Penetapan awal Ramadhan dan Syawal adalah
persoalan ijtihad sehingga sangat
memungkinkan terjadinya perbedaan
pandangan dan pendapat sebagaimana terjadi pada
imam yang empat (Syafi’I, Mal iki, Hambali dan
Hanafi). Dalam konteks Indonesia agaknya persoalan
ini sudah sering terjadi bahkan kita rasakan beberapa
kali. Jauh hari sebelumnya Nabi kita Muhammmad
S.a.w. telah mengingatkan sekaligus menganjurkan
kepada kita untuk memulai dan mengakhi ri Ramadhan
dan Syawal hanya dengan rukyat hilal, yaitu melihat
hilal secara langsung diakhir Sya’ban dan Ramadhan.
Hal ini berdasarkan hadits beliau S.a.w. ; “P uasalah
kamu karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya -lah)
karena melihat hilal, jika hilal tertutup awan maka hitunglah
(kadarkan -lah)” . HR.Bukhari -Muslim
Seiring berjalan dan bergantinya masa berikut
perangkat -perangkatnya, agaknya hadits Nabi S.a.w.
tersebut mulai diperbincangkan bahkan ‘dikritik’ oleh
sementara ulama dan ilmuan, teruta ma ilmuan yang
bersentuhan secara langsung dengan disiplin ilmu
terkait dengan hal ini. Antara lain dalam aktifitas
rukyat hilal banyak kelemahan -kelemahan yang tidak
bisa ditolerir oleh akal manusia seiring dengan
majunya IPTEK disemua lini kehidupan. Pad a
dasarnya pula dalam sudut pandang ilmu hisab -falak
(astronomi) rukyat terdapat kelemahan -kelemahan
yang sebenarnya dapat teratasi melalui peranan ilmu
falak. Namun hal ini sedikit terhambat, sebab persoalan
P
3
ini tidak melulu persoalan teknologi, akan teta pi juga
terkait persoalan fikih sebagaimana kehendak zhahir
hadits diatas. Paling tidak dalam masalah ini tedapat
dua kubu berlawanan ( madzhab rukyat dan madzhab
hisab) yang kerap berselisih dan terkadang hampir saja
merobohkan persatuan dan kesatuan umma t. Beranjak
dari sedikit sketsa diatas, dalam makalah ini penulis
coba mengungkap penyebab terjadinya perbedaan
pendapat tersebut sekaligus menyertakan argumen
masing-masing kubu dalam mempertahankan hujjah -
nya, tak lupa pula penulis akan memberi sikap dar i
polemik ini yang tentu saja tidak harus disepakati oleh
semua pihak.
TENTANG RUKYAT DAN H ISAB
Rukyat
‘ Ru’ yah’ secara etimologi adalah melihat (an -
nazhr) , merupakan kata jadian dari ra’a - yara - ra’yan -
wa ru’yatan , bentuk singular -nya ru’an dan ra’ yan .
Bermakna melihat dengan mata (bil ‘ain) , bisa pula
bermakna melihat dengan ilmu ( b i l ‘il mi ) . 1 Dikatakan
hilal, adalah karena kemunculannya pada awal -awal
malam bula-bulan Qamariyah. Rukyat dimaksud
dalam hal ini adalah melihat hilal di akhir
Sya’ban/R amadhan untuk menentukan tanggal satu
Ramadhan/Syawal, hukum melakukan rukyat hilal
adalah fardhu kifayah.
Hisab
- -yahsibu adalah kata jadian dari hasiba sab’ i H ‘
wa hisabatan, secara bahasa bermakna hisaban
r , dan menguku , kalkulasi (ahsha) menghitung (‘adda)
Dimaksud dalam hal ini adalah menghitung 2 . (qaddara)
-bulan Qamariyah pergerakan posisi hilal diakhir bulan
nya -awal bulan -khusus untuk menentukan awal
-alat - dengan menggunakan alat Ramadhan-Syawal
3 perhitungan.
-HISAB AN RUKYAT PENETAPAN HILAL DENG
JJAHNYA DAN HU
Penetapan dengan rukyat
Cukup banyak hadits yang menyatakan tentang
rukyat hilal terkait dengan penetapan Ramadhan dan
Syawal, antara lain sbb.;
َّدَح ،َرَمُع ِنْبا- ر ىض 1- ِنَع ،ٍعِفَان ْنَع ٍكِلاَم َىلَع ُْتأَرَق َلَاق ،َىيْحَي ُنْب َىيْحَي َاَنث
يِبَّنلا ِنَع َلَاَقف َناَضَمَر َرَكَذ" َلا امهنع هللا- ُهََّنأ ملسو هيلع هللا ىلص ِ
َلاَو َلَلاِهْلا اُوََرت ىَّتَح اوُموَُصت ُهَل اوُرِدْقَاف ْمُكَْيلَع َيِمُْغأ ْنِإَف ُهْوََرت ىَّتَح اوُرِطُْفت"
.
َّدَح ،َةَماَُسأ ُوَبأ َّدَح ،َةَب ،ٍِعفَان ْنَع ،ِهَّللا ُدْيَبُع َاَنث َّدَحاََنث 2 - ْيَش يَِبأ ُنْب ِرْكَب ُوَبأ اََنث
،َرَمُع ِنْبا ِنَع َرَكَذ ملسو هيلع هللا ىلص ِهَّللا َلوُسَر ََّنأ امهنع هللا ىضر
َناَضَمَر َلَاَقف ِهْيَدَِيب َبَرََضف" اَذَكَهَو اَذَكَهَو اَذَكَه ُرْهَّشلا- َُّمث ِإ َدَقَع يِف ُهَماَهْب
َِةثِلاَّثلا- اوُرِطَْفأَو ِهِتَيْؤُرِل اوُموَُصف َنيَِثَلاث ُهَل اوُرِدْقَاف ْمُكَْيلَع َيِمُْغأ ْنِإَف ِهَِتيْؤُرِل"
.
2 Majma’ Lughah al-‘Arabiyah Republik Arab Mesir, al-Mu’jam al
Wajiz, t.t., h.149
3 Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Problematika Penentuan Awal Bulan
(Malang: Madani, cet. I, 2014), h. 14-15.
5
َّدَحَو ِنْبا ِنَع ،ٍِعفَان َّدَح ،ٍبْرَح ُنْب ُرْيَهُز يَِنث 3 - ْنَع ،َبوَُّيأ ْنَع ،ُليِعاَمْسِإ َاَنث
،َرَمُع- امهنع هللا ىضر- ىلص ِهَّللا ُلوُسَر َلَاق َلَاق ملسو هيلع هللا" اَمَِّنإ
ىَّتَح اوُموَُصت ََلاف َنوُرْشِعَو ٌعْسِت ُرْهَّشلا َّمُغ ْنِإَف ُهْوََرت ىَّتَح اوُرِطُْفت َلاَو ُهْوََرت
اوُرِدْقَاف ْمُكَْيلَع ُهَل" .
َّدَح- ََّضفُمْلا ُنْب ُرْشِب َاَنث َّدَح ،ِل ُّيِلِهَابْلا َةََدع ،ُةَمَلَس َاَنث َّدَحَو، 4 - ْسَم ُنْب ُدْيَمُح يَِنث
ُنْبا َُوهَو َةَمَقْلَع- ،َرَمُع ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع ،ٍعِفَان ْنَع- امهنع هللا ىضر - َلَاق
ملسو هيلع هللا ىلص ِهَّللا ُلوُسَر َلَاق" َنوُرْشِعَو ٌعْسِت ُرْهَّشلا َف ََللاِهْلا ُُمتَْيأَر اَذِإ
اوُرِطَْفَأف ُهوُُمتَْيأَر اَذِإَو اوُموَُصف ُهَل اوُرِدْقَاف ْمُكَْيلَع َّمُغ ْنَِإف" .
َّدَح ِنْبا ِنَع ،ُُسنُوي يِنَرَبَْخأ ،ٍبْهَو 5 - ُنْبا َانَرَبَْخأ ،ىَيْحَي ُنْب ُةَلَمْرَح يَِنث
َّدَح َلَاق ،ٍباَهِش ُنْب ،َرَمُع َنْب ِهَّللا َدْبَع ََّنأ ،ِهَّللا ِدْبَع- امهنع هللا ىضر ُمِلاَس يَِنث
- َلَاق ُلُوَقي ملسو هيلع هللا ىلص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعِمَس" ُهوُُمتَْيأَر اَذِإ اَذِإَو اوُموَُصف
اوُرِدْقَاف ْمُكَْيلَع َّمُغ ْنِإَف اوُرِطَْفَأف ُهوُُمتَْيأَر ُهَل" .
َّدَحَو ٍرْجُح ،ُنْباَو ،ٍديِعَس ُنْب ُةَبَْيُتقَو ،َبوَُّيأ 6 - ُنْب ىَيَْحيَو ،ىَيْحَي ُنْب َىيَْحي َاَنث
َّدَح ،َنوُرَخلآا َلاَقَو َانَرَبَْخأ- ٍرَفْعَج ُنْبا َُوهَو - ىَيْحَي ُنْب ىَيَْحي َلَاق ،ُليِعاَمْسِإ َاَنث
ُهََّنأ ٍراَنيِد ،ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع ،َرَمُع َنْبا َعِمَس- هللا ىضر امهنع- ُلوُسَر َلَاق َلَاق
ملسو هيلع هللا ىلص ِهَّللا" ٌعْسِت ُرْهَّشلا ُهْوََرت ىَّتَح اوُموَُصت َلا ًةَلْيَل َنوُرْشِعَو
ىَّتَح اوُرِطُْفت َلاَو ُرِدْقاَف ْمُكَْيلَع َّمُغ ْنَِإف ْمُكَْيلَع َّمَُغي َْنأ َِّلاإ ُهْوََرت ُهَل او " .
َّدَح ،َةَدَابُع ُنْب َّدَح ،َقاَحْسِإ ُنْب ُءاَّيِرَكَز َاَنث َّدَح ،ِهَّللا ِدْبَع ُنْب ُنوُراَه َاَنث 7 - ُحْوَر َاَنث
َّدَح ،َرَمُع َنْبا َعِمَس ُهََّنأ ،ٍراَنيِد- امهنع هللا ىضر- ُتْعِمَس ُلُوَقي ُنْب وُرْمَع َاَنث
هللا ىلص َّيِبَّنلا ُلُوقَي ملسو هيلع" َاذَكَهَو اَذَكَهَو اَذَكَه ُرْهَّشلا " . ََضَبقَو
َِةثِلاَّثلا يِف ُهَماَهِْبإ.
َّدَح ،يَِبأ َّدَحَو ُتْعِمَس َلَاق ،َةََلبَج ْنَع ،َُةْبعُش َاَنث َّدَح ،ٍذَاعُم ُنْب ِهَّللا ُدَْيبُع َاَنث 8 - َاَنث
َرَمُع ،َنْبا- ىضر هنع هللا ام- ملسو هيلع هللا ىلص ِهَّللا ُلوُسَر َلَاق ُلُوَقي"
َّصلا يِف َّرَم ِهْيَدَِيب َقَّفَصَو ِةَقْف ُرْهَّشلا َاذَكَو َاذَكَو اَذَك" . َصََقنَو اَمِهِعِباََصأ ِ لُكِب ِنَْيت
ىَرُْسيْلا َِوأ ىَنُْميْلا َماَهِْبإ َِةثِلاَّثلا.4
hadits-hadits diatas, Dari informasi makna zhahir
agaknya jelaslah bahwa dalam memulai dan
mengakhiri puasa - hari raya hanya dengan rukyat hilal
saja, yaitu terlihatnya hilal diawal Ramadhan dan
6
Syawal sesuai dengan ke -umum-an dan ke -literal -an
dari hadits – hadits diatas. D engan kriteria jika awan
dalam keadaan cerah pada saat terbenam matahari
tanggal 29 Sya’ban maka esok harinya adalah awal
puasa, demikian pula jika hilal terlihat pada tanggal 29
Ramadhan esok harinya adalah hari raya dan rukyat
hilal mutlak dilakukan, namun jika terdapat
penghalang yang menutupi hilal - seperti mendu ng, dll . -
maka pelaksanaan puasa dan atau hari raya harus
ditunda sehari dengan menggenapkan (i stikmal)
bilangan bulan Sya’ban dan atau Ramadhan menjadi 30
hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan nabi S.a.w.
bahwa umur bulan itu adakalanya 29 hari adakalanya
pula 30 hari.
Akan tetapi seiring dengan majunya peradaban
manusia yang diiringi dengan tumbuh pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), hadits -hadits
diatas mulai di re -aktualisasi-kan dalam konteks
kekinian dan kedisinian (baca: Indonesia). Antara lain
dalam aktifitas rukyat banyak sekali kelemahan -
kelemahan yang seharusnya tidak terjadi di -era
modern saat ini. Berdasarkan penelitian intensif yang
dilakukan oleh para pakar Hisab -Fala k (Astronomi)
terdapat beberapa kelemahan rukyat yaitu a.l. sbb.:
1. Jauhnya jarak hilal (bulan) dari permukaan bumi
(mencapai sekitar 40.000 kilometer), sementara
bulan hanya mengisi sudut sekitar 2 ½ derajat
yang berarti hanya mengisi 1/80 sudut pandang
mata manusia tanpa menggunakan alat. Ini berarti
hilal hanya mengisi sekitar 1,25 % dari
7
pandangan, oleh sebab itu pengaruh benda sekitar
yang mengisi 98,75 % sangatlah besar.
2. Hilal hadir hanya sebentar saja (sekitar 15 menit
s.d. 1 jam), padahal panda ngan mata sering
terhalang oleh awan yang banyak terdapat di
negara tropis dan basah karena banyaknya lautan
seperti Indonesia. Karena lembabnya permukaan
lautan maupun daratan didekatnya maka hasil
penguapannya membentuk awan yang
mengumpul didekat permuk aan disekitar ufuk.
Justru pada ketinggian yang rendah disekitar ufuk
inilah hilal diharapkan hadir dan dapat dilihat.
3. Keadaan lain yang menyulitkan pelaksanaan
rukyat hilal adalah kondisi sore hari, terutama
yang menyangkut pencahayaan, karena
kemuncu an hilal sangat singkat maka rukyat
harus dilaksanakan secepat mungkin setelah
matahari terbenam. Pada saat itu meskipun
matahari sudah dibawah ufuk, cahayanya masih
terlihat benderang, selanjutnya akan muncul
cahaya kuning keemasan (cerlang petang).
Cahay a ini sangat kuat dan nyaris
menenggelamkan cahaya hilal yang sangat redup.
4. Banyaknya penghalang diudara berupa awan,
asap kenderaan, asap pabrik, dll
5. Kesulitan lainnya, hilal pada umumnya terletak
tidak jauh dari arah matahari, yaitu hanya
beberap a derajat kesebelah utara atau selatan
tempat terbenamnya matahari.
6. Adanya faktor psikis (kejiwaan/mental), sebab
melihat adalah gabungan antara proses jasmani
7
8
dan proses rohani (psikis), yang dominan adalah
proses psikis. Sekalipun ada benda, citra be nda di
selaput jala dan isyarat listrik yang menyusuri
urat saraf menuju otak, seseorang tidak akan
melihat apapun jika otaknya tidak siap, misalnya
karena melamun, maka dalam hal ini proses
psikis tidak terjadi, sehingga proses melihat tidak
terjadi pula . Sebaliknya, meskipun proses psikis
tidak ada – misalnya bendanya tidak ada sehingga
tidak ada citra benda, tidak ada isyarat optik
maupun listrik- namun jika proses mentalnya
hadir, maka ia ‘merasa’ dan kemudian ‘mengaku’
melihat. Dalam ilmu psikologi, pr oses ini dikenal
dengan istilah “halusi nasi” , yaitu berupa perasaan
ingin sekali berjumpa atau sangat rindu pada
benda yang akan dilihat, atau merasa yakin
bahwa bendanya pasti ada. Jika terhadap benda
yang besar seperti manusia, gunung, gedung, dll.
bisa salah lihat, apalagi terhadap hilal yang jauh
lebih kecil bahkan redup. 5
Dengan alasan -alasan diatas manusia mulai
berpikir untuk mencari solusi dari kenyataan ini, hisab -
falak agaknya menjadi pilihan. Namun lagi -lagi hal ini
tidaklah mudah seperti membali kkan telapk tangan,
sebab hal ini terkait juga dengan aspek syari’at (fikih).
Karenanya perbincangan seputar ini semakin hangat
dan menarik untuk diteliti dan di -diskusi- kan.
Penetapan dengan hisab
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan
Ilmu Pengeta huan dan Teknologi (IPTEK) membawa
konsekuensi kepada bergesernya ketetapan -ketetapan
relatif (zhan) yang memungkinkan untuk di -elaborasi
dalam konteks modern. Pada dasarnya Islam tidak
membebani ummat -nya untuk melakukan perhitungan
dengan rumus -rumus hisab-falak yang rumit, “kita
adalah ummat yang ummi , tidak menuli s dan tidak
menghitung” Demikian ungkap Nabi Sa.w. terkait
dalam hal ini. Akan tetapi hal ini bukan berarti
mengindikasikan bahwa Islam melarang kegiatan hisab
perhitungan gerak bulan dan mata hari, dll. Dalam
kenyataan dari masa kemasa para pakar astronomi
muslim telah memberi kontribusi signifikan terhadap
perkembangan ilmu hisab -falak terkait dengan
penetapan awal bulan Qamariyah, sebab kajian ini
terkait dengan waktu -waktu ibadah ummat Islam yang
pada gilirannya keberadaan ilmu hisab -falak menjadi
semakin penting.Tidak sedikit ulama – teristimewa –
kalangan Syafi’iyah menempatkan hasil hisab -falak
sebagai alat untuk menguji keabsahan rukyat,
kesaksian seseorang yang melihat hilal tertolak bila
data hisab-falak menyatakan hilal belum terlihat atau
berada pada posisi yang belum memungkinkan
terlihat.
Imam Taqiyuddin as -Subki (w.756) dalam Fatawa -
nya menyatakan terdapat beberapa ulama besar (kibar)
yang mewajibkan atau setidak -tidaknya membolehkan
8 9
10
berpuasa berdasarkan hasil hisab yang menyatakan
bahwa hilal telah mencapai ketinggian yang
memungkinkan untuk terlihat (i mkan ar ru’yah) .
Menurut beliau pendapat ini yang disebutnya sebagai
wajh , memandang imkan rukyat sebagai sebab
wajibnya puasa dan ha ri raya, berbeda dengan wajh
ashah yang tetap mengaitkannya dengan nafs ar ru’yah
atau ikmal ‘iddah . Selanjutnya beliau mengemukakan
bila pada suatu kasus ada orang yang mengkhabarkan
atau menyaksikan bahwa hilal telah tampak, padahal
hisab dengan m uqaddim at- nya yang qath’I menunjukkan
bahwa hilal tidak mungkin terlihat - m i salnya karena
posisi nya yang terlalu dekat dengan matahari - maka
informasi tersebut harus dianggap keliru dan kesaksian
tersebut harus ditolak. Hal ini beliau kemukakan
mengingat nilai k habar dan kesaksian bersifat zhan
sedang hisab bersifat qath’I , telah dimaklumi bahwa
sesuatu yang qath’I tidak dapat didahului atau
dipertentangkan dengan sesuatu yang zhan . 6
Pernyataan as -Subki ini selanjutnya mendapat
dukungan dari beberapa ulama yang datang kemudian
seperti imam as -Syarwani, al-‘Abbadi dan al -Qalyubi
(w.1069). Tokoh terakhir (al -Qalyubi) ini mengatakan;
“yang benar, rukyat hanyalah sah pada waktu hilal memang
mungkin terlihat” yaitu meskipun ia tetap mendasarkan
pada rukyat tetapi ju ga menempatkan hisab pada
posisi cukup penting. Secara lebih tegas al -Syarwani
dan al-‘Abbadi mengatakan ; ”seyogianya, jika menurut
hisab qath’I hilal telah berada pada posisi memungkinkan
terlihat (haitsu tata’atta ru’yatuh) setelah matahari
terbenam, kir anya hal itu telah cukup dijadikan acuan
meskipun dalam kenyataan (zhahir) hilal tidak tampak” . 7
Terkait dengan hadits Nabi S.a.w.; “faqduru lah”
(hitunglah) diatas, jumhur ulama baik salaf maupun
khalaf menyatakan; “takdirkanlah dengan menggenapkan
bil angan menjadi 30 hari” . Akan tetapi terdapat pula
beberapa ulama yang menafsirkan lain terhadap hadits
tersebut, a.l.; Ahmad ibn Hanbal (w. 241) dan beberapa
ulama lainnya menyatakan perintah itu bermakna;
“anggaplah hilal itu ada dibalik awan” (wa qaddara hu tahta
as sahab) . Dengan demikian bila cuaca mendung pada
saat terbenam matahari (ghurub) tanggal 29 Sya’ban,
mereka tetap mewajibkan puasa esok harinya.
Sementara menurut Mutharrif ibn ‘Abdillah (seorang
tabi’in besar), Ibn Qutaibah (w.276 H), Ibn Surai j (w.306
H) dan lain -lain menafsirkan dengan “perkirakanlah hilal
tersebut dengan perhitungan al -manazil (perhitungan gerak
bulan dan matahari) . 8 . Sementara itu pula Ibn al -
Qudamah dalam al -Mughni -nya menafsirkan kata
“faqdurulah” tersebut dengan tiga kemu ngkinan yaitu;
fa akmilu (sempurnakanlah hitungan menjadi 30 hari), fa
dhayyiqu (ambil -lah yang tersingkat) dan fahsibu
(lakukanlah perhitungan).
Lebih dari itu, berdasarkan perhitungan -
perhitungan yang dilakukan para ulama falak
menunjukkan bahwa data y ang dihasilkan dipandang
cukup sah dan akurat menurut syara’, diperkuat lagi
dengan kenyataan bahwa perhitungan hisab -falak
sudah selalu memberikan hasil yang sangat akurat
tanpa menyisakan perbedaan yang berarti. Sehingga
tak berlebihan banyak ulama konte mporer mendukung
bahkan mewajibkan penggunaan data hisab -falak
dalam menentukan awal bulan Qamariyah teristimewa
Ramadhan-Syawal. Antara lain Thanthawi Jawhari
dalam tafsirnya al -Jawahir fi Tafsir al - Qur’an al -‘Azhim
secara panjang lebar menyatakan kemesti an
menggunakan data hisab -falak dalam memulai puasa
dan hari raya, hal ini dapat disimak dalam pandangan
beliau ketika mengomentari QS.Yunus: 5 serta ayat -
ayat yang berkaitan dengan perhitungan gerak siang -
malam, dll. 9
Selanjutnya ulama kontemporer Mesir Rasyid
Ridha dalam tafsirnya al -Manar juga menyerukan
(membolehkan) untuk menggunakan data hisab -falak
dalam komentarnya terhadap ayat -ayat puasa dan
perhitungan gerak bulan dan matahari. 10
Selanjutnya lagi Ahmad Muhammad Syakir 11 ,
juga menyatakan demikian d alam salah satu karyanya
“Awa’il as -Syuhur al -‘Arabiyah, hal yajuzu syar’an
itsbatuha bil hisab al falaki” , bahkan ia mengatakan cukup
banyak (aktsar ) f uqaha’ dan m uhadditsin yang tidak
mengetahui ilmu falak, bahkan kebanyakan mereka
(katsir minhum) tidak mempercayai para pakar ilmu itu,
terlebih -lebih mereka menganggap itu adalah sesuatu
yang bid’ah. 12
AMS dalam karyanya tersebut menceritakan
kronologis pembolehan/pewajiban hisab -falak
tersebut, kesimpulannya sbb.; Telah dimaklumi bahwa
pada awalnya bangsa Arab sebelum dan diawal
berkembangnya Islam tidak mengerti ilmu falak
dengan pemahaman secara komprehensif (ma’rifatan
‘ilmi yyatan jazimatan) sebab mereka adalah ummat yang
um m i , tidak menulis dan menghitung. Karena itu Rasul
S.a.w. menjadikan sarana term udah dalam menentukan
awal Ramadhan-Syawal yang dapat dilakukan oleh
semua bangsa Arab ketika itu, yaitu rukyat hilal
dengan mata -kepala. Ini adalah sarana terbaik dan
efektif dalam aktifitas ibadah mereka untuk
menghasilkan rasa yakin dan percaya dalam ba tas
kesanggupan mereka, sesungguhnya pula Allah S.w.t.
tidak membebani hamba -Nya lebih dari
kesanggupannya. Akan tetapi seiring tumbuh dan
berkembangnya Islam dengan terjadinya berbagai
kemenangan (f utuhat), diiringi pula dengan kemajuan
yang pesat ilmu pe ngetahuan disemua disiplin, tanpa
terkecuali ilmu hisab -falak (astronomi). Sementara itu
pula sebagaimana disinggung diatas, tidak banyak
f uqaha’ dan m uhadditsin yang memahmi ilmu ini.
Sementara sebagian mereka yang percaya dan
mengertipun, tidak pula mamp u meng-elaborasi ilmu
ini dengan tuntutan fikih. Lantas beliau (AMS)
memberi hujjah dengan argumen yang dibawa oleh
Taqiyuddin as -Subki dalam Fatawa -nya diatas. 13
Menanggapi pernyataan Nabi S.a.w. “fa in
ghumma ‘alaikum, faqdurulah” dan “fa in ghumma ‘ala ikum
fa akmilu ‘al - iddah tsalatsin” AMS menjawab dengan
mengutip pendapat Ibn Suraij (W.306 H) dengan
menggabungkan dua riwayat tersebut dalam dua
keadaan yang berbeda. Pernyataan Nabi S.a.w.
faqdurulah bermakna “kadarkanlah dengan perhitungan al -
manazil ( hisab -falak)” yaitu tertuju untuk orang -orang
khusus mengerti ilmu perhitungan (khithab liman
khasshahullah bi hadza al ‘il m ) , sementara pernyataan “fa
akmilu… dst” tertuju untuk orang -orang awam (khithab
lil ‘ammah). 14
Yusuf al-Qaradhawi dalam Fi qh as -Shiyam -nya
menyebutkan pula secara tegas sekaligus menyeru
untuk menerima fakta ini dengan mengutip pendapat
Rasyid Ridha dan Ahmad Muhammad Syakir diatas. 15
KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas dapat kita tarik
seikat kesimpulan sekaligus s ikap penulis dalam
masalah ini, yaitu sbb.;
1. Penetapan awal Ramadhan -Syawal adalah
persoalan ijtihad sehingga sangat memungkinkan
terjadinya perbedaan pandangan dan pendapat.
2. Pernyataan Nabi S.a.w. “faqduru lah” dan “fa in
ghumma ‘alaikum fa akmilu al -‘i dda h tsalatsin” ,
hadits pertama tertuju pada orang -orang yang
mengerti ilmu hisab -falak, hadits kedua tertuju
pada orang awam (sesuai dengan pernyataan
AMS yang mengutip pendapat Ibnu Suraij)
ditambah argumen -argumen lainnya.
3. Hadits Nabi S.a.w. “i n na ummatun umm i yyah”
bermakna jika ‘ i l lah um mi yyah tersebut hilang,
tentunya membawa konsekuensi keberlakuan
hisab-falak.
4. Berdasarkan penelitian intensif menunjukkan
bahwa dalam rukyat terdapat banyak kelemahan
dipandang dari sudut IPTEK sehingga metode ini
perlu di elaborasi dan disederhanakan dengan
fasilitas teknologi modern (hisab -falak).
5. Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang
dilakukan para pakar hisab -falak menunjukkan
bahwa data yang dihasilkan sudah selalu
memberikan hasil yang sangat akurat tanpa
menyisa kan perbedaan yang berarti. Sehingga tak
berlebihan banyak ulama kontemporer
14 15
16
mendukung bahkan mewajibkan penggunaan
data hisab-falak dalam menentukan awal bulan
Qamariyah teristimewa Ramadhan -Syawal.
6. Sikap ini tentunya relatif (i jtihadiy) , karena itu
tidak harus disepakati oleh semua pihak. Wallah
al -a’
bservatorium berperan penting dalam tingkat
kemajuan ilm u pengetahuan di bidang
astronomi. Observatorium adalah tempat yang
dilengkapi perlengkapan untuk melihat dan
mengamati langit. Kedua objek ini dapat menjadi suatu
tujuan wisata rekreasi dan bersifat edukatif. Dalam
penerapannya pada desain, suatu konsep t ata surya
memperhatikan teori pembentukan yang ada pada tata
surya, konsep sirkulasi, massa bangunan, tekstur,
warna, simpangan dan ukuran dari bentuk yang
mengilhami suatu konsep (Trya et al., 2010) .
Observatorium adalah institusi sains di peradaban
Islam yang memiliki fungsi dan posisi strategis dalam
kehidupan warga . Selain sarana mengakur atkan
waktu dan lokasi ibadah, observatorium juga berfungsi
O
sebagai lembaga pendidikan sains yang
mengintegrasikan keimanan, keislaman, sains, dan
empirik. Dalam konteks peradaban Islam,
observatorium merupakan miniatur majunya sebuah
peradaban (bangsa) (Qorib, 2019) . Untuk menjalankan
sebuah Observatorium dengan fungsi yang sangat
kompleks harus didukung dengan kemampuan
manajemen yang baik.
Harold Kontz dan Cyril O’donnel (1980)
mengatakan bahwa manajemen adalah usaha mencapai
suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
Manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah
aktivitas orang lain yang meliputi perencanan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian.
Dengan demikian, manajemen mangacu pada suatu
proses mengkoordinasikan dan mengin tegrasikan
kegiatan -kegiatan kerja untuk diselesaikan secara
efisien dan efektif dengan melalui orang lain. Proses
menggambarkan fungsi -fungsi manajemen berjalan
sesuai dengan tupoksinya masing -masing (Batlajery,
2016) . Oleh karena itu Observatorium dimana saja tidak
boleh melupakan peran manajemen demi
keberlangsungan dan efektifitas sebuah observatorium
karena sebuah manajemen yang baik sagat menentukan
kualitas dari sebuah observatorium.
METODOLO GI
Tipe penelitian yang digunakan adalah Deskriptif.
“Menurut Sugiyono, penelitian Deskriptif adalah
penelitian yang bertujuan memberikan gambaran
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai suatu
21
pembahasan tertentu. Penelitian Deskriptif bertujuan
me nggambarkan apa saja yang saat ini berlaku”.
Melalui metode penelitian Deskriptif, penulis berupaya
menggambarkan, mencatat, menganalisis dan
menginterprestasikan kondisi -kondisi yang terjadi
dilapangan terkait dengan Manajemen Observatorium
Ilmu Falak Uni versitas Muhammadiyah Sumatera
Utara (Awaluddin & Hendra, 2018) .
TEORI
Pengertian Manajemen
Menurut Mary Parker Follet (2007) pengertian
manajemen sebagai proses, karena dalam manajemen
terdapat adanya kegiatan -kegiatan yang harus
dilakukan, misalnya kegiatan perencanan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
Keg iatan-kegiatan tersebut satu sama lainnya tidak
dapat dipisahkan atau dengan kata lain saling terkait
(terpadu), sehingga akan membentuk suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Jika kita kaitkan dengan
sebuah Observatorium maka kegiatan yang disebutkan
diatas memang harus ada dan dapat dijalankan dengan
baik. Oleh karena itu, manajemen disebut sebagai
Sistem. Manajemen mengandung unsur sebagai
berikut :
1. Manajemen sebagai proses /usaha /aktifitas
2. Manajemen sebagai seni
3. Manajemen terdiri dari individu -individu/orang -
orang yang melakukan aktivitas
20 21
22
4. Manajemen menggunakan berbagai sumber -
sumber dan factor produksi yang tersedia dengan
cara efektif dan efisien
5. Adanya tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu.
Menurut James F. Stoner (2004) pengertian
manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian dan penggunaan sumber daya dan
sumber lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, manajemen
bertujuan pada suatu proses mengkoordinasikan dan
mengintegrasikan kegiata n-kegiatan kerja diselesaikan
secara efisien dan efektif dengan melalui orang lain.
Proses menggambarkan fungsi -fungsi manajemen
berjalan sesuai dengan tupoksinya masing -masing.
Walaupun berbeda -beda dalam cara pandang,
namun konsep manajemen tetap mengac u pada
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian. 1. Manajemen sebagai proses kegiatan
Sebagai suatu proses kegiatan, manajemen diartikan
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari
kegiatan merencanakan, melaksanakan serta
mengkoo rdinasikan apa yang direncanakan sampai
dengan kegiatan mengawasi atau mengendalikannya
agar sesuai dengan apa yang direncanakan. 2.
Manajemen sebagai suatu ilmu dan seni Manajemen
sebagai ilmu dan seni diartikan sebagai uapaya
pencapaian tujuan dengan pen dekatan dan
menjelaskan fenomena -fenomena dan gejala -gejala
manajemen serta mentransformasikan dan
mengindentifikasikan proses manajemen berdasarkan
23
kaidakaida ilmiah. 3. Manajemen sebagai kumpulan
orang untuk mencapai tujuan Setiap kegiatan yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara kooperatif
dalam organisasi disebut sebagai aktivitas manajemen.
Kolektivitas orang -orang tersebut bergabung dalam
suatu organisasi dan dipimpin oleh seorang pemimpin
(manajer) yang bertanggung jawab penuh atas upaya
penca paian tujuan secara efisien dan efektif Fungsi -
Fungsi Manajemen Ricky W. Griffin (2004)
mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran
(goals) secara efekt if dan efesien. Efektif berarti bahwa
tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan,
sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai
dengan jadwal. 1. Fungsi Perencanaan Dalam
manajemen, perencanaan adala h proses mendefinisikan
tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai
tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting
dari semua fungsi manajemen karena tanpa
perencanaan fungsi -fungsi lain pen gorganisasian,
pengarahan, dan pengontrolan -tak akan dapat berjalan.
2. Fungsi Pengorganisasian Proses yang menyangkut
bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan
dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur
organisasi yang tepat dan tangguh, s istem dan
lingkungan organisasi yang kondusif, dan dapat
memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi
dapat bekerja secara efektif dan efisien guna
22 23
24
pencapaian tujuan organisasi. 3. Fungsi Pengarahan
dan Implementasi Proses implementasi program agar
dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi
serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut
dapat menjalankan tanggungjawabnya dengan penuh
kesadaran dan produktifitas yang tinggi. 4. Fungsi
Pengawasan dan Pengendalian Proses yang dilakukan
untuk mema stikan seluruh rangkaian kegiatan yang
telah direncanakan, diorganisasikan dan
diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target
yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi
dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi. Fungsi
dan Proses Manajem en Pada umumnya manajemen
dibagi menjadi beberapa fungsi, yaitu menrencanakan,
mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan
kegiatan dalam rangka usaha untuk mencapai tujuan
yang di inginkan secara efisien dan efektif.
Henry Fayol (2010) mengusulkan bah wa semua
manajer paling tidak melaksanakan lima fungsi
manajemen, yakni merancang, mengorganisasikan,
memerintah, mengkoordinasikan, dan mengendalikan.
1. Perencanaan Perencanaan dapat diartikan
sebagai suatu proses untuk menentukan tujuan serta
sasaran yang ingin dicapai dan mengambil langkah -
langkah strategis guna mencapai tujuan tersebut.
Melalui perencanaan seorang manajer akan dapat
mengetahui apa saja yang harus dilakukan dan
bagaimana cara untuk melakkukannya.
2. Pengorganisasian Pengorganisasian m erupakan
proses pemberian perintah, pengalokasian sumber daya
serta pengaturan kegiatan secara terkoordinir kepada
25
setiap individu dan kelompok untuk menerapkan
renacana. Kegiatan -kegiatan yang terlibat dalam
pengorganisasian mencakup tiga kegiatan yaitu ( 1)
membagai komponen -komponen kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam
kelompok-kelompok, (2) membagai tugas kepada
manajer dan bawahan untuk mengadakan
pengelompokkan tersebut, (3) menetapkan wewenang
di antara kelompok atau unit -unit organisasi.
3. Pengarahan Pengarahan adalah proses untuk
menumbuhkan semangat (motivation) pada karyawan
agar dapat bekerja keras dan giat serta membimbing
mereka dalam melaksanakan rencana untuk mencapai
tujuan yang efektif dan efisien. Melalui penga rahan,
seorang manajer menciptakan komitemen, mendorong
usaha-usaha yang mendukung tercapainya tujuan.
4. Pengendalian Bagian terakhir dari proses
manajemen adalah pengendalian (controlling).
Pengendalian dimaksudkan untuk melihat apakah
kegiatan organisa si sudah sesuai dengan rencana
sebelumnya. Fungsi pengendalian mencakup empat
kegiatan, yaitu (1) menentukan standar prestasi; (2)
mengukur prestasi yang telah dicapai selama ini; (3)
membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan
standar prestasi; dan ( 4) melakukan perbaikan jika
terdapat penyimpangan dari standar prestasi yang
telah ditetapkan. Analisis Fungsi Manajemen Setelah
menganalisis fungsi manajemen dari para ahli, penulis
berpendapat bahwa fungsi -fungsi manajemen terdiri
dari planning (perencan aan), organizing
24 25
26
(pengorganisasian), motivating (pemberian motivasi)
dan controlling (pengendalian).
Senada dengan apa yang diutarakan Mee tentang
fungsi manajemen. Mengingat kondisi perkembangan
globalisasi saat ini yang menuntut adanya kreativitas
dan p ersaingan antar perusahaan, organisasi maupun
individu. Sehingga motivating menjadi hal yang
penting dalam usaha menggerakkan setiap individu
agar mau memberikan yang terbaik dari dirinya untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Penjelasan
fungsi manaj emen lebih lanjut sebagai berikut. 1.
Planning (perencanaan) Planning (perencanaan)
menurut Usman (2011: 66) merupakan proses
pengambilan Batlajery, Penerapan Fungsi -Fungsi
Manajemen Pada keputusan atas sejumlah alternatif
mengenai sasaran dan cara -cara ya ng akan
dilaksanakan dimasa yang akan datang guna mencapai
tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan
penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang
dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
Pendapat yang sama dari Terry & Roe (2005: 9)
mengemukaka n planning sebagai penentuan tujuan -
tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang
akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat
mencapai tujuan -tujuan itu. Planning (perencanaan),
berarti menentukan suatu cara bertindak yang
memungkinkan organisa si dapat mencapai tujuannya.
2. Organizing (pengorganisasian), berarti memobilisasi
sumber daya manusia dan sumber daya alam dari
organisasi untuk mewujudkan rencana menjadi suatu
hasil. 3. Motivating (pemberian motivasi), pemberian
27
inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan
agar melakukan kegiatan secara suka rela sesuai
dengan tugas -tugasnya. 4. Controlling (pengawasan),
berarti pemantauan (monitoring) rencana untuk
menjamin agar dikemudikan dengan tepat (Siswanto,
2009) (Batlajery, 2016) .
P erencanan Observatorium yang Ideal
Sebuah Observatorium harus memiliki
perencanaan yang baik karena observatorium menurut
Tulloch adalah lokasi berada di puncak tertinggi,
tersedia prasarana pendukung fungsi observatorium
seperti jalan, listrik, air bersih, juga telepon serta
kondisi cuaca dan pengamatan (seeing). Kriteria ideal
observatorium secara lebih lengkap adalah sebagai
berikut: 1) Lokasi, observatorium harus berada pada
suatu kawasan desa yang jauh d ari pencahayaan.
Observatorium tidak mungkin berada di pusat
kota atau di dekat kota besar dalam kaitannya dengan
tingginya polusi cahaya. Lokasi observatorium harus
ditempatkan pada puncak tertinggi, idealnya berada
pada suatu puncak yang terisolasi. Tida k ditempatkan
pada suatu dataran rendah atau lembah pegunungan.
Lokasi yang ideal berada pada suatu lokasi yang dapat
ditempuh dengan berkendaraan dalam waktu dua
sampai tiga jam perjalanan dari kota; 2) Prasarana,
pada lokasi observatorium harus tersedia jalan, listrik,
dan terutama air dan juga telpon. Jalan harus dapat
dilalui kendaraan untuk menuju ke suatu kota.
Penataan prasarana jalan harus Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota, Vol.10 No.1 Page | 3 sekecil
26 27
28
mungkin menggunakan anggaran observatorium; 3 )
Kondisi cuaca, langit malam yang bebas dari awan
adalah suatu kriteria paling mendasar dan yang sangat
penting untuk lokasi observatorium. Angin kencang
juga dapat mengganggu pengamatan oleh adanya
turbulence atmosfir dan dapat menimbulkan getaran
pada t eleskop. Angin kencang juga akan menimbulkan
dampak negatif bagi pengamatan bintang. Lokasi
dengan angin badai yang tinggi harus dihindarkan
untuk menempatkan observatorium; 4) Pengamatan
(seeing) adalah bentuk istilah yang digunakan untuk
penetapan citra astronomi. Suatu lokasi dengan
“pengamatan tidak baik” akan tidak jelas dalam
melakukan perekaman, data resolusi rendah (Katrini,
2010) .
P engorganisasian Observatorium sesuai denga n
Fungsinya
Pengorganisasian sebuah observatorium tidak
terlepas dari fungsi sebuah observatorium oleh karena
itu kita harus dapat memahami apa saja fungsi sebuah
observatorium agar dapat diorganisasikan dengan baik
Sebagai Wahana Edukasi Planetarium
me rupakan sarana wisata pendidikan yang dapat
menambah wawasan yang sangat luas kepada
pengunjung khususnya bidang ilmu pengetahuan
astronomi, karena pertunjukan planetarium yang
sering disebut juga Teater Bintang menyajikan berbagai
macam peristiwa alam jag at raya. Dalam sebuah
planetarium digital dapat juga menampilkan berbagai
29
jenis pertunjukan baru dalam format multimedia,
dengan pertunjukan audiovisual yang menarik.
Sebagai Sarana Hiburan Planetarium
merupakan alternatif sarana hiburan bagi warga
umum, hal ini ditandai dengan menjadikan
planetarium sebagai salah satu alternatif tempat
rekreasi keluarga. Selain berperan sebagai wahana
edukasi, planetarium juga berperan sebagai wahana
rekreasi untuk para pengunjung. Planetarium juga
masuk dalam prog ram pariwisata setiap negara, dalam
membantu devisa negara walaupun ruang lingkupnya
masih kecil. Kadang juga Planetarium dijadikan sarana
hiburan musik orchestra yang mempunyai latar
belakang pemandangan simulasi benda -benda langit
sebagai latarnya.
Se bagai Tempat Penelititian atau Pengamatan
Observatorium berperan sebagai lembaga ilmiah yang
bukan hanya menjadi tempat berpikir dan bekerja para
astronom profesional, tetapi juga merupakan tempat
bagi warga untuk mengenal dan menghargai
sains. Dalam terminologi ekonomi modern,
Observatorium berperan sebagai public good. Dalam
perjalanan penelitiannya, seringkali sebuah
observatorium melahirkan berbagai macam temuan
baru di dunia astronomi secara khususnya, dan dalam
ilmu pengetahuan secara umum (Trya et al., 2010) .
Setelah mengetahui fungsi sebuah
observatorium maka langkah berikutnya menyusu n
Standar Operasional Prosedur, Instruksi Kerja, Visi,
Misi, tujuan dan Road Map ke depan dari masing -
masing fungsi yang ingin dicapai
28 29
30
PEMBAHASAN OIF UMSU
Lokasi dan Posisi Geografis Lokasi
Observatorium Ilmu Falak Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara terletak di Jalan.
Denai No 217 Lantai. 7 Gedung Pascasarjana UMSU,
Kelurahan Tegal Sari Mandala II, Kecamatan Medan
Denai, Kota Medan, Sumatera Utara Kode Pos 20226
Telp. 0853 -5803 -3907.
Sejarah Observatorium Ilmu Falak UMSU Pada
mulanya, tujuan pendiria n OIF UMSU adalah dalam
rangka pengkajian dan penelitian benda -benda langit
semata. Namun seiring berjalannya waktu,
observatorium memiliki jangkauan lebih luas yaitu
dengan menyelenggarakan pengajaran astronomi dan
diskusi ilmiah. Namun oleh karena sifatn ya yang
sangat praktis dan empiris serta membutuhkan
peralatan -peralatan khusus menyebabkan
observatorium sebagai lembaga ilmiah tidak begitu
menyebar luas di dunia Islam abad pertengahan
dibanding dengan lembaga -lembaga sains lain seperti
bait al-hikmah, perpustakaan dan rumah sakit
maupun lembaga pendidikan Islam parexcellence
masjid dan madrasah. Dalam kehadiran awalnya,
observatorium adalah model bagi sebuah organisasi
sains, yang setidaknya ada dua faktor pemicu
munculnya. Pertama, bahwa observatorium sebagai
institusi sains mampu mencerminkan sifat penelitian
ilmiah melalui pengamatan alami yang terorganisir.
Hal ini menjadi basis bagi perkembangan teori -teori
ilmiah yang terus berkembang dan memiliki karakter.
31
K edua, observatorium sebagai organisasi s osial
mencerminkan kekhasan institusi sains yang
tergambar dalam praktik kolektif dan kerjasama antar
astronom Muslim. Dua faktor ini memberi pengaruh
bagi kemajuan pengetahuan astronomi.19 Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) sebagai
universitas swasta terkemuka di Medan ternyata tidak
memiliki banyak ahli yang mumpuni di bidang Ilmu
Falak yang mampu berkiprah baik di tingkat lokal
maupun nasional, apatah lagi internasional. Tidak
dipungkiri, ketiadaan dan kelangkaan ini efeknya
dirasakan di teng ah warga , dimana warga
hingga kini belum mengerti esensi penentuan waktu
ibadah, khususnya penentuan puasa dan hari raya.
Berdasarkan fakta di atas dan guna mendorong
percepatan kemajuan UMSU di bidang Ilmu Falak,
maka jalan terbaik yang perlu di lakukan adalah
membangun pengkaderan, pelatihan dan penelitian
bidang ini secara profesional dan simultan, dimana hal
ini sebagai bagian dari upaya melahirkan sumber daya
manusia berkualitas, yang mempunyai keunggulan
tehnikal, dan siap menjawab berbagai pertanyaan
warga terkait Ilmu Falak. Oleh karena itu,
dengan penuh kesadaran dipandang perlu
mendirikan “Observatorium Ilmu Falak Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara” (OIF UMSU).
Observatorium Ilmu Falak Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara ya ng (disingkat OIF
UMSU) adalah salah satu lembaga di UMSU yang
bergerak di bidang observasi benda -benda langit dan
pengkajian Ilmu Falak (Astronomi Islam), didirikan
30 31
32
tahun 2014 berdasarkan SK Rektor UMSU (Agussani )
No. 1060/K EP/II.3 -AU/UMSU/D/2014, dan
diresmikan oleh Ketua MTT PP Muhammadiyah
(Syamsul Anwar). Selanjutnya pada Konvensi
Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di
Yogyakarta, 23 Mei 2016 M, OIF UMSU kembali
diresmikan oleh Presiden RI (Joko Widodo) yang
ditandai dengan penandatangan prasasti.
Aktivitas OIF adalah penelitian, edukasi, dan
khidmat kepada warga dalam bidang Ilmu Falak
(Astronomi Islam. OIF memiliki visi menjadi pusat
pengkaderan, penelitian, pemikiran dan pengkajian
Ilmu Falak yang memadukan khazanah Islam dan
sains modern da n misi menyelenggarakan program
pelatihan, pengkajian, dan penyuluhan Falak di
lingkungan kampus dan di lingkungan warga .
Sementara itu motto OIF adalah “memotret semesta
dengan iman dan peradaban. OIF memiliki motto
“Memotret Semesta demi Iman dan Pe rdaban”, dan
sejauh ini OIF bergerak dengan filosofi ini. “Memotret
Semesta” bermakna bahwa pengamatan benda -benda
langit merupakan bagian integral dari sebuah
observatorium. Tanpa aktivitas observasi maka
sebuah observatorium tidak layak disebut
observato rium. “Demi iman” merupakan ungkapan
tauhid dan tujuan tertinggi manusia. Mengamati
langit, selain ekspolarasi alam semesta, juga
merupakan bagian dari upaya mengokohkan
keimanan kepada Allah. “Demi Peradaban” bermakna
bahwa pengkajian dan penelitian keant ariksaan
merupakan bagian dari apresiasi dan akomodasi
33
terhadap perkembangan zaman. Agama Islam,
sebagai yang diyakini Muhammadiyah dan UMSU
ada di dalamnya, adalah agama yang menghargai
ilmu pengetahuan, sains dan teknologi dimana antar
dimensi ideal wahy u dan peradaban manusia
sejatinya akan selaras. Pendirian sebuah
observatorium bernama OIF UMSU adalah apresiasi
konkret terhadap perkembangan zaman (Rambe et al.,
2019) .
Saat ini OIF UMSU memiliki manajemen yang
cukup ba gus terbukti dari sejak didirikannya OIF
UMSU kurang lebih lima tahun yang lalu OIF UMSU
telah berhasil meraih beberapa capaian yang luar biasa
yang tidak dapat diraih oleh observatorium lain di
Indonesia seperti :
1. Jumlah Kunjungan terbanyak dalam jangka waktu
5 tahun,
2. Menerbitkan Jurnal yang sudah terakreditasi Sinta
3,
3. Menerbitkan Majalah,
4. Telah Mengukur Arah Kiblat Puluhan Masjid.
5. Melakukan Penelitian dan Pengabdian yang
didanai baik Instansi Swasta maupun Negeri.
6. Meraih 2 Rekor Muri. Dan masih bany ak lainnya.
Capaian yang didapatkan OIF UMSU
membuktikan manajemen seperti perencanan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan di OIF
UMSU berjalan dengan baik.
32 33
34
KESIMPULAN
Aktivitas OIF adalah penelitian, edukasi, dan
khidmat kepada warga dala m bidang Ilmu Falak
(Astronomi Islam. OIF memiliki visi menjadi pusat
pengkaderan, penelitian, pemikiran dan pengkajian
Ilmu Falak yang memadukan khazanah Islam dan sains
modern dan misi menyelenggarakan program
pelatihan, pengkajian, dan penyuluhan Falak di
lingkungan kampus dan di lingkungan warga
yang dalam aktifitasnya memerlukan manajemen agar
kegiatan perencanan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan dapat berjalan dengan baik
sebagaimana fungsi manajemen itu sendiri.
alah satu kebutuhan manusia dalah hidup
berwarga adalah metode penanggalan.
Penanggalan merupakan metode satuan -satuan
ukuran waktu yang digunakan untuk mencatat
berbagai peristiwa penting, metode -metode waktu itu
antara lain hari, minggu, bulan, tahun, dan sebagainya.
Di Indonesia selain banyak metode yang berkembang
juga banyaknya ormas -ormas Islam yang eksis dan
berkembang, masing -masing ormas Islam memiliki
masa atau warga dan kebijakan tersendiri. Dan ini juga
ikut mewarnai terhadap perbed aan penetapan awal
bulan qamariyah. Sehingga sering terjadi perbedaan
mengawali puasa Ramadhan berhari raya idul fithri
dikalangan umat Islam Indonesia (Rohmat, 2014) .
Persoalan penetapan awal bulan atau
penanggalan dalam Islam merupakan suatu hal yang
serius. Keseriusan itu dapat dilih at dari datadata dalam
Alquran dan Hadis baik qawli maupun fi’li. Tidak
hanya berhenti pada sumber ternyata para ulama
dalam semua kitab fikih akan membahas persoalan
kajian penetapan awal bulan terkait dengan
Ramadahan, syawal dan sebagainya (Marpaung, 2018) .
Dalam penanggalan Hijriah, awal berlangsungnya
tanggal dimulai pada saat matahari terbenam (ghurūb).
Sedangkan awal bulan hijriah bergantung pada posisi
hilāl saat ghurūb tanggal 29 bulan Hijriah bulan yang
sedang berjalan. Ilustrasinya seperti berikut: 1) Jika
pada saat ghurūb tanggal 29, posisi bulan belum
mencapai ijtimā‘, secara astronomis maka bulan yang
S
39
sedang berjalan berumur 30 hari, atau keesokan
harinya masih berada di bulan yang sedang berjalan
pada tanggal 30; 2) Jika pada saat ghurūb tanggal 29
ijtimā‘ sudah terjadi, posisi hilālterhadap Matahari
negatif a tau hilāl terbenam terlebih dahulu dibanding
matahari, maka umur bulan yang sedang berjalan
berumur 30 hari; 3) Jika pada saat ghurūbtanggal 29,
ijtimā‘ sudah terjadi sebelum ghurūb, posisi hilāl positif
atau matahari tenggelam terlebih dahulu dibanding
bulan, maka penentuan awal bulan ber -dasarkan
kriteria Syari’ah. Keesokan harinya jika memenuhi
kriteria yang dipakai berarti sudah masuk awal bulan
atau tanggal 1 bulan baru Hijriyah. Jika belum
memenuhi kriteria maka besoknya tanggal 30 bulan
yang sedang b erjalan (Muhaini, 2013) .
Untuk menjembatani berbagai persoalan
penetapan awal bulan Qamariyah sebagaimana yang
dideskripsikan di atas, pemerintah dalam hal ini
Kementerian Agama (Kemenag) melakukan
musyawarah dengan berbagai elemen warga yang
berakhir de ngan sidang itsbat (sidang penetapan awal
dan akhir bulan Qamariyah). Hasil sidang itsbat yang
di fasilitasi Kemenag tersebut, justru tidak ditaati
sepenuhnya oleh warga Indonesia.
Otoritas pemerintah dalam penetapan awal bulan
Qamariyah menjadi dile matis, bahkan tidak mengikat
umat Islam, karena payung hukum yang berkaitan
dengan hal tersebut hanya mengacu pada fatwa MUI
tahun 2004. Bermacam fatwa MUI yang dikeluarkan di
Indonesia, sering diabaikan dan tidak diaplikasikan
umat Islam, termasuk yang be rkaitan dengan wajibnya
38 39
40
umat Islam mengikuti putusan pemerintah di bidang
hisab dan rukyat tersebut. Disamping itu, masih
banyak warga yang hanya mengikuti putusan
organisasi, tarekat, dan tokoh yang mereka hormati
dalam menetapkan awal bulan Qamariya h (khususnya
Ramadan, Syawal, dan Zulhijjah). Tapi pada sisi lain,
terdapat juga warga yang taat dalam mengikuti
putusan pemerintah (Kementerian Agama) sebagai
pemegang otoritas dalam bidang keagamaan (Haliah,
2016) . Untuk itu, penting mengulas kembali secara
ontologis tentang hakikat ulil amri serta siapa
sesungguhnya yang dipandang sebagai ulil amri yang
berwenang dalam penetapan awal bulan Qamariyah.
Menurut fikri, ulil amri yang berwenang dalam
menetapkan awal bulan Qamariyah adalah ulama, baik
secara individu maupun kolektif yang memiliki
kompetensi serta otoritas dalam bidang Ilmu Falak dan
penetapan awal bulan Qamariyah (Fikri, n.d.)
METODOLOGI
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kua litatif
dengan Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara. Wawancara merupakan salah satu
teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa wawancara (interview) adalah suatu kejadian
atau suatu proses interaksi antara pewawancara
(interviewer) dan sumber informasi atau orang yang di
wawancarai (interview) melalui komunikasi langsung.
Metode wawancara/interview juga merupakan proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
41
dengan cara Ta nya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden/ orang yang di
wawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara. Dalam wawancara
tersebut biasa dilakukan secara individu maupun
dalam bentuk kelompok, sehingga di dapat data
informatik yang orientik.
Wawancara bertujuan mencatat opini, perasaan,
emosi, dan hal lain berkaitan dengan individu yang ada
dalam organisasi. Dengan melakukan interview,
peneliti dapat memperoleh data yang lebih banyak
sehingga peneliti dapat mema hami budaya melalui
bahasa dan ekspresipi hak yang diinterview; dan dapat
melakukan klarifikasi atas hal ‐ hal yang tidak
diketahui. Pertanyaan pertama yang perlu diperhatikan
dalam interview adalah Siapa yang harus diinterview ?
Untuk memperoleh data yang kredibel makain terview
harus dilakukan dengan Know ledgeable Respondent
yang mampu menceritakan dengan akurat fenomena
yang diteliti. Isu yang kedua adalah Bagaimana
membuat responden mau bekerjasama? Untuk
merangsang pihak lain mau meluangkan waktu untuk
diinterview, maka perilaku pewawancara dan
responden harus selaras sesuai dengan perilaku yang
diterima secara sosial sehingga ada kesan saling
menghormati. Selain itu, interview harus dilakukan
dalam waktu dan tempat yang sesuai sehingga dapat
menciptaka n rasa senang, santai dan bersahabat.
Kemudian, peneliti harus berbuat jujur dan mampu
meyakinkan bahwa identitas responden tidak akan
pernah diketahui pihak lain kecuali peneliti dan
40 41
42
responden itu sendiri. Data yang diperoleh dari
wawancara umumnya berben tuk pernyataan yang
menggambarkan pengalaman, pengetahuan, opini dan
perasaan pribadi. Untuk memperoleh data ini peneliti
dapat menggunakan metode wawancara standar yangt
erskedul (Schedule Standardised Interview), interview
standart akterskedul (Non ‐Schedule Standardised
Interview) atau interview informal (Non Standardised
Interview). Ketiga pendekatan tersebut dapat
dilakukan dengan teknik sebagai berikut: a) Sebelum
wawancara dimulai, perkenalkan diri dengan sopan
untuk menciptakan hubungan baik b) Tunjukkan
bahwa responden memiliki kesan bahwa dia orang
yang “penting” c) Peroleh data sebanyak mungkin d)
Jangan mengarahkan jawaban e) Ulangi pertanyaan jika
perlu f) Klarifikasi jawaban g) Catat interview (Chairi,
2009).
Penulis menemui Ketua RHI Korw il Sumatera
Utara yaitu Bapak Bambang Eko Lasmadi. Pada Maret
2019 Adapun Sekretariat RHI Korwil SUMUT : Jl.
Tanah 600 Marelan Raya Gg.Keluarga no.30 Medan.
Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) merupakan sebuah
wadah kelembagaan bagi para jaringan angota yang
te rsebar di seluruh Indonesia bahkan beberapa
diantaranya anggota berdomisili di luar negeri
Wacana Unifikasi Inisiatif Pemerintah
Pemerintah telah sejak lama memberikan per -
hatian dalam masalah penentuan awal bulan
Qamariyah. Misalnya ditandai dengan di -be ntuk nya
Badan Hisab Rukyat (BHR) di bawah naungan
43
Departemen Agama sebagai wadah yang
mempertemukan para ulama, ahli hisab rukyat,
astronom, dan wakil-wakil organisasi warga di
Indonesia. BHR di -bentuk berdasarkan S.K. Menteri
Agama No. 76 Tahun 197 2 pada tanggal 16 Agustus
1972.
U paya -upaya Unifikasi Penetapan Awal Bulan
Qamariyah di Indonesia
Salah satu tujuan dibentuknya badan ini adalah
“mengusahakan bersatunya umat Islam dalam
menentukan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal dan 10
Dzulhijjah”. Lahirnya BHR di latarbelakangi oleh
munculnya perbedaan -perbedaan yang terjadi di
warga seperti jatuhnya awal Ramadhan 1391 H
/1971 M. dan Dzulhijjah 1391 H /19 72 M.18 Kegiatan
organisasi ini antaranya Musyawarah Kerja Hisab
Rukyat19 dan Sidang isbâth.20Hingga kini meski
keberadaan BHR telah melampui usia 40 tahun lebih,
namun upaya yang dilakukan Kementerian Agama
dengan tujuan awal pembentukannya belum
membuahkan hasil yang memuaskan (Hamdun, 2014) .
Anjuran Taat pada Pemerintah oleh MUI seb agai
payung umat Islam Indonesia pada Desember 2003
memprakarsai per -temuan ulama komisi fatwa se -
Indonesia dengan wakil ormas Islam untuk membahas
penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Pertemuan tersebut melahirkan beberapa point
rekomendasi.
Pertama, yang berhak menentukan dan
menetapkan 1 Ramadhan, 1 Syawal, 1 Dzulhijjah untuk
Indonesia adalah Menteri Agama.
42 43
44
K edua, dalam menentukannya Menteri Agama
harus menggunakan hisab dan rukyat.
Ketiga, umat Islam seluruh Indonesia wajib
mengikuti peneta pan Menteri agama itu. Kesepakatan
tersebut kemudian diformalkan dalam fatwa MUI No. 2
Tahun 2004 yang menyatakan bahwa;
1. Penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah
dilakukan berdasarkan metode rukyat dan hisab
oleh Pernerintah RI cq Menteri Agarna dan berlaku
secara nasional,
2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati
ketetapan Pernerintah RI tentang penetapan awal
Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah,
3. Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan
Dzulhijah, Menteri Agama wajib berkonsultasi
dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas -ormas
Islam, dan Instansi terkait (Hamdun, 2014) .
TEORI
Biografi Drs. Bambang Eko Lasmadi
Drs. Bambang Eko Lasmadi, Lahir di P. Siantar 17
April 1966 M. Menamatkan Pendidikan menengah atas
di SMA Negeri 2 Sian tar jurusan IPA dan Beliau
merupakan alumni S -1 Program Studi PDU -Akutansi
IKIP Medan tahun 1990. Saat ini beliau aktif melakukan
kegiatan falakiyah seperti survey hilal muda setiap
bulan, gerhana Matahari -Bulan, Kalibrasi Arah Kiblat
dll. Selain itu belia u aktif belajar ilmu -ilmu agama
secara talaqiy dan Musyarafah dengan beberapa guru -
45
guru Agama beliau juga Mengajar agama di rumah dan
beberapa Masjid.
Metode Awal Bulan RHI SUMUT
RHI Medan (SUMUT), mempunyai prinsip
bahwa penentuan awal bulan ada rumus -rumus baku
yang digunakan, dan penentuan awal bulan harus
melalui rukyah, kedua survei lapangan. Survei
lapangan yang dilakukan harus tepat kapan
mensurveinya,. Menurut RHI Medan (SUMUT), ada
rumusan dan persyaratan baku kapan mensurvei yang
harus dilakukan, mensurvei harus dilakukan setiap tgl
29 Hijriyah malam tgl 30, terkait tanggal 1 hijriahnya.
Hal tersebut merupakan kegiatan yang sinergis,
berhubungan langsung dari tanggal 1 hijriahnya, jika
di tanggal 29 hilal minus (di bawah ufuk) berarti ada
kesalahan .
Penetapan minus jika dikaji berdasarkan
hitungan astronomis yang sudah dilakukan RHI
Medan (SUMUT) bertahun -tahun ketika penetapan
tanggal satunya salah. Hal ini ada dua kemungkinan,
yang pertama biasanya gagal dalam melakukan
rukyah sehingga istikmal, d an yang kedua memang
tidak terlihat di tempat (melaksanakan rukyah) tapi
terlihat di tempat lain, jadi untuk menetapkan tanggal
1 harus benar agar tanggal 29 nya juga benar.
Tanggal 1 itu benar harus memperhatikan
kemungkinan kesalahan, kemungkinan kesalah an
diantaranya peluang istikmal terjadi karena di tempat
kita tidak terlihat dan di tempat lain terlihat.
44 45
46
Apabila pada tanggal 29 hijriyah minus atau hilal
berada di bawah ufuk berarti ada yang salah dalam
penetapan tanggal 1 sebelumnya, ada peluang koreks i,
begitu juga seandainya hilal tidak terlihat lalu kita
melakukan istikmal, maka kita harus merukyat
tanggal 28 nanti untuk mengetahui benarkah istikmal
yang dilakukan. Mungkin ada orang di tempat lain
yang melihat hilal tersebut. Jadi ada peluang
memperb aiki dan itu sudah di fatwa dalam beberapa
pendapat -pendapat ulama.
Menurut saya, kalau hilal berada pada posisi minus
berarti perhitungannya ada yang salah dalam
penetapan tanggal 1 yang lalu arena Rasulullah Saw
tidak pernah membuat sesuatu yang berten tangan
dengan ilmu alam.
Kriteria Visibilitas Hilal RHI
Kriteria Visibilitas Hilal RHI mendefinisikan Hilal
sebagai Bula n pasca konjungsi yang memiliki Lag ≥ 24
menit hingga Lag ≤ 40 menit pada saat terbenamnya
Matahari. Bulan pasca konjungsi dengan Lag < 24
menit disarankan untuk disebut sebagai Bulan Gelap,
bukan hilal. Dari analisis terhadap basis data RHI telah
berhasil disusun sebuah kriteria visibilitas baru yang
khas untuk Indonesia, yakni Kriteria RHI dengan
variabel beda altitude dan beda azimuth dalam bentuk
persamaan : aD ≥ 0,099DAz2 – 1,4 90 DAz + 10,382.
Kriteria RHI menunjukkan bahwa nilai beda altitude
Bulan– Matahari dipengaruhi oleh nilai beda
azimuthnya. Beda altitude minimum sebesar 5° pada
beda azimuth 7,5° hingga beda altitude maksimum
47
10,4° 16 Hasil pelaksanaan rukyat di 111 titik di
Indonesia, menurut Lukman, telah melihat hilal di
sembilan titik. Antara lain di Gresik (Jawa Timur),
Pelabuhan Ratu (Jawa Barat), dan Kolaka (Sulawesi
Tenggara). senin - besok pada beda azimuth 0°.
Terdapat kesesuaian antara Kriteria RHI dengan
definisi hilal, ditunjukkan oleh konversi ke Lag Bulan
yang menghasilkan Lag minimu m ideal ≈ 19 menit.
Beda altitude minimum secara faktual adalah 5,8° yang
berkorelasi dengan Lag minimum faktual ≈ 23 menit.
Dengan definisi hilal dan Kriteria RHI, ”kriteria”
Imkanurrukyat versi MABIMS tidak bisa dibuktikan.
Basis data RHI juga menunjukka n bahwa ada nilai
elongasi minimum sebesar 7,23° yang dicapai dengan
alat bantu optik. Nilai tersebut mendekati nilai batas
Danjon versi awal dan usulan Schaefer berdasarkan
hasil observasi, angka ini masih sedikit di atas nilai
batas Danjon terbaru yang d iusulkan Odeh yakni 6,4°.
Kriteria RHI adalah sebuah kriteria yang sifatnya
dinamis sehingga kriteria ini akan selalu berkembang
menyesuaikan munculnya data -data baru laporan
kenampakan hilal khususnya laporan yang dianggap
valid dan merupakan rekor baru. Selain itu kriteria RHI
juga melegitimasi penggunaan alat bantu optik dan
teknik pencitraan dalam laporan rukyatul hilal namun
masih menolak laporan rukyat yang dilakukan qoblal
ghurub
PEMBAHASAN
Terkait penyatuan Awal Bulan di Indonesia Drs.
Bambang Eko Lasmadi tidak terlalu berharap banyak.
Beliau memiliki prinsip “Al -Ijtihad La Yunqadu Bi Al -
Ijtihad” (ijtihad seseorang tidak bisa dibatalkan dengan
ijtihad lain). Karena menurut beliau penentuan awal
bulan termasuk wilayah khilafiyah yang nilainya
zhanniy.
Ga m b a r 1. Poto bersama setelah melakukan wawancara. Dari
kiri : Marataon Ritonga, Ahmad Fauzi, Bambang Eko Lasmadi (Ketua
RHI SUMUT ), Arwin Juli Rakhmadi Butar - Butar, M. Hi dayat
(Penuli s) .
Beliau berpendapat jika pemerintah
menggunakan atau mengadopsi salah satu sistem,
berilah ruang gerak pada orang lain yang berusaha
untuk mengamalkan sesuai dengan ijtihadnya, selama
itu ada alasannya dan itu bisa dipertanggungjawabkan.
Jangan saling mempengaruhi dan saling
mengklaim metode yang paling benar, pemerint ah
49
diharapkan dapat memfasilitasi karena ini masalah
yang kompleks, yang sulit disatukan.
Beliau menekankan, secara nasional dan resmi
wilayah waktu di Indonesia ini tidak bisa disatukan,
maka harus dibagi 3 zona waktu (bahkan dahulu dibagi
6 zona di zaman Soekarno), jadi menurut beliau batas -
batas pembagian harus ada karena perbedaannya
sangat ekstrim bagi daerah -daerah yang terlalu jauh.
Ini dari segi analogi, berikutnya persoalan matlak ini
merupakan persoalan yang khilafiyah (ada perbedaan
pendapat) di kalangan ulama-ulama mujtahid, artinya
ini masalah khilafiyah (Arkanuddin & Sudibyo, 2015) .
Persoalan khilafiyah maka pedomannya tetap “al -
ijtihad la yunqadu bi al -jtihad”, jadi membuka peluang
kepada siapa saja. Dalam mazhab Syafi’i saja ada tiga
pendapat dalam menyikapi hasil survey hil al di
beberapa tempat yang berbeda apakah berdasarkan
prinsip masyafatul qashar, prinsip perbedaan iklim dan
prinsip Ikhtilaful mathla’ dan prinsip ikhtilaful mathla’
inipun definisinya diakui ada khilafiyahnya juga.
Jadi menurut beliau pemerintah hanya pe rlu
mengaturnya supaya dapat seragam, dan beliau juga
percaya apa yang dipelajari bahwa pemerintah harus
punya mazhab sendiri, artinya pemerintah berhak
menetapkan, tapi apakah ittihadul mathla’ atau yang
lain, berilah ruang kepada orang lain untuk
menjala nkan keyakinannya. Shalat adalah perkara
ibadah, berbeda dengan masalah kenegaraan, puasa
adalah masalah ibadah, jika masalah ibadah maka
secara langsung berhubungan kepada Allah SWT,
bukan ke sesama manusia. Namun jika terkait hari
48 49
50
libur misalnya, itu mer upakan hak pemerintah karena
terkait dengan maslahat bersama.
Jadi menurut beliau dipilah -pilah, jika masalah
ibadah (contohnya puasa) silahkan berdasarkan
keyakinan masing -masing, namun jika masalah yang
berhubungan dengan kebijakan negara dan
kemasyaraka tan (seperti hari libur dan lainnya)
silahkan pemerintah mengambil ijtihad
menetapkannya (Arkanuddin & Sudibyo, 2015) .
51
KESIMPULAN
RHI Medan (SUMUT), mempunyai prinsip
bahwa penentuan awal bulan ada rumus -rumus baku
yang digunakan, dan penentuan awal bulan harus
mel alui rukyah, kedua survei lapangan. Survei
lapangan yang dilakukan harus tepat kapan
mensurveinya. Menurut RHI Medan (SUMUT), ada
rumusan dan persyaratan baku kapan mensurvei yang
harus dilakukan, mensurvei harus dilakukan setiap tgl
29 Hijriyah malam tgl 30, terkait tanggal 1 hijriahnya.
Hal tersebut merupakan kegiatan yang sinergis,
berhubungan langsung dari tanggal 1 hijriahnya, jika
di tanggal 29 hilal minus (di bawah ufuk) berarti ada
kesalahan. Kemudian dalam hal penentuan awal
bulan di indonesia ketu a RHI korwil sumatera utara
memiliki prinsip “al - ijtihad la yunqadu bi al - ijtihad”
(ijtihad itu tidak bisa dibatalkan dengan ijtihad lain).
karena menurut beliau penentuan awal bulan
termasuk wilayah khilafiyah yang nilainya zhanniy.
Jadi menurut beliau j ika masalah ibadah (contohnya
puasa) silahkan berdasarkan keyakinan masing -
masing, namun jika masalah yang berhubungan
dengan kebijakan negara dan kewarga an (seperti
hari libur dan lainnya) silahkan pemerintah
mengambil ijtihad untuk menetapkannya.
stronomi adalah ilmu observasi tertua. Upaya
untuk memahami benda misterius yang
bercahaya di langit telah menjadi elemen
penting dalam buday a manusia selama puluhan tahun
bahkan ribuan tahun. Pengukuran kuantitatif fenomena
langit dilakukan oleh banyak peradaban kuno. Orang
Yunani klasik bukanlah pengamat aktif tetapi luar biasa
kreatif dalam penerapan prinsip -prinsip matematika
untuk astronomi. Seperti model geometris kaum
Platonis dengan bola kristal yang berputar mengelilingi
bumi statis diuraikan secara rinci, dan model ini
bertahan di Eropa selama lima belas abad. Filsuf alam
Yunani Hipparchus membuat salah satu aplikasi
pertama dari prins ip -prinsip matematika di bidang
statistik, dan memulai diskusi selama ribuan tahun
tentang prosedur untuk menggabungkan pengukuran
yang tidak konsisten dari fenomena fisik 16,17 .
Sedangkan statistika merupakan suatu ilmu yang
membahas cara -cara mengumpulkan a ngka sebagai
hasil pengamatan menjadi bentuk yang lebih mudah
dipahami 18 . Termasuk Penelitian astronomi modern
saat ini, ilmu astronomi modern saat ini diliputi oleh
berbagai macam tantangan statistik, seperti masalah
dalam mengurangi data dari megadataset hingga
mengkarakterisasi variasi variabel benda langit atau
menguji teori astrofisika 19 . Ilmu yang mempelajari
satatistik dalam astronomi disebut Astrostatistik.
Astrostatistik merupakan bidang interdisipliner
astronomi/astrofisika dan statistika yang
meng aplikasikan statistikauntuk mempelajari dan
menganalisis data astronomi 20 .
Pendapat yang berbeda ketika memahami
hubungan antara analisis statistik data empiris dengan
fenomena nyata, Sekelompok terkemuka abad ke -20
ahli statistik mengungkapkan keraguan yan g cukup
besar bahwa model statistik sama sekali tidak berguna,
seperti pandangan Eropa yang memperdebatkan arti
heliosentris Copernicus model kosmologis. Para ilmuan
ini memandang model statistik sangat berguna tetapi
seringkali diabaikan. Sir D. R. Cox, m enjelang akhir
perjalanan karirnya, merasakan penghalang antara
temuan statistik dan pengembangan atau validasi teori
ilmiah.
Aplikasi statistik dalam astronomi terlihat dalam
pengukuran pada zaman Babilonia yang melakukan
pengukuran panjang satu tahun,pan jang satu tahun
didefinisikan sebagai waktu antara titik balik matahari,
ia mengambil rata -rata dan umumnya tidak disukai
karena pengamatannya yang tidak akurat.
Beberapa sarjana abad pertengahan menyarankan
agar tidak menggunakan pengukuran berulang, kare na
dikhawatirkan akan menyebabkan hasil yang berbeda.
Kegunaan rata -rata dalam observasi diperkenalkan
pada abad keenam belas oleh Tycho Brahe dan Galileo
Galilei. Johannes Kepler tampaknya tidak konsisten
menggunakan sarana aritmatika, sarana geometri, da n
nilai tengah dalam karyanya. penggunaan rata -rata
tidak ditetapkan astronomi sampai abad kedelapan
belas (Simpson, 1756) 21 .
Para astronom kuno prihatin dengan kesalahan
pengamatan, dengan menyebarkan kesalahan dari
instrumen yang tidak akurat dan pengamat yang lalai.
Dalam sebuah studi tentang koreksi posisi astronomi
dari pengamat di berbagai kota, al -Biruni menyinggung
kesalahan yang dapat terjadi yaitu penggunaan sinus
akan menimbulkan kesalahan jika menggunakan
instrumen kecil dalam perhitungan yang di gunakan
oeh pengamat 22 . Dalam dialog tentang dua pandangan
besar dunia,Ptolemaic dan Copernican, Galileo juga
memberikan diskusi awal tentang kesalahan observasi
tentang jarak ke supernova tahun 1572. Di sini ia
diuraikan secara nonmathematical
Sementara ad a sedikit perdebatan tentang arti dan
tujuan astronomi dan astrofisika sebagai pemikiran
intelektual, makna dan tujuan probabilitas dan statistik
telah banyak digunakan dan diperdebatkan. Dalam
bukunya Statistics and Truth volume, C. R. Rao (1997)
membahas bagaimana istilah "Statistik" telah
mengubah makna selama berabad -abad. Ini awalnya
mengacu pada koleksi dan kompilasi data. Pada abad
kesembilan belas, ia mencapai tujuan matematika
interpretasi data, seringkali untuk membantu dalam
membuat keputusan dun ia nyata. Rao memandang
statistik kontemporer sebagai campuran dari suatu
ilmu (teknik yang diturunkan dari matematika),
teknologi (teknik yang berguna untuk pengambilan
keputusan di hadapan ketidakpastian), dan seni (teknik
yang tidak sepenuhnya dikodifik asi berdasarkan
penalaran induktif) 23 .
METODOLOGI PENELITIA N
Data yang diperoleh diklasifikasikan ke dalam
data utama dan data pendukung. Kemudiaan data di
analisis dengan menggunakan metode deskriptif
analitis induktif. Analisis induktif dilakukan karena ,
menurut Moleong 24 dapat menemukan kenyataan
secara keseluruhan seperti yang terdapat dalam data.
Proses akhir analisis data yaitu dengan penarikan
kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Mendengar kata statistika maka pembicaraan ini
tidak akan jauh -jauh dari mean, median, dan modus.
Statistika dalam astronomi maka pembicaraan statistika
berkaitan dengan benda -benda langit, contohnya
seperti apa?
Terdapat hasil pengamatan baru hasil
pengamatan tersebut masih belum diidentifikasi,
apakah itu sumber sinar -X atau sumber sinar -Gamma.
Sehingga diperlukan statistik dan probabilitas untuk
memastikan pendeteksian. statistik dan probabilitas
diperlukan untuk menghasilkan data dengan presisi
dan akurasi yang tinggi.
Contoh dalam hal klasifikasi bentuk galaksi yang
berhas il dilakukan terhadap sekelompok data foto
galaksi yang terdiri dari galaksi spiral, elips, dan
irregular. Dari hasil klasifikasi diketahui bahwa rata -
rata waktu yang diperlukan untuk klasifikasi adalah 6,7
detik per galaksi. Rata -rata waktu yang diperluka n
untuk klasifikasi sebuah galaksi elips dan irregular
masing-masing adalah 4 dan 2 detik.
a) Tentukan rata -rata waktu untuk klasifikasi sebuah
galaksi spiral jika pada kelompok data tersebut
komposisi galaksinya adalah 70% spiral, 25%
elips, dan 5% irregu lar.
b) Dari hasil a) tentukan waktu rata -rata klasifikasi
(dalam detik) per galaksi jika kelompok data
tersebut memiliki komposisi 40% spiral, 40% elips,
dan 20% irregular.
Buku yang luar biasa ini adalah sejarah statistik
komprehensif pertama dari permul aannya sekitar
tahun 1700 hingga kemunculannya sebagai disiplin
yang berbeda dan matang sekitar tahun 1900. Stephen
M. Stigler menunjukkan bagaimana statistik muncul
61
dari interaksi konsep matematika dan kebutuhan
beberapa ilmu terapan termasuk astronomi, g eodesi,
psikologi eksperimental, genetika, dan sosiologi. Dia
menjawab banyak pertanyaan menarik: Bagaimana
ilmuwan belajar menggabungkan pengukuran yang
dilakukan dalam kondisi berbeda? Dan bagaimana
mereka dituntun untuk menggunakan teori
probabilitas un tuk mengukur akurasi hasil? Mengapa
metode statistik berhasil digunakan dalam astronomi
jauh sebelum mereka mulai memainkan peran penting
dalam ilmu sosial? Bagaimana pengenalan kuadrat
terkecil bisa mendahului penemuan regresi lebih dari
delapan puluh tah un? Atas dasar apa karya besar
orang-orang seperti Bernoulli, De Moivre, Bayes,
Quetelet, dan Lexis dianggap sebagai kegagalan parsial,
sedangkan karya Laplace, Galton, Edgeworth, Pearson,
dan Yule dihitung sebagai keberhasilan? Bagaimana
mesin probabilita s Galton (quincunx) memberinya
kunci kemajuan besar pada paruh terakhir abad
kesembilan belas?
Penekanan Stigler adalah pada bagaimana, kapan,
dan di mana metode teori probabilitas dikembangkan
untuk mengukur ketidakpastian dalam ilmu
eksperimental dan obs ervasi, untuk mengurangi
ketidakpastian, dan sebagai kerangka kerja konseptual
untuk studi kuantitatif dalam ilmu sosial. Dia
menjelaskan dengan hati -hati konteks ilmiah di mana
metode yang berbeda berkembang dan
mengidentifikasi masalah (konseptual atau m atematis)
yang menghambat pertumbuhan statistik matematika
0 61
62
dan perkembangan konseptual yang memungkinkan
terobosan besar.
Ahli statistik, sejarawan sains, dan ilmuwan sosial
dan perilaku akan memperoleh pemahaman yang lebih
dalam dari buku ini tentang peng gunaan metode
statistik dan pemahaman yang lebih baik tentang janji
dan batasan teknik semacam itu.
Statistik Planet Luar -surya
Sejak penemuan planet pada bintang 51 Peg
secara definitif oleh Mayor dan Queloz (1995), jumlah
planet yang ditemukan melalui berbagai metode
deteksi meningkat dengan pesat. Data penemuan
planet luar -surya ini didokumentasikan dengan
lengkap oleh J. Schnei -der dalam sebuah website
dengan alamat URL: http://e xoplanet.org, dan terus
menerus diperbaharui jika planet -planet baru
ditemukan. Sampai dengan Maret 2008, rata -rata setiap
bulannya ditemukan 2 planet baru, dan dapat
dipastikan jumlah ini akan terus meni ngkat seiring
dengan pencarian dan misi -misi ruang angkasa baru
yang ditujukan untuk itu.
Pada pembahasan ini, kita akan
mengelompokkan planet -planet luar -surya berdasarkan
massa dan jarak planet terhadap bintang induknya
menggunakan data yang dikompilasi oleh Schneider.
Hal ini ditujukan untuk memperoleh gambaran berapa
banyak planet raksasa yang bera da jarak sangat dekat
tersebut.
63
Planet Super -bumi
Dari data yang telah ditemukan terlihat bahwa
2.9% dari planet yang telah ditemukan memiliki massa
kurang dari 10 massa bumi, 33.9% planet memiliki
massa antara 10 massa Bumi sampai 1 massa Jupiter,
56.7% memiliki massa 1 10 massa Jupiter dan 6.5%
memiliki massa di atas 10 Massa Jupiter. Sebagian besar
planet yang ditemukan, lebih dari 60%, merupakan
planet ya ng lebih besar dari 1 Mjup.
Massa planet di dalam Tata Surya kita telah
diketahui. Dalam massa bumi, massa Uranus adalah
14.5M ⊕, massa Neptunus adalah 17.1M ⊕, massa
Saturnus adalah 95.2M ⊕, massa Jupiter sebagai planet
yang terbesar dalam Tata Surya adalah 318.7M ⊕ .
Selain itu, ada pengelompokan planet yang telah
umum diketahui. Planet -planet yang dikenal dengan
nama Super Bumi adalah kelompok planet yang
memiliki massa antara 1−10M⊕ . Ada juga yang
disebut dengan kelompok Neptunus yaitu planet -
planet
yang memiliki massa di sekitar Planet Neptunus
atau antara 10M ⊕− 1MSat. Lalu ada juga planet
kelompok Jupiter yang memiliki massa antara 1−10
MJup. Di luar pengelompokan planet -planet tersebut,
planet -planet yang lebih besar dari 1 Msat, biasanya
hanya disebut d engan planet raksasa.
2 63
64
Gambar 1. Sebaran Planet - planet s uper bumi yang telah terdeteksi
Kita dapat jelas melihat pada Gambar 1 bahwa
tujuh planet super bumi yang telah ditemukan,
ternyata sebagian besar mengorbit pada jarak yang
sangat dekat dengan bin - tang induknya, yaitu pada
jarak kurang dari 1 AU. Planet yang paling dekat
dengan bin - tang induknya yang termasuk dalam
kelompok planet super bumi adalah Planet Gliese 876 d
yang mengorbit pada jarak 0.0208 AU. Sedangkan yang
terjauh dari kelompok ini ad alah planet OGL E -05-390L
b yang mengorbit pada jarak 2.1 AU. Pada Gambar 1
kita juga menemukan planet yang begitu ringan
dengan massa hanya 0.0223 M ⊕, yaitu planetpertama
yang ditemukan dari pulsar PSR 1257+12, planet ini
mengorbit pada jarak 0.19 AU dari pulsar tersebut.
Kita lihat pada Gambar 2. sebaran planet -planet
dengan massa 10M ⊕−1Mjup, dengan jarak yang
dinyatakan dalam satuan astronomi, mayoritas planet -
planet tersebut juga memiliki setengah sumbu panjang
kurang dari 1 satuan astronomi. Pada sebara n ini
terdapat data dari 94 planet.
65
Gambar 2. Sebaran Planet - planet dengan massa 10M ⊕ − 1MJup.
Planet dalam kelompok ini yang terdekat dengan
bintang induknya adalah planet GJ 436 b atau planet
pertama yang ditemukan pada bintang GJ 436, planet
dengan massa 0.072 Mjup atau 22.948 M ⊕ ini
ditemukan mengorbit pada jarak 0.0287 AU dari
bintangnya. Sedangkan planet yang terjauh pada
kelompok ini adalah planet OGL E -06-109L c. Planet ini
memiliki massa 0.27 Mjup, 86.055 M ⊕, dan mengorbit
dengan radius orbit 4 .6 AU. Di kelompok planet ini
juga terdapat sebuah planet yang belum diketahui
jaraknya dari bintang induknya, yaitu planet CoRoT -
Exo -1 b, tetapi planet ini sudah diketahui massanya,
yaitu sebesar 0.99 MJup, 315.533 M ⊕, hampir sama
dengan massa Jupiter.
Pada Gambar 3. sebaran dari 72 planet yang
memiliki massa 10M ⊕− 1MJup dan memiliki setengah
sumbu panjang kurang dari 1 AU, hampir semua
planet -planet tersebut berada sangat dekat dengan
bintang utamanya, sebagian besar malah mengorbit
pada jarak kurang dari 0.2 satuan astronomi. Planet
4 65
66
yang mendekati jarak 1 AU adalah HD 160691 e, yang
memiliki massa 0.5219 MJup, 166.340 M ⊕, dengan
periode yang cukuplama, yaitu sebesar 310.55 hari.
Gambar 3. Planet - planet dengan massa antara 10M ⊕ 1MJ up dengan
Semi major axis < 1AU.
Pada sebaran planet -planet dengan massa
1−10MJup, pada Gambar 4, justru planet-planet lebih
banyak berada pada jarak yang lebih dari 1 unit
astronomi, kurang dari setengahnya yang berada pada
jarak yang kurang dari jarak bumi –matahari. Banyak
j uga yang berkumpul pada jarak 1 AU. Terdapat 157
planet pada sebaran ini. Planet - planet pada kelompok
massa ini banyak ditemukan karena ukuran dan
massanya yang besar, sehingga lebih mudah terdeteksi.
Planet yang mengorbit paling dekat dengan bintang
utamanya pada kelompok planet ini adalah OGLE -TR-
56 b, dengan jarak 0.0225 AU. Planet ini memiliki massa
1.29 MJup, 411.150 M ⊕, dan memiliki periode yang
cukup cepat, yaitu sebesar 1.211 hari. Pada gambar juga
terlihat jelas akan adanya sebuah planet yang
67
mengorbit paling jauh pada kelompok ini. planet
tersebut adalah 2M1207 b , planet raksasa dengan
massa 4Mjup, mengorbit pada jarak 46 AU dari bintang
induknya. Tiga planet dari kelompok ini juga tidak
diketahui semi major axis -nya, yaitu CoRoT - Exo -2 b
yang memiliki massa 3.53 MJup, HD 47536 b dengan
massa 5Mjup dan planet yang ditemukan selanjutnya
dari bintang HD 47536, yaitu HD 4753 6 c yang memiliki
massa sebesar 7Mjup.
Walaupun belum banyak ditemukan, baru 18
buah planet, planet -planet dengan massa lebih dari 10
Massa Jupiter, pada gambar 3.5, menunjukkan bahwa
sebagian besar planet tersebut mengorbit pada jarak
yang begitu d ekat dengan bintang induknya. Planet
yang paling dekat adalah HD 41004 B b dengan jarak
0.0177 AU dan massa 18.4Mjup. Sedang planet yang
terjauh pada kelompok ini adalah planet yang paling
jauh yang telah dite - mukan dengan jarak 670 AU, dan
massa 14Mjup, yaitu planet UScoCTIO 108 b. Dari
keseluruhan, massa planet yang paling besar adalah
Planet GQ lup b, dengan massa 21.5Mjup, dan
mengorbit pada 130 AU dari bintang induknya.
6 67
68
Gambar 4. Sebaran Planet - planet dengan massa 1 − 10MJup .
“Jupiter Panas” dan “Neptunus Panas”
Jupiter Panas adalah planet -planet dengan massa
lebih besar atau sama dengan massa Jupiter dengan
orbit kurang dari 5 AU.
Sebagian besar, 94.28%, dari seluruh p lanet dengan
massa lebih atau sama dengan 1 massa Jupiter memiliki
semi major axis kurang dari 5 AU. Dari data, terdapat
164 planet yang termasuk jupiter panas. Pada gambar
3.6, terlihat bahwa sebagian besar planet -planet yang
dengan “Jupiter panas” memili ki massa antara
1−5Mjup, dan memiliki jarak kurang dari 3 AU.
Neptunus Panas merupakan planet -planet dari
kelompok Neptunus yang memiliki semi major axis
kurang dari 1 AU. Dari 30 planet dalam kelompok
Neptunus yang telah dite - mukan, 93.3% atau sama
deng an 28 planet merupakan planet -planet Neptunus
panas. Dari gambar 3.7, sebaran “Neptunus Panas”,
terlihat bahwa planet -planet tersebut se -bagian besar
memiliki semi major axis kurang dari 0.4 AU. Planet
69
neptunus panas yang terjauh adalah planet 55 Cnc f,
yang memiliki orbit 0.781 AU dengan massa 45.89 M ⊕,
dan yang terdekat adalah planet GJ 436 b dengan massa
22.94 M ⊕ dan memiliki semi major axis 0,02872 AU.
Tabel 1 dan Gambar 8 di bawah menunjukkan
data banyaknya planet pada setiap kelompok yang
disebutkan di atas. Pada tabel 1. juga ditunjukkan
persenta se banyaknya planet - planet tersebut dari
jumlah keseluruhan planet yang telah ditemukan. Dan
dari gambar
Gambar 5. Sebaran Planet dengan massa > 10 Mjup .
Planet -planet super bumi masih jarang ditemukan
karena ukurannya yang kecil.
8 69
70
Tabel 1: Ta bel Rekapitulasi Planet Luar Surya
K elompok Planet
Banyak
Planet
Persentasi
Planet Super Bumi 7 2.888 %
Planet 10M ⊕ – 1 Mjup 94 33.93 %
Planet 1 − 10Mjup 157 56.67 %
Planet > 10Mjup 18 6.5 %
Jupiter Panas 69 24.91 %
Neptunus Panas 26 9.31 %
Dari keseluruhan data -data planet yang telah
ditemukan 59.2% planet merupakan planet yang
termasuk dalam kategori Jupiter P anas, 10.83% planet
termasuk dalam ka - tegori Neptunus Panas. Menurut
teori pembentukan planet, pembentukan planet -planet
raksasa tidak mungkin terjadi pada jarak yang dekat
dengan bintang induknya karena gas -gas akan tersapu
menjauh dari bintangnya. Fakta ini menjadi dasar
adanya teori migrasi planet.
Gambar 6. Sebaran Jupiter Panas.
71
Gambar 7. Sebaran Neptunus Panas
Gambar 8. Plot histogram planet - planet
berdasarkan pengelompokannya .
evolusi industri secara mudahnya artinya
adalah perubahan besar dan radikal sehingga
mempengaruhi perilaku dan kehidupan
manusia. 25 . Perubahan besar ini tercatat sudah terjadi
tiga kali, dan saat ini kita sedang mengalami r evolusi
industri yang keempat. Setiap perubahan besar ini
selalu diikuti oleh perubahan besar dalam bidang
ekonomi, politik, bahkan militer dan budaya. Sudah
pasti ada jutaan pekerjaan lama menghilang, dan jutaan
pekerjaan baru yang muncul.
Lebih detilnya kita harus lihat di setiap revolusi
industri, tapi dasarnya adalah, beberapa hal yang
semula begitu sulit, begitu lama, begitu mahal dalam
proses produksi mendadak jadi mudah, cepat, dan
murah. Revolusi industri menurunkan dan
menghilangkan beberapa kelang kaan tersebut,
sehingga waktu, tenaga, dan uang yang semula
digunakan untuk mengatasi kelangkaan -kelangkaan
tersebut mendadak jadi bebas, jadi bisa digunakan
untuk hal lain, untuk mengatasi kelangkaan yang lain.
25 Adit Kusnandar . Revolusi Industri 1.0 hingga 4.0 .2019.
R
77
Gambar 1. Rin gkasan Revolusi Indu stri 1. 0 hingga 4.0
PEMBAHASAN
Secara ringkas revolusi industry yang telah terjadi
dapat ditampilkan pada gambar 1. Adapun penjelasan
singkat tentang setiap eranya adalah sebagai berikut.
Revolusi Industri 1.0
Revolusi industri pertama dimulai dengan
ditemukann ya dan digunakannya mesin uap oleh
James Watt dalam proses produksi barang. Penemuan
ini mendorong perekonomian penduduk menjadi lebih
sejahtera.
Sebelum penemuan alat tersebut, produksi masih
mengandalkan tenaga manusia, tenaga air, dan tenaga
angin untuk menggerakkan apapun.
Penemuan mesin uap membuat produksi menjadi
jauh lebih efisien & murah dibandingkan proses
produksi sebelumnya. Pembuatan peralatan yang
membutuhkan tenaga besar dan banyak tergantikan
76 77
78
oleh keberadaan mesin uap, sehingga biaya produ ksi
menjadi menurun dan kapasitas produksi menjadi
lebih tinggi. Di masa ini pendidikan dan pengelolaan
sumber daya manusia menjadi dinaikkan u ntuk dapat
menghadapi era baru.
Revolusi Industri 2.0
Revolusi industri kedua yang terjadi di awal abad
ke -20. Sa at itu, produksi memang sudah menggunakan
mesin. Tenaga otot sudah digantikan oleh mesin uap,
dan kini tenaga uap mulai digantikan dengan tenaga
listrik. Namun, proses produksi di pabrik masih jauh
dari proses produksi di pabrik modern dalam satu hal:
transportasi. Pengangkutan produk di dalam pabrik
masih berat, sehingga macam -macam barang besar,
seperti mobil, harus diproduksi dengan cara dirakit di
satu tempat yang sama. Penggunaan tenaga listrik, ban
berjalan, dan lini produksi ini menurunkan waktu
prod uksi secara drastis, Akibatnya, produksi melonjak,
dan tumbuh terus sampai juga budaya seluruh dunia.
Artinya, bertambahnya waktu, menyebabkan
berkurangnya kelangkaan waktu.
Revolusi Industri 3.0
Revolusi industri ketiga ini, abad industri pelan -
pelan ber akhir, abad informasi dimulai. Kalau revolusi
pertama dipicu oleh mesin uap, revolusi kedua dipicu
oleh ban berjalan dan listrik, revolusi ketiga dipicu oleh
mesin yang bergerak, yang berpikir secara otomatis:
komputer dan robot.
Kini komputer bisa dipasan g di mesin -mesin
yang mengoperasikan lini produksi. Komputer
79
menggantikan banyak manusia sebagai operator dan
pengendali lini produksi, sama seperti operator telepon
di perusahaan telepon diganti oleh relay sehingga kita
tinggal menelpon nomor telepon untu k menghubungi
teman kita. Proses ini disebut “Otomatisasi” semuanya
jadi otomatis, tidak memerlukan manusia lagi. Artinya,
sekali lagi terjadi penurunan kelangkaan sumber daya
manusia, terbebasnya ribuan tenaga kerja untuk
pekerjaan – pekerjaan lain. Karen a inilah revolusi
industri ketiga ini nama lainny a adalah “Digital
revolution“.
Revolusi Industri 4.0
Konsep “Industri 4.0” pertama kali digunakan di
publik dalam pameran industri Hannover Messe di
kota Hannover, Jerman di tahun 2011. Dari peristiwa
ini j uga sebetulnya ide “Industri 2.0” dan “Industri 3.0”
baru muncul, sebelumnya cuma dikenal dengan nama
“Revolusi Teknologi” dan “Revolusi Digital”. Industri
4.0 juga pasti menggunakan komputer dan robot ini
sebagai dasarnya. Kemajuan yang paling terasa adal ah
internet. Semua komputer tersambung ke sebuah
jaringan bersama. Komputer juga semakin kecil
sehingga bisa menjadi sebesar kepalan tangan kita,.
bukan cuma kita tersambung ke jaringan raksasa. inilah
bagian pertama dari revolusi industri keempat:
“intern et of things” saat komputer -komputer yang ada
di pabrik itu tersambung ke internet, saat setiap
masalah yang ada di lini produksi bisa langsung
diketahui saat itu juga oleh pemilik pabrik, di manapun
si pemilik berada!
78 79
80
Karena begitu banyaknya ragam maupun jumlah
data baru ini, aspek ini sering disebut Big Data.
Perhitungan -perhitungan rumit tetap memerlukan
komputer canggih yang besar, tapi karena sudah
terhubung dengan internet, karena ada banyak data
yang bisa dikirim melalui internet, semua perhitungan
tersebut bisa dilakukan di tempat lain, bukannya di
pabrik. Jadi, sebuah perusahaan yang punya 5 pabrik di
5 negara berbeda tinggal membeli sebuah
superkomputer untuk mengolah data yang diperlukan
secara bersamaan untuk kelima pabriknya. Tidak perlu
lagi me mbeli 5 superkomputer untuk melakukannya
secara terpisah.
Yang sebetulnya paling besar: Machine learning,
yaitu mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar,
yang bisa sadar bahwa dirinya melakukan kesalahan
sehingga melakukan koreksi yang tepat untuk
mempe rbaiki hasil berikutnya. Ini bisa dilukiskan
dengan cerita “AlphaZero AI”. Sebelum Machine
Learning, sebuah komputer melakukan tugasnya
dengan “Diperintahkan” atau “Diinstruksikan” oleh
manusia.
ERA ASTRONOMI
Astronomi dalam perjalanannya juga
diperkirak an telah mengalami 4 perubahan era.
Adapun penjelasan setiap era Astronomi tersebut
adalah sebagai berikut.
81
Era Astronomi 1.0
Era pertama Astronomi, ‘Angkasa 1.0', dapat
dianggap sebagai studi awal astronomi (dan bahkan
astrologi). Seiring dengan berkemb angnya peradaban,
terutama di Mesopotamia, Cina, Mesir, Yunani, India,
dan Amerika Tengah, orang -orang mulai membangun
observatorium dan gagasan -gagasan mengenai sifat -
sifat semesta mulai ramai diperiksa.
Umumnya, astronomi di awal dulunya
disibukkan den gan pemetaan letak -letak bintang dan
planet (sekarang disebut astrometri), kegiatan yang
akhirnya melahirkan teori -teori tentang pergerakan
benda -benda langit dan pemikiran -pemikiran filosofis
untuk menjelaskan asal -usul Matahari, Bulan, dan
Bumi. Perkemba ngan astronomi baru berkembang
pesat setelah ditemukannya teleskop.
Tentu dengan adanya teleskop manusia tidak lagi
melakukan perkiraan -perkiraan namun dapat
mengamati alam semesta secara langsung dan terlihat
jelas di penglihatan manusia dan dapat dengan jelas
membedakan antara bintang, planet dan benda langit
bercahaya lainnya.
Era Astronomi 1.5
Astronomi Pada Zaman Modern awal.
Perkembangan astronomi pada zaman modern sudah
sangat pesat sekali. Sebagai bukti pesatnya
perkembangan astronomi adalah banya knya
penemuan -penemuan benda -benda luar angkasa
seperti halnya planet -planet baru dan galaksi -galaksi
baru. Dengan adanya peralatan yang canggih yang
80 81
82
telah diciptakan para ilmuan khususunya ilmuan barat
sangat menduku ng perkembangan ilmu astronomi.
Era Astronomi 2.0
Era berikutnya, Angkasa 2.0', muncul dengan
negara -negara luar angkasa yang terlibat dalam
perlombaan luar angkasa yang mengarah ke Misi
Pendaratan ke Bulan oleh Apollo. Pada awalnya,
perlombaan antariksa ini ternyata adalah sebuah
perang ding in antara Amerika Serikat dan Uni Soviet
(sekarang Rusia), yang masing -masing selalu ingin
menjadi yang pertama.
Misi luar angkasa itu terus berlangsung hingga
puncaknya, yaitu meluncurkan manusia ke luar
angkasa Soviet lebih dulu dalam melakukan hal ituda n
mengirimkan Yuri Gagarin, manusia pertama yang ke
luar angkasa pada 12 April 1961 dalam misi bernama
Vostok 1 untuk mengorbit bumi pada ketinggian
sekitar 327 kilometer selama sekitar 108 menit, sebelum
akhirnya kembali lagi mendarat dengan aman.
"Mendar atkan manusia di bulan dan
mengembalikannya dengan aman ke bumi dalam satu
dekade" adalah tujuan nasional yang ditetapkan oleh
Presiden Amerika Serikat saat itu, John F. Kennedy,
pada tahun 1961 setelah Soviet meluncurkan Yuri
Gagarin. Bagi mereka, mendara tkan manusia di bulan
merupakan sebuah prestasi paling tinggi dalam bidang
teknologi.
Dalam rentang tahun 1961 hingga 1969, Amerika
Serikat mempersiapkan segala teknologi yang
83
dibutuhkan, mulai dari roket, modul pendarat, hingga
pelatihan astronautnya.
Hingga pada tanggal 20 Juli 1969, astronaut Neil
Armstrong dan kawan-kawannya mendarat di bulan
dalam misi Apollo 11. ada enam misi Apollo lainnya
yang berhasil mendarat di benda langit terdekat bumi
kita itu pada rentang tahun 1969 hingga 1972. Dengan
begitu , total manusia yang pernah mendarat di bulan
sejauh ini ada kurang lebih 12 orang.
Teknologi luar angkasa dalam keberhasilan misi
ke bulan itu kemudian digunakan kembali di tahun -
tahun setelahnya. Seperti pada awal tahun 1970 -an,
satelit komunikasi dan na vigasi mulai diluncurkan.
Bahkan sebuah wahana antariksa bernama Mariner
juga diluncurkan Amerika Serikat untuk mengorbit dan
memetakan permukaan Mars.
Pada akhir dekade 70 -an, Amerika Serikat juga
meluncurkan wahana antariksa Voyager 1 dan Voyager
2, yang memiliki misi untuk memotret Jupiter dan
Saturnus, bersama dengan cincin dan satelit mereka
dari dekat.
Pada 1980 -an, teknologi luar angkasa semakin
berkembang pesat lagi. Sudah banyak kala itu satelit
komunikasi yang diluncurkan untuk mendukung
berjalann ya program -program televisi, telepon
komunikasi, hingga internet.
Era Astronomi 3.0
Era ketiga, Angkasa 3.0', dengan konsepsi Stasiun
Luar Angkasa Internasional, menunjukkan bahwa
82 83
84
memahami dan menghargai ruang sebagai batas
berikutnya untuk kerja sama dan eksploitasi.
Teknologi luar angkasa pasca perang dingin
terlihat dalam pembentukan Stasiun Luar Angkasa
Internasional (ISS) oleh Amerika Serikat dan Rusia
pada 20 November 1998. ISS yang merupakan sebuah
laboratorium penelitian yang ditempatkan di orbit
rendah bumi itu menjadi simbol kerja sama dalam
eksplorasi luar angkasa antara dua negara besar yang
dulu bersaing.
ISS merupakan satelit terbesar buatan manusia. Ia
dihuni oleh tiga sampai enam astronaut yang
bergantian pergi -pulang selama enam bulan sekal i
sejak November 2000. Untuk menuju ISS, manusia
menggunakan teknologi kapsul antariksa bernama
Soyuz buatan Rusia, sementara logistiknya diangkut
dengan kapsul Dragon milik Amerika Serikat.
Saat ini, ISS tidak hanya menjadi hasil kerja sama
antara Amerika Serikat dan Rusia saja. Negara -negara
seperti Kanada, Jepang, Prancis, Belgia, Denmark,
Jerman, Britania Raya, Italia, Belanda, Norwegia,
Swedia, Spanyol, dan Swiss juga ikut andil dalam
memajukan ISS.
Pertemuan tingkat Menteri ini terjadi pada masa
era S pace 4.0, masa ketika ruang berevolusi dari
menjadi pelestarian pemerintah dari beberapa negara
antariksa ke situasi di mana ada peningkatan jumlah
aktor ruang angkasa yang beragam di seluruh dunia,
termasuk kemunculan perusahaan swasta, partisipasi
dengan akademisi, industri dan warga negara,
digitalisasi dan interaksi global.
85
Era Astronomi 4.0
Astronomi 4.0 merupakan sebuah era baru yang
dimana informasi beredar dang berkembang begitu
cepat dan luas. Kekayaan data yang dapat di
digitalisasi dan disimulasikan sehingga setiap orang
dapat melihat, mengetahui dan merasakan keadaan
saat sebuah fenomena astronomi terjadi baik di masa
lalu maupun masa depan. Kumpulan data besar ini
merupakan sebuah pondasi empiris untuk astronomi di
abad ke 21 dan menjadi petunj uk ke sebuah Era
Penemuan terbaru. 26 Era ini juga mewakili evolusi
sektor ruang angkasa ke era baru, yang ditandai oleh
lapangan baru. Era ini sedang berlangsung melalui
interaksi antara pemerintah, sektor swasta, warga
dan politik. Astronomi 4.0 anal og dan terkait dengan,
Industri 4.0, yang dianggap sebagai revolusi industri
keempat yang sedang berlangsung di bidang
manufaktur dan jasa.
Perlombaan menuju antariksa memang sudah
selesai belasan tahun lalu. Meski begitu, muncul sebuah
persaingan baru ya ng masih berkaitan dengan luar
angkasa, yakni perlombaan membuat pesawat luar
angkasa pribadi.
Saat ini, beberapa perusahaan Amerika menjadi
pionir untuk perlombaan tersebut. Sebut saja Blue
Origin milik Amazon dan SpaceX milik Elon Musk, dua
perusahaan in i paling gencar melakukan percobaan
tersebut.
Lima Puluh tahun setelah manusia menginjakkan
kaki di bulan untuk pertama kalinya, manusia lain
masih penasaran dengan hal -hal berbau antariksa.
Bukan cuma untuk memenuhi rasa penasaran, bahkan
ada yang berenca na membuka usaha di luar angkasa.
Perusahaan California, Gateway Foundation berencana
membuka hotel antariksa. Kini,