Spanyol dan Islam

 



Sampai akhir abad ketujuh, Islam berkembang pesat namun masih terbatas di

belahan dunia timur. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai Afrika 

Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah. Benua Eropa 

yang diwakili oleh Semenanjung Andalusia (Iberia) baru dimasuki saat   Tharif bin 

Malik melakukan penyelidikan, yang kemudian dilanjutkan dengan penguasaan 

Thariq bin Ziyad yang mendaratkan tentaranya tahun 711 M. Mulai saat itu Islam 

diperkenalkan kepada warga   Spanyol yang menganut agama Kristen (Suhelmi,

2001: 20). 

Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa bangkit dari keterbelakangannya. 

Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa 

mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti 

Bani Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga di bidang ilmu pengetahuan dan 

teknologi. Munculnya tokoh sekaliber Ibnu Bajjah, Ibnu Tufayl, dan Ibnu Rusyd

menunjukkan kemajuan intelektual yang tinggi , Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang mendukung keberhasilan 

politik di negeri itu. 

Kemajuan-kemajuan Eropa ini   tidak bisa dipisahkan dari pemerintahan 

Islam di Spanyol. Dari Spanyol-Islamlah Eropa banyak menimba Ilmu. Pada periode 

Klasik, saat   Islam mencapai masa keemasannya, Spanyol merupakan pusat 

peradaban Islam yang sangat penting sekaligus sebagai saingan Bagdad di Timur. 

saat   itu, orang-orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi 

Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi komunitas Eropa. sebab  itu, kehadiran 

Islam di Spanyol hampir tak pernah luput dari bidikan para sejarawan.

Dalam tulisan ini, topik yang akan diulas seputar masuknya Islam dan 

perkembangannya di Spanyol, faktor pendukung kemajuan Spanyol, penyebab 

kemunduran Islam di Spanyol, dan pengaruh peradaban Spanyol Islam di Eropa. Dari 

ulasan ini   diharapkan akan diperoleh gambaran yang jelas tentang peran Islam 

dalam membentuk peradaban Spanyol.

Masuknya Islam di Spanyol

Pemerintahan Islam yang pertama kali menduduki Spanyol adalah Khalifah 

dari Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus (Salwasalsabila, 2008: 21). Sebelum 

penaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan menjadikannya 

sebagai salah satu propinsi dari dinasti Bani Umayyah. Penguasaan sepenuhnya atas 

Afrika Utara itu terjadi di zaman Khalifah Abd Malik (685-705 M). Khalifah Abd 

Malik mengangkat Ibnu Nu’man al Ghassani menjadi gubernur di daerah itu. Pada 

masa Khalifah al Walid (705-715 M), Hasan Ibnu Nu’man sudah digantikan oleh 

Musa Ibnu Nushair. Di saat al Walid berkuasa, Musa Ibnu Nushair sukses 

memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki daerah Aljazair dan Maroko. 

Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke berbagai wilayah bekas 

kekuasaan Bangsa Barbar di sejumlah pegunungan sehingga mereka menyatakan 

loyal dan berjanji tidak akan membuat kekacauan seperti yang telah mereka lakukan

sebelumnya. Penaklukan wilayah Afrika Utara hingga menjadi salah satu propinsi dari 

Khalifah Bani Umayyah memerlukan  waktu selama 53 tahun, sejak tahun 30 H 

(masa pemerintahan Muawiyah Ibnu Abi Sofyan) sampai tahun 83 H (masa al

Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, kawasan itu merupakan 

basis kekuasaan Kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gothik. Kerajaan ini seringkali 

mendatangi warga   dan mendorong mereka untuk membuat kerusuhan dan 

menentang kekuasaan Islam. Setelah kawasan ini dapat dikuasai secara total, umat 

Islam mulai memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan Spanyol. Dari sini dapat 

diketahui bahwa penaklukan Afrika Utara adalah batu loncatan bagi kaum Muslimin 

untuk menguasai wilayah Spanyol 

Dalam sejarah penguasaan Spanyol, ada tiga pahlawan Islam yang dapat 

dikatakan paling berjasa dalam proses penaklukan Spanyol. Mereka adalah Tharif 

Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa ibn Ibnu Nushair. Tharif dinilai sebagai 

perintis dan penyelidik wilayah Spanyol sebab  ia merupakan orang pertama yang

sukses menyeberangi selat antara Maroko dan Benua Eropa. Ia pergi bersama satu 

pasukan perang berjumlah lima ratus orang dengan menaiki empat buah kapal yang 

disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu, Tharif menang dan kembali ke Afrika 

Utara membawa harta rampasan yang banyak jumlahnya. Termotivasi oleh 

keberhasilan Tharif dan krisis kekuasaan dalam kerajaan Gothic yang menguasai

Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan 

perang, pada tahun 711 M Musa Ibnu Nushair mengirim pasukan sebanyak 7000 

orang ke Spanyol di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad .

Thariq Ibnu Ziyad lebih terkenal sebagai penakluk Spanyol sebab jumlah 

pasukannya lebih besar dan efeknya pun lebih nyata  Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh 

Musa Ibnu Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah al Walid

(Orang Barbar merupakan suatu bangsa yang masih mempunyai 

pertalian keturunan dengan Bangsa Hamiyah, suatu cabang dari bangsa kulit putih 

dan dalam masa pra sejarah mungkin berasal dari Bangsa Samyah. Kebanyakan orang


Barbar (Berber) yang mendiami daerah pesisir beragama Kristen. Orang terkemuka 

dalam agama Kristen tua, seperti Tertullianus, Santa Cyprianus, dan terutama Santa 

Augustinus berasal dari negeri ini . Pasukan itu kemudian 

menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad. Gunung tempat pertama 

kali Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya hingga kini dapat 

dikenang dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). 

Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama Bakkah, ada pula yang 

menyebutnya Lakkah (Wadil Lakkah atau Goddelete), tepatnya tanggal 19 Juli 711 

M, Thariq berhasil mengalahkan Raja Roderick. Selanjutnya, Thariq dan pasukannya 

terus menaklukkan kota-kota penting di sana, seperti Cordova, Granada, dan Toledo. 

Ia pun sempat meminta tambahan pasukan kepada Musa Ibnu Nushair di Afrika 

Utara. Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5000 tentara, sehingga jumlah 

pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan 

pasukan Bangsa Gothic itu yang jauh lebih besar, 100.000 orang 

Kekalahan pasukan Roderick, menurut Syalabi, disebabkan sebab  pasukannya itu 

terdiri dari para hamba sahaya dan orang-orang lemah. Selain itu, di antara mereka 

ada pula musuh-musuh Roderick. Ditambah lagi, orang-orang Yahudi secara rahasia 

juga mengadakan persekutuan dengan kaum Muslimin 

Kemenangan pertama yang diperoleh Thariq Ibnu Ziyad merupakan jalan 

lapang untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa Ibnu Nushair 

merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud 

membantu perjuangan Thariq . Dengan suatu pasukan yang 

besar, ia berangkat menyeberangi selat itu. Satu demi satu kota yang dilewatinya 

berhasil dikuasai. Setelah Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan 

Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela, ia 

bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya keduanya berhasil menguasai 

seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai Saragosa sampai 

Navarre Dari kisah penaklukan Spanyol di atas, dapat diketahui bahwa keberhasilan 

tiga pahlawan Islam: Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair, 

tidak lepas dari semangat mereka melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada 

waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan 

kerajaan Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah

Spanyol yang berada di seberang. Keberanian Tharif sebagai orang pertama yang 

menyeberang selat antara Maroko dan benua Eropa itu patut dihargai meskipun dalam 

ekspedisinya belum banyak melibatkan pasukan sehingga hasilnya belum kentara. 

Keberhasilan Tharif mendorong Thariq untuk mengadakan ekspedisi berikutnya 

dengan pasukan lebih besar. Hasil yang dicapai telah dicatat dalam sejarah sehingga 

membuat Thariq lebih layak dianggap sebagai penakluk Spanyol. Peran serta sang 

Gubernur Afrika Utara, Musa Ibnu Nushair, dalam penaklukan Spanyol memperkuat 

sekaligus melengkapi keberhasilan Thariq dalam upaya penguasaan Spanyol. 

Kerjasama satu tim dan keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana lapangan 

telah membuahkan hasil maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke Spanyol. 

Perkembangan Islam di Spanyol

Tak dapat dipungkiri bahwa Islam memainkan peranan yang penting di 

Spanyol selama sekitar delapan abad. Di Spanyol, Bangsa Arab memperoleh 

kemenangan paling besar dan paling lama di Eropa walaupun juga penderitaan yang 

dramatis terjadi di sana  Sejarah panjang yang 

dilewati umat Islam Spanyol  terbagi dalam tiga 

masa saja, yaitu masa saat diperintah oleh wakil khalifah dari Damaskus, masa 

diperintah oleh para amir, dan masa dipimpin oleh seorang khalifah. Namun menurut 

Badri Yatim (1994: 92), masa Islam di Spanyol itu dapat dibagi menjadi enam 

periode sebagai berikut.

1. Periode Pertama (711-755 M)Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh Khalifah 

Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Stabilitas politik negeri Spanyol belum 

tercapai secara sempurna sebab  banyak gangguan baik gangguan internal maupun 

eksternal. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan dan pertengkaran di 

kalangan para elit penguasa, terutama akibat perbedaan suku dan golongan. Begitu 

pula terdapat perbedaan pandangan antara khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika 

Utara yang berpusat di Qairawan yang masing-masing mengaku paling berhak atas 

daerah Spanyol. Konsekuensinya, terjadilah dua puluh kali pergantian wali 

(gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan pandangan 

politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara, antara Barbar asal Afrika 

Utara dan Arab. 

Etnis Arab sendiri terdiri dari dua golongan yang selalu bersaing, yaitu suku 

Qaisy (Arab Utara) dan Arab Yaman (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini tak jarang 

menyebabkan konflik politik terutama saat   ada figur yang kuat dan tangguh. 

Wajarlah jika di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu 

mempertahankan kekuasaannya dalam jangka waktu yang agak lama.

Gangguan dari luar muncul dari “mantan” musuh Islam di Spanyol yang 

bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah loyal

kepada pemerintahan Islam. Mereka sangat benci Islam dan terus menyusun 

kekuatan. Sebagai hasilnya, mereka mampu mengusir Islam dari bumi Andalus walau 

harus berjuang lebih dari 500 tahun.

Dengan banyaknya konflik internal dan eksternal, maka dalam periode ini 

Islam Spanyol belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan 

kebudayaan. Datangnya Abd al Rahman al Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 

H/755M menjadi tanda berakhirnya periode pertama . 

2. Periode Kedua (755-912 M)

Pada masa ini, Spanyol diperintah oleh seorang amir (panglima atau gubernur) 

tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan yang saat   itu dipegang oleh Khalifah


Abbasiyah di Bagdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol 

tahun 138 H/755M dan diberi gelar al Dakhil (yang masuk ke Spanyol). 

Abdurrahman al Dakhil adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil 

melarikan diri dan lolos dari kejaran Bani Abbasiyah yang telah menaklukkan Bani 

Umayyah di Damaskus. Abdurrahman melakukan pengembaraan ke Palestina, Mesir, 

dan Afrika Utara, hingga akhirnya tiba di Cheuta. Di wilayah ini, ia memperoleh 

bantuan dari Bangsa Barbar dalam menyusun kekuatan militer. Selanjutnya, ia sukses

mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Pemerintah setelah Abdurrahman al

Dakhil adalah Hisyam I, Hakam I, Abd al Rahman al Ausath, Muhammad Ibnu Abd 

al Rahman, Munzir Ibnu Muhammad, dan Abdullah Ibnu Muhammad (Ali, 1996:

302-312).

Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh banyak kemajuan, 

baik dalam bidang politik maupun dalam bidang peradaban. Abd Rahman al Dakhil 

mendirikan masjid Kordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar Spanyol. Hisyam 

I dikenal berjasa sebagai pembaharu dalam kemiliteran. Dialah yang memprakarsai 

tentara bayaran di Spanyol. Ia juga orang pertama yang menjadikan Madzhab Maliki 

sebagai Madzhab resmi negara. Adapun Abd. Al Rahman al Ausath dikenal sebagai 

penguasa yang cinta ilmu. Pemikiran filsafat mulai masuk, terutama di zaman 

Abdurrahman al Ausath, yang mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk 

datang ke Spanyol. Akhirnya, kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol kian 

berkembang.

Gangguan politik serius yang terjadi pada periode ini justru datang dari umat 

Islam sendiri. Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk 

negara kota yang berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang yang 

tak puas menuntut terjadinya revolusi. Pemberontakan yang dipimpin oleh Hafsun 

dan anaknya, Umar, yang berpusat di pegunungan dekat Malaga merupakan yang 

gangguan penting. Selain itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang Arab 

masih seringkali terjadi


3. Periode Ketiga (912-1013 M)

Pemerintahan Abd Rahman III yang bergelar al Nasir li dinillah (penegak 

agama Allah) sampai munculnya raja-raja kelompok (kecil) yang dikenal dengan 

Muluk al Thawaif masuk dalam periode ketiga. Pada periode ini, Spanyol diperintah 

oleh penguasa yang bergelar Khalifah. Dengan demikian, pada masa ini terdapat dua 

khalifah sunni di dunia Islam, Khalifah Abbasiyah di Bagdad dan Khalifah Umayyah 

di Spanyol, di samping seorang khalifah Syi’ah Fatimiyyah di Afrika Utara 

Pemakaian gelar khalifah ini   bermula dari berita bahwa al Muqtadir, 

khalifah daulat Bani Abbasiyah Bagdad, tewas dibunuh oleh pengawalnya sendiri. 

Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan 

Abbasiyah sedang berada dalam ketidakpastian. Oleh sebab itu, momen ini   

dianggap sebagai waktu yang tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah 

dirampas dari kekuasaan Bani Umayyah selama 150 tahun lebih 

Gelar ini resmi dipakai mulai tahun 929 M. Khalifah-khalifah besar yang memerintah 

pada periode ketiga ini ada tiga orang, yaitu Abd Rahman al Nasir (912-961), Hakam 

II (961-976), dan Hisyam II (976-1009 M).

Pada periode ini, umat Islam Spanyol berhasil mencapai puncak kemajuan dan 

kejayaannya. Hal ini dapat disejajarkan dengan kejayaan daulat Abbasiyah di 

Bagdad. Abd Rahman III merupakan penguasa Umayyah terbesar di Spanyol. 

Seluruh gerakan pengacau dan konflik politik dapat diselesaikan sehingga situasi 

negara relatif aman. Penaklukan kota Elvira, Jain, dan Seville merupakan sebagian 

bukti keberhasilan Abd. Rahman III dan kekuatan Kristen juga dipaksa menyerah 

kepadanya. Setelah sukses mengatasi problem politik dalam negeri, ia juga berhasil 

menggagalkan cita-cita Daulah Fatimiyyah untuk memperluas wilayah kekuasaannya 

ke negeri Spanyol.

Di bawah pemerintahan Khalifah Abd Rahman III, Spanyol mengalami 

kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur. Tercatat 

tidak kurang dari 300 masjid, 100 istana megah, 13.000 gedung, dan 300 tempat pemandian umum berada di Cordova. Kemasyhurannya sebagai penguasa dikenal 

sampai di negeri Konstantinopel, Jerman, Perancis, hingga Itali. Bahkan, penguasa 

negeri-negeri ini   mengirim para dutanya ke Istana Khalifah. Armada laut yang 

dibentuk berhasil menguasai jalur lautan tengah bersama dengan armada Fatimiyyah. 

Kebesaran Abd Rahman III dapat disejajarkan dengan Raja Akbar dari India, Umar 

bin Khattab, dan Harun al Rasyid. Jadi, Abdurrahman III bukan hanya sebagai 

penguasa terbaik Spanyol, melainkan juga salah satu penguasa terbaik dunia

(Ali,1996:309). Sayangnya, tidak semua tokoh sejarah mengetahui hal ini 

(Husain,1996: 1). 

Penguasa setelah Abd Rahman II adalah Hakam II, yang merupakan seorang 

kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Koleksi dalam perpustakaannya tidak kurang 

dari 400.000 buku. Pada masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan 

kemakmuran. Pembangunan kota pun berlangsung cepat.

Selanjutnya, Hisyam II naik tahta dalam usia sebelas tahun merupakan awal 

kehancuran khilafah Bani Umayyah di Spanyol. Oleh sebab  itu, kekuasaan de facto

berada di tangan para pejabat. Pada tahun 981 M. Khalifah menunjuk Ibnu Abi Amir 

sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang berhasil 

menancapkan kekuasaannya dan melebarkan wilayah kekuasaan Islam dengan 

menyingkirkan rekan dan saingannya. Atas keberhasilannya, ia mendapat gelar al

Mansur billah. Ia wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya al Muzaffar 

yang masih dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah ia 

wafat pada tahun 1008 M, ia digantikan oleh adiknya yang tidak memiliki kualifikasi 

untuk jabatan itu. Akhirnya pada tahun 1013 M, dewan menteri yang memerintah 

Cordova menghapus jabatan khalifah. saat   itu Spanyol sudah terpecah dalam 

banyak sekali negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu (Watt, 1995: 218).

4. Periode keempat (1013-1086 M)

Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negeri kecil 

di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau al Muluk al Thawaif, yang antara lain berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo (Bosworth, 1993: 35-40). 

Pemerintahan terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini,

umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian internal. Sayangnya, jika 

terjadi perang saudara, ada di antara pihak-pihak yang bertikai itu, ada pihak-pihak 

tertentu yang meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. sebab  menyaksikan 

kekacauan dan kelemahan yang menimpa keadaan politik Islam, maka orang-orang 

Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan untuk pertama 

kalinya. Akibat fatalnya, kekuatan Islam diketahui mulai menurun dan tiba saatnya 

untuk dihancurkan (Yatim,1994:96).

5. Periode kelima (1086-1248 M)

Walaupun terpecah dalam beberapa negara, pada periode kelima ini, Spanyol 

Islam masih mempunyai suatu kekuatan yang dominan, yaitu dinasti Murabithun

(1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235M). Dinasti Murabithun pada 

mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Ibnu Tasyfin di 

Afrika Utara. Pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang 

berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam 

di sana yang tengah berjuang mempertahankan negerinya dari serangan kaum 

Nasrani. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil 

mengalahkan pasukan Castilia. 

Perpecahan di kalangan raja-raja Muslim menyebabkan Yusuf bergerak lebih 

jauh untuk menguasai Spanyol dan ia pun berhasil. Kesuksesan ini ternyata tidak 

dapat diteruskan oleh penguasa-penguasa sesudahnya sebab  mereka adalah raja-raja 

yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabithun baik di Afrika Utara 

maupun di Spanyol berakhir. Dinasti Muwahhidun muncul sebagai gantinya.

Tahun 1146 M penguasa Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut 

Spanyol. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad Ibnu Tumart (w. 1128). Ia adalah 

seorang cerdas, tangkas, dan tak segan-segan mempunyai pemikiran berseberangan. 

Ia adalah murid Qadi Ibnu Hamdin (Urvoy, 1991: 11). Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah pimpinan Abd al Munim. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota Muslim

penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah kekuasaannya. Untuk 

jangka beberapa dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan terutama saat 

pemerintahan dipegang oleh Abu Yusuf al Mansur. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat 

dipukul mundur. Akan tetapi tidak lama kemudian, dinasti Muwahhidun mengalami 

keruntuhan. 

Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di Las 

Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan 

penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara 

tahun 1235 M. keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa￾penguasa kecil. Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari 

serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M, Cordova jatuh ke 

tangan penguasa Kristen dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Akhirnya, kecuali 

Granada, seluruh wilayah Spanyol telah lepas dari kekuasaan Islam (Yatim, 1994:

99).

6. Periode keenam (1248-1492 M)

Kerajaan Granada merupakan pertahanan terakhir Muslim Spanyol di bawah 

kekuasaan dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami 

kemajuan seperti di zaman Abdurrahman al Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti 

ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. 

Persekutuan antara wilayah Aragon dan Castille melalui perkawinan 

Ferdinand dan Isabella melahirkan kekuatan besar untuk merebut kekuasaan terakhir 

umat Islam di Spanyol (Tim, 1994: 175). Namun beberapa kali serangan mereka 

belum berhasil menembus pertahanan umat Islam. Abu Hasan yang menjabat pada 

waktu itu mampu mematahkan serangan ini  . Bahkan ia menolak membayar 

upeti kepada pemerintahan Castille. Abu Hasan dalam suatu serangan berhasil 

menduduki kota Zahra.Untuk membalas dendam, Ferdinand melancarkan serangan mendadak 

terhadap al Hamra dan berhasil merebutnya. Banyak wanita dan anak kecil yang 

berlindung di sana dibantai oleh pasukan Ferdinand. Jatuhnya al Hamra ini 

merupakan pertanda kejatuhan pemerintahan Granada.

Situasi pemerintahan pusat di Granada semakin kritis dengan terjadinya 

beberapa kali perselisihan dan perebutan kekuasaan antara Abul Hasan dengan 

anaknya yang bernama Abu Abdullah. Serangan pasukan Kristen yang berusaha 

memanfaatkan situasi ini dapat dipatahkan oleh Zaghal, saudara Abul Hasan. Zaghal 

menggantikan Abul Hasan sebagai penguasa Granada. Zaghal berusaha mengajak 

Abu Abdullah menggabungkan kekuatan dalam menghadapi musuh. Tapi ajakan itu 

ditolaknya. saat   terjadi pergolakan politik antara Zaghal dan Abu Abdullah, 

pasukan Kristen melakukan penyerbuan dan berhasil menguasai Alora, Kasr Bonela, 

Ronda, Malaga, dan Loxa. 

Pada serangan berikutnya, Zaghal menyerah dan melarikan diri ke Afrika 

Utara. Satu-satunya kekuatan Muslim berada di kota Granada dipimpin oleh Abu 

Abdullah yang kemudian dihancurkan oleh Ferdinand. Abu Abdullah dipaksa 

menyampaikan sumpah setia kepada Ferdinand dan bersedia melepaskan harta 

kekayaan ummat Islam sebagai imbalan dari diberikannya hak hidup dan kebebasan 

beragama bagi orang Islam. Peralihan kekuasaan yang menyedihkan itu terjadi pada 

tanggal 3 Januari 1492M (Ali, 1996: 315; Yatim, 1994: 99-100).

Dengan demikian, berakhirlah kekuasan Islam di Spanyol. Umat Islam setelah 

itu dihadapkan kepada dua pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol.

Akibatnya, pada tahun 1609 M, dapat dikatakan tidak ada lagi umat Islam yang hidup

di daerah ini.

Faktor Pendukung Kemajuan Spanyol

Kemajuan Spanyol Islam ditentukan oleh adanya penguasa yang kuat dan 

berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd

al Rahman al Dakhil, Abd al Rahman al Wasith, dan Abd al Rahman al Nasir.



Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin ini   ditunjang oleh kebijaksanaan 

penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah. Sikap 

toleransi beragama ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama Kristen 

dan Yahudi sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab Islam 

di Spanyol. Bagi orang-orang Kristen, sebagaimana juga orang-orang Yahudi, telah 

disediakan hakim khusus yang menangani masalah mereka dengan berlandaskan

ajaran agama mereka masing-masing.

Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari 

berbagai komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi 

beragama, komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan 

kelebihan masing-masing. Perselisihan antar pemeluk agama dapat ditekan sekecil 

mungkin sehingga mereka dapat hidup damai secara berdampingan.

Lebih lanjut, meskipun ada persaingan yang sengit antara Abbasiyah di 

Bagdad dan Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari Timur dan Barat tidak 

selalu berupa peperangan. Sejak abad ke-11 M, banyak sarjana mengadakan 

perjalanan dari ujung barat wilayah Islam ke ujung timur sambil membawa buku￾buku dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam 

terpecah dalam beberapa kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan budaya 

dunia Islam.

Kemudian, perpecahan politik pada masa muluk al thawaif dan sesudahnya 

tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Masa itu dapat dikatakan sebagai bagian 

dari puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam. 

Hal ini disebabkan oleh adanya semangat yang dimiliki setiap dinasti di Malaga, 

Toledo, Seville, Granada, dan lain-lain untuk berkompetisi dengan pusat ilmu dan 

peradaban Islam di Spanyol. Sebagai contoh, Muluk al thawaif berhasil mendirikan 

pusat-pusat peradaban baru yang cukup maju (Yatim, 1994: 106). Dengan demikian, 

kemajuan Spanyol dari waktu-kewaktu tetap terjaga hingga kemudian luluh lantak 

akibat serangan Ferdinand yang tanpa ampun.


Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Islam Spanyol

Di antara penyebab utama kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol antara 

lain:

1. Konflik Islam dan Kristen

Para penguasa Muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka 

nampaknya merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen 

taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hukum dan adat mereka, 

termasuk posisi hirarki tradisional dengan syarat tidak melakukan perlawanan 

bersenjata. Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa 

kebangsaan orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan negara 

Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. 

Pada abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan yang pesat, sementara umat 

Islam sedang mengalami kemunduran. Bahkan, banyak orang Kristen memakai 

nama-nama Arab dan meniru cara hidup lahiriyah kaum Muslimin. Bahasa Arab pun 

menjadi salah satu bahasa utama (Lebor, 2009: 112). Istilah Muzarabes (Arabisasi) 

yang digalakkan terhadap orang-orang Spanyol Kristen menyebabkan bahasa Latin 

hampir terlupakan (Arnold, t.th.: 122).

2. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu

Pada dasarnya, para muallaf semestinya diperlakukan sama sebagai orang 

Islam yang sederajat. Namun di Spanyol sebagaimana politik yang dijalankan Bani 

Umayyah di Damaskus, orang Arab tidak pernah mau menerima orang Islam pribumi. 

Setidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih memberikan istilah ibad dan 

muwalladun kepada para muallaf yang merupakan suatu ungkapan yang 

merendahkan. Konsekuensinya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada sering 

menggerogoti dan merusak perdamaian yang pada akhirnya mendatangkan dampak 

besar terhadap sosio-ekonomi negara ini  . Hal ini menunjukkan tidak adanya

ideologi yang dapat memberi makna persatuan, di samping kurangnya figur yang 

dapat menjadi personifikasi ideologi itu.

3. Kesulitan Ekonomi

Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan 

mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina 

perkonomian. Padahal, peradaban kuat tanpa ditopang dengan ekonomi yang mapan 

dapat dipastikan akan hancur. Terbukti dengan timbulnya kesulitan ekonomi yang 

memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer penguasa Islam Spanyol.

4. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan

Tanpa adanya sistem peralihan kekuasaan yang pasti, perebutan kekuasaan di 

antara ahli waris pasti akan muncul. Munculnya muluk al thawaif yang akhirnya 

memaksa runtuhnya kekuasaan bani Umayyah tak dapat dihindari. Salah satu 

penyebab jatuhnya Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di 

Spanyol ke tangan Ferdinand dan Isabella adalah permasalahan ini.

5. Keterpencilan

Diakui bahwa Spanyol Islam nampak terpisah dan terpencil dari dunia Islam 

lain yang berpusat di Timur. Ia selalu berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan 

kecuali dari Afrika Utara. saat   Islam Spanyol mendapat serangan, bantuan dari 

wilayah lain tidak bisa segera datang. Akibatnya, saat   Kristen bangkit, tidak ada 

kekuatan alternatif yang mampu membendung serangan mereka (Yatim, 1994: 108).

Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa

Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini telah berhutang budi 

kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik(Nasution, 1996: 52). Memang banyak saluran bagaimana peradaban Islam 

mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia dan Perang Salib, tetapi salah satu saluran 

terpenting adalah Spanyol Islam.

Spanyol merupakan tempat yang utama bagi Eropa untuk menyerap 

peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik sosial, maupun perkonomian,

dan peradaban antar negara. Masyarakat Eropa menyaksikan sebuah kenyataan 

bahwa Spanyol saat berada di bawah kekuasaan Islam telah berhasil berkembang 

pesat meninggalkan negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang 

pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Salah satu pemikiran terpenting yang 

hingga kini masih dianut dan dikagumi adalah pemikiran Ibnu Rusyd (1120-1198 M).

Ibnu Rusyd telah berhasil melepaskan belenggu taklid dan menganjurkan 

kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoleles dengan cara yang memikat

sehingga banyak orang yang tertarik untuk berpikiran bebas. Ia mengedepankan 

sunnatullah menurut pengertian Islam daripada ajaran pantheisme dan 

antropomorphisme Kristen. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, hingga timbul 

gerakan Averroism (Ibnu Rusyd-isme) yang menuntut kebebasan berpikir. Meskipun 

begitu, pihak gereja tetap bersikeras menolak pemikiran rasional yang dibawa 

gerakan Averroisme ini.

Gerakan Averroisme di Eropa telah melahirkan gerakan reformasi pada abad 

ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibnu Rusyd dicetak di 

Venisia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan 1500 M. Karya-karyanya juga diterbitkan 

pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad 

ke-17 M di Jenewa. Dengan begitu, pikiran Ibnu Rusyd semakin populer dan telah

menjadi salah satu paham utama bagi masyarakat Eropa.

Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibnu Rusyd, ke 

Eropa berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di 

Universitas-universitas Islam di Spanyol, seperti universitas Cordova, Seville, 

Malaga, Granada, dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif 

menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas 

yang sama. Universitas Paris didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun setelah 

wafatnya Ibnu Rusyd. Di Akhir zaman pertengahan Eropa, baru berdiri 18 buah 

universitas. Ilmu yang mereka peroleh dari universitas-universitas Islam, seperti ilmu 

kedokteran, ilmu pasti, dan filsafat, diajarkan di sana. Pemikiran filsafat yang paling 

banyak dipelajari adalah pemikiran al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd.

Pengaruh ilmu pengetahuan Islam di Eropa yang sudah berlangsung sejak 

abad ke-12 M itu memicu   gerakan kebangkitan kembali (renaissance) 

peninggalan pemikiran Yunani di Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya 

pemikiran Yunani di Eropa kali ini melalui terjemahan-terjemahan Arab yang 

dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa latin.

Walaupun Islam akhirnya harus pergi meninggalkan negeri Spanyol dengan 

cara yang menyakitkan, Islam telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. 

Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik 

(renaissance) pada abad ke-14 M yang bermula di Italia, kemudian gerakan reformasi 

pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M, serta disusul dengan

pencerahan (Aufklarung) pada abad ke-18 M (Yatim, 1994: 108-110). Dengan 

demikian, peran Islam tetap terasa meski tidak lagi dalam bentuk sebuah agama 

melainkan dalam bentuk peradaban yang tinggi.

Simpulan 

Dari pembahasan tentang Islam dan peradaban Spanyol dapat disimpulkan 

bahwa, Pertama, latar belakang ekspansi Islam ke Spanyol didasari oleh semakin 

kuatnya Islam di Afrika Utara sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung 

Iberia. Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kerajaan Gothic yang 

menguasai daerah ini   sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting yakni 

Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair telah melakukan 

ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah 

Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan kerajaan Gothic mulai melemah, lompatan berikutnya adalah penguasaan daerah Spanyol yang berada di seberang. 

Kerjasama satu tim dan keterlibatan aktif pimpinan pusat dan pelaksana lapangan 

telah membuahkan hasil maksimal dalam perluasan kekuasaan Islam ke Spanyol. 

Kedua, Perkembangan Islam di Spanyol berlangsung sekitar 800 tahun dan pernah 

mencapai puncaknya saat di bawah kepemimpinan Abd Rahman III. Saat itu, Spanyol 

mengalami kemajuan peradaban yang menggembirakan, terlebih di bidang Arsitektur.

Meskipun akhirnya Islam harus keluar dari Spanyol, peradaban peninggalan Islam 

telah membuat Eropa bangkit dari keterbelakangannya. Pemikiran filsafat seperti 

pemikiran al Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd, telah membawa Eropa menjadi 

kawasan yang maju intelektualitasnya.




slam yang lahir di dunia Timur pernah berjaya menguasai Spanyol, sebuah 

negara berbasis Kristen di Barat. Peradaban Spanyol telah berhasil 

memajukan kawasan Eropa di berbagai bidang, khususnya di bidang ilmu 

pengetahuan dan teknologi. Kemajuan-kemajuan Eropa ini   tidak bisa 

dipisahkan dari keberadaan pemerintahan Islam di Spanyol. Dari Spanyol￾Islamlah Eropa banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, saat   Islam 

mencapai masa keemasannya. Spanyol merupakan pusat peradaban Islam 

yang sangat penting. Dari kenyataan itu, ada sebuah pertanyaan yang layak 

untuk diangkat dalam tulisan ini, yakni latar belakang ekspansi Islam ke 

Spanyol dan dinamika perkembangan Islam di negara ini   hingga pernah 

sukses besar membangun peradaban di sana. Tulisan ini, pendekatan yang 

digunakan adalah pendekatan historis dengan memanfaatkan bahan kajian dari 

literatur sejarah. Ada 2 kesimpulan tulisan ini yaitu pertama, latar belakang 

ekspansi Islam ke Spanyol didasari oleh semakin kuatnya Islam di Afrika 

Utara sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung Liberia. Spanyol 

adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kerajaan Gothic yang menguasai 

daerah ini   sedang mengalami kemunduran. Kedua, perkembangan Islam 

di Spanyol berlangsung sekitar 500 tahun dan pernah mencapai puncaknya 

saat di bawah kepemimpinan Abdurrahman III. Meskipun akhirnya Islam 

harus keluar dari Spanyol, peradaban peninggalan Islam telah membuat Eropa 

bangkit dari keterbelakangannya