cut nyak dien 1









Perang Aceh yang berlangsung lama merupakan tantangan cukup 
berat bagi kolonialisme Belanda untuk melebarkan kekuasaannya di 
bumi Indonesia ini. Perlawanan heroik yang disuguhkan rakyat Aceh 
terhadap kolonialisme Belanda kiranya tidak akan terlupakan, terutama 
peranan dan partisipasi rakyat Aceh di wilayah VI Mukim. Rakyat VI 
Mukim turut memperkuat barisan perlawanan terhadap kolonialisme 
Belanda; dan yang mempunyai arti penting, wilayah ini melahirkan 
seorang " srikandi " yang terkenal bernama Cut Nyak Din. Namanya 
telah diabadikan sebagai "pahlawan nasional" dalam lembaran sejarah 
Indonesia. 
Cut Nyak Din yang akan kita uraikan ini merupakan gambaran 
kaum wanita Aceh yang dari dahulu turut memegang peranan baik 
dalam bidang politik maupun bidang lainnya. Dalam menghadapi 
gelombang penjajahan, kaum wanita Aceh termasuk Cut Nyak Din 
tampil ke depan untuk memberikan komando perang. Tangkas, gigih 
dan tabah dalam mempertahankan tanah air, bangsa dan agama dari 
nafsu penjajahan Belanda. Mereka tidak rela tanah-air yang dicintainya 
diperkosa oleh penjajah. I) 
Dalam uraian ini kita akan coba melihat, sampai seberapa jauh 
peranan dan keikutsertaannya sebagai seorang pejuang dalam periode 
Aceh 1873 -- 1905, dan apa sumbangannya sebagai seorang istri 
kepada suami dalam hubungannya dengan perjuangan yang 
berlangsung. 
Berbicara tentang Cut Nyak Din, akan tergambarlah kehidupan 
keluargannya yang memegang peranan penting diwilayah VI Mukim. 
Secara keseluruhan peranan penting wilayah VI Mukim tidaklah 
terlepas dari motor yang digerakkan oleh keluarga Cut Nyak Din. 
Kemudian tampil pula Cut Nyak Din membawakan peranan baik 
aktif maupun pasif dalam menentang kolonialisme Belanda. Peranan 
yang dibawanya tidaklah terlepas dari peristiwa atau pertempuran yang 
terjadi antara rakyat Aceh melawan kolonialisme Belanda. 
Cut Nyak Din tidak lama menikmati masa remaja, karena dalam 
usia yang sangat muda ia telah dikawinkan oleh orang tuanya. 
Perkawinan ini sesungguhnya tidak terlepas dari cita-cita orang tuanya 
untuk meneruskan kedudukan mereka sebagai penguasa di wilayah VI 
Mukim. Tetapi berkat bimbingan orang tua dan atas kebijaksanaan 
suaminya, Teuku Cik Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Din tumbuh menjadi 
manusia yang dewasa dan dapat mengikuti irama rumah tangga yang 
dibina bersama suaminya. Dalam rumah tangga ia menjadi seorang 
istri yang bijaksana, sabar dan dapat mendorong suami untuk maju 
dengan sumbangan pikiran yang diberikannya. 
saat tentara Belanda melancarkan serangan ke wilayah VI 
Mukim, ia hadapi dengan tenang dan ia re la berpisah dengan suaminya 
selama kurang lebih dua setengah tahun. Ia bersama anaknya yang 
masih bayi dan orang tuanya turut serta bersama rakyat meninggalkan 
kampung untuk menghindari kejaran musuh. Semua yang gialaminya 
dalam pengungsian menambah ketabahan dan kekokohan hatinya 
untuk menghadapi segala cobaan. Semangatnya makin tertempa dan 
mulailah tumbuh suatu benih perlawanan yang terus mekar dalam 
dadanya terhadap kolonialisme Belanda. 
Kehadiran Teuku Umar di sampingnya makin membawa 
pengharapan sesudah suaminya, Teuku Cik Ibrahim Lamnga, gugur. 
Hatinya semakin penuh, tekadnya tambah bulat untuk meneruskan 
perlawanan dan ingin membalas atas kekalahan suaminya. Hadimya 
Teuku Umar dalam barisan perlawanan rakyat Aceh menambah kuat 
pula tokoh yang makin kokoh seperti Cut Nyak Din. Dalam 
menghadapi musuh ia memberikan dukungan moral yang sangat 
berharga dan pikiran yang berguna. Kemudian ia mengobarkan 
semangat rakyat Aceh untuk terus memberikan perlawanan.  
Darah bangsawan yang dimilikinya. yang diturunkan oleh 
Uleebalang Nanta, tidaklah membuat Cut Nyak Din merasa dirinya 
tinggi atau merasa lebih dari orang lain. Pergaulan yang luas 
mendekatkan ia dengan rakyat banyak. Ia tidak memandang enteng 
semua kekuatan yang ada, bahkan ia mendekati semua golongan baik 
rakyat, golongan bangsawan yang terdiri atas Uleebalang maupun 
golongan ulama menjadi kawan dalam menuju cita-citanya. Pegangan 
hidupnya adalah agama. Tindakannya jelas menunjukkan adanya 
persatuan kata dan perbuatan sehingga tidaklah heran banyak rakyat, 
ulama dan para tokoh Aceh sangat menyenanginya. Hidupnya sangat 
sederhana, tidak pernah terlintas dalam angan-angannya untuk hidup 
senang seperti kaum bangsawan lainnya. Semua tenaga dan pikirannya 
dicurahkan untuk perjuangan. 
saat suaminya, Teuku Umar, mengubah siasat memihak kepada 
Belanda, Cut Nyak Din dengan bijaksana menyadarkan dan berusaha 
dengan berbagai cara untuk mengembalikan Teuku Umar ke jalan yang 
benar, jalan yang sedang ditempuh rakyat Aceh. Ia tidak selalu melihat 
pangkat dan harta yang didapat dari musuh, bahkan dengan tandas 
dikatakannya bahwa itu adalah suatu pengkhianatan terhadap bangsa. 
Ia menuntut kepada Teuku Umar supaya kaum penjajah Belanda diusir 
dari tanah Aceh, bukan menjilat dan menghambakan diri kepadanya. 
Cut Nyak Din bergerilya selama 20 tahun bersama Teuku Umar. 
Ia ikut aktif mendampingi suaminya menjelajahi hutan, turut pindah 
dari tempat yang satu ke tempat yang lain mendampingi suami dalam 
pertempuran menghadapi musuh. Cut Nyak Din turut berperan sebagai 
motor penggerak yang mengantarkan Teuku Umar pada puncak 
kariernya sebagai pejuang sampai tewas oleh peluru Belanda. 
Gugurnya Teuku Umar tidak membuat Cut Nyak Din patah 
semangat perlawanannya. Bahkan ia maju ke depan memimpin 
pasukan. Ia kembali mengadakan aksi sampai fisiknya menjadi lemah. 
sesudah lebih kurang enam tahun lamanya meneruskan perlawanan, ia 
tertawan bersama pasukannya. Kemudian ia diasingkan ke Pulau Jawa 
sampai wafat. 
Lampadang adalah kampung tempat kelahiran Cut Nyak Din, 
Luasnya kira-kira I 0 hektar. Kampung ini termasuk wilayah VI 
Mukim dengan ibu kotanya Paukan Bada. Wilayah VI Mukim terletak 
di pantai utara bagian barat Aceh Besar. Di bagian utara wilayah ini 
berbatasan dengan taut dengan Uleele sebagai pelabuhannya. Antara 
Tanjung dan Uleele ada sebuah danau yang tenang, dan dapat 
dipakai untuk berlabuh perahu dan kapal. Di bagian timur wilayah ini, 
yaitu yang berbatasan dengan Meuraksa ada Kampung Bitae dan 
Lamjamu. Di bagian selatan dan barat daerah ini dipagari oleh 
Pegunungan Ngalau Ngarai Beradin. Di bagian pantainya ada 
Kampung Lamtengah, tempat kelahiran penyair Aceh terkenal 
Dulkarim (Abdul Karim). Di Kampung Lampagar ada makam 
Sultan Sulaiman dan Lamtah yang dihancurkan oleh serangan Belanda 
dalam tahun 1875. Di bagian selatan Peukan Bada, di samping Cut 
Cako ada Ngalau Ngarai Beradin, sebuah tempat yang strategis 
dan menjadi tempat bertahan pejuang Aceh dan kemudian Kampung 
Lampisang tempat Cut Nyak Din dan Teuku membangun rumah 
tangga sesudah kembali dari pengungsian.1> 
Keadaan alam yang baik dan subur ini kiranya menentukan mata 
pencaharian rakyatnya menjadi petani, berlayar dan berdagang 
penghasil lada yang sangat penting dalam pasaran dunia dan dengan 
mengua8ai daerah ini  berarti dapat menarik keuntungan yang 
banyak bagi Aceh. Karena perkembangan ini Ratu Tajjul Alam 
mengangkat Uleebalang Panglima Nanta untuk mengatur dan 
mengawasi daerah vazal ini.6> Salah seorang keturunannya, ialah 
Makhdun Sati. Dalam tubuh Makhdun Sati mengalir darah Aceh dan 
darah Minangkabau. 
Dalam zaman pemerintahan Sultan Jamalul Alam (1703 -- 1726), 
Makhdun Sati beserta rombongan yang terdiri 12 perahu berlayar 
menuju arah utara melalui pantai barat Pulau Sumatra. Pelayaran ini 
terdorong oleh adanya berita yang menarik hati mereka, bahwa di 
ujung utara Pulau Sumatra banyak ada kekayaan alam yang 
terpendam berupa emas. Dengan menempuh perjalanan panjang dan 
lama, rombongan Makhdun Sati sampai di Pasir Karam. Daerah ini 
terletak di pantai barat Aceh dekat Meulaboh. Kemudian rombongan 
ini tinggal menetap untuk membuat perkampungan da11 melalui hidup 
baru biarpun daerah ini masih asing bagi mereka. 
saat rombongan Makhdum Sati mendarat di Pasir Karam, 
sepasukan tentara Aceh sedang bertempur menghadapi pengacau suku 
Mantir yang belum memeluk ajaran Islam.8) Pasukan Aceh yang sedikit 
jumlahnya ini hampir terdesak oleh pengacau Mantir yang lebih 
banyak jumlahnya. Melihat tekanan yang diberikan suku Mantir, 
Makhdun Sati dengan rombongannya yang merasa berkewajiban 
menolong sesama Islam memberikan bantuan. Kerjasama yang rapi 
menyebabkan gerombolan pengacau Mantir dapat dikalahkan dan 
mereka yang tinggal melarikan diri ke arah hulu ke pegununggan. 
Dengan kekalahan suku Mantir, daerah ini menjadi aman. 
Sebagai rasa terima kasih kepada bantuan Makhdun Sati, 
pimpinan pasukan Aceh dengan ikhlas memberikan daerah Pasir 
Karam untuk dibagi-bagikan kepada rombongan Makhdun Sati sebagai 
tempat tinggal mereka. Kemudian dengan penuh ketekunan rriereka 
membuka persawahan dan peladangan untuk memenuhi kebutuhan 
hidupnya. Rumah-rumah dibangun dengan bergotong-royong, sesuai 
dengan:rumah adat yang ditinggalkannya. dalam waktu singkat 
Makhdun Sati serta pengikutnya telah menjadi orang-orang makmur.  
Selanjutnya mereka dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat 
setempat, sehingga persaudaraan terjalin secara akrab seperti di 
kampung yang di tinggalkannya. Kemudian Makhdun Sati berserta 
rakyatnya menyatakan kesetiaannya kepada kekuasaan Sultan Aceh. 
Karena tidak adanya kepuasan, maka Makhdun Sati membawa 
rakyatnya bergerak ke utara lagi ke muara Sungai Wolya. Daerah ini 
lebih subur daripada daerah Pasir Karam Daerah ini terletak antara 
daerah Pidie dan Gleupang. Kemudian mereka membuka persawahan 
dan ladang untuk menanam lada. Di samping itu mereka menemukan 
bijih emas yang dibawa arus Sungai Wolya. Kerena itu rakyat 
Makhdun Sati setiap hari dengan tekun mengumpulkan bijih-bijih 
emas pada tempat ini. Dengan penuh ketekutan mereka dapat 
mengumpulkan emas dalam jumlah yang banyak. Berkat kemakmuran 
yang diperoleh rakyat, Makhdun Sati membangun sebuah kota di Kuala 
Bie sebelah utara Pasir Aceh lengkap dengan rumah adatnya. Kata ini 
menjadi kota dagang dan terus berkembang serta menjadi lebih ramai 
dengan kedatangan pedagang dari berbagai penjuru . Perkembangan 
kota menjadi kota dagang turut mengangkat nama Makhdun Sati. 
Rakyatnya makin makmur karena dapat mengambil keuntungan dari 
pedagang ini . 
Serita kemakmuran daerah Makhdun Sati terdengar oleh Sultan 
Aceh yang berkuasa. Daerah ini merupakan wilayah Aceh yang harus 
tunduk pada peraturan sultan. Setiap daerah harus menyerahkan upeti 
kepada sultan sebagai tanda setia. Karena itu sultan mengirim utusan 
kepada Makhdun Sati sebagai penguasa daerah agar menyerahkan 
upeti. Tetapi Makhdun Sati dengan keras menolak apa yang 
dikehendaki Sultan Aceh. Sebagai rasa tidak senang, ia menyerahkan 
upeti kepada sultan berupa besi tua yang berkarat sebagai 
persembahan. Menerima itu sultan sangat marah, ia merasa dihina 
oleh perbuatan Makhdun Sati. Karena itu sultan rnengirirn sepasukan ten­
tara di bawah pimpinan Panglima Penghulu Perahu dari Keumangan untuk 
mengambil tindakan. Pasukan Penghulu Penaru dapat menghancurkan 
kekuatan Makhdun Sati. Hampir Makhdun Sati dapat ditawan dan 
dibawa menghadap sultan Aceh. Karena kesalahannya yang berat, 
yakni melawan kekuasaan yang sah dengan menggerakkan rakyatnya, 
maka majelis pengadilan kerajaan menjatuhkan hukuman mati buat  
Makhqij.n Sati. Tetapi dengan beberapa pertimbangan sultan 
mengam bil kebijaksanaan untuk memberi ampunan atas kesalahan 
yang diperbuat Makhdun Sati. Makhdun Sati menginsafi tindakkannya 
yang salah, karena itu sesudah diberi ampunan, ia mengabdi kepada 
sultan Aceh. Karena itu ia diangkat oleh sultan menjadi barisan 
pengawal istana kesultanan dan ia mendapat tempat di wilayah VI 
Mukim, dekat Betay. 
Pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Muhammad Syah 
( 1787 -- 1795) timbul sedikit kegoncangan politik dalam pemerintah 
Aceh, sungguh pun Sultan telah berusaha menjalankan pemerintahan 
dengan baik. Ia berusaha menempatkan diri dengan adil dan terus 
mengadakan hubungan baik dengan Panglima Sagi XXII Mukim yang 
masih mempunyai hubungan darah dengan Sultan lskandar Muda. 
Tetapi karena suatu hal kecil saja, Panglima Sagi XXII Mukim merasa 
sakit hati pada sultan. Karena hal ini , Panglima Sagi XXII 
mengerahkan kekuatannya untuk menyerang kraton hendak 
menjatuhkan sultan dan akan menggantikannya. Serangan dilakukan 
dari berbagai jurusan. Hubungan istana ke luar diputuskan; suplai 
makanan ke istana diawasi dengan ketat, sehingga istana hampir 
kehabisan bahan makanan. Panglima Istana yang mengatur pertahanan 
tak dapat berbuat banyak. Mereka hanya bertahan dalam benteng 
menunggu kehancuran. Sedangkan serangan yang dilancarkan pasukan 
Panglima Sagi XXII Mukim makin rapat dan sangat mencemaskan isi 
kraton. 
Dalam kerrielut yang menentukan ini, kalah atau menang 
Makhdun Sati dengan pengikutnya datang dari VI Mukim secara diam­
diam di waktu malam memberikan bantuan kepada sultan.9l 
Pasukannya bergerak cepat memotong pasukan Panglima Sagi XXII 
Mukim dan berusaha terus mendesak keluar. Sebelum fajar 
menyingsing pasukan ini  telah dapat memukul mundur pasukan 
Panglima Sagi XXII Mukim dan pasukan penyelamat secara diam­
diam pula menghilang kembali ke VI Mukim. Kiranya bantuan ini 
dapat menyelamatkan kedudukan sultan. 
Atas jasa Makhdun Sati kepada Sultan Alaidin Muhammad Syah, 
sultan menganugrahkan pangkat kehormatan kepadanya menjadi  
Panglima Sagi dan dengan nama tambahan "Nanta", seperti nama 
neneknya. Dan karena kesetiaannya kepada sultan, namanya menjadi 
Seutia Raja. Kemudian ditambahkan pula nama kebesaran, Uleebalang 
Poteo, 10l yang artinya hulubalang sultan dan bebas dari Panglima Sagi. 
Keputusan sultan ini  dicantumkan sebagai tambahan dalam 
Undang-undang Mahkota Alam. Dengan demikian namanya secara 
lengkap menjadi Panglima Nanta Cik Seutia Raja. 
sesudah kedudukannya dikukuhkan sultan Aceh, daerah kekuasaan 
Nanta Cik diperluas dengan menambah pulau-pulau yang terletak 
dipantai wilayah VI Mukim. Kepadanya diberikan kekuasaan penuh 
untuk mengatur daerah ini  seperti pengaturan kapal dan perahu 
keluar-masuk dan memungut bea cukai lain-lainnya. 
Nama kebesaran dan kedudukannya boleh terus diwariskan 
kepada anak-cucunya. Kedudukan Nanta makin bertambah kuat 
sesudah ia kawin dengan anak Teuku Nek bangsawan dari Meuraksa. 
Teku Nek adalah seorang yang terpandang dan di segani. Ia pernah 
diangkat menjadi panglima perang dalam masa pemerintahan Sultan 
Sulaiman Syah. Dari perkawinan ini lahirlah Teuku Nanta Muda Seutia 
dan Teuku Cut Muhammad Teuku Nanta Muda Seutia kawin dengan 
anak bangsawan Lampagar. Anaknya adalah Teuku Rayut dan Teuku 
Cut Nyak Din. 121 
Teuku Rayut akalnya kurang sempurna sehingga ia tidak di­
harapkan oleh Nanta untuk menggantikan kedudukannya sebagai 
uleebalang di VI Mukim. Karena itu Teuku Nanta lebih banyak 
memperhatikan Cut Nyak Din. Ia mengharapkan Cut Nyak Din dapat 
meneruskan kedudukannya sebagai pemimpin di VI Mukim. 
Teuku Muhammad kawin dengan Cut Mahani, adik keujuran 
Abdul Rahman dari Meulaboh. Anaknya enam orang, dua perempuan 
dan empat Jaki-laki. Yang Jaki-laki antara lain Teuku Cut Ahmad, 
Teuku Puteh, Teuku Umar dan Teuku Musa. Di antara keempat anak 
ini yang paling menonjol hanyalah Teuku Umar.131 
1.3 Kelahiran Cut Nyak Din dalam Masa Pembangunan VI Mukim. 
saat rakyat VI Mukim di bawah Uleebalang Nanta sedang tekun 
membangun daerahnya, Sultan Alaidin Muhammad Syah wafat.  
Karena putra mahkota Sulaiman belum dewasa, maka Teuku Ibrahim 
sendiri ditunjuk untuk memangku jabatan sultan. saat Teuku 
Ibrahim menjalankan tugas dan pindah ke istana, Sulaiman yang masih 
kecil itu dititipkannya di VI Mukim untuk dipelihara. Selanjutnya 
Teuku Ibrahim berusaha mencari dukungan pada Panglima Polim 
untuk memperkuat kedudukannya. Tindakan Teuku Ibrahim ini tidak 
disetujui oleh Nanta Muda Seutia. Ia melihat bahwa Panglima Polim 
mempunyai tujuan tertentu seperti pada masa pemerintahan Sultan 
Alaidin Muhammad Syah. Panglima Polim dari Sagi XXII Mukim 
pernah melakukan makar terhadap sultan. Karena itu Nanta secara 
diam-diam mengadakan persekutuan dengan Teuku Baid dari sagi 
XXII dan Teuku Ujung kepala Mukim Lamnga untuk mencegah 
maksud jahat Teuku Ibrahim. Kemudian ia berusaha mencari 
dukungan lagi pada Abbas seorang ulama terkenal dari Kota Karang 
dan Haji Said, seorang ulama dari Meuraksa. 
Hubungan dengan para ulama ini sudah terjalin akrab seperti 
saudara sendiri dan dinyatakan dalam suatu ikrar bahwa mereka akan 
sehidup semati dalam menghadapi lawan politiknya. Demikianlah 
usaha Nanta mendukung Sulaiman untuk menduduki tahta kesultanan. 
Haji Said, sahabat karib Nanta, dengan tiba-tiba ditikam seorang 
pemuda yang kurang waras dari Meuraksa tanpa sebab. Keluarga Nek 
yang menjabat kepala pengadilan141 memutuskan perkaranya, mati 
dibalas dengan mati. Dengan keputusan ini  maka pemuda itu 
dijatuhi hukuman mati pula. Demikian keputusan pengadilan itu. Akan 
tetapi keputusan ini tidak bijaksana jika dilakukan terhadap orang 
yang kurang waras. Karena itu pihak Haji Said minta 
pertanggungjawaban kepada keluarga pemuda yang melakukan 
penikaman itu. Demikian pula rakyat VI Mukim mendukung tuntutari 
Haji Said. Tetapi Nek dalam hal ini tetap kepada keputusan yang telah 
diberikan, sedang rakyat di VI Mukim meminta agar ditegakkan 
kebenaran dan keadilan. Akibatnya tak dapat dielakkan dan timbul 
ketegangan antara rakyat VI Mukim dan Meuraksa. Maka timbullah 
perang saudara antara kedua daerah ini. Perang saudara ini tak dapat 
diredakan. Masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. 
Dalam hal ini dari pihak VI Mukim majulah Nanta untuk memimpin 
pasukan VI Mukim, sehingga penyerangan makin hebat dan  
Panglima Sagi dan dengan nama tambahan "Nanta", seperti nama 
neneknya. Dan karena kesetiaannya kepada sultan, namanya menjadi 
Seutia Raja. Kemudian ditambahkan pula nama kebesaran, Uleebalang 
Poteo, 10> yang artinya hulubalang sultan dan bebas dari Panglima Sagi. 
Keputusan sultan ini  dicantumkan sebagai tambahan dalam 
Undang-undang Mahkota Alam. Dengan demikian namanya secara 
lengkap menjadi Panglima Nanta Cik Seutia Raja.11> 
sesudah kedudukannya dikukuhkan sultan Aceh, daerah kekuasaan 
Nanta Cik diperluas dengan menambah pulau-pulau yang terletak 
dipantai wilayah VI Mukim. Kepadanya diberikan kekuasaan penuh 
untuk mengatur daerah ini  seperti pengaturan kapal dan perahu 
keluar-masuk dan memungut bea cukai lain-lainnya. 
Nama kebesaran dan kedudukannya boleh terus diwariskan 
kepada anak-cucunya. Kedudukan Nanta makin bertambah kuat 
sesudah ia kawin dengan anak Teuku Nek bangsawan dari Meuraksa. 
Teku Nek adalah seorang yang terpandang dan di segani. Ia pemah 
diangkat menjadi panglima perang dalam masa pemerintahan Sultan 
Sulaiman Syah. Dari perkawinan ini lahirlah Teuku Nanta Muda Seutia 
dan Teuku Cut Muhammad Teuku Nanta Muda Seutia kawin dengan 
anak bangsawan Lampagar. Anaknya adalah Teuku Rayut dan Teuku 
Cut Nyak Din.  
Teuku Rayut akalnya kurang sempurna sehingga ia tidak di­
harapkan oleh Nanta untuk menggantikan kedudukannya sebagai 
uleebalang di VI Mukim. Karena itu Teuku Nanta lebih banyak 
memperhatikan Cut Nyak Din. la mengharapkan Cut Nyak Din dapat 
menerusk.an kedudukannya sebagai pemimpin di VI Mukim. 
Teuku Muhammad kawin dengan Cut Mahani, adik keujuran 
Abdul Rahman dari Meulaboh. Anaknya enam orang, dua perempuan 
dan empat laki-laki. Yang laki-laki antara lain Teuku Cut Ahmad, 
Teuku Puteh, Teuku Umar dan Teuku Musa. Di antara keempat anak 
ini yang paling menonjol hanyalah Teuku Umar.13> 
1.3 Kelahiran Cut Nyak Din dalam Masa Pembangunan VI Mukim. 
saat rakyat VI Mukim di bawah Uleebalang Nanta sedang tekun 
membangun daerahnya, Sultan Alaidin Muhammad Syah wafat. 
Karena putra mahkota Sulaiman belum dewasa, maka Teuku Ibrahim 
sendiri ditunjuk untuk memangku jabatan sultan. saat Teuku 
Ibrahim menjalankan tugas dan pindah ke istana, Sulaiman yang masih 
kecil itu dititipkannya di VI Mukim untuk dipelihara. Selanjutnya 
Teuku Ibrahim berusaha mencari dukungan pada Panglima Polim 
untuk memperkuat kedudukannya. Tindakan Teuku Ibrahim ini tidak 
disetujui oleh Nanta Muda Seutia. Ia melihat bahwa Panglima Polim 
mempunyai tujuan tertentu seperti pada masa pemerintahan Sultan 
Alaidin Muhammad Syah. Panglima Polim dari Sagi XXII Mukim 
pernah melakukan makar terhadap sultan. Karena itu Nanta secara 
diam-diam mengadakan persekutuan dengan Teuku Baid dari sagi 
XXII dan Teuku Ujung kepala Mukim Lamnga untuk mencegah 
maksud jahat Teuku Ibrahim. Kemudian ia berusaha mencari 
dukungan lagi pada Abbas seorang ulama terkenal dari Kota Karang 
dan Haji Said, seorang ulama dari Meuraksa. 
Hubungan dengan para ulama ini sudah terjalin akrab seperti 
saudara sendiri dan dinyatakan dalam suatu ikrar bahwa mereka akan 
sehidup semati dalam menghadapi lawan politiknya. Demikianlah 
usaha Nanta mendukung Sulaiman untuk menduduki tahta kesultanan. 
Haji Said, sahabat karib Nanta, dengan tiba-tiba ditikam seorang 
pemuda yang kurang waras dari Meuraksa tanpa sebab. Keluarga Nek 
yang menjabat kepala pengadilan  memutuskan perkaranya, mati 
dibalas dengan mati. Dengan keputusan ini  maka pemuda itu 
dijatuhi hukuman mati pula. Demikian keputusan pengadilan itu. Akan 
tetapi keputusan ini tidak bijaksana jika dilakukan terhadap orang 
yang kurang waras. Karena itu pihak Haji Said minta 
pertanggungjawaban kepada keluarga pemuda yang melakukan 
penikaman itu. Demikian pula rakyat VI Mukim mendukung tuntutan 
Haji Said. Tetapi Nek dalam hal ini tetap kepada keputusan yang telah 
diberikan, sedang rakyat di VI Mukim meminta agar ditegakkan 
kebenaran dan keadilan. Akibatnya tak dapat dielakkan dan timbul 
ketegangan antara rakyat VI Mukim dan Meuraksa. Maka timbullah 
perang saudara antara kedua daerah ini. Perang saudara ini tak dapat 
diredakan. Masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. 
Dalam hal ini dari pihak VI Mukim majulah Nanta untuk memimpin 
pasukan VI Mukim, sehingga penyerangan makin hebat dan 
menimbulkan banyak korban di pihak rakyat Meuraksa. Nanta terns 
mengadakan serangan. Ia belum puas atas kematian sahabatnya, Haji 
Said.
Sultan sendiri dalam peristiwa ini tidak mau turun tangan untuk 
mendamaikan kedua daerah ini. Maka permusuhan ke dua daerah ini 
terus berkepanjangan tiada hentinya. Sultan menganggap hat ini tidak 
mengganggu kestabilan politik dan kedudukannya sebagai penguasa. 
Sementara itu rakyat VI Mukim terns mengadakan ancaman dan 
tekanan terhadap Nek dan pendukungnya. Karena tekanan dan desakan 
yang dilancarkan oleh rakyat VI Mukim, maka Nek merasa goyang 
dan terancam kedudukannya. Karena itu Nek meletakkan jabatan. 
Kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh Nanta. la menduduki 
jabatan yang telah dilepas Nek. Kedudukan Nanta makin kuat karena 
didukung oleh rakyat VI Mukim. Karena kepemimpinan yang 
ditunjukkan Nanta, ia diangkat oleh rakyat menjadi "potro". 
Selanjutnya untuk menghadapi Meuraksa, Nanta menyusun 
kekuatan dan membangun benteng-benteng yang kuat. saat rakyat 
VI Mukim sedang sibuk dalam membangun benteng pertahanan di 
sepanjang Sungai Ning dan Rawa Cangkul, sebagai daerah perbatasan 
dengan Meuraksa, maka lahirlah Cut Nyak Din. Bertepatan dengan itu 
wilayah VI Mukim jatuh ke tangan Nanta secara penuh. 
Kelahiran Cut Nyak Din disambut oleh rakyat VI Mukim dengan 
gembira. Rakyat naik turun ke rumah Nanta untuk mengucapkan 
selamat atas kelahiran Cut Nyak Din. Sebagai rasa syukur Nanta 
mengadakan selamatan dan mengundang rakyatnya. Dalam upacara 
ini (turun mandi) diresmikanlah nama Cut Nyak Din di muka para 
hadirin yang diundang. 
Dalam derap Jangkah pembangunan yang terus berjalan di VI 
Mukim, Nanta terus mencurahkan kasih-sayangnya kepada Cut Nyak 
Din.Pengharapan Nanta hanyalah Cut Nyak Din yang akan mewarisi 
kedudukannya dan harta kekayaan yang dimilikinya. Karena itu ia 
sangat memperhatikan Cut Nyak Din. 
Kekayaan Nanta makin bertambah, karena rakyat yang berada 
dalam wilayah kekuasaannya yang memiliki kebun Jada, sawah, 
cengkih;.;d<elapa dan lain-lain diwajibkan memberikan sebagian 
hasilnya pada waktu panen sebagai buah tangan. Karena 
kepemimpinan Nanta yang baik, rakyat dengan ikhlas menyerahkan 
buah tangan (persembahan) yang diwajibkan. Tidak seperti dalam 
masa pimpinan Teuku Nek, rakyat VI Mukim selalu dikejar-kejar oleh 
paksaan dan tekanan berat, sehingga rakyat sangat tertekan, sedang 
Nek hidup senang dari hasil keringat rakyat. Nasib rakyat tidak 
dipikirkan. 
Dalam mengatur perdagangan, Nanta menetapkan danau yang 
terletak antara Tanjung dan Uleele sebagai pelabuhan. Ia mengatur 
kapal dan perahu keluat masuk pelabuhan ini. Kapal-kapal ·ramai 
mengunjunginya untuk membeli barang seperti beras, lada dan lain­
lain, dan juga membawa barang yang dibutuhkan rakyat seperti kain, 
barang pecah-belah dan barang yang lain. Karena aman dan pengatur 
yang baik, banyaklah berdatangan pedagang asing dan pedagang Aceh. 
Untuk menguasai pelabuhan ini Nanta mengangkat seorang petugas. 
Setiap kapal asing yang masuk pelabuhan dikenakan pungutan 
sebanyak 5%, sedangkan kapal untuk orang Aceh dipungut sebanyak 
2112%, 
Demikianlah semua penghasilan yang diperoleh masuk ke dalam 
kas Nanta, termasuk buah tangan dari rakyat, bea cukai dari setiap 
kapal masuk pelabuhan, sehingga ia menjadi uleebalang yang kaya. 
Seperti dikemukakan di atas pertentangan rakyat VI Mukim dan 
Meuraksa tiada berkesudahan. Karena pertentangan ini rakyat VI 
Mukim terus berjaga-jaga pada benteng di perbatasan. Kampung­
kampung dipagar rapi dengan bambu. Pintu gerbang dibuat dari kayu 
dan di tengah pintu gerbang ini ditancapkan sebuah tonggak yang 
kokoh, sehingga tidak bebas orang keluar-masuk. Pada pintu gerbang 
ini ada pos-penjagaan dan ditempatkan petugas secara bergilir 
untuk mengawasi orang keluar-masuk tanpa diperiksa dengan 
membawa alat senjata, tetapi bagi orang luar boleh masuk atau 
menginap jika telah ada izin dari para patugas. Para masafir 
diterima dengan ramah-tamah dan dilayani dengan baik. Makan, 
minum dan tidur di tanggung selama berada di sana oleh penghuni 
kampung ini , sedang pihak musuh yang sudah berdamai. jika  
hendak berkunjung terlebih dahulu diberitahukan kepada kepala 
kampung. Kepala kampung akan menyongsongnya dengan satu tata 
cara, pedang terhunus di tangan kanan, dan di sisi kirinya diikuti oleh 
satu barisan anak-anak. Pedang terhunus melambangkan bahwa 
keselamatan si tamu berada dalam tangan kepala kampung, sedang 
barisan anak berarti rakyat kampung ini  menerima mereka 
dengan ramah-tamah dan terbuka. Kemudian tamu ini  dibawa ke 
rumah kepala kampung. 
Seiring dengan pembangunan fisik, berjalan pula pembangunan 
jiwanya. Syair agama makin diperluas dan dihayati oleh rakyatnya, 
ibadah seperti meunasah dan mesjid menjadi perhatian. Rakyat 
berbondong-bondong melakukan ibadat. Rakyat mendengarkan 
ceramah dan pengajian, sesudah melakukan sembahyang pada malam 
hari dengan suara selawat dan zikir memuji nabi dan kebesaran Tuhan 
yang menjadikan petala langit dan bumi. Masyarakatnya menjadi 
penganut agama Islam yang taqwa dan patuh menjalankan perintah 
agama, menjauhi larangan Tuhan. Ulama sangat memegang peranan 
penting dalam pembangunan jiwa rakyat VI Mukim dan turut membina 
perkembangan dunia, sehingga perkembangan dunia dan akhirat 
berjalan sejajar. 
 Perkawinan Cut Nyak Din 
Seperti yang telah diutarakan di atas Cut Nyak Din lahir saat 
rakyat VI Mukim sedang giat membangun benteng pertahanan untuk 
menghadapi Meuraksa. Perselisihan kedua wilayah ini terus berlanjut. 
Masing-masing pihak menunjukkan kekuatan dan kekuasaan. Dalam 
menghadapi situasi yang demikian meruncing, Nanta terus berusaha 
menegakkan kekuasaannya. Wibawa dan namanya makin terpandang 
dalam rakyat VI Mukim. Ia terus memperkokoh persatuan rakyat, 
sehingga kalau digerakkan ke luar akan kelihatan kompak dan bersatu 
dalam menghadapi lawan. Demikian pula rakyat merasa terlindung 
dan aman atas kepemimpinan yang dijalankannya, sehingga ia 
merupakan seorang pemimpin yang disenangi rakyatnya dan disegani 
oleh lawan karena bertanggungjawab penuh dan berani menghadapi 
segala kemungkinan. 
16 
Rumah Nanta di Lampadang ramai dikunjungi oleh tokoh-tokoh 
penting 1.mtuk berurusan, membicarakan persoalan yang sedang 
dihadapi dan menyampaikan berita-berita penting. Semua itu menjadi 
perhatian Cut Nyak Din yang telah beranjak besar. Cut Nyak Din 
melihat dan mendengar apa yang dibicarakan oleh tamu Nanta. Ia 
memahami bahwa ayahnya adalah seorang terpandang dan penting. 
Demikian pula Nanta, walaupun selalu dalam kesibukan, namun 
tidak lupa kepada anak-istri. Ia meluangkan waktu untuk bennain, 
bercerita kepada Cut Rayut dan Cut Nyak Din. Tidaklah dibedakan 
kasih-sayangnya kepada kedua anaknya. Namun pengharapan satu­
satunya adalah Cut Nyak Din. 
Cut Nyak Din terus tumbuh bersama pembangunan di VI Mukim 
sebagai setangkai bunga yang mekar di taman Lampadang. Semua 
mata memperhatikan keelokan parasnya. Semua orang manilai 
tingkah-laku dan budi-pekertinya yang baik. Agaknya merupakan 
kebanggaan bagi Nanta, Cut Nyak Din bagaikan mutiara yang akan 
memancarkan sinarnya dari rumah Nanta Seutia, rumah Aceh yang 
kokoh, kokoh bagaikan adat tradisinya yang diwariskan dari neneknya. 
Pendidikan Cut Nyak Din secara resmi tidaklah pernah 
diikutinya. Tetapi dari lingkungan kehidupannya dapatlah kiranya ia 
memiliki ilmu yang berguna untuk hidupnya. Kiranya sebagai umat 
Islam, tentu ia telah belajar mengaji Al-Qur'an, tulis baca dalam huruf 
Arab. Dan banyak sedikitnya tentu ia tahu tentang hukum dan 
peraturan dalam agama yang didengarnya dari ayah-ibunya, atau para 
ulama _yang memberikan pengajian di meunasah atau mesjid. 
Pengetahuan tentang rumah-tangga telah didapatnya dari ibunya yang 
mendidiknya, seperti masak-memasak, cara menghadapi suami dan 
sebagainya tentu mendapat perhatian yang khusus. Apalagi Cut Nyak 
Din sebagai anak uleebalang banyak sedikit akan terbawa cara hidup 
bangsawan. Kebiasaan demikian akan terlatih dan terdidik dalam 
pergaulan, tata-cara menghadapi tamu, penglihatan dan pendengaran 
dalam lingkungan hidupnya akan menambah ilmu baginya. 
Cut Nyak Din makin terkenal di wilayah VI Mukim. Parasnya 
yang cantik menawan hati setiap pemuda, sehingga langkah dan 
geraknya tidak lepas dari intaian pemuda di kampungnya. Tingkah-
17 
laku dan tutur-katanya menarik perhatian orang tua dan menaruh minat 
untuk mengambilnya sebagai menantu. 
Di balik semua itu hati Nanta tidak tentram, rasa keraguan dan 
kebimbangan untuk memilih calon menantunya, yaitu suami Cut Nyak 
Din. Banyak sudah orang terpandang datang meminang Cut Nyak Din. 
Kiranya belum ada yang sepadan dan cocok di hati Nanta. Nanta 
sangat teliti memilih dan menyaring setiap orang yang bermaksud 
untuk melamar. la melihat asal keturunan, meneliti latar belakang 
hidupnya dan menyelidiki lebih dalam tentang tingkah-laku dan adat­
kebiasaannya. la mengharapkan pasangan Cut Nyak Din seorang 
pemuda yang berdarah satria yang sejajar dengan darah keturunan 
Nanta sendiri. Dalam harapan Nanta, Cut Nyak Din mendapat 
pasangan yang seimbang, berdiri sama tegak, duduk sama rendah, 
sehingga kelak dapat melahirkan turunan yang diharapkan untuk 
melanjutkan pimpinan wilayah VI Mukim. Karena itu Nanta sangat 
berhati-hati untuk menentukan calon suami Cut Nyak Din. 
Dari sekian banyak yang datang meminang, yang diterima ialah 
lamaran dari Teuku Cik Ibrahim Lamnga.101 Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga adalah anak Teuku Abbas dari Ujung Aron. Teuku Abbas 
adalah seorang uleebalang yang gagah-perkasa dan mempunyai 
kekuasaan yang luas dan meliputi daerah pantai. Pangkat dan 
kedudukannya langsung diterima dari sultan Aceh. Yang lebih menarik 
hati Nanta, bahwa Teuku Abbas pemah menjadi sekutunya dalam 
menghadapi ketegangan antara VI Mukim dengan Meuraksa. Sedang 
Teuku Cik Ibrahim Lamnga seorang pemuda yang taat pada agama 
dan berpandangan luas. la seorang alim lepasan pendidikan agama 
dari Dayah Bitay. Karena itu tidak diragukan lagi akan kebaikan budi 
dan bahasanya. 
Karena umur Cut Nyak Din dirasa belum cukup, atas 
permupakatan kedua belah pihak orang tua, antara Teuku Abbas dan 
Nanta, dilakukanlah kawin gantung. Hal ini dilakukan untuk 
menghindari gangguan terhadap Cut Nyak Din yang menjadi perhatian 
banyak pemuda. Dengan tali pengikat yang telah dilakukan ini , 
berarti Cut Nyak Din telah mempunyai calon dan Nanta merasa aman. 
Tinggal waktu peresmiannya saja. 
18 
Teuku Cik Ibrahim seminggu sekali datang ke Lampadang untuk 
melihat calon istrinya, Cut Nyak Din, sambil membawa oleh-oleh dari 
Teuku Abbas kepada Nanta, calon mertuanya. Perbuatan yang baik ini 
terus dilakukan Teuku Cik Ibrahim Lamnga sampai perkawinannya 
dirayakan: Dalam masa ini pula Cut Nyak Din terus mendapat 
bimbingan dan pengawasan dari orang tuanya untuk memasuki jenjang 
rumah-tangganya kelak. Berkat bimbingan yang terus-menerus, Cut 
Nyak Din dapat mengerti akan tugas dan kewajibannya terhadap suami 
dan mengerti bagaimana mengatur rumah-tangga yang baik dan 
harm on is. 
sesudah umur Cut Nyak Din dirasa cukup, yaitu kira-kira I 2 tahun, 
tibalah saat peresmian pernikahannya. Nanta mengeluarkan harta 
kekayaannya untuk memeriahkan pesta perkawinan Cut Nyak Din. 
Rakyat di Lampadang sibuk menyiapkan semua yang diperlukan, 
sehingga rumah Nanta kelihatan sibuk siang dan malam untuk 
menyambut perkawinan Cut Nyak Din. Rakyat turut serta 
menyumbangkan tenaga dan harta ala kadarnya. Tokoh-tokoh penting 
dan ulama-ulama tidak ketinggalan turut datang untuk mengucapkan 
kata selamat kepada kedua mempelai. 
Untuk lebih memeriahkan pernikahan itu. Nanta mendatangkan 
penyair terkenal Dulkarim (Abdul Karim) untuk membawakan 
syairnya di hadapan para undangan.171 Dengan Suara yang merdu 
Dulkarim membawakan syaimya yang bernafaskan agama. Hikayat 
yang mengandung ajaran dan tamsil ibarat sangat berguna bagi 
pegangan hidup. terutama bagi kedua mempelai. Suara yang 
dikumandangkan Dulkarim dapat meresap ke hati hadirin dan merasa 
puas; begitu juga Cut Nyak Din dan Teuku Cik Ibrahim Lamnga. 
Syair Dulkarim merupakan tongkat pegangan untuk menempuh 
hidup baru. 
Kemudian. sesudah dianggap mampu mengurus rumah tangga, Cut 
Nyak Din dan suaminya Teuku Cik Ibrahim pindah ke tempat lain, ke 
rumah yang telah disediakan Nanta untuk mereka18l Rumah tangga 
mereka berjalan baik dan cukup harmonis, karena antara suami-istri 
itu terjalin saling pengertian. Teuku Cik Ibrahim yang berpandangan 
luas memberikan bimbingan dan mencurahkan kasih-sayangnya. 
19 
Begitu pun Cut Nyak Din yang masih kekanak-kanakan, secara pelan­
pelan dapat mengikuti bimbingan dan didikan suaminya, sehingga 
rumah-tangga yang mereka bangun dapat berjalan aman dan damai. 
Masa-masa bahagia terus mereka lalui dan nikmati dan kemudian 
menjadi kenyataan. sesudah setahun kemudian mereka dianugrahi 
seorang anak. Tali perkawinannya makin kokoh. Suami-istri ini merasa 
bahagia atas kehadiran anak mereka yang pertama. Cut Nyak Din 
menyibukkan diri dalam mengurus dan merawat anaknya. sedang 
Teuku Ibrahim terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya 
untuk anak dan istrinya. 

2.1 Perlawanan Rakyat Acelt di Wilayalt VI Mukim 
Perang Aceh meletus pada tahun 1873. Belanda telah melakukan 
berbagai cara dan berusaha menduduki daerah itu. Pimpinannya telah 
berganti-ganti dalam melancarkan serangan terhadap pertahanan Aceh 
yang terkenal kuat.11 Pada tahun pertama serangan Belanda berhasil 
menduduki kraton dan kemudian meluas ke daerah sekitarnya. 
Kemajuan yang mereka peroleh ditunjang oleh a lat senjata yang jauh 
lebih moderen daripada senjata yang dimiliki oleh orang Aceh. 
Belanda mendapat dorongan yang kuat oleh keinginan untuk 
meluaskan wilayah kekuasaannya. Dengan menguasai Aceh berarti 
pintu masuk ke Indonesia akan dikuasai pula. 
Melihat Kraton Aceh jatuh ke tangan Belanda, rakyat Aceh 
bangun secara meluas memberikan perlawanan. Semua golongan serta 
lapisan masyarakat turut aktif bergerak menurut kemampuan dan 
tenaganya. Para pemimpin, panglima dan uleebalang sibuk menyusun 
dan mengatur kekuatannya. Rakyat siap menyumbangkan jiwa dan 
hartanya. Prajurit siap tempur untuk mempertahankan tanah-air, 
bangsa dan agama. Para ulama tampil di mimbar mengobarkan 
semangatjihadfisabilillah dan kemudian maju bersama rakyat dengan 
pedang terhunus untuk melawan musuh. Semangat juang rakyat makin 
tinggi. Gema perang sabil yang dikumandangkan para ulama menjalar 
ke setiap pelosok tanah Aceh, baik di kota, kampung dan bahkan di 
hutan belantara. Laki-laki dan perempuan bahu-membahu merapatkan 
barisan untuk memberikan perlawanan terhadap penjajah Belanda. 
Suara ulama terus bergema dari meunasah dan mesjid sebagai 
motor penggerak membangkitkan semangat untuk maju ke meda 
perang. Rakyat VI Mukim di bawah pimpinan Nanta terus disibukkan 
oleh kegiatan perang. Rumah Nanta sebagai markas terus dikunjungi 
oleh para utusan dan tokoh-tokoh untuk membicarakan situasi yang 
dihadapi, Nanta terus bergiat dan membangun benteng-benteng 
pertahanan, menyusun kekuatan untuk mempertahankan wilayahnya. 
Kemudian ia mengumpulkan perbekalan perang dan tenaga untuk 
dikirim ke garis depan. 
Teuku Cik Ibrahim Lamnga, suami Cut Nyak Din terus berada di 
garis depan untuk memimpin pasukannya. Ia tinggalkan anak-istrinya 
di Lampadang sampai berbulan-bulan lamanya demi perjuangan untuk 
membela tanah-air. 
Di meunasah dan masjid orang tua sampai larut malam 
mengadakan ratib dan doa untuk keselamatan anak-anaknya yang 
berangkat ke garis depan. Demikianlah tingkah-laku dan kesibukkan 
rakyat VI Mukim dalam menghadapi keadaan perang. Semua kegiatan 
yang dilakukan Nanta, keaktifan Teuku Cik Ibrahim di garis depan 
dan kesibukkan rakyat VI Mukim terus diamati dengan seksama 
oleh Cut Nyak Din. Betapa resahnya rakyat menurut penglihatannya. 
Dalam situasi yang demikian ia sangat mengharapkan kedatangan 
suaminya untuk mendampinginya.Untuk melepaskan rindunya ia 
mendendangkan lagu sambil membuaikan anaknya dengan syair yang 
bemafaskan agama dan perjuangan sebagai berikut : 
Hai buyung 
Hai anakku sayang 
laki-laki engkau 
Ayahmu. datamu laki-laki pula 
Per/ihatkanlah kejantananmu 
Ora_n,g Kafir hendak menjajah kita 
Hendak mengganti agama kita dengan agamanya. 
agama kafir 
23 
Budi aka/mu 
Dengan seada tenagamu 
Pertahankan/ah hak kita orang Aceh 
Pertahankan/ah agama kita, agama Islam 
Wahai anakku 
Turutlah jejak ayahmu Teuku Cik Ibrahim Lamnga 
Sekarang ia tidak di rumah 
Tetapi janganlah engkau menyangka 
Bahwa ayahmu sedang bersuka-ria melepas hmm 
nafsu 
Tidak Teuku 
Ayahmu sedang mengumpulkan kawan 
Bual menyambut kedatangan kaflr 
Dan akan mengusirnya ke luar tanah Aceh. 11 
saat suaminya pulang ke Lampadang, Cut Nyak Din selalu 
menanyakan keadaan di garis depan, kekuatan Teuku Cik Ibrahim dan 
situasi yang dihadapi oleh pejuang-pejuang Aceh. Cut Nyak Din 
melihat kejatuhan kraton ke tangan Belanda karena kelemahan sultan 
dalam memimpin. la mendengarkan bahwa masih banyak penglima 
yang gagah berani untuk memimpin pasukan, kenapakah su!tan begitu 
lemah membiarkan tanah Aceh dijajah oleh Belanda. Teuku Cik 
Ibrahim dengan bijaksana memberikan penjelasan bahwa sultan 
sedang mempersiapkan kekuatan yang dipimpin oleh Tuanku Hasyim 
dan Panglima Polim. Dengan demikian Cut Nyak Din dapat mengerti, 
karena disangkanya kekuatan sultan telah lumpuh sama sekali. 
Sedang kekuatan Jain, Ulama Teuku Cik Di Tiro Muhamad Saman 
dari daerah Pidie bangkit bersama pengikutnya untuk memberikan 
perlawanan yang gigih terhadap Belanda. Semangat jihad terus 
dikobarkan di kalangan rakyat, sehingga perlawanan untuk 
mempertahankan hak meluas menjadi perang suci untuk 
mempertahankan agama Islam. 
saat Habib Abdurahman kembali dari Turki dalam usaha Aceh 
mencari bantuan perlengkapan, ia menyatukan diri kembali dengan 
kekuatan Aceh untuk melawan Belanda.3> Habib berhasil mendekati 
para ulama di Tiro, Pidie, karena ia melihat para ulama memegang 
peranan penting dan menjadi kepercayaan untuk menggerakkan 
rakyat. Dalam waktu singkat Habib dapat menghimpun kekuatan 
rakyat untuk mengumpulkan harta-benda dari rakyat yang akan 
dipergunakan bagi kepentingan perang. Tetapi kegiatan yang 
dilakukan oleh Habib Abdurahman di dalam kalangan rakyat Aceh 
menimbulkan dua golongan yaitu golongan yang setuju dan yang tidak 
setuju. Golongan bangsawan yang masih setia kepada sultan, kelihatan 
kurang menyetujui tindakan yang dilakukan oleh Habib. Mereka belum 
yakin sepenuhnya akan kesungguhan Habib, apalagi Habib telah 
ditugaskan untuk mencari senjata ke luar negeri, tetapi boleh dikatakan 
mengalami kegagalan. Sedang pihak lain mendukung sepenuhnya 
gagasan Habib, karena yang didengungkan mendapat tanggapan yang 
sen us. 
Dari kedua kelompok ini dapat dilihat pengikut dan pendukung￾nya 4l 
2.1.l Golongan Aceh 
Golongan ini dibentuk oleh Sultan dan diikuti oleh pengikutnya 
yang setia. Anggota pendukungnya antara lain Syahbandar Tebang. 
Imam Mesjid Baiturrahim, Teuku Kadhi, Teuku Nek dan Nanta Sutia 
Raja. rakyat Nanta merupakan pendukung utama. 
2.1.2 Golongan Arab 
Golongan ini adalah pendukung gagasan Habib Abdurahman, 
sedang anggota pendukungnya antara lain Panglima Polim, Teuku 
Baid dan Imam Long Bata. 
Demikian gambaran rakyat Aceh ketika Habib melibatkan diri 
dalam kegiatan melawan Belanda. Golongan bangsawan menuduh 
Habib ingin merebut kedudukan sultan, karena ia telah berhasil 
mendampingi sultan dalam menjalankan pemerintahan. 
Kegiatan yang dilakukan Habib Abdurahman di wilayah VI 
Mukim tidak mendapat dukungan yang sungguh dari rakyat Nanta. 
Nanta menolak pemungutan yang dilakukan oleh petugas Habib. Hal 
ini disebabkan Nanta merasa rakyatnya telah cukup menderita selama
Perang Aceh berlangsung. Karena itu hendaknya jangan lagi dibebani 
pungutan yang memberatkan rakyat. 
Begitu juga Cut Nyak Din belum melihat kekuatan Habib yang 
dapat diandalkan untuk menghadapi kekuatan Belanda. la lebih 
meyakini kekuatan Teuku Cik Ibrahim yang terdiri atas 200 orang 
tentara yang terlatih. Mereka ahli dalam menggunakan alat senjata, 
berani dan tangkas di medan perang. 
Sementara itu Habib Abdurahman terus mengadakan serangan 
gencar terhadap pos dan benteng Belanda. Serangan yang dilakukan 
pasukan Habib dengan gemilang dapat merebut beberapa daerah yang 
telah diduduki oleh Belanda. Habib dapat menunjukkan pada rakyat 
Aceh bahwa ia berjuang sungguh-sungguh untuk menegakkan hak 
dan mengusir Belanda. Tetapi kemenangan itu tidak lama dinikmati, 
karena Belanda melakukan serangan balasan. Kedudukan Habib 
menjadi terjepit. Muntasik jatuh kembali ke tangan Belanda dan Long 
Bata tak dapat dipertahankan.5) 
Karena serangan balasan yang dilancarkan oleh Belanda, maka 
kedudukan VI Mukim menjadi genting. Daerah itu berada dalam 
ancaman Belanda. Rakyat VI Mukim di bawah Nanta mempersiapkan 
diri secara kompak. Benteng pertahanan telah dipersiapkan. Nanta 
sibuk mengatur semua persiapkan untuk menghadapi serangan 
Belanda. Di daerah perbatasan antara VI Mukim dan Meuraksa telah 
dipersiapkan sebuah pasukan yang kuat6l karena di Meuraksa Belanda 
telah menempatkan kekuatannya dengan 2 pucuk meriam yang siap 
memuntahkan pelurunya ke wilayah VI Mukim. Di benteng pertahanan 
sepanjang Sungai Ning dan Rawacangkul ditempatkan pasukan Nanta 
yang terpilih. 
Dalam menghadapi serangan Belanda ini rumah Cut Nyak Din di 
Lampadang dijadikan markas. Pertemuan untuk mengadakan persiapan 
dilakukan oleh Nanta dan Teuku Cik Ibrahim dengan Teuku Along, 
Teuku Bait, Teuku Purba, saudara Panglima Polim, Pimpinan VII 
Mukim dan IX Mukim. Mereka merundingkan taktik dan cara 
menghadapi Belanda dan benteng mana yang harus diperkuat. Menurut 
pendapat Teuku Cik Ibrahim Lamnga, taktik yang dipakai oleh
Belanda!!),sama dengan taktik yang mereka pakai untuk merebut kraton. 
Belanda. akan menyerang dari Meuraksa dan akan menyerang VI 
Mukim dari arah utara.7> Dari gambaran ini Teuku Cik Ibrahim 
mengusulkan supaya benteng-benteng yang terletak di bagian utara 
lebih diperkuat. sesudah usu! ini diterima, diputus pula tempat 
berkumpul, yakni di mesjid dan Kuta Karang. Maka dipersiapkan 1000 
orang tentara untuk menghadapi serangan Belanda. sesudah selesai 
perudingan ini, mereka mengadakan sembahyang bersama dan 
dilanjutkan dengan doa untuk keselamatan bersama. 
Teuku Cik Ibrahim terus bergerak ke garis perbatasan VI Mukim 
dan Meuraksa untuk meninjau dan mengatur strategi pertahanan. 
Benteng-benteng yang ditinjau oleh Teuku Cik Ibrahim antara lain 
Geunca, Keutapang Dua, Wilayah IX Mukim Teuku Purba dan 
wilayah III Mukim Daray Long Raya. sesudah semuanya beres, Teuku 
Cik Ibrahim menyerahkan komando pimpinan kepada Nyak Man. 
Sebagai wakilnya ditunjuk Nyak Ajat.8l Teuku Cik Ibrahim terus 
bergerak untuk menambah kekuatan. Ia terus berkeliling sampai lama 
tidak pulang ke Lampadang. SambiI berjalan ia berusaha mengetuk 
hati para hartawan untuk mengeluarkan hartanya yang sangat 
dibutuhkan daiam kepentingan perang. 
saat Teuku Cik Ibrahim pulang ke Lampadang melihat anak­
istrinya dan melaporkan situasi perbatasan kepada Nanta, datang berita 
bahwa pasukan Belanda telah bergerak ke arah selatan menuju wilayah 
IX Mukim dan patroli ini sudah pasti akan memasuki wilayah VI 
Mukim. Wilayah ini merupakan jalur perjalanan yang pasti dilalui. 
karena terletak di bagian barat laut wilayah IX Mukim Nek Purba. 
Berita ini cepat menjalar dikalangan rakyat VI Mukim. Rakyat gelisah 
dan sibuk mempersiapkan diri. Teuku Cik Ibrahim memperintahkan 
kepada semua rakyat supaya anak dan kaum ibu siap untuk mengungsi. 
Harta yang tak dapat dibawa sebaiknya ditinggalkan. Bapak-bapak 
dan pemuda supaya mempersiapkan diri untuk memperkuat barisan 
pertahanan wilayah VI Mukim. Teuku Cik Ibrahim terus bergerak 
dengan pasukannya ke wiyalah IX Mukim untuk menangkis serangan 
Belanda. Nanta engan pasukannya terus bergerak ke arah Meuraksa. 

Pada tanggal 28 Desember 1875 atas perintah Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga, Cut Nyak Din beserta anak dan ibunya meninggalkan 
Lampadang menuju pengungsian.q> Betapa berat rasa hati Cut Nya Din 
meninggalkan kampung halaman dan berpisah dengan suami, tetapi 
karena keadaan memaksa dan panggilan tanah-air, ia memenuhi 
perintah suaminya dan rela meninggalkan semua kesenangan. saat 
hendak menuju pengungsian timbul suatu pertanyaan dalam hatinya," 
kapankah aku kembali dan kapankan aku bertemu dengan suami yang 
tercinta?" 
Cut Nyak Din mengungsi dengan rakyat dan untuk pengiringnya 
Teuku Cik Ibrahim menugaskan 70 orang pengawal untuk membawa 
semua perlengkapan yang dibutuhkan dalam pengungsian. Rombongan 
ini bergerak menuju Lamtengah, kemudian meneruskan perjalanan ke 
Lampagar. Rakyat Lampagar tidak merasa aman menerima rombongan 
ini. Mereka merasa khawatir daerahnya menjadi sasaran penyerangan 
Belanda. Karena itu sesudah melepas lelah sejenak rombongan 
meneruskan perjalanan ke Leumpeng, dengan melalui Bukit Perang 
dan turun ke Beleng Kala. Rombongan selamat sampai di VI Mukim. 
Perjalanan yang melelahkan; pindah dari tempat ke tempat lain yang 
dirasa aman terus dilakukan Cut Nyak Din untuk menyelamatkan diri 
dari intaian tentara Belanda. Sungguh suatu pengalaman pahit yang 
dirasakan oleh Cut Nyak Din dalam pengungsian, karena dengan tiba­
tiba datang berita bahwa Belanda akan menyerang tempat pengungsian 
mereka. Mereka terpaksa mencari tempat perlindungan, menyingkir 
ke tempat yang tidak diketahui. 
Karena perasaan yang selalu dikejar-kejar musuh, kehidupan Cut 
Nyak Din tidak teratur. Perlengkapan dan persediaan makin menipis. 
Perjalanan ini rupanya menambah keyakinan dan kepercayaan Cut 
Nyak Din akan dirinya, bahwa perjuangan harus mengalami 
penderitaan. Dengan hati yang tabah dan tekad bulat Cut Nyak Din 
menerima semua cobaan itu. Kemudian apa yang dirasakan oleh Cut 
Nyak Din menjelma menjadi suatu kekuatan dalam hatinya dan 
kekuatan itu terus tumbuh untuk memberikan perlawanan kepada 
musuh. Rasa benci pada musuh makin tebal dan tumbuh menjalar. 
28 
Oleh sebab itu ia mengirim utusan kepada suaminya supaya jangan 
mundur setapak pun, maju terus melawan musuh, doa selamat akan 
tetap mengiringnya. ltulah pesan Cut Nyak Din. 
Telah sekian lama Cut Nyak Din tak bertemu dengan Teuku Cik 
Ibrahim, sedang Teuku Cik Ibrahim terus mencurahkan tenaga dan 
pikirannya untuk mempertahankan wilayah VI Mukim bersama-sama 
pejuang Aceh lainnya dari serangan dan gempuran tentara Belanda.10> 
Pada tanggal 29 Desember 1875 sesudah rombongan Cut Nyak 
Din meninggalkan Lampadang, pasukan Belanda dengan kekuatan 
cukup besar dan persenjataan yang lengkap di bawah pimpinan F T. 
Engel mulai mengadakan serangan terhadap daerah sekitar VI Mukim. 
Kemudian Belanda melancarkan serangan terhadap Lamjamu dan 
Ajun. Serangan ini  disambut oleh pasukan Teuku Cik Ibrahim 
dengan mengerahkan tenaga yang ada. Karena desakan tentara Belanda 
yang kuat, Teuku Cik Ibrahim berusaha menghindari korban banyak 
di kalangan rakyat. Maka diperintahkannya supaya anak-anak dan ibu­
ibu menghindar ke Lam Asam. Pasukan tempur terus bertahan pada 
benteng-benteng yang telah dipersiapkan. Pasukan Belanda terus maju 
menekan pertahanan Teuku Cik Ibrahim di bawah lindungan tembakan 
pasukan meriamnya. Karena tembakan yang terus-menerus dilepaskan 
menuju sasarannya, api mulai berkobar menjilat rumah-rumah 
penduduk. Dalam sekejap api berkobar memusnahkan kampung dan 
harta-benda yang ditinggalkan rakyat. Di bawah kepulan asap 
dan tembakan gencar tentara Belanda, Teuku Cik Ibrahim 
mengundurkan pasukannya ke Lam Asam. Rakyat Lam Asam menjadi 
sibuk mengurusi para pengungsi dan merawat yang Iuka dalam 
pertempuran di Lamjamu. Karena itu Teuku Cik Ibrahim 
memerintahkan agar yang Iuka diungsikan ke Lamtengah dan Lam 
pagar. Tetapi rakyat Lampagar yang dicekam rasa ketakutan tidak 
bersedia menampung arus pengungsi yang banyak ini. Lampadang dan 
Peukan Bada menjadi sepi, rakyatnya telah mengungsi. Tinggal para 
pejuang untuk mempertahankan benteng Nanta di Lampadang. 
Pada 1anggal 30 Desember 1875 pasukan Belanda terus melaju 
Simpangbma, kemudian melancarkan serangan ke Lam Asam. Dalam 
serangan ini tentara Belanda melakukan kekejaman dengan menembak  
rakyat yang tidak bersalah. membakar habis rumah-rumah rakyat. 
Rakyat yang selamat menghindar dari arena pertempuran. Harta-benda 
habis dimakan api, hewan berkeliaran tidak terurus. Pada tanggal 31 
Desember 1875 Belanda dapat menduduki Lam Asam. Kemudian 
mereka melanjutkan penyerangan mereka ke Lampadang dan dengan 
mudah tentara Belanda menduduki Peukan Bada. 
Demikianlah, sesudah pertempuran berlangsung selama tiga hari, 
kampung-kampung di wilayah VI Mukim jatuh ke tangan Belanda. 
Pasukan Nanta dan Teuku Cik Ibrahim mundur ke lereng bukit 
untuk mencari tempat berlindung. Kemudian mereka menyusun 
kembali sisa kekuatannya. Pada tanggal 2 Januari 1876 Teuku Cik 
Ibrahim melakukan serangan balasan dengan mengarahkan sasarannya 
pada kemah tentara Belanda. saat menjelang fajar Teuku Cik 
Ibrahim menarik pasukannya kembali ke lereng bukit. Demikianlah 
dilakukan Teuku Cik Ibrahim beberapa waktu lamanya, sehingga 
tentara Belanda tidak merasa aman pada waktu malam hari. Pada 
waktu siang hari pasukan Teuku Cik Ibrahim mundur dan istirahat di 
sela-sela bukit dengan aman. Karena membawa hasil, kemudian Teuku 
Cik Ibrahim menunggu datangnya patroli Belanda pada tempat yang 
strategis yang diperkirakan akan dilalui partroli Belanda. 
Telah berbagai taktik dan cara dilakukan Teuku Cik Ibrahim untuk 
memukul Belanda. Oleh karena itu ia terus menjadi kejaran patroli 
Belanda. Ia terus berpindah-pindah tempat dan kadang-kadang 
menghilangkan jejak. Kemudian ia muncul lagi dengan pasukannya 
mengadakan penyerangan terhadap pos atau kemah patroli Belanda. 
2.3 Suami Cut Nyak Din Gugur sebagai Syuliada 
Habib Abdurahman yang bermarkas di Muntasik terus berusaha 
menyatukan pejuang Aceh. Kepentingan perang telah dapat dilengkapi. 
Pasukan tempur telah diatur dan siap untuk melakukan tugas. Parit­
parit pertahanan di Muntasik telah siap dibuat dan tenaga tempur 
tersedia sebanyak 2000 orang. Pasukan ini akan diberangkatkan ke 
Krung Raba, ibukota IV Mukim.  
Sehelum bergerak ke Krung Raba pasukan Habib telah menyerang 
kota seiama 6 jam. Serangan ini cukup menggelisahkan pasukan 
pendudukan Belanda di Kotaraja, karena kemah pegawai Belanda 
terbakar habis oleh tembakan yang gencar dari pasukan Habib. 
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan ke IV Mukim. Kepala IV 
Mukim melarikan diri dan minta bantuan kepada Belanda. 
Nanta dan Teuku Cik Ibrahim yang telah menyingkir dari IV 
Mukim menggabungkan diri dengan pasukan Habib dan kemudian 
keduanya diangkat menjadi panglima.11> Untuk kerjasama dalam 
menghadapi kekuatan Belanda, Teuku Cik Ibrahim telah dapat 
mengatur beberapa pasukan untuk bertugas pada daerah yang telah 
ditentukan. 
Teuku Rayut, saudara Cut Nyak Din, dengan kekuatan 1600 
orang bertugas mempertahankan daerah Leupeng dan 
mempertahankan pantai selatan dari serangan Belanda. Teuku Nanta 
telah membawa pasukannya mendekati Peukan Bada. Pasukan Imam 
Long Bata dengan 400 orang telah siap menunggu di Sala Glee Tarum. 
Di Blang Kota pasukan pengungsi telah siap berjaga-jaga di bawah 
pimpinan Ayat dan Ibrahim. Sedang Teuku Cik Ibrahim telah siap 
dengan kekuatan 200 orang terlatih menunggu di pintu masuk Ngalau 
Ngarai Beradin. Pasukan Ibrahim bertugas untuk mencegat pasukan 
Belanda yang akan bergerak ke daerah IV Mukim yang telah diduduki 
Habib. 
Panglima tentara Belanda di Kotaraja Van der Heyden menyadari 
bahaya yang akan mengancam kedudukannya oleh kekuatan Aceh 
yang bergerak serentak ini. Karena itu ia berusaha mengirimkan 
pasukannya untuk menggagalkan maksud penyerangan pejuang Aceh. 
Sehubungan dengan itu diberangkatkan sepasukan tentara Belanda 
untuk merebut kembali daerah IV Mukim yang telah diduduki oleh 
pasukan Habib Abdurahman. Pasukan ini bergerak melalui Ngalau 
Ngarai Beradin. saat tiba di pintu masuk Ngalau Ngarai Beradin 
turun hujan dengan lebatnya, sehingga agak sukar melewati lembah 
ini. Daerah ini digenangi air setinggi pinggang. Dengan susah-payah 
tentara Belanda menyeberangi daerah banjir ini . saat itu pula 
pasukan Teuku Cik Ibrahim melepaskan tembakan dari lereng bukit  
yang mengapit lembah itu. Tembakan yang gencar ini menghilangkan 
semangat tentara Belanda untuk meneruskan perjalanan mereka, tetapi 
dengan disiplin yang tinggi komandan pasukan membangun kembali 
serangan balasan. Dengan bergerak serentak secara pelan-pelan tentara 
Belanda terus maju di bawah perlindungan tembakan senjata modern 
mereka. Demikianlah maka pertahanan Teuku Cik Ibrahim satu 
persatu dapat dilumpuhkan. Pasukan Teuku Cik Ibrahim mundur ke 
lereng bukit sekitarnya. Pasukan Belanda terus maju dengan 
meninggalkan korban yang banyak. Mereka melanjutkan perjalanan 
mereka ke daerah IV Mukim. Habib yang telah menduduki IV Mukim 
tidak dapat menangkis serangan ini. Ia dapat meloloskan diri dari 
kepungan tentara Belanda. Kemudian dengan beberapa orang 
pengikutnya yang setia ia menyingkir ke Sela Glee Tarum. Hal ini 
menjadi suatu pertanyaan bagi pejuang Aceh, karena sesudah 
menyingkir ia tidak mengadakan kontak dengan pejuang lain yang 
telah mendukungnya. Ia tidak mengadakan kegiatan apapun. Melihat 
sikap yang demikian kepercayaan rakyat pada Habib menjadi goyah. 
Pada tanggal 29 Juni 1878 pasukan Belanda terus bergerak ke 
Sela Glee Tarum untuk mengikuti jejak Habib Abdurahman. saat 
tentara Belanda hendak masuk ke Sela Glee Tarum mereka dicegat 
oleh Pasukan Imam Long Bata. Kontak senjata terjadi antara kedua 
pasukan. Pertemuan berlangsung seru. Korban sudah berjatuhan, tetapi 
pertempuran terus berlangsung. Pasukan Imam Long Bata terus 
memberikan pukulan terhadap Belanda, sehingga pasukan tentara 
Belanda terpaksa mundur dan terus dikejar oleh Pasukan Imam Long 
Bata sampai ke daratan IX Mukim. 
Sementara itu Teuku Cik Ibrahim dan Nyak Man sesudah gaga! 
menahan patroli Belanda di Ngalau Ngarai Beradin terus berusaha 
mengadakan kontak dengan Habib Abdurahman. Dengan susah-payah 
Teuku Cik Ibrahim mendaki gunung Madat di Pegunungan Parang 
selama tiga hari tiga malam tanpa istirahat dan pada hari keempat 
tenaganya sudah hampir habis. Tidak sesuap nasi pun mereka dapat 12l 
Atas anjuran Nyak Man, Teuku Cik Ibrahim meninggalkan tempat 
ini . Kemudian secara diam-diam mereka meneruskan perjalanan 
mereka menuju Sela Glee Tarum. sesudah melepaskan lelah satu 
malam, mereka berusaha mengadakan kontak dengan Habib  
Abdurllhman. Tetapi hal ini amat sulit. Mereka tidak menemukan jejak 
Habib· dan rombongannya bersembunyi. Karena Badan makin letih 
dan kepayahan. Rombongan Teuku Cik Ibrahim tertidur. saat itu 
pula pasukan tentara yang terus mengikuti jejaknya mengadakan 
kepungan yang rapi dan terencana. Pengikut Teuku Cik Ibrahim 
terkejut dan cerai-berai oleh tembakan gencar tentara Belanda. Tentara 
Belanda dapat menewaskan Teuku Ajat, adik Teuku Cik Ibrahim. Ia 
tertembak tepat pada kepalanya. Melihat ha! ini Teuku Cik Ibrahim 
cepat memberi bantuan. la sempat memangku kepala adiknya di bawah 
desingan peluru tentara Belanda yang terus mencari sasaran. 
Sementara itu Teuku Nyak Man yang sempat menghindar berteriak 
dari balik akar besar kepada Teuku Cik Ibrahim supaya menghindar. 
Tetapi dengan satria dan setia ia ingin menyelamatkan Teuku Nyak 
Man. Berbarengan dengan itu sebuah peluru yang dilepaskan tentara 
Belanda mengenai kepalanya dan secepat itu pula Teuku Nyak Man 
memberikan pertolongan. Tetapi rupanya sudah sampai janji Tuhan. 
Ia pun mengalami nasib yang sama, tewas oleh peluru Belanda. 
Gugurlah ketiga patriot itu sebagai syuhada dalam membela tanah-air, 
bangsa dan agama. Tetapi suatu keajaiban terjadi. saat tentara 
Belanda hendak membawa ketiga syuhada ini, hati mereka terasa berat, 
seolah-olah ada yang mendorong mereka untuk tidak membawanya. 
Karena itu mereka tinggalkan ketiga jenazah itu di tempat itu dan 
memberi kesempatan pada rekan dan keluarganya untuk melihatnya 
sebagai kesempatan terakhir. 
sesudah tembakan berhenti, suasana menjadi sepi. Tentara Belanda 
meninggalkan daerah itu dengan membawa kemenangan. Rekan-rekan 
Teuku Cik Ibrahim datang memberikan penghormatan terakhir kepada 
pimpinannya yang telah gugur. Rekan-rekannya secara bergantian 
mengusung jenazah Teuku Cik Ibrahim melalui Bukit Mahdam sampai 
ke Leupung. Setiap kampung yang dilalui. rakyat turut memberikan 
penghormatan dan banyak yang meneteskan air mata. Imam Banta tak 
sabar melihat usungan ini. ia menangis seperti anak kecil yang 
membuat suasana lebih mengharukan. Demikianlah suasana 
menyambut kedatangan para syuhada ini penuh dengan ratap-tangis 
tiada ,berkeputusan. Pengharapan menjadi patah, panglima yang 
diharap telah tiada. Niscaya akan patahlah perlawanan rakyat Aceh 
terhadap Belanda.  
Cut Nyak Din tak dapat menguasai dirinya. Telah sekian lama ia 
berpisah dengan Teuku Cik Ibrahim. Tiba·tiba suami tercinta datang 
diusung dan telah tidak bernyawa. Dunianya menjadi gelap, hilang 
bumi tempat berpijak, putus tali tempat bergantung. la duduk 
bersimpuh menatap suaminya. Tangis makin menjadi, "Kenapakah kau 
tinggalkan kami, siapakah penggantimu untuk meneruskan perjuangan 
yang panjang ini?" Ratap tangis Cut Nyak Din membuat hati yang 
hadir semakin luluh. Melihat ini Teuku Nanta yang bijaksana berusaha 
menyabarkan hati anaknya. Jangan kautangisi dia. bukankah ia telah 
berbakti kepada tanah-air dan agama. Kini ia telah syahid, kita juga 
akan mengikuti jejaknya. Setiap manusia akan mati. Sabarlah 
menghadapi cobaan ini. Teguhkan iman dan bulatkan tekad. Pada 
pundak kitalah terletak tanggung-jawab yang berat ini. Tetapi tangis 
Cut Nyak Din makin menjadi. Kala itu walau kata seindah apa pun tak 
dapat membendung air matanya dan tangan selembut sutra pun takkan 
mempan untuk membelainya. la tumpahkan semua isi hatinya untuk 
merapati Teuku Cik Ibrahim Lamnga. 
Atas permufakatan para tokoh dan uleebalang, Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga dimakamkan di Muntasik. Tempat ini dianggap aman dan 
jauh dari jangkauan musuh seperti yang dikehendaki keluarga. Rakyat 
kembali mengiringi jenazah ini berjalan. Dengan melalui Gunung 
Mandam barulah sampai ke Muntasik. Rakyat Muntasik telah siap 
menyambut dengan hormat kehadiran jenazah Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga. Kemudian dengan upacara yang sederhana dan khidmat 
Teuku Cik Ibrahim Lamnga dimakamkan dengan disaksikan rakyat 
yang mencintainya. Tempat ini adalah suci, sesuci perjuangan Teuku 
Cik Ibrahim Lamnga. 
Tangis Cut Nyak Din telah mereda, kabut sedih yang 
menyelubungi berangsur-angsur dihembus angin harapan dan 
menyadari apa arti semuanya itu. Hanya suatu beban berat yang masih 
terasa dalam hatinya, ia seorang wanita, anak masih kecil. Ayahnya, 
yakni Nanta semakin tua, jalan yang ditempuh masih jauh. Siapa 
gerangan orang kuat yang dapat menggantikan Teuku Cik Ibrahim 
untuk meneruskan perjuangan? Dari semua soal yang pasti sebagai 
suatu kekuatan yang dahsyat untuk mendorong dirinya, yaitu maju  
meneruskan perjuangan. Dan melahirkan sumpah setia bahwa semasih 
hayat dikandung badan akan meneruska,n perlawanan terhadap 
Belanda. Ia akan menurut balas kematian suaminya. 
Sementara itu pada tanggal 13 Oktober 1878 Habib Abdurahman 
secara resmi menyerah kepada Belanda. la beserta pengikutnya pada 
pukul dua siang menghadap Gurbernur Aceh Van der Heyden di 
Kutaraja.131 Sebagai penghormatan, ia disambut oleh Belanda dengan 
tujuh dentuman meriam. Pada tanggal 24 Nopember tahun itu juga ia 
berangkat ke Jeddah dan ia mendapat tunjangan dari Belanda sebesar 
12.000 dollar setiap tahun. 
Menyerahnya Habib menjadi pembicaraan rakyat Aceh. Banyak 
orang berpendapat bahwa syahidnya Teuku Cik Ibrahim Lamnga 
adalah karena penghianatan yang dilakukan Habib. sesudah Krang 
Raba jatuh, ia tidak lagi mempunyai rencana untuk melanjutkan 
perlawanan terhadap Belanda. Hal ini kiranya dapat dibuktikan betapa 
susah-pa)ahnya Teuku Cik Ibrahim untuk menghubunginya. Namun 
sia-sia belaka. Karena itu tuduhan orang menyatakan bahwa Habiblah 
yang menyuruh tentara Belanda untuk menjebak pasukan Teuku Cik 
Ibrahim yang kekuatannya telah hilang. 
Cut Nyak Din dapat memaklumi semua pembicaraan orang 
banyak, hatinya belum yakin benar akan perbuatan yang terkutut itu. 
Menurut pengamatannya dasar perjuangan Habib yang digembar­
gemborkan selama ia hadir dalam barisan Aceh adalah agama, seperti 
pernyataan yang disampaikannya kepada Teuku Cik di Tiro 
Muhammad Saman, Cik di Tiro adalah seorang ulama yang terpandang 
dan menpunyai wibawa yang besar. Semua itu hanya fitnah dalam 
pikiran Cut Nyak Din. Hal ini hanya memecah-belah persatuan yang 
akan menguntungkan pihak musuh.  
Cut Nyak Din tak dapat menguasai dirinya. Telah sekian lama ia 
berpisah dengan Teuku Cik Ibrahim. Tiba-tiba suami tercinta datang 
diusung dan telah tidak bemyawa. Dunianya menjadi gelap, hilang 
bumi tempat berpijak, putus tali tempat bergantung. la duduk 
bersimpuh menatap suaminya. Tangis makin menjadi, "Kenapakah kau 
tinggalkan kami, siapakah penggantimu untuk meneruskan perjuangan 
yang panjang ini?" Ratap tangis Cut Nyak Din membuat hati yang 
hadir semakin luluh. Melihat ini Teuku Nanta yang bijaksana berusaha 
menyabarkan hati anaknya. Jangan kautangisi dia, bukankah ia telah 
berbakti kepada tanah-air dan agama. Kini ia telah syahid, kita juga 
akan mengikuti jejaknya. Setiap manusia akan mati. Sabarlah 
menghadapi cobaan ini. Teguhkan iman dan bulatkan tekad. Pada 
pundak kitalah terletak tanggung-jawab yang berat ini. Tetapi tangis 
Cut Nyak Din makin menjadi. Kala itu walau kata seindah apa pun tak 
dapat membendung air matanya dan tangan selembut sutra pun takkan 
mempan untuk membelainya. la tumpahkan semua isi hatinya untuk 
merapati Teuku Cik Ibrahim Lamnga. 
Atas permufakatan para tokoh dan uleebalang, Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga dimakamkan di Muntasik. Tempat ini dianggap aman dan 
jauh dari jangkauan musuh seperti yang dikehendaki keluarga. Rakyat 
kembali mengiringi jenazah ini berjalan. Dengan melalui Gunung 
Mandam barulah sampai ke Muntasik. Rakyat Muntasik telah siap 
menyambut dengan hormat kehadiran jenazah Teuku Cik Ibrahim 
Lamnga. Kemudian dengan upacara yang sederhana dan khidmat 
Teuku Cik Ibrahim Lamnga dimakamkan dengan disaksikan rakyat 
yang mencintainya. Tempat ini adalah suci, sesuci perjuangan Teuku 
Cik Ibrahim Lamnga. 
Tangis Cut Nyak Din telah mereda, kabut sedih yang 
menyelubungi berangsur-angsur dihembus angin harapan dan 
menyadari apa arti semuanya itu. Hanya suatu beban berat yang masih 
terasa dalam hatinya, ia seorang wanita, anak masih kecil. Ayahnya, 
yakni Nanta semakin tua, jalan yang ditempuh masih jauh. Siapa 
gerangan orang kuat yang dapat menggantikan Teuku Cik Ibrahim 
untuk meneruskan perjuangan? Dari semua soal yang pasti sebagai 
suatu kekuatan yang dahsyat untuk mendorong dirinya, yaitu maju  
meneruskan perjuangan. Dan melahirkan sumpah setia bahwa semasih 
hayat dikandung badan akan meneruskan perlawanan terhadap 
Belanda. Ia akan menurut balas kematian suaminya. 
Sementara itu pada tanggal 13 Oktober 1878 Habib Abdurahman 
secara resmi menyerah kepada Belanda. Ia beserta pengikutnya pada 
pukul dua siang menghadap Gurbernur Aceh Van der Heyden di 
Kutaraja.13> Sebagai penghormatan, ia disambut oleh Belanda dengan 
tujuh dentuman meriam. Pada tanggal 24 Nopember tahun itu juga ia 
berangkat ke Jeddah dan ia mendapat tunjangan dari Belanda sebesar 
12.000 dollar setiap tahun. 
Menyerahnya Habib menjadi pembicaraan rakyat Aceh. Banyak 
orang berpendapat bahwa syahidnya Teuku Cik Ibrahim Lamnga 
adalah karena penghianatan yang dilakukan Habib. sesudah Krang 
Raba jatuh, ia tidak lagi mempunyai rencana untuk 01elanjutkan 
perlawanan terhadap Belanda. Hal ini kiranya dapat dibuktikan betapa 
susah-pa)ahnya Teuku Cik Ibrahim untuk menghubunginya. Namun 
sia-sia belaka. Karena itu tuduhan orang menyatakan bahwa Habiblah 
yang menyuruh tentara Belanda untuk menjebak pasukan Teuku Cik 
Ibrahim yang kekuatannya telah hilang. 
Cut Nyak Din dapat memaklumi semua pembicaraan orang 
banyak, hatinya belum yakin benar akan perbuatan yang terkutut itu. 
Menurut pengamatannya dasar perjuangan Habib yang digembar­
gemborkan selama ia hadir dalam barisan Aceh adalah agama, seperti 
pernyataan yang disampaikannya kepada Teuku Cik di Tiro 
Muhammad Saman, Cik di Tiro adalah seorang ulama yang terpandang 
dan menpunyai wibawa yang besar. Semua itu hanya fitnah dalam 
pikiran Cut Nyak Din. Hal ini hanya memecah-belah persatuan yang 
akan menguntungkan pihak musuh. 

 Hadirnya Teuku Umar dalam Barisan Pejuang Aceh
Sebulan kemudian sesudah Teuku Cik Ibrahim dimakamkan, 
Cut Nyak Din be I um habis menghilang kesedihannya, datanglah Teuku 
Umar ke Muntasik dalam rangka kunjungan keluarga sebagai anak 
kepada orang tua. Dan yang paling penting kedatangan Teuku Umar 
adalah untuk membicarakan situasi yang dihadapi rakyat Aceh. 
Kelihatan perlawanan rakyat terhadap Belanda semakin kendor dan 
tak t erkordinasi dengan baik. Teuku Umar menyatakan 
kekhawatirannya kepada Nanta bahwa telah ba.nyak pejuang Aceh 
yang dapat diandalkan gugur sebagai syuhada di medan perang. la 
sebagai orang muda, sangat mengharapkan bantuan dan petunjuk dari 
Nanta sebagai orang tua yang telah banyak berpengalaman. Kiranya 
Nanta dapat memberikan nasihat dan saran-saran untuk melanjutkan 
perjuangan yang sedang dihadapi. 
· 
Kehadiran Teuku Umar di Muntasik membawa angin baru dalam 
keluarga Nanta dan menambah kekuatan baru dalam barisan 
perlawanan rakyat Aceh. Cut Nyak Din yang telah merasakan cobaan 
pahit dalam hidupnya dapat membaca bahwa Teuku Umar yang lebih 
muda sedikit mempunyai kemauan yang keras dan memiliki sifat 
kepemimpinan seperti yang diwariskan oleh kakaknya, Makhdun 
Sati.1' Karena itu Cut Nyak Din sangat mengharapkan Teuku Umar 
dan tepatlah kiranya jika Teuku lJmar tampil ke depan untuk 
memimpin barisan yang kelihatan semakin mundur. 
Sambil merenungi nasibnya, Cut Nyak Din melihat bahwa 
perpecahan antara pemuka dan tokoh-Aceh makin gawat keadaannya. 
Hasut fitnah makin menjadi, masing-masing pihak sedang 
memperhitungkan rugi dan laba yang tidak terlepas dari sifat 
kebendaan dalam menghadapi peperangan. Sabilillah yang digembor­
gemborkan para ulama telah kelihatan suram oleh kemunduran. 
Banyak pemuka yang mementingkan diri sendiri dan tidak 
mengindahkan lagi tujuan dan cita-cita pejuangan yang murni. Cut 
Nyak Din dapat melihat dan merasakan sendiri, sesudah Teuku Cik 
Ibrahim Lamnga gugur, banyak di antara pejuang-pejuang Aceh yang 
turun atau menyerah kepada Belanda. Kemudian yang sangat 
menyakitkan hati, mereka itu ikut bekerjasama dengan pihak musuh 
untuk turut memberantas perjuangan rakyat Aceh. Iman mereka boleh 
dikatakan semakin tipis. Mereka terpesona oleh rayuan manis pihak 
musuh. Musuh dengan berbagai cara mencari keuntungan dan berusaha 
melemahkan barisan perlawanan rakyat Aceh. Memikirkan semua itu 
hati Cut Nyak Din semakin resah. Dalam suasana yang demikian ini, 
ia sangat mendambakan suatu ketenangan jiwa, seorang teman yang 
setia. Siapakah gerangan yang dapat memberikan dukungan terhadap 
cita-citanya untuk meneruskan perjuangan? Siapakah kiranya dapat 
mendampinginya sebagai kawan setia? Ia akan menyerahkan jiwa dan 
raganya untuk mengikuti jejak langkahnya, tetapi dengan syarat dan 
pemyataan yang kongkrit, bahwa ia sanggup dan bersedia membawa 
rakyat Aceh ke dalam gelanggang perjuangan menentang penjajahan 
Belanda. Sekurang-kurangnya orang itu dapat diajak sebagai kawan 
bertukar pikiran untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.:1 
Kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh Teuku Umar untuk 
menyampaikan maksudnya. sesudah ia berada di Muntasik, dan sesudah 
melihat Cut Nyak Din dari dekat, lahirlah dalam hatinya