Sejarah arab

 



Peradaban kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan dari masa 

kemasa. Hal ini dapat dilacak melalui history atau sejarah peradaban manusia itu 

sendiri. Sejarah merupakan peristiwa masa lalu yang tejadi dan dapat di ketahui 

melalui peninggalan-peninggalan dari peristiwa tersebut. Sejarah senantiasa 

berkaitan dengan waktu dan peristiwa. Perkembangan zaman menjadi faktor 

penting terhadap perubahan pola pokir dan cara pandang manusia terhadap 

kehidupan. Maka seiring dengan perkembangan zaman itu pulalah peradaban 

manusia mengalami perubahan, baik menuju kemajuan ataupun kemunduranya. 

Setelah wafatnya Nabi Isa AS. kepemimpinan dunia mengalami kekosongan. 

Manusia makin banyak yang menyimpang dari ajaran yang telah dianut. Mereka 

memasukkan ajaran- ajaran yang ada serta mengubah isi kitab sucinya. Dalam 

“kegelapan” dan "kegersangan" ini, Allah SWT. mengutus Muhammad Saw. 

Sebagai utusan (Rasul) dengan membawa ajaran Islam. Kenabian merupakan 

desain Tuhan yang tidak bisa diberikan karena usaha manusia. Allah SWT. lebih 

tahu di mana dan kepada siapa kenabian diberikan. Muhammad Saw. yaitu   pilihan 

Allah SWT. yang disiapkan untuk membawa risalah kenabian ke seluruh dunia 

untuk seluruh umat manusia melintas batas etnis, bangsa dan bahkan dunia. 

Muhammad SAW. mendapat perintah Allah SWT. untuk menyampaikan amanat 

tersebut menurut kemampuan akal, pengetahuan dan kecerdasannya. Karena 

kebijaksanaan dan kegigihannya dalam memperjuangkan agama Islam akhirnya 

beliau berhasil merombak adat Jahiliyyah yang rusak dalam waktu yang relatif 

singkat yaitu selama kurang lebih 23 tahun. 

Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, memiliki peran penting dalam 

sejarah perkembangan peradaban bangsa arab. Kehadiran islam ditengah-tengah 

warga   arab menjadi warna baru dalam tatanan kehidupan masyarakan pada 

saat itu. Kondisi bangsa arab yang sedang diliputi kegelapan dan kegundahan sering 

kali menimbulkan kebencian bahkan menimbulkan pertumpahan darah dikalangan 

warga   arab. Masa itu kemudian dikenal dengan nama masa jahiliyah ( 

kebodohan ). warga   Arab pada saat itu sangat identik dengan sebutan 

warga   jahiliyah. Sebutan jahiliyah diberikan kepada warga   Arab 

dikarenakan pola kehidupan mereka yang bersifat primitiv dan ummi (tidak 

mengenal baca tulis), serta keterbelakangan moral warga   arab khususnya 

warga   arab pedalaman (badui). 

Dalam Islam, periode jahiliyah dianggap sebagai suatu kemunduran dalam 

kehidupan beragama. Pada saat itu masarakat Arab jahiliyah mempunyai 

kebiasaan-kebiasaan buruk seperti meminum minuman keras, berjudi, dan 

menyembah berhala. Islam yang diturunkan di Jazirah Arab telah membawa bangsa 

Arab yang semula terbelakang, bodoh tidak dikenal dan diabaikan oleh bangsa￾bangsa lain, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Mekah yaitu   sebuah 

kota yang sangat penting dan terkenal di antara kota-kota di negeri Arab, baik 

karena tradisinya maupun karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang 

ramai menghubungkan Yaman di selatan dan Syiria di utara. Dengan adanya 

Ka’bah di tengah kota, Mekah menjadi pusat keagamaan Arab. Ka’bah yaitu   

tempat mereka berziarah. Didalamnya terdapat 360 berhala mengelilingi berhala 

utama, Hubal. Mekah kelihatan makmur dan kuat. Agama dan warga   Arab 

ketika itu mencerminkan realitas kesukuan warga   jazirah Arab dengan luas 

satu juta mil persegi. 

Era sebelum munculnya Islam di wilayah Arab sering dikenal sebagai Era 

Jahiliyah, yang berarti "kebodohan." Nama ini bukan hanya menggambarkan 

tingkat kekurangan pengetahuan dan adab mereka, namun   juga mencakup kurangnya 

pemahaman mereka tentang agama, tata cara berkomunitas, urusan politik, serta 

pengetahuan tentang Allah SWT. Dalam hal fisik, orang-orang pada masa itu, jika 

dibandingkan dengan orang Eropa, memiliki sejumlah keunggulan di berbagai 

aspek organ tubuh, pertanian, dan ekonomi yang lebih maju. Selain aspek 

teologisnya, warga   pada zaman itu memiliki karakteristik yang khas yang 

menegaskan kesan "kebodohan" mereka. Periode ini ditandai dengan kurangnya 

pengetahuan tentang konsep ketuhanan, yang pada gilirannya berdampak negatif 

pada moralitas warga   pada saat itu, yang cenderung sangat rendah. Sebelum 

munculnya Islam, bangsa Arab telah memiliki peradaban mereka sendiri. Para

pakar telah mengidentifikasi berbagai aspek peradaban Arab, termasuk agama, 

politik, ekonomi, dan sosial.

Metode Penelitian 

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian sejarah dan menerapkan 

metode penelitian sejarah.

 Tujuan utama penelitian ini yaitu   untuk 

merekonstruksi periode sejarah masa lalu, khususnya dalam konteks eksplorasi 

historiografi pada zaman sebelum Islam muncul. Dalam proses pengumpulan data, 

penulis memanfaatkan metode studi pustaka, yang melibatkan penggalian 

informasi dari sumber-sumber perpustakaan.3

 Data yang ditemukan kemudian 

dipelajari dan dicatat untuk selanjutnya diolah sebagai bahan penelitian. Jenis-jenis 

data yang dipakai   oleh penulis mencakup berbagai sumber seperti buku-buku, 

jurnal ilmiah, e-book, dan artikel yang tersedia di situs web. 

Hasil dan Pembahasan 

Sejarah Bangsa Arab 

Sejarah, seperti yang dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 

merujuk pada asal-usul, silsilah, kejadian, dan peristiwa yang benar-benar terjadi 

pada masa lampau.

 Dalam terminologi khusus sejarah, menurut Amin (seperti 

yang diungkapkan oleh Zakariya: 9), kata "sejarah" berasal dari bahasa Arab 

"Syajaratun," yang artinya yaitu   pohon. Secara sistematis, sejarah mirip dengan 

struktur pohon, dengan cabang dan rantingnya. Ia dimulai dari sebuah bibit, tumbuh 

dan berkembang, kemudian mengalami masa layu dan tumbang, mirip dengan 

perkembangan peradaban Islam yang melalui fase pertumbuhan, perkembangan, 

kemunduran, dan bahkan kehancuran. Secara etimologis, kata "sejarah" dalam 

bahasa Arab disebut "tarikh," yang merujuk pada konsep waktu atau masa. 

Sementara "ilmu tarikh" merujuk pada ilmu yang membahas penyebab dan 

peristiwa dalam konteks sejarah. Dalam bahasa Inggris, "sejarah" diterjemahkan 

sebagai "history," yang mengacu pada pengalaman manusia dalam masa lampau. 

Secara terminologi, "sejarah" merujuk pada catatan tentang apa yang telah 

terjadi di masa yang telah berlalu atau yang masih berlangsung. Selain itu, "tarikh" 

juga dipakai   untuk menghitung tahun, seperti pemakaian  "sebelum" atau 

"sesudah tarikh Masehi" untuk merujuk pada periode sebelum atau sesudah tahun 

Masehi. "Ilmu tarikh" pada dasarnya yaitu   pengetahuan yang dipakai   untuk 

memahami keadaan dan peristiwa yang terjadi dalam warga   atau peradaban 

manusia, baik yang telah berlalu maupun yang masih berlangsung. Sejarawan 

Muslim seperti Ibnu Khaldun mendefinisikan sejarah sebagai catatan tentang 

warga   manusia atau peradaban dunia. Ini mencakup perubahan-perubahan 

dalam karakter warga  , termasuk migrasi, keramahtamahan, solidaritas 

kelompok, revolusi, dan pemberontakan. Selain itu, sejarah mencatat berbagai jenis 

kegiatan manusia, perubahan dalam tingkatan sosial, dan peristiwa yang terjadi 

dalam warga   sebagai hasil dari karakteristik warga   itu sendiri.6

Posisi Bangsa Arab 

Dari segi bahasa, bahasa Arab berarti gurun pasir, tanah kering tandus, tanpa 

tumbuhan dan air. Penyebutan ini telah lama melekat pada semenanjung arab. 

Karena nama yang diberikan kepada warga  nya mengadaptasi suatu wilayah, 

mereka kemudian menjadikannya sebagai tempat tinggal. Jazirah Arab sendiri di 

barat dibatasi oleh Gurun Sinai dan Laut Merah , di timur dengan Teluk Persia dan 

sebagian besarnya yaitu   Irak selatan, di utara oleh Arab Laut terhubung dengan 

Laut Hindia, di sebelah utara berbatasan dengan negara Syam dan yang kecil 

dengan Irak, walaupun mungkin ada beberapa perbedaan dalam menentukan 

perbatasannya. Luas semenanjung ini terbentang antara satu juta kilometer hingga 

satu juta hingga tiga ratus ribu mil. Jazirah Arab memegang peranan penting karena 

letak geografisnya. Selain ini, perhatikan kondisinya tempat ini dikelilingi oleh 

gurun di seluruh. Karena kondisinya, Jazirah Arab menyerupai benteng yang kuat 

dan kokoh, seolah tidak membiarkan bangsa lain menjajah atau menguasai tanah 

airnya. Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa orang-orang hidup bebas, 

mandiri dari segala sesuatu, dan telah melakukannya sejak lama, bahkan masih 

hidup berdampingan berdampingan dengan dua kerajaan paling banyak, di mana 

serangan tidak dapat dilakukan diblokir meskipun ada serangan. benteng yang 

sangat kokoh dan kokoh. Lebih jauh lagi, hubungannya dengan dunia luar terletak 

pada benua yang sudah lama dikenal, yang menghubungkan lautan dengan daratan. 

Bagian barat merupakan pintu masuk ke benua Eropa, sedangkan bagian timur 

merupakan pintu gerbang menuju negara-negara Arab, Timur Tengah dan Timur 

Dekat, berlanjut ke arah Tiongkok dan India. Setiap benua mempunyai laut yang 

menghadap Arabia dan kapal akan berlayar, juga akan berlabuh di Arabia.7

Kaum–Kaum Bangsa Arab 

Dengan menelusuri silsilah keturunannya dan ahli sejarahnya membagi 

bangsa Arab menjadi 3 bagian yaitu yang pertama Arab Ba’idah, Yakni kaum Arab 

dahulu yang sejarahnya hilang dan belum dapat dilacak dengan utuh dan terperinci, 

seperti kaum, Imlaaq, Jadis, Thasm, Tsamuud. Kedua, Arab Aribah yaitu bangsa 

Arab yang asalnya dari turunan Yarup Yasyjup bin Qathan, mereka dikenal yakni

Qathaniyah. Ketiga, Arab Musta’arabah, yakni bangsa Arab yang asalnya dari 

keturuan Ismiliyah dikenal dengan Arab Adnaniyyah. Lokasi lahirnya Arab Aribah

ataupun bangsa Qathan yakni negeri Yaman. Kemudian mengalami perkembangan 

dari beberapa kafilah juga suku yang dikenal dengan Kabilah Himyar dan Kabilah 

Kahlan. Pertama Kabilah Himyar terdiri dari suku yang cukup besar seperti suku 

Sakasik, Qudhaa’ah, dan Zaid Al Jumhur. Kedua suku Kahlan, terdiri dari suku 

yang cukup besar seperti suku Thayyi, Madhij, Judzam, Udz, Aus’, Kharja, juga 

keturunan Jafnah Rajanya Syam. Suku Kahlan cukup banyak yang berhijrah dari 

Yaman, dan tersebar ke penjuru Arab sebelum terjadinya bencana disebabkan oleh 

mereka yang telah gagal ketika berdagang. Jadi akibat tekanan Romawi 

mengakibatkan tindakannya menguasai perdagangan jalur laut dan mereka 

menghancurkan jalur darat bahkan menguasai Mesir juga Syam.8

warga   Arab sebelum penyebaran Islam sering disebut sebagai Arab 

Jahiliyah. Mereka digambarkan sebagai warga   yang belum mengenal 

peradaban, kurang pendidikan, dan tidak memiliki pemahaman tentang menulis dan 

membaca. Meskipun demikian, tidak semua penduduk Arab pada masa itu tidak 

memiliki kemampuan literasi, karena beberapa sahabat Nabi telah diketahui 

memiliki keterampilan membaca dan menulis sebelum memeluk Islam. Ibnu Saad 

mencatat, "warga   Arab Jahiliyah dan awal Islam menganggap seseorang yang 

sempurna yaitu   yang bisa menulis, berenang, dan melempar panah."9

 Bahkan, 

Ibnu Habib al-Baghdadi pernah mencatat nama-nama bangsawan dari masa 

Jahiliyah dan awal Islam.0 Meskipun begitu, praktik membaca dan menulis pada 

masa itu tidak dianggap sebagai tradisi yang umum, tidak dihargai sebagai aspek 

penting, dan juga tidak dipakai   sebagai ukuran kecerdasan atau keterampilan 

seseorang.

Terutama jika kita melihat kembali pada sejarah peradaban dan kesusastraan 

Arab sebelum munculnya Islam, dapat disimpulkan bahwa jumlah individu Arab 

yang memiliki kemampuan literasi mungkin lebih besar lagi. Bangsa Arab, 

terutama di wilayah utara, terkenal dengan keterampilan mereka dalam menggubah 

puisi. Puisi-puisi ini sering dipertandingkan, dan yang paling unggul kemudian 


diabadikan dengan cara ditulis dan ditempelkan di dinding Ka'bah. Melalui tradisi 

kesusastraan ini, dapat dipahami bahwa peristiwa-peristiwa besar dan penting 

dalam sejarah mereka memiliki dampak yang signifikan dan mengarahkan 

perkembangan mereka. Nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa 

tersebut diabadikan melalui berbagai cara, termasuk kisah, dongeng, silsilah, 

nyanyian, dan puisi.3 Orang Arab pada masa sebelum munculnya Islam dan awal 

periode kebangkitan Islam tidak mempraktikkan atau belum mengadopsi kebiasaan 

menulis sejarah. Mereka mengandalkan ingatan mereka untuk menyimpan 

peristiwa-peristiwa sejarah. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh kurangnya literasi, 

namun   juga karena pandangan mereka yang menghargai kehormatan kemampuan 

lisan. Seluruh peristiwa sejarah tersebut dikenang dan diceritakan secara turun￾temurun. Sama halnya dengan pengalaman tentang hadis-hadis Nabi. 

Dalam lingkup keilmuan Islam, ilmu sejarah dianggap sebagai salah satu 

cabang ilmu agama karena pada awalnya memiliki keterkaitan yang erat dengan 

ilmu hadis. Seperti pada masa sebelum munculnya Islam dan pada awal periode 

Islam, warga   Arab tidak memiliki catatan tertulis mengenai sejarah mereka. 

Mereka lebih cenderung menyimpan pengetahuan tersebut melalui metode hafalan, 

terutama karena mereka belum mengenal tulisan sebagai sarana untuk mencatat 

informasi. Lebih dari itu, dalam tradisi mereka, penjagaan lisan dan penyaluran 

informasi melalui cerita turun-temurun lebih dihargai dan diutamakan daripada 

mencatat informasi secara tertulis. Sehingga, catatan sejarah awal warga   Arab 

hanya ada dalam bentuk ungkapan lisan mengenai berbagai peristiwa dan 

pertempuran yang kemudian disampaikan kepada generasi berikutnya melalui 

tradisi lisan.4

Kekuasaan di Berbagai Penjuru Arab

Bangsa Arab terpecah belah karena suku tersebut bergabung dengan Raja 

Ghassaan. Namun posisi ini hanya atas nama dan tidak benar-benar dilakukan. 

Selain itu, wilayah Arab menikmati secara absolut. Secara hakikat Kabilah ini 

memiliki pemimpin kabilah. Kabilah yaitu   pemerintahan terkecil yang keberadaan 

politiknya lebih cenderung menyatukan fanatisme, mendapatkan keuntungan 

timbal balik perlindungan wilayahnya dan mengusir pihak luar. Kedudukan 

pemimpin suku di kalangan rakyatnya berasimilasi dengan kedudukan raja. 

Sukunya mengikuti segala sesuatu yang dipilih pemimpinnya dalam damai atau 

dalam perang, tidak ada yang luput dari pandangan pemimpinnya, apapun miliknya. 

Dia mempunyai kewenangan dan kewenangan sah untuk menyatakan hal tersebut 

ibarat kepemimpinan seorang diktator, sehingga ketika pemimpinnya sedang 

marah, ribuan pedang dipertaruhkan, dia tidak ada lagi kebutuhan akan pertanyaan 

membuat pemimpinnya marah, namun diantara mereka, ketika menjadi pemimpin, 

mereka sering mengadakan jamuan makan, bersikap lemah lembut, lemah lembut, 

menunjukkan keberanian dan menjaga kehormatan. 

Kondisi Politik 

Sebagian besar wilayah Arab gersang, kecuali wilayah Yaman yang terkenal 

subur. Ditambah ditambah fakta bahwa luasnya wilayah di tengah Jazirah Arab, 

sifat kejam, sulitnya transportasi dan keberadaan suku Badui endemik faktor yang 

menghambat pembentukan negara kesatuan adanya tatanan politik yang benar. 

Kemungkinan besar mereka tidak akan bertahan. Mereka hanya bisa setia pada 

sukunya. Oleh karena itu, mereka tidak akan tunduk pada kekuasaan di luar 

sukunya yang menjadikan mereka asing dengan pengertian Negara.5

Ketika membahas politik dalam warga   Arab Jahiliyah, tidak bisa 

dipisahkan dari pengaruh sistem sosial dan budayanya, karena hubungan erat antara 

sistem politik dan kerangka sosial budaya. Struktur sosial yang kontradiktif pada 

warga   Arab juga berdampak signifikan pada cara mereka berinteraksi dalam 

warga   dan berpartisipasi dalam politik. warga   perkotaan, yang sering 

disebut sebagai warga   Hadari, cenderung menjalani kehidupan menetap yang 

nyaman dan makmur. Mereka sangat menghargai dan merayakan kekayaan, sering 

mengadakan pesta dengan pakaian sutra, serta mempersembahkan hidangan mewah 

dengan peralatan perak. Sumber kekayaan mereka sebagian besar berasal dari usaha 

bisnis dan pertanian. Mayoritas anggota kelompok ini yaitu   penduduk Yaman 

yang memiliki kondisi alam yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan 

Hijaz, dan mereka telah mengembangkan sistem pertanian dengan baik.6

Situasi politik di sekitar Jazirah Arab sedang rendah dan menurun dan tidak 

dapat dikendalikan. Manusia dapat dibedakan antara budak dan tuan, penguasa dan 

rakyat. Tuan-tuan mereka, belum lagi seluruh Arabia, berhak atas seluruh harta 

rampasan dan kekayaan mereka, dan mereka wajib membayar denda dan pajak. 

Dengan kata lain, orang dapat diibaratkan dengan mereka yang dibutuhkan untuk 

mencapai hasil dan pendapatan bagi yang memimpinnya. Selain itu, pemimpin 

menggunakan kekayaan untuk kegilaan, memuaskan kesenangan dan kesewenang￾wenangannya. Sementara itu, kebutuhan warga   yang semakin memburuk 

dikelilingi oleh ketidakadilan di semua sisi. warga   hanya bisa mengeluh dan 

harus mati kelaparan, menderita penyiksaan dan tekanan serta tidak bisa melawan.


Saat era Jahiliyah menjelang munculnya Islam, situasi politik di wilayah Arab 

dapat dijelaskan sebagai sangat terpecah belah. Pada masa itu, tidak ada wujud 

kepemimpinan sentral atau upaya untuk mencapai kesatuan politik. Kepemimpinan 

politik lebih berfokus pada struktur suku-suku atau kabilah-kabilah, yang berfungsi 

sebagai alat untuk melindungi diri mereka dari serangan suku-suku lain. Kesetiaan 

individu ditujukan sepenuhnya pada kelompok mereka sendiri, yang bertindak 

sebagai entitas kolektif untuk melindungi anggotanya dan menghadapi tanggung 

jawab bersama. Ketika seorang individu dalam kelompok mengalami perlakuan 

tidak adil, maka kabilah akan menuntut balas atas perlakuan tersebut. Sebaliknya, 

jika seseorang dari kelompok tersebut melakukan kesalahan, maka itu menjadi 

tanggung jawab kelompok secara keseluruhan. Dalam konteks solidaritas 

kelompok ini, yang dikenal sebagai asabiyah, sebuah kabilah dipimpin oleh seorang 

syaikh. Syaikh ini biasanya dipilih oleh para anggota keluarga yang lebih tua dan 

berpengaruh dalam kabilah tersebut, dan ia selalu bertindak setelah meminta 

masukan dari mereka. Syaikh ini bertugas menyelesaikan konflik internal sesuai 

dengan tradisi kelompok, namun   tidak memiliki wewenang untuk mengatur atau 

memerintah secara luas. Untuk menjadi seorang syaikh, seseorang harus kaya, 

bermurah hati kepada fakir miskin dan pendukungnya, serta harus memiliki sifat 

adil, bijaksana, sabar, pemaaf, dan rajin dalam pekerjaannya. Yang paling penting, 

syaikh harus memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang adil guna 

mencegah perselisihan di antara pengikutnya. Penting untuk dicatat bahwa pada 

saat itu, warga   Arab tidak memiliki sistem atau norma yang ketat untuk 

mengatur kehidupan sosial, baik di antara individu maupun kelompok (kabilah). 

Tidak ada hukuman formal bagi pelanggar hukum, dan sanksi yang mungkin 

diterima hanyalah kebencian atau sikap acuh dari kelompok mereka sendiri.8

Kekuasaan yang ada pada saat itu bersifat diktator. Hanya sedikit yang 

diabaikan atau bahkan hilang. Sementara itu bilah-bilah yang dekat dengan 

wilayahnya tidak pernah merasa nyaman, karena menjadi dambaan banyak 

kepentingan para penguasa. Terkadang mereka memasuki wilayah Irak dan 

memasuki wilayah Suriah. Selain tersebut, keadaan suku-suku di Jazirah Arab tidak 

pernah damai. Suku ini tidak memiliki raja untuk diberikan atau tempat untuk 

bersandar dan untuk bersandar dalam krisis dan kesulitan. Bagi orang Arab, 

kekuasaan di Hijaz mempunyai suatu kehormatan: mereka menganggap kekuasaan 

di Hijaz sebagai pusat kekuasaan agama. Itu yaitu   campuran antara dunia, agama 

pemerintah, dan berlaku untuk orang Arab, istilahnya pemimpin agama, mereka 

menguasai tanah suci dan bertugas mengelola mereka yang berziarah ke dan 

menerapkan hukum syariah. dari nabi Ibrahim.Model organisasi politik Arab didominasi oleh suku. Kepala suku disebut 

Syekh, yaitu pemimpin yang dipilih di antara rekan-rekannya. Syekh dipilih dari 

suku yang paling umum di antara anggota yang masih terikat dengan keluarga. 

Fungsi pemerintahan Syekh lebih bersifat perintah daripada komando. Syekh tidak 

mempunyai wewenang untuk memaksa dan tidak mengenakan bea atau 

menjatuhkan sanksi. Hak dan kewajiban hanya melekat pada anggota suku dan 

tidak mengikat anggota suku lainnya.0

Kondisi Agama 

Mayoritas orang Arab pada mulanya menganut ajaran As yaitu menganut 

agama bapaknya As, hakikat agamanya yaitu   beriman bersatu dengan Allah dan 

mengikuti agamanya. Lama kelamaan banyak orang mengabaikan ajaran yang telah 

diajarkan. Meski begitu, masih tersisa sisa-sisa tauhid syair agama Ibrahim, 

sehingga muncullah Amr Bin Luhayy, pemimpin Bani Khuzaa'ah. Orang yang 

sangat bijak, yang sering memberikan hartanya yang selalu mencintai urusan 

agama, sehingga dunia sangat mencintainya dan hampir semua orang pada masa itu 

menganggapnya sebagai ulama dan pantas untuk menjadi dihormati. Dia kemudian 

menuju ke negara Suriah. Di sana beliau melihat orang-orang Syria menyembah 

berhala pendapat mereka benar dan sangat baik, karena menurut Syria yaitu   

tempat para rasul dan Kemudian dia kembali ke rumah, membawa Hubal 

bersamanya dan menempatkannya di Ka'bah. 

Kemudian, ia mengajak penduduk Mekah untuk bersatu dalam ibadah kepada 

Allah. Banyak orang dari suku Quraisy yang mengikuti ajakannya, menganggap 

Mekah sebagai pelindung Ka'bah. Pada masa sebelumnya, terdapat berhala 

bernama Manat, yang ditempatkan di dekat pantai Laut Merah, dekat Qudaid. 

Selanjutnya, mereka mendirikan patung berhala Latta di Ta'if dan Uzza di Wadhi 

Nakla, ketiganya merupakan berhala terbesar. Akibatnya, praktik penyembahan 

berhala semakin berkembang, dan berhala-berhala kecil ditempatkan di berbagai 

lokasi di Hijaz. Terdapat juga cerita bahwa Amr bin Luayy memiliki seorang 

pembantu jin. Jin ini memberitahunya bahwa berhala Num (Ya'qub, Nasr, Yaghuts, 

Wudd, Suwa) tertanam di Jiddan. Maka, Amr mendatangi tempat tersebut, 

menggali berhala itu, dan membawanya ke Tihamah. Setelah tiga musim haji, 

berhala itu diserahkan kepada beberapa kabilah, namun pada akhirnya kembali ke 

tempat asalnya. Masjidil Haram juga dihiasi dengan banyak patung dan berhala, 

bahkan mencapai total 360. Ini yaitu   contoh praktik penyembahan berhala dan 

musyrik yang menjadi fenomena besar dalam agama Jahiliyah, meskipun klaim 

mereka bahwa praktik tersebut merupakan kelanjutan ajaran Nabi Ibrahim AS. 

Mereka juga memiliki beberapa upacara dan tradisi penyembahan berhala, 

sebagian besar yang diciptakan oleh Amr bin Luayy. Meskipun mayoritas orang 

percaya bahwa apa yang diciptakan oleh Amr yaitu   praktik baru yang sangat baik 

dan sejalan dengan ajaran Ibrahim, antara praktik-praktik penyembahan berhala 

yang mereka lakukan meliputi pertama; Mengunjungi dan mengelilingi berhala, 

berseru dan berdoa di hadapan berhala, meminta pertolongan dalam menghadapi 

kesulitan, berdoa agar kebutuhan mereka terpenuhi, dan percaya bahwa berhala bisa 

memberikan bantuan dan memenuhi keinginan mereka. Mereka juga melaksanakan 

Haji, melakukan Thawaf di sekitar berhala, bersujud, dan tunduk di depan berhala. 

Mereka mendekatkan diri kepada berhala dengan menyajikan korban, baik berupa 

hewan yang mereka ternak atau hasil panen, sembari menyebutkan nama berhala. 

Mereka juga khusus dalam memilih makanan dan minuman yang disiapkan untuk 

berhala, serta mengambil sebagian dari hasil panen dan ternakan mereka untuk 

dipersembahkan kepada berhala. Mereka selalu memenuhi nazar mereka dengan 

memberikan sebagian dari hasil panen dan hewan peliharaan kepada berhala. 

Orang-orang musyrik ini mengklaim bahwa praktik-praktik mereka masih 

mengikuti agama Ibrahim. Namun, kenyataannya, mereka jauh dari syariat dan 

ajaran yang sebenarnya dianut oleh Ibrahim. Mereka mengabaikan ajaran etika 

yang mulia dan terlibat dalam tindakan durhaka yang banyak. Seiring berjalannya 

waktu, mereka semakin terjerumus ke dalam penyembahan berhala melalui tradisi 

dan kebiasaan, yang menghasilkan berbagai bentuk khufarat dalam praktik 

keagamaan mereka dan berdampak pada aspek sosial, agama, dan politik mereka.

 

Selain itu, komunitas Yahudi juga terlihat sangat sombong dan meremehkan 

orang lain. Mereka menyembah para pemimpin mereka, yang menetapkan hukum 

dan perhitungan terhadap rakyat mereka tanpa pertanggungjawaban. Mereka sangat 

terobsesi dengan kekayaan dan kedudukan mereka, bahkan jika itu berarti 

mengorbankan agama mereka dan menyebarkan kekufuran serta penyimpangan 

dari ajaran yang telah ditetapkan oleh Allah. Tidak hanya itu, agama Nasrani juga 

mengalami perubahan yang sulit dipahami dan menciptakan banyak konsep 

campuran antara Allah dan manusia. Meskipun ada beberapa orang Arab yang 

mengikuti agama ini, namun pengaruhnya terbatas karena agamanya tidak sesuai 

dengan cara hidup yang mereka jalani dan sulit untuk ditinggalkan.

Dalam modul sejarah Arab pra-Islam yang disusun oleh Ravico, terdapat 

beberapa aliran keagamaan yang bisa ditemui, yaitu: 

a. Paganisme: Mayoritas orang Arab pra-Islam mengikuti agama paganisme, 

meskipun ada juga yang menganut agama Yahudi, Majusi, dan Nasrani. Paganisme 

ditandai dengan penyembahan berhala, dan di sekitar Ka'bah terdapat sekitar 360 

berhala yang mengelilingi berhala utama, Hubal.3 Amr bin Luhayyi bin Qam'ah 

yaitu   yang pertama kali memperkenalkan penyembahan berhala, dan mereka 

meyakini bahwa berhala-berhala ini dapat mendekatkan mereka kepada Tuhan, 

sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran. Beberapa nama berhala yang terkenal 

termasuk 

Sanam, Wathan, Nuá¹£ub, Latta, Uzza, Manat, dan Hubal, dengan berbagai 

bentuk dan bahan pembuatannya. 

b. Agama Yahudi: Agama Yahudi dianut oleh imigran yang tinggal di Yathrib 

dan Yaman. Meskipun sejarah pemeluk agama Yahudi di Jazirah Arab tidak banyak 

terdokumentasi, namun   terdapat catatan tentang Dzu Nuwas, seorang penguasa 

Yaman yang memaksakan agama Yahudi kepada penduduk Najran dengan 

kekerasan, mengakibatkan tragedi berdarah yang dikenal dalam al-Quran sebagai 

"orang-orang yang membuat parit." 

c. Agama Kristen: Agama Kristen di Jazirah Arab sebelum kedatangan Islam 

tidak terpengaruh oleh tragedi serupa. Terdapat perselisihan di antara berbagai sekte 

Kristen, dan al-Quran menggunakan istilah "Naá¹£ara" untuk merujuk kepada 

pemeluk Kristen. Para misionaris Kristen menyebarkan doktrin mereka dalam 

bahasa Yunani, yang menyebabkan konflik dengan pemikir Yunani yang mencoba 

mencapai kesepakatan antara filsafat Yunani dan doktrin Kristen. Sekte Kristen, 

seperti Arianisme, menyebar di beberapa wilayah Jazirah Arab. 

d. Agama Hanafiyah: Kelompok Hanafiyah yaitu   individu-individu yang 

mencari agama yang murni dan tidak terpengaruh oleh penyembahan berhala, 

Yahudi, atau Kristen. Mereka mengakui keesaan Allah dan menganggap agama 

yang benar di sisi Allah sebagai Hanafiyah, dalam upaya untuk mewujudkan ajaran 

Ibrahim. Beberapa tradisi mereka, seperti menolak penyembahan berhala, 

pengharaman riba, zina, dan sebagainya, akhirnya diadopsi oleh Islam karena masih 

mengikuti ajaran Nabi Ibrahim. 

Meskipun mayoritas orang Arab pra-Islam menganut paganisme, sebagian 

masih mempertahankan ajaran agama Nabi Ibrahim. Ada juga individu-individu 

seperti Waraqah ibn Naufal, Usman ibn Huwaris, Abdullah ibn Jahsy, Zaid ibn 

Umar, Umayah ibn Abi as-Salt, dan Quss ibn As’ida al-Iyadi yang memiliki 

keyakinan yang berbeda, seperti Kristen atau ketidakpercayaan kepada 

penyembahan berhala. Agama Kristen lebih banyak diadopsi oleh penduduk 

Yaman, Nazram, dan Syam, sementara agama Yahudi dianut oleh penduduk 

Yahudi imigran di Yaman dan Yastrib (Madinah), serta beberapa kalangan orang 

Persia.4

Kondisi Sosial 

Dalam warga   Arab, terdapat berbagai tingkatan sosial yang memiliki 

perbedaan dalam kondisi dan norma-norma mereka. Hubungan individu dengan 

keluarganya sangat diutamakan, dihormati, dan dijaga, bahkan dengan 

mengorbankan pertumpahan darah. Prestasi dan keberanian seseorang sangat 

dihargai dalam warga   Arab, bahkan jika hal ini menjadikan mereka bahan 

perbincangan wanita. Jika seorang wanita tertarik pada seseorang, dia bisa 

memediasi perdamaian antara keluarga mereka atau bahkan memicu konflik dan 

pertempuran. Namun, pria tetap dianggap sebagai pemimpin dalam keluarganya 

dan kata-katanya harus diikuti. Pernikahan seorang perempuan juga memerlukan 

persetujuan dari wali perempuan tersebut, dan perempuan tidak memiliki hak untuk 

memilih pasangan sendiri. 

Pada tingkatan warga   bangsawan, gambaran tersebut lebih terhormat. Di 

sisi lain, warga   lain memiliki norma-norma yang lebih buruk, tidak bermoral, 

dan menjijikkan. Pada zaman Jahiliyah, terdapat empat jenis pernikahan, yaitu: 

a. Pernikahan spontan: Pria mengajukan lamaran kepada wali perempuan, dan 

mereka bisa menikahi wanita tersebut setelah memberikan mas kawinnya pada saat 

itu. Pria juga bisa mengajukan lamaran kepada pria lain yang menjadi wali 

perempuan. 

b. Pernikahan istibdha': Seorang pria bisa mengatakan kepada istrinya yang 

baru bersuci dari najis, "temuilah seorang pria dan berkumpullah dengannya," tanpa 

menyentuh istrinya. Dengan cara ini, ketika istrinya hamil dari pria lain, suaminya 

dapat memutuskan apakah ingin menerima kembali istrinya setelahnya. 

c. Poliandri: Ini melibatkan pernikahan seorang perempuan dengan beberapa 

pria, biasanya kurang dari 0 orang, yang semuanya berkumpul dengan perempuan 

itu. Setelah perempuan tersebut hamil dan melahirkan, dia mengundang semua pria 

yang berkumpul dengannya dan mengatakan bahwa salah satu di antara mereka 

yaitu   ayah anaknya. Pria yang dipilih oleh perempuan tersebut dapat mengambil 

anak tersebut. 

d. Pelacur: Seorang perempuan yang menerima banyak pria sebagai 

pasangan. Dia akan memasang bendera di pintunya untuk menunjukkan 

ketertarikannya. Ketika dia hamil dan melahirkan, perempuan ini mengumpulkan 

semua pria yang pernah bersamanya, kemudian diadakan undian. Pria yang keluar 

sebagai pemenang berhak mengambil anak tersebut, dan keputusan ini tidak bisa 

ditolak. 

Selama masa Jahiliyah, poligami yaitu   norma, tanpa batasan minimal, dan 

mereka bahkan menikahi dua saudara perempuan. Perceraian dan kematian suami 

juga tidak menghalangi mereka untuk menikahi janda dari istri mereka. Selain itu, 

perzinaan tersebar luas di warga  , dan hanya sebagian kecil individu dengan 

moralitas yang tinggi yang tidak terlibat dalam tindakan tersebut. Pada umumnya, 

di masa Jahiliyah, zinah tidak dianggap sebagai tindakan memalukan yang dapat 

mencemarkan keturunan. Kondisi Ekonomi 

Sumber utama penghasilan warga   Arab yaitu   perdagangan dan usaha 

bisnis. Di zaman Jahiliyah, orang Arab dikenal sangat vokal dalam bidang bisnis 

dan perdagangan. Aktivitas perdagangan menjadi elemen kunci dalam kehidupan 

suku Quraisy, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an: "Karena kebiasaan 

orang-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka berpergian pada musim dingin dan 

musim panas." (Quraisy: -). Pada musim dingin, mereka melakukan perjalanan 

bisnis ke Yaman, sementara pada musim panas, mereka menuju ke Syam. Di negeri 

Yaman, terutama di sekitar bendungan Ma'rib yang subur, pertanian berkembang 

pesat dan mengesankan. Pada saat itu, sektor industri, seperti produksi kain katun, 

senjata seperti pedang, tombak, dan baju besi, telah mengalami perkembangan. 

Namun, ironisnya, mereka tidak bersyukur dan malah menjauhi ketaatan kepada 

Allah. Karena perbuatan kufur mereka, Allah menghancurkan bendungan Ma'rib. 

Sebagian besar kabilah Adnan, di sisi lain, tinggal di gurun pasir dengan sedikit 

tanaman rumput untuk menggembalakan domba. Gaya hidup mereka didasarkan 

pada pemakaian  susu dan daging hewan sebagai sumber makanan utama.5

Dengan lokasinya yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan 

internasional, Mekkah menjadi tempat perdagangan komoditas mewah seperti 

emas, perak, sutra, rempah-rempah, minyak wangi, kemenyan, dan lain sebagainya. 

Meskipun pada awalnya pedagang Quraisy yaitu   pedagang eceran, mereka 

kemudian sukses besar dan beralih menjadi pengusaha di berbagai sektor bisnis. 

Perdagangan memiliki peran penting dalam ekonomi warga   Arab pra-Islam, 

dan mereka sudah lama terlibat dalam perdagangan, baik dengan orang Arab 

maupun non-Arab. Kemajuan perdagangan ini ditandai oleh aktivitas ekspor-impor 

yang luas. Pedagang Arab selatan dan Yaman, 00 tahun sebelum munculnya 

Islam, telah melakukan transaksi dengan Hindia, Afrika, dan Persia. Mereka 

mengimpor barang seperti kayu, logam, dan budak dari Afrika; gading, sutra, 

pakaian, dan pedang dari Hindia; dan intan dari Persia. Data ini menggarisbawahi 

pentingnya perdagangan dalam perekonomian mereka, sehingga kebijakan politik 

diarahkan untuk melindungi jalur perdagangan ini.6

Dalam hal kerajinan dan industri, Arab sangat terampil dalam bidang ini, dan 

banyak produk kerajinan seperti jahit-menjahit dan penyamakan kulit berasal dari 

daerah seperti Yaman, Hirah, dan Pinggiran Syam. Di samping itu, Mekkah, yang 

merupakan pusat kegiatan agama karena adanya Ka'bah, juga berperan sebagai jalur 

perdagangan internasional yang strategis. Kedudukan Mekkah yang berada di 

persimpangan berbagai jalur perdagangan dari Yaman ke Syiria dan dari Abysinia 

ke Irak sangat menguntungkan. Pada awalnya, Mekkah yaitu   pusat perdagangan 

lokal dan agama. Karena statusnya sebagai tempat suci, pengunjung merasa aman 

dan dilarang melakukan permusuhan selama berada di sana. Sistem keamanan di 

bulan-bulan suci juga diberlakukan oleh suku-suku di sekitarnya.7 Akibat dari 

aliran perdagangan ini, warga   Arab zaman Jahiliyah memiliki pusat 

perdagangan, seperti Ukazh, Mijannah, dan Zul Majaz. Di antara ketiganya, Ukazh 

yaitu   yang terbesar dan paling banyak dikunjungi, terutama oleh suku Mudhar. 

Pusat perdagangan ini bukan hanya tempat transaksi perdagangan, namun   juga 

menjadi pusat pertemuan bagi para pakar sastra, penyair, dan orator yang 

berkumpul untuk saling menguji. Dengan demikian, konsep pasar pada masa 

Jahiliyah tidak hanya berfungsi sebagai tempat belanja, namun   juga sebagai pusat 

peradaban, perkembangan bahasa, dan transaksi-transaksi global.8

Kondisi Akhlak 

Tidak dapat disangkal bahwa dalam kehidupan orang-orang Jahiliyah 

terdapat banyak hal yang kurang terhormat, amoral, dan tidak dapat diterima oleh 

akal sehat serta tidak disukai oleh manusia. Meskipun begitu, mereka masih 

memiliki sifat-sifat mulia yang mengundang kekaguman dan simpati manusia, di 

antara sifat-sifat tersebut yaitu  : 

a. Kedermawanan 

Mereka sering saling berlomba untuk menunjukkan kemurahan hati dan 

kebaikan mereka. Tindakan dermawan mereka mendapatkan banyak sanjungan dan 

pujian. Sebagai contoh, ketika seorang tamu datang dalam keadaan lapar dan 

kedinginan, meski sang tuan rumah memiliki hanya satu ekor unta untuk memenuhi 

kebutuhannya, dia dengan tulus memotong unta tersebut untuk memberi makan 

tamunya. Tindakan ini terkadang melibatkan pembayaran denda tinggi dan bahkan 

pertumpahan darah, namun   mereka masih mendapat pujian, terutama di kalangan 

para pemimpin. Salah satu dampak dari sifat kedermawanan ini yaitu   minuman 

khamar (anggur). Mereka tidak membanggakan minuman itu sendiri, namun   mereka 

menggunakannya sebagai cara untuk menunjukkan kedermawanan dan keborosan. 

Selain itu, pohon anggur juga disebut sebagai "Al Karam" (Dermawan). Pengaruh 

kedermawanan ini juga bisa terlihat dalam praktik perjudian. Mereka percaya 

bahwa berjudi yaitu   cara untuk mengekspresikan kedermawanan, karena 

keuntungan dari perjudian bisa dipakai   untuk memberi makan orang miskin atau 

disumbangkan untuk tujuan sosial. 

b. Memenuhi Janji 

Mereka menganggap janji sebagai kewajiban yang harus segera dipenuhi. 

Mereka lebih memilih membunuh anak mereka sendiri atau membakar rumah 

mereka daripada melanggar janji. 

c. Keberanian dan Kebanggaan


Mereka sering menunjukkan keberanian, tidak mendengarkan kata-kata yang 

merendahkan mereka, dan siap menghadapi konflik yang berpotensi berujung pada 

pertempuran. Mereka tidak takut akan kemungkinan kematian dalam upaya 

mempertahankan kehormatan mereka. 

d. Ketidak beranian Mundur 

Apabila mereka telah menetapkan tujuan yang menghormati mereka dan 

kehormatan mereka, mereka tidak akan mundur atau mengubah pikiran. 

e. Kelemah lembutan dan Suka Menolong 

Meskipun sifat-sifat seperti keberanian sering mendominasi, mereka juga 

menunjukkan kelemah lembutan dan kecenderungan untuk membantu orang lain. 

f. Kesederhanaan Pola Kehidupan Badui 

Mereka hidup dengan sederhana, tanpa kemewahan atau keangkuhan. Ini 

menghasilkan kejujuran, kepercayaan, dan kesetiaan. Karena akhlak yang 

demikian, bersama dengan lokasi geografis mereka di Arab, mereka dipilih sebagai 

penerima risalah agama secara keseluruhan dan pemimpin warga  . Meskipun 

ada beberapa di antara mereka yang terjerumus ke dalam kejahatan, sifat-sifat 

berharga ini dapat memberikan manfaat bagi warga   jika diperbaiki. Sifat-sifat 

yang paling mencolok yaitu   kemuliaan jiwa dan semangat yang pantang 

menyerah. Karena kerusakan dan kejahatan tidak dapat dihindari, kebaikan dan 

keadilan hanya dapat dicapai melalui kekuatan dan tekad mereka. 

Moralitas warga   Arab pada zaman tersebut mencerminkan keadaan 

yang buruk. Mereka terperangkap dalam konsumsi minuman keras (khamr) dan 

perjudian. Penyergapan dan perampokan antar-kabilah menjadi kejadian umum. 

Tingginya fanatisme, perilaku zalim, tindak pencurian, dan perbuatan zina semakin 

memperburuk situasi moral. namun  , sementara moralitas warga   Arab Jahiliyah 

dapat dipandang negatif, sebagian dari mereka masih mempertahankan sifat-sifat 

positif. Bahkan, bangsa Arab saat itu memiliki sifat-sifat yang dikenal positif dan 

merupakan bagian dari karakter mereka, seperti: kecerdasan dan kecerdikan, 

kegenerositas dan sikap murah hati, keberanian dan semangat ksatria, penolakan 

untuk mendapat perlakuan hina atau perlakuan zalim, kesetiaan terhadap janji, 

ketulusan, kejujuran, dan keterbukaan, kesabaran dalam menghadapi musibah dan 

keteguhan dalam menghadapi cobaan dan ketahanan jiwa dan fisik yang kuat.

Melihat gambaran peradaban Arab sebelum munculnya Islam, dapat 

disimpulkan bahwa warga   pada masa itu menghadapi berbagai tantangan yang 

menggelisahkan. Mereka menyembah berhala yang tidak memiliki kekuatan, 

menghadapi pemerintahan yang kejam dan tidak memperhatikan kepentingan 

rakyatnya, perlakuan yang merendahkan kaum perempuan, praktik perkawinan 

yang tidak terbatas seperti poligami, serta kebebasan berkumpul tanpa batasan, dan 

lain sebagainya. Meskipun demikian, mereka juga memiliki sifat-sifat terpuji yang 

menarik pengagum dan simpati manusia, seperti sikap dermawan, komitmen 

terhadap janji, jiwa yang mulia, penolakan terhadap perlakuan merendahkan dan 

kezaliman, keteguhan untuk tidak mundur, kelembutan, serta kesiapan untuk 

membantu sesama.