Hak Guna
Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Negara;
PP No. 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah;
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.1/2011
tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah
Negara jo. Keppres No. 26/1998 tentang Badan Pertanahan
Nasional
2). Pengertian dan Isi (Pasal 3 PMDN No. 5/1974)
Hak Pengelolaan yaitu hak atas tanah yang memberikan wewenang
kepada pemegangnya untuk :
a) Merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanahnya;
b) memakai tanah untuk keperluan sendiri;
c) Menyerahkan bagian dari tanahnya kepada pihak ketiga menurut
persyaratan yang telah ditentukan bagi pemegang hak ini
yang meliputi segi peruntukkan, segi penggunaan, segi jangka
waktu dan segi keuangannya.
sesudah jangka waktu hak atas tanah yang diberikan kepada pihak
ketiga itu berakhir maka tanah ini kembali lagi ke dalam penguasaan
sepenuhnya pemegang Hak Pengelolaan dalam keadaan bebas dari hak-
hak yang membebaninya.
Menurut Pasal 1 angka 2 PP No. 40/1996, Hak Pengelolaan yaitu
hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian
dilimpahkan kepada pemegangnya.
Hak Pengelolaan ini dulu berasal dari apa yang disebut “Hak
Beheer”, yaitu hak penguasaan atas tanah negara yang sesudah UUPA
177
Hak-hak penguasaan atas tanah menurut hukum tanah nasional
melalui PMA No. 9/1965 dikonversi menjadi hak atas tanah menurut
hukum tanah nasional.
i. Kalau dengan Hak Beheer, tanahnya digunakan oleh instansi
pemerintah untuk keperluan sendiri, maka dikonversi menjadi
Hak Pakai; tetapi
ii. jika tanahnya selain akan digunakan sendiri, ada bagian-
bagian dari tanah lainnya akan diserahkan kepada pihak ketiga
yang meliputi segi peruntukkan, penggunaan dan jangka waktu dan
keuangan, maka Hak Beheer dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.
3). Sifat dan Ciri-ciri
(1) Tergolong hak yang wajib didaftarkan menurut PMA No. 1/1966;
(2) Tidak dapat dipindahtangankan;
(3) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang;
(4) memiliki segi-segi pedata dan segi-segi publik.
4). Subjek
(1) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan
berkedudukan di Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang bergerak dalam
kegiatan usaha sejenis dengan industri dan pelabuhan;
(2) Instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah;
(3) Badan Otorita;
(4) Badan-badan Hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk
Pemerintah.
5). Terjadinya
sebab Penetapan Pemerintah dan diberikan selama tanah ini
dipergunakan
6). Luas Tanah
Tidak dibatasi dan menurut kebutuhan.
7). Hapusnya
(1) Dilepaskan oleh pemegang haknya;
(2) Dicabut untuk kepentingan umum;
(3) Diterlantarkan;
(4) Tanahnya musnah.
f. HAK SEWA
1). Peraturan (dasar hukumnya)
Pasal 44 dan 45 UUPA.
178
2). Pengertian
Hak Sewa yaitu hak yang memberi wewenang untuk memakai
tanah milik pihak lain dengan kewajiban membayar uang sewa
pada tiap-tiap waktu tertentu. Hak sewa ini dalam hukum adat
dikenal dengan istilah “jual tahunan”.
Pemilik uang sewa Penyewa
y
y f
Penguasaan Yuridis Tanah Penguasaan fisik
(Hak Milik) (Hak Sewa)
3). Sifat dan Ciri-ciri
(1) Bersifat pribadi, dalam arti tidak dapat dialihkan tanpa izin
pemiliknya;
(2) Dapat diperjanjikan, hubungan sewa putus bila penyewa meninggal
dunia;
(3) Tidak terputus bila Hak Milik dialihkan;
(4) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak
Tanggungan;
(5) Dapat dilepaskan;
(6) Tidak perlu didaftar, cukup dengan perjanjian yang dituangkan
diatas akta otentik atau akta bawah tangan.
4). Jangka waktu
Tergantung perjanjian, dengan memperhatikan pasal 26 ayat 2 UUPA.
5). Subjek (pasal 45 UUPA)
(1) Warganegara Indonesia;
(2) Badan Hukum Indonesia;
(3) Warganegara asing yang berkedudukan di Indonesia;
(4) Badan hukum asing yang memiliki perwakilan di Indonesia.
6). Terjadinya
(1) sebab perjanjian;
(2) konversi.
7). Luas Tanah
(1) Untuk tanah pertanian: dibatasi dengan UU No. 56/Prp/1960;
(2) Untuk tanah bangunan : tidak ada pembatasan.
179
Hak-hak penguasaan atas tanah menurut hukum tanah nasional
g. HAK GADAI
1). Peraturan (dasar hukumnya)
(1) Pasal 53 UUPA;
(2) UU No. 56/Prp/1960.
2). Pengertian
Hak Gadai yaitu hubungan hukum antara seseorang dengan tanah
milik orang lain yang telah menerima uang gadai daripadanya,
yang memberi wewenang kepadanya untuk memakai atau
mengambil manfaat dari tanah ini .
uang gadai
Pemilik pemegang gadai
y
y
Tanah f
Hak Milik Hak Gadai
Dalam hubungan ini, selama pemilik tanah selaku pemberi gadai
belum mengembalikan uang kepada pemegang gadai, maka
pemegang gadai tetap mempergunakan dan memanfaatkan tanah
yang digadaikan itu.
Pengertian “gadai” disini harus dibedakan dengan “gadai” dalam
Hukum Perdata Barat yang hanya terbatas pada benda bergerak.
Gadai yang dimaksud dalam ketentuan UUPA yaitu berasal dari
suatu lembaga Hukum Adat yang semula dinamakan “Jual Gadai”.
3). Sifat dan Ciri-ciri
(1) Jangka waktunya terbatas;
(2) Hak menebus dapat beralih kepada ahli waris;
(3) Tidak berakhir dengan meninggalnya pemegang gadai;
(4) Dapat dibebani hak atas tanah yang lain, dalam arti dapat
dianak-gadaikan (onderverpanden)
Hak Gadai I Hak Gadai II
tanah tanah
S 1 S 2 S 3
uang gadai I uang gadai II
180
(5) Dapat dialihkan kepada pihak ketiga (=memindah-gadaikan/
doorverpanden);
Hak Gadai
tanah tanah
S 1 S 2 S 3
uang gadai penebusan uang gadai
(6) Tidak hapus bila hak atas tanah dialihkan kepada pihak lain;
Hak Gadai
tanah pengalihan HM
S 2 S 1 S 3
uang gadai
(7) Uang gadai dapat ditambah (= mendalami gadai);
(8) Hak yang harus didaftar menurut PP No. 24/1997.
4). Jangka waktu
(1) Untuk tanah pertanian yaitu 7 tahun (pasal 7 UU No. 56/Prp/1960);
(2) Untuk tanah bangunan, tidak tertentu (hukum adat).
5). Subjek (pasal 45 UUPA)
Warganegara Indonesia (pasal 9 ayat 2 UUPA);
6). Terjadinya
(1) sebab jual gadai; dan
(2) konversi.
7). Luas Tanah
(1) Untuk tanah pertanian: dibatasi dengan UU No. 56/Prp/1960;
(2) Untuk tanah bangunan, tidak tertentu (hukum adat).
8). Hapusnya
(1) Penebusan oleh pemberi gadai (=pemilik tanah);
(2) 7 tahun untuk tanah pertanian;
(3) Dicabut untuk kepentingan umum;
(4) Tanahnya musnah.
181
Hak-hak penguasaan atas tanah menurut hukum tanah nasional
9). Besarnya uang penebusan gadai (pasal 7 ayat 2 UU No. 56/Prp/1960)
(7 + 1/2) - waktu berlangsungnya gadai
Rumus : x uang gadai
7
h. HAK USAHA BAGI HASIL
1). Peraturan (dasar hukumnya)
(1) UUPA : pasal 5;
(2) Luar UUPA:
– UU No. 2/1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil;
– PMPA Nomor 4/1964 tentang Penetapan Perimbangan
Khusus dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil;
– Inpres No. 13/1980 tentang Pedoman Pelaksanaan UU No.
2/1960;
– Keputusan Bersama Mendagri dan Menteri Pertanian No.
211/1980 - 714/KPTSUM/ 9/1980 tentang Juklak Inpres No. 13
Tahun 1980.
2). Pengertian
Hak Usaha Bagi Hasil yaitu hak seseorang atau badan hukum (Penggarap)
untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah kepunyaan pihak
lain (pemilik), dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi di antara
keduanya menurut imbangan yang telah disetujui.
3). Sifat dan Ciri-ciri
(1) Jangka waktunya terbatas;
(2) Tidak dapat dialihkan tanpa izin pemilik;
(3) Tidak dapat hapus bila hak milik beralih;
(4) Tidak hapus bila penggarap meninggal dunia, tetpi hapus jika
pemilik meninggal;
(5) Didaftar menurut peraturan khusus (UU No. 2/1960);
(6) Pada waktunya akan dihapuskan.
4). Jangka waktu
(1) Untuk tanah sawah, minimum 3 tahun;
(2) Untuk tanah kering, minimum 5 tahun (pasal 4 UU No. 2/1960).
5). Subjek : Warganegara Indonesia
(1) Subjek yang membagi-hasilkan:
- Pemilik;
- Penyewa;
- Pemegang Hak Gadai.
(2) Subjek dapat menjadi Penggarap:
182
- Warganegara Indonesia (pasal 9 UUPA);
- Koperasi Tani/Desa (Inpres No. 13/1980).
6). Terjadinya
(1) sebab perjanjian; dan
(2) konversi.
7). Luas Tanah
Maksimum 3 hektar (pasal 4 UU No. 2/1960).
8). Hapusnya
(1) Jangka waktunya berakhir;
(2) Atas persetujuan kedua belah pihak sebelum jangka waktu
berakhir;
(3) Dengan izin Kepala Desa atas tuntutan pemilik, dalam hal
jika pemilik, kepentingannya dirugikan oleh penggarap,
misalnya penggarap tidak jujur, tidak mengusahakan dengan baik
tanah garapannya, dan lain-lain;
(4) Tanahnya musnah.
i. HAK MENUMPANG
1). Peraturan (dasar hukumnya)
Pasal 53 UUPA.
2). Pengertian
Hak Menumpang yaitu hak yang memberi kepada seseorang untuk
mendirikan dan menempati rumah di atas tanah pekarangan orang lain
(istilah: numpang sari/magersari).
Hak menumpang ini sebenarnya termasuk species Hak Pakai,
akan tetapi pada Hak Menumpang hubungan hukumnya lemah,
mudah diputuskan oleh pemilik tanah pekarangan, sebab dalam hak
menumpang ini tidak dikenal bayaran (gratis).
3). Sifat dan Ciri-ciri
(1) Hak yang sangat lemah;
(2) Tidak ada pembayaran sewa;
(3) Sewaktu-waktu jika pemilik tanah memerlukan tanahnya, hak
ini hapus;
(4) Turun temurun;
(5) Tidak dapat dialihkan.
183
Hak-hak penguasaan atas tanah menurut hukum tanah nasional
4). Jangka waktu
Tidak tetap, tergantung si pemilik tanah.
5). Subjek : Warganegara Indonesia
6). Terjadinya
(1) sebab perjanjian (izin pemilik tanah); dan
(2) sebab konversi.
7). Hapusnya
(1) Pengakhiran hubungan;
Tukon tali: “pesangon” yang diberikan pemilik kepada yang
menumpang yang terkena pengosongan;
(2) Dicabut untuk kepentingan umum;
(3) Dilepaskan oleh pemilik;
(4) Tanahnya musnah.
Hak-hak yang termasuk dalam hak atas tanah derivatif/sekunder,
diantaranya yaitu Hak Sewa, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil dan Hak
Menumpang, sifatnya yaitu sementara, artinya sebagai suatu lembaga
pada suatu ketika akan dihapuskan sebab pada asasnya Hukum Agraria
tidak memperbolehkan adanya pemerasan.
Khusus untuk tanah pertanian pada dasarnya wajib dikerjakan
sendiri (pasal 10 UUPA).
9.4. Perwakafan
a. Peraturan (dasar hukumnya)
- Pasal 49 ayat 3 UUPA;
- PP No. 28/1977 tentang Perwakafan Hak Milik;
- PMDN No. 6/1977 tentang Pendaftaran Perwakafan Tanah Hak Milik;
- Permen Agama No. 1/1978 tentang Pelaksanaan PP No. 28/1977;
- Instruksi Bersama Menteri Agama & Menteri Dalam Negri No.
1/1978;
- Peraturan Dirjen Bimas Islam No. Kep/D/75/1978;
- Surat Kepala BPN No. 630.1-2782 tanggal 27 Agustus 1991 tentang
Pelaksanaan Persertifikatan Tanah Wakaf.
- UU no 41 tahun 2004 tentang Wakaf;
- PP no 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU no. 41 tahun
2004.
- Keputusan Bersama Menteri Agama dan KABPN No 422 Tahun
2004 Tentang Sertifikasi Tanah Wakaf
b. Pengertian
Wakaf yaitu perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau
184
menyerahkan sebagian dari harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya
atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna
keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif yaitu pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Ikrar Wakaf yaitu pernyataan kehendak wakif yang diucapkan
secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta
benda miliknya.
Nazhir yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif
untukdikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Harta Benda Wakaf yaitu harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat jangka panjang serta memiliki nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif .
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW,
yaitu pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat
akta ikrar wakaf.
c. Fungsi Wakaf
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda
wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.
d. Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf
Wakif;
Harta benda wakaf ;
Ikrar Wakaf;
Nadzir;
Peruntukan Harta Benda Wakaf;
Jangka waktu wakaf ;
Wakaf sah jika dilaksanakan menurut syariah dan Wakaf yang
telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Wakif
Perseorangan, syaratnya dewasa, berakal sehat tidak terhalang
melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda wakaf;
Organisasi syaratnya benda milik organisasi dan sesuai dengan
Anggaran Dasar organisasi;
Badan hukum, syaratnya benda milik badan hukum dan sesuai
dengan Anggaran Dasar organisasi.
Nazir
Perseorangan, syaratnya WNI, Islam, dewasa, amanah, mampu
secara rohani dan jasmani dan tidak terhalang melakukan perbuatan
hukum;
185
Hak-hak penguasaan atas tanah menurut hukum tanah nasional
Organisasi;
Badan hukum;
Pengurus memenuhi syarat perseorangan, di bidang sosial,
pendidikan, kewarga an dan keagamaan islam dan badan
hukum didirikan menurut hukum indonesia.
Tugas Nazir:
1) melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
2) mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
3) mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
4) melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas ini , Nazhir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan
harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh
persen).
Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Harta benda wakaf
Hak atas Tanah (belum/sudah terdaftar);
Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri diatas tanah
dimaksud diatas;
Tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun
Harta Benda ini harus bebas dari segala sitaan, sengketa,
perkara dan tidak dijaminkan.
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dijadikan
jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau
dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya
d. Tata Cara Wakaf
Diperlukan ikrar;
Ditujukan kepada Nadzir;
Dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW);
Disaksikan 2 orang saksi;
Harus dibuat secara tertulis;
Harus didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sesudah akta ikrar wakaf
ditandatangani;
Segala penyimpangan harus mendapat persetujuan dari Menteri
Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia
186
e. Pendaftaran Tanah Wakaf
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada
Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
akta ikrar wakaf ditandatangani. Kantor Pertanahan Kabupaten/
Kotamadya;
Harus melampirkan:
(1) Sertipikat/tanda bukti hak atas tanah atau sertipikat HMSRS
atau tanda bukti lainnya;
(2) akta ikrar wakaf
Sertipikat atas nama Nazir.
187
KONVERSI HAK-HAK PERORANGAN
ATAS TANAH
Dengan diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria pada
tanggal 24 September 1960, hanya ada satu macam hukum tanah
yang berlaku serentak di seluruh wilayah Indonesia, sebagai perwujudan
Wawasan Nusantara di bidang hukum tanah dan selanjutnya hanya ada
satu perangkat hak-hak perorangan atas tanah sebagaimana ditetapkan
dalam pasal 16 ayat 1 jo. Pasal 53 UUPA, pasal 20 s/d 51 jo. Pasal 57
UUPA.
Sejak saat itu terjadilah unifikasi di bidang hukum tanah, antara
lain unifikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah dipunyai oleh
orang-orang dan badan-badan hukum berdasarkan Hukum Tanah Adat
dan Hukum Tanah Barat dengan cara mengubah (dikonversi) menjadi
salah satu hak-hak perorangan atas tanah menurut UUPA, berdasarkan
ketentuan-ketentuan konversi dalam Diktum Kedua UUPA.
Untuk memahami lebih lanjut perubahan-perubahan ini , perlu
diketahui apa fungsi UUPA dalam hubungan ini. Fungsi ini yaitu
sebagai berikut :
1. Menciptakan unifikasi di bidang Hukum Tanah, dengan menghapuskan/
menyatakan tidak berlaku lagi peraturan-peraturan hukum tanah lama
dan menyatakan berlakunya Hukum Tanah Nasional yang bersumber
pada Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis.
2. Menciptakan unifikasi hak-hak perorangan atas tanah yang sudah
dipunyai oleh orang-orang dan badan-badan hukum berdasarkan
Hukum Tanah Adat atau Hukum Tanah Barat, dengan cara meng-
ubah (dikonversi) menjadi salah satu hak-hak perorangan atas
tanah menurut UUPA, berdasarkan ketentuan-ketentuan konversi
dalam Diktum Kedua UUPA.
3. Meletakan landasan hukum untuk pembangunan Hukum Tanah
Nasional.
Selain itu perlu pula mengetahui konversi hak-hak perorangan
atas tanah perlu diketahui terlebih dahulu perubahan apa yang terjadi
sejak berlakunya UUPA dan perubahan itu terjadi sebab hukum (“van
rechtwege”) terhitung sejak tanggal 24 September 1960.
Dalam ketentuan UUPA ada diantaranya yang memerintahkan
10
188
untuk diadakan pengaturan lebih lanjut dalam bentuk peraturan
perundang-undangan, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
maupun Per aturan Menteri sebagaimana ditetapkan antara lain dalam
pasal-pasal: 14, 17, 18, 19, 21 ayat 2, 50, 51 UUPA.
Untuk melaksanakan pembangunan Hukum Tanah Nasional,
dalam rangka melengkapi UUPA dengan peraturan tertulis sebagaimana
dipe rintahkan pasal-pasal ini digunakan bahan-bahan dari Hukum
Tanah Adat yang tidak tertulis berupa : Konsepsi, Asas-asas, Lembaga-
lembaga Hukum dan Sistem Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis
sebagai sumber utamanya.
Selama belum terbentuk peraturan tertulis yang dimaksud, dapat
digunakan norma-norma Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis sebagai
pelengkap peraturan tertulis. Sepanjang norma-norma Hukum Tanah
Adat yang tidak tertulis masih berlaku pada saat diperlukan sebagai
pelengkap dan memenuhi persyaratan dalam pasal 5 UUPA. Disamping
itu perlu diperhatikan pula pasal-pasal peralihan pasal 55 dan pasal 56
UUPA.
10.1. Tujuan diadakannya ketentuan konversi
Tujuan diadakannya konversi yaitu untuk :
a. Menciptakan unifikasi hak-hak perorangan atas tanah terutama
yang sudah merupakan suatu hubungan hukum yang kongkrit
dengan tanah berdasarkan ketentuan Hukum Tanah yang lama,
yaitu tanah-tanah hak barat dan tanah-tanah hak Indonesia. Dan
di pihak lain Hak Hipotik yang membebani tanah-tanah dengan
Hak Eigendom, Hak Erfpacht dan Hak Opstal dan juga Hak
Credietverband yang membenani tanah-tanah Hak Milik Adat.
b. Untuk mengakhiri hak-hak asing atas tanah, yaitu tanah-tanah hak
yang dikuasai dan digunakan oleh orang-orang asing dan badan-
badan hukum asing. Hal ini yaitu sebagai akibat berlakunya
Agrarische Wet 1870 yang memuat politik pertanahan pemerintah
jajahan Hindia Belanda berikut peraturan pelaksanaannya. Oleh
sebab itu untuk tanah-tanah hak barat yang tidak dikonversi
menjadi Hak Milik, hanya akan berlangsung selama sisa jangka
waktunya dan paling lama yaitu 20 tahun dan bahkan ada pula
yang tidak dikonversi dan dihapuskan hak barat ini .
10.2. Terjadinya konversi
Konversi atau perubahan terjadinya sebab hukum (“van rechtswege”)
dan secara serentak sejak tanggal 24 September 1960. Ini berarti bahwa
terhitung sejak tanggal ini tidak berlaku lagi lembaga-lembaga
atau hak-hak atas tanah yang diatur oleh Hukum Tanah Barat maupun
189
Konversi hak-hak perorangan atas tanah
Hukum Tanah Adat. Demikian pula tidak ada lagi Hak Hipotik dan Hak
Credietverband sebagai hak jaminan atas tanah. sebab hak-hak perorang-
an atas tanah ini telah diubah/dikonversi menjadi salah satu hak
baru berdasarkan UUPA.
Oleh sebab itu jika akan menegaskan bahwa hak atas tanah yang
baru itu berasal dari konversi hak atas tanah yang lama, maka sebutan bagi
hak atas tanah yang lama harus (didahului) sebutan “bekas”, misalnya:
bekas Hak Milik Adat yang belum bersertipikat, bekas Hak Grant Sultan
(di Medan dan sekitarnya), bekas Hak Eigendom, bekas Hak Erfpacht
(baca pasal 1 PMA No. 2/1960, B1). Hak Hipotik dan Credietverband
dikonversi menjadi Hak Tanggungan (pasal 51, 57 jo. UU no. 4/1996).
10.3. Pelaksanaan konversi
Perubahan/Konversinya yaitu berdasarkan persamaan isi dan
kewenangan yang ada pada hak atas tanah yang lama dengan hak atas
tanah yang baru. Sedang pelaksanaan perubahan/konversi, ada yang
semata-mata sebab hukum, artinya tidak ada syarat lain yang harus
dipenuhi terlebih dahulu, misalnya Hak Erfpacht untuk perkebunan
besar langsung dikonversi menajdi Hak Guna Usaha dengan jangka
waktu paling lama 20 tahun.
Ada pula yang konversinya harus dipenuhi syarat konstitutip,
supaya dapat dikonversi menjadi hak tertentu, misalnya Hak Eigendom
supaya dapat dikonversi menjadi Hak Milik, pemiliknya harus
membuktikan bahwa ia telah berkewarganegaraan Indonesia (tunggal
kewarganegaraannya) pada tanggal 24 September 1960 yang dibuktikan
dengan surat kewarganegaraannya. Untuk keperluan ini harus datang
di Kantor Pendaftaran Tanah selambat-lambatnya dalam jangka waktu
6 bulan sejak berlakunya UUPA, yaitu sampai 24 Maret 1960. Jika tidak
memenuhi syarat itu maka akan dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan
dengan jangka waktu 20 tahun.
Ada pula yang konversinya memerlukan syarat deklaratoir, yaitu
pemegang haknya harus mengajukan permohonan lebih dulu kepada
Menteri Agaria, supaya hak itu dapat dikonversi menjadi Hak Guna
Usaha. Ketentuan ini berlaku untuk pemegang Hak Konsesi dan
Hak Sewa untuk perkebunan besar (pasal IV Ketentuan Konversi) dan
permohonan itu harus diajukan dalam jangka waktu 1 tahun sejak mulai
berlakunya UUPA.
Pelaksanaan konversi ini erat sekali hubungannya dengan
penyelenggaraan pendaftaran tana, sebab perlu diadakan pencatatan
administrasi pertanahan bagi hak ini . Dan selam belum berlaku PP
No. 10/1961 (pada tanggal 24 September 1961 di Jawa, Madura dan Bali),
amak untuk sementara masih digunakan peraturan pendaftaran tanah
Barat S. 1834 – 27, yaitu Ordonansi Balik Nama (“Overshrijvingsordonnantie”)
190
bagi tanah-tanah hak barat (pasal 1 PMA No. 2 tahun 1960) dan bagi hak-
hak Indoonesia berlaku peraturan yang khusus untuk hak-hak itu.
10.4. Konversi atas Tanah-tanah Barat
Dengan berlakunya Pernyataan Domein (Domein Verklaring) sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 1 Agrarisch Besluit 1870, maka tanah-tanah di
wilayah Hindia Belanda, sepanjang di daerah pemerintahan langsung
(kecuali Daerah-Daerah Swapraja) di dan diluar Jawa dan Madura, dibagi
habis menjadi tanah-tanah Hak Eigendom dan Tanah Domein Negara
(“Landsdomein” yaitu tanah milik negara). Dan atas masing-masing
tanah ini dapat diberikan pada pihak lain dengan Hak Opstal,
Hak Erfpacht, Hak Gebruik, (Hak Pakai) dan Hak Sewa, melalui suatu
perjanjian dengan eigenaar (pemilik hak eigendom) atau dengan Negara
(Pemerintah Hindia Belanda). Pada hakikatnya hak-hak itu merupakan
hak atas tanah yang sekunder. Sedang untuk mendapatkan tanah dengan
Hak Eigendom dapat membeli (melalui jual beli tanah/pemindahan hak)
dari Negara atau dari eigenaarnya, yang dibuktikan dengan akta hak
eigendom yang dibuat oleh Pejabat Balik Nama (“Overshrijvingsambtenaar”)
dan sekaligus didaftarkan pula jual beli/pemindahan haknya oleh pejabat
itu. Yang diatur menurut pasal 1 S 1873 – 27. Dan semua tanah hak barat
Jenis Haknya
HAK EIGENDOM
Dikonversi menjadi
Dan Jangka waktunya
24 September 1960
Hak Milik
Jangka waktu: tidak ter-
batas
Hak Guna Bangunan
Jangka waktu: 20 tahun
Hak Pakai
Jangka waktu: selama
diperlukan
Khusus untuk Perwakilan
Negara Asing digunakan
untuk kantor/rumah ke-
diaman Kepala Perwaki-
lan Asing ini .
Keterangan
24 September 1980
Berlangsung terus
Hapus menjadi Tanah
Negara. Diajukan per-
mohonan baru
Berlangsung terus se-
lama diperlukan.
191
Konversi hak-hak perorangan atas tanah
Jenis Haknya
HAK OPSTAL
HAK ERFPACHT
HAK GEBRUIK
HAK SEWA (atas
TANAH NEGA-
RA)
Dikonversi menjadi
Dan Jangka waktunya
24 September 1960
Hak Guna Bangunan
Jangka waktu: sisa jangka
waktunya, dan paling
lama 20 tahun.
Untuk perkebunan besar:
Hak Guna Usaha.
Jangka waktu: sisa jangka
waktunya dan paling
lama 20 tahun
Untuk perumahan (di
kota-kota/tempat peri-
stirahatan): Hak Guna
Bangunan.
Jangka waktu: sisa jangka
waktunya dan paling
lama 20 tahun.
Untuk pertanian kecil
(klien landbouw): Diha-
puskan.
Hak Pakai
Jangka waktu: sisa jangka
waktunya dan paling
lama 20 tahun.
Hak Pakai
Jangka waktu: sisa jangka
waktunya dan paling
lama 20 tahun.
Keterangan
24 September 1980
Hapus menjadi Tanah
Negara
Diajukan permoho-
nan hak baru.
Hapus menjadi Tanah
Negara
Diajukan permoho-
nan hak baru
Hapus menjadi Tanah
Negara
Diajukan permoho-
nan hak baru.
Menjadi Tanah Ne-
gara dan diredistri-
busikan kepada para
petani dalam pelaksa-
naan Landreform.
Hapus menjadi Tanah
Negara
Diajukan permoho-
nan hak baru.
Hapus menjadi Tanah
Negara
Diajukan permohon-
an hak baru.
192
yang disebutkan di atas wajib didaftarkan dan memiliki tanda bukti
hak berdasarkan S 1873 – 27.
KONVERSI TANAH HAK BARAT
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang berasal
dari konversi tanah hak barat berakhir pada tanggal 23 September 1980
dan sejak tanggal 24 September 1980 menjadi Tanah Negara.
Jika bekas pemegang haknya masih memerlukan tanah ini
dan penggunaan tanahnya sesuai dengan Rencana Tata Ruang di Derah
ini serta tidak terkena proyek Pemerintah Pusat/Daerah, pada
asasnya dapat diajukan permohonan hak baru sesuai dengan Keppres
No,or 32 tahun 1979 dan PMDN Nomor 3 Tahun 1979.
v Konversi Hak Barat yang diberikan di atas Tanah Hak
Eigendom
Hak Eigendom yang dibebani Hak Erfpacht/Hak Opstal/Hak Hipotik.
Ada 5 kemungkinan konversi :
1) Hak Eigendomya dikonversi menjadi Hak Milik, sedangkan Hak
Erfpacht/Hak Opstal dikonversi menjadi HGB selama jangka
waktunya dan paling lama 20 tahun.
2) Hak Eigendomnya tidak dapat dikonversi menjadi Hak Milik,
melainkan hanya dapat dikonversi menjadi HGB saja sebab
eigenaarnya hanya menguasai secara yuridis saja, ia tidak
memakai tanahnya. Hal ini berarti eigenaar ini tidak
memenuhi kewajibannya untuk memakai tanah sesuai dengan
fungsi tanahnya (menurut pasal 6 UUPA, tanah berfungsi sosial).
Oleh sebab nya tidak dikonversi dan dinyatakan gugur menjadi
tanah negara dan kelak dapat diberikan kembali HGB sampai
dengan tanggal 24 September 1980 (pasal 2 PMA nomor 7/1965).
3) Hak Eigendomnya dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak
Hipotik yang diberikan kepada sesuatu Bank atau orang selaku
kreditor.
Hak Eigendom itu dikonversi menjadi Hak Milik atau Hak Guna
Bangunan sedangkan Hak hipotik ini dikonversi menjadi
Hak Tanggungan (pasal 1 ayat 6 KK).
Jika hak Eigendom itu dinyatakan hapus menjadi tanah negara,
maka Hak Hipotiknya menjadi hapus pula. Sedangkan perjanjian
utang piutangnya tetap berlangsung terus.
4) Menurut ketentuan pasal I ayat 6 Ketentuan Konversi, Tanah Hak
Eigendom dapat pula dibebani Hak Servituut atau Erfdientsbaarheid,
maka hak itu ikut pula dikonversi menjadi Hak Pakai.
5) Hak Eigendom yang dibebani Hak Sewa maka Hak Sewa ini
dikonversi pula menjadi Hak Sewa.
193
Konversi hak-hak perorangan atas tanah
Sesuai dengan ketentuan Keppres nomor 32/1979 dan PMDN nomor
3/1979 maka Hak Guna Bangunan yang bersal dari konversi Hak erfpacht/
Hak Opstal yang nmembebani Hak Eigendom, paling lama berlangsung
sampai tanggal 24 September 1980, yaitu selama 20 tahun. Sejak tanggal
24 September 1980 dihapus (sudah tidak ada lagi Hgu, HGB, dan Hak
Pakai yang berasal dari konversi tanah Hak Barat).
10.5. Konversi Atas Tanah-Tanah Hak Indonesia
Yang disebut konversi hak-hak Indonesia atas tanah, meliputi hak-hak
atas tanah yang diatur oleh Hukum Tanah Adat yang tidak tertulis dan
Hukum Tanah Adat yang tertulis, yang mencakup seluruh hak-hak atas
tanah yang bersumber pada Hukum Tanah Adat.
Hak-hak Indonesia:
- berstatus Hak Milik seperti yang disebutkan dalam pasal II ayat 1
Ketentuan Konversi.
- Yang berstatus Hak Pakai seperti yang disebutkan dalam pasal VI
Ketentuan Konversi.
Termasuk pula selain daripada itu, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi
Hasil, Hak Sewa dan Hak Menumpang.
Berbeda dengan ketentuan konversi tanah hak barat maka konversi
Hak Indonesia tidak dibatas jangka waktu penyelesaian administrasinya,
oleh sebab itu dapat setiap waktu pemilik tanah meminta sertipikat
hak atanhnya (secara suka rela). Dan disamping itu kalau diwajibkan
oleh peraturan tertulis sebab telah terjadi suatu perbuatan hukum atau
peristiwa hukum atas biodang tanah yang berstatus Hak Milik (bekas
Hak Milik Adat yang belum bersertipikat).
Yang berstatus Hak Milik: sebagian besar belum pernah didaftarkan
sehingga disebut bekas Hak Milik Adat yang belum bersertipikat. Sedang
hanya sebagian kecil yang sudah didaftarkan sebelum berlakunya UUPA,
misalnya; Hak Grant Sultan, Hak Milik di swapraja Yogyakarta da
Surakarta, Hak Agrarisch Eigendom (yang jumlahnya sedikit sekali).
10.6. Hak Milik Adat dikonversi menjadi Hak Milik
Jika pemiliknya pada tanggal 24 September 1960 telah berkewarganegaraan
Indonesia tunggal.
Jika pemiliknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik,
maka Hak Milik Adat dikonversi menurut peruntukan tanahnya yaitu :
- tanah pertanian dikonversi menajdi HGU dengan jangka waktu 20
tahun;
- tanah non pertanian dikonversi menjadi HGB dengan jangka waktu
20 tahun.
194
Ini berarti haknya sampai dengan tanggal 23 September 1980
dan pada tanggal 24 September 1980 haknya hapus dan menjadi tanah
negara.
Dengan demikian sejak 24 September 1980 hanya mungkin
dikonversi menjadi Hak Milik saja, dan ini berarti harus memenuhi subjek
Hak Milik.
Konversi bekas Hak Milik Adat harus diikuti pula dengan
pendaftarannya sejak berlakunya PP nomor 10/1961. Sedang peraturan
yang mengatur masalah konversi dan pendaftarannya diatur dalam PP
nomor 10/1961 (pasal 15 – 18), PMPA nomor 2/1962 jo. SK PMDN nomor
27/DDA/1970.
195
11
PENYEDIAAN TANAH
UNTUK PEMBANGUNAN
11.1. Fungsi Tanah
Secara skematis fungsi tanah dalam pembangunan dapat digambarkan
sebagai berikut:
FUNGSI TANAH
sebagai wadah (di kota) sebagai faktor produksi (di desa)
Hak-hak yang dapat diperoleh
1. HAK-HAK PRIMER
a. Hak Milik
(untuk perumahan/usaha)
b. Hak Guna Bangunan
(untuk kantor, tempat usaha,
pabrik atau industri)
Jadi, HGB untuk memenuhi
kebutuhan
masyakat modern, tapi pada
dasarnya tetap
dari Hukum Tanah adat.
c. Hak Pakai
d. Hak Pengelolaan
(khusus untuk instansi
pemerintah)
a. Hak Milik
(untuk sawah atau kebun)
b. Hak Guna Usaha
(untuk perkebunan, peter-
nakan dan perikanan)
c. Hak Pakai
196
2. HAK-HAK SEKUNDER
a. Hak Sewa a. Hak Sewa
b. Hak Pakai b. Hak Pakai
c. Hak Guna Bangunan c. Hak Usaha Bagi Hasil
d. Hak Gadai
e. Hak Menumpang
Semua hak-hak ini di atas diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk:
a. Wisma, yaitu tempat tinggal atau bangunan;
b. Karya, yaitu manusia wajib berusaha dalam hidupnya;
c. Marga, yaitu sarana perhubungan (transportasi);
d. Suka, yaitu tempat rekreasi;
e. Penyempurnaan, yang sesuai dari :
- Jasmani (olah raga);
- Rohani (agama);
- Pendidikan;
- Kesenian;
- Lembaga-lembaga ilmu pengetahuan;
- Kuburan.
Dengan demikian, semua hak atas tanah dibagi habis sesuai dengan
fungsinya demi kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia/rakyat.
Hak-hak atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah Nasional
diperuntukkan bagi:
a. Keperluan perorangan;
b. Keperluan perusahaan;
c. Keperluan khusus.
Keperluan Perorangan
Hak yang diberikan kepada perorangan yaitu Hak Milik.
Kalau tanah itu untuk pertanian, ada pembatasan luasnya menurut
pasal 17 UUPA, yang peraturan pelaksananya UU No. 56/Prp/1960 tentang
Landreform.
Sedangkan untuk perumahan belum ada pembatasannya (pasal 12
UU 56/Prp/1960)
Keperluan Perusahaan
Untuk keperluan usaha tidak diberikan Hak Milik, tetapi dapat diberikan
dengan :
- Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat diperpanjang
25 tahun;
- Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat
197
Penyediaan tanah untuk pembangunan
diperpanjang 20 tahun;
- Hak Pakai, dengan jangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 20
tahun;
- Hak Pengelolaan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
- Tanah untuk keperluan perorangan, jangka waktunya tidak dibatasi
tetapi luasnya dibatasi;
- Tanah untuk keperluan usaha, jangka waktunya dibatasi tetapi
luasnya tidak dibatasi.
Keperluan Khusus
Hak-hak atas tanah untuk keperluan khusus ada bermacam-macam :
a. Untuk instansi pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan,
Instansi-instansi lainnya di kota, atau membangun kantor kepala
desa di desa, dengan Hak Pakai. Hak Pakai ini dimaksudkan untuk
keperluan membangun kantor bagi kegiatan sehari-hari.
Adapun untuk proyek-proyek, hak yang tersedia yaitu Hak Pe-
ngelolaan (pasal 3 PMDN No. 5/1974), misalnya untuk proyek
lapangan terbang.
Baik Hak Pakai maupun Hak Pengelolaan, jangka waktunya tidak
terbatas, dalam arti selama digunakan.
b. Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara,
misalnya Perum/Pesero, Perjan, Perusahaan Daerah, juga diberikan
Hak Pengelolaan (umpamanya bagi industrial estate, bonded ware
house). Sedangkan untuk perusahaan Perkebunan Negara, tidaklah
dengan Hak Pengelolaan tetapi dengan Hak Guna Usaha.
c. Untuk kegiatan keagamaan, hak yang tersedia yaitu Hak Pa-
kai (pasal 49 ayat 2 UUPA) dengan jangka waktu tidak terbatas.
d. Untuk perwakilan negara asing, misalnya untuk kantor kedutaan
dan/atau rumah kediaman kepala perwakilan asing, diberikan Hak
Pakai secara cuma-cuma dan jangka waktunyapun tidak terbatas
(=selama digunakan).
Dalam kaitan dengan hak-hak atas tanah untuk keperluan khusus
ini, perlu ditambahkan disini bahwa badan keagamaan atau badan-
badan sosial boleh memiliki tanah untuk keperluan sosial (pasal 49 ayat
1 UUPA).
Bagaimana caranya badan keagamaan dan badan sosial ini
dapat menjadi subjek Hak Milik atas tanah?
Untuk agama Islam, dapat memperoleh tanah melalui Badan/
Yayasan yang bergerak di bidang perwakafan tanah dimana tanahnya
diperuntukkan bagi kepentingan umum/warga , seperti rumah
ibadah, pesan tren atau madrasah.
198
Tanah Hak Milik yang dapat diwakafkan yaitu tanah milik yang
bebas dari cacat-cacatnya, artinya tidak dalam sengketa, tidak dibebani
hak lain dan sebagainya.
Hak Milik yang diwakafkan ini dinamakan tanah wakaf. Untuk
memahami masalah wakaf ini serta aturannya dapat ditemukan dalam
pasal 49 ayat 3 UUPA dan PP No. 28 tahun 1977, dan pendaftarannya
diatur dalam PMDN No. 6/1977.
Bagi keperluan badan keagamaan sebetulnya yang paling tepat
yaitu Hak Pakai dengan kemungkinan untuk memperoleh tanah Hak
Milik yang disebut tanah wakaf.
Mengapa hanya subjek tertentu yang dapat memperoleh Hak Milik?
sebab menurut hukum tanah nasional, status subjek menentukan status
tanah yang boleh dikuasainya.
Warga Negara Indonesia Badan Hukum Indonesia
- Hak Milik; - Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Usaha; - Hak Guna Bangunan;
- Hak Guna Bangunan; - Hak Pakai;
- Hak Pakai; - Hak Sewa;
- Hak Sewa; - Hak Pengelolaan;
khusus untuk badan hukum
- Hak Gadai;
- Hak Usaha Bagi Hasil;
- Hak Menumpang.
Bagi Warga Negara Asing yang berdiam di Indonesia dan Badan Hukum
Asing yang memiliki perwakilan di Indonesia dapat diberi Hak Pakai
(pasal 42) atau Hak Sewa (pasal 45 UUPA).
11.2. Tata cara memperoleh hak atas tanah yang diperlukan
11.2.1. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menentukan
cara memperoleh tanah yang diperlukan
1). Proyeknya
Yaitu apa yang direncanakan untuk dibangun atau apa yang akan
dibangun, misalnya yang akan dibangun itu yaitu rumah, pelabuhan
udara atau pelabuhan laut dan sebagainya. Dengan demikian masalah
proyek ini erat sekali kaitannya dengan masalah lokasi.
2). Lokasi
Yang dimaksud dengan lokasi yaitu tempat dimana proyek akan
dibangun. Instansi yang menentukan lokasi proyek ialah Pemerintah
Daerah setempat yaitu:
199
Penyediaan tanah untuk pembangunan
- Pemerintah Daerah Tingkat I;
- Pemerintah Daerah Tingkat II (Kotamadya/Kabupaten).
Dalam hal ini Pemerintah Daerah yang sudah memiliki pedoman untuk
pembangunan di daerahnya berdasarkan Rencana Tata Kota yang telah
dibuatnya. Rencana Kota (Staadplan atau City Planning) ini masih
perlu dilengkapi lagi dengan rencana yang lain, yaitu apa yang disebut
Rencana Tata Guna Tanah (RTGT). RTGT ini tidak dapat dipisahkan dari
Rencana Kota.
Berikut di bawah ini akan diuraikan pokok-pokok RTGT ini :
a). Tujuan
Supaya di daerah itu dapat dilakukan sepenuhnya daya guna
sehingga tanah yang tersedia dapat memenuhi berbagai keperluan
bangunan, baik bangunan yang bersangkutan dengan Pemerintah
Daerah dan warga pada umumnya. Dengan perkataan lain,
memberi pedoman bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan
pembangunan di daerahnya, dan pedoman ini sekaligus juga
harus ditaati oleh warga kotanya. Masalah ini dapat kita kaitkan
kembali dengan kewajiban dari setiap pemegang hak atas tanah,
bahwa disamping memiliki wewenang untuk memakai
tanahnya, juga berkewajiban agar orang lain dapat turut merasakan
manfaatnya (“fungsi sosial”). Sejauhmana orang telah melaksanakan
kewajibannya, akan terlihat apakah ia sudah memenuhi RTGT
ini . Disini jika kita hubungan dengan Hak Bangsa, maka
pemegang hak atas tanah yang subjeknya perorangan, ada
unsur kebersamaan.
b). Isi
(1) Master Plan (Rencana Induk), bersifat umum dan biasanya
untuk jangka waktu 20 tahun lamanya.
(2) Detail Plan (Rencana Terperinci), bersifat khusus dan
sudah terperinci, misalnya untuk daerah tertentu (katakanlah
“Pondok Indah”), sudah tertuang dalam gambar dengan jelas
letak jalan-jalannya, saluran-saluran air, taman, dan lain-lain.
c). Sifat RTGT
(1) Terbuka untuk umum, bahwa setiap orang/warga kota dapat
melihat dan mengetahui RTGT ini .
(2) Konsisten, artinya kalau sudah ditetapkan hari ini, tidaklah
akan berubah keesokkan harinya. Jadi, ada kepastian hukum.
Oleh sebab itu dibuat untuk jangka waktu 20 tahun lamanya
(master plan).
(3) Feksibel, misalnya tiap 5 tahun sekali akan ditinjau oleh
pemerintah daerah dan di-adakan penyesuaian melalui
Peraturan Daerah (Perda), sebab mungkin data yang dipakai
sudah “out of date” dan tidak akurat lagi.
200
Namun demikian, Perda tidaklah segera bisa berlaku.
Untuk itu terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari
atasannya. Contoh: pada daerah tingkat II harus mendapat
persetujuan dari Pemerintah Daerah Tingkat I, dan tingkat I
harus mendapat persetujuan dari Menteri Dalam Negeri.
(4) Mengikat, dalam hal ini pemerintah daerah dan para
warganya mentaati RTGT sebagai pedoman untuk
melaksanakan pembangunan di daerah yang bersangkutan.
Sebelum melakukan proses pengadaan tanahnya diperlukan izin
Lokasi sesuai Peraturan Menteri Negara Agraria No. 2/1999 tentang Izin
Lokasi.
Izin Lokasi yaitu izin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib
dimiliki oleh perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam
rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai izin pemindahan
hak, dan untuk memakai tanah, guna keperluan usaha penanaman
modal.
Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap sudah dipunyai oleh
perusahaan yang bersangkutan dalam hal:
r Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng)
daripada pemegang saham.
r Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai
oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan
sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain
ini dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari Instansi
yang berwenang.
r Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan
usaha industri dalam suatu kawasan industri.
r Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan
penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan
rencana tata ruang pengembangan kawasan ini .
r Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha
yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh
izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan
letak tanah ini berbatasan dengan lokasi usaha yang
bersangkutan.
r Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman
modal tidak lebih dari 25 Ha untuk usaha pertanian atau tidak le-
bih dari 10.000 m2 untuk usaha bukan pertanian.
r Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana pe-
nanaman modal yaitu tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan
yang bersangkutan.
r dengan ketentuan bahwa tanah-tanah ini terletak di lokasi yang
menurut rencana tata ruang wilayah yang berlaku diperuntukkan
201
Penyediaan tanah untuk pembangunan
bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal
yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Negara No. 2 Tahun 1999 Izin Lokasi yang dapat dimiliki setiap perusahaan
tidak lebih dari luasan sebagai berikut:
r Pengembangan perumahan dan pemukiman:
1) kawasan perumahan-pemukiman : 1 provinsi : 400 Ha.
seluruh Indonesia : 4.000 Ha.
2) kawasan resort perhotelan : 1 provinsi : 200 Ha.
seluruh Indonesia : 2.000 Ha.
r Kawasan Industri : 1 provinsi : 200 Ha.
seluruh Indonesia : 2.000 Ha.
r Perkebunan besar dengan HGU:
1) komoditas tebu : 1 provinsi : 60.000 Ha.
seluruh Indonesia : 150.000 Ha.
2) komoditas lainnya : 1 provinsi : 20.000 Ha.
seluruh Indonesia : 100.000 Ha.
r Tambak:
1) di Pulau Jawa : 1 provinsi : 100 Ha.
seluruh Indonesia : 1.000 Ha.
2) di luar Pulau Jawa : 1 provinsi : 200 Ha.
seluruh Indonesia : 2.000 Ha.
r Jangka waktu izin lokasi seluas s/d 25 Ha :1 tahun.
r Jangka waktu izin lokasi seluas 25 s/d 50 Ha :2 tahun.
r Jangka waktu izin lokasi seluas lebih 50 Ha :3 tahun.
r Dan dapat diperpanjang 1 tahun , jika perolehan tanah telah
mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk dalam izin
lokasi ini .
Surat Keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh
Bupati/Walikotamadya atau untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh
Gubernur Kepala Daerah khusus Ibukota Jakarta sesudah diadakan Rapat
Koordinasi dengan instansi terkait yaitu Kepala Kantor Pertanahan yang
mempersiapkan bahan-bahan untuk keperluan rapat koordinasi ini .
Sebelum diterbitkan izin Lokasi harus dilakukan konsultasi dengan
warga pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.
Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang izin
lokasi maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang sudah ada atas
tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui termasuk
kewenangan yang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas
tanah untuk memperoleh tanda bukti hak (sertipikat) dan kewenangan
untuk memakai dan memanfaatkan tanahnya untuk keperluan
202
pribadi atau usahanya sesuai rencana tata ruang yang berlaku serta
kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak lain.
3). Tanah yang tersedia
(1) Segi fisik terdiri dari:
- Letak tanahnya yang menyangkut masalah yurisdiksi perubahan
dasar.
- Luas tanahnya, dalam hal ini perlu diteliti ukuran yang tepat.
- Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik dengan tanah yang
bersebelahan.
(2) Segi yuridis yang meliputi:
- Status tanahnya, apakah tanah itu tanah negara atau tanah hak-hak
pribadi tertentu.
- Status subjeknya, siapakah pemilik atau penegang hak atas tanah.
- Hak-hak pihak ketiga yang membebani.
- Perbuatan hukum/peristiwa hukum yang telah terjadi;
- Apakah ada penguasaaan ilegal diatasnya.
Untuk mengetahui keterangan mengenai segi fisik dan yuridis dari tanah
yang tersedia secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
TANAH HAK
YANG SUDAH DIDAFTAR
Sertipikat Hak Tanah yang memuat
data yuridis dan data fisik atas bidang
tanah yang bersangkutan.
TANAH HAK
YANG BELUM DIDAFTAR
Bagian tanah-tanah bekas hak Indone-
sia, antara lain bekas Hak Milik Adat,
yang dianggap sebagai tanda buktinya
(sebelum UUPA) ialah :
Petuk Pajak:
- Pajak hasil bumi/”landrente” (bagi
Hak Milik Adat di desa-desa), disebit
dengan istilah Girik, ketitir atau pipil.
- Verponding Indonesia
(bagi Hak Milik Adat di kota-kota be-
sar).
Tanda bukti pembayaran pajak terse-
but sekarang disebut tanda bukti pem-
bayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Haruslah selalu diingat, bahwa petuk pada tanah-tanah bekas
Hak Milik Adat ini di atas (sebelum 24 September 1960) hanyalah
“dianggap” sebagai tanda bukti, sebab petuk ini cuma berfungsi terbatas
sebagai petunjuk untuk mengetahui status tanah dan riwayat tanah yang
bersangkutan, serta siapa yang memiliki . Bukan sebagai tanda bukti
203
Penyediaan tanah untuk pembangunan
hak dalam arti yuridis.
Alat bukti bagi tanah-tanah bekas Hak Milik Adat ialah:
(1) Surat asli jual beli tanah (sebelum 24 September 1960) yang
disahkan oleh Kepala Desa;
(2) Surat Keputusan Pemberian Hak, yang kewajiban-kewajibannya
sudah dipenuhi;
(3) Perlu disertai Surat Keterangan dari Kepala Desa (Lurah) yang
diperkuat oleh Camat (dalam Surat Keterangan ini juga dimuat
tentang status tanah, subjeknya, letak, batas, luas, batas-batasnya,
dan lain-lain).
Kalau yang berkaitan dengan pajak hasil bumi, pengecekan petuk-
petuk ini sekarang dapat ditelusuri di Kantor Dinas Luar Pajak Bumi
dan Bangunan;
Selain petuk-petuk pajak, kita mengenal pula apa yang disebut
dengan fatwa waris. Fatwa waris inipun tidak merupakan tanda bukti hak
atas tanah, tetapi hanya untuk menunjukkan siapa ahli waris yang berhak
atas tanah peninggalan dari si pewaris. Dalam hal dimana orang mau
membeli tanah, fatwa waris ini dapat berguna untuk mengetahui
siapa-siapa saja ahli waris atas tanah yang akan dibeli itu, dengan
demikian diharapkan dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya
sengketa sebab membeli tanah yang belum disetujui oleh mereka semua
yang berhak.
11.2.2. Cara memperoleh tanah yang tersedia
Yang dimaksud dengan tata cara memperoleh tanah ini ialah prosedur
yang harus ditempuh dengan tujuan untuk menimbulkan suatu hubung-
an yang legal antara subjek tertentu dengan tanah tertentu.
Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa secara garis besar menurut
hukum tanah nasional dikenal 3 macam status tanah:
a) Tanah Negara yaitu tanah yang langsung dikuasai oleh Negara;
b) Tanah hak, yaitu tanah yang dipunyai oleh perorangan atau badan
hukum; artinya sudah ada hubungan hukum yang kongkrit
anatara subjek tertentu dengan tanahnya.
c) Tanah ulayat, yaitu tanah dalam penguasaan suatu warga
hukum adat.
Yang dipermasalahkan di sini ialah bagaimana caranya seorang
subjek hukum untuk memperoleh hak atas tanah yang sesuai dengan
peruntukkan, penggunaan dan syaratnya.
Dalam garis besarnya secara khusus, tata cara memperoleh tanah
menurut hukum tanah nasional yaitu sebagai berikut:
204
1) Acara Permohonan dan Pemberian Hak atas Tanah, jika tanah
yang diperlukan berstatus tanah negara.
2) Acara Pemindahan Hak, jika:
a) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak;
b) Pihak yang memerlukan tanah boleh memiliki hak yang
sudah ada;
c) Pemilik bersedia menyerahkan tanah.
3) Acara Pelepasan Hak, jika:
a) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak atau tanah hak
ulayat suatu warga hukum adat;
b) Pihak yang memerlukan tanah tidak boleh memiliki hak
yang sudah ada;
c) Pemilik bersedia menyerahkan tanahnya.
4) Acara Pencabutan Hak, jika:
a) Tanah yang diperlukan berstatus tanah hak;
b) Pemilik tanah tidak bersedia melepaskan haknya;
c) Tanah ini diperuntukkan bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum.
Secara skematis, tata cara memperoleh tanah dapat diuraikan sebagai
berikut:
Tata Cara Memperoleh Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional
Tanah Negara Tanah Ulayat Tanah Hak
Permohonan Hak Pelepasan Hak
Pihak yang
memerlukan
tanah tidak boleh
memiliki tanah hak
Pihak yang
memerlukan tanah
boleh memiliki
tanah hak
Permohonan hak
(khusus utk
pembangunan
utk kepentingan
umum)
Pelepasan Hak Pemindahan Hak Pencabutan Hak
- Jual Beli;
- Tukar menukar;
- Hibah Hak
- Hibah Wasiat
Permohonan
Hak
205
Penyediaan tanah untuk pembangunan
PERJANJIAN DENGAN PEMILIK TANAH
Selain dengan keempat cara ini di atas, jika pihak yang
memerlukan tanah hanya ingin memakai tanah dalam jangka waktu
tertentu dan pemegang hak atas tanah yang tersedia tidak bersedia
memindahkankan tanahnya, misalnya menjualnya, maka dapat dilakukan
dengan membuat suatu perjanjian antara pemilik tanah ini dengan
pihak yang memerlukan tanah.
Adapun perjanjian yang dimaksud antara lain melalui:
- Perjanjian sewa-menyewa;
- Perjanjian pembebanan Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan di
atas tanah Hak Milik;
- Perjanjian-perjanjian di bidang pertanian, misalnya usaha bagi hasil.
11.3. Permohonan hak atas tanah
Kalau status dari tanah yang ingin diperoleh yaitu tanah negara,
satu-satunya cara memperoleh hak atas tanah ini yaitu melalui
permohonan hak.
Hak-hak yang dapat diperoleh atas tanah yang dikuasai Negara ada 5
macam (hak-hak primer) yaitu :
- Hak Milik;
- Hak Guna Usaha;
- Hak Guna Bangunan;
- Hak Pakai;
- Hak Pengelolaan.
Dasar hukumnya:
- PP No. 24/1997 pengganti PP 10/1961 tentang Pendaftaran Tanah;
- Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No. 9
Tahun 1999, tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan No. 1 Tahun 2011, tentang
Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan
Pendaftaran Tanah Tertentu.
11.3.1. Tata cara mengajukan permohonan hak atas tanah
a. HAK MILIK
(1) Cara mengajukan permohonan
- Permohonan diajukan secara tertulis kepada pejabat yang
berwenang memberi keputusan.
- Permohonan memakai formulir/blanko yang tersedia di
Kantor Pertanahan Kab./Kodya.
- Permohonan memuat antara lain:
206
* Pemohon:
Jika perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal
dan pekerjaan.
Jika badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta pendirian,
tanggal dan nomor keputusan Kepala BPN tentang penunjukkan
sebagai badan hukum yang dapat memiliki tanah dengan hak
milik.
* Tanahnya:
Letak, luas, dan batas-batasnya, tanggal dan nomor Surat Ukur/
Gambar Situasi, statusnya (bekas tanah hak milik adat atau tanah
negara).
* Jenisnya:
Merupakan tanah sawah atau tanah kering. Penguasaannya
(sudah atau belum dikuasai, atas dasar apa ia memperoleh dan
menguasainya).
Peruntukkannya (dipergunakan untuk pertanian atau tapak
bangunan/rumah tempat tinggal).
*Lain-lain:
Tanah-tanah yang telah dipunyai oleh pemohon, termasuk yang
dipunyai oleh isteri/suami serta anak-anak yang masih menjadi
tanggungannya: status hak, letak dan tanda bukti penguasaannya.
(2) Permohonan ini harus dilampiri dengan:
- Mengenai diri pemohon:
Perorangan: KTP/Surat Keterangan Kewarganegaraan Indonesia.
- Badan hukum: akta pendirian dan salinan surat keputusan
penunjukkan sebagai badan hukum yang dapat memiliki hak
milik.
- Mengenai tanahnya:
Surat Ukur/Gambar Situasi, Surat Keterangan Pendaftaran Tanah
(SKPT), dan juga bila ada Petuk/Pajak Bumi/Verponding Indonesia
ataupun akta PPAT.
- Turunan dari surat-surat bukti perolehan tanah secara beruntun.
(3) Langkah-langkah penyelesaiannya
Di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya
- sesudah permohonan diisi dan surat-surat lampiran lengkap, maka
permohonan dimasukkan ke Kantor Pertanahan dimana tanah
itu terletak melalui loket pelayanan;
- Pemohon membayar biaya pengukuran dan biaya pemeriksaan
tanah oleh Panitia A/B;
- Kemudian diadakan pengukuran dan pemeriksaan tanah
dimohon oleh Panitia dan hasil pemeriksaannya dituangkan dalam
207
Penyediaan tanah untuk pembangunan
Risalah Pemeriksaan Tanah;
- Berkas permohonan, Gambar Situasi/Surat Ukur, SKPT beserta
bukti-bukti lainnya dikirim/diteruskan ke Kanwil BPN Provinsi
disertai fatwa pertimbangan Kepala Kantor.
Di Kantor Wilayah BPN Provinsi
sesudah Kantor Wilayah BPN Provinsi menerima permohonan ini ,
berkas permohonan diperiksa dan dipelajari kembali untuk mengetahui:
- Apakah permohonan ini sudah lengkap atau belum, jika belum
akan dimintakan kelengkapannya kepada Kantor Pertanahan;
- Apakah permohonan ini bisa dikabulkan atau tidak;
- Siapa yang berwenang memberikan keputusan ini .
Jika wewenang ada pada Kepala Kanwil akan diterbitkan Surat
Keputusan Pemberian Hak (SKPH), bila wewenang ada pada
Kepala BPN akan diteruskan dengan disertai Fatwa Pertimbangan
Kepala Kanwil BPN Provinsi ke Pusat.
(4) Dalam rangka penyelesaian permohonan, perpanjangan dan
pembaharuan Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas
tanah negara dan Hak Pengelolaan, dibentuk Panitia Pemeriksaan
Tanah A, yang terdiri dari :
a. Kepala Seksi Pengurusan Hak-hak atas Tanah atau Staf
Seksi Pengurusan Hak-hak atas Tanah yang senior dari
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai ketua
merangkap anggota;
b. Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atau
Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah yang senior dari
Kantor Pertanahanan Kabupaten/Kotamadya, sebagai wakil
ketua merangkap anggota;
c. Kepala Seksi atau Staf Seksi Pengaturan Penguasaan
Tanah, Kepala Seksi atau Staf Seksi Penatagunaan Tanah dari
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan Kepala Desa/
Lurah yang bersangkutan atau aparat desa/kelurahan yang
ditunjuk mewakili, sebagai anggota;
d. Kepala Sub Seksi Pengurusan Hak-hak atas Tanah atau
Staf Sub Seksi Pengurusan Hak-hak atas Tanah Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya, sebagai sekretaris
merangkap anggota.
Tugas Panitia A yaitu :
a. Mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas permohonan
pemberian Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan dan permohonan pengakuan hak
atas tanah;
208
b. Mengadakan penelitian dan peninjauan atas tanah yang
dimohon mengenai status, riwayat, keadaan tanah, luas, batas
tanahnya dan hubungan hukum antara tanah yang dimohon
dengan pemohon serta kepentingan-kepentingan lainnya;
c. Mengumpulkan data, keterangan/penjelasan dari para pemegang
hak atas tanah yang berbatasan;
d. Menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah ini dengan
rencana pembangunan daerah;
e. Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan
ini yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.
b. HAK GUNA USAHA
(1) Tata cara mengajukan permohonan
- Permohonan diajukan secara tertulis kepada pejabat yang
bewenang, di bawah 100 Ha kepada Kepala Kanwil BPN provinsi,
di atas 100 HA oleh Kepala BPN.
- Permohonan memakai formulir/blanko yang tersedia di
Kanwil BPN Provinsi letak tanah ini .
- Keterangan-keterangan yang perlu disebutkan dalam surat
permohonan itu sama dengan keterangan dalam formulir
permohonan Hak Milik.
- Untuk HGU yang memakai fasilitas Penanaman Modal,
Surat Persetujuan Tetap (SPT) dari ketua BKPM Pusat untuk
PMDN, sedangkan PMA ditambah lagi dengan Keputusan Presiden
mengenai PMA ini .
Keputusan pemberian haknya untuk HGU yang memakai
fasilitas penanaman modal diberikan oleh Ketua BKPMD atas
nama Kanwil untuk tanah seluas 100 Ha, sedangkan selebihnya
oleh Ketua BKPM atas nama Kepala BPN.
(2) Dalam rangka penyelesaian permohonan, perpanjangan Hak
Guna Usaha, dibentuk Panitia Pemeriksaan Tanah B, yang terdiri
atas :
- Kepala Kantor Wilayah BPN Pusat sebagai ketua merangkap
anggota;
- Kepala Bidang Penatagunaan Tanah dan Kepala Bidang Hak-
hak Tanah sebagai anggota;
- Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atau Pejabat yang
ditunjuk sebagai anggota;
- Kepala Dinas Perkebunan/Pertanian/Perikanan/Peternakan
Daerah Tingkat I atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tujuan
penggunaan tanah yang bersangkutan, sebagai anggota;
209
Penyediaan tanah untuk pembangunan
- Seorang pejabat dari instansi lain yang terkait jika tanah
yang dimohon ini penggunaannya bersifat khusus, sebagai
anggota;
- Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang
bersangkutan sebagai anggota;
- Kepala Seksi Pengurusan Hak Tanah Badan Hukum atau Kepala
Seksi Pengurusan Hak Tanah Perorangan pada Kantor Wilayah
BPN Provinsi, sebagai Sekretaris merangkap anggota.
Tugas Panitia B yaitu :
- Mengadakan penelitian terhadap kelengkapan berkas permohonan
Hak Guna Usaha serta syarat-syarat lainnya mengenai bonafiditas,
kemampuan, dan kesungguhan akan usahanya;
- Mengadakan penelitian dan peninjauan fisik atas tanah yang
dimohon mengenai status, dasar perolehan, kondisi, luas, batas
tanahnya dan kepentingan-kepentingan lainnya;
- Menentukan sesuai tidaknya penggunaan tanah ini dengan
usaha yang akan dilakukan pemohon;
- Mengadakan pemeriksaan/konstatasi mengenai penguasaan dan
pengusahaan tanah yang dimohon Hak Guna Usaha;
- Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permohonan
ini yang dituangkan dalam Risalah Pemeriksaan Tanah.
c. HAK GUNA BANGUNAN, HAK PAKAI, DAN HAK
PENGELOLAAN
Cara mengajukan permohonan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak
Pengeloaan, pada dasarnya sama dengan permohonan Hak Milik, kecuali
untuk hal-hal yang berkaitan dengan permohonan Hak Guna Bangunan
oleh perusahaan yang memakai fasilitas penanaman modal dan
perusahaan kawasan industri.
Khusus untuk Hak Pengelolaan, sesudah berkas memenuhi syarat,
Kepala Kantor Pertanahan mengirimkan berkas ini kepada Kepala
Kantor Wilayah BPN Provinsi untuk mendapatkan keputusan disertai
fatwa/pertimbangan. sesudah semua persyaratan dipenuhi, maka berkas
ini disampaikan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala BPN untuk
mendapatkan keputusan.
11.3.2. Kewajiban Penerima Hak atas Tanah
Jika permohonan hak baru di atas tanah negara dikabulkan maka
penerima hak akan menerima Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH).
Dalam SKPH disebutkan :
a. Jenis hak yang diberikan, misalnya:
210
1) Hak Milik;
2) Hak Guna Usaha, dsb.
b. Syarat-syarat atau kewajiban penerima hak, antara lain:
1). Memberikan tanda batas yang dipasang pada setiap sudut
tanah menurut aturan tertentu sehingga jelas bidang tanah
yang diberikan kepada pemohon;
2). Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah ke Kantor Pajak,
sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun
1997, tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
sebagai pengganti uang pemasukan sebagaimana
ditentukan secara khusus oleh PMDN Nomor 1/1975 yang
harus dibayarkan kepada Negara melalui Kantor Bendahara
Negara (KBN);
Pengertian “Negara” disini berarti:
- Pemerintah Pusat;
- Pemerintah Daerah:
- Tingkat I
- Tingkat II.
Pembayaran uang pemasukan ini tidak harus dilunasi
seketika. jika keadaan keuangan belum mengizinkan,
yang bersangkutan dapat meminta penundaan sampai
batas waktu tertentu. Jika dalam batas waktu yang sudah
diberikan ia tidak membayar juga, pemberian hak ini
akan dibatalkan.
3). Pembayaran sumbangan Yayasan Dana Landreform sebesar
50% dari jumlah uang pemasukan yang ditetapkan.
4). Pendaftaran hak di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran
Tanah setempat untuk dibuatkan Buku Tanah dan Sertipikat
Hak Tanah sebagai tanda bukti haknya.
Kapan terjadi hubungan hukum antara subjek dengan tanahnya, atau dengan
perkataan lain kapan hak atas tanah ini lahir ?
Untuk mengetahui lahirnya hak ini, ada beberapa pertimbangan :
Lahirnya hak itu tidak pada saat diberikannya SKPH, sebab masih
perlu memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan sebagaimana
ini di atas.
sebab syarat-syarat atau kewajiban itu harus dipenuhi secara
tuntas, maka dapat disimpulkan hak ini baru akan lahir
manakala terpenuhinya syarat didaftarkan pada Kantor Pertanahan
Seksi Pendaftaran Tanah, tepatnya pada waktu diberikan Buku
Tanah, sebab Buku Tanah ini merupakan tanda bukti hak secara
yuridis. Sedangkan keterangan dari segi fisik tanahnya ada
dalam Surat Ukur atau Gambar Situasinya.
211
Penyediaan tanah untuk pembangunan
Pada saat hak itu dicatat pada Buku Tanah, disitu tertera antara
lain siapa subjeknya, maka pada saat itu pula timbul hubungan
hukum yang kongkrit antara subjek dengan tanahnya secara legal.
Inilah alasannya mengapa dikatakan bahwa hak atas tanah itu lahir
pada saat diberikan Buku Tanah.
Adapun tanah mana yang dipunyai subjeknya, maka diberikanlah
Sertipikat Hak Tanah.
Dengan demikian subjek yang bersangkutan dapat melakukan
perbuatan hukum atas tanah haknya dengan aman dan bila perlu dapat
memakai tanahnya sebagai jaminan hutang.
Selanjutnya bagaimana kalau tanah yang dimohonnya itu berstatus
Tanah Negara yang perolehannya melalui pembebasan hak?
Dalam hal ini ada tata cara tersendiri, dimana yang bersangkutan
harus mengajukan permohonan hak baru sesuai dengan keperluannya.
Disini ada sedikit perbedaan dengan permohonan hak yang
diuraikan di atas (dalam hal permohonan hak langsung dari Tanah Negara),
terutama pada syarat/kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana tertera
dalam SKPH. Syarat-syarat/kewajiban ini yaitu :
1) Pemberian tanda batas yang dipasang pada setiap sudut tanah
menurut aturan tertentu sehingga jelas bidang tanah yang diberikan
kepada pemohon;
2) Membayar biaya administrasi yang besarnya 1% dari uang
pemasukan, dengan ketentuan minimal Rp 10.000,0 dan maksimal
Rp 100.000,-.Tidak ada kewajiban untuk membayar uang pemasukan
sebab pihak yang membebaskan hak itu sebagai calon penerima
hak telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit berupa uang ganti
rugi kepada bekas pemegang hak yang lama dan ongkos-ongkos
lainnya;
3) Membayar sumbangan Yayasan Dana Landreform sebesar 50%
dari biaya administrasi yang ditetapkan;
4) Pendaftaran hak di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah
setempat untuk dibuatkan Buku Tanah dan Sertipikat Hak Tanah
sebagai tanda bukti haknya.
Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah menurut Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 1/2011 yaitu sebagai berikut :
11.4. Pemindahan Hak atas Tanah
Cara ini dilakukan jika pihak yang memerlukan tanah memenuhi
persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia, dan pemegang
hak atas tanah ini bersedia untuk memindahkan haknya.
212
KEWENANGAN
KEPALA KANTOR
PERTANAHAN
KEPALA KANTOR
WILAYAH BPN
HAK ATAS
TANAH
HAK MILIK
(HM)
HAK GUNA
BANGUNAN
(HGB)
HAK PAKAI
(HP)
HAK MILIK
(HM)
HAK GUNA
USAHA
JENIS/LUAS
Pertanian : tidak lebih dari
20.0000 m2
Non Pertanian : tidak lebih
dari 2000 m2
Pemberian HM dalam rangka:
a.Transmigrasi
b.Redistribusi tanah
c.KonsolIdasi tanah
d.Pendaftaran tanah yang ber-
sifat strategis dan massal
Perorangan : tidak lebih dari
1000 m2
Badan Hukum : tidak lebih
dari 5000 m2
Dan semua pemberian HGB
diatas tanah Hak Pengelolaan
Perorangan atas tanah perta-
nian : tidak lebih dari 20.000
m2
Badan hukum atas tanah per-
tanian: 20.000 M²
Perorangan atas tanah non
pertanian : tidak lebih dari
2.000 m2
badan hukum atas tanah non
pertanian: tidak lebih dari
2.000 M²
Dan semua pemberian Hak
Pakai atas tanah Hak Pengelo-
laan
Perorangan atas tanah perta-
nian :lebih dari 20.000 M
badan hukum atas tanah per-
tanian : lebih dari 20.000 M²
Non pertanian: lebih dari
2.000 M² dan tidak lebih dari
5.000 M²
Kepala Kanwil Badan Pertana-
han Nasional memberi kepu-
213
Penyediaan tanah untuk pembangunan
KEP