman Syah. Dari perkawinan ini lahirlah Teuku Nanta Muda Seutia
dan Teuku Cut Muhammad Teuku Nanta Muda Seutia kawin dengan
anak bangsawan Lampagar. Anaknya adalah Teuku Rayut dan Teuku
Cut Nyak Din. 121
Teuku Rayut akalnya kurang sempurna sehingga ia tidak di
harapkan oleh Nanta untuk menggantikan kedudukannya sebagai
uleebalang di VI Mukim. Karena itu Teuku Nanta lebih banyak
memperhatikan Cut Nyak Din. Ia mengharapkan Cut Nyak Din dapat
meneruskan kedudukannya sebagai pemimpin di VI Mukim.
Teuku Muhammad kawin dengan Cut Mahani, adik keujuran
Abdul Rahman dari Meulaboh. Anaknya enam orang, dua perempuan
dan empat Jaki-laki. Yang Jaki-laki antara lain Teuku Cut Ahmad,
Teuku Puteh, Teuku Umar dan Teuku Musa. Di antara keempat anak
ini yang paling menonjol hanyalah Teuku Umar.131
1.3 Kelahiran Cut Nyak Din dalam Masa Pembangunan VI Mukim.
saat rakyat VI Mukim di bawah Uleebalang Nanta sedang tekun
membangun daerahnya, Sultan Alaidin Muhammad Syah wafat.
Karena putra mahkota Sulaiman belum dewasa, maka Teuku Ibrahim
sendiri ditunjuk untuk memangku jabatan sultan. saat Teuku
Ibrahim menjalankan tugas dan pindah ke istana, Sulaiman yang masih
kecil itu dititipkannya di VI Mukim untuk dipelihara. Selanjutnya
Teuku Ibrahim berusaha mencari dukungan pada Panglima Polim
untuk memperkuat kedudukannya. Tindakan Teuku Ibrahim ini tidak
disetujui oleh Nanta Muda Seutia. Ia melihat bahwa Panglima Polim
mempunyai tujuan tertentu seperti pada masa pemerintahan Sultan
Alaidin Muhammad Syah. Panglima Polim dari Sagi XXII Mukim
pernah melakukan makar terhadap sultan. Karena itu Nanta secara
diam-diam mengadakan persekutuan dengan Teuku Baid dari sagi
XXII dan Teuku Ujung kepala Mukim Lamnga untuk mencegah
maksud jahat Teuku Ibrahim. Kemudian ia berusaha mencari
dukungan lagi pada Abbas seorang ulama terkenal dari Kota Karang
dan Haji Said, seorang ulama dari Meuraksa.
Hubungan dengan para ulama ini sudah terjalin akrab seperti
saudara sendiri dan dinyatakan dalam suatu ikrar bahwa mereka akan
sehidup semati dalam menghadapi lawan politiknya. Demikianlah
usaha Nanta mendukung Sulaiman untuk menduduki tahta kesultanan.
Haji Said, sahabat karib Nanta, dengan tiba-tiba ditikam seorang
pemuda yang kurang waras dari Meuraksa tanpa sebab. Keluarga Nek
yang menjabat kepala pengadilan141 memutuskan perkaranya, mati
dibalas dengan mati. Dengan keputusan ini maka pemuda itu
dijatuhi hukuman mati pula. Demikian keputusan pengadilan itu. Akan
tetapi keputusan ini tidak bijaksana jika dilakukan terhadap orang
yang kurang waras. Karena itu pihak Haji Said minta
pertanggungjawaban kepada keluarga pemuda yang melakukan
penikaman itu. Demikian pula rakyat VI Mukim mendukung tuntutari
Haji Said. Tetapi Nek dalam hal ini tetap kepada keputusan yang telah
diberikan, sedang rakyat di VI Mukim meminta agar ditegakkan
kebenaran dan keadilan. Akibatnya tak dapat dielakkan dan timbul
ketegangan antara rakyat VI Mukim dan Meuraksa. Maka timbullah
perang saudara antara kedua daerah ini. Perang saudara ini tak dapat
diredakan. Masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya.
Dalam hal ini dari pihak VI Mukim majulah Nanta untuk memimpin
pasukan VI Mukim, sehingga penyerangan makin hebat dan
Panglima Sagi dan dengan nama tambahan "Nanta", seperti nama
neneknya. Dan karena kesetiaannya kepada sultan, namanya menjadi
Seutia Raja. Kemudian ditambahkan pula nama kebesaran, Uleebalang
Poteo, 10> yang artinya hulubalang sultan dan bebas dari Panglima Sagi.
Keputusan sultan ini dicantumkan sebagai tambahan dalam
Undang-undang Mahkota Alam. Dengan demikian namanya secara
lengkap menjadi Panglima Nanta Cik Seutia Raja.11>
sesudah kedudukannya dikukuhkan sultan Aceh, daerah kekuasaan
Nanta Cik diperluas dengan menambah pulau-pulau yang terletak
dipantai wilayah VI Mukim. Kepadanya diberikan kekuasaan penuh
untuk mengatur daerah ini seperti pengaturan kapal dan perahu
keluar-masuk dan memungut bea cukai lain-lainnya.
Nama kebesaran dan kedudukannya boleh terus diwariskan
kepada anak-cucunya. Kedudukan Nanta makin bertambah kuat
sesudah ia kawin dengan anak Teuku Nek bangsawan dari Meuraksa.
Teku Nek adalah seorang yang terpandang dan di segani. Ia pemah
diangkat menjadi panglima perang dalam masa pemerintahan Sultan
Sulaiman Syah. Dari perkawinan ini lahirlah Teuku Nanta Muda Seutia
dan Teuku Cut Muhammad Teuku Nanta Muda Seutia kawin dengan
anak bangsawan Lampagar. Anaknya adalah Teuku Rayut dan Teuku
Cut Nyak Din.
Teuku Rayut akalnya kurang sempurna sehingga ia tidak di
harapkan oleh Nanta untuk menggantikan kedudukannya sebagai
uleebalang di VI Mukim. Karena itu Teuku Nanta lebih banyak
memperhatikan Cut Nyak Din. la mengharapkan Cut Nyak Din dapat
menerusk.an kedudukannya sebagai pemimpin di VI Mukim.
Teuku Muhammad kawin dengan Cut Mahani, adik keujuran
Abdul Rahman dari Meulaboh. Anaknya enam orang, dua perempuan
dan empat laki-laki. Yang laki-laki antara lain Teuku Cut Ahmad,
Teuku Puteh, Teuku Umar dan Teuku Musa. Di antara keempat anak
ini yang paling menonjol hanyalah Teuku Umar.13>
1.3 Kelahiran Cut Nyak Din dalam Masa Pembangunan VI Mukim.
saat rakyat VI Mukim di bawah Uleebalang Nanta sedang tekun
membangun daerahnya, Sultan Alaidin Muhammad Syah wafat.
Karena putra mahkota Sulaiman belum dewasa, maka Teuku Ibrahim
sendiri ditunjuk untuk memangku jabatan sultan. saat Teuku
Ibrahim menjalankan tugas dan pindah ke istana, Sulaiman yang masih
kecil itu dititipkannya di VI Mukim untuk dipelihara. Selanjutnya
Teuku Ibrahim berusaha mencari dukungan pada Panglima Polim
untuk memperkuat kedudukannya. Tindakan Teuku Ibrahim ini tidak
disetujui oleh Nanta Muda Seutia. Ia melihat bahwa Panglima Polim
mempunyai tujuan tertentu seperti pada masa pemerintahan Sultan
Alaidin Muhammad Syah. Panglima Polim dari Sagi XXII Mukim
pernah melakukan makar terhadap sultan. Karena itu Nanta secara
diam-diam mengadakan persekutuan dengan Teuku Baid dari sagi
XXII dan Teuku Ujung kepala Mukim Lamnga untuk mencegah
maksud jahat Teuku Ibrahim. Kemudian ia berusaha mencari
dukungan lagi pada Abbas seorang ulama terkenal dari Kota Karang
dan Haji Said, seorang ulama dari Meuraksa.
Hubungan dengan para ulama ini sudah terjalin akrab seperti
saudara sendiri dan dinyatakan dalam suatu ikrar bahwa mereka akan
sehidup semati dalam menghadapi lawan politiknya. Demikianlah
usaha Nanta mendukung Sulaiman untuk menduduki tahta kesultanan.
Haji Said, sahabat karib Nanta, dengan tiba-tiba ditikam seorang
pemuda yang kurang waras dari Meuraksa tanpa sebab. Keluarga Nek
yang menjabat kepala pengadilan memutuskan perkaranya, mati
dibalas dengan mati. Dengan keputusan ini maka pemuda itu
dijatuhi hukuman mati pula. Demikian keputusan pengadilan itu. Akan
tetapi keputusan ini tidak bijaksana jika dilakukan terhadap orang
yang kurang waras. Karena itu pihak Haji Said minta
pertanggungjawaban kepada keluarga pemuda yang melakukan
penikaman itu. Demikian pula rakyat VI Mukim mendukung tuntutan
Haji Said. Tetapi Nek dalam hal ini tetap kepada keputusan yang telah
diberikan, sedang rakyat di VI Mukim meminta agar ditegakkan
kebenaran dan keadilan. Akibatnya tak dapat dielakkan dan timbul
ketegangan antara rakyat VI Mukim dan Meuraksa. Maka timbullah
perang saudara antara kedua daerah ini. Perang saudara ini tak dapat
diredakan. Masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya.
Dalam hal ini dari pihak VI Mukim majulah Nanta untuk memimpin
pasukan VI Mukim, sehingga penyerangan makin hebat dan
menimbulkan banyak korban di pihak rakyat Meuraksa. Nanta terns
mengadakan serangan. Ia belum puas atas kematian sahabatnya, Haji
Said.
Sultan sendiri dalam peristiwa ini tidak mau turun tangan untuk
mendamaikan kedua daerah ini. Maka permusuhan ke dua daerah ini
terus berkepanjangan tiada hentinya. Sultan menganggap hat ini tidak
mengganggu kestabilan politik dan kedudukannya sebagai penguasa.
Sementara itu rakyat VI Mukim terns mengadakan ancaman dan
tekanan terhadap Nek dan pendukungnya. Karena tekanan dan desakan
yang dilancarkan oleh rakyat VI Mukim, maka Nek merasa goyang
dan terancam kedudukannya. Karena itu Nek meletakkan jabatan.
Kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh Nanta. la menduduki
jabatan yang telah dilepas Nek. Kedudukan Nanta makin kuat karena
didukung oleh rakyat VI Mukim. Karena kepemimpinan yang
ditunjukkan Nanta, ia diangkat oleh rakyat menjadi "potro".
Selanjutnya untuk menghadapi Meuraksa, Nanta menyusun
kekuatan dan membangun benteng-benteng yang kuat. saat rakyat
VI Mukim sedang sibuk dalam membangun benteng pertahanan di
sepanjang Sungai Ning dan Rawa Cangkul, sebagai daerah perbatasan
dengan Meuraksa, maka lahirlah Cut Nyak Din. Bertepatan dengan itu
wilayah VI Mukim jatuh ke tangan Nanta secara penuh.
Kelahiran Cut Nyak Din disambut oleh rakyat VI Mukim dengan
gembira. Rakyat naik turun ke rumah Nanta untuk mengucapkan
selamat atas kelahiran Cut Nyak Din. Sebagai rasa syukur Nanta
mengadakan selamatan dan mengundang rakyatnya. Dalam upacara
ini (turun mandi) diresmikanlah nama Cut Nyak Din di muka para
hadirin yang diundang.
Dalam derap Jangkah pembangunan yang terus berjalan di VI
Mukim, Nanta terus mencurahkan kasih-sayangnya kepada Cut Nyak
Din.Pengharapan Nanta hanyalah Cut Nyak Din yang akan mewarisi
kedudukannya dan harta kekayaan yang dimilikinya. Karena itu ia
sangat memperhatikan Cut Nyak Din.
Kekayaan Nanta makin bertambah, karena rakyat yang berada
dalam wilayah kekuasaannya yang memiliki kebun Jada, sawah,
cengkih;.;d<elapa dan lain-lain diwajibkan memberikan sebagian
hasilnya pada waktu panen sebagai buah tangan. Karena
kepemimpinan Nanta yang baik, rakyat dengan ikhlas menyerahkan
buah tangan (persembahan) yang diwajibkan. Tidak seperti dalam
masa pimpinan Teuku Nek, rakyat VI Mukim selalu dikejar-kejar oleh
paksaan dan tekanan berat, sehingga rakyat sangat tertekan, sedang
Nek hidup senang dari hasil keringat rakyat. Nasib rakyat tidak
dipikirkan.
Dalam mengatur perdagangan, Nanta menetapkan danau yang
terletak antara Tanjung dan Uleele sebagai pelabuhan. Ia mengatur
kapal dan perahu keluat masuk pelabuhan ini. Kapal-kapal ·ramai
mengunjunginya untuk membeli barang seperti beras, lada dan lain
lain, dan juga membawa barang yang dibutuhkan rakyat seperti kain,
barang pecah-belah dan barang yang lain. Karena aman dan pengatur
yang baik, banyaklah berdatangan pedagang asing dan pedagang Aceh.
Untuk menguasai pelabuhan ini Nanta mengangkat seorang petugas.
Setiap kapal asing yang masuk pelabuhan dikenakan pungutan
sebanyak 5%, sedangkan kapal untuk orang Aceh dipungut sebanyak
2112%,
Demikianlah semua penghasilan yang diperoleh masuk ke dalam
kas Nanta, termasuk buah tangan dari rakyat, bea cukai dari setiap
kapal masuk pelabuhan, sehingga ia menjadi uleebalang yang kaya.
Seperti dikemukakan di atas pertentangan rakyat VI Mukim dan
Meuraksa tiada berkesudahan. Karena pertentangan ini rakyat VI
Mukim terus berjaga-jaga pada benteng di perbatasan. Kampung
kampung dipagar rapi dengan bambu. Pintu gerbang dibuat dari kayu
dan di tengah pintu gerbang ini ditancapkan sebuah tonggak yang
kokoh, sehingga tidak bebas orang keluar-masuk. Pada pintu gerbang
ini ada pos-penjagaan dan ditempatkan petugas secara bergilir
untuk mengawasi orang keluar-masuk tanpa diperiksa dengan
membawa alat senjata, tetapi bagi orang luar boleh masuk atau
menginap jika telah ada izin dari para patugas. Para masafir
diterima dengan ramah-tamah dan dilayani dengan baik. Makan,
minum dan tidur di tanggung selama berada di sana oleh penghuni
kampung ini , sedang pihak musuh yang sudah berdamai. jika
hendak berkunjung terlebih dahulu diberitahukan kepada kepala
kampung. Kepala kampung akan menyongsongnya dengan satu tata
cara, pedang terhunus di tangan kanan, dan di sisi kirinya diikuti oleh
satu barisan anak-anak. Pedang terhunus melambangkan bahwa
keselamatan si tamu berada dalam tangan kepala kampung, sedang
barisan anak berarti rakyat kampung ini menerima mereka
dengan ramah-tamah dan terbuka. Kemudian tamu ini dibawa ke
rumah kepala kampung.
Seiring dengan pembangunan fisik, berjalan pula pembangunan
jiwanya. Syair agama makin diperluas dan dihayati oleh rakyatnya,
ibadah seperti meunasah dan mesjid menjadi perhatian. Rakyat
berbondong-bondong melakukan ibadat. Rakyat mendengarkan
ceramah dan pengajian, sesudah melakukan sembahyang pada malam
hari dengan suara selawat dan zikir memuji nabi dan kebesaran Tuhan
yang menjadikan petala langit dan bumi. Masyarakatnya menjadi
penganut agama Islam yang taqwa dan patuh menjalankan perintah
agama, menjauhi larangan Tuhan. Ulama sangat memegang peranan
penting dalam pembangunan jiwa rakyat VI Mukim dan turut membina
perkembangan dunia, sehingga perkembangan dunia dan akhirat
berjalan sejajar.
Perkawinan Cut Nyak Din
Seperti yang telah diutarakan di atas Cut Nyak Din lahir saat
rakyat VI Mukim sedang giat membangun benteng pertahanan untuk
menghadapi Meuraksa. Perselisihan kedua wilayah ini terus berlanjut.
Masing-masing pihak menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Dalam
menghadapi situasi yang demikian meruncing, Nanta terus berusaha
menegakkan kekuasaannya. Wibawa dan namanya makin terpandang
dalam rakyat VI Mukim. Ia terus memperkokoh persatuan rakyat,
sehingga kalau digerakkan ke luar akan kelihatan kompak dan bersatu
dalam menghadapi lawan. Demikian pula rakyat merasa terlindung
dan aman atas kepemimpinan yang dijalankannya, sehingga ia
merupakan seorang pemimpin yang disenangi rakyatnya dan disegani
oleh lawan karena bertanggungjawab penuh dan berani menghadapi
segala kemungkinan.
16
Rumah Nanta di Lampadang ramai dikunjungi oleh tokoh-tokoh
penting 1.mtuk berurusan, membicarakan persoalan yang sedang
dihadapi dan menyampaikan berita-berita penting. Semua itu menjadi
perhatian Cut Nyak Din yang telah beranjak besar. Cut Nyak Din
melihat dan mendengar apa yang dibicarakan oleh tamu Nanta. Ia
memahami bahwa ayahnya adalah seorang terpandang dan penting.
Demikian pula Nanta, walaupun selalu dalam kesibukan, namun
tidak lupa kepada anak-istri. Ia meluangkan waktu untuk bennain,
bercerita kepada Cut Rayut dan Cut Nyak Din. Tidaklah dibedakan
kasih-sayangnya kepada kedua anaknya. Namun pengharapan satu
satunya adalah Cut Nyak Din.
Cut Nyak Din terus tumbuh bersama pembangunan di VI Mukim
sebagai setangkai bunga yang mekar di taman Lampadang. Semua
mata memperhatikan keelokan parasnya. Semua orang manilai
tingkah-laku dan budi-pekertinya yang baik. Agaknya merupakan
kebanggaan bagi Nanta, Cut Nyak Din bagaikan mutiara yang akan
memancarkan sinarnya dari rumah Nanta Seutia, rumah Aceh yang
kokoh, kokoh bagaikan adat tradisinya yang diwariskan dari neneknya.
Pendidikan Cut Nyak Din secara resmi tidaklah pernah
diikutinya. Tetapi dari lingkungan kehidupannya dapatlah kiranya ia
memiliki ilmu yang berguna untuk hidupnya. Kiranya sebagai umat
Islam, tentu ia telah belajar mengaji Al-Qur'an, tulis baca dalam huruf
Arab. Dan banyak sedikitnya tentu ia tahu tentang hukum dan
peraturan dalam agama yang didengarnya dari ayah-ibunya, atau para
ulama _yang memberikan pengajian di meunasah atau mesjid.
Pengetahuan tentang rumah-tangga telah didapatnya dari ibunya yang
mendidiknya, seperti masak-memasak, cara menghadapi suami dan
sebagainya tentu mendapat perhatian yang khusus. Apalagi Cut Nyak
Din sebagai anak uleebalang banyak sedikit akan terbawa cara hidup
bangsawan. Kebiasaan demikian akan terlatih dan terdidik dalam
pergaulan, tata-cara menghadapi tamu, penglihatan dan pendengaran
dalam lingkungan hidupnya akan menambah ilmu baginya.
Cut Nyak Din makin terkenal di wilayah VI Mukim. Parasnya
yang cantik menawan hati setiap pemuda, sehingga langkah dan
geraknya tidak lepas dari intaian pemuda di kampungnya. Tingkah-
17
laku dan tutur-katanya menarik perhatian orang tua dan menaruh minat
untuk mengambilnya sebagai menantu.
Di balik semua itu hati Nanta tidak tentram, rasa keraguan dan
kebimbangan untuk memilih calon menantunya, yaitu suami Cut Nyak
Din. Banyak sudah orang terpandang datang meminang Cut Nyak Din.
Kiranya belum ada yang sepadan dan cocok di hati Nanta. Nanta
sangat teliti memilih dan menyaring setiap orang yang bermaksud
untuk melamar. la melihat asal keturunan, meneliti latar belakang
hidupnya dan menyelidiki lebih dalam tentang tingkah-laku dan adat
kebiasaannya. la mengharapkan pasangan Cut Nyak Din seorang
pemuda yang berdarah satria yang sejajar dengan darah keturunan
Nanta sendiri. Dalam harapan Nanta, Cut Nyak Din mendapat
pasangan yang seimbang, berdiri sama tegak, duduk sama rendah,
sehingga kelak dapat melahirkan turunan yang diharapkan untuk
melanjutkan pimpinan wilayah VI Mukim. Karena itu Nanta sangat
berhati-hati untuk menentukan calon suami Cut Nyak Din.
Dari sekian banyak yang datang meminang, yang diterima ialah
lamaran dari Teuku Cik Ibrahim Lamnga.101 Teuku Cik Ibrahim
Lamnga adalah anak Teuku Abbas dari Ujung Aron. Teuku Abbas
adalah seorang uleebalang yang gagah-perkasa dan mempunyai
kekuasaan yang luas dan meliputi daerah pantai. Pangkat dan
kedudukannya langsung diterima dari sultan Aceh. Yang lebih menarik
hati Nanta, bahwa Teuku Abbas pemah menjadi sekutunya dalam
menghadapi ketegangan antara VI Mukim dengan Meuraksa. Sedang
Teuku Cik Ibrahim Lamnga seorang pemuda yang taat pada agama
dan berpandangan luas. la seorang alim lepasan pendidikan agama
dari Dayah Bitay. Karena itu tidak diragukan lagi akan kebaikan budi
dan bahasanya.
Karena umur Cut Nyak Din dirasa belum cukup, atas
permupakatan kedua belah pihak orang tua, antara Teuku Abbas dan
Nanta, dilakukanlah kawin gantung. Hal ini dilakukan untuk
menghindari gangguan terhadap Cut Nyak Din yang menjadi perhatian
banyak pemuda. Dengan tali pengikat yang telah dilakukan ini ,
berarti Cut Nyak Din telah mempunyai calon dan Nanta merasa aman.
Tinggal waktu peresmiannya saja.
18
Teuku Cik Ibrahim seminggu sekali datang ke Lampadang untuk
melihat calon istrinya, Cut Nyak Din, sambil membawa oleh-oleh dari
Teuku Abbas kepada Nanta, calon mertuanya. Perbuatan yang baik ini
terus dilakukan Teuku Cik Ibrahim Lamnga sampai perkawinannya
dirayakan: Dalam masa ini pula Cut Nyak Din terus mendapat
bimbingan dan pengawasan dari orang tuanya untuk memasuki jenjang
rumah-tangganya kelak. Berkat bimbingan yang terus-menerus, Cut
Nyak Din dapat mengerti akan tugas dan kewajibannya terhadap suami
dan mengerti bagaimana mengatur rumah-tangga yang baik dan
harm on is.
sesudah umur Cut Nyak Din dirasa cukup, yaitu kira-kira I 2 tahun,
tibalah saat peresmian pernikahannya. Nanta mengeluarkan harta
kekayaannya untuk memeriahkan pesta perkawinan Cut Nyak Din.
Rakyat di Lampadang sibuk menyiapkan semua yang diperlukan,
sehingga rumah Nanta kelihatan sibuk siang dan malam untuk
menyambut perkawinan Cut Nyak Din. Rakyat turut serta
menyumbangkan tenaga dan harta ala kadarnya. Tokoh-tokoh penting
dan ulama-ulama tidak ketinggalan turut datang untuk mengucapkan
kata selamat kepada kedua mempelai.
Untuk lebih memeriahkan pernikahan itu. Nanta mendatangkan
penyair terkenal Dulkarim (Abdul Karim) untuk membawakan
syairnya di hadapan para undangan.171 Dengan Suara yang merdu
Dulkarim membawakan syaimya yang bernafaskan agama. Hikayat
yang mengandung ajaran dan tamsil ibarat sangat berguna bagi
pegangan hidup. terutama bagi kedua mempelai. Suara yang
dikumandangkan Dulkarim dapat meresap ke hati hadirin dan merasa
puas; begitu juga Cut Nyak Din dan Teuku Cik Ibrahim Lamnga.
Syair Dulkarim merupakan tongkat pegangan untuk menempuh
hidup baru.
Kemudian. sesudah dianggap mampu mengurus rumah tangga, Cut
Nyak Din dan suaminya Teuku Cik Ibrahim pindah ke tempat lain, ke
rumah yang telah disediakan Nanta untuk mereka18l Rumah tangga
mereka berjalan baik dan cukup harmonis, karena antara suami-istri
itu terjalin saling pengertian. Teuku Cik Ibrahim yang berpandangan
luas memberikan bimbingan dan mencurahkan kasih-sayangnya.
19
Begitu pun Cut Nyak Din yang masih kekanak-kanakan, secara pelan
pelan dapat mengikuti bimbingan dan didikan suaminya, sehingga
rumah-tangga yang mereka bangun dapat berjalan aman dan damai.
Masa-masa bahagia terus mereka lalui dan nikmati dan kemudian
menjadi kenyataan. sesudah setahun kemudian mereka dianugrahi
seorang anak. Tali perkawinannya makin kokoh. Suami-istri ini merasa
bahagia atas kehadiran anak mereka yang pertama. Cut Nyak Din
menyibukkan diri dalam mengurus dan merawat anaknya. sedang
Teuku Ibrahim terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
untuk anak dan istrinya.
2.1 Perlawanan Rakyat Acelt di Wilayalt VI Mukim
Perang Aceh meletus pada tahun 1873. Belanda telah melakukan
berbagai cara dan berusaha menduduki daerah itu. Pimpinannya telah
berganti-ganti dalam melancarkan serangan terhadap pertahanan Aceh
yang terkenal kuat.11 Pada tahun pertama serangan Belanda berhasil
menduduki kraton dan kemudian meluas ke daerah sekitarnya.
Kemajuan yang mereka peroleh ditunjang oleh a lat senjata yang jauh
lebih moderen daripada senjata yang dimiliki oleh orang Aceh.
Belanda mendapat dorongan yang kuat oleh keinginan untuk
meluaskan wilayah kekuasaannya. Dengan menguasai Aceh berarti
pintu masuk ke Indonesia akan dikuasai pula.
Melihat Kraton Aceh jatuh ke tangan Belanda, rakyat Aceh
bangun secara meluas memberikan perlawanan. Semua golongan serta
lapisan masyarakat turut aktif bergerak menurut kemampuan dan
tenaganya. Para pemimpin, panglima dan uleebalang sibuk menyusun
dan mengatur kekuatannya. Rakyat siap menyumbangkan jiwa dan
hartanya. Prajurit siap tempur untuk mempertahankan tanah-air,
bangsa dan agama. Para ulama tampil di mimbar mengobarkan
semangatjihadfisabilillah dan kemudian maju bersama rakyat dengan
pedang terhunus untuk melawan musuh. Semangat juang rakyat makin
tinggi. Gema perang sabil yang dikumandangkan para ulama menjalar
ke setiap pelosok tanah Aceh, baik di kota, kampung dan bahkan di
hutan belantara. Laki-laki dan perempuan bahu-membahu merapatkan
barisan untuk memberikan perlawanan terhadap penjajah Belanda.
Suara ulama terus bergema dari meunasah dan mesjid sebagai
motor penggerak membangkitkan semangat untuk maju ke meda
perang. Rakyat VI Mukim di bawah pimpinan Nanta terus disibukkan
oleh kegiatan perang. Rumah Nanta sebagai markas terus dikunjungi
oleh para utusan dan tokoh-tokoh untuk membicarakan situasi yang
dihadapi, Nanta terus bergiat dan membangun benteng-benteng
pertahanan, menyusun kekuatan untuk mempertahankan wilayahnya.
Kemudian ia mengumpulkan perbekalan perang dan tenaga untuk
dikirim ke garis depan.
Teuku Cik Ibrahim Lamnga, suami Cut Nyak Din terus berada di
garis depan untuk memimpin pasukannya. Ia tinggalkan anak-istrinya
di Lampadang sampai berbulan-bulan lamanya demi perjuangan untuk
membela tanah-air.
Di meunasah dan masjid orang tua sampai larut malam
mengadakan ratib dan doa untuk keselamatan anak-anaknya yang
berangkat ke garis depan. Demikianlah tingkah-laku dan kesibukkan
rakyat VI Mukim dalam menghadapi keadaan perang. Semua kegiatan
yang dilakukan Nanta, keaktifan Teuku Cik Ibrahim di garis depan
dan kesibukkan rakyat VI Mukim terus diamati dengan seksama
oleh Cut Nyak Din. Betapa resahnya rakyat menurut penglihatannya.
Dalam situasi yang demikian ia sangat mengharapkan kedatangan
suaminya untuk mendampinginya.Untuk melepaskan rindunya ia
mendendangkan lagu sambil membuaikan anaknya dengan syair yang
bemafaskan agama dan perjuangan sebagai berikut :
Hai buyung
Hai anakku sayang
laki-laki engkau
Ayahmu. datamu laki-laki pula
Per/ihatkanlah kejantananmu
Ora_n,g Kafir hendak menjajah kita
Hendak mengganti agama kita dengan agamanya.
agama kafir
23
Budi aka/mu
Dengan seada tenagamu
Pertahankan/ah hak kita orang Aceh
Pertahankan/ah agama kita, agama Islam
Wahai anakku
Turutlah jejak ayahmu Teuku Cik Ibrahim Lamnga
Sekarang ia tidak di rumah
Tetapi janganlah engkau menyangka
Bahwa ayahmu sedang bersuka-ria melepas hmm
nafsu
Tidak Teuku
Ayahmu sedang mengumpulkan kawan
Bual menyambut kedatangan kaflr
Dan akan mengusirnya ke luar tanah Aceh. 11
saat suaminya pulang ke Lampadang, Cut Nyak Din selalu
menanyakan keadaan di garis depan, kekuatan Teuku Cik Ibrahim dan
situasi yang dihadapi oleh pejuang-pejuang Aceh. Cut Nyak Din
melihat kejatuhan kraton ke tangan Belanda karena kelemahan sultan
dalam memimpin. la mendengarkan bahwa masih banyak penglima
yang gagah berani untuk memimpin pasukan, kenapakah su!tan begitu
lemah membiarkan tanah Aceh dijajah oleh Belanda. Teuku Cik
Ibrahim dengan bijaksana memberikan penjelasan bahwa sultan
sedang mempersiapkan kekuatan yang dipimpin oleh Tuanku Hasyim
dan Panglima Polim. Dengan demikian Cut Nyak Din dapat mengerti,
karena disangkanya kekuatan sultan telah lumpuh sama sekali.
Sedang kekuatan Jain, Ulama Teuku Cik Di Tiro Muhamad Saman
dari daerah Pidie bangkit bersama pengikutnya untuk memberikan
perlawanan yang gigih terhadap Belanda. Semangat jihad terus
dikobarkan di kalangan rakyat, sehingga perlawanan untuk
mempertahankan hak meluas menjadi perang suci untuk
mempertahankan agama Islam.
saat Habib Abdurahman kembali dari Turki dalam usaha Aceh
mencari bantuan perlengkapan, ia menyatukan diri kembali dengan
kekuatan Aceh untuk melawan Belanda.3> Habib berhasil mendekati
para ulama di Tiro, Pidie, karena ia melihat para ulama memegang
peranan penting dan menjadi kepercayaan untuk menggerakkan
rakyat. Dalam waktu singkat Habib dapat menghimpun kekuatan
rakyat untuk mengumpulkan harta-benda dari rakyat yang akan
dipergunakan bagi kepentingan perang. Tetapi kegiatan yang
dilakukan oleh Habib Abdurahman di dalam kalangan rakyat Aceh
menimbulkan dua golongan yaitu golongan yang setuju dan yang tidak
setuju. Golongan bangsawan yang masih setia kepada sultan, kelihatan
kurang menyetujui tindakan yang dilakukan oleh Habib. Mereka belum
yakin sepenuhnya akan kesungguhan Habib, apalagi Habib telah
ditugaskan untuk mencari senjata ke luar negeri, tetapi boleh dikatakan
mengalami kegagalan. Sedang pihak lain mendukung sepenuhnya
gagasan Habib, karena yang didengungkan mendapat tanggapan yang
sen us.
Dari kedua kelompok ini dapat dilihat pengikut dan pendukungnya 4l
2.1.l Golongan Aceh
Golongan ini dibentuk oleh Sultan dan diikuti oleh pengikutnya
yang setia. Anggota pendukungnya antara lain Syahbandar Tebang.
Imam Mesjid Baiturrahim, Teuku Kadhi, Teuku Nek dan Nanta Sutia
Raja. rakyat Nanta merupakan pendukung utama.
2.1.2 Golongan Arab
Golongan ini adalah pendukung gagasan Habib Abdurahman,
sedang anggota pendukungnya antara lain Panglima Polim, Teuku
Baid dan Imam Long Bata.
Demikian gambaran rakyat Aceh ketika Habib melibatkan diri
dalam kegiatan melawan Belanda. Golongan bangsawan menuduh
Habib ingin merebut kedudukan sultan, karena ia telah berhasil
mendampingi sultan dalam menjalankan pemerintahan.
Kegiatan yang dilakukan Habib Abdurahman di wilayah VI
Mukim tidak mendapat dukungan yang sungguh dari rakyat Nanta.
Nanta menolak pemungutan yang dilakukan oleh petugas Habib. Hal
ini disebabkan Nanta merasa rakyatnya telah cukup menderita selama
Perang Aceh berlangsung. Karena itu hendaknya jangan lagi dibebani
pungutan yang memberatkan rakyat.
Begitu juga Cut Nyak Din belum melihat kekuatan Habib yang
dapat diandalkan untuk menghadapi kekuatan Belanda. la lebih
meyakini kekuatan Teuku Cik Ibrahim yang terdiri atas 200 orang
tentara yang terlatih. Mereka ahli dalam menggunakan alat senjata,
berani dan tangkas di medan perang.
Sementara itu Habib Abdurahman terus mengadakan serangan
gencar terhadap pos dan benteng Belanda. Serangan yang dilakukan
pasukan Habib dengan gemilang dapat merebut beberapa daerah yang
telah diduduki oleh Belanda. Habib dapat menunjukkan pada rakyat
Aceh bahwa ia berjuang sungguh-sungguh untuk menegakkan hak
dan mengusir Belanda. Tetapi kemenangan itu tidak lama dinikmati,
karena Belanda melakukan serangan balasan. Kedudukan Habib
menjadi terjepit. Muntasik jatuh kembali ke tangan Belanda dan Long
Bata tak dapat dipertahankan.5)
Karena serangan balasan yang dilancarkan oleh Belanda, maka
kedudukan VI Mukim menjadi genting. Daerah itu berada dalam
ancaman Belanda. Rakyat VI Mukim di bawah Nanta mempersiapkan
diri secara kompak. Benteng pertahanan telah dipersiapkan. Nanta
sibuk mengatur semua persiapkan untuk menghadapi serangan
Belanda. Di daerah perbatasan antara VI Mukim dan Meuraksa telah
dipersiapkan sebuah pasukan yang kuat6l karena di Meuraksa Belanda
telah menempatkan kekuatannya dengan 2 pucuk meriam yang siap
memuntahkan pelurunya ke wilayah VI Mukim. Di benteng pertahanan
sepanjang Sungai Ning dan Rawacangkul ditempatkan pasukan Nanta
yang terpilih.
Dalam menghadapi serangan Belanda ini rumah Cut Nyak Din di
Lampadang dijadikan markas. Pertemuan untuk mengadakan persiapan
dilakukan oleh Nanta dan Teuku Cik Ibrahim dengan Teuku Along,
Teuku Bait, Teuku Purba, saudara Panglima Polim, Pimpinan VII
Mukim dan IX Mukim. Mereka merundingkan taktik dan cara
menghadapi Belanda dan benteng mana yang harus diperkuat. Menurut
pendapat Teuku Cik Ibrahim Lamnga, taktik yang dipakai oleh
Belanda!!),sama dengan taktik yang mereka pakai untuk merebut kraton.
Belanda. akan menyerang dari Meuraksa dan akan menyerang VI
Mukim dari arah utara.7> Dari gambaran ini Teuku Cik Ibrahim
mengusulkan supaya benteng-benteng yang terletak di bagian utara
lebih diperkuat. sesudah usu! ini diterima, diputus pula tempat
berkumpul, yakni di mesjid dan Kuta Karang. Maka dipersiapkan 1000
orang tentara untuk menghadapi serangan Belanda. sesudah selesai
perudingan ini, mereka mengadakan sembahyang bersama dan
dilanjutkan dengan doa untuk keselamatan bersama.
Teuku Cik Ibrahim terus bergerak ke garis perbatasan VI Mukim
dan Meuraksa untuk meninjau dan mengatur strategi pertahanan.
Benteng-benteng yang ditinjau oleh Teuku Cik Ibrahim antara lain
Geunca, Keutapang Dua, Wilayah IX Mukim Teuku Purba dan
wilayah III Mukim Daray Long Raya. sesudah semuanya beres, Teuku
Cik Ibrahim menyerahkan komando pimpinan kepada Nyak Man.
Sebagai wakilnya ditunjuk Nyak Ajat.8l Teuku Cik Ibrahim terus
bergerak untuk menambah kekuatan. Ia terus berkeliling sampai lama
tidak pulang ke Lampadang. SambiI berjalan ia berusaha mengetuk
hati para hartawan untuk mengeluarkan hartanya yang sangat
dibutuhkan daiam kepentingan perang.
saat Teuku Cik Ibrahim pulang ke Lampadang melihat anak
istrinya dan melaporkan situasi perbatasan kepada Nanta, datang berita
bahwa pasukan Belanda telah bergerak ke arah selatan menuju wilayah
IX Mukim dan patroli ini sudah pasti akan memasuki wilayah VI
Mukim. Wilayah ini merupakan jalur perjalanan yang pasti dilalui.
karena terletak di bagian barat laut wilayah IX Mukim Nek Purba.
Berita ini cepat menjalar dikalangan rakyat VI Mukim. Rakyat gelisah
dan sibuk mempersiapkan diri. Teuku Cik Ibrahim memperintahkan
kepada semua rakyat supaya anak dan kaum ibu siap untuk mengungsi.
Harta yang tak dapat dibawa sebaiknya ditinggalkan. Bapak-bapak
dan pemuda supaya mempersiapkan diri untuk memperkuat barisan
pertahanan wilayah VI Mukim. Teuku Cik Ibrahim terus bergerak
dengan pasukannya ke wiyalah IX Mukim untuk menangkis serangan
Belanda. Nanta engan pasukannya terus bergerak ke arah Meuraksa.
Pada tanggal 28 Desember 1875 atas perintah Teuku Cik Ibrahim
Lamnga, Cut Nyak Din beserta anak dan ibunya meninggalkan
Lampadang menuju pengungsian.q> Betapa berat rasa hati Cut Nya Din
meninggalkan kampung halaman dan berpisah dengan suami, tetapi
karena keadaan memaksa dan panggilan tanah-air, ia memenuhi
perintah suaminya dan rela meninggalkan semua kesenangan. saat
hendak menuju pengungsian timbul suatu pertanyaan dalam hatinya,"
kapankah aku kembali dan kapankan aku bertemu dengan suami yang
tercinta?"
Cut Nyak Din mengungsi dengan rakyat dan untuk pengiringnya
Teuku Cik Ibrahim menugaskan 70 orang pengawal untuk membawa
semua perlengkapan yang dibutuhkan dalam pengungsian. Rombongan
ini bergerak menuju Lamtengah, kemudian meneruskan perjalanan ke
Lampagar. Rakyat Lampagar tidak merasa aman menerima rombongan
ini. Mereka merasa khawatir daerahnya menjadi sasaran penyerangan
Belanda. Karena itu sesudah melepas lelah sejenak rombongan
meneruskan perjalanan ke Leumpeng, dengan melalui Bukit Perang
dan turun ke Beleng Kala. Rombongan selamat sampai di VI Mukim.
Perjalanan yang melelahkan; pindah dari tempat ke tempat lain yang
dirasa aman terus dilakukan Cut Nyak Din untuk menyelamatkan diri
dari intaian tentara Belanda. Sungguh suatu pengalaman pahit yang
dirasakan oleh Cut Nyak Din dalam pengungsian, karena dengan tiba
tiba datang berita bahwa Belanda akan menyerang tempat pengungsian
mereka. Mereka terpaksa mencari tempat perlindungan, menyingkir
ke tempat yang tidak diketahui.
Karena perasaan yang selalu dikejar-kejar musuh, kehidupan Cut
Nyak Din tidak teratur. Perlengkapan dan persediaan makin menipis.
Perjalanan ini rupanya menambah keyakinan dan kepercayaan Cut
Nyak Din akan dirinya, bahwa perjuangan harus mengalami
penderitaan. Dengan hati yang tabah dan tekad bulat Cut Nyak Din
menerima semua cobaan itu. Kemudian apa yang dirasakan oleh Cut
Nyak Din menjelma menjadi suatu kekuatan dalam hatinya dan
kekuatan itu terus tumbuh untuk memberikan perlawanan kepada
musuh. Rasa benci pada musuh makin tebal dan tumbuh menjalar.
28
Oleh sebab itu ia mengirim utusan kepada suaminya supaya jangan
mundur setapak pun, maju terus melawan musuh, doa selamat akan
tetap mengiringnya. ltulah pesan Cut Nyak Din.
Telah sekian lama Cut Nyak Din tak bertemu dengan Teuku Cik
Ibrahim, sedang Teuku Cik Ibrahim terus mencurahkan tenaga dan
pikirannya untuk mempertahankan wilayah VI Mukim bersama-sama
pejuang Aceh lainnya dari serangan dan gempuran tentara Belanda.10>
Pada tanggal 29 Desember 1875 sesudah rombongan Cut Nyak
Din meninggalkan Lampadang, pasukan Belanda dengan kekuatan
cukup besar dan persenjataan yang lengkap di bawah pimpinan F T.
Engel mulai mengadakan serangan terhadap daerah sekitar VI Mukim.
Kemudian Belanda melancarkan serangan terhadap Lamjamu dan
Ajun. Serangan ini disambut oleh pasukan Teuku Cik Ibrahim
dengan mengerahkan tenaga yang ada. Karena desakan tentara Belanda
yang kuat, Teuku Cik Ibrahim berusaha menghindari korban banyak
di kalangan rakyat. Maka diperintahkannya supaya anak-anak dan ibu
ibu menghindar ke Lam Asam. Pasukan tempur terus bertahan pada
benteng-benteng yang telah dipersiapkan. Pasukan Belanda terus maju
menekan pertahanan Teuku Cik Ibrahim di bawah lindungan tembakan
pasukan meriamnya. Karena tembakan yang terus-menerus dilepaskan
menuju sasarannya, api mulai berkobar menjilat rumah-rumah
penduduk. Dalam sekejap api berkobar memusnahkan kampung dan
harta-benda yang ditinggalkan rakyat. Di bawah kepulan asap
dan tembakan gencar tentara Belanda, Teuku Cik Ibrahim
mengundurkan pasukannya ke Lam Asam. Rakyat Lam Asam menjadi
sibuk mengurusi para pengungsi dan merawat yang Iuka dalam
pertempuran di Lamjamu. Karena itu Teuku Cik Ibrahim
memerintahkan agar yang Iuka diungsikan ke Lamtengah dan Lam
pagar. Tetapi rakyat Lampagar yang dicekam rasa ketakutan tidak
bersedia menampung arus pengungsi yang banyak ini. Lampadang dan
Peukan Bada menjadi sepi, rakyatnya telah mengungsi. Tinggal para
pejuang untuk mempertahankan benteng Nanta di Lampadang.
Pada 1anggal 30 Desember 1875 pasukan Belanda terus melaju
Simpangbma, kemudian melancarkan serangan ke Lam Asam. Dalam
serangan ini tentara Belanda melakukan kekejaman dengan menembak
rakyat yang tidak bersalah. membakar habis rumah-rumah rakyat.
Rakyat yang selamat menghindar dari arena pertempuran. Harta-benda
habis dimakan api, hewan berkeliaran tidak terurus. Pada tanggal 31
Desember 1875 Belanda dapat menduduki Lam Asam. Kemudian
mereka melanjutkan penyerangan mereka ke Lampadang dan dengan
mudah tentara Belanda menduduki Peukan Bada.
Demikianlah, sesudah pertempuran berlangsung selama tiga hari,
kampung-kampung di wilayah VI Mukim jatuh ke tangan Belanda.
Pasukan Nanta dan Teuku Cik Ibrahim mundur ke lereng bukit
untuk mencari tempat berlindung. Kemudian mereka menyusun
kembali sisa kekuatannya. Pada tanggal 2 Januari 1876 Teuku Cik
Ibrahim melakukan serangan balasan dengan mengarahkan sasarannya
pada kemah tentara Belanda. saat menjelang fajar Teuku Cik
Ibrahim menarik pasukannya kembali ke lereng bukit. Demikianlah
dilakukan Teuku Cik Ibrahim beberapa waktu lamanya, sehingga
tentara Belanda tidak merasa aman pada waktu malam hari. Pada
waktu siang hari pasukan Teuku Cik Ibrahim mundur dan istirahat di
sela-sela bukit dengan aman. Karena membawa hasil, kemudian Teuku
Cik Ibrahim menunggu datangnya patroli Belanda pada tempat yang
strategis yang diperkirakan akan dilalui partroli Belanda.
Telah berbagai taktik dan cara dilakukan Teuku Cik Ibrahim untuk
memukul Belanda. Oleh karena itu ia terus menjadi kejaran patroli
Belanda. Ia terus berpindah-pindah tempat dan kadang-kadang
menghilangkan jejak. Kemudian ia muncul lagi dengan pasukannya
mengadakan penyerangan terhadap pos atau kemah patroli Belanda.
2.3 Suami Cut Nyak Din Gugur sebagai Syuliada
Habib Abdurahman yang bermarkas di Muntasik terus berusaha
menyatukan pejuang Aceh. Kepentingan perang telah dapat dilengkapi.
Pasukan tempur telah diatur dan siap untuk melakukan tugas. Parit
parit pertahanan di Muntasik telah siap dibuat dan tenaga tempur
tersedia sebanyak 2000 orang. Pasukan ini akan diberangkatkan ke
Krung Raba, ibukota IV Mukim.
Sehelum bergerak ke Krung Raba pasukan Habib telah menyerang
kota seiama 6 jam. Serangan ini cukup menggelisahkan pasukan
pendudukan Belanda di Kotaraja, karena kemah pegawai Belanda
terbakar habis oleh tembakan yang gencar dari pasukan Habib.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke IV Mukim. Kepala IV
Mukim melarikan diri dan minta bantuan kepada Belanda.
Nanta dan Teuku Cik Ibrahim yang telah menyingkir dari IV
Mukim menggabungkan diri dengan pasukan Habib dan kemudian
keduanya diangkat menjadi panglima.11> Untuk kerjasama dalam
menghadapi kekuatan Belanda, Teuku Cik Ibrahim telah dapat
mengatur beberapa pasukan untuk bertugas pada daerah yang telah
ditentukan.
Teuku Rayut, saudara Cut Nyak Din, dengan kekuatan 1600
orang bertugas mempertahankan daerah Leupeng dan
mempertahankan pantai selatan dari serangan Belanda. Teuku Nanta
telah membawa pasukannya mendekati Peukan Bada. Pasukan Imam
Long Bata dengan 400 orang telah siap menunggu di Sala Glee Tarum.
Di Blang Kota pasukan pengungsi telah siap berjaga-jaga di bawah
pimpinan Ayat dan Ibrahim. Sedang Teuku Cik Ibrahim telah siap
dengan kekuatan 200 orang terlatih menunggu di pintu masuk Ngalau
Ngarai Beradin. Pasukan Ibrahim bertugas untuk mencegat pasukan
Belanda yang akan bergerak ke daerah IV Mukim yang telah diduduki
Habib.
Panglima tentara Belanda di Kotaraja Van der Heyden menyadari
bahaya yang akan mengancam kedudukannya oleh kekuatan Aceh
yang bergerak serentak ini. Karena itu ia berusaha mengirimkan
pasukannya untuk menggagalkan maksud penyerangan pejuang Aceh.
Sehubungan dengan itu diberangkatkan sepasukan tentara Belanda
untuk merebut kembali daerah IV Mukim yang telah diduduki oleh
pasukan Habib Abdurahman. Pasukan ini bergerak melalui Ngalau
Ngarai Beradin. saat tiba di pintu masuk Ngalau Ngarai Beradin
turun hujan dengan lebatnya, sehingga agak sukar melewati lembah
ini. Daerah ini digenangi air setinggi pinggang. Dengan susah-payah
tentara Belanda menyeberangi daerah banjir ini . saat itu pula
pasukan Teuku Cik Ibrahim melepaskan tembakan dari lereng bukit
yang mengapit lembah itu. Tembakan yang gencar ini menghilangkan
semangat tentara Belanda untuk meneruskan perjalanan mereka, tetapi
dengan disiplin yang tinggi komandan pasukan membangun kembali
serangan balasan. Dengan bergerak serentak secara pelan-pelan tentara
Belanda terus maju di bawah perlindungan tembakan senjata modern
mereka. Demikianlah maka pertahanan Teuku Cik Ibrahim satu
persatu dapat dilumpuhkan. Pasukan Teuku Cik Ibrahim mundur ke
lereng bukit sekitarnya. Pasukan Belanda terus maju dengan
meninggalkan korban yang banyak. Mereka melanjutkan perjalanan
mereka ke daerah IV Mukim. Habib yang telah menduduki IV Mukim
tidak dapat menangkis serangan ini. Ia dapat meloloskan diri dari
kepungan tentara Belanda. Kemudian dengan beberapa orang
pengikutnya yang setia ia menyingkir ke Sela Glee Tarum. Hal ini
menjadi suatu pertanyaan bagi pejuang Aceh, karena sesudah
menyingkir ia tidak mengadakan kontak dengan pejuang lain yang
telah mendukungnya. Ia tidak mengadakan kegiatan apapun. Melihat
sikap yang demikian kepercayaan rakyat pada Habib menjadi goyah.
Pada tanggal 29 Juni 1878 pasukan Belanda terus bergerak ke
Sela Glee Tarum untuk mengikuti jejak Habib Abdurahman. saat
tentara Belanda hendak masuk ke Sela Glee Tarum mereka dicegat
oleh Pasukan Imam Long Bata. Kontak senjata terjadi antara kedua
pasukan. Pertemuan berlangsung seru. Korban sudah berjatuhan, tetapi
pertempuran terus berlangsung. Pasukan Imam Long Bata terus
memberikan pukulan terhadap Belanda, sehingga pasukan tentara
Belanda terpaksa mundur dan terus dikejar oleh Pasukan Imam Long
Bata sampai ke daratan IX Mukim.
Sementara itu Teuku Cik Ibrahim dan Nyak Man sesudah gaga!
menahan patroli Belanda di Ngalau Ngarai Beradin terus berusaha
mengadakan kontak dengan Habib Abdurahman. Dengan susah-payah
Teuku Cik Ibrahim mendaki gunung Madat di Pegunungan Parang
selama tiga hari tiga malam tanpa istirahat dan pada hari keempat
tenaganya sudah hampir habis. Tidak sesuap nasi pun mereka dapat 12l
Atas anjuran Nyak Man, Teuku Cik Ibrahim meninggalkan tempat
ini . Kemudian secara diam-diam mereka meneruskan perjalanan
mereka menuju Sela Glee Tarum. sesudah melepaskan lelah satu
malam, mereka berusaha mengadakan kontak dengan Habib
Abdurllhman. Tetapi hal ini amat sulit. Mereka tidak menemukan jejak
Habib· dan rombongannya bersembunyi. Karena Badan makin letih
dan kepayahan. Rombongan Teuku Cik Ibrahim tertidur. saat itu
pula pasukan tentara yang terus mengikuti jejaknya mengadakan
kepungan yang rapi dan terencana. Pengikut Teuku Cik Ibrahim
terkejut dan cerai-berai oleh tembakan gencar tentara Belanda. Tentara
Belanda dapat menewaskan Teuku Ajat, adik Teuku Cik Ibrahim. Ia
tertembak tepat pada kepalanya. Melihat ha! ini Teuku Cik Ibrahim
cepat memberi bantuan. la sempat memangku kepala adiknya di bawah
desingan peluru tentara Belanda yang terus mencari sasaran.
Sementara itu Teuku Nyak Man yang sempat menghindar berteriak
dari balik akar besar kepada Teuku Cik Ibrahim supaya menghindar.
Tetapi dengan satria dan setia ia ingin menyelamatkan Teuku Nyak
Man. Berbarengan dengan itu sebuah peluru yang dilepaskan tentara
Belanda mengenai kepalanya dan secepat itu pula Teuku Nyak Man
memberikan pertolongan. Tetapi rupanya sudah sampai janji Tuhan.
Ia pun mengalami nasib yang sama, tewas oleh peluru Belanda.
Gugurlah ketiga patriot itu sebagai syuhada dalam membela tanah-air,
bangsa dan agama. Tetapi suatu keajaiban terjadi. saat tentara
Belanda hendak membawa ketiga syuhada ini, hati mereka terasa berat,
seolah-olah ada yang mendorong mereka untuk tidak membawanya.
Karena itu mereka tinggalkan ketiga jenazah itu di tempat itu dan
memberi kesempatan pada rekan dan keluarganya untuk melihatnya
sebagai kesempatan terakhir.
sesudah tembakan berhenti, suasana menjadi sepi. Tentara Belanda
meninggalkan daerah itu dengan membawa kemenangan. Rekan-rekan
Teuku Cik Ibrahim datang memberikan penghormatan terakhir kepada
pimpinannya yang telah gugur. Rekan-rekannya secara bergantian
mengusung jenazah Teuku Cik Ibrahim melalui Bukit Mahdam sampai
ke Leupung. Setiap kampung yang dilalui. rakyat turut memberikan
penghormatan dan banyak yang meneteskan air mata. Imam Banta tak
sabar melihat usungan ini. ia menangis seperti anak kecil yang
membuat suasana lebih mengharukan. Demikianlah suasana
menyambut kedatangan para syuhada ini penuh dengan ratap-tangis
tiada ,berkeputusan. Pengharapan menjadi patah, panglima yang
diharap telah tiada. Niscaya akan patahlah perlawanan rakyat Aceh
terhadap Belanda.
Cut Nyak Din tak dapat menguasai dirinya. Telah sekian lama ia
berpisah dengan Teuku Cik Ibrahim. Tiba·tiba suami tercinta datang
diusung dan telah tidak bernyawa. Dunianya menjadi gelap, hilang
bumi tempat berpijak, putus tali tempat bergantung. la duduk
bersimpuh menatap suaminya. Tangis makin menjadi, "Kenapakah kau
tinggalkan kami, siapakah penggantimu untuk meneruskan perjuangan
yang panjang ini?" Ratap tangis Cut Nyak Din membuat hati yang
hadir semakin luluh. Melihat ini Teuku Nanta yang bijaksana berusaha
menyabarkan hati anaknya. Jangan kautangisi dia. bukankah ia telah
berbakti kepada tanah-air dan agama. Kini ia telah syahid, kita juga
akan mengikuti jejaknya. Setiap manusia akan mati. Sabarlah
menghadapi cobaan ini. Teguhkan iman dan bulatkan tekad. Pada
pundak kitalah terletak tanggung-jawab yang berat ini. Tetapi tangis
Cut Nyak Din makin menjadi. Kala itu walau kata seindah apa pun tak
dapat membendung air matanya dan tangan selembut sutra pun takkan
mempan untuk membelainya. la tumpahkan semua isi hatinya untuk
merapati Teuku Cik Ibrahim Lamnga.
Atas permufakatan para tokoh dan uleebalang, Teuku Cik Ibrahim
Lamnga dimakamkan di Muntasik. Tempat ini dianggap aman dan
jauh dari jangkauan musuh seperti yang dikehendaki keluarga. Rakyat
kembali mengiringi jenazah ini berjalan. Dengan melalui Gunung
Mandam barulah sampai ke Muntasik. Rakyat Muntasik telah siap
menyambut dengan hormat kehadiran jenazah Teuku Cik Ibrahim
Lamnga. Kemudian dengan upacara yang sederhana dan khidmat
Teuku Cik Ibrahim Lamnga dimakamkan dengan disaksikan rakyat
yang mencintainya. Tempat ini adalah suci, sesuci perjuangan Teuku
Cik Ibrahim Lamnga.
Tangis Cut Nyak Din telah mereda, kabut sedih yang
menyelubungi berangsur-angsur dihembus angin harapan dan
menyadari apa arti semuanya itu. Hanya suatu beban berat yang masih
terasa dalam hatinya, ia seorang wanita, anak masih kecil. Ayahnya,
yakni Nanta semakin tua, jalan yang ditempuh masih jauh. Siapa
gerangan orang kuat yang dapat menggantikan Teuku Cik Ibrahim
untuk meneruskan perjuangan? Dari semua soal yang pasti sebagai
suatu kekuatan yang dahsyat untuk mendorong dirinya, yaitu maju
meneruskan perjuangan. Dan melahirkan sumpah setia bahwa semasih
hayat dikandung badan akan meneruska,n perlawanan terhadap
Belanda. Ia akan menurut balas kematian suaminya.
Sementara itu pada tanggal 13 Oktober 1878 Habib Abdurahman
secara resmi menyerah kepada Belanda. la beserta pengikutnya pada
pukul dua siang menghadap Gurbernur Aceh Van der Heyden di
Kutaraja.131 Sebagai penghormatan, ia disambut oleh Belanda dengan
tujuh dentuman meriam. Pada tanggal 24 Nopember tahun itu juga ia
berangkat ke Jeddah dan ia mendapat tunjangan dari Belanda sebesar
12.000 dollar setiap tahun.
Menyerahnya Habib menjadi pembicaraan rakyat Aceh. Banyak
orang berpendapat bahwa syahidnya Teuku Cik Ibrahim Lamnga
adalah karena penghianatan yang dilakukan Habib. sesudah Krang
Raba jatuh, ia tidak lagi mempunyai rencana untuk melanjutkan
perlawanan terhadap Belanda. Hal ini kiranya dapat dibuktikan betapa
susah-pa)ahnya Teuku Cik Ibrahim untuk menghubunginya. Namun
sia-sia belaka. Karena itu tuduhan orang menyatakan bahwa Habiblah
yang menyuruh tentara Belanda untuk menjebak pasukan Teuku Cik
Ibrahim yang kekuatannya telah hilang.
Cut Nyak Din dapat memaklumi semua pembicaraan orang
banyak, hatinya belum yakin benar akan perbuatan yang terkutut itu.
Menurut pengamatannya dasar perjuangan Habib yang digembar
gemborkan selama ia hadir dalam barisan Aceh adalah agama, seperti
pernyataan yang disampaikannya kepada Teuku Cik di Tiro
Muhammad Saman, Cik di Tiro adalah seorang ulama yang terpandang
dan menpunyai wibawa yang besar. Semua itu hanya fitnah dalam
pikiran Cut Nyak Din. Hal ini hanya memecah-belah persatuan yang
akan menguntungkan pihak musuh.
Cut Nyak Din tak dapat menguasai dirinya. Telah sekian lama ia
berpisah dengan Teuku Cik Ibrahim. Tiba-tiba suami tercinta datang
diusung dan telah tidak bemyawa. Dunianya menjadi gelap, hilang
bumi tempat berpijak, putus tali tempat bergantung. la duduk
bersimpuh menatap suaminya. Tangis makin menjadi, "Kenapakah kau
tinggalkan kami, siapakah penggantimu untuk meneruskan perjuangan
yang panjang ini?" Ratap tangis Cut Nyak Din membuat hati yang
hadir semakin luluh. Melihat ini Teuku Nanta yang bijaksana berusaha
menyabarkan hati anaknya. Jangan kautangisi dia, bukankah ia telah
berbakti kepada tanah-air dan agama. Kini ia telah syahid, kita juga
akan mengikuti jejaknya. Setiap manusia akan mati. Sabarlah
menghadapi cobaan ini. Teguhkan iman dan bulatkan tekad. Pada
pundak kitalah terletak tanggung-jawab yang berat ini. Tetapi tangis
Cut Nyak Din makin menjadi. Kala itu walau kata seindah apa pun tak
dapat membendung air matanya dan tangan selembut sutra pun takkan
mempan untuk membelainya. la tumpahkan semua isi hatinya untuk
merapati Teuku Cik Ibrahim Lamnga.
Atas permufakatan para tokoh dan uleebalang, Teuku Cik Ibrahim
Lamnga dimakamkan di Muntasik. Tempat ini dianggap aman dan
jauh dari jangkauan musuh seperti yang dikehendaki keluarga. Rakyat
kembali mengiringi jenazah ini berjalan. Dengan melalui Gunung
Mandam barulah sampai ke Muntasik. Rakyat Muntasik telah siap
menyambut dengan hormat kehadiran jenazah Teuku Cik Ibrahim
Lamnga. Kemudian dengan upacara yang sederhana dan khidmat
Teuku Cik Ibrahim Lamnga dimakamkan dengan disaksikan rakyat
yang mencintainya. Tempat ini adalah suci, sesuci perjuangan Teuku
Cik Ibrahim Lamnga.
Tangis Cut Nyak Din telah mereda, kabut sedih yang
menyelubungi berangsur-angsur dihembus angin harapan dan
menyadari apa arti semuanya itu. Hanya suatu beban berat yang masih
terasa dalam hatinya, ia seorang wanita, anak masih kecil. Ayahnya,
yakni Nanta semakin tua, jalan yang ditempuh masih jauh. Siapa
gerangan orang kuat yang dapat menggantikan Teuku Cik Ibrahim
untuk meneruskan perjuangan? Dari semua soal yang pasti sebagai
suatu kekuatan yang dahsyat untuk mendorong dirinya, yaitu maju
meneruskan perjuangan. Dan melahirkan sumpah setia bahwa semasih
hayat dikandung badan akan meneruskan perlawanan terhadap
Belanda. Ia akan menurut balas kematian suaminya.
Sementara itu pada tanggal 13 Oktober 1878 Habib Abdurahman
secara resmi menyerah kepada Belanda. Ia beserta pengikutnya pada
pukul dua siang menghadap Gurbernur Aceh Van der Heyden di
Kutaraja.13> Sebagai penghormatan, ia disambut oleh Belanda dengan
tujuh dentuman meriam. Pada tanggal 24 Nopember tahun itu juga ia
berangkat ke Jeddah dan ia mendapat tunjangan dari Belanda sebesar
12.000 dollar setiap tahun.
Menyerahnya Habib menjadi pembicaraan rakyat Aceh. Banyak
orang berpendapat bahwa syahidnya Teuku Cik Ibrahim Lamnga
adalah karena penghianatan yang dilakukan Habib. sesudah Krang
Raba jatuh, ia tidak lagi mempunyai rencana untuk 01elanjutkan
perlawanan terhadap Belanda. Hal ini kiranya dapat dibuktikan betapa
susah-pa)ahnya Teuku Cik Ibrahim untuk menghubunginya. Namun
sia-sia belaka. Karena itu tuduhan orang menyatakan bahwa Habiblah
yang menyuruh tentara Belanda untuk menjebak pasukan Teuku Cik
Ibrahim yang kekuatannya telah hilang.
Cut Nyak Din dapat memaklumi semua pembicaraan orang
banyak, hatinya belum yakin benar akan perbuatan yang terkutut itu.
Menurut pengamatannya dasar perjuangan Habib yang digembar
gemborkan selama ia hadir dalam barisan Aceh adalah agama, seperti
pernyataan yang disampaikannya kepada Teuku Cik di Tiro
Muhammad Saman, Cik di Tiro adalah seorang ulama yang terpandang
dan menpunyai wibawa yang besar. Semua itu hanya fitnah dalam
pikiran Cut Nyak Din. Hal ini hanya memecah-belah persatuan yang
akan menguntungkan pihak musuh.
Hadirnya Teuku Umar dalam Barisan Pejuang Aceh
Sebulan kemudian sesudah Teuku Cik Ibrahim dimakamkan,
Cut Nyak Din be I um habis menghilang kesedihannya, datanglah Teuku
Umar ke Muntasik dalam rangka kunjungan keluarga sebagai anak
kepada orang tua. Dan yang paling penting kedatangan Teuku Umar
adalah untuk membicarakan situasi yang dihadapi rakyat Aceh.
Kelihatan perlawanan rakyat terhadap Belanda semakin kendor dan
tak t erkordinasi dengan baik. Teuku Umar menyatakan
kekhawatirannya kepada Nanta bahwa telah ba.nyak pejuang Aceh
yang dapat diandalkan gugur sebagai syuhada di medan perang. la
sebagai orang muda, sangat mengharapkan bantuan dan petunjuk dari
Nanta sebagai orang tua yang telah banyak berpengalaman. Kiranya
Nanta dapat memberikan nasihat dan saran-saran untuk melanjutkan
perjuangan yang sedang dihadapi.
·
Kehadiran Teuku Umar di Muntasik membawa angin baru dalam
keluarga Nanta dan menambah kekuatan baru dalam barisan
perlawanan rakyat Aceh. Cut Nyak Din yang telah merasakan cobaan
pahit dalam hidupnya dapat membaca bahwa Teuku Umar yang lebih
muda sedikit mempunyai kemauan yang keras dan memiliki sifat
kepemimpinan seperti yang diwariskan oleh kakaknya, Makhdun
Sati.1' Karena itu Cut Nyak Din sangat mengharapkan Teuku Umar
dan tepatlah kiranya jika Teuku lJmar tampil ke depan untuk
memimpin barisan yang kelihatan semakin mundur.
Sambil merenungi nasibnya, Cut Nyak Din melihat bahwa
perpecahan antara pemuka dan tokoh-Aceh makin gawat keadaannya.
Hasut fitnah makin menjadi, masing-masing pihak sedang
memperhitungkan rugi dan laba yang tidak terlepas dari sifat
kebendaan dalam menghadapi peperangan. Sabilillah yang digembor
gemborkan para ulama telah kelihatan suram oleh kemunduran.
Banyak pemuka yang mementingkan diri sendiri dan tidak
mengindahkan lagi tujuan dan cita-cita pejuangan yang murni. Cut
Nyak Din dapat melihat dan merasakan sendiri, sesudah Teuku Cik
Ibrahim Lamnga gugur, banyak di antara pejuang-pejuang Aceh yang
turun atau menyerah kepada Belanda. Kemudian yang sangat
menyakitkan hati, mereka itu ikut bekerjasama dengan pihak musuh
untuk turut memberantas perjuangan rakyat Aceh. Iman mereka boleh
dikatakan semakin tipis. Mereka terpesona oleh rayuan manis pihak
musuh. Musuh dengan berbagai cara mencari keuntungan dan berusaha
melemahkan barisan perlawanan rakyat Aceh. Memikirkan semua itu
hati Cut Nyak Din semakin resah. Dalam suasana yang demikian ini,
ia sangat mendambakan suatu ketenangan jiwa, seorang teman yang
setia. Siapakah gerangan yang dapat memberikan dukungan terhadap
cita-citanya untuk meneruskan perjuangan? Siapakah kiranya dapat
mendampinginya sebagai kawan setia? Ia akan menyerahkan jiwa dan
raganya untuk mengikuti jejak langkahnya, tetapi dengan syarat dan
pemyataan yang kongkrit, bahwa ia sanggup dan bersedia membawa
rakyat Aceh ke dalam gelanggang perjuangan menentang penjajahan
Belanda. Sekurang-kurangnya orang itu dapat diajak sebagai kawan
bertukar pikiran untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.:1
Kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh Teuku Umar untuk
menyampaikan maksudnya. sesudah ia berada di Muntasik, dan sesudah
melihat Cut Nyak Din dari dekat, lahirlah dalam hatinya